Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kupu-kupu Patah Sayap

Chapter 3 : Kemarahan Bang Rudi dan Beberapa Orang Lain

Kalau ingat masa dulu ketika menjadi istri Pak Haji Sarman terkadang suka tertawa sendiri. Itu adalah saat saya berusaha berpegang teguh pada cinta saya akan Bang Rudi, sementara seluruh keadaan tak mendukung. Sampai sekitar seminggu menikah, saya hanya bisa menangis terisak ketika Pak Haji Sarman berusaha mendekati.

“Ayo atuh neng… kan bapak udah jadi suami neng. Masa meluk aja ngga boleh ?”

Saya tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuh bagai kepompong.

“Bapak peluk ya …….” rayu Pak Sarman yg sudah tua itu.
Saya berbalik, tidur membelakanginya tanpa bicara. Kupegang selimut semakin erat berusaha berlindung pada secarik kain yang pasti dengan mudah dia singkirkan jika saja dia memaksa.
Pak Sarman melingkarkan tangannya ke pinggang saya tetapi tangan dan tubuh saya bergerak menggeliat menyingkirkannya.

“Neng….” saya masih juga tak menjawab.

“Ya sudah…. tapi ingat ya, dosa menolak suami” katanya mengancam.
Emang saya pikirin ?

Beberapa menit berlalu Pak Sarman bergulang guling kesana kemari sampai akhirnya terdengar suara dengkuran.
Aman, pikir saya.
Mata saya nyalang memandang dinding yang sedang dihadapi, berusaha terus bertahan agar tak tidur.
Rumah ini adalah kontrakan yang dikhususkan buat saya. Lumayan luas dan mewah untuk ukuran ekonomi keluarg saya sih.
Seekor cicak berlari tergesa-gesa dari bawah lantai menuju keatas, dan berhenti tepat didepan mata saya. Nampaknya ia kecapean, walaupun tidak jelas namun dalam lamunanku ia sedang terengah-engah. Seekor cicak lain mengejar dari bawah lalu berhenti didekatnya.

“Ck ck ck ck ck ck “ begitu bunyinya

Cicak yang pertama lari lagi lebih keatas untuk kemudian dikejar kembali oleh cicak kedua.

“Ck ck ck ck ckck “suaranya kembali terdengar.

Cicak pertama diam, mungkin kecapean.
Cicak kedua perlahan menghampiri….. lalu…. krep…. cicak pertama diterkam, ekornya mengangkat keatas.
Di depan mata saya mereka kawin.

Ah…. sialan… pertanda apa itu ?
Perlahan matsaya menjadi berat. Sekencang-kencangnya saya berusaha membuka mata dan tersadar, tetapi pada akhirnya mata dan pikiranku yang lelah menjadi kalah. Pandangan menjadi buram mengambang lalu gelap. saya tertidur.

*****

Dalam mimpi saya beremu Bang Rudi dan saya menangis terisak di dadanya. Dia begitu erat memelukku dalam diamnya, tak sepatah katapun diucapkan. Hanya ciumannya yang mendarat di bibirku, hangat. Saya berusaha mentatap wajahnya, tetapi dalam mimpiku wajah Bang Rudi tak terlihat jelas, kelam seakan dalam bayang gelap.

Pelukannya mengendur, dan jemarinya bergentayangan ke paha saya.
Kubiarkan dia merayapinya, merasakan kehalusan kulit paha remaja saya yang mulus dan halus.

“Ayo Bang….. kita kaya dulu lagi” rengekku.

Jemarinya merayap, menggelitik selangkanganku.
Adegan mimpi tiba-tiba menjadi berbaring, entah bagaimana prosesnya.
Kedua paha saya mengangkang menunggunya.
Jemari Bang Rudi terus mengusap selangkangan ini sampai saya terengah.

Birahiku naik.

Apalagi ketika lidahnya tiba-tiba menjilati selangkangan dan kelentitku yang sensitif, saya menggeliat.
Rasanya geli sekali, basah dan juga hangat.

“Enak Neng ?” dia bertanya

“Ih Abang…. sejak kapan manggil Neng ?”

“Sejak kita menikah, istriku”

Ah… kita sudah menikah ? kok saya tidak tahu.
Bang Rudi terus menjilatiku dengan telaten, sampai saya rasanya mau orgasme.

“Bapak masukin ya Neng …..”

“Ih Abang…. masa nyebut Bapak”

“Boleh ya Neng bapak masukin”

“Iya Bang”

Bang Rudi menekan, keras kejantanannya menyelinap ke bibir vagina saya.

Slep….. aduh… perih…. saya kaget.

Mata saya terbuka.

Samar saya melihat sesosok bayangan sedng berada diatas tubuh saya yang tengah telentang

“Bang Rudi ?”

“Ini suamimu, Neng”

Aduuuuh…… dia menekan…. perih sekali.

Saya tersadar, ternyata dia bukan Bang Rudi.
Bang Rudi tadi datang hanya dalam mimpi, sementara yang sedang menindihku sekarang adalah Pak Sarman, suami saya yang sudah tua.
Saya meronta sebisanya, sekuatnya.

“Jangan…. Pak……”

“Diam…… !” bentaknya.

Namun saya tetap meronta.

“Kamu istriku ! jadi DIAM ! ini kewajiban kamu”

Saya meronta lagi, tapi kedua tangannya menakan tanganku kesamping dan menahannya disana.

Sekuat-kuatnya seorang perempuan, dan setua-tuanya lelaki, tetap dia yang menang.

Saya tak mampu bergerak, apalagi kedua kakiku sudah mengangkang dan tubuhnya berada diatasku. Tenaga saya seakan hilang.
Hanya isakan demi isakan yang mampu kuisakkan lirih mewakili hati yang sedang perih.

Pak Sarman menekan lagi tubuhnya.
Sesuatu yang keras itu bergerak kedalam tubuh saya semakin dalam.
Perihnya memang luar biasa, tetapi perih hati saya lebih luar biasa.

Dua detik Pak Sarman mendiamkan, namun kemudian dia menariknya hingga hampir lepas.
Saya merasa lega dalam satu detik berharga itu seakan beban perih saya hilang menguap.
Tapi memang hanya satu detik, karena berikutnya Pak Sarman kembali menghunjamkan tubuhnya hingga melesak semua ke tubuh saya yang tanpa daya walau setengah mati berupaya.

“Aaaaah……” jeritan lirih tak mampu tertahan dari bibir ini.

“Aaaaaaaaaah….” jerit Pak Sarman pula.

Hah ? masa iya dia menjerit. Bukannya saya yang tengah kesakitan ?

Tapi rupanya jeritan Pak Sarman itu lain, tubuhnya melonjak lonjak diatas tubuhku. Seketika kurasakan ada sesuatu yang panas tumpah didalam tubuh bawah saya.

Saya langsung berguling ketika pegangan Pak Sarman di kedua tangan ini mengendur.
Sambil terisak, saya meringkuk membelakanginya yang tengah kelelahan.

Bang Rudiiiii…….. hati ini menjerit.
Tubuh ini sudah ternoda olah lelaki yang tidak kucintai.
Seharusnya tubuh ini buatmu Bang Rudi.

Rasa perih masih kurasakan dibawah sana.
Sebercak darah merah menitik di sprei putih.
Keperawananku sudah direnggut Pak Sarman.

Untung hanya sebentar dia memasukiku.


Malam berikutnya kejadian itu berulang, diawali oleh mimpi tentang Bang Rudi.
Rupanya Pak Sarman selalu memanfaatkan waktu dimana saya terlelap dan kewaspadaanku menjadi lengah saat tidur.

Tapi rupanya hanya sebentar juga, tidak sampai setengah menit ia memasuki tubuh ini.

Dimalam berikutnya lagi, tanpa didahului mimpi maka Pak Sarman tiba-tiba telah berada lagi diatas tubuh lelap saya.
Kali ini perlawananku sudah sama sekali tak ada. Saya hanya bisa diam dan berharap agar cepat selesai seperti sebelumnya.

Dan di malam-malam lain kejadian itu terus berulang, bahkan tanpa saya tidur pun Pak Sarman yang menindihku, kubiarkan saja. Toh cuman sebentar. Dia Melucuti dasterku, memasuki tubuhku, menyiram rahimku, selesai.

Slep…… sekali… .dua kali…. tiga kali dia keluar masuk….. lalu…. srot srot srot….. kehangatan menyemprot rahimku.
Saya lega setelah itu, bisa melamunkan Bang Rudi lagi.

Tak ada rasa nikmat sama sekali yang kurasakan.
Justru saya merasa lega dan bisa menikmati Pak Sarman muncrat di rahimku lalu berkelojotan.
Lucu kalau kufikir, ternyata lelaki itu begitu lemah.
Kehangatan tubuh bagian bawahku rupanya mempu membuat lelaki itu merasakan nikmat yang luar biasa dan membuatnya selalu kalah telak.
Ya, saya luar biasa.
Tubuhku luar biasa nikmat buatnya.
Vaginsaya yang basah lembut dan menjepit kejantanannya yang ksaya ibarat besi itu menjadi kalah.
Kekuatan ternyata kalah oleh kelembutan.

Lelaki sekuat apapun pasti bisa kalah oleh vagina saya yang nikmat.
Dan saya hanya menikmati kelojotan sosok lelaki itu diatas tubuhku, pertanda dia takluk pada nikmat tubuhku.
Setiap kali tubuh itu berkelojotan, saya bersorak dalam hati.
Hahahahahaha…………… Kalau kamu !!!

*****

Setelah sebulan menikah, suatu hari kudapati sebuah pesan di handphone.

“Nur… temui saya besok jam 8 di Pasar A****”

Jantungku berdebar kencang.
Bang Rudi !

Girang sekali rasanya hati ini karena sebelumnya saya telah berusaha mengirim sms dan menelponnya tetapi tak pernah dia tanggapi.
Ini perkembangan yang baik buat hatiku yang sedang sedih.

“Abang gimana kabarnya ? Nur kangen bang”

Jawaban yang saya dapat tidak seperti yg saya inginkan.

“Besok jam 8 di RM Padang Salero Kito”

Kucoba mengirim sms lagi.

“Abang sehat ?”

Tak ada jawaban.

Begitu juga sampai sms ke sepuluh yang kukirim, tak ada jawaban lagi.

Ah ya sudah saya besok pasti kesana jam 8 pagi.

*****

Besoknya, setelah dapat ijin dari Pak Sarman untuk belanja kebutuhan dapur di pasar (alasanku saja) maka memang saya ketemu Bang Rudi di Rumah makan padang itu. Dia tengah sendiri dan merokok. Piring didepannya kosong namun kelihatan bahwa dia sudah selesai makan.

“Bang….” sapa saya.

Bang Rudi menatap.
“Sudah makan Nur ?”

“Udah Bang tadi di rumah”

“Ya udah kita pergi dari sini” katanya sambil bangkit lalu melangkah ke kasir. Saya mengikutinya dari belakang, sampai dia selesai melakukan pembayaran dan gontai melangkah ke parkiran motor yang ada didepan.

“Yuk” katanya

Dengan hati girang, saya naik di boncengannya dengan cara duduk menyamping karena saya pakai gamis yang menutupi hingga mata kaki.
Kupeluk erat pinggangnya, kusandarkan kepala di punggungnya.
Hati ini begitu tentram.

Motor melaju keluar parkiran, entah kemana. Seluruh fikiranku melayang, seluruh jantungku berdenyut meremas mesra rasa cinta yang kembali berbunga. Pelukanku makin erat. Mata saya terpejam berusaha merekam semua rasa dalam memori.

“Dah sampai Nur” suara Bang Rudi membuyarkan lamunan.

“Dimana ini Bang ?” saya melihat sekeliling, rupanya ada di parkiran juga. Di suatu tempat.

“Yuk “ katanya lagi sambil menggamit tangan. Saya nurut saja seperti Gadis yang dicucuk hidung…. bukan kerbau ya.

Kami memasuki sebuah gedung dan kusadari ternyata itu sebuah hotel.

Ah ? Hotel ???

Bang Rudi mau ngapain ?

Ah…. terserahlah….. saya pokoknya senang dengan suasana ini.

Kami masuk ke kamar nomor 318.
Ruangan nya begitu bersih dengan cahaya oranye dari lampu-lampu yang ada di sekeliling kamar.
Bagus sekali.
Ada tivi juga di depan tempat tidur.
saya langsung duduk di tempat tidur.
Empuk.

“Nur….” panggil Bang Rudi yang kemudian duduk di kursi yang ada di hadapan.

“Ya Bang”

“Gimana kabarnya ?”

“Seneng banget Bang”

“Oh gitu ? seneng ya sudah menikah ?”

“Bukan itu maksud Nur Bang, Nur cuman bilang seneng udah bisa ketemu Abang lagi”

“Ah masa…… kamu pasti seneng udah nikah sekarang”

“Bener bang…. Nur ngga bahagia, Nur cuman bahagia kalau sama Abang”

“Ah Bohong aja kamu…. kalau bener ngga bahagia, ngapain dulu kamu terima aki-aki itu”

Saya diam.

“Bang….. beneran bang”

“Ah udah ….. akuin aja lah kamu udah bahagia….. enak yah dientot aki-aki ????”

Mata Bang Rudi melotot penuh amarah.

“Loh…. Bang…. jangan marah……. Nur seneng ketemu abang sekarang”

“Hahahaha….. perempuan …….. semuanya tukang bohong”

Percuma rasanya menjawab pertanyaan dia. Saya cuman ingin bisa bermesraan sama Bang Rudi, bukan seperti ini yang dipenuhi amarah.
Kepala saya menunduk ke lantai, mendengarkan semua ungkapan kemarahannya, juga makiannya.

Aaaah…. tak tahan rasanya.
Percuma ketemu juga kalau cuman buat diomel-omelin.
Gimana ya biar omelannya selesai ?

Ah… saya peluk aja lah dia.

Dan begitulah, saya menubruk tubuhnya yang sedang duduk di kursi sofa.
Omelannya langsung berhenti kan ? hehehe.

Apalagi waktu saya mencium bibirnya, sudah hilang ocehannya yang ngelantur kemana-mana dengan segala pilihan kata yang keras dan pedas.
Dia langsung membalas ciuman saya.

Kami berciuman, berpagutan, bertindihan di sofa yang empuk.
Tubuh Bang Rudi sekarang berada diatas tubuh saya yang sedang mengangkang dengn gamis acak-acakan.
Ujung bawah gamis ini sudah naik sampai ke pinggang, kami beradu selangkangan.

“Bang…. Nur kangen Abang”
Dia tak menjawab.

“Iih abang diam aja”
Dan memang dia diam terus, tak menjawab.

Tapi saya tahu, bibirnya memang tak menjawab tetapi tubuhnyalah yang menjawab.
Disana terasa keras, dibawah sana, menempel ke selangkangan saya dengan erat.

Hmmm…. Bang Rudi akan saya kasih sesuatu yang berkesan.
Kuberikan tubuh ini buat Bang Rudi yang sangat saya sayang.
Saya akan buat kejantanannya merasakan kenikmatan oleh vagina saya yang nikmat ini.

Saya bergoyang, membuat kejantanannya yang sedang keras itu merasakan empuknya bukit vagina saya.
Betul kan…. Bang Rudi langsung matanya sayu penuh nafsu.
Hahaha….. vagina saya ini mampu menundukkan kemarahan lelaki.

Saya bergoyang lagi menggodanya.

“Aaah…..” bisik Bang Rudi.

Lalu tanpa komando apapun, Bang Rudi mengangkat tubuh saya dalam pelukannya. Sambil berjalan bagai monyet, tubuh saya digendongnya dalam pelukan. Lalu dihempaskan diatas spring bed empuk berlapiskan bedcover dan selimut yang juga empuk.

Dia menerkam.

Saya memang menanti terkamannya.

Kami berpagutan lagi dan berguling-guling kesana kemari sampai setiap sudut ranjang ini terlewati.

Ciuman bang Rudi turun ke leher, membuat tubuh ini bergidik didera nafsu birahi.

“Abaaaaang….. Nur kangen….. Nur pengen kabur sama abang”

Bang Rudi tentu saja tak menjawab, dia sedang asik menyusuri belahan dada saya dengan ciumannya.

Tahu-tahu gamis saya diangkatnya keatas, melalui kepala sampai terlepas.
Tubuh ini bugil, didepan seorang lelaki yang kukasihi, kekasih yang bukan suami.

Bang Rudi melepas pula pakaiannya, berikut celana. Kejantanannya tegak kokoh bagai pasak besi.
Wow, kepala kejantanannya membonggol. Batangnya berurat menonjol.
Saya dengan sukarela memberi jalan ketika ia meloloskan celana dalam saya sampai lutut, lalu menggantung di lutut kanan saya tak sampai terlepas. Hanya dari kaki kiri terlepas.

Baiklah Bang Rudi….. ini tubuh saya yang sudah ternoda oleh lelaki lain.
Tapi akan saya berikan buatmu.
Hati saya terus berceloteh.

Bang Rudi berlutut mendekat.
Dengan satu tangan dia raih kejantanannya. Ujungnya dia oleskan ke permukaan vagina saya yang sensitif.
Duh, rasanya seperti terbang bersama pelangi dalam rintik hujan.
Basah dan mendebarkan.

Ayolah bang….. nikmati tubuh saya sepuasnya.
Hati ini terus berceloteh walau tak terungkap dalam kata.

Ah….. sebersit rasa menyelinap.
Rasa yang menggairahkan, berkelenyar bagai gelombang air yang meriak ketika sebuah batu mencelup.
Gelombang itu ternyata makin menguat, dari tadinya beriak halus hingga bergelombang dalam badai hebat.
Saya terbangkitkan nafsu oleh olesan ujung kejantanan Bang Rudi pada kelentit saya.

Oh…. gila.
Rasanya ingin berteriak sekuatnya, tak tahan oleh nikmat yang mendera.
Dan saya melihat Bang Rudi tersenyum aneh.

Ketika gelombang kenikmatan memuncak di ujung kelentit saya, tiba-tiba Bang Rudi sekuat tenaga melesakkan kejantanannya kedalam vagina saya.
SLEP !!!!
Benar-benar sekuatnya.

“ADUUUUH” saya menjerit sekuatnya.
Ada rasa nyeri yang nikmat.

“Rasain kamu Nur……” Bang Rudi senyum sinis.

“Pelan-pelang Bang….”

“Ngapain pelan-pelan sama memek bekas” ujarnya menusuk hati hingga paling dalam.

“Memek murahan…… sama aki-aki aja mau” sambungnya lagi seakan tak puas menyakiti.

Baiklah Bang….. hukumlah saya sepuas abang….. saya tetap akan memberikan kenikmatan pada abang. Hati saya menjerit.

Dan Bang Rudi memang seperti sedang menghukum.
Ketika saya merasakan hampir puncak kenikmatan, dia sengaja melepaskan kejantanannya.
Seolah tak ingin saya merasakan nikmat.

Dia kembali menggenjot vagina saya dengan batangnya yang keras hingga saya hampir orgasme.
Tapi tidak…. dia seolah tak mengijinkannya.

“Hahaha….. memek sampah kaya gini pengen orgasme ? ngga boleh” katanya tegas dan pedas.

“Bang….. maafin Nur……… “ berurai air mata ini, tapi saya menerima perlakuannya.

Entah berapa lama dia menggenjot saya, seolah tenaganya tak habis-habis.
Seolah kejantanannya tak mempan diberikan kenikmatan oleh vagina ini.
Sampai rasanya vagina ini perih karena lecet.

Baiklah Bang, terimalah ini…….

Saya mengempotkan sekuatnya otot vagina saya. Berulang ulang.
Ketika dia terdiam dan matanya mendelik, saya putarkan pinggul, bergoyang melingkar memutar.

“Memek sampah ini gimana Bang….. enak ?” tanyaku.

“Enakan memek pelacur………. Nur…..” jawabnya.

Saya tak percaya jawaban yang diberikannya, karena dia terlihat meringis, mendelik dan menahan nafas.

Oke…. baiklah…. terimalah yang ini.

Gerakan pantat saya sekarang meliuk atas bawah bagai penari ular.
Otot vagina saya mencengkeram kejantanan Bang Rudi.

Satu….
Dua….
Tiga…
….

Sebelas…
Duabelas…


“AAAAAAAAAAAHHHHHHH” Bang Rudi menjerit lirih.
Tubuhnya kejang sesaat.

Srooooooooot……
Rahim ini terasa hangat disiram cairan lengket.

Sroooooot…..
Kejantanannya berkedut.

Srotttttt
Tubuhnya berkelojotan.

Bluk….
Terus saja Bang Rudi berkelojotan.

Hmmm……. berhasil.
Kalah dia.

“Gimana bang…. memek sampah ini enak ya ?” tanyaku sambil senyum.

Disela dengus nafasnya, Bang Rudi mendesah di telinga saya.
“Memek kamu enak …….”

Saya tersenyum bahagia.
Satu lelaki lagi tumbang.

*****

Tahu tidak ? Bang Rudi waktu itu nambah 4 kali.
Tubuhnya sampai gemetaran ketika berjalan ke kamar mandi.

Ketika kami pulang, dia nampak begitu letih.
Saya bahagia.

Ya, disini saya ucapkan pengakuan saya.
Saya sangat menikmati membuat lelaki kelelahan didera kenikmatan yang bisa diberikan vag… eh…. memek ini.
Memek saya yang putih bersih tembam mencengkeram licin basah dan hangat.

Saat kami hendak melaju keluar parkir, tiba-tiba…

“BUKKKKKKKK……..”

Sebuah tinju dilayangkan tangan kekar.
Bang Rudi tersungkur jatuh dari motor, beserta tubuh saya juga.

Samar dapat saya lihat, tiga orang lelaki kekar berdiri berkacak pinggang.
Satu per satu dapat saya kenali wajahnya.
Anak buah Pak Sarman.

Dan mata ini tiba-tiba menjadi gelap.

BERSAMBUNG ke Chapter 4 : Pengadilan
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd