Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MAYA ISTRIKU (COVER)

Siapa pasangan ideal menurut (harapan) kalian?

  • Gio - Maya

  • Gio - Frieska

  • Bazam - Maya

  • Anto - Maya

  • Gio - Farin


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 36

C E G A H


POV GIO

Cigetih, Rabu, 6 Februari 2024….


Sepulang dari pemakaman, aku melihat pintu depan rumahku terbuka… hmmm ada siapa lagi ini? Ternyata saat masuk ke dalam, aku melihat Maya dan Frieska sedang akrab mengobrol di ruang tengah, dan Maya sedang duduk sambil menggendong bayi, sementara Frieska berdiri sambil memegang sapu.

Melihat Maya menggendong bayi, dia terlihat sangat dewasa dan sudah cocok untuk menjadi ibu. Aku langsung mendekati.

“Pah, liat.. Mamah bisa gendong bayi..” Ujar Maya dengan bangganya, sikapku dan dia yang tadinya dingin pun tiba-tiba mencair.

“Ini… Dimas?” Tanyaku pada Frieska.

Frieska tersenyum sambil mengangguk.

“Papah kok masih inget sih namanya Dimas… aku aja lupa… baru tadi nanya lagi hehehe….” Ucap Maya yang membuatku langsung serba salah.

“Nggg… inget lah…” Ucapku sambil duduk di samping Maya sambil melihat bayi laki-laki lucu berusia 7 bulan ini.

“Sini Papah gendong…” Pintaku pada Maya agar dia menyerahkan bayi tersebut.

“Emang Papah bisa gendong bayi?” Tanya Maya meragukanku.

“Hehehe… nggak tau…”

Tapi baru mau diberikan kepadaku, Dimas menggoyang-goyangkan tangannya ke arah Maya.

“O-o-oh, mau sama aku ya? Ngga mau sama dia kan?” Ujar Maya pada Dimas sambil memeletkan lidahnya mengejekku karena Dimas seakan tak mau lepas dari pelukannya.

“Buuuuuuu!!” Aku dan Maya terkejut, mendengar Dimas dengan lantangnya memanggil ‘Bu’ pada Maya.

“A-Apa...????” Maya terperangah tak percaya, “Apa, sayang?”

“Buuuuuuuu!!”
Dengan cerianya Dimas mengatakan itu lagi.

Mata Maya memandangku, aku juga tak percaya dengan apa yang kudengar ini.

“Fries, emang Dimas udah bisa ngomong ya....?” Tanya Maya heran.

“Biasanya baru bilang ‘Mama’ aja sih...”
Jawab Frieska yang juga tak percaya anaknya sudah mulai menambah kosakatanya.

“Buuuuuuuuu!!!” Dan sekarang Dimas tersenyum pada Maya.

Maya dengan cepat mencium dan memeluk Dimas dengan penuh kasih sayang seperti seorang ibu.

“Buuuuuuuuuu!!” Panggil Dimas lagi sambil memainkan kedua pipi ‘ibunya’.

“Mama dong...” tawar Maya.

“Buuuuuuuuuuu!!”

“Ohh iya-iya, Ibu juga boleh...”
Maya dengan gemasya mencium-cium pipi Dimas, “Hmmm anak ibu....”

Aku terdiam dan lumayan terharu melihat Maya begitu senang dengan anak kecil dan Dimas sekarang memanggil istriku dengan panggilan ibu. Dimas lalu menoleh ke arahku, dia tersenyum lagi dan menggoyang-goyangkan tangan kanannya di hadapanku.

“Paaaaaaaaaaa…. Pa… Pa… pah!!” Ucap Dimas menggemaskan seperti memanggilku.

Sekarang aku yang kaget, melihat Dimas bisa memanggilku dengan sebutan ‘Papah’.

“Pah!” serunya lagi.

“Pah...” Maya memandangku kaget, “Dimas manggil Papah...”

“Iya....”
Dan entah kenapa, aku kok bisa terenyuh karena itu.

Sekarang aku menggendong Dimas dan Maya di sampingku, entah kenapa aku bisa melupakan sejenak permasalahan Maya saking takjubnya melihat fenomena ini. Kulihat Frieska dan dia tersenyum melihat kebahagiaan kami. Iseng, aku mulai mengarahkan Dimas ke arah Frieska.

“Kalau itu siapa?” Tanyaku.

Dimas melihat Frieska, dia tersenyum lagi, dan sekarang tangannya terentang ke depan seolah mau digendong oleh Frieska.

“Maaaaaaaaaaaaah!!” Aku kaget, kurasa Maya juga begitu. Apalagi Frieska-nya sendiri.

“Maaaaaaaaaaaa!!” Dimas masih memanggil Frieska dan seolah tak betah berada di gendonganku.

“Kalau ini?” Kuarahkan Dimas kepada Maya untuk mengalihkan perhatian karena aku masih mau menggendongnya.

“Buuuuuuuu!!”

“Ini?”
Kuarahkan ke Frieska.

“Maaaaaaaaa!!”

“Aku siapa?”

“Paaah!!!”

“Yeeee, anakku pinterrrr bangettt!!”
Ucapku sambil mencium pipi tembemnya.

“Kok kalian yang Papah-Mamah sih…? aku ibu…!!! gimana sih ini konsepnya?” Kata Maya bingung namun diakhiri dengan tertawa. Maya dengan pura-pura geram mencubit pelan pipi Dimas. Aku tertawa saja dan memberikan Dimas kepada Frieska untuk di gendong karena dia mulai meronta-ronta.

Sepertinya Maya mengalah dan membiarkan Dimas memanggil kami seperti itu. Meski sepele, ini menjadi pikiranku.

“Ya udah… Ibu mandi dulu, ya…” Ucap Maya pada Dimas sambil bangkit dari sofa.

“Mamah mau pergi?” Tanyaku.

“Ng.. nggak kok.. ga kemana-mana… ya mandi aja..” Jawab Maya sedikit gugup dan membuat aku menjadi curiga.

Maya masuk kamar mandi, aku yang tadi mau berangkat kerja langsung mengurungkan niatku itu. Hari ini aku tidak akan kerja. Pertama karena ada Dimas, aku mau main dengan ‘anakku’ itu dan alasan kedua karena aku tak mau ‘kecolongan’ lagi, takut kalau Maya pergi disaat aku berangkat ke kantor.

“Pah…” Kali ini Frieska yang menyapaku.

“Sini, Sayang… gendongnya sambil duduk...” Ucapku

“Sssst…” Balas Frieska panik seperti takut kalau ucapan ‘sayang’ dariku terdengar oleh Maya di kamar mandi.

Namun akhirnya Frieska duduk juga di sampingku. Aku langsung mencium bibirnya, kemudian mencium pipi Dimas. Frieska tampak bahagia, mungkin dia pun sudah mendambakan jika anaknya mendapatkan kasih sayang dari seorang ayah, maklum… sejak Dimas lahir, suaminya sudah pergi dan tak pernah kembali lagi.

“Kemaren Kak Maya pergi kemana sih?” Tanya Frieska kembali mengingat kejadian hari kemarin dimana Maya pergi secara misterius.

Aku menghela nafas dan menggelengkan kepala, karena aku terlalu lelah untuk bercerita tentang istriku itu.

“Bo’ong kalo Papah nggak tau...” Kata Frieska.

“Emang nggak tau..” Balasku.

“Nggak… keliatan dari muka Papah…. Kak Maya ngelakuin lagi?” Bisik Frieska.

“Iya.”
Jawabku pada akhirnya.

“Sama siapa?”
Wajah Frieska mendadak sedih.

“Kalo itu beneran nggak tau. Tapi kayaknya sama orang yang baru dikenal…”

Frieska mengerutkan dahinya, “Papah tau darimana?”

“Nggg…...”
Aku bingung menjawabnya, akan terlalu absurd jika aku menceritakan kalau aku tahu hal tersebut dari ocehan dan desahan Maya saat dia masturbasi di kamar mandi yang kuintip melalui kamera pengintai.

“Pah….?”

“Dari CCTV…. Papah denger dia waktu teleponan sama laki-laki...”
Jawabku sedikit kreatif untuk menutupi kelakuan istriku, bagaimanapun aku merasa malu jika seluruh perbuatannya diketahui oleh Frieska.

Frieska memandangku dengan mata berkaca-kaca lalu bertanya, “Apa sekarang Kak Maya mau pergi lagi?”

“Nggak tau… tapi bisa jadi… makanya hari ini Papah nggak akan masuk kantor… mau jaga dia supaya nggak keluar…. Hari ini Papah mau main sama anak Pap……..”


Ucapanku terhenti karena aku melihat Dimas yang tadi aktif kini sudah tertidur pulas di gendongan Frieska.

“Tidur dia, Mah….? tidurin aja di kamar...”
Ucapku sambil menunjuk kamar tamu.

Frieska kemudian bangkit dan mengikuti perintahku, aku pun mengikutinya dari belakang.

Setelah membaringkan Dimas, Frieska bertanya… “Apa Papah nggak ada niat buat nolongin Kak Maya biar dia nggak berhubungan lagi dengan laki-laki itu? Cegah dia, Pah…. Please…”

Aku terdiam sejenak melihat Frieska yang begitu perhatian terhadap kami.

“Gimana caranya? Laki-lakinya aja nggak tau…. Dan hari ini Papah emang nggak akan kerja… itu termasuk usaha buat ngejaga dia, kan?”

“Iya hari ini, tapi besok? Lusa? Apa Papah mau terus-terusan nggak akan kerja? Soalnya aku nggak berani buat cegah Kak Maya pergi…”


Aku terdiam lagi dan kurasa benar apa yang dikatakan Frieska.

“Aku punya rencana…” Bisik Frieska.

“Gimana...?”

“Papah pura-pura kerja…. Tapi tunggu di jalan raya.. nanti kalo Kak Maya pergi, aku kabarin… Papah bisa ikutin dia….”


Aku memandangnya dan tersenyum, “Pinter juga istri Papah yang satu ini.”

“Makasih....”


Aku kemudian memeluk tubuh Frieska, kucium lembut bibirnya dan kami pun berciuman dengan mesra di kamar tamu ini.

Pah, Sayang… nanti Kak Maya keluar kamar mandi” Ujarnya melepaskan ciuman.

Bentar aja, Sayang… soalnya kamu cantik banget hari ini..

Hmmm… modus!!” Jawabnya sambil melotot.

Namun tiba-tiba dia mengangkat kaosnya ke atas dan terlihatlah dua payudaranya di depan mataku yang indah dipandang mata.

Kok BH-nya udah nyingkap?” Ucapku kaget.

“Iya hehehe… tadi pas dateng kesini aku nenenin dulu Dimas, belom dibetulin lagi, soalnya sekarang mau nenenin dulu Papahnya Dimas…” Jawabnya sambil mencondongkan tubuhnya ke arahku sehingga payudaranya yang besar dan bulat itu berada tepat di depan wajahku.

Aku yang masih kaget kini mulutku sudah tersumpal dengan payudaranya itu.

Sssshhh… senengnya bisa di-nenenin suami aku...” Ujarnya dengan nada suara yang manja.

Emmmmmhhhhhh...” Frieska menahan suara desah gelinya saat kujilat puting payudara kirinya ini.

Sekilas aku melihat situasi di luar takut-takut Maya sudah keluar dari kamar mandi selagi aku mengenyot-ngenyot payudara Frieska di kamar tamu ini. Tapi masih aman, dan aku masih mendengar suara kocoran keran di bak dan guyuran air di kamar mandi yang memang bersebelahan dengan kamar ini.

Kekenyalan payudara Frieska kini benar-benar menekan wajahku yang membuat reaksi penisku tidak dapat dielakkan. Frieska terus mengarahkan putingnya itu untuk kujilat, kugigit dan kuhisap dengan mesra.

Bunyi PLOP! Kecil terdengar karena Frieska menarik sebentar payudaranya, sekarang ia arahkan puting payudara sebelah kanannya untuk kuhisap.

Ohhhh, nnnnghhhh...” Desahnya pelan.

Sekarang tangannya mulai menggesek selangkanganku yang membuat penisku semakin menegang, aku juga membalasnya dengan membelai selangkangkannya.

Ohhhhhh, enak, Sayang?” Tanyanya.

Terntu saja aku tak menjawabnya karena mulutku ini masih disumpal payudaranya.

Aaaaaaahhhh, iya terus, Papah.... nnnngghhhhhh aaaaahhh mmmmhhhhhh...” Racaunya.

Tangan satunya berhenti mengelus-elus selangkanganku karena tangannya itu sekarang digunakan untuk menutup mulutnya seolah dia ingin membekap mulutnya agar suaranya tak terdengar keluar karena tak bisa menahan nikmat serta desahan yang keluar dari mulutnya itu. Aku juga sudah mulai menikmati ini, menjilat-jilat putingnya, menyedotnya kuat-kuat, kuhisap secara teratur dengan nafsu.

Tapi lagi enak-enak menyedot payudaranya, dia tarik tubuhnya ke belakang dan dengan segera menurunkan bajunya. Aku mau protes karena belum puas, tapi suara protesku tertunda karena Frieska menunjuk ke arah kamar mandi. Ya… aku mendengar suara keran air berhenti.

Friesss! Kak Maya boleh minta tolong buat ambilin Shampoo di kamar… ada keresek putih belanjaan… nah disitu.. Kak Maya tanggung udah sabunan...” Ucap Maya sedikit teriak dari dalam kamar mandi.

Oh... i-iya, Kak...” Balas Frieska yang langsung berlari ke kamarku.

Aku pun akhirnya keluar dan kembali duduk di sofa depan TV. Setelah Frieska menyerahkan shampoo pada Maya, dia kembali mendekatiku dan tanpa bicara tiba-tiba dia berlutut di depan selangkanganku dan mau membuka pengait celanaku.

“Eh! Mamah mau apa?” Ucapku sambil menahan pengait celanaku yang mau dibuka Frieska.

“Cepetan!”

“Apa?”

“Iiih!!!”
Gumam Frieska kesal.

Akhirnya aku mengikuti permintaannya dengan membuka restleting dan mengeluarkan penisku dari celana.

“Oouugghhh!!!!” Ucapku.

Tentu saja aku melenguh nikmat karena Frieska langsung mengecup dan menjilat penisku agar menjadi tegang maksimal. Kulihat dia menjilat-jilat penisku layaknya menjilat eskrim dengan lidah merah mudanya itu. Alhasil penisku mengacung keras dan berdiri tegak sehingga aku harus lebih memelorotkan celanaku agar dia lebih leluasa. Frieska memandangku dengan lidah masih menjilat-jilat batang kontolku.

“Cantik banget!!” Kali ini aku jujur memujinya.

Setelah melihatku, Frieska langsung melahap penisku dan menghisapnya. Bisa kurasakan udara hisapan dan air liurnya membasahi penisku ini. Kepalanya naik turun dan sebelah tangannya juga setia mengocok penisku seperti membantu tugas mulutnya. Ini benar-benar nikmat!

Aku memegang kepalanya dan kepalaku menengadah ke atas untuk kenikmatan yang kuterima saat ini.

“Ouuhh!! Ya terus, Mah! Teruss!!” Ucapku.

“Mmmmhhhh!!”

Wanita ini terus menghisap penisku dengan begitu bergairah.....

Sedang enak-enak menikmati hisapannya, tiba-tiba Frieska melepaskan mulutnya dan kini dia mengocok penisku dengan serius.

“Ough… Sayang…...” Ucapku melenguh nikmat.

“Kenapa, Sayang?” Frieska mencium kepala penisku dan kembali mengulumnya.

“OOOUGGHH!!” Dan untuk kesekian kalinya aku melenguh nikmat seperti ini.

Aku kembali menengadahkan kepalaku ke atas, duh! Ini benar-benar nikmat! Mungkin seperti ini yang selama ini Maya rasakan…. Sensasi perselingkuhan…. Apalagi saat ini aku berselingkuh di dekat istriku, bisa dibilang hanya terhalang oleh pintu kamar mandi, maka sensasinya semakin nikmat.

Bisa kurasakan bibir indahnya yang basah itu memompa dan menghisap penisku naik turun. Bisa kurasakan lidahnya juga bermain di dalam untuk menjilat-jilat. Bisa kurasakan juga kalau mulutnya banjir air liur untuk menggenangi penisku.

“Mah! Sayang! Mau keluarr!!” Erangku.

“Mmmh!! Mmmmhh!!” Bukannya melepas hisapannya, dia malah makin semangat menghisap penisku.

CROTTT CROTTT CROTTTT!!!!

“OUUGGGHHH….”
Erangku semakin kuat untuk sensasi ini.

Akhirnya spermaku meledak di dalam mulutnya. Frieska lalu berhenti menghisap dan menutup erat celah bibirnya, seolah menahan agar spermaku tidak keluar dari mulutnya sexy-nya itu.

“Eemmmmhhh.....” Frieska menutup matanya, seolah menikmati spermaku dalam mulutnya.

Aku terengah dalam sisa kenikmatan yang kurasakan, lututku melemas. Aku menoleh melihat Frieska terpejam dalam diam, dengan mulutnya masih menghisap lagi penisku.

NGGGHHHH!!” Dan batinku lagi-lagi berteriak penuh gairah.

Karena Frieska mulai menghisap penisku dengan kepala terus naik ke atas, setiap inci batang penisku sudah dilewati mulutnya itu, penisku terlihat basah dan mengkilap sampai akhirnya hisapan itu berhenti disaat mulutnya itu lepas dari penisku.

“Ggllllllbbb!!” Suara Frieska menelan sesuatu setelah itu.

Aku terdiam dan Frieska membersihkan sisa liur di bibirnya dengan jari-jari tangannya.

“Enakk bangettt...” Ucapnya selagi membersihkan bibir.

“Ditelen?” Ucapku takjub meski dia sudah pernah beberapa kali menelan spermaku.

“Hmm...”
Dia memandangku dan memencet hidungku, “Makasih suami aku…”

“Aku yang makasih harusnya!”
Balasku.

Frieska segera berdiri dan beranjak ke dapur untuk minum mungkin untuk membilas rasa spermaku yang dia telan, sedangkan aku berdiri untuk membetulkan posisi celanaku. Disaat bersamaan terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.

Ketika Maya masuk ke kamar untuk berpakaian, aku masuk untuk izin ‘pergi’ ke kantor, seperti yang sudah kurencanakan skenario bersama Frieska tadi.

“Mamah mau kemana?” Aku bertanya karena kulihat Maya tampak sedang berdandan.

“Ng.. Nggak kok… nggak akan kemana-mana….”

Duh, istriku ini memang cantik sekali!!! Frieska itu memang cantik, tapi kalo Maya sudah berdandan… maka kecantikan Maya sudah tidak ada yang bisa menandingi. Pantas saja lelaki pada berebutan menggaulinya, dia memang istimewa… apalagi kalau dia sedang bernafsu dengan ekspresi binalnya!!!

“Oh.. kalo obat udah diminum, Mah?”

“Udah… tuh…”
Jawab Maya sambil menunjuk bungkusan obat dari Pskiater yang ada di atas meja riasnya. Kulihat ada robekan di kemasan obat itu tanda memang sudah dia meminumnya.

“Gimana, ada kerasanya nggak?”

“Nggg.. Nggak tau…”
Ucapnya dengan nada sedikit cemas.

“Lho kok nggak tau? apa sekarang Mamah masih ngerasa belom ada perubahan?”

“Iya...”

“Berarti Mamah masih…..?”

“Eh.. bu.. bukan gitu….”
Jawabnya gugup, lalu dia melambaikan tangan kepadaku seperti tanda memintaku untuk mendekat.

“Apa?”

“Nafsunya masih ada….”
Bisiknya.

“Masih gede?” Tanyaku sambil tersenyum.

“Iiih Papah… malah ngeledekin…” Ucapnya sambil memegang pipiku lalu mengecupnya.

“Hehehe… nggak, Sayang… nggak ngeledekin…. Jangan-jangan Mamah masih ‘nakal’ lagi?”

“Nggak lah!”
Ucapnya melotot, bukan marah… tapi lebih ke kaget dengan pertanyaanku, dan aku tahu dia berbohong lagi… karena aku yakin kemarin dia sempat ‘nakal’ lagi.

“Bagus kalo gitu… Mamah harus tahan ya, Sayang…”

“I-iya…”

“Atau kalo Mamah ngerasa belom ada efeknya, kita ke Pskiater lagi sekarang… siapa tau dosisnya perlu ditambah…”
Tawarku, mencoba untuk merubah rencanaku di hari ini.

“Nggak lah… kan dokternya bilang 2 minggu baru kontrol lagi…”

“Kalo gitu sabar ya… Mamah pasti sembuh kok…. Wajar kalo belom kerasa… baru 2 hari…”

“Iya sih…”

“Kalo gitu Papah pergi kerja dulu ya…”

“Iya, Sayang… ati-ati…”
Ucapnya lalu mencium bibirku lama sekali lalu berkata, “Papah juga jangan ‘nakal’ lagi…”

“Oh iya Mah… perlu Mamah tau… yang lakuin ke Pak Joko itu bukan Papah… sumpah!”
Ucapku setengah berbisik karena takut terdengar oleh Frieska.

“Terus siapa? Kebakaran beneran?” Tanyanya terlihat ragu.

Aku hanya bisa menggeleng, karena aku merasa tak perlu menceritakan perilaku Kang Bazam selama ini yang tak kalah sadisnya denganku. Bahkan Maya pun tahu karena Kang Bazam pernah menghabisi Marco di depan Maya.

“Ya udah, Mah… Papah pergi dulu..”

Aku pun pergi. Dengan mengendarai motorku aku nongkrong di warung kopi yang ada di jalan raya, beberapa ratus meter setelah pintu keluar desaku… sengaja aku disini untuk menunggu informasi dari Frieska.

Cukup lama, mungkin lebih dari setengah jam kemudian baru Frieska menelepon.

“Halo, Pah… Kak Maya pergi!”

“Coba liat, perginya sama siapa?”

“Sendirian sih… ini juga lagi diikutin..”

“Hah? Ngikutin sampe kemana? Dimas dibawa?”

“Ngga… Dimas masih tidur di rumah…. Kak Maya pergi ke jalan raya ini…”

“Ya udah Mamah pulang lagi aja, kasian Dimas nanti bangun…”

“Bentar tanggung…”

“Mama Frieska..”

“Udah Pah… udah naek angkot ke arah kota yang warna ijo…”

“Plat nomornya liat…”

“Nggak keburu… angkotnya keburu pergi…”

“Euh…”
Aku sedikit kesal, karena angkot yang lewat sini ya cuma satu-satunya, warna hijau… tapi kan angkotnya banyak!

“Oh…. Yang di kaca belakangnya ada stiker tulisan ‘Jarang Digoyang’”

“OK… Makasih, Sayang… udah cepet pulang lagi, kasian Dimas!”


Setelah menutup telepon. Aku terus mengawasi setiap angkot yang lewat. Dan tiba-tiba angkot ‘Jarang Digoyang’ melintas di depan warung kopi ini. Aku santai, membayar kopi dulu untuk akhirnya menguntit dari jauh, kemana istriku pergi?

“Mau kemana kau, jalang?!” Geramku kesal.​



÷÷÷÷÷÷​
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd