Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kisah ANDI ( bermula )

Update tipis dulu gaan... Biar nggak ilang

POV. SANDRA

Rasa pusing di kepalaku semakin akut kurasakan. Kenyataan - kenyataan yang baru saja terkuak, membuatku tak tahu, siapa yang harus kupercaya. Mulai kusimulasikan segala kemungkinan. Tapi tak ada pilihan yang baik. Semuanya mengandung resiko tinggi. Memang, solusi yang ditawarkan ki sabdo terlihat yang paling baik. Tapi berhubungan dengan makluk gaib, membuatku begidik. Apa jadinya kalau anakku menjadi kecanduan seks. Aku tak mau dia kehilangan masa depan.
"San, udah nyampe" sebuah suara membuyarkan lamunanku
"Hah? Astaga, sory vie. Aku malah ngelamun"
"Iya, aku ngerti kok"
"Yuk, turun. Aku ambilin wine" ajakku.
"Ais, masih inget aja. Masih punya emang?"
"Ada"
"Pas banget"
Kita berdua turun dari mobil evie. Kulihat sepatu andi sudah ada di rak sepatu. Tandanya dia sudah pulang. Langsung kubuka pintu depan. Jam segini mbak yanti pasti di belakang. Andi, mungkin di kamarnya.
"ASTAGA"
Aku sangat terkejutelihat pemandangan di depan mataku. Di ruang tengah, ada sepasang manusia sedang telanjang bulat tanpa sehelai penutup pun. Keduanya juga terkejut melihat kedatanganku dan evie.
"Sandra?"
"Bu sandra?"
Hanya itu yang bisa mereka katakan. Aku yang belum merasa baikan dari keterkejutan tadi di rumah ki sabdo, sekarang harus terkejut lagi. Rasanya aku terpaku, tak bisa bergerak sedikitpun. Untuk beberapa saat, suasana jadi hening, tapi kaku.
"Bapak katanya sakit, kok?" Tanyaku pada akhirnya.
Ya, dia adalah bapakku, simbahnya andi. Tadi pagi dia terkapar tak berdaya, bagaimana bisa sekarang main telanjang di ruang tengah.
"Maaf... Maafkan saya bu sandra. Maafkan saya"
Dia yanti, pembantuku. Setahuku dia orangnya baik, sopan, sangat menjaga harga dirinya. Tidak mungkin segampang itu diajak main serong. Aku sebenarnya tidak marah, hanya kaget saja. Wajar kalau bapak kepincut sama mbak yanti. Dia masih cantik, tubuhnya masih menggairahkan. Kata evie, mirip yeni inka. Ya, meskipun buatku tidak terlalu mirip.
"O... Oke... Sandra yang minta maaf" kataku kemudian.
"Kok?" Tanya mbak yanti bingung.
"Ya, siapa sih yang nggak suka sama mbak yanti? Andi aja mungkin tertarik sama mbak. Apalagi bapak. Cuman yang sandra bingung, kan bapak sakit, mbak. Kenapa mbak nggak cegah? Paling enggak, dikamar aja. Kan kasihan kalo sampe kenapa - napa" jawabku.
"Bapak udah sehat kok san" sahut bapak.
"Pak?"
Aku tak percaya dengan apa yang aku lihat ini. Bapak bisa berdiri dengan gagahnya, seolah tak pernah sakit. Bahkan di penglihatanku, bapak bukanlah bapak yang kemarin aku lihat. Bapak terlihat lebih muda. Seperti dulu saat aku masih SMA.
"Kok.... Bisa pak?"
Kusapukan pandanganku ke sekujur tubuhnya. Aku tak peduli dengan ketelanjangannya itu. Tak kuasa aku menahan air mataku. Bahagia rasanya bisa melihat bapak bisa segar seperti dua puluh tahun lalu.
"Sini nduk, bapak jelaskan" ajak bapak.
Dia memakai sarung untuk menutupi bagian bawah tubuhnya. Aku mengajak evie untuk duduk di sofa. Dan melarang mbak yanti untuk pergi.
"Ceritain awalnya, yan" pinta bapak dengan lembut.
"Eeh... Be... Be... Begini bu sandra" kata mbak yanti gelagapan.
"Tadi... Tadi... Ada segerombolan orang dateng kemari nyari bu sandra" lanjutnya.
"Apa? Siapa mereka?" Potongku.
"Mereka bilang dari golok setan" jawabnya.
"Apa? Setan benar mereka. Ngapain juga kemari. Udah bilang sebulan juga, pake dateng segala. Bilang apa mereka mbak?" Potongku lagi.
"A.. a... Anu bu... Mereka... Mereka nagih utang" jawabnya.
"SETAAANN... " Teriakku.
"Sandra" tegur bapak dia mengelus pundakku.
"Terus, bilang apa lagi mereka, mbak?"
"Me... Mee.. mereka... Mereka bilang, besok harus ada pembayaran. Seratus juta. Kalau tidak... Kalau tidak, "
"Kalau tidak, kenapa?" Potongku.
"Mereka... Mereka... Bakal ngobrak - abrik rumah ini, bu. Yang ada di rumah... Bakal.... Bakal... Dibikin cacat"
"Apa? BEDEBAH" teriakku lagi.
Tangisku pecah merasakan cobaan yang bertubi - tubi ini. Berurusan sama mereka sama saja berurusan sama kangker. Percuma kabur, karena mereka pasti bisa menemukan kita lagi. Lalu bagaimana harus membayar segitu besarnya. Makan saja dibelain sama tempe saja. Evie memeluk tubuhku erat. Sama halnya denganku, dia juga sudah mentok, tak tahu harus bantu apa.
"Lalu, hubungannya dengan ini apa?" Tanyaku sambil mengibaskan telunjukku ke bapak dan mbak yanti" mereka terdiam beberapa saat.
"Bapak minta bantu sabdo" jawab bapak akhirnya.
"Apa?"
"Ya, bapak minta bantuan sabdo. Bapak minta diberi sesuatu yang bikin bapak bisa mandiri. Paling tidak, bapak tidak jadi beban buat kamu. Tahu sendiri kan, mbak mbakmu nggak ada yang mau tinggal semenjak kamu balik kemari. Malah kaya kegirangan, bebas tugas" jawab bapak. Aku kembali terpaku dan menangis mendengar jawaban bapak.
"Sukur - sukur bapak bisa bantu kamu. Sekalipun bapak cuman punya badan" lanjutnya.
"Terus? Jangan bilang ki sabdo kemari" tanyaku. Bapak tidak segera menjawab. Dia melihat ke arah mbak yanti.
"Memang dia kemari bu" jawab mbak yanti.
"Mustahil. Sandra baru dari sana pak. Masa secepet itu?" Kilahku.
"Namanya juga dukun, san. Ngedip doang juga, sampe" jawab bapak. Aku mengernyitkan dahi. Kemampuan seperti itu setahuku hanya ada dalam sinetron kolosal.
"Oke, anggaplah begitu. Terus bapak dikasih apa?" Tanyaku. Bapak malah hanya tersenyum.
"Bapak dikasih permata"
"Mana?"
"Dalam tubuh"
"Ha?"
"Iya bu, diminum, kaya obat" sela mbak yanti.
"Wow, segampang itu kah? Obat saja ada aturan minumnya, pak"
"Ya, ada" jawab bapak pendek.
"Apa?"
"Ya begini" jawabnya singkat lagi.
"What?"
"Tenaga ini, baru bapak dapat setelah yanti mau merelakan kehormatannya. Dan ini nggak akan bertahan lama"
"Lah, terus? Minum lagi? Sampe berapa kali?"
"Bukan minum lagi, tapi bapak harus dapat dua wanita lagi, biar tenaga dari permata tadi bisa bertahan setahun kedepan"
"Apa? Harus tiga?"
"Iya. Minimal. Semakin banyak, semakin bagus. Bapak bisa tarung lagi kaya waktu kamu masih kecil dulu" jawab bapak. Aku tak tahu harus bilang apa. Antara percaya dan tidak. Tapi nyatanya bapak bisa bangun dari tempat tidur, bahkan bisa menggagahi mbak yanti. Luar biasa.
"Kamu nggak usah mikirin bapak. Bapak udah bisa sendiri. Nyari dua lagi juga bapak bisa kok. Kamu fokus saja sama targetmu" lanjut bapak.
"Paaak"
"Bapak nggak bilang saran sabdo itu bagus. Tapi, coba pertimbangan lagi"
"Kok bapak bilang begitu?"
"Bapak sih udah berumur, nggak perlu dipikir. Tapi andi, dia aset dan hartamu yang paling berharga. Bapak tahu apa yang kamu tahu nduk. Percayalah, andi bakal balik utuh" jawab bapak. Dia berdiri hendak pergi dari ruang tamu. Anganku kembali mengembara ke awang - awang.
"BAPAAK"
Aku tersentak mendengar suara teriakan. Kulihat mbak yanti berdiri seketika dan berlari begitu saja. Saat kulihat apa yang dia kejar,
"BAPAAK"
Spontan akupun bertolak dari sofa tempatku duduk. Bapak tiba - tiba ambruk. Untung mbak yanti dengan sigap langsung berlari dan memasang badan, menangkapnya. Dan aku bersyukur masih punya waktu juga menangkap tubuh bapak. Evie juga mendekat.
"Bawa ke kamar" perintahku.
Bertiga kita membopong bapak kembali ke kamarnya. Tak kupedulikan mbak yanti yang kembali tanpa busana.
"Paaak... Bapak kenapa sih? Bangun paaak" kataku panik.
Aku menangis sejadi - jadinya melihatnya kembali tak bergerak. Persis seperti tadi pagi. Aku berharap bapak bisa segera siuman seperti ketika hendak aku tinggal kerja.
"Halo, ki sabdo. Iya ini evie, ki, temennya sandra. Iya yang tadi sowan" kulihat evie menelepon ki sabdo. Dia mendekatkan ponselnya dan mengeraskan suaranya.
"Iya kenapa nduk?"tanya ki sabdo
"Ini ki, bapak pingsan lagi" jawab evie. Dia memang biasa memanggil bapakku dengansebutan bapak.
"Waduh, dia belum dapet syaratnya ya?"
"Maksudnya ki?"
"Dia butuh dua perempuan lagi. Bebas aja sih, siapa juga boleh. Dia pasti keenakan sama satu wanita deh. Padahal waktunya sempit"
"Terus gimana ki?"
"Tolong bilangin nduk sandra, buat nyariin dua wanita lagi. Tapi waktunya tinggal tiga ratus hitungan lagi"
"Apa? Lima menit doang ki?"
"Ya, begitulah"
"Mana mungkin? Oke, katakanlah dapet, bapak lagi pingsan. Gimana prosesnya?"
"Bisa, bikin tegang saja seperti biasanya nduk evie gimana. Dia masih merespon kok"
"Terus, harus maen apa sekedar masuk aja ki?"
"Sekedar masuk aja. Tapi pastiin si perempuannya sudah basah duluan ya. Lendirnya itu kuncinya"
"Oh, baik ki. Terimakasih petunjuknya"
"Sama sama nduk envie"
"Tuuut"
Terdengar suara telepon terputus. Mbak yanti langsung berinisiatif mengangkat sarung bapak. Dia langsung memegang dan mengurut penis bapak. Setelah sekian lama, baru kali ini aku melihat penis bapak lagi. Besar, dan berurat.
"Bu sandra, biar bapak jadi urusan saya. Ibu carikan saja yang dua lagi" tegur mbak yanti.
"O..o.. oke" jawabku tergagap.
Aku langsung lompat dari ranjang. Tapi bingung juga. Siapa yang akan aku hubungi. Kalaupun bisa, lima menit tidak mungkin sampai. Aplagi waktu terus bergulir. Evie juga tampak menghubungi beberapa orang, tapi selalu berakhir dengan gelengan. Aku ikut mencoba lagi. Aku keluar, berharap ada orang butuh uang yang bisa membantuku. Tapi tak ada orang sama sekali. Aku pergi ke beberapa rumah, tapi semua sedang bekerja.
"Gimana san?" Tanya evie
"Nihil" jawabku pasrah.
"Kok pasrah?" Tanya evie.
"Ya terus?" Tanyaku balik. Tapi evie malah menatap mataku lekat.
"Kan kita berdua san" celetuknya.
"Maksud kamu?"
"Udah, nggak ada waktu lagi. Besok ada ancaman nggak terkira gedenya. Bapak harus selamat. Hayu" ajak evie.
Dia menarik tanganku masuk ke dalam rumah. Dia berjalan mantap sedangkan aku masih bingung.
"Udah gaceng belum yan?" Tanya evie. Aku kaget mendengar dia berkata vulgar.
"Udah mbak" jawab yanti.
"Kamu apain yan?"
"Ha? Saya kocok mbak. Saya kelacupin juga" jawab mbak yanti.
"Kelacupin itu dikelomotin ya? Wow... Keker juga ini kontol"
"Mana ceweknya bu?" Tanya yanti.
"Lha ini" jawab evie. Dia mulai melepas sabuk celana kerjanya.
"Astaga, bu sandra juga?" Tanya yanti. Aku bingung harus jawab apa.
"Tadi kamu dipejuhin nggak sama bapak?" Tanya evie ke yanti.
Perhatian kami teralih. Aku sempat bingung mengapa evie berubah jadi liar begini. Tapi aku sadar, dia begitu semata - mata agar segera terangsang, vaginanya basah, dan menjadi obatnya bapak.
"Iya bu, tadi bapak kelepasan"
"Wah, kontol ini abis mejuhin memek kamu?" Tanya evie lagi. Dia mulai naik ke atas ranjang. Sekarang dia sudah telanjang bawah. Vaginanya tembem, ada sedikit gelambir, tapi tanpa jembut. Dia selalu mencukur bulu jembutnya.
"Iya mbak"
"Ati - ati hamil kamu yan" goda evie.
"Saya masih KB kok bu, tenang aja" jawab yanti.
"Eh yan, liat memek kamu dong" pinta evie
"Lah, kok malah liat memek? Jangan - jangan "
"Buruan ah!" Pinta evie memaksa. Dia sudah siap penetrasi. Yanti mengalah. Dia mengangkat penutup bawahnya.
"Aaaaahhhh.... Sssssttttt..... Eeeeeeeeemmmmmhhhh.... Aaahhh"
Aku terbelalak melihat penis bapakku bisa amblas masuk di vagina sahabatku sendiri. Dia hanya diam, mungkin menyesuaikan besarnya penis bapak dengan relung vaginanya.
"Saya lepasin ya bu"
Aku terkejut merasakan ada tangan di perutku. Ternyata tangannya yanti.
"Tinggal satu setengah menit lagi bu. Perlu saya colmekin dulu bu? Atau saya jilmekin?" Tawar si yanti.
Mendengar penawarannya itu, mengingatkanku pada masa smp dulu. Hanya aku dan evie. Saat takut ketahuan kalau buat mesum sama pacar, evie memberikanku ide untuk saling merangsang antara kita saja. Atau dengan kata lain, lesbi. Tapi bukan orientasi seks menyimpang hanya saling membantu melampiaskan birahi. Tapi lama kelamaan malah jadi nyaman dan jadi terangsang kalau melihat wanita montok atau semok.
"Nggak perlu yan" sahut evie. Ternyata dia sudah turun. Kulihat penis bapak basah kuyup.
"Kata - katamu udah cukup bikin dia sange. Tuh" lanjut evie. Aku baru sadar kalau celana panjang dan sempakku sudah turun samapi di mata kaki. Dan benar, vaginaku sudah basah. Becek malah, sampai meleleh.
"Buruan san" tegur evie.
"Iya" jawabku bimbang.
Kumantapkan hati untuk maju. Demi bapak, demi andi, aku rela melepas harga diriku. Kunaiki ranjang bapak, dan kukangkangi selangkangannya.
"Aku sampe muncak tahu, denger tawaranmu tadi" kata evie pada yanti.
"Masa sih bu?"
"Ini banjir. Nggak liat apa, kontol bapak kuyup begit"
"Iya sih mbak. Kok bisa sih? Kan saya sekedar nawarin"
"Kita ini biseks, yan. Udah dari tadi aku sange liat kamu. Seksi abis sih. Mana toked diumbar gitu"
"AAAAAHHHH"
Aku memekik kencang, sekali hentak, amblas sudah penis bapak di vaginaku. Tak kuasa kutahan tangisku. Antara sedih, bahagia, merasa jadi super hero, tapi juga ada rasa jijik. Sekalipun tak pernah aku bayangkan bercinta dengan selain suamiku, apalagi ini bapakku sendiri. Dulu Digoda kaya apa juga aku tidak bergeming. Tapi sekalinya bercinta dengan orang lain, malah sama bapakku sendiri.
"Sandra"
Sebuah suara seolah menyapa di telingaku. Kuanggap itu pikiranku semata. Aku masih terlalu larut dengan kesedihanku.
"Sandra"
suara itu muncul lagi. Berarti bukan otakku konslet, memang ada yang memanggilku. Aku membuka mata.
"Bapak?" Gumamku.
Kulihat bapak sudah siuman. Dia tersenyum manis. Wajahnya memancarkan aura kewibawaan.
"BAPAAKK"
Aku langsung menjatuhkan tubuhku ke depan. Kupeluk bapak dengan eratnya. Tangisku kembali pecah. Bahagia rasanya bisa melihat bapak kembali siuman.
"Makasih ya nduk" kata bapak memecah keheningan.
"Makasih? Buat?"
"Ya karena udah nyelametin bapak" jawab bapak.
"Nyelametin? ASTAGA" pekikku terkejut. Baru aku sadar apa yang sedang terjadi.
"NYUUUT"
serta merta aku tarik pinggulku ke atas.
"AAAAAHHH.... "
"GUBRAAKK"
"SANDRA"
Benar - benar, aku seperti anak baru gede. Bodohnya aku, bisa lupa kalau penis bapak itu gede, dan masih menyumpal di selangkangan. Ini main berdiri saja. Ya rasanya pyar pyar hota hai. Limbung aku seketika, dan, nyaring suara jidatku kepentok lemari. Semua orang melompat ke arahku, bapak yang paling duluan sampai. Ditolongnya aku berdiri.
"AAAAH"
Aku terkejut saat aku melihat ke bawah. Reflek aku tutupi selangkanganku. Baru ingat aku kalau aku tidak pakai celana. Setengah mati malunya, telanjang bawah di depan bapak. Aku langsung menyahut celanaku dan berjalan cepat menuju pintu.
"DAARRR"
Pintu langsung aku tutup dengan kencangnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung lari menuju kamarku sendiri.
"Huft huft huft huft"
Rasanya seperti dikejar serigala, ngos - ngosan. Malunya sungguh masih berasa. Sama persis seperti pertama kali menstruasi. Aku teriak memanggil mama, tapi yang kuncul malah bapak. Teriak dua kali lah aku. Sempat kudengar mereka tertawa. Aku tahu, bapak pasti cerita tentang aku.
"Dari utara kita dikepung, selatan kita sikepung" ponselku berbunyi.
"Halo"
"San, kamu kenapa? Pake lari segala, kaya bocah aja" suara evie terdengar meledek.
"Malu lah vie, masa di depan bapak sendiri, bugil"
"Lah kan udah nyelup tadi"
"Beda lah, itu kan urgent"
"Hahaha... "
"Eh, bapak cerita apa?"
"Ya itu, sifat malu kamu. Dari dulu kok masih ada. Tapi ya itu yang bikin bapak sayang banget sama kamu"
"Ya emang, kalo udah punya anak, terus wajar gitu bugil sembarangan?"
"Hahaha... "
"Malu tahu"
"Ya udah, mau ikut nggak?"
"Ikut apa?"
"Ikut... AAAAAHHH... Pelan dulu bapak. Kontol bapak lebih gede dari punya suami saya... Aaaaasshhh... Mmmmhhhh"
"Busyet"
"Sini" ajak evie.
"Nggak ah, kalian aja"
"Wah, nggak berbakti nih namanya"
"Kan udah. Baktiku bukan tentang itu, evie"
"Ah ah ah ah... Gila gila gila... Penuh banget memek aku saaann" lenguhnya.
"Ya udah, selamat bersenang - senang ya. Nginep deh kalo perlu"
"Ah ah ah ah... Boleh nih? Oh oh oh "
"Boleh"
"Ah ah ah ah... Yes yes yes.... Suamiku seminggu di kalimantan... Pak... Kita ngentod terus ya... Oh oh oh"
"Tuuuut"
Aku hanya bisa geleng - geleng kepala. Bapakku nakal juga ternyata. Biar lah, yang penting sehat. Itung - itung, jamu awet muda. Wah, bakal nambah pekerjaan si yanti. Aku tertawa membayangkannya. Semoga andi tidak tahu. Eh, ada wa dari dia. Ternyata dia ada di rumah temennya. Pantas dia tidak turun. Biarlah, semoga pas dia pulang, pas semua sudah selesai enak - enaknya. Mataku perlahan terasa berat. Kuhempaskan tubuhku ke ranjangku yang empuk. Perlahan mulai berat, berat, berat, dan entah apalagi yang telah terjadi.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd