Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MAYA ISTRIKU (COVER)

Siapa pasangan ideal menurut (harapan) kalian?

  • Gio - Maya

  • Gio - Frieska

  • Bazam - Maya

  • Anto - Maya

  • Gio - Farin


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
BAGIAN 37

F R U S T A S I



POV MAYA

Cigetih, Rabu, 6 Februari 2024….


Hari ini aku kembali tak bisa mengendalikan nafsu. Nafsu yang sudah teramat besar ini sama sekali membuatku lumpuh akal, hati, dan perasaan…. Meski sudah kuupayakan sekuat tenaga, kutahan dengan segenap perasaan cintaku pada Gio… namun langkahku tetap tak bisa kucegah, ingin terus berjalan untuk memenuhi nafsu.

Dan apa yang kulakukan di hari ini, bukanlah yang pertama kali sejak aku berobat ke Psikater. Kemarin, perasaan gairah tiba-tiba muncul saat mau berbelanja ke toko Pak Joko, padahal itu masih bisa dikatakan relatif masih pagi.

Akhirnya aku frustasi… merasa pengobatanku hanyalah pekerjaan yang sia-sia… hingga akhirnya membawa aku kembali, bahkan bisa jadi kini bukan hanya nafsu saja yang terlibat, melainkan perasaan….. karena lelaki yang kutemui di hari kemarin telah memberikanku kenyamanan selain kenikmatan dari permainan seksnya yang sangat luar biasa dan melebihi siapapun yang pernah menggauliku…. Kini aku benar-benar buta hati, setelah pertemuan dengannya itu, aku selalu membayangkan sosoknya, sosok yang saat ini akan kutemui lagi…. semacam perasaan rindu dari seorang yang sedang jatuh cinta!!!


÷÷÷÷÷÷​



FLASHBACK MAYA

Cigetih, Selasa, 5 Februari 2024….


Aku melangkahkan kaki menuju toko Pak Joko untuk membeli beberapa bumbu masakan, beberapa kali aku berpapasan dengan penduduk sekitar yang mau berangkat ke sawah.

Tentu saja mereka bersikap sopan, karena orangtuaku sudah dikenal dan dihormati oleh semua penduduk di desa ini. Mereka hanya tersenyum dan mengangguk ketika berpapasan denganku, namun… sepertinya hampir mustahil ada laki-laki yang bisa benar-benar bersikap sopan kepadaku, setidaknya pancaran mata mereka tak bisa disembunyikan, ada semacam kekaguman yang seolah ingin menerkamku. Dan itu membuat aku kelimpungan sendiri, gairahku tiba-tiba muncul dan semakin besar… apalagi beberapa orang yang melintas di depanku adalah petani yang bertelanjang dada…. Dengan bau keringat laki-laki yang sangat jantan membuat vaginaku berkedut.

Namun aku harus menahannya! Bukankah saat ini aku sedang dalam tahap pengobatan kejiwaanku? Maka rencanaku mengunjungi toko Pak Joko sepertinya harus kuurungkan, karena jika aku berangkat kesana sudah pasti aku akan melampiaskan nafsuku pada laki-laki tua pemilik toko itu yang memang pernah memberikanku kepuasan.

Maka aku berubah rencana, aku akan membeli saja masakan yang sudah jadi. Langkahku terus mengarah ke jalan raya, pikiranku semakin tak karuan setelah berpapasan lagi dengan laki-laki lainnya… sampai akhirnya tanpa sadar aku menaiki sebuah angkutan kota.

Mataku sigap mencari warung makan, tapi semua masih pada tutup, maklum masih pagi. Sementara hasratku belum juga berhenti malah semakin bertambah ketika angkot yang kunaiki ini lumayan penuh sehingga penumpang harus duduk saling berhimpitan, dan di sebelahku adalah seorang laki-laki walaupun jika dilihat dari tampangnya masih berusia sekitar belasan tahun, tapi dari cara duduknya yang seolah menggesek-gesekkan tubuhnya kepadaku membuat aku terangsang sejadi-jadinya.

Tanpa sadar aku sudah tiba di terminal, tanpa sempat terpikir lagi untuk membeli makanan. Ketika aku turun, aku seperti orang gila yang linglung dan penuh nafsu. Tentu saja di terminal ini semuanya tak mengenalku atau orang tuaku, sehingga mereka menatapku tanpa rasa hormat sama sekali. Diantara ketakutan dan panik…. karena takut tak bisa mengendalikan diri, akhirnya aku memutuskan untuk menemui Pskiater-ku… dengan menggunakan ojek akhirnya aku sampai di tempat prakteknya.

“Bu Maya?” Ujar dokter Anto yang terkejut dengan kehadiranku saat membuka pintu, memang ini belum jadwalnya untuk konsultasi lagi, baru juga hari kemarin aku datang kesini dengan suamiku.

“Tolong, Dok… saya sudah.. nggak tahan…” Jawabku panik.

“Tenang-tenang bu… tarik nafas dalam-dalam…. Ayo tenangin dulu di ruang praktek…” Ujar dokter Anto.

Aku kemudian duduk di kursi biru yang empuk, kursi yang kemarin aku duduki. Ruangan ini memang membuatku nyaman, sangat homey dengan aroma therapy semakin membuatku rileks… namun sayangnya belum mampu membendung hasratku.

Tak lama kemudian dokter Anto masuk membawa botol air mineral untukku. Lalu dia duduk di hadapanku, persis seperti kemarin saat aku berkonsultasi.

“Ayo minum dulu…” Ucapnya perhatian setelah dia membukakan untukku tutup botol air kemasan itu.

Aku meminum air itu sambil menatap wajahnya, dari kemarin aku memang sudah mengakui kalau dokterku ini berwajah sangat tampan, mirip aktor-aktor Korea yang sering kutonton, tapi kemarin aku hanya mengakui saja, berbeda dengan hari ini…. ada rasa ingin disetubuhi, apalagi harum parfumnya yang beraroma maskulin membuat perasaanku semakin tak menentu.

Dudukku semakin gelisah, beberapa kali pahaku kurapatkan dan dudukku tak bisa diam, terus bergerak ke kanan dan ke kiri.

“Maya… rileks…” Ucapnya lembut, dia kini duduk dengan condong ke depan sehingga membuat semakin dekat denganku walaupun tubuhku masih menyender di kursi empuk ini.

Tiba-tiba tangan dokter Anto menyentuh lututku, mungkin maksudnya untuk menenangkanku, tapi itu justru membuat aku semakin kewalahan melawan nafsu… apalagi saat dia mengelus halus lututku, sentuhan dari pria tampan yang bisa membuatku pingsan!

“Jangan Dok… ssshhhh…” Aku mendesis menerima sentuhan walau masih mencoba untuk bertahan.

“Nggak kok, May…. Saya nggak akan ngapa-ngapain…. Tenang… tarik nafas..” Balasnya sambil tersenyum.

“Kamu mau ke toilet dulu?” Tawarnya dan matanya sedikit melirik ke area selangkanganku meskipun hanya sekilas.

Astaga, aku yang menggunakan celana kain tipis berwarna putih ini ternyata tanpa kusadari area vaginaku sudah basah dan sangat jelas terlihat dari luar.

“Eh.. Dok… maaf” Aku benar-benar merasa malu sambil refleks menutupi area kemaluanku.

“Nggak apa-apa… kalo mau pipis dulu, silahkan…. Tapi inget ya… jangan lebih dari itu!” Ucap dokter yang sepertinya masih ingat dengan ceritaku kemarin, jika aku ke toilet dengan keadaan bergairah seperti ini aku biasanya bermasturbasi.

“Ng.. nggak dok… aku ga akan ke toilet…” Jawabku yang memang tidak ingin pipis.

“Kalo gitu rileks aja ya…” Tiba-tiba tangan dokter Anto menyingkirkan tanganku yang menutupi area basah di selangkanganku, lalu ia berujar, “Nggak usah malu, saya ngerti…. mengerti perasaanmu yang sekarang kamu alami, mungkin kemarin kamu masih ragu-ragu mengungkapkan semuanya… karena mungkin masih merasa risih, segan atau malu… sekarang coba lebih rileks… anggap saya adalah dirimu sendiri…”

Tangan dokter Anto masih memegangi kedua tanganku yang sudah dia bawa ke samping tubuhku. Tubuhnya masih condong ke depan, hal ini tidak dia lakukan kemarin, aku semakin serba salah… kakiku kembali bergoyang kesana kemari.

“Ngeliat dokter… aku malahan…. Euh…. Maaf… Dok…” Aku benar-benar merasa malu dan tolol dengan nafsuku ini setelah barusan aku bertatapan dengan matanya.

“Nggak apa-apa… tutup matanya… tarik nafas dalam-dalam….” Ujarnya, kemudian dia menarik tangannya dari tanganku.

Setelah beberapa saat aku sudah lumayan bisa mengendalikan diri, meskipun mataku tetap terpejam karena tak sanggup jika aku harus menatapnya lagi.

“Iya Dok… aku udah tenang…” Ucapku.

“Maya…” Sapanya.

Astaga! Suara itu… sangat jantan, begitu lembut, perhatian.. dan seolah menusuk hatiku yang membuat kakiku kembali gelisah dan sepertinya cairan di vaginaku kembali keluar.

“Coba ceritakan, apa yang terjadi sama kamu di hari ini…?” Lanjutnya.

Aku tak langsung menjawab, mencoba mengusir dulu suara yang menggairahkan itu, sampai akhirnya tenang, aku mulai bercerita dari awal aku berjalan menuju toko Pak Joko sampai ke tempat ini, tak ada yang kurahasiakan sama sekali, termasuk perasaanku saat melihat dokterku ini, meskipun memalukan dan merendahkan harga diriku, tapi aku ingin pengobatanku ini tuntas.

Selesai aku bercerita, dan ketika dokter Anto akan memberikan pandangannya, tiba-tiba ponsel di tasku yang kuletakan di meja kecil samping tempat dudukku ini berbunyi.

“Silahkan kalo mau diangkat dulu…”

Aku mengambil ponsel dan itu dari suamiku…. aku merasa serba salah, akhirnya aku mematikan volume deringnya saja… karena aku belum tahu bagaimana memberikan alasan kepadanya sampai aku ada di tempat ini.

“Nanti saja, Dok…. Jadi gimana menurut dokter?” Ucapku kembali konsentrasi.

“Nanti, kalo kamu menghadapi situasi seperti tadi… sebaiknya kamu langsung kembali ke rumah… jangan lanjutkan rencanamu meski sepenting apapun rencanamu itu… pokoknya pulang… pulang… pulang… jangan biarkan kamu berada di tempat umum….”

“Iya.. Dok… maaf….”

“No… no… no… Kamu nggak perlu minta maaf… malah kamu sudah berhasil di hari ini, saya apresiasi perjuangan kamu untuk menahan nafsumu… kamu datang kesini adalah opsi yang tepat, meskipun sebenarnya opsi utama yang lebih baik adalah pulang ke rumah…”

“Iya Dok… lalu?”

“Setelah di rumah, kamu tenangkan diri kamu dulu, atur nafas… minum… berbaring, kalau belum bisa hilang nafsumu, kamu kerjakan pekerjaan apapun yang bisa mengalihkan perhatianmu…”

“Kalau masih belum hilang juga?”

“Kalo suamimu ada ya silahkan lampiaskan pada dia… tapi kalau di rumah tak ada orang… silahkan masturbasi. Saya tidak menyarankan, tapi jika memang sudah tak tertahan lagi… tak mengapa…. daripada kamu mencoba untuk keluar rumah lagi melampiaskan nafsu pada orang-orang yang tidak kamu kenal, maka masturbasi bukanlah sebuah kesalahan… kamu memang gagal menahan nafsumu… tapi setidaknya kamu masih mempertahankan statusmu sebagai seorang istri…”

“Kalau masih belum hilang juga?”

“Masa sih belum puas? Maaf… kamu di rumah ada peralatan untuk masturbasi?”
Tanyanya seperti heran.

Aku menggeleng pelan.

“Saya ada sesuatu untukmu…” Kata dokter Anto lalu keluar ruangan.

Tak sampai 2 menit, dokter Anto masuk lagi ke dalam ruangan, membawa sebuah dus. Dan aku lihat gambar di dus tersebut, dildo!!!

“Ini tadinya mau saya berikan sebagai hadiah buat istriku… tapi dia keburu meninggal…” Ucapnya getir.

“Oh maaf..” Aku merasa tak enak hati.

“Nggak apa-apa… lebih baik kamu bawa saja… buat kamu, daripada nggak kepake… mungkin dengan benda yang seperti ini, akan membuat masturbasimu semakin puas…”

“Eh.. beneran dok, buat aku? Boleh aku buka?”

“Ya… silahkan…”

“Makasih…”
Ucapku sambil membuka isi dus tersebut, di dalamnya ada dildo berwarna hitam terbuat dari karet, ukurannya tak terlalu besar, mungkin seukuran dengan milik suamiku.

“Sama-sama…” Ucapnya sambil tersenyum. Duuuh…. tampan sekali dia!!!!

Aku yang sudah membuka dildo dari plastiknya, kini benda yang bentuknya benar-benar mirip dengan aslinya itu ada di genggamanku, tanpa sadar aku memainkannya dengan penuh nafsu.

“Kamu boleh pake itu sekarang…” Ucapnya sambil menunjuk ke arah dildonya yang aku genggam.

“Euh.. beneran dok?” Tanyaku ragu.

Dan dokter Anto mengangguk sambil tersenyum lalu berkata, “Lakuin sampe puas… biar nanti di jalan pulang udah nggak kepikiran macem-macem lagi”.

Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung bangkit, menuju toilet yang memang tersedia di ruangan ini, melampiaskan hasrat yang sedari tadi aku tahan, tapi…..

TEPP!!!

Tangan dokter Anto tiba-tiba menahan langkah kakiku dengan cara memegangi lenganku.

“Mau saya bantu?”

DEGGG!!!


Aku diam terpana tak percaya dengan apa yang kudengar, kali ini dokter pskiater-ku ini seperti sudah bukan seorang profesional lagi, tawarannya itu sudah jelas-jelas melanggar kode etik kedokteran dan jelas-jelas sebagai bentuk pelecehan terhadap perempuan…. Tapi aku tak peduli!!!! Aku langsung mengangguk sambil tersenyum sedikit malu-malu.

Tanpa aku duga, dokter Anto langsung mendorongku untuk kembali duduk, dan dia melepaskan celanaku…. Setelah celana luar terlepas, dia juga yang menyingkirkan celana dalamku yang sudah sangat basah ini, tentunya aku bantu dengan cara mengangkat sedikit pantatku dari kursi biru ini.

Kini vaginaku sudah terbuka lebar di hadapannya, dengan lembut dia membawa dildo yang ada di genggamanku.

“Kamunya berbaring…. Rileks…” Ucapnya sambil menarik tuas di samping kursi… ternyata kursi ini seperti jok mobil yang sandarannya bisa dibaringkan.

Setelah aku dalam posisi berbaring, dia meminta sedikit space di kursi yang sebenarnya cukup untuk dua orang jika seorang lagi berbaring dengan posisi miring, dan dalam kesempatan ini dirinya yang memilih posisi miring itu.

Dengan tubuh yang saling berhimpitan, dildo yang ia pegang mulai disentuh-sentuhkan di area vaginaku, begitu pelan dan berputar-putar…. sementara satu tangannya menopang kepalanya, wajahnya kini begitu dekat dengan wajahku, tatapannya begitu tenang dan lembut namun makin membuatku mati gaya.

“Kamu harus ngerti, apa yang bisa membuatmu puas…”

“Maksudnya, Dok?”

“Dengan masturbasi pun, kamu bisa merasa puas selama kamu mengetahui titik-titik sensitifmu sendiri…”

“Selama ini juga aku selalu ngerasa puas kalo masturbasi… nggghhhh….”
Ucapku tak mampu melanjutkan ucapanku ketika kepala dildo itu mulai menekan-nekan lubang vaginaku.

“Selalu puas… tapi?” Tanya dokter seperti yang penasaran dengan jawabanku.

“Tapi… tetep nggak bisa nahan buat ngelakuin dengan ‘yang asli’” Jawabku jujur.

“Emangnya selama ini standar kepuasanmu itu seperti apa? Sampai orgasme? Orgasme seperti apa? Dan harus sampe berapa kali?” Dokter Anto memberondong pertanyaan dan kepala dildo mulai masuk dalam vaginaku.

“Entahlah… yang pasti harus sampe orgasme… untuk berapa kalinya aku nggak tau… ssshhh… nggghh Dookkkkk…… makin banyak keluar, malahan tambah pengen lagi….”

“Dalam sehari bisa sampe berapa kali?”

“Nggak tau… sshhh…. Ngggg…. Euuhhh…. aku nggak pernah… ngitung…. Mung..kin pu.. lu..han….”

“WOW!”
Ujar dokter Anto seperti kaget dan refleks mengatakan itu.

“Kepuasan apa yang pengen kamu capai dengan melakukan hubungan seks dengan orang lain…?” Lanjutnya.

“Enak… dokk…. Shhh ahhh… enakkkkk….”

“Enak karena?”

“Sen… sa… si… nyaaaaa…. aaaaghhh”

“Bukan ukurannya? Bukan karena ingin bercinta dengan lelaki tampan?”

“Ngg… nggak Dokkk…. Kalloo itu sih… bo… nusss…”

“Meskipun nggak ganteng?”

“Iyaaaah… biarinnnnn….”

“Meskipun ukurannya kecil?

“Iyah… nggak apa… apaaaa… ahh…”
Aku melenguh lalu melanjutkan, “Tapi emang kalo yang gedddee… aku sukkaa bangettt….”

“Yang sebesar dildo ini?”

“Nggak…. pengen yang lebih gede lagiii… ini sih kecilll… kayak punya suami akuuu….”

“Ini nggak kecil lho… ini ukuran standar…”

“Ooouh Dookkk…. Akkkuuu.. udah kebiasa..an…. samma… yang gedde kalli ya… Dokkk…..”


Dokter Anto hanya tersenyum dan tangannya semakin cepat mengocok vaginaku dengan dildonya, yang membuat aku semakin bergerak tak karuan dan satu tanganku yang sedari tadi hanya diam mencoba merangkulnya, lalu dokter Anto pun membiarkan reaksiku ini dengan mengganti posisi berbaringnya, tanganku kini ada di punggungnya… mungkin aku elus, mungkin aku cakar… entahlah.

Sementara tangan dia yang menopang kepalanya, kini mulai membelai-belai lembut rambutku, diperlakukan begitu istimewa oleh lelaki super tampan seperti ini jelas saja aku makin ingin menerkamnya…. Tapi aku masih malu!!!

“Dokk….ssshhh…. ahhhh…. Dokkkk… akkkuuuu…..”

“Nikmatin, Sayang….”


Hah?!!?! Sayang?!?! Maka eranganku makin menggila.

“OOOOOOHHHHHHH SAYAAANG…. ENAKKK BANGETTT DOKKKKK!!”

“Maya…”
Ucapnya lembut yang membuatku merinding.

“Euh.. nggh.. i-iya… Dokk…”

“Kamu harus sabar dengan pengobatan ini… hal yang udah bertahun-tahun, nggak bisa instan sembuh dalam satu hari…. Ada beberapa perempuan di luar sana yang sama seperti kamu, tapi buat mereka mudah saja lepas dari masalahnya ini… tapi kalo kamu… rasanya harus lebih bersabar…”

“Ken.. nappaa.. Dokkk?”

“Karena mereka sulit untuk menemukan ‘lawan main’… tapi kamu tidak… buat kamu itu sangat mudah…. Soalnya kamu itu cantik sekali…. Semua lelaki pasti akan tergoda sama kamu… jadi kamu harus bisa lebih menahan diri…”

“Hah… appaa… itu terma… suk…. dokter?”
Tanyaku ragu-ragu.

“Bohong besar kalo aku bilang kamu nggak cantik, May…. Sexy juga….”

Siapa yang tak meleleh dipuji seperti itu oleh seorang lelaki seperti dia? Aku menatapnya, kurasakan nafasnya sudah menderu.. wajahnya pun seolah sudah tak tahan ingin mencium dan menerkamku namun sepertinya ia tahan demi mempertahankan kode etik profesinya, meskipun ini sudah jelas-jelas tak beretika…. Masa ada dokter yang memaju mundurkan dildo dengan tangannya di vagina pasiennya?

“Aaagh… Dok…”

“Iya, Sayang?”

“Akkuuu… mauuu….. kelluuarrrr…”

“Keluarin yang banyak, Sayang….”
Ucapnya dan tanpa kuduga dia mengecup keningku dengan lembut, bersamaan dengan bibirnya menyentuh kulitku itu… aku langsung berteriak.

“OOOOOOHHHHHHH…. DOKKKKK!!” Erangku.

SERRRRRR!!! Cairanku menyembur sampai jauh, terus keluar diantara dildo hitam yang masih tertancap di vaginaku, seperti air kencing yang deras dan tentunya membasahi tempat praktek dokter Anto ini.

“Ahh…eugh.. nggghh… Dokkk.. maaf….” Ucapku sambil terengah.

“Nggak apa-apa… udah puas?” Ujarnya dengan sabar sambil menatapku.

“Belom!” Jawabku pasti.

“Karena belom dapet yang asli?” Tanya dokter Anto dengan senyum menggoda dan mencubit putingku dari luar kemeja.

“Dokter nakal!”

“Hehehe… ya udah, hari ini kamu boleh puas-puasin nakal sama aku…”
Responnya yang cukup mengejutkanku, kini dia tak lebih dari lelaki yang selama ini selalu tergoda menggauliku.

Aku melepaskan sendiri dildo hitam itu sambil menggigit bibir bagian bawah dan kuremas-remas payudaraku sendiri. Aku lalu berdiri, berbalik badan dan bergoyang sambil membungkuk, menunjukkan bokongku yang sintal ini dan sengaja kugoyang-goyangkan di hadapan wajah dokter Anto yang kini sudah duduk tegak di kursi itu. Sepertinya dia gemas hingga menampar cukup keras beberapa kali pantatku.

PLAKKK!! PLAKKK!!!!

Aku hanya terdiam, tamparan itu justru membuatku semakin bergairah. Aku benar-benar menikmati setiap inci tubuhku dilihat oleh mata dokter muda yang sangat tampan ini. Aku kembali berputar ke arahnya dan meneken-nekan payudaraku yang masih tertutup kemejaku ke tengah dan menatapnya dengan pandangan menggoda.

“Sexy banget kamu May!!” Ucap dokter Anto takjub.

Aku hanya tersenyum, pelan-pelan mulai membuka 2 kancing kemeja teratasku, untuk membuat pria dihadapanku ini semakin terbakar gairah.

Dokter Anto yang tampaknya sudah tak tahan, akhirnya berdiri dan langsung memutar lagi tubuhku, kemudian dari belakang sambil menggesek-gesekkan selangkangannya di pantatku.

“Iiiii nakal ya burungnya...” Ucapku menahan tawa.

“Lembut banget, May pantatnya… ssshh…...” Dokter Anto mendesah dan semakin menjadi menggesek miliknya itu.

“Awwwwww!!” Aku tiba-tiba mengaduh disaat tangan dokter Anto meremas-remas payudaraku dari belakang.

“Abis susunya nakal, ya!”

“Nakal gimana?”
Tanyaku menggoda.

“Gede banget, geter-geter terus… jadi pengen….”

“Hihihihi...”


Aku lalu kembali diajak duduk bersama di atas kursi, aku dipangku sementara tangannya menekan payudara kananku dengan jari telunjuk dari arah belakang.

“Emmmm...” Aku menoleh ke belakang semakin menggodanya, “Celananya dibuka aja, Sayang….”

Dokter Anto sedikit mengangkat tubuhku untuk membuka pengait celana dan resletingnya, setelah itu giliranku yang membuka celana dalamnya hingga terlepas… dan….. ASTAGA!!!! AKU TAK MENYANGKA SAMA SEKALI…. INI PENIS TERBESAR YANG PERNAH AKU LIHAT SELAMA HIDUPKU!!!!!

“Selama ini kamu nggak puas dengan suamimu kan?” Ucap dokter Anto sambil meremas payudaraku, kali ini yang sebelah kiri.

“Iya...” Ucapku sambil mengangguk-angguk dan masih melongo tak percaya melihat penis di depanku ini.

“Kalo kamu jadi istriku, pasti kamu aku puasin, May…....” Ucap dokter itu cukup mengejutkanku.

Oh, mengapa dokter Anto berkata seperti itu? Apa dia benar-benar ingin memilikiku, atau jangan-jangan ucapannya itu hanya karena dia sedang bernafsu?

“Emang dokter mau nikahin aku? Aku kan ‘sakit’….” Tanyaku sambil menggigit bibir sendiri.

“Mau, May…. Aku mau nikahin kamu… aku kan dokter, aku janji sembuhin kamu… sekaligus puasin kamu juga..” Ucapnya begitu percaya diri.

“Yakin?”

“Yakin!! Kamu mau nggak?”
Dia semakin kuat meremas-remas payudaraku.

Mendengar tawarannya itu, aku hanya diam saja. Seperti yang sering kutegaskan sebelumnya, kalau aku sebenarnya sangat mencintai suamiku, selama ini aku mengejar seks dengan lelaki lain tak lebih hanya sekedar untuk memuaskan hasratku saja, tak pernah menggunakan perasaan, kecuali pada Kang Bazam… namun dengannya pun sebenarnya cintaku tak sebesar dulu saat berpacaran. Tapi apakah ini berlaku juga untuk lelaki di belakangku ini? Hmm…. sepertinya dia terlalu tampan, lembut, dan pengertian untuk tak bermain perasaan.

Nafasku mulai tak beraturan saat dokter Anto terus meremas-remas payudaraku dari balik kemejaku. Tak jarang dia memencet keras di bagian putingku dan aku biarkan saja dia memperlakukanku semaunya. Aku akhirnya mendesah, “Nggghhh….!!”

“Boleh aku isep susunya, Sayang?”

“Iyaaa ssssshhhh ooooh”


Dia lalu menghentikan sejenak aksi meremas payudaraku. Aku lalu memegang kancing baju kemejaku, kulepas satu persatu, lalu aku turunkan BH-ku sehingga payudara yang bulat dan berputing pink ini mencuat keluar.

Dokter Anto yang menunggu dengan sabar aku membuka pakaian langsung menatap payudaraku tanpa berkedip, tanpa harus berbicarapun aku tahu bawah matanya sedang memuji keindahan payudaraku. Tangannya langsung memelintir pelan putingku, aku pun makin mendesah, aku lepaskan dulu semua pakaian termasuk BH-ku yang cukup mengganggu, setelah semuanya terpampang bebas, aku angkat payudara dari bawah seolah menyilahkan dia untuk menikmati payudaraku.

“Ooooohhh mmmhhhhhh!!” Aku merem melek dibuatnya saat ia begitu semangat menghisap payudaraku.

Sambil menghisap, dia meraba area selangkanganku, aku memberinya celah, kubuka lebar pahaku agar tangan pria ini bisa leluasa memainkan vaginaku.

“OOOOHH!! MASSSS!!!” Aku menengadah keatas menahan nikmat kobokan tangannya pada vaginaku.

“Iya bener… panggil aku Mas… atau Papa juga nggak apa-apa… kamu kan calon istriku...” Ucap dokter Anto kemudian menghisap lagi payudaraku.

“Aku mau jadi istri Mas… kalo Mas beneran bisa puasin aku!” Ucapku saat dia memainkan bulu-bulu di sekitar kelaminku. Aku mulai meringis, karena putingku mulai digigit berikut bagian bawahku mulai bergetar menerima kocokan jari tangannya ke dalam vaginaku.

“OOOOOOHHHHHHH!!” Erangku.

Dan SERRRRRR!!! Keluar cairan bening dari selangkanganku yang menandakan aku sudah mengalami orgasme keduaku. Kali ini begitu cepat, bahkan hanya dengan beberapa kali tusukan jarinya saja sudah bisa membuatku menyerah. Sepertinya aku semakin mengaguminya.

“Baru diginiin aja udah keluar??” Ucap dokter Anto seperti menggodaku.

“Ngg.. nggak tau… sama dokter… aku bisa cepet… padahal cuma gini doang…...”
Ucapku.

Berarti mau kan nikah sama aku? Panggilnya jangan dokter lagi dong…….”

“Haaaah haaaaaahh hhhhaaaaaah…. Iyyaaa Sayaaaang…. MAAAUUUUU!!!!”
Aku kembali menjerit ketika jarinya kembali bergerak dan sedikit memainkan klentit-ku.

“Enak, Sayang...? puas, Sayaang….? Padahal aku belom masukin yang asli loh….” Ucap dokter Anto sambil memencet payudaraku, lalu dia jilat-jilat putingku ini.

“Eeeehhnmmmmm...” Aku tersenyum dan mata terpejam….. tentu saja aku puas.

“Aaaahhh!! Maaassss!!! Ooouuuuhhhhh!!” Aku kembali menjerit sambil merem melek karena hisapan di payudara begitu nikmat.

“Cium aku, Sayang...” Pinta dokter Anto.

Tentu saja aku langsung mengabulkannya, dari tadi aku sudah ingin berciuman dengannya. Aku memiringkan kepala dan berciuman dengan sangat mesra, rasanya tak pernah semesra ini aku berciuman…. Teknik ciumannya pun tak pernah aku dapatkan dari lelaki manapun, sementara tangannya masih asyik memainkan payudara kiriku.

“Kamu mau isepin punya aku? Tapi kalo nggak mau juga nggak apa-apa…” Ucapnya sangat terdengar sopan di telinga.

Duh!!! Aku semakin baper!!!! Mana bisa aku menolak keinginannya itu, sedangkan aku sendiri dari tadi sudah sangat ingin menikmatinya. Dan yang membuatku bermain perasaan adalah dengan cara dia yang begitu lembut dan sopan, dia benar-benar memperlakukan aku sebagai perempuan terhormat, meskipun dia tahu dengan segala keliaran dan kekotoranku selama ini.

Dia tetap memperlakukan aku sebagai pasangan yang dicintainya. Hal yang tak pernah aku dapatkan keromantisan seperti ini dari suamiku, apalagi laki-laki lain yang selalu berkata dan memperlakukan aku dengan kasar dan merendahkanku. Meskipun aku sangat terbakar gairah saat dikasari, ternyata pendekatan lembut seperti ini pun membuat aku tambah bergairah.

Kini aku berlutut di bawah kursi dan mulai menghisap penis kekar beruratnya. Lagi-lagi aku menggeleng-gelengkan kepala, aku tak menyangka sama sekali, selama ini aku menganggap pria yang memiliki penis besar adalah pria yang berkulit gelap, tapi yang di depanku ini, kulit putih seperti orang Korea punya penis yang di mulutku ini terasa sesak seperti tak muat.

Saat aku sibuk menghisap, tangannya melepaskan kemejanya… dan kini kami berdua sudah sama-sama telanjang… dan lagi-lagi aku terpesona menatap tubuhnya yang ternyata six-pack dan berotot saat telanjang dada seperti ini.

Meskipun ini terlalu cepat, tapi dengan segala keindahan fisik dan sikap yang dimilikinya, maka aku sudah fix.. fix… fix… memilihnya untuk menjadi suamiku. Aku benar-benar mau dinikahinya!!!!

“Uuuuuuhhhhh!! Makasih, Sayang!!” Erangnya menikmati hisapanku, tangannya mengusap-usap lembut penuh kasih sayang rambutku ini.

“Mmmmhhhh mmmmhhhhhmmmmhhh!!” Suaraku dengan kepala maju mundur menghisap penis tersebut.

Aku ingin benar-benar memberikan pelayanan yang lebih dari biasanya, lelaki ini begitu istimewa bagiku. Lidahku menyapu bersih bagian bawah penisnya, lalu aku mengelurakan air liur untuk mempermudah aku melakukan blow job ini. Dan penis calon suamiku ini basah bukan main.

“Enak nggak, Mas?” Tanyaku khawatir service-ku ini mengecewakannya.

“Nggak ada yang seenak kamu, Sayang...” Ucapnya walau terdengar gombal, tapi berhasil membuatku melambung ke angkasa.

Aku kembali melanjutkan menghisap penisnya, sementara vaginaku semakin berkedut-kedut, aku sudah tak tahan lagi untuk menerima penis ini masuk ke dalam vaginaku. Aku pun menarik penisnya keluar dari mulutku ini.

“Kenapa, Sayang?” Tanyanya heran dan sedikit kecewa karena aku menghentikan kenikmatannya.

“Hehehehe….” Aku hanya bisa tertawa, malu untuk mengatakannya… tak biasanya aku salah tingkah seperti ini.

“Mau dimasukin sekarang?” Tanya dokter Anto menggodaku dengan memainkan jari-jari kakinya di vaginaku yang sedang berlutut.

“Nnnnnnggghhhhh!!!” Aku mengangguk dan menatap dokter Anto dengan tatapan memelas.

“Beneran?”

“Iya, Maas, mauuuuu...”
Ucapku.

“Mau apa??”

“Dientoott!! Aku mau dientoot!!”
Ucapku merengek manja.​



÷÷÷÷÷÷​
 
Iyo oom , gak bakalan ono rampunge wkwkwk
Bener banget om,,, kita sebagai pembaca malah udah bosan sama tingkah Maya. Terlebih lagi Gio nya gak tegas jadinya yaaa,,, begitu aja terus sampe si Bogo bangkit dari kubur.
Alasan knapa banyak yg antusias waktu tau cerita orisinil bakal dicover cuma 1. Pengen lihat ketegasan Gio dalam aksi balas dendamnya.
 
Bener banget om,,, kita sebagai pembaca malah udah bosan sama tingkah Maya. Terlebih lagi Gio nya gak tegas jadinya yaaa,,, begitu aja terus sampe si Bogo bangkit dari kubur.
Alasan knapa banyak yg antusias waktu tau cerita orisinil bakal dicover cuma 1. Pengen lihat ketegasan Gio dalam aksi balas dendamnya.
Iyo oom , ruwet digawe dewe , nek iso cepet lapor kerjo lelet wkwkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd