Mulustrasi...
AIKO HATORANGAN
DEANDRA HATORANGAN
YETI KUSUMAWATI
NOVIA TAMARA
JESSICA
HARDIYANI PUTRI
DEBBY MARTAULI
RISKA ULIARTHA
Sambungan nya ya Gaann...
"Dan terakhir, untuk Hardiyani Putri Saiful. Om sangat senang bisa kenal sama Putri. Om berharap, Putri jangan takut dan sungkan pada Om, tante dan anak-anak om. Semua menganggap Putri sebagai saudara. Kalau Putri saat ini hanya seorang diri saja, om mengajak Putri untuk tinggal saja di sini di rumah om. Tidak perlu khawatir ya Putri, om Julian ini pun sudah menganggap almarhum ayah Putri sebagai saudara sendiri. Selain juga almarhum mempunyai jasa yang tidak kecil di dalam kisah sejarah om, juga sama istri-istri om juga. Sebelum om menikah, almarhum sudah ikut dalam aksi yang melibatkan om dan tante mu ini. Dan di depan semua.. saya juga sudah minta langsung pada almarhum sebelum beliau pergi meninggalkan kita semua, ya saya memohon agar tanggung jawab atas Putri saya ambil alih. Segala biaya dan keperluan Putri untuk study dan lainnya, akan saya tanggung. Ya Putri sekarang paham ya Putri.. "
Putri tertunduk, kedua tangan menyatu mengepal di depan dada nya. Mata nya basah dan mengalirkan air bening ke ke dia pipi nya. Badannya terguncang, isak nya jelas terdengar.
"Om.. tante.. Putri gak tau mau bilang apa. Putri seneng, lega, tapi juga takut, malu ama semua nya. Om, tante dan keluarga om sangat baik ke Putri. Putri tadinya takuut sekali hadapin semuanya, tapi setelah semua ini.. Putri... Putri.. terima kasih yang sebesar... nya.. Put.. ri.. jan.. ji.. akan ja.. di.. anakkk.. baikk.. dan berr.. gunaa.. untuk om... dan... tante.. juga buat saudara.. ku se..mu..aa... hiiks.. hikks.. huaaaa..."
Dea maju, langsung menenangkan Putri..
"Iya Putri.. tante Dea sangat senang Putri mau terima keluarga om dan tante. Dan.. Putri mau yah tinggal di sini yah.. mau yah sayang... "
Putri mengangguk halus...
"Baiklah.. aku udah utarakan semua nya. Semua yang hadir disini, akan tetap menjadi catatan sejarah dari keluarga Hatorangan. Aku sangat berharap, semoga ikatan ini akan lebih dari sekedar tugas, lebih dari sekedar teman, tapi lebih erat dan lebih kuat lagi menjaga kesatuan silaturahmi ini."
"
Amiinnn..." semua meng amin kan..
"Iya, saat nya kita makan malam bersama. Kita berdoa bersama agar setelah ini kita kembali hidup normal dalam tugas dan pekerjaan kita masing-masing..."
Novi yang masih di bebat punggung nya hendak bangkit, tapi segera di tahan Putri.
"Sudah kak.. biar Putri saja.. kakak istirahat.."
"
Eh.. e.. iya.. makasih ya Putri.."
Yeti pun akan segera bergegas menyajikan. Tapi segera di cegah Putra. Aiko yang masih cedera, hanya duduk. Dea pun di minta hanya duduk oleh Jessi. Sekarang, yang bergerak adalah putra-putri Hatorangan minus Novi. Stevan dan Putra juga Romi tak tinggal diam melayani para orang tua. Riki dan Doni sebagai tamu, dan ke dua ibu mereka, tersenyum lebar. Ada contoh nyata, ada bukti konkret dari anak muda yang berbudi luhur dan baik, membanggakan dan sangat layak di tiru.
~~~©©©~~~
Acara pertemuan itu berlangsung sampai menjelang malam. Mereka bersilaturahmi dan berbincang dengan santai. Menjelang tengah malam, Doni dan ibunya pamit, juga Riki dan ibunya pamit.
Doni dan Riki saling bertukar nomor hape dengan Stevan dan Novi. Mereka melepas teman mereka dan ibu nya itu cukup haru tapi dengan senyum di wajah. Pelukan karib dan akrab juga tak ketinggalan.
Selang setengah jam kemudian saat tengah malam, Wiro, Pitung dan Buta juga pamit minta diri. Anto dan keluarga juga melepas para junior sekaligus rekan kerja Anto. Ada kebanggaan para anak remaja itu pernah kenal dengan para satria gagah agen TNI.
Saat ini yang tersisa anggota keluarga dari keluarga besar Anto. Hanya Edwin yang masih tinggal di rumah itu. Hanya dia pun minta diri ingin pulang, karena sudah delapan hari tinggal di rumah Anto. tapi, tubuh nya terasa masih sangat lemah. Anto tidak mengizinkan Edwin pergi, melihat kondisi nya yang masih kepayahan. Akhirnya Edwin di izinkan istirahat tinggal di rumah itu lagi.
Edwin yang menyadari tersisa anggota keluarga semua, sebenarnya merasa jengah, itu tadi alasan utama Edwin ingin izin pulang. Tapi tidak diizinkan oleh Anto, dan Anto memperbolehkan Edwin istirahat lebih dulu.
Edwin yang memang sedang lemah, dan sadar dia beda sendiri. Akhir nya Edwin pamit istirahat. Dia masuk kamar tempat ia dirawat beberapa hari ini.
Sepeninggal Edwin, kembali semua duduk di ruangan itu.
"Stevan, Novi, bagaimana rencana sekolah kalian? papa harap setelah lewati masa kemarin, kalian papa harap sudah serius di sekolah baru kalian. Putra juga, pendaftaran Putra di sekolah swasta kemarin otomatis gagal kan karena kamu gak ikut test bukan?"
"Iya pah, aku gagal daftar karena aku tifak ikut seleksi.."
"Ya sudah, Putra gabung daftar di sekolah saudara mu yang lain saja. Nilai kamu bagus sekali kok, kamu juga pasti masuk lah.."
"
Ya mah.. memang kami bertiga ini yang tiga besar secara umum sewaktu SMP sejak kelas satu. Yah kita saling bergantian saja memegang juara umum..."
"Ternyata... kakak - adik... hahaha... jagoan semua lagi..."
"Halah tante Debby, tumben muji.. aduuh.. mimpi apa nih..??"
"Emang tante gak boleh yah.. ya udah ngeledek lagi aja lah..."
"
Whuuuu..." balas para remaja itu serentak
"Dasar gak tau terima kasih, di bilang hebat dan jagoan gak terima, langsung negatif ajah.. kalau di cela juga, orang di bilang galak, cerewet.. dasar ababil.."
"Gak useh yeh.. kite mah emang udah pinter dan jago dari sono nya, tan.. bawaan orok.. kite gak usah di puji juga dah paham... hahaha..." jawab Stevan
"Yeehh... ke ge er an amat ni pada... oh iya.. jarang ada yang muji yaahh...??"
"Om Surya.. kok betah sih ama tante cerewet gini..??" Tanya Novi sambil tahan tawa..
"What...?? kok tanya ke mas Surya.. ehh.. jangan bikin malu dong.. aduhh... kammmuu yaahh... iiiiihhh..." Debby menggeram dan menjawab dengan intonasi lambat, volume suara di kecilkan. Tapi nampak raut gemas yang teramat sangat di wajah nya atas pertanyaan Novi ke Surya. Nota bene hal ini membuat Debby malu, tapi juga penasaran atas jawaban kekasih nya tentang diri pribadi nya.
"Yah.. om kan memang senang Debby apa adanya dia. Ya kaya begini.. "
"Kaya begini gimana om..? Wah.. coba yang rada eehh... spesifik gitu om.. tuh.. (melirik ke atah Debby yang sedang memperhatikan pembicaraan Novi dan Surya)... hihihi... tante cerewet ternyata juga pengen tau... hahahaha..."
"Iiihhh... kalian itu.. awaas ntar..."
Semua tertawa melihat kelakuan tante dan keponakan ini. Termasuk Putri pun senyum lebar, tak bisa menutupi rasa geli nya. Mudah-mudahan bisa menghapus rasa sedih nya secara bertahap.
"Kalian yah, sangat bisa menggoda tante kalian. Awas lho sekarang dah ada body guard nya.. "
"Hiii.... iya yah.. seyeemm..."
"
Ini lagi si abang ikut aja nyela.. huhh.."
"Oh iya... mama mau tanya nih.. kalian udah pikirkan belum cita-cita kalian apa nih..?"
"Aku pasti dan udah bulat akan jadi agen rahasia seperti papa.. itu udah aku putusin mama Aiko.."
"
Yah, harapan yang baik Putra. Tapi kamu sudah minta izin sama mama mu belum..??"
"Belum sih mah..."
"So.. ?"
"Iya yah.. hemm.. mah.. Putra mohon doa restu mama ku, buat aku ingin menjadi seorang agen rahasia militer seperti papa. Aku mau mengabdikan diri ku untuk negara dan rakyat Indonesia, terutama sekali pada kebaikan dan kebenaran.." Putra maju dan duduk di depan mama nya Yeti
"
Eehh.. mama tidak akan melarang cita-cita mu nak. Malah mama bangga, kamu mau ambil bagian dalam tugas penting. Tidak banyak orang berani berkeputusan seperti kamu nak. Mama pasti restui.."
Putra maju, salim tangan mama nya dan mencium pipi mamanya, Yeti. Lalu Putra menghampiri Anto, juga men salim tangan papa nya dan memeluk Anto erat. Berturut kemudian ke Aiko dan Dea. Tak lupa dia meminta restu juga ke Tigor, dan ibu Tigor. Lalu ke Takeshi. Baru kemudian ke Rio, Riska, Surya dan Debby. Semua yang orang dewasa dia salim. Ada kebanggan nampak jelas di raut wajah Yeti.
"Kalau yang lain gimana?"
"Aku juga mau kaya papa mah. Agen juga tapi.. yah... kerja juga.. biar aku bisa juga nerusin usaha ini yang udah dirintis kakek dan di kembangkan papa dan mama kan?"
"Ya, mama setuju. Mama pikir juga kaya gitu, ternyata pikiran mu dan mama sama.."
"Iya lah.. kan anak nya..."
"Kalau Romi mau jadi TNI murni mah. Tapi kalau memang juga masuk bagian Intelligent, yah Romi ikut aja perintah komandan. Tapi, Romi tertarik juga kerja di konsulat. Yah kerja di negara asing gitu.."
"Berarti kamu masih bimbang.. gak apa.. umurmu masih muda nak.."
"
Iya pah.. maaf.."
"Novi gimana?"
"Novi sebenarnya juga ingin terlibat di intelligent. Tapi Novi sadar seperti nya Novi juga tertarik jadi dokter seperti tante ku yang sangat cantik ini. Dokter cantik dan terkenal karena kecerdasannya.."
"Wait.. wait.. itu tulus atau ada mau nya?"
"Tulus kok tante Debby sayang..."
"Hahaha.. akhirnya ada juga yang ikut jejak aku.. tapi jadi dokter itu gak mudah lho.. banyak yang tumbang di tengah jalan sebelum tercapai. Ilmu kedokteran gak bisa instant, selalu di baharui, sebab ini menyangkut nyawa orang.."
"Iya sayang.. kamu harus tekun dan ulet. Tapi mama yakin putri mama pasti bisa, secara kamu yang paling getol belajar soal anatomi dan obat kan..?"
"Siap mah.. doakan ya mah.."
"Pasti sayang.. semua mendoakan kamu kok..."
"Jessi gimana?"
"Jessi udah senang di IT mah.. Akan Jessi pelajari dan tekuni terus bidang ini mah.. Jessi oudah jatuh cinta sama bidang ini.."
"Good, very very good my daughter.."
"Thank you Dad.."
K
"Kalau Putri.. Putri udah tau belum mau jadi apa nanti nya..?"
"Eehh... malu tante.. Putri gak berani berharap banyak.."
"Tidak, jangan.. Putri harus punya tujuan dan cita-cita agar Putri punya sasaran.."
"Iya sih tante.. aku putri seorang agen, ibu ku hanya seorang istri yang baik dari seorang agen. Mungkin... saat ini aku mau seperti ibu saja..."
"Hehh..??? maksud Putri... jadi istri seorang agen..?"
"Iiiya tante..."
"Wah.. wah.. wah... agen siapa yang akan beruntung ini... ada gak yah di sini..?" canda Dea.
"
Aaahhh... tante..." Putri muka nya merah karena malu..
Para lelaki remaja itu..... melongo dan terbelalak...
Situasi ini juga di tangkap oleh Anto. Sebuah senyum hadir di wajah nya. Ya, secara jujur, dia pribadi pun setuju jika harus menjadikan Putri secara utuh bagian dari keluarga besar nya. Tapi ia serahkan semua pada anak muda ini.
Hari sudah tengah malam
"Sekolah kalian gimana hai para anak muda?"
"Besok Stevan sama Putra mau ke sekolah mau daftarin Putra pah. Putra pasti lolos, nilai dia ama aku seimbang gitu kok."
"Ya betul, waktu pendaftaran semakin sempit. Jangan di tunda lagi nak. Bawa semua persyaratan yang di butuhkan. Kita harus dan wajib ikut aturan, jangan mencoba main instant dan cepat. Bukan tidak bisa, tapi papa bilang jangan. Sebab itu akan merugikan orang lain yang masuk secara jujur. Mengerti maksud papa kan?"
"Mengerti sekali pah..."
"Putri.. kamu pindah sekolah ya... kamu masuk sekolah Jessi dan Romi saja.."
"
Ehh.. terserah om saja.."
"Oke, besok kita urus surat pindah dari sekolah lama Putri yah.. om bisa minta bantuan orang om yang urus. Tapi tetap prosedural, kita ikuti aturan..."
"Baik om... terima kasih banyak om.."
"Ya sama-sama. Itu sudah janji om sama almarhum ayah mu.."
"Sebenarnya ada satu hal lain yang ingin aku sampaikan... tapi.. akan aku tunda dulu beberapa saat.."
"Mengenai apa pah..?" tanya Aiko
"Mengenai teh Yeti..."
"
Ooh.. " semua saling pandang..
"Papa pikir.. saat ini sudah dulu. Kalian rundingkan dulu lah yang terbaik. Ngantuk bapak, biar bapak dan mama pulang dulu lah.." Tigor paham ini sudah urusan internal keluarga anaknya. Dia tidak mau mencampuri.
"Ini udah malam sekali pak.. disini aja nginap dulu... besok pagi bisa pulang.."
"
Ah, tidak lah.. pulang sajalah kami. Gimana mah..??" Tigor melirik istrinya, terlihat tatapan disana. Tapi yang dapat paham artinya, tentu istrinya, mama nya Anto.
"Iya lah pak. Pulang lah kita.. mama pun mengantuk ini.. capek kali ku rasa.."
"Iya.. nanti bapak pijit lah..."
"Huhuy... mesra nya... " Debby menyela
"Bah.. pernah kau tau rupanya Deb, bapak mu ini tidak mesra sama mama mu? perjuangan bapak berat dapatin mama mu.."
"Iya.. iya.. tau bapak yang baik.."
"Bapak, om, lae, dik, saya juga mohon diri yah semua. Kebetulan lusa saya harus ada tugas dengan kalpolda kunker ke Makassar. Jadi besok istirahat saya satu hari sambil persiapan diri.."
"Oh.. iyo mas... mugo-mugo lancar tugas e jenengan. Hati-hati yo mas.."
"Ya udah, aku pun pulang lah yah bang, kak, om.. juga semua nih pasukan kids zaman now... yah.. "
"Ya Deb, hati-hati yah... kamu sendiri atau sama mas Surya?"
"Debby biar mas antar dek.. udah malam "
"Oke deh.. Rio sama Riska masih disini kelian kan?"
"Iya pak, besok kami baru pulang ke sunter. Lusa kami balik ke Surabaya.. "
"Iya amang, aku pun... aku sangat senang sekali menjadi bagian dari keluarga ini. Hebat, hangat, dan rendah hati. Dimana lah kucari yang kaya ini..? buat si lae.. tolong ajar-ajari kami ya lae biar bisa kami menjadi seperti keluarga si lae disini. Banyak kali pelajaran penting yang ku ambil dari kegiatan kita dalam sepuluh hari terakhir. Si lae dan si kakak lah contoh hidup buat kami.. mauliate godang di hamu, amang, inang, lae, dohot sasude hita na di son.. tabe sian au sekeluarga...(terima kasih banyak buat anda, bapak, mama, lae juga semua kita yang di sini... hormat dari saya sekeluarga)" Rio berdiri dan membungkukkan badan ke semua yang ada di ruang itu dengan sepenuh hati dan tulus. Suatu cerminan sikap yang rendah hati..
Melihat suaminya Rio maju dan mengatakan isi hatinya, Riska tersenyum lebar dan berdiri disamping suaminya menggandeng nya dan ikut memberi hormat.
Para orang tua mengangguk, Anto, Aiko, Dea senyum.
"Duduk lah lae.. resmi banget lah.."
Tak lama kemudian dua kelompok lagi pamit dan keluar dari rumah itu. Tigor dan istri juga Surya dan Debby. Pertemuan itu selesai dan kembali mereka istirahat.
Lainnya segera berpencar menuju kamar untuk istirahat.
Anto, Dea dan Aiko masuk ke kamar utama. Kamar besar, yang juga ada ruang keluarga yang terdiri satu set sofa plus meja nya.
"Mamah berdua... aku ucapkan terima kasih udah mau berjuang bersama sampai sejauh ini. Sengaja aku panggil langsung berdua, untuk mendengar langsung pendapat mama berdua. Ini mengenai teh Yeti. Menurut mama, papa musti apa? menampung nya saja atau memindahkan keluar rumah ini? aku gak mau ada yang tidak rela dan ada ganjalan di hati. Aku lebih suka bicara apa adanya aja.."
"Aku gak keberatan teh Yeti disini. Bisa jadi pengurus rumah juga saat kita bertiga di luar urus perusahaan pah. Maksud Aiko, teh Yeti aku yakin mau bantu untuk urus rumah kok. Yah ini pendapat pribadi aku, sebab anak-anak selama ini mereka memang sanggup mandiri karena kita ajarkan. Tapi tetap kadang kita kesulitan ada buat mereka senantiasa jika kebetulan beban pekerjaan di kantor sedang besar. Itu dari aku pah"
"Aku juga pah. Teteh kaya nya bisa buat urus keperluan rumah, juga jadi orang tua buat para anak muda saat kita tidak di rumah. Teteh juga pintar masak, bisa
buat bantu juga mengatur para ART kita."
"Gitu yah.. ya aku juga setuju jika begitu. Namun, status nya teh Yeti disini bagaimana? aku nurut apa kata kalian saja.."
"Yah, Dea ikut kata kak Aiko deh. Aiko kan yang pertama.."
"Iya.. Aiko tau kok... suami ku... aku paham kok.. kasihan Putra tanpa status itu. Kamu boleh nikah ama teh Yeti. Dia sudah terbukti, mencintai papa sangat dalam dan tidak mau membuat papa susah atas apa yang sudah terjadi pada dirinya. Dia tidak mau mengambil kesempatan. Malah menghindari. Itu tandanya dia mencintai papa sangat tulus tanpa pamrih. Aku berpendapat, papa bisa menikahi kalo memang papa mau dan teh Yeti nya juga setuju. Ini bukan mengenai hawa nafsu lagi, tapi lebih ke rasa tanggung jawab. Kalo nafsu-nafsu an udah lewat lah.. asal adil.. aku gak masalah.."
"Aku juga cuma bisa bilang, papa bisa kok menanggung teh Yeti. Memang teh Yeti itu kakak angkat aku, tapi ini masalah hati dan tanggung jawab. Aku hanya berharap papa gak tertekan dan teteh ikhlas. Ya sudah.. kalo iri atau cemburu.. aku sampe sekarang gak kok. Asal papa bisa menempatkan dengan adil dan baik. Bisa hidup dan menjalaninya sampai detik ini pun, aku udah sangat bersyukur."
"Apa ada baik nya kita panggil teh Yeti aja sekarang mah?"
"
Ya bisa juga pah.. biar semua plong. Atau papa perlu waktu lagi mendekati teh Yeti pun, itu aku rasa perlu. Sebab, papa belasan tahun tidak ketemu, dan hati nya teteh juga mungkin papa belum tau betul. Tapi bukan pacaran yah.. yah sekedar memantapkan hati aja pah.." jelas Aiko
"Kalo gitu biar aku panggil teteh yah.."
Kemudian Dea keluar kamar.
Aiko dan Anto tetap menunggu sambil menikmati segelas teh jahe hangat.
Selang lima menit kemudian, Dea kembali dan di belakang nya diikuti oleh Yeti.
"Masuk teh.. kita bicara sebentar yah.."
Yeti masuk dan duduk di sebelah Dea di sofa panjang. Anto di sofa tunggal dan Aiko juga di sofa tunggal satu lagi.
Yeti sudah mengganti bajunya dengan baju tidur dan rambut di gerai dan tampak habis cuci muka dan sudah sudah bersiap tidur tampak nya. Sisa kecantikan masa mudanya masih jelas terlihat. Kulit putih, tubuh proporsional tidak ada timbunan lemak yang menonjol. Usia sudah hampir pertengahan kepala empat tapi tetap masih cantik. Terlepas dari teh Yeti memang menjaga tubuh nya, dia juga sudah mempunyai nya secara bawaan.
Yeti diam menunduk, menunggu. Tampak raut grogi di wajah nya.
"Teh, kita bertiga tadi membahas mengenai... eh.. mengenai teteh. Maksud nya biar status teteh terlebih Putra jadi jelas. Aku tadi sudah mengutarakan maksud dan meminta masukan pada Aiko dan Dea. Yah.. aku bermaksud menikahi teteh secara resmi. Menjadi istri ku yang ke tiga. Tapi aku gak mau memaksa, aku hanya mengutarakan maksud ku sebagai tanda... tanda tanggung jawab. Aku pikir biar Aiko dan Dea langsung saja yang bilang ke teteh bagaimana pendapat mereka soal hal ini.."
"Aiko setuju kok teh, asal teteh juga mau.."
"Dea pun sama teteh. Dea seneng malah bisa seterusnya barengan lagi ama teteh. Sebagai kakak juga sebagai madu aku. Tapi aku seneng, rela kok.. teteh mau punya anak lagi juga nanti dari papah, aku seneng malah.."
Yeti melongo. Menatap bergantian. Aiko, Dea dan Anto. Dia seakan tidak percaya.
Bagaimana bisa seperti ini. Dia menganggap di tampung saja di rumah ini sudah bersyukur luar biasa. Apalagi sekarang, malah ingin di jadikan anggota keluarga resmi inti. Hah.. sedikitpun tidak berani dia pikirkan sebelumnya.
Senyap beberapa menit. Mata Yeti memerah, lembab, dan... akhirnya mengalir setetes demi seteres air bening turun dari ke dua matanya yang putih bersih.. sampai saat ini, Yeti belum berucap satu patah kata pun lagi.. dia hanya menatap mata ketiga orang di depannya. Mencari penegasan dan kebenaran disana.
Yeti menemukan hanya ada ke ikhlasan dan rasa sayang yang terpancar di tiga pasang mata lawan bicara nya. Tidak ada tatapan marah, benci, pura-pura maupun licik. Ke tiganya memancarkan pandangan rasa sayang pada dirinya. Ini yang membuat Yeti tidak tahan untuk tidak menangis. Menangis bahagia, menangis lega dan sukacita.
Harus dia akui, dia memang mencintai lelaki yang bernama Julian Raja Hatorangan sejak 16 tahun lalu di cibadak. Dia sungguh menyukai nya, secara pribadinya, sikap dan fisik nya. Yeti saat ini pun walau tidak muda lagi, tapi hasrat nya masih sama seperti 16 tahun lalu pada lelakk ini. Apalagi disaat ini, dia sudah beberapa waktu berkumpul dalam satu rumah. Diam-diam Yeti pun memperhatikan dan mengamati. Dan tidak bisa dia tolak, hatinya masih sama seperti dulu, mencintai dengan tulus pada lelaki ini.
Saat ini kesempatan untuk memiliki lelaki yang dia cintai terbuka lebar, walaupun tidak memiliki sendiri, harus berbagi dengan dua yang lain. Tapi.. dengan diberi kesempatan bisa mencurahkan rasa cinta pada yang kita cintai, adalah sesuatu kebahagiaan yang tak terhingga. Ini yang membuat Yeti menangis, tak tahan membendung rasa bahagianya..
"Aku... aku... sangat bahagia.. ini.. sungguhan kan? "
"Iya teh, sungguhan.. tidak ada yang salah.."