Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

LIburan k3: prelude bagian terakhir: the beginning

apes, siang2 liat ginian :(
Bagian ketiga: Benji, pria yang khilaf dalam tiga babak.

Dia begitu dekat denganku, saat hampir tak ada lagi jarak yang memisahkan, aku dapat mencium wangi tubuhnya, wangi parfume lembut yang mencoba menyembunyikan bau keringat sisa latihan keras tadi siang. Wangi tubuhnya itu membuatku bergairah, dengan bibir sensualnya yang nampak begitu lembut, ingin kukecup lalu kulumat bibirnya itu dan membiarkan napsu mengambil alih namun…

Bukankah aku sudah berjanji?

Harusnya aku mendorongnya menjauh dan melarangnya untuk mengodaku, itu lah yang harusnya aku lakukan dan berpegang teguh pada janjiku untuk bisa berubah, namun aku membiarkannya menciumku.

Saat bibir manisnya itu kurasakan, aku lupa akan semuanya, logikaku, janjiku, semuanya. Kubiarkan dia memainkan bibirku, melumat dan mengaitkan lidahku dengan penuh napsu. Aku perbaiki posisi dudukku dan membiarkannya naik kepangkuanku, dikalungkannya tangannya dileherku sebelum kembali menyerangku dengan manis dan lembut bibirnya.

Saat akhirnya bibir kami terlepas, kami saling berpandangan. Ada tawa kecil di bibirnya, dan itu membuatnya tampak sangat cantik.

"Bang Ben… gue…"
"Di mobil gue aja yuk, disini ntar ketauan Jinan sama Cindy." Ajakku dan itu disambut Aya dengan anggukan setuju.

Tanpa menurunkannya aku mengendongnya menuju mobilku, sepanjang perjalanan dia memelukku dengan erat, diletakan dagunya dibahuku sehingga beberapa kali dia bisa mencium pipiku.

Kubaringkan dia di kursi belakang mobilku, tak lupa kukunci dan kunaikan kaca mobilku yang berwarna gelap sebelum aku kembali memeluk mesra dirinya. Kali ini aku lah yang menciumnya, ciumanku yang cepat dibalasnya.

Tangannya mulai masuk kedalam kaosku dan mengelus dada dan perutku, tangannya terus bergerak turun hingga sampai pada batang kontolku yang masih tertutup oleh celana jeansku. Kulepaskan ciumanku dan kubantu dia melepaskan celana jeans dan juga celana dalamku, mengacung tinggi lah batang kontolku yang tak lagi terhalang apapun.

Tanpa menunggu perintah dariku tangannya yang halus itu mulai mengelus-elus dan menciumi batang kontolku, aku pun memperbaiki posisi dudukku agar lebih mudah baginya untuk mengocok dan menghisap batang kontolku.

"Ah...Ya enak." Desahku, aku pejamkan mataku dan kunikmati semua perlakuaannya pada batang kontolku.

Tak mau kontolku kalah sebelum bertarung, aku mendorongnya mundur agar blowjob-nya pada kontolku berhenti. Aya nampak terkejut saat aku mendorongnya menjauh, apa mungkin dia pikir aku berubah pikiran?

"Gantian sayang, lu lagi yang gue buat enak." ucapku, itu cukup untuk membuat senyuman kembali ke wajahnya.

Aku mengarahkannya untuk berbaring diatas kursi belakang mobilku, dengan perlahan aku berbaring diatasnya, dan saat wajah kami kembali berdekatan aku cium bibirnya. Perlahan aku mengatur tempo ciumanku, tak seperti sebelumnya yang panas oleh napsu, aku ingin membuat Aya merasakan ciuman yang dipenuhi oleh rasa nyaman, aku tak ingin yang dia ketahui tentang berciuman adalah napsu semata. Mungkin Aya tak terbiasa oleh ciuman yang lembut dan perlahan karena beberapa kali dia mencoba mengambil alih kendali ciuman dariku dan menaikkan temponya, namun aku tetap tak bergeming dan terus menciumi bibirnya dengan lembut, dengan sedikit perjuangan Aya akhirnya mau membalas ciumanku dengan cara yang sama.

Saat bibirku terus menciuminya dengan lembut, kedua tanganku mulai meremas buah dadanya yang masih tertutupi oleh kaos, itu membuat Aya kehilangan fokusnya hingga membuat ciuman kami terlepas.

"AKkkk bang Ben...geli." ucapnya setengah berteriak saat aku mulai intens meremas dan memilin putingnya.

"Akkk bang Ben...buka aja geli." pinta Aya dengan suara yang hampir terdengar seperti permintaan tolong.

"Apa Ya? Apanya yang mau dibuka?" ucapku mengodanya.

"Ih..bajunya."

"Masa mau buka baju, emangnya kita mau ngapain?" tanyaku yang menikmati saat-saatku mengodanya, dia nampak lucu terlebih wajah kami yang hanya berjarak beberapa senti.

"Ngentotlah ngapain lagi emang, lagian bang Benji harus tanggung jawab karena udah buat aku sange sampe ke ubun-ubun."

Ya padahal dia yang telah membuatku khilaf dan melanggar janjiku, maafkan aku Di, kurasa rasa cinta yang kupunya untukmu tak sanggup merubah kebangsatanku yang sudah mendarah daging. Anyway, ada gadis cantik yang memintaku untuk menelanjanginya, sebagai lelaki yang baik lebih baik aku menuruti permintaannya.

Yang pertama kulepaskan adalah kaos jingga yang dipakainya, yang telah basah oleh keringat dan tampak acak-acakan karena perbuatanku padanya. Aku melakukannya dengan perlahan, kuciumi perut, dada, dan lehernya yang tak lagi terhalang kaos. Aya yang akhirnya setengah telanjang mendorongku hingga aku jatuh berbaring, dia lalu naik dan duduk diatas perutku, Aya yang bagian atas tubuhnya hanya tertutupi sebuah bra tampak sangat seksi, ditambah lagi rambutnya yang acak-acakan membuatku hampir tak tahan untuk segera "menyiksanya" dengan batang kontolku. Aku berusaha keras menahan diriku karena apa yang kulihat didepan mataku adalah hal yang ingin kunikmati tiap detiknya, seorang gadis cantik yang hanya tertutup bra, dengan rambut berantakan, sesuatu yang aku gambarkan sebagai sepotong surga.

"Bang Ben…." Ucapnya dengan sedikit mendesah "Makasih ya udah mau bales ciuman aku tadi."

Aku hanya bisa mengangguk, aku terkesima dengan nikmat Tuhan yang ada didepanku.

"Sebagai hadiahnya...bang Ben aku kasih ini."

Dengan perlahan dia mulai membuka kait bra miliknya, setelah berhasil melepas bra miliknya Aya membuka mulutku dan memasukkan bra miliknya kedalam mulutku. Aku hanya diam tak bergerak, pertama karena buah dadanya yang begitu indah, yang nampak sangat cantik saat aku melihat mereka dari bawah, puting merah jambu miliknya yang tadi kupilin-pilin nampak sudah mengeras, menambah cantik tampilan payudara milik Aya. Aku menelan ludahku membayangkan nikmatnya putingnya itu saat kuhisap dan kumainkan dengan lidahku. Alasan kedua aku kenapa aku hanya diam adalah senyumnya, senyumnya yang indah itu. Bagaimana mungkin ada senyuman yang tampak begitu manis namun juga begitu seksi? Sesuatu yang begitu sempurna hingga aku tak tahu harus bagaimana.

Aya lalu mengarahkan tanganku untuk kembali meremas buah dadanya, aku menuruti permintaannya dan mulai meremas buah dadanya dengan perlahan.

"Iya..bang Ben...ah..gitu enak." desahnya. Aya kemudian mundur hingga sekarang dia menduduki batang kontolku, meski masih tertutupi oleh celana dalam miliknya, aku bisa merasakan belahan memeknya diatas batang kontolku.

Dengan perlahan Aya mulai bergerak maju mundur, mengesek-gesekan belahan memeknya pada batang kontolku, rok putih yang dipakainya pun digulung keatas olehnya. Batang kontolku serasa ingin melompat dari dalam celanaku dan menusuk memek Aya dalam-dalam, namun dia harus puas belahan memek Aya yang terus mengodanya, rasa tanggung yang begitu menyiksa namun harus kuakui ini adalah rasa berbeda yang tak pernah kudapatkan sebelumnya.

Aku yang mulai menikmati ini semua ikut mengerakan pinggulku maju-mundur berlawanan arah dengan gerakan Aya, tanganku juga mulai intens meremas buah dada dan memilin puting Aya.

"Bang Benji..bang Benj...AAAkkkhhhhhh…." Aya mendesah panjang, badannya bergetar sebelum jatuh dalam pelukku. Dia mendapatkan orgasme pertamanya.

Kubiarkan dia berbaring diatasku, Aya berusaha mengatur napasnya sambil sesekali melempar senyum kearahku.

"Ngeri ih kontolnya, masih didalam celana aja udah enak banget." ucap Aya setelah berhasil mengatur napasnya. "Apa lagi ntar pas masuk."

"Kok ntar? Sekarang dong." protesku setelah menyingkirkan bra miliknya dari dalam mulutku.

"Ih..sabar bang Benji, gue mau puas-puasin enaknya kontolku, gue kan nggak tau kalo besok lo masih mau kayak gini sama gue."

"Emang kenapa lu mikir kayak gitu?"

"Bang Benji kan moody-an bentar-bentar galau, bentar-bentar napsunya sampe diubun-ubun."

"Sembarangan."

"Buktinya yang waktu itu, bang Benji galau di theater karena nggak bisa ketemu Diani tapi pulangnya pas parkiran ngentot sama Anin. Aku tahu kok, Aninnya sendiri yang cerita."

"Soalnya waktu itu Anin pake kaos putih polos sih kan gue khilaf." Jawabku jujur.

"Yang sekarang sama gue khilaf juga?"

"Iya kayaknya."

"Ah..bang Benji khilafnya tiap hari."

"Ya maaf."

"Awas loh jangan sering-sering khilafnya."

"Iya-iya, tapi ini jadi lanjut nggak? Nanggung nih." Protesku sekali lagi.

Aya tak membalas ucapanku, tetapi dia kembali memciumku. Sama seperti sebelumnya Aya kembali menciumku dengan penuh napsu, kali ini aku membalasnya karena diriku juga yang sudah dipenuhi oleh napsu. Ciuman Aya kemudian turun ke leherku, dia kemudian memberikan ciuman yang kuat di leherku hingga aku merasa sedikit nyeri.

"Udah jangan protes, nggak pernah dicupang kan bang Ben? Nyupang member trus sih kerjaannya." ucapnya dengan senyuman yang penuh rasa bangga.

Aku mengurungkan niatku untuk protes, aku hanya tertawa kecil sambil mengelengkan kepalaku. Bercinta dengan Aya kali ini memang sebuah pengalaman yang berbeda.

Kulanjutkan perjuanganku untuk dapat merasakan memeknya itu dengan kembali membaringkannya, aku kembali menaik keatas tubuhnya dan menciuminya turun, dari leher…

"Jangan dicupang." ucap Aya saat aku ingin memberikan kenang-kenangan yang sama di lehernya, mungkin niat jahilku itu tergambar jelas di wajahku. Tak mengapa, kuturuti permintaannya dan kuturunkan ciumanku.

Kuciumi dan kuhisap lembut puting kirinya, disaat yang sama kupilin dan kuremas buahnya yang sebelah kanan.

"Iya bang Benji...yeasss…" desah Aya sambil mengacak-acak rambutku, sebuah desahan yang menandakan dia menikmati perlakuanku pada buah dadanya.

Setelah puas memanjakan kantung susunya yang lembut dan nikmat itu, aku pun kembali turun ke perut hingga aku sampai pada rok putihnya yang sudah berantakan. Kulepaskan bagian dari roknya yang tergulung lalu kuturunkan resletingnya yang ada dibagian samping, setelah berhasil melepaskan rok putihnya itu, Aya sekarang hanya terbalut selembar celana dalam.

Kutempelkan hidungku pada celana dalamnya hingga aku dapat menghirup aroma kewanitaannya yang menyerbak keluar setelah orgasmenya tadi.

"Udah bang Benji geli." protes Aya sambil mendorong kepalaku mundur. Saat kuintip wajahnya, bisa kulihat pipinya sedikit merona merah, mungkin tak ada yang pernah melakukan itu sebelumnya.

"Ih..bang Benji jangan." protes Aya saat sekali lagi kudekatkan wajahku pada celana dalamnya, tak kuindahkan protesnya karena tujuanku kali ini berbeda.

Kugigit tali dari celana dalamnya dan kutarik turun, Aya yang sadar akan tujuanku pun menaikan pinggulnya agar aku bisa melepas celana dalamnya dengan lebih mudah. Wajah Aya nampak merah merona saat dia melihat celana dalamnya mengantung di bibirku, entah itu karena malu atau terharu, aku tak tahu. Dengan celana dalamnya yang masih mengantung di bibirku, kudekatkan wajahku padanya, Aya yang nampak mengerti maksudku pun membuka mulutnya lalu aku pun menyuapkan celana dalam miliknya itu ke mulutnya. Aya dengan mulut yang tersumpal celana dalam miliknya sendiri itu terlalu seksi untuk kugambar, tatap matanya yang sayu seperti mengatakan bahwa celana dalam yang ada didalm mulutnya itu dipaksa masuk oleh orang lain, itu membuat napsuku yang sudah memuncak melompat lebih tinggi lagi, Aya seperti benar-benar tahu cara membangkitkan napsuku.

Kembali kudekatkan wajahku pada memeknya yang tak lagi terhalang oleh celana dalamnya, kali ini tak ada penolakan darinya karena kuyakin Aya tahu apa yang ingin aku lakukan. Dengan jariku kubuka belahan memeknya, bagian dalamnya yang berwarna merah muda nampak berkedut seperti tak sabar menyambut datangnya batang kontolku.

Sama seperti ciumanku, kujilati memeknya dengan lembut, dengan ujung lidahku aku menusuk nusuk memeknya.

"Akkk bang Ben enagghjjjhhh…" desah Aya yang kemudian menjambak rambutku.

Meski sedikit terkejut aku tetap melanjutkan usahaku untuk "merusak" memeknya dengan lidahku. Aya semakin liar menjambak dan mengacak-acak rambutku, itu kuanggap sebagai tanda untuk mempercepat jilatanku pada memeknya, itu tentu saja membuat Aya semakin tak tahan namun aku tahu itu adalah tanda bahwa orgasme keduanya semakin dekat.

"Bang Ben…"
"Bang @&?!%&..."
"Bangggkkhhhhh….."

Semburan orgasme keduanya menghantam wajahku dengan keras, cairan hangat dan sedikit asin itu membahasi seluruh wajah dan juga rambutku. Kualihkan pandanganku ke orang yang sudah membuatku basah kuyup dan dia tersenyum kearahku.

Setelah berhasil mengatur napasnya, Aya merangkak kearahku dan tujuannya kali ini adalah batang kontolku.

"Gantian hehe." hanya itu yang diucapkannya sebelum kembali mengoral batang kontolku, berbeda dengan sebelumnya kali ini dia melakukannya dengan perlahan. Hisapannya panjang dan dalam, tangan kanannya pun mengocok batang kontolku dengan lembut.

"Ahhhh….Ya...enak." desahku yang menikmati apa yang Aya lakukan pada batang kejantananku. Kubelai rambutnya dan kurapikan agar lebih mudah baginya untuk memanjakan batang kontolku.

Puas dengan cara yang pelan dan lemah lembut, Aya mempercepat tempo blowjob-nya sepertinya dia ingin aku mendapatkan orgasme pertamaku, mendapatkan serangan dari hangatnya mulut dan lembutnya tangan Aya membuat kontolku yang berusaha keras untuk bertahan akhirnya menyerah.

"Ya gue keluarrgghh!!!"

Kutembakan spermaku tepat kedalam mulut dan tenggorokannya, Aya tak melepaskan hisapannya pada batang kontolku dengan berpegangan pada kedua pahaku Aya berusaha menelan semua sperma yang kutembakan kedalam mulutnya.

"Asin, asin pait." ucapnya sedikit sperma yang menetes dari bibirnya, seksi sekali. "Entar buang pejunya di mulut aku aja ya bang Ben, jangan di memek aku. Bahaya."

"Iya sayang." balasku.

Mendengarku memanggilnya sayang membuat senyum Aya kembali lebar, dia lalu berbaring dan membuka kedua kakinya lebar-lebar, dengan senyuman dan tatap mata yang mengodaku.

"Bang Ben mau ini kan? Ayo puas-puasin ngentotin memek aku."
 
Bagian 4: stupid man does stupid thing.

Tentu kau tak bisa meminta sesuatu yang lebih baik daripada seorang gadis cantik yang memintamu untuk menidurinya, itulah yang kudapatkan dan tahu meski ini adalah sebuah kesalahan tapi aku akan menikmatinya. Kau tahu, seorang lelaki bodoh sepertiku selalu melakukan hal yang bodoh juga, hanya menjadi diriku sendiri seperti yang tupai berbaju astronot itu katakan.


Dengan sebuah senyuman manis di bibirku aku mulai mengarahkan batang kontolku yang sudah berdiri tegang ke bibir memeknya.


"Asshhha." desah Aya saat kepala kontolku kugesek-gesekan ke bibir memeknya. Gigitan bibirnya itu begitu seksi, ditambah dengan tatapan matanya yang mengoda, sungguh sebuah sajian pembangkit selera.


Perlahan kudorong batang kontolku masuk hingga aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal, mungkinkah?


"Lu masih perawan ya." tanyaku yang terkejut, karena semua tingkahnya itu aku pikir berhubungan badan bukanlah suatu hal yang baru baginya.


"Hehe ketauan." jawabnya. "Udah ambil aja buat bang Benji perawan aku."


"Tapi kan…"


"Cerewet ih, emang bang Benji enggak pernah ngambil perawan member sebelumnya? Apa harus aku absen satu-satu siapa aja yang kesuciannya dirusak sama bang Benji?"


Memang ini bukanlah kali pertama batang kontolku terhalang oleh selaput dara, dan kuyakin aku tak ragu-ragu untuk merobeknya, namun kenapa sekarang aku ragu? Apa yang membuat kali ini berbeda? Aku tak memperkosa Aya seperti saat aku mengambil keperawanan milik Viny dan aku tak ragu saat itu, kali ini Aya lah yang memulai ini semua dan tak seharusnya aku ragu.


"Ayo ngentot, bang Benji kenapa ngelamun sih?"


Aku tak tahu.


"Ya sorry tapi gue nggak bisa?"

"Hah? Bang Benji ngomong apaan sih, udah kayak gini kok ngomongnya nggak bisa?"

"Sorry."


Satu,
Dua,
Tiga kali tamparan mendarat di wajahku. Wajah Aya merah dan rasa marah tergurat jelas di wajahnya, dia masih berusaha mengatur napasnya dengan tangan kanan yang masih terangkat.


"Gue nggak suka ya dimainin, kalo lo dari awal nggak mau ngentot sama gue bilang. Nyesel gue ngisep kontol lo."


Satu,
Dua,
Tiga. Setelah merasa puas menamparku Aya sibuk merapikan kembali pakaian yang dikenakannya, beberapa kali dia melempar tatapan jijik kearahku dan sejujurnya aku tak tahu apa yang harus kukatakan. Permintaan maaf jelas bukan sesuatu yang dapat diterima olehnya dan aku ragu dia mau mendengarkan penjelasan yang tak kumiliki sekarang. Apa aku harus mengatakan padanya bahwa aku tiba-tiba merasa ragu? Tentu dia akan menganggap itu sebuah penghinaan.


"Orang gila lo." ucap Aya sebelum melangkah keluar dari mobilku.


Beberapa menit selanjutnya kuhabiskan untuk memikirkan alasan kenapa rasa ragu itu datang saat aku tahu bahwa Aya masih perawan dan dia hendak memberikannya kepadaku? Seperti yang dia katakan, aku telah mengambil kesucian beberapa gadis sebelumnya, Viny, Frieska, Veranda, Lala dan beberapa gadis lain, aku tak akan mengabsen mereka semua karena itu tidaklah penting sekarang. Hal yang lebih penting adalah mengapa? Apakah aku marasa bersalah karena sudah melanggar janjiku? Tapi kenapa saat aku sudah sejauh itu? Kenapa rasa ragu itu tak datang saat aku membalas ciuman Aya didepan teras? Jika aku ragu saat itu tentu Aya tak akan semarah ini.


Aku perlu menjernihkan pikiranku. Aku pun memakai kembali celana dan bajuku, lalu mengirimkan pesan permintaan maaf pada Jinan karena aku tak bisa menemani mereka sampai saat ronda tiba, mungkin ini yang terbaik karena kuyakin Aya tak ingin melihat wajahku sekarang. Lalu kuyalakan mobilku dan aku pergi dari tempat itu, kulajukan mobilku kembali ke rumah.


"Udah balik bang Ben? Dari mana aja lo? Nyari mangsa ya?"


"Oh lu nginep hari ini Rel? Manda mana?" balasku pada sosok yang menyambut kedatanganku, Aurel.

Aurel yang merupakan teman satu generasi adikku telah beberapa kali menginap di rumahku, karena akan lebih aman baginya untuk menginap di tempatku daripada naik kendaraan umum atau taksi online jika dirinya pulang kemalaman dari FX Sudirman. Aku tak masalah dengan dirinya menginap karena dia selalu berada di kamar Manda dan tidak mengangguku.

Harus kuakui dia gadis yang cantik, dengan kulitnya yang eksotis memberikan rasa seksi yang berbeda. Kemeja putih yang membalut tubuhnya itu nampak kebesaran, mungkin karena merasa belum cukup seksi Aurel memutuskan untuk memakai celana jeans pendek mengekspos paha mulus miliknya, aku tak tahu apakah dia sengaja tampil seksi untuk mengodaku namun yang jelas sekarang dia adalah hal terseksi yang pernah dilihat oleh mataku hari ini.

"Kan ada gue ngapain nyariin Manda?" tanya Aurel dengan bibirnya yang seksi itu. Tunggu, kenapa semua hal tentangnya nampak seksi bagiku? Apakah ini efek pakaian yang membalut tubuhnya? Atau sisa napsuku yang belum tersalurkan?


"Karna Manda adek gue." balasku yang mulai kesulitan berkonsentrasi.


"Tapi kan gue juga…"


"Orel!!!! Jangan genitin abang gue!!!" bersama dengan teriakannya Manda muncul.


Manda, adik perempuanku muncul dengan pakaian yang tak kalah seksi. Piyama tidur. Meski kami telah tinggal bersama selama beberapa bulan, ini adalah kali pertama aku melihatnya dalam balutan piyama tidur. Piyama yang Manda kenakan berwarna merah menyala dengan logo liverpool sebagai coraknya, piyama miliknya itu menunjukan lekuk tubuhnya dengan sempurna, dan sama seperti Aurel, dia memakai celana pendek yang juga membuatku bisa melihat paha mulusnya dengan jelas. Apa mereka berdua sengaja memakai celana pendek untuk mengodaku? Karena demi Tuhan itu berhasil dan aku hampir tak kuat untuk mempertahankan napsuku.

"Ini lagi datang-datang teriak-teriak, gue nggak genetin abang lo, tanya aja, iya kan bang Ben?"


"Bohong Man, gue baru datang aja udah diajak bobo." ucapku.


Aurel yang mendengar kebohonganku langsung mengelengkan kepalanya kuat-kuat.


"Nggak Man, sumpah, gue nggak pernah ngomong kayak gitu."


"Nggak pernah?" tanyaku.


"Maksud gue tadi gue nggak ada ngomong kayak gitu." jawab Aurel membenarkan perkataannya.


"Wah parah lu Rel, lu kan tau abang gue lagi usaha buat tobat jangan lu ganggu lah. Kan lu udah janji."


"Demi Tuhan Man gue nggak genetin abang lo, gue cuma nanya dia darimana."


Mendengar jawaban Aurel, Manda pun mengalihkan perhatiannya kepadaku.

"Bang Ben jawab jujur, barusan digenitin Orel atau nggak? Kalo iya Aurel aku usir nih."


Ya kurasa sudah cukup bercandanya, aku tak ingin merusak perasaan orang lain lagi malam ini.


"Nggak gue cuma bercanda doang, Orel nggak genitin gue kok tadi, kemaren-kemaren doang." balasku.

"Apa gue bilang." ucap Aurel.

"Serius bang Ben?"


"Iya, dah ah gue mau mandi terus istirahat." jawabku yang kemudian melenggang pergi meninggalkan mereka berdua, kudengar mereka sedikit berbicara sebelum kembali tertawa bersama, meski aku tak tahu apa yang mereka bicarakan namun sepertinya hubungan mereka baik-baik saja.

Aku masih belum bisa menyingkirkan perasaan bingung yang kupunya atas keraguanku saat bersama Aya tadi, sepanjang jalan pulang aku mencoba memikirkan alasan kenapa rasa raguku muncul, apa mungkin ada yang salah dengan otakku? Ataukah aku sudah mulai gila karena seharusnya tak mungkin aku menolak kehangatan tubuh seorang gadis. Aku...aku…

Aku selesaikan mandiku dengan cepat karena mandi air hangat tak dapat menjernihkan pikiranku, setelah selesai berpakaian aku putuskan untuk turun dan pergi ke dapur. Disana, aku menemukan Aurel yang sedang menungging didepan kulkas, kurasa dia sedang berusaha mencari sesuatu dibagian bawah kulkas. Melihat pantatnya yang seksi itu membuatku menelan ludah, itu terlalu seksi, kuputuskan untuk pergi ke ruang tengah sebelum kehilangan kendali dan memperkosanya. Tunggu kenapa aku begitu bernapsu kepada Aurel sekarang? Ini bukan pertama kalinya aku melihatnya dengan pakaian minim, aku beberapa kali melihatnya dalam balutan kaos tipis dan celana pendek saat aku menjemput Diani di tempat latihan, kenapa kali ini berbeda?

Aku putuskan untuk pergi ke ruang tengah lalu kunyalakan TV, mencoba mengalihkan pikiranku dari tubuh gadis seksi yang sekarang berada di dapur. Kutemukan Top gear namun acara itu tak lagi dibawakan oleh the orang utan, mr.slow, dan hamster, sekarang acara itu dibawakan oleh orang-orang yang tak kukenali kecuali Joey dari serial TV Friends namun kehadirannya tak cukup membuat acara itu menarik, kau tahu saat kau butuh enam orang untuk mengantikan pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan oleh tiga orang, kau baru saja kehilangan tiga orang yang berharga.

Ya sudahlah, kucoba mencari acara lain namun tak ada yang menarik. Kucoba mencari film atau acara TV di Netflix namun tak ada yang menarik perhatianku, kucoba untuk mencari The Office namun acara itu tak lagi tersedia. Tak hanya BBC namun Netflix juga melakukan hal bodoh dengan tak lagi menyediakan acara yang menjadi alasan aku mau menonton mereka, tanpa The Office apalagi yang harus kutonton di Netflix? Casa del papel? Ayo lah itu acara bodoh dengan plot karet yang terus terusan ditarik tanpa ada sesuatu yang menarik terjadi, jika aku ingin menonton acara TV tentang para kriminal aku akan menonton The Wire atau Breaking Bad.

Tak menemukan alasan untuk menonton TV kuputuskan untuk duduk di pinggir kolam berenang, kunyalakan sebatang rokok dan kuputuskan untuk memeriksa timeline twit**terku. Mataku disambut oleh sebuah retweet yang berisikan video dari seorang member bernama Dey, video Dey yang sedang berjoget dengan celana pendek dan kaos yang sedikit kekecilan sehingga tiap dia bergerak aku dapat melihat perut dan bra putih miliknya. Napsuku yang coba kutekan bangkit kembali setelah melihat video itu, kenapa susah sekali menghindar dari godaan tubuh para gadis-gadis remaja? Aku mulai merasa kebejatanku itu direstui oleh semesta alam.

Kemudian, sebuah panggilan masuk muncul di layar ponsel pintarku, itu adalah sebuah panggilan yang telah kutunggu sekian lama.

"Hallo Day, gue mau bilang kalo…"

"Bang Ben." ucapnya halus, aku rindu akan suara itu."Bisa dengerin aku nggak dan aku mohon bang Ben dengerin aja dan nggak usah jawab."

"Bisa..bisa." Meski aku tak suka namun itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali.

"Makasih, aku cuma mau bilang kalo bang Ben nggak perlu berusaha berubah demi aku, semua diantara kita udah selesai dan aku nggak mau bang Ben terus-terusan mengharapkan sesuatu yang udah usai…"

"Tapi…"

"Bang Ben udah janji kan tadi mau dengerin aku ngomong."

"Maaf."

"Iya, nah intinya aku ingin bang Benji move on dari aku, move on dari pelarian bang Benji ini dan coba cari perempuan yang benar-benar bang Benji cintai dan aku tahu itu bukan aku."

"Diani gue…"

Sebelum aku bisa mengatakan padanya apa yang aku rasakan dia menutup panggilannya itu, aku coba menghubunginya lagi namun itu berakhir tanpa hasil. Aku mencintainya dan aku ingin dia tahu itu, aku..aku.

"Bang Ben."

"Iya Man ada apa?"

"Bang Ben nggak apa-apa?"

"Gue..baik."

"Nggak usah bohong, gue tahu kok itu tadi dari Diani kan?"

"Iya."

Adikku itu kemudian memelukku dan tanpa kusadari aku mulai menangis didalam pelukannya, dia lah satu-satunya yang tahu apa yang terjadi dan mau mendukungku, dan aku perlu dukungannya itu lebih dari sebelumnya.

"Gue cinta sama dia Man dan gue pengen dia tahu itu."

"Pasti bang Ben, pasti suatu saat dia akan tahu, yang terpenting sekarang bang Ben harus kuat dan berusaha sampai saatnya bang Ben ngasih tahu dia apa yang sebenarnya bang Ben rasain."

Kucurahkan semuanya dalam hangat pelukannya, semua yang kurasakan, semua yang kuharapkan, dan aku beruntung Manda mau mendengarkan dan memberikan dukungan untukku. Entahlah berapa lama waktu yang kuhabiskan dalam pelukannya namun aku merasa lebih baik setelahnya.

"Makasih ya."

"Iya, udah sekarang mending bang Ben istirahat."

"Sorry ya."

"Buat?"

"Piyama lu jadi basah."

Mendengar ucapanku Manda pun melihat piyama yang ia kenakan dan tertawa lebar.

"Gara-gara lo nih bang, baju gue jadi basah."

"Iya makanya gue minta maaf."

"Iya gue maafin, udah sana buru istirahat. Gue mau baju dulu."

"Iya, iya gue istirahat."

Nggak perlu berusaha berubah demi aku.

Cari perempuan yang benar-benar bang Benji cintai.

Aku tak bisa tidur, aku terus memikirkan kata-kata yang diucapkannya kepadaku. Apakah aku salah jika mencoba berubah demi orang yang aku cintai? Lalu bagaimana bisa aku mencari cinta pada perempuan lain saat aku tahu bahwa dialah cinta yang aku cari. Apakah semua yang kulakukan untuknya belum cukup untuk menyakinkannya? Apa yang harus kulakukan untuk membuatnya tahu kalau ingin menghabiskan hari-hariku bersamanya.

Sial, aku tak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Dulu aku tak pernah berpikir jauh tentang semuanya dan itu tak pernah membuatku merasa seburuk ini. Semua hal tentang cinta dan perasaan ini hanya membuatku buruk, apa sebaiknya kubuang saja semua hal sentimentil ini dan kunikmati hariku seperti dulu. Maksudku, semua petualanganku menjamah tubuh para gadis idola adalah saat-saat dimana aku tak pernah memikirkan hal sentimentil dan berpikir bagaimana aku menyayangi mereka. Tidak, aku hanya berpikir bagaimana aku bisa menelanjangi mereka dan aku tak pernah merasa buruk soal itu. Lagipula bukankah Diani berkata bahwa aku tak perlu berusaha berubah?

"Eh..bang Ben belum tidur?" ucap Manda saat aku mendapatinya sedang mengisi gelas yang ada diatas meja tempat tidurku dengan air putih, dia yang sekarang dibalut oleh gaun tidur tipis, tak pernah tampak lebih seksi.

"Nggak bisa tidur." jawabku.

"Kenapa Bang, masih kepikiran soal Diani?" Manda yang tampak khawatir pun duduk disebelahku, aku pun duduk agar dia dapat duduk dengan lebih nyaman diatas tempat tidurku.

"Gue cuma kepikiran kata-kata dia soal gue yang nggak harus nyoba berubah demi dia." ucapku yang kemudian menyingkirkan selimut yang aku pakai agar aku dapat bergerak dengan lebih mudah.

"Ya mungkin dia lebih suka abang apa adanya."

"Kalo menurut lu sendiri, apa dengan gue yang nyoba berubah itu buruk?" tanyaku lagi yang juga mulai mendekatkan diriku padanya.

"Ya gue bakal nerima lo kayak gimana juga sih, lo kan abang gue." jawabnya yang dibarengi oleh sebuah senyuman yang manis.

"Gitu ya?"

"Iya, emang kenapa sih?" tanya Manda yang nampaknya mulai penasaran akan pertanyaan-pertanyaan yang aku ajukan.

"Nggak gue cuma bingung aja tadi, apa sebaiknya gue jadi gue sendiri aja kayak dulu lagi."

"Kayak dulu?"

"Iya."

Kutarik dan himpit tubuhnya diatas kasurku sebelum sempat dia berteriak kucium bibirnya, Manda mencoba melepaskan bibirnya dari ciumanku, dia juga memukul-mukul tubuhku. Aku tak peduli akan perlawanannya, kudekap erat tubuhnya dan terus kuciumi bibirnya hingga akhirnya Manda menyerah dan tak lagi memberikan perlawanan. Tak lagi mendapat perlawanan kuturunkan ciumanku ke lehernya mencoba untuk membangkitkan napsunya, tanganku juga menjamah buah dadanya yang masih terbalut gaun tidur tipis yang dipakainya.

"Bang Benji udah nyerah jadi orang baiknya?"

"Maksudnya?" tanyaku yang tak punya jawaban atas pertanyaannya.

"Bukannya bang Benji kemaren bilang mau berubah demi Diani, jadi setelah bang Benji diputusin Bang Benji mau berenti berusaha jadi orang baik?"

"Gue…gue mau balik jadi diri gue yang dulu, yang nggak peduli soal cinta atau hal sentimentil lainnya."

"Oh..gitu, terus bang Benji mau balik jadi penjahat kelamin lagi? Nidurin cewek sana sini?"

"Iya, apa itu buat lu jijik dan nggak mau lagi manggil gue abang?"

"Nggak, nggak kok." Jawab Manda yang kemudian tersenyum lebar. "Lo satu-satunya keluarga gue di dunia ini, mau sebangsat apapun lo, gue nggak peduli. Lo akan selalu jadi abang gue karena gue butuh keluarga."

Betapa beruntungnya aku, ya perkataan Manda itu semakin menyakinkanku bahwa menjadi diriku yang dulu lah yang terbaik.

"Jadi boleh lanjut nggak nih?"

"Boleh lah, eh tapi tunggu. Bang Benji belum dapetin memeknya Aurel kan, threesome yok?"
 
Thank you buat updatenya bang..

Ane masih penasaran story sebelumnya. Apalagi soal frieska n sinka
 
Bimabet
Bentoool, cepet amat kumatnya :kk:

Udah insects mau 3in1 lagi :redcard:
Ya kan insest is wincest.

Jejak dulu

Ya boleh.

Penawaran macam apa itu

Penawaran hehe.

The "Real Benji" is back

Ya kan mau satu tim, kalo benji versi tobat nggak bakalan kuat.

Nerbener lu bentol tobat aja dicancel, kentang lagi

Mager nulis sexscene jadi sengaja dikentangin.

Lanjut terus suhuuuu

Ya semoga.

Langsung ditawarin threesome loh

Karena benji tampan.

Makasih apdet nya bang
:jempol:

Sama sama.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd