Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Love Story Never Ending (Update 27 Juli)

PART 2: DI RUMAH MAMA

--NITA POV--

Begitu aku duduk di kursi penumpang di sampingnya, Joy menarik lenganku dan dikecupnya bibirku lembut, membuatku terkejut, menatap Joy dan memukul bahunya pelan.

"Kak, kita lagi di pinggir jalan..!" Seruku pelan, kurasakan wajahku merona.

Joy terkekeh kecil, "Lalu?"

"Kalo ada yang liat gimana? Ada banyak orang ini,"

"Tenang aja, kacanya nggak keliatan kok dari luar,"

Aku hendak berkata lagi, namun hanya mendesah pelan. Kuhadapkan badanku ke depan, "Yaudah ayo jalan,"

Joy melirikku sekilas sembari tersenyum miring, kemudian menginjak pedal gas dan meninggalkan halaman kampus yang cukup ramai.

Siang itu udara terasa gerah, untungnya aku mengenakan hoodie tipis dan AC mobil Joy juga dinyalakan, sehingga dengan segera keringat yang membasahi tubuhku mengering.

"Kita mau ke mana?" tanyaku saat kuperhatikan laju mobilnya mengarah ke jalanan yang jarang kami lewati.

"Aku pengen ngajak kamu ke suatu tempat,"

"??" Kuputar kepalaku menatap Joy dengan tatapan heran. "Makan?"

Joy menggeleng seraya tersenyum, "Kamu laper?"

"Nggak terlalu sih,"

"Kalo kamu laper kita makan dulu aja,"

"Emang kamu mau bawa aku ke mana?"

"Ada deh,"

Really? Kok Joy main rahasia-rahasiaan gini sih? batinku. "Ngga asik deh," protesku sembari melempar pandangan ke luar jendela, di mana sekelebat pohon-pohon di pinggir jalan bergerak mundur menjauhi kami.

"Kalo aku ngasih tau sekarang, ya bukan surprise lagi namanya, Pai," jelas Joy terkekeh.

"Ooo... mau ngasih aku surprise," gumamku dengan nada sinis.

"Kok gitu sih ngomongnya?"

Aku melirik Joy sekilas, kemudian kembali menatap sekelebat pohon yang kini diikuti beberapa ruko yang berjejeran bergerak mundur menjauhi kami.

---

Btw guis, namaku Nita, panggil aja gitu. Dan cowok yang lagi duduk di sebelahku itu namanya Joy, kita baru pacaran sebulan yang lalu. Umurku sekarang 21 dan lagi kuliah di Jatim, sedangkan Joy lima tahun lebih tua daripada aku, dia sekarang ngelanjutin usaha meubel warisan orangtuanya.

Physically, aku termasuk perempuan petite, tinggiku cuma 155 cm, bb 49 kg, rambut lurus sebahu, kulit kuning langsat khas perempuan Jawa, dan banyak yang bilang parasku tu manis. O iya, aku juga pake bra cup 36B, lumayanlah kata orang-orang.

Dan sekarang, seperti yang kalian lihat, aku gatau Joy mau bawa aku ke mana... :(

Klo tentang Joy, gatau kenapa sejak pacaran sama aku dia jadi manja-manja mesum gitu, jadi sering curi-curi waktu buat ke kosanku, suka lama-lama di mobil kalo lagi berdua, suka modus buat pegang-pegang aku juga, de el el. Mungkin karena dia punya special access ke aku ya, atau emang selama ini dia cuma jaim? Maybe?

---

Ternyata, hal yang nggak pernah aku pikirin sebelumnya, Joy bawa aku ke rumah dia!

Awalnya aku bingung karena aku pikir dia mau bawa aku makan ke mana gitu, ternyata setelah kurang lebih 40 menit perjalanan, di salah satu jalan yang nggak terlalu rame dia belokin mobilnya ke sebuah pekarangan yang cukup luas, yang kalo bukan karena mobil Joy masuk agak dalem aku nggak akan tau kalo ternyata di sana ada rumah.

"Ayo turun," kata Joy setelah dia berhentiin mobilnya di halaman yang ditutupi pohon markisa yang lagi berbunga dan mencopot seatbelt yang dia pake lalu keluar dari mobil.

Aku yang masih bingung akhirnya cuma ngikutin perkataan Joy. Setelah turun dari mobil, kuperahatiin sekitar aku. Di pekarangan yang luas itu ada pohon bougenville yang jadi atap buat bangku-bangku kecil, dan ada tanaman rambat yang menutupi dinding pagar pekarangan itu. Di tengah-tengahnya ada juga pohon sukun yang daunnya lebat, buat suasana di sana kelihatan asri dan adem. Udara di situ jadi terasa lebih sejuk daripada di kampusku yang panas.

"Pai,"

Kuputar kepalaku waktu denger panggilan Joy.

"Ayo," katanya sambil mengulurkan tangannya. Kuraih tangannya itu dan kami pun bergandengan tangan masuk ke sebuah rumah asri itu.

"Kita di mana Kak?" tanyaku masih heran.

"Kamu lagi di rumah aku," kata Joy dengan entengnya.

"Ha??" langkahku terhenti seketika. Kulepas pegangan tangan Joy dan kurasakan wajahku pias.

"Kenapa?" sekarang malah gantian Joy yang menatapku heran.

"Di rumah kamu?" aku pastiin tadi aku nggak salah denger.

"Iya,"

"Ada Mama kamu dong berarti? Ada Papa kamu juga, adek-adek kamu?"

Mendengar itu, Joy tersenyum geli, "Engga, Mama Papa lagi ada kerjaan, Indah sama Fella biasanya pulang jam 3 sore. Ga papa kok, santai aja," Joy meraih tanganku lagi dan menarikku supaya masuk ke rumah yang pintunya sudah dibuka itu.

Kutelan ludah beberapa kali, mencoba buat percaya dengan perkataan Joy dan berpikir positif.

"Duduk dulu, aku buatin minum ya," Joy lalu pergi ninggalin aku ke ruangan yang lebih dalam, sedangkan aku kemudian duduk di sofa yang ada di ruang tamu itu.

Lagi-lagi aku lihat sekeliling. Ruang tamu bercat putih bersih itu keliatan simpel dan luas dengan perabotnya yang minim, cuma ada dua buah sofa kulit berwarna coklat berbaris berhadapan yang mengapit sebuah meja kayu yang diatasnya ada vas bunga anggrek warna putih, dan sebuah lemari kayu sepinggang yang keliatan antik di sudut ruangan.

Aku coba buat rileks, mendengarkan bunyi-bunyi di sekitarku: bunyi kendaraan yang lalu-lalang di jalanan, bunyi gesekan daun sukun di halaman depan, dan bunyi nafasku sendiri. Semua bunyi-bunyi itu berastu padu di telingaku, membuat suasana canggung segera menguap dan malah tergantikan dengan perasaan rinduku pada kampung halaman, heleh....

Joy kembali beberapa menit kemudian, dengan dua cangkir minuman di atas nampan dalam genggamannya. Ia berjalan mendekat dan duduk di sampingku.

"Jadi kamu di rumah sendiri?" tanyaku.

Joy mengangguk, "Kalo aku pulang siang iya, tapi ini aku jarang di rumah si, paling pulang tiap sabtu-minggu, jadi pas Mama Papa di rumah," jelas Joy.

Aku mengangguk paham, meraih cangkir yang nangkring di atas meja dan menyesapnya.

"Kalo kamu, di rumah sering sendiri?"

Aku menggeleng, "Di rumah aku rame terus, adek aku hampir tiap hari bawa temennya ke rumah, kalo malem gantian Mas aku yang bawa temennya, sampe aku kurang tidur kalo di rumah tuh,"

Joy tertawa kecil mendengar tuturanku, "Oh ya? Asik dong kalo rame?"

"Engga juga,"

Joy meraih tanganku dan menariknya ke pangkuannya, membuatku menatap tangan itu heran sekaligus malu, "Aku udah dari lama sebenernya pengen bawa kamu ke rumah, nemenin aku kalo lagi sendiri," Joy memainkan jemariku lembut.

Kata-kata Joy terdengar dalam, membuat jantungku tiba-tiba berdegup cepat terutama saat ia kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku. Beban tubuhnya yang terasa berat itu malah membuatku merasa hangat dan nyaman, membuatku tersenyum tertahan dibuatnya.

"Aku sering cerita tentang kamu ke Mama, akhirnya Mama sering nanyain tentang kamu dan nyuruh aku buat bawa kamu ke sini," kata Joy seraya memutar kepalanya menatap mataku dari jarak sedekat ini.

Perkataan Joy barusan membuatku langsung memutar kepalaku menatapnya dengan tatapan terkejut. Mulutku terbuka, siap melemparkan pertanyaan padanya, "Kamu udah cerit---"

Namun belum selesai kalimatku, bibirku sudah lebih dulu disumpal oleh bibir hangat dan lembut milik Joy. Ia melumat bibirku dalam, membuatku tambah terkejut dan tubuhku menegang selama beberapa saat. Lumatan bibirnya membuat otakku membeku selama beberapa detik bahkan setelah ia tak lama kemudian melepas lumatan bibirnya itu.

Joy bangkit, mengubah posisi duduknya menghadapku, "Makanya Mama nanti pulang lebih awal biar bisa ketemu kamu,"lanjutnya.

Wajahku menghangat, jantungku berdegup lebih kencang, entah karena mengetahui aku akan bertemu orangtua Joy, atau karena tatapan matanya yang dalam, atau karena ciumannya tadi. Tapi yang pasti, Joy kemudian menarik bahuku mendekatinya dan memegang belakang kepalaku.

Kami berciuman lagi. Kali ini aku lebih siap, kupejamkan mataku dan membuka sedikit bibirku, menanti saat-saat bibir kami bersentuhan dengan perasaan tegang, bahkan kutahan nafasku saking gugupnya.

Saat benda kenyal itu bersentuhan dengan bibirku, kurasakan tubuhku kembali menegang.

Saat Joy menekan bibirnya di bibirku, yang bisa kurasakan hanyalah sentuhan lembut bibirnya dan degup jantungku yang mengencang. Kuremas ujung bajuku erat menahan perasaan gugup yang mengumpul di dada.

That butterfly won't stop flying, Babe,

Lumatan bibir Joy bertambah dalam dari waktu ke waktu, membuatku perlahan mulai menikmati ciumannya walau perasaan gugup itu masih menggantung. Namun Joy kemudian menarik tanganku agar melingkar di pinggangnya dan membasahi bibirku dengan lidahnya, membuat tubuhku meluruh seketika.

Joy menahan tubuhku erat, menarik tanganku dan melingkarkannya di pinggangnnya. Bibirnya meraih bibirku makin dalam, seolah ia tidak ingin kehilangan momen sedetikpun.

Entah karena terbawa suasana atau memang begitu adanya, tanpa sadar bibirku mulai merespon pagutan Joy. Kunaikkan pula lingkaran tanganku ke lehernya supaya wajah kami dapat sejajar. Kuhisap bibir bawahnya pelan, kumasukkan lidahku, dan lidah kami bertaut. Gerakanku terkesan agak kaku, tapi lumatan Joy yang lembut membuatku dapat mengimbangi permainannya.

Di dalam sana, aku merasakan suatu sensasi yang belum pernah kurasakan sebelumnya, sensasi yang berbeda dari ciuman pertamaku dulu, atau saat Joy menciumku di dalam mobil tadi. Rasanya aku ingin merasakan yang lebih dari ini, lebih dari sekedar mencium bibirnya, lebih dari sekedar merasakan lidahnya yang basah. Tapi apa?

Kuremas rambut Joy erat, menahan gejolak yang terus tumbuh di dada. Kulampiaskan perasaan itu dengan memagut bibir Joy makin dalam, namun dengan begitu gejolak itu tumbuh makin besar, mendorongku makin jauh.

Nafasku memberat, lumatan bibir Joy terasa sangat menyenangkan di bibirku. Tidak terlalu mendominasi dan tidak stagnan, membuatku merasa seolah-olah ciuman ini tidak akan pernah berakhir.

Bibir Joy kini mulai merembet ke bagian wajahku yang lain. Dikecupnya ujung bibirku, diciuminya tiap-tiap bagian wajahku sembari ia membaringkan tubuhku di sofa ruang tamu. Setelah itu, belum sempat aku membuka mata, Joy mengangkat daguku hingga aku menengadah dan kurasakan bibirnya menghisap leherku.

"Sshh..." desahku refleks, sebelum sesaat kemudian kugigit bibirku untuk mencegah desahan keluar lagi.

Hisapan Joy yang lembut dan dalam itu membuat perasaan geli segera menjalar ke seluruh tubuhku, apalagi saat tangannya merayap masuk ke balik hoodie yang kukenakan dan mengusap punggungku lembut, membuat tubuhku menggelinjang. Hisapan demi hisapan itu bergerak dari leher ke tengkuk, berlanjut hingga belakang telinga dan bisa kurasakan leherku basah.

Kupejamkan mataku lebih erat dan meremas kaos yang Joy kenakan saat bibirnya membasahi belakang telingaku disertai hembusan nafas beratnya, membuat bulu kudukku meremang dan kugigit bibirku makin erat. Jantungku berdegup makin kencang, kurasakan darahku mengalir lebih deras dan tubuhku panas.

Usapan tangan Joy kini mulai beralih ke perutku dan terus naik ke atas dengan gerakan perlahan. Telapan tangannya yang hangat dan sedikit tebal mengelus kulitku yang sensitif itu, dan pada akhirnya telapak lebar itu berhasil menangkup tonjolan di dadaku yang entah sejak kapan pengait branya terlepas, dan meremasnya pelan.

Kuhembuskan nafas berat, menengadahkan kepala saat kurasakan tangan dan mulut Joy menjamah tubuhku yang masih berbalut pakaian lengkap ini. Saat kubuka mataku, buru-buru kusadari bahwa kami masih berada di ruang tamu.

Kudorong tubuh Joy yang terasa berat itu, menahan perasaan geli saat bibirnya masih menghisap belakang telingaku.

Tanpa perlu dorongan kuat, Joy sudah menjauhkan tubuhnya dan menghentikan jamahannya. Ia menatapku dengan pandangan bertanya-tanya, "Kenapa?"

"Jangan di sini, Kak," kataku dengan suara agak mendayu.

Joy tersenyum tipis, menarik tubuhku agar bangkit dan mengecup bibirku singkat, "Pindah ke kamar aja yuk,"

Aku terdiam ragu, tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya, apakah kita hanya akan petting atau malah ML? Aku juga tidak yakin menerima ajakan Joy untuk pindah ke kamarnya. Namun yang terjadi kemudian adalah aku diam saja mengikutinya ketika dia menarik tanganku dan melangkahkan kaki menuju kamarnya di lantai dua.

Sampai di sana, aku berdiri terpaku menatap bagian dalam kamar Joy yang terasa dingin itu. Kudengar suara pintu kamar yang dikunci dan tak lama kemudian kurasakan sepasang tangan yang lebar melingkar di pinggangku bersamaan dengan hembusan nafas hangat di telinga.

Aku bergidik pelan, kurasakan tubuhku kaku dan bulu tubuhku meremang. Keringat dingin membasahi tubuhku saat Joy mulai menyampirkan rambutku ke samping dan menciumi tengkukku yang terbuka.

Aku tidak tau harus melakukan apa. Apakah menolak, atau menyambut perlakuan Joy itu? Pikiranku didera oleh perasaan gelisah, namun tubuhku diam di tempat. Hal ini masih sangat baru bagiku, aku belum pernah berada pada situasi seperti ini sebelumnya. Ingin kutolak Joy karena takut, tapi di saat yang bersamaan aku ingin lagi merasakan bibir Joy saat melumat bibirku, dan merasakan yang lebih dari itu.

Tangan Joy kini bergerak masuk lagi ke dalam bajuku dan langsung menangkupkan telapak tangannya di buah dadaku. Diremas-remasnya pelan semantara bibirnya terus mencumbu tengkukku, membuatku menggigit bibir merasakan rangsangan di dua titik itu.

Kutelan ludah beberapa kali mencoba berpikir apakah sebaiknya menghentikan tindakan ini atau membiarkan saja Joy menyelesaikan semuanya.

Saat Joy hendak membawaku menuju ranjang, saat itulah kubalikkan tubuhku menghadap Joy dan menahan tubuhnya.

Joy menatapku heran.

"Aku..." kutundukkan kepala, tidak sanggup menatap mata Joy yang memancarkan hasratnya, "Aku takut, Kak," kataku pelan.

Hening sejenak diantara kami, sebelum kemudian kudengar Joy tertawa kecil dan mengusap puncak kepalaku, "Kenapa nggak bilang dari awal?"

Aku mengedikkan bahu.

"Yaudah, ga papa kok,"

Kutengadahkan kepala, menatap Joy meminta penjelasan dari kata-katanya.

"Aku tunggu sampe kamu siap,"

Ehh? Joy nggak marah? Kok malah aku yang takut dia marah ya? Harusnya kan aku yang marah soalnya dia udah pegang-pegang tubuh aku? Halah...

Aku tersenyum tipis, begitu juga Joy. "Di sini aja tapi ya, aku lagi pengen istirahat bentar," pinta Joy.

Aku mengangguk, mengikuti Joy yang melangkah menuju ranjangnya.


To be continued...

----

Maaf ya suhu-suhu kalo alurnya agak selow, soalnya nubi sukanya yg pelan tapi pasti, kaga suka main kasar ehh...
Btw makasih banyak atas respon dan dukungannya, ini pertama kali nubi nulis soalnya, jadi seneng bgtttttttttt ada yang baca :hati:
Kritik dan sarannya ditunggu bgt ya Hu...
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd