Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Mahasiswa Tour Leader

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
adegan panasnya minim, tapi jalan cerita + alurnya nikmat banget buat di baca

:mantap::mantap:

tetap semangat suhu, semoga cepat di lancarkan kesibukan nya biar cepet update lagi
:D:D
 
Kisah Mahasiswa Tour Leader
Chapter 1: Sherin Maharani
Part 7: Hari Terakhir

Dor Dor Dor

Pintu kamarku digedor membuatku terbangun.

Dengan malas diriku menuju pintu dan membukanya. Alangkah terkejutnya diriku ketika mengetahui pak Rahmat, supirku yang berdiri didepan pintu, sudah rapi menggunakan seragamnya.

“Lah baru bangun?” Sahut pak Rahmat kaget.

“Waduh, iya pak.” Ucapku tidak kalah kaget mengetahui sekarang sudah jam 7 pagi. Padahal kita harus meninggalkan hotel pukul 8 pagi.

Dan karena hari ini adalah hari terakhir, maka dalam satu jam aku sudah harus mandi, packing, sarapan, dan melakukan administrasi checkout.

Setelah pak Rahmat pergi dan menutup pintu, aku langsung bergegas membangunkan Sherin dan menuju kamar mandi. Pagi itu aku mandi dengan sangat singkat, mengingat juga tadi malam aku sudah dua kali mandi.

Keluar dari kamar mandi Sherin yang sudah bangun langsung menggantikan diriku di kamar mandi sementara aku melakukan packing.


“Rin, aku duluan turun ya, mau checkout.” Teriak ku ke Sherin yang masih di dalam kamar mandi.

Di lobby ternyata sudah ramai, banyak dari rombonganku yang sudah selesai sarapan dan siap untuk naik kedalam bis. Langsung aja aku menuju meja respsionis dan membayar tagihan dan langsung menuju restoran untuk makan dengan cepat.

Saat aku sudah selesai makan, Sherin belum juga turun dari kamarnya. Sedangkan rombonganku hampir semuanya sudah naik ke bis. Jam menunjukkan pukul 8 lebih, aku masih belum meninggalkan hotel. Padahal, jadwal hari ini adalah mengunjungi Keraton, membeli oleh-oleh, makan siang, dan menuju bandara untuk penerbangan pulang rombonganku ke Medan.

Akhirnya yang ditunggu muncul, dengan tergopoh-gopoh Sherin memasukkan seluruh barangnya ke dalam bagasi bis dan masuk ke dalam menyusulku yang sudah duduk.

Dengan wajah kesal Sherin duduk disampingku, “Bukannya bantuin, malah di tinggal.”

“Eh, maaf, kirain tadi langsung nyusul kebawah, makanya aku tungguin disini.”

Setelah menjadi pendengar yang baik dari kekesalan Sherin, bis kami akhirnya berangkat menuju tujuan pertama. Bis kami menjadi bis pertama yang parkir di kawasan parkir Senopati. Dari parkiran, kami harus berjalan kaki melewati alun-alun utara sebelum tiba di kompleks Keraton Yogyakarta.

Aku seperti biasanya memberi arahan singkat ke rombonganku agar tidak terpencar dan tersesat. Kemudian aku memimpin barisan terdepan dan Sherin di belakang menuju kompleks keraton. Di loket masuk aku membayar tiket dan biaya tour guide dari Keraton.

Karena Sherin yang belum sarapan, aku menawarkannya untuk sarapan gudeg di pelataran loket Keraton sambil menunggu rombonganku selesai. Di salah satu sudut, ada penjual gudeg yang sedang ramai diserbu pelanggannya yang semuanya lokal. Pasti enak ini kalau jadi buruan warga lokal, batinku.

Penjualnya duduk bersila diantara panci-panci dan wajan besar berisi gudeg, ayam opor, krecek, baceman, dan lain sebagainya sementara pembelinya berdiri mengerumuni penjual hingga nyaris tidak terlihat. Setelah mengantri, aku dan Sherin langsung memesan dari penjualnya yang sudah cukup tua namun masih sangat cekatan dalam melayani pembelinya.

Aku yang baru sarapan alakadarnya di hotel, ikut memesan. Nasi gudeg, krecek dan ayam opor yang disajikan diatas pincuk daun pisang kami nikmati di pinggir trotoar jalan di bawah rindangnya pohon tua.

Selesainya kami makan bertepatan dengan rombongan kami yang keluar dari kompleks keraton dan langsung menuju bis kami. Tujuan selanjutnya adalah membeli oleh-oleh dan makan siang sambil menuju bandara untuk penerbangan pulang mereka.

Tiba di pusat oleh-oleh bakpia, rombonganku turun, dan aku, Sherin, bersama supir langsung menuju ruang tunggu. Oleh pengelola toko, kami disediakan minum dan rokok.

“Aku gak suka bau badan cowok yang ngerokok” Kata Sherin ketika melihat aku membuka bungkus rokok.


Mendengar komentarnya aku langsung urungkan diri dan menaruh bungkus rokok di atas meja yang langsung diambil kang Udin.

“Tuh dengerin ceweknya ngomong” Sahut kang Udin menyambar jatah rokok ku.

“Enak aja... Bisa disimpen buat di Jakarta.” Balas ku merebut kembali rokoknya.

Ruang tunggu penuh dengan obrolan antar biro perjalanan yang rombongannya juga sedang mampir. Tidak kalah juga dengan supir-supir bis yang beberapa sudah saling kenal.

“Jadi, lu ngerokok Mar?” Sherin memisahkan diri dari obrolan yang lain.

“Hehe, engga. Jarang banget.”

“Terus kenapa ngambil rokok tadi?”


“Gue ngerokok cuma kalau bener-bener lagi pusing. Gue seumur hidup belum pernah beli rokok malahan. Dapet rokoknya selalu gratisan, biasanya gue kasih temen. Lagian dikasih gratis kok nolak.” Jelasku.

“Iya percaya.”


“Seriusan Rin.”

“Iya elu ngomong gitu kan karena gue gak suka cowok perokok.”


Aku dan Sherin kembali ke bis setelah selesai semua berbelanja. Kami selanjutnya menuju bandara namun mampir dahulu di rumah makan untuk makan siang. Tidak ada yang menarik untuk diceritakan saat makan siang, semua sama seperti biasa.

Dua jam sebelum penerbangan rombonganku kembali ke Medan, aku tiba di bandara Adisucipto. Bis ku berhenti sejenak di lobby keberangkatan bandara untuk menurunkan rombonganku beserta barang bawaannya lalu lanjut mencari parkir dan menunggu aku dan Sherin selesai mengurus rombongan.

Guru pembimbing mengumpulkan seluruh identitas rombonganku dan menyerahkan kepadaku untuk check-in. Bagasi mereka juga ditimbang dan untungnya tidak ada yang melebihi kapasitas.

Aku dan Sherin berpisah pada rombonganku di antrian pemeriksaan keamanan. Biasanya di saat ini lah aku terbawa emosi perpisahan, apalagi pada rombongan yang berkesan, seru dan ‘ngeklik’ dengan diriku. Tapi kali ini tidak, emosi ku datar saat berpisah dengan mereka. Mungkin karena selama perjalanan ini aku malah lebih mendekatkan diri ke Sherin, bukan rombonganku.

“Fuih, akhirnya selesai juga tugas kita.” Ucap Sherin dengan ekspresi lelah yang dibuat-buat.

“Halah, baru gini doang.”

“Namanya juga junior, anak baru. Apalah dibanding yang senior.”

“Hahahaha. Yuk pulang.”

Kami kembali ke Jakarta bersama bis kami yang sudah kosong, lega sekali. Perjalanan malam yang diperkirakan akan tiba keesokan subuh di Jakarta.

“Mar, lu belum cerita-cerita nih pengalaman jadi TL” Sherin membuka pembicaraan di perjalanan panjang ini.


“Mau yang lucu apa ngeselin? Apa dua-duanya.”

“Hhhhm.. dua-duanya deh.”

“Oke, jadi gini…” Aku memulai ceritaku.

Dulu aku pernah bawa rombongan ibu-ibu arisan komplek gitu ke Bali naik pesawat. Banyak lho, kalau gak salah hampir 70 orang. Banyak yang sama keluarganya.

Nah waktu di bandara mau berangkat pas sesudah checkin ada satu keluarga. Ibu, bapak, sama anaknya. Nah ini anaknya minta makan. Pergilah si bapak sama anaknya cari makan sementara ibunya seperti biasa ngerumpi di ruang tunggu sama gengnya.

“Terus?” Ucap Sherin penasaran.


Terus waktu mau boarding, si ibu heran bapak sama anaknya belum balik. Kita makin panik waktu udah panggilan terakhir. Aku bolak balik keliling terminal cariin mereka di setiap tempat makan tapi gak ketemu.

Akhirnya si ibu memilih ninggalin suami sama anaknya, Rin! Termasuk gue! Waktu itu kan TLnya ada gue sama bang Ardi, dia lanjut sama rombongan sementara gue ditinggal buat urus ganti flight si bapak dan anak ini. Dengan janji tiket gue juga bakal diganti, alasan si ibu soalnya bapaknya udah agak gaptek dan telmi gitu.

Setelah ditinggal rombongan gue, akhirnya gue ketemu itu sama si bapak dan anak yang nyampe di boarding gate. Dan waktu gue kasih tau kalau si bapak ketinggalan pesawat dan ditinggal istrinya, gue diamuk coba sama dia. Dia marahnya ke gue bukan ke istrinya. Alasannya soalnya si anak mau makan di resto yang cuma ada di terminal lain. Ya jelas aja gue muter-muter terminal 1 gak ketemu dia, lah dia makannya di terminal 2.

“Hahahaha, terus-terus, begitu sampai di Bali?”

Iya bapaknya awalnya gak mau bayar nambah tiket, pilih pulang ke rumah aja. Tapi karena anaknya pengen ke Bali akhirnya dia setuju. Pergilah kita bertiga ke Bali, sampai di Bali kita langsung ke hotel karena udah malem. Tapi ternyata itu suami istri masih berantem di hotel. Salah-salahin. Si suami bilang kalau istrinya lebih mentingin gengnya dari pada keluarganya.

“Itu sih emang suaminya yang salah.” Bela Sherin


“Kok gitu? Tapi kan mau bagaimanapun gak etis istrinya ninggal anak suaminya. Kenapa gak gue yang ikut flight itu terus si ibu nunggu keluarganya dan naik flight selanjutnya?”

“Karena cowok selalu salah.”

“Yee gak selalu lah.”

Sore berganti malam dan kami memutuskan untuk mampir makan. Kami makan di sebuah warung tenda menjual hidangan bebek goreng. Aneh juga rasanya ada bis besar berhenti di pinggir jalan makan di warung tenda yang hanya bertiga.

“Kalau ada yang cewek nyari tebengan di pinggir jalan boleh lah angkut.” Usulku ke kang Udin.

“Sepakat” Balas kang Udin semangat.

“Iya ya, kenapa kita gak angkut penumpang aja Jogja-Jakarta, kalau seorang 100 ribu kan lumayan.” Sahut Sherin.

“Rezeki udah ada yang atur masing-masing mbak. Biar aja jadi haknya bis-bis malem.” Jawab pak Rahmat.

Aku dan Sherin masing-masing mengambil satu baris kursi saat kami melanjutkan perjalanan. Aku di baris kiri dan Sherin di barisan kanan. Kami duduk berhadap-hadapan dengan punggung yang kami senderkan ke jendela dan kaki yang diluruskan di atas kursi.

Tidak lama duduk di posisi seperti ini aku akhirnya pindah duduk di sebelah Sherin.

“Gak enak duduk jauh-jauhan, udah kaya musuhan aja.” Kataku

“Yee baru gitu aja, belum LDR yang beda kota.”

“Maaf ya, LDR antar kota antar provinsi udah pernah gue jalanin.”

“Masa? Tahan berapa lama tuh?”

“Setahun.”

“Dari?”

“Dari gue lulus SMA sampai tahun kedua kuliah gue.”

“Ohh awalnya temen SMA?”

“Iya awalnya temen SMP sih sebenernya, terus satu SMA lagi dan jadian.”

“Terus kenapa berhenti?”

“Sama-sama bosen aja jauh-jauhan.”

“Tapi masih berteman baik?”

“Masih kok, kita putus baik-baik.” Tutupku.

Sherin terdiam sesaat. Lalu berpindah posisi duduk yang awalnya masih bersender jendela menjadi posisi duduk yang benar menghadap depan sepertiku.

“Berarti lu cowok yang bener-bener bisa jaga perasaan cewek ya kayaknya.” Ucapnya sambil menyenderkan kepalanya ke pundak ku, dan tertidur.

“Eh dia tidur.” Bisikku menyadari Sherin malah tidur bersender ke bahuku.

Kepalanya ku angkat dari bahuku dan aku menuju ke depan. Aku duduk di bangku kernet persis di sebelah pintu depan.

“Gak tidur?” Tanya pak Rahmat yang sedang mengemudikan bis.

“Mau ngerokok pak”

“Ohh sok atuh mangga, buka aja jendelanya.”

Kubuka jendela pintu depan, mengeluarkan rokokku dan meminjam korek pak Rahmat.

“Kuliahmu gimana Mar?” Tanya Pak Rahmat.

“Ya masih gitu-gitu aja pak, hahaha. Doain aja bisa cepet selesai.”

“Amin, yang penting mah kuliah, jangan sampai jadi TL ganggu kuliah.”

“Iya, pak. Kalau bapak? Keluarga gimana?”

“Baik, cuma anak ya gitu deh, sekarang udah masuk TK, jadi malah lebih rewel. Dulu masih bayi mah dia diem-diem aja bapaknya kerja. Sekarang ada aja alasannya biar bapaknya engga kerja, apalagi kalau pas dia gak sekolah.”

Selisih umurku dengan pak Rahmat memang tidak terlalu jauh, sekitar 10 tahun, baru berkeluarga.

“Ya tapi namanya kerja begini, liburan justru sibuk-sibuknya, hampir tiap hari jalan.” Sambungnya.

“Kalau pas low season gimana? Seminggu jalan berapa hari?”

“Gak tentu Mar, kalau bagus bisa 5 hari, kalau lagi jelek bisa cuma 2 hari.”

Obrolanku dengan pak Rahmat berlanjut, memahami hidup dengan pekerjaan yang tidak tentu seperti ini. Hanya sebatang rokok yang ku bakar, karena memang aku sebenarnya bukan orang yang candu rokok. Hanya merokok disaat-saat tertentu dan jarang sekali.

Aku pamit ke pak Rahmat dan kembali ke bangku ku di sebelah Sherin. Baru saja duduk Sherin yang tengah tertidur langsung sadar kehadiranku dan mengusirku.

“Kan udah ku bilang aku gak suka bau rokok. Badanmu penuh bau rokok gitu, pindah sana.”

Yasudah, batinku. Daripada moodnya jadi jelek, tidurnya diganggu, aku mengalah berpindah duduk. Kutarik selimut dan mencoba tertidur.

Bersambung...
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd