Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG My Papa

Status
Please reply by conversation.

tuxedoman

Semprot Baru
Daftar
10 Oct 2015
Post
38
Like diterima
40
Bimabet
Misi para suhu, nubi ingin menghaturkan cerita coba-coba. Moga berkenan dan jangan dibata. Karena nubi baru belajar.

My Papa

ef82de440378632.jpg



Disclaimer:

- Cerita ini adalah fiksi belaka. Tidak ada hubungannya dengan kejadian real. Saya menulis ini untuk meluangkan waktu. Kalau ada salah kata mohon maaf. Nubi masih pemula jadi kalau ada hal yang tidak berkenan nubi mohon maaf.

- Ini cerita tentang Lolita. Jadi kalau nggak suka mohon maaf kalau tidak berkenan.

- Cerita ini mungkin incest







Rona Anggreani JKT48 as Rona Anggraeni




Yupi JKT48 as Cherry

"Salahkah aku mencintai papaku?"


Daftar isi

Ch. 1 page 1

Ch. 2 page 1

Ch. 3

Ch. 4

Ch. 5

Ch. 6

Ch. 7

Ch. 8

Ch. 9

Ch. 10
 
Terakhir diubah:
CH. 1




Nama aku, Rona. Rona Anggraeni. aku orang Sunda. Sebenarnya aku bukan anak kandung dari orang tua aku sekarang ini. Aku masih berumur 13 tahun, baru masuk SMP tahun ini. Papaku bernama Rah Iwan Yudopuro. Iya, marga Rah artinya beliau ada keturunan bangsawan. Sekalipun begitu mungkin karena sudah lama tinggal di Jakarta, kami jadi sudah melupakan kalau kami ada keturunan bangsawan. Orang tuaku merupakan pasangan suami istri yang cukup harmonis. Mereka cukup mesra bahkan dinobatkan menjadi pasangan suami istri terbaik oleh majalah beberapa waktu lalu. Koq bisa?

Mamaku bernama Lidya Parastiwi, seorang anchor. Sebagai seorang penyiar, beliau memang punya jadwal yang sangat padat. Bahkan dalam sehari beliau hanya berjumpa 2 jam saja denganku. Tapi aku tahu mereka sangat menyayangi aku. Sekalipun aku anak angkat, aku sangat menyayangi keduanya. Terlebih papaku. Beliau sangat tampan, bahkan mungkin aku bisa jatuh cinta kepadanya kalau saja aku lebih dewasa. Papa aku termasuk orang yang sabar, buktinya mama ada kelainan di rahimnya. Ketika hamil dulu rahimnya harus diangkat karena melekat dengan ususnya. Karena itulah beliau keguguran dan harus tidak bisa punya anak selamanya. Kasihan sekali. Tapi papa tetap sabar dan meneruskan pernikahannya dengan mengadopsi aku yang masih bayi waktu itu.

TOK! TOK! TOK! pintu kamar diketuk.

"Sayang, bangun! Ini hari kamu pertama kali masuk sekolah!" terdengar suara mama di luar.

"Iya ma," jawabku.

Segera aku menggeliat. Kulihat jam menunjukkan pukul 6 pagi. Dengan sedikit lemas aku pun segera menuju ke kamar mandi. Hari ini hari pertamaku masuk sekolah. Eh, tidak. Maksudku ini hari pertama efektif setelah seminggu kita menjalani MOS. Tahu kan Masa Orientasi Sekolah di mana murid baru dikerjai para seniornya. Ada seorang senior yang memang naksir sama aku sih, tapi aku cuek, lagian mama ama papa pasti nggak mengijinkan pacaran. Hello, aku masih tiga belas tahun!

Setelah memakai seragam dan dandan aku pun turun ke meja makan. Di sana sudah tersedia telur dadar, ehhmm... omelet lebih tepatnya. Sarapan pagi kita omelet. Great! Kutuangkan segelas susu di gelasku. Kuiris potongan omeletnya. Seperti biasa, mama pasti memberikan sayuran ke dalam omelet. Aku tidak suka. Tapi seperti biasanya pula papa akan kompak membela mama bahwa aku harus makan sayuran. Aku memang suka omelet tapi isi daging tapi ini, isinya paprika, wortel, jagung, bawang bombay, ew... aku tidak suka paprika!

"Sayang aku tahu kamu tak suka paprika jangan protes!" papa menatapku.

Duh dengan terpaksa aku mengiris dan memasukkannya ke mulutku. Aku mengunyah. Ada rasa pedas dari paprikanya. Ah, sudahlah. Aku harus menikmatinya. Lagipula ini adalah salah satu sumber energiku hari ini. Hari senin bok!

"Oya, kamu bisa mengantar Rona?" tanya mama.

"Hmm??" papa melihat arlojinya. Mulut papa masih penuh sandwich yang ia makan. Ia kemudian mengacungkan jempol ke arah mama.

"Sayang maaf ya, mama nggak bisa mengantar. Sebab hari ini ada show baru di tv," ujarnya.

"Oke mah," jawabku.

Akhirnya mama pergi duluan. Papa masih meneguk jus jeruknya setelah itu membereskan piringnya. "Ayo sayang, percepat makanmu! Kita harus berangkat. Papa nggak mau terjebak kemacetan."


* * *​


Aku sudah sampai beberapa meter dari gerbang sekolah. Papa menahanku sebelum aku beranjak. "Rona, tunggu!"

"Ada apa sih pa? Mau telat ini!" kataku. Iya dong, hari Senin ada upacara bendera keles.

"Cium dong!" kata beliau.

"Cium?"

"Ayolah biasanya bukankah kamu mencium mamamu sebelum pergi?" tanyanya. Memang sih, setiap kali diantar mama aku selalu diciumnya terlebih dulu. Tapi ini papa! Beliau berkumis tipis, aku sering geli kalau kumis itu mengenai pipiku.

Baiklah, satu ciuman saja nggak apa-apa kan? Akukan anaknya. Wajar dong.

CUP!

"Bye, papa!" aku turun dari mobil dan melambaikan tangan. Setelah itu papaku pergi meninggalkanku dengan mobilnya. Beliau hanya melihatku sesaat.

"Hai Rona!?" sapa Cherry temanku.

"Hai Cher!" balasku.

Dia melihat mobil papaku yang pergi meninggalkanku.

"Tumben diantar bokap lo," katanya.

"Mamaku sibuk, ada acara show pagi katanya," jawabku.

"Oh iya. Pagi Indonesia! Acara itu yah. I see. Masuk yuk! Keburu upacara ntar," ajaknya.

Cherry ini teman sebayaku Rambutnya lebih pendek dariku. Tapi kami sama-sama anak yang ramai. Kami punya kesukaan yang sama, coklat, strawberry dan segala hal yang berbau manis kami suka. Mungkin boleh dibilang kami sangat kecanduan permen. Mungkin karena itulah kami sama-sama manis hihihihi.


* * *​


Tak terasa hari sudah siang. Aku dan Cherry berjalan bersama pulang sekolah. "Pulang bareng yuk!?" ajakku.

Aku dan Cherry memang sudah bersahabat sejak SD. Maklumlah kami memang tinggal satu komplek. Jadi kami sudah sering bermain bersama. Dan sureprise kami juga sekolah di satu sekolah yang sama SMP ini. Semoga tetap seperti ini terus. Saat itulah kami berpapasan dengan kakak kelas yang sejak MOS mendekati aku. Namanya Reihan.

Anaknya ganteng sih, kaya juga. Banyak cewek-cewek yang tergoda untuk bisa jalan ama dia. Dia sangat apa ya... boleh dibilang sosok seorang cowok idaman bagi anak-anak remaja seperti aku. Tapi aku koq nggak merasa apa-apa yah? Bahkan ketika cewek-cewek histeris menceritakan tentang tingkah polahya ketika MOS aku cuek aja tuh.

"Hai Rona!? Mau pulang? Bareng yuk?!" ajaknya.

"Oh nggak usah, aku pulang sama Cherry," kataku.

"Ayolah, Cherry bisa pulang sendiri koq," katanya membujukku.

Cherry ngikik sambil berbisik kepadaku, "Cieee....ciee yang pedekate."

"Apaan sih," aku menyikut bahunya.

"Ayolah yah, sopirku udah siap tuh," kata cowok ini sambil menunjuk ke sebuah mobil hitam merk Toyota Vios yang terpakir di luar gerbang.

"Nggak deh," jawabku menggeleng.

Dia menghela nafas kecewa, "Baiklah, lain kalau boleh?"

"Maybe in another world," kataku.

Dia agak kesal, tapi memaksakan senyum kepadaku. Cowok itu kemudian pergi meninggalkanku begitu saja menuju jemputannya.

"Rona, kamu gila apa? Diajak Reihan malah nggak mau?" tanya Cherry.

"Plis deh Cher, biasa aja napa sih?" tukasku sambil mengangkat bahu.

"Hellooo... lo ini gimana sih? Kurang apa coba tuh cowok? Ganteng, kaya, ramah banget. Dia jadi idola pas MOS dulu kan? Jadi kakak panitia yang paling disukai cewek-cewek," kata Cherry sambil menepuk jidatku memeriksa apakah aku masih waras ataukah nggak.

Aku menepis tangannya dengan risih. "Aku malah memasukkan dia ke dalam kakak panitia terjutek, terjahat dan tidak kusukai."

PLAK! Cherry menepok jidatnya.

"Entahlah Ona, kamu ini aneh," kata Cherry sambil berjalan keluar dari gerbang.

Kami melihat mobil si Reihan tadi sudah pergi. Sesuatu yang tak diduga pun muncul. Dari kejauhan aku melihat mobil yang sangat tidak asing. Sebuah sedan warna silver. Papa????

DIN! DIN! ia mengklakson mobilnya.

"Itu papamu?" tanya Cherry.

"Sepertinya," jawabku.

"Tumben sekali," katanya.

"Sepertinya kita tidak bisa jalan bareng deh," kataku.

"Ayo masuk!" ajak papaku.

"Kenapa papa menjemputku?" tanyaku.

"Nggak boleh? Daripada kamu naik angkot. Ayo! Cherry kamu ikut juga?" ajak papa.

"Boleh om?" tanya Cherry.

"Iya, ikut aja!" kata papaku.

Akhirnya kami berdua naik mobil untuk pulang ke rumah. Aku dan Cherry duduk di belakang.

"Papa nggak kerja?" tanyaku.

"Papa sedang waktunya istirahat, jadinya nggak salah kan kalau jemput anaknya? Lagipula papa khawatir kamu naik angkot kenapa-napa," jawab papa.

Iya juga sih.

bersambung ke Ch. 2
 
Terakhir diubah:
Kayaknya asik nich dan harus nyampe ada gelar tamatnya nich
Ane pante gin terus suhu update berikutnya
 
Numpang pejwan,,,

Genre kesukaan ane nih.,.keinget novel best seller LOLITA.-...bkin ser ser ah.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
CH. 2




Malamnya papa tampak sedang duduk-duduk di ruang keluarga sambil nonton tv. Aku membawa cemilan dan meletakkannya di meja. Kuperhatikan beliau tak pernah memilih satu channel untuk ditonton hanya mengganti-gantinya terus. Aku langsung merebut remotenya. Ia terkejut. Aku langsung duduk di sebelahnya. Duduk disebelah papaku yang tampan ini? Wajar kan? Aku bahkan bersandar di sebelahnya.

Oh ya, malam itu aku memakai celana jins pendek dengan kaos. Papa membiarkanku merebut remote sambil kupindah ke acara tv kesukaanku. Aku mengikuti sinetron remaja yang sekarang sedang populer di tv.

"Nggak belajar, Ona?" tanya papa.

"Nanti aja deh pah, masih ngikuti serial ini," jawabku.

"Hei, nggak baik itu. Belajar dulu!" katanya.

"Bentar aja, kalau ini selesai Rona belajar deh," jawabku.

Papa tak menyanggahku. Aku pun dibiarkannya bersandar dibahunya. Papa sesekali menciumi ubun-ubunku sambil membelai rambutku. Wajar kan? Iya dong. Aku anak semata wayang dan satu-satunya. Tentu saja papa sangat meyayangiku.

"Mama belum pulang pa?" tanyaku.

"Belum. Hari ini ada talkshow, dia jadi bintang tamu," jawabnya.

"Oh ya???"

"Iya, tapi kamu tak boleh menonton. Itu acara dewasa. Lagipula siarannya malam hari."

Aku cemberut. Kuambil cemilanku dan mulai mengunyah. Papaku juga mengambil cemilan. Kami asyik menonton acara itu hingga selesai. Papa agak aneh sih awalnya hanya merangkulku tapi setelah itu tangannya mulai meraba pahaku yang mulus. Hmm... aku sih nggak merasa apa-apa. Tapi baru kali ini seumur hidupku beliau membelai pahaku. Agak-agak geli tapi nyaman. Tangan papa memang kasar tapi sangat halus memperlakukanku.

Saat aku bersandar tak sengaja lenganku menyentuh selakangannya di sana aku merasakan sesuatu yang mengganjal. Dan keras. Aku tak begitu mempedulikannya. Setelah acara selesai aku beranjak.

"Ona, mau ke kamar dulu pa, ngerjain tugas," kataku.

"Oh ya, baiklah. Yang pintar yah," katanya.

Aku segera ke kamarku setelah menonton acara tv tadi. Aku pun mulai belajar. Sambil terkadang membalasi BBM dari Cherry. Kami saling memberikan jawaban dari tugas yang diberikan sekolah. Hingga tak terasa aku terserang ngantuk. Entahlah setelah itu aku tak ingat.

* * *​

Pagi hari aku terbangun. HOoaaahmmm.... ngantuk. Aku mengucek-ucek mataku. Lho?? Aku sudah ada di atas kasur??? Bukannya aku tadi malam ketiduran di meja belajar? Aku juga memakai selimut? Apa papa yang menggendongku dan meletakkanku di kasur? Aku kebingungan sendiri pagi hari ini.

Ada yang aneh. Hmm... oh, kaitan tali braku lepas. Aku membenarkannya. Perasaan tadi malam tali braku tidak lepas deh. Ah peduli amat. Aku segera mandi, ganti baju dan siap sekolah lagi.

Pagi ini aku melihat mama di meja makan bersama papa. Mereka sedang bercanda, kulihat tawa mama yang lebar.

"Aku tak percaya, beneran itu?" tanya mama.

"Iya, aku juga heran koq," jawab papa.

"Pagi pa, mah," sapaku.

"Pagi sayang, gimana sekolahnya kemarin?" tanya mama.

"Perfect ma, banyak pelajaran dan teman baru," aku berbohong. Aku belum punya teman sama sekali pada hari pertamaku masuk sekolah.

"Kamu berbohong," kata papa. Dia tahu!

"Nggak koq pah," kataku.

"Kamu berbohong. Biasanya anak sekolah itu akan canggung untuk kenalan. Papa tahu kamu berbohong. Kalau kamu berbohong kamu berkedip dua kali," ujar papaku dan dia benar.

"Arrgghh! Baiklah, aku belum punya teman. Aku masih canggung," kataku.

"Tenanglah sayang, itu bisa diatasi koq. Hari ini mama tidak bisa mengantarkanmu lagi. Kamu sama papa ya?" kata mama.

"Lagi?"

"Ada masalah sayang?" tanya mama.

"Nggak sih," jawabku. Agak aneh saja sih akhir-akhir ini mama tidak bisa.

"Kamu nggak keberatankan?" tanya mama ke papa.

"Nggak, aku tahu koq kamu ada jadwal tiap pagi sekarang," jawab papa.

"OK. Makasih. Mama harus berangkat," kata mama.

"Dadah mama!" kataku. Mama mengecup keningku, kemudian mencium papa. Ohh... mereka romantis banget. Setelah itu mama keluar.

Kulihat papa menoleh ke arahku, "Habiskan sarapanmu!"

"Iya iya," gerutuku.

Paling tidak hari ini aku bisa memakannya karena tersedia bubur ayam yang lezat lengkap dengan kacang dan kerupuk di atas meja makan. Hmm.... nyummyyy... Setelah sarapan habis, aku pun pergi ke sekolah dengan papa. Agaknya hari itu jalanan agak macet, papa sampai berputar jauh untuk menghindari jalanan yang macet.

"Nanti papa jemput lagi ya sayang?" kata papa.

"Emangnya nggak apa-apa pah?" tanyaku.

"Nggak apa-apa, papa bisa koq jemput."

"Kalau papa bilang begitu sih, Ona ya ikut aja."

Papa sekali lagi mengelus pahaku. Darahku sedikit berdesir, tapi aku tak tahu apa artinya ini. Maklum aku masih nol pengalamanku tentang ransangan, horny dan lain-lain. Aku juga tak pernah melihat film porno dan sebagainya. Aku hanya dengar cerita dari teman-temanku apa itu sex, apa itu film bokep. Tapi jujur aku sama sekali tak pernah tahu.

Setelah lima belas menit berputar-putar akhirnya kami sampai di depan gerbang sekolahan. Untung belum masuk. Papa menoleh ke arahku. Aku bersiap untuk diciumnya. Kuarahkan pipiku mendekat ke papa. Dia mencium kedua pipiku tapi ketika aku akan beranjak beliau menahanku.

"Sebentar!" cegahnya.

"Ada apa pah?" tanyaku.

"Cium bibir dong!" katanya.

"Hah?" agak aneh sih. Tapi dia kan papaku. Sejak kecil aku juga diciumi bibirku olehnya. Nggak masalah buatku. "Oke"

Papa mencium bibirku sesaat. Bagai sebuah slow motion, bibir papa menempel dibibir mungilku yang lembut. Kumisnya menyentuh bibirku bagian atas. Geli. Setelah papa mengecupku ia mengusap rambutku.

"Kamu sudah besar ternyata. Dulu kamu masih segini," kata papa sambil mengatur tangannya setinggi dadanya.

"Iya dong pa, masa' Ona harus jadi anak kecil terus??" kataku sambil cemberut.

"Ya sudah, hati-hati yah!" katanya.

"Dah papah?!" aku beranjak keluar dari mobil dan melambaikan tanganku.

Aku segera masuk ke gerbang sekolah. Langsung aku menuju ke loker untuk mengambil buku pelajaran LKS yang memang aku simpan di sana. Lokerku ada di luar kelasku. Tertata rapi. Loker ini adalah milik para siswa yang mana memang gunanya untuk menyimpan barang-barang siswa di ini, seperti LKS, baju olahraga, sepatu dan lain-lain. Setiap siswa punya kuncinya. Tapi sekalipun begitu terkadang ada yang memasukkan surat ke dalam loker-loker ini, misalnya saja aku. Hari ini ada sepucuk surat yang ada di dalam loker.

"Hmm??" gumamku.

Aku mengambil amplop berwarna putih itu. Kubuka isinya.


Untuk Rona Anggraeini.

Dear Rona,

Kamu benar-benar membuatku gila. Aku benar-benar tak bisa tidur nyenyak, tak bisa makan enak. Setiap hari aku terbayang selalu tentang dirimu. Maukah kamu aku ajak jalan besok Sabtu?? Aku tunggu jawabannya nanti pulang di gerbang sekolah.

Ttd

Reihan


Gileeeee... ini Reihan?? Dia mau nembak aku ceritanya? Ah cuek. Lagian aku nggak minat. Sorry ya Rei.

Aku masuk kelas dan ketemu ama Cherry. Aku langsung berikan surat itu kepadanya.

"Eh, apa ini?" tanyanya.

"Dari Reihan," jawabku.

Dia kemudian membaca. Setelah itu dia ketawa, "Wakakakakaka, bener-bener itu si Reihan jatuh cinta ama lo."

"Bodo amat. Nggak ngefek buat gue," kataku.

"Nekat amat yah dia. Tapi sebagai teman, aku benar-benar salut ama lo yang nggak goyah. Aku juga salut ama senior kita ini. Oke deh, kasih dia ke gue aja yah!?" Cherry ngikik.

"Makan sonoh makaan!" kataku sambil mencubit pipinya.

"Eh, kriteria cewek lo ini kayak apa sih? Cowok seperti Reihan koq dilewatkan begitu aja?"

"Ehhmmm...," aku ikut mikir jadinya. Banyak kriteria cowok yang keren, ganteng, tampan. Bahkan di sekolahan ini banyak. Hanya saja, kita ini masih bau kencur. Apa enaknya pacaran pas masih SMP? Yahh... walaupun udah ada yang pacaran sih. "Kriteriaku tinggi nih Cher."

"Halah, dasar. Kalau terlalu tinggi awas, jatoh lo!" katanya.

"Hihihihi, yah. Palin nggak harus mirip ama papaku-lah!" jawabku sambil nyengir.

"Duh duh duh... ya banyak yang mundur teratur kalau gitu."

"Koq bisa?"

"Ya iyalah. Papamu kaya, bangsawan, cakep, tampan gitu. Gue yakin itu mamamu memperjuangkan papamu dengan penuh cucuran keringat dan darah."

"Ah, lebay lo. Eh, tapi bener juga sih. Papa ama mama masih mesra sampe sekarang."

"Naah.. iya kan?"

"Eh, Cherr. Ntar aku dijemput papaku lagi nih. Kamu nggak apa-apa pulang sendiri kan?"

"OK, nggak apa-apa. Dasar anak papah."

"Huuu..."


* * *​


Reihan menungguku di gerbang sekolah. "Hei Ona?!"

"Hai Rei, ada apa?" tanyaku.

"Gimana? Bisa nggak?" tanyanya balik.

"Nggak. Sorry yah. Aku ada acara keluarga di rumah," jawabku.

"Oh, begitu. Ya udah, lain kali saja kalau begitu," katanya dengan kecewa. "Sampai besok."

"OK, sampai besok. Hati-hati," kataku.

Ia melambaikan tangan kemudian masuk ke mobil jemputannya. Cherry mendekatiku sambil membawa es krim. Ia memberikan satu kepadaku. Rasa coklat, kesukaanku.

"Makasih," kataku.

"Dari semua cewek yang ada di kelas ini, elo emang bener-bener cewek yang jempolan. Mampu menaklukan cowok seperti dia dan menendangnya," katanya. Cherry menjilati es krimnya. Aku tak peduli. Kami sama-sama menjilati es krim kami sambil menikmati kendaraan yang lalu lalang. Saat itulah angkot Cherry tiba. "Gue duluan!"

"OK, bye!" kataku.

Ia kemudian langsung masuk ke angkot sambil masih menenteng es krimnya yang belum habis. Tak berapa lama kemudian mobil papa datang. Agak telat lima menit, tapi nggak masalah sih. Aku segera membuka pintu mobil dan masuk.

"Maaf, agak telat," ujar papa.

"Nggak apa-apa pah, baru juga lima menit," kataku.

"Boleh papa minta es krimnya?" tanya papa yang melihat es krim di tanganku.

Aku menyerahkan kepada papa, "Nih!"

Papa kemudian menjilati bekas jilatanku dan menggigitnya. Papa tampak memejamkan mata sejenak. Beliau seperti menikmati rasa es krim yang beliau makan sekarang. Dia mengemutnya dan meresapinya. Setelah itu beliau kembali ke kemudinya. "Makasih sayang, papa haus banget. Kamu pasti lapar. Kita makan siang dulu yuk?!"

"OK," kataku.


Bersambung ke Ch. 3
 
Terakhir diubah:
Ngebayangin gadis-gadis remaja, imut-imut menggemaskan
:alamak::cup:
Hehehe
Makasih updatenya, Gan.
 
panggil master aja kalau gitu.. habis kalimatnya bagus siiii.... :hore:

Yups bener bgt dan hampir sampe sejauh ini ane jg belum numuin typo tuh
Ckckck bener2 pantas mendapatkan gelar suhu
Lanjutkan dan selalu memantau
 
tinģgal nunggu rona diekse papanya
 
Bimabet
CH. 3




Kami makan siang di sebuah Restoran Mie Aceh. Aku memesan Mie Goreng Kepiting kesukaanku dengan Jus Chocolate Avocado. Papa memesan Mie Goreng Ayam Jamur kesukaannya. Kebetulan saat itu di tv kulihat mama sedang menyiarkan berita.

"Pah, pah, lihat deh. Tuh mamah!" aku menunjuk tv.

Papa menoleh ke arah tv. "Hmm..."

"Yaah? Koq hmm aja sih pa?" tanyaku.

"Tiap hari juga papa melihatnya, emangnya harus histeris Kyaaaaa gitu? Norak ah kamu ini."

"Ihhh... ya nggak segitunya donk. Emangnya papa ama mama bisa kenal dulu gimana?" tanyaku.

Papa tak menjawabku. Dia masih memasukkan makanan ke mulutnya. Ah, sepertinya papa kelaparan sekali. Aku kemudian mendiamkannya dan menikmati makananku pula.

"Eh, gimana tadi?" tanyanya. "Papa bisa kenal mama? Oh, itu ceritanya panjang. Tapi intinya sih, papa ama mama saat itu sedang berada di stasiun tv, trus kita kenal. Papa kemudian sering menelpon dan chatting ama mamamu setelah itu. Dan... setelah ada kecocokan kami pun akhirnya menikah."

"Oh... begitu."

Aku kemudian kembali makan. Papaku sekarang melihatku. "Kenapa?"

"Nggak, nggak ada apa-apa koq pah. Kukira romantis seperti yang ada di film-film drama itu," jawabku.

"Kamu terlalu banyak nonton tv. Bagaimana sekolahmu?"

"Great. Tak ada masalah," kataku.

"Beneran lho ya. Kamu sejak SD selalu juara, papa nggak mau kamu nanti prestasinya malah jatuh," kata papaku.

"Iya pah, tenang aja," ujarku. "Oh ya pah, habis ini mampir ke supermarket yah."

"Kenapa?" tanyanya.

"Beli pembalut," jawabku.

"Oh, baiklah."


* * *​


Aku terbangun di malam hari. Hari ini masa periodku. Maklum sebagai anak cewek tentunya mendapatkan haidh banyak saja kejadiannya. Pusing, emosi meluap, cepet lelah. Aku juga sebagai cewek merasakannya. Papa membelikanku pembalut karena stok pembalutku sudah habis. Aku terbangun untuk pergi ke kamar mandi, kepingin pipis.

Saat ke kamar mandi aku melihat papa masih ada di ruang tengah. Ruang tengah sudah gelap, satu-satunya cahaya berasal dari televisi. Aku lihat papa sedang menonton tv. Sebentar.... koq acara filmnya aneh. Kulihat acaranya seorang wanita yang masih belia, mungkin remaja sedang tak berbusana. Dan Seorang pria juga tak berbusana sedang menyodok pantatnya dari belakang. Astaga! Itukan film porno??! Papa menonton film porno?? Dadaku berdegup kencang. AKu bahkan lupa kalau aku harus ke kamar mandi.

Aku melihat sesuatu bergerak-gerak di perut papa, apa itu? Aku baru sadar kalau yang ada di perut papa itu sebuah kepala. Itu mama! Dan aku melihat mereka telanjang! Whaaa??

Kepala mama naik turun di perut papa. Aku tidak begitu jelas karena gelap. Aku buru-buru mengendap-endap pergi ke kamar mandi. AKu tak mau mengganggu mereka. Oh my god. Aku baru saja melihat sesuatu yang aneh. Sesuatu yang aku tak akan bisa melupakannya. Setelah aku selesai pipis, aku harus kembali ke ruang tengah. Papa dan mama pasti masih di sana. Dan benar. Tapi kali ini kulihat lain. Papa sekarang sedang berada di atas mama. Posisi mama sekarang berbaring di atas karpet dengan kakinya ditekuk dan diangkat. Pahanya terbuka lebar lalu papa menekan pinggulnya ke selakangan mama. Gerakannya statis maju mundur.

"Ohhh.... aahhh....ahhh," desah mama perlahan.

"Ohh mmaahh... enak banget maahh... rapet banget memekmu!" kata papah. Sesekali papa menghisap puting susu mamah. Astaga papa menyusu kepada mama!

Aku tak menyangka malam ini aku melihat mereka bersetubuh di ruang tengah. Papa makin cepat menggenjot mama. Mama pun merangkul papa erat-erat. Karena gelap mungkin mereka tak melihatku yang selama ini melihat mereka.

"Aku mau keluar!" ujar papa

"Keluarkan sayang, aku sudah dapet!" kata mama.

"Aaahhkkk oooohhhh!" Papa mengejang. Aku tak tahu apa yang dimaksud keluar ataupun yang dimaksud "sudah dapet". Kulihat papa ambruk dan keduanya berciuman. Aku buru-buru pergi, mengendap-endap kemudian kembali ke kamarku. Sungguh pemandangan yang membuatku berdebar-debar.


* * *​


Paginya ada yang aneh lagi. Braku lepas. Padahal sudah jelas-jelas aku tidak mencopotnya tadi malam. Aku tak peduli mungkin aku memang melepaskannya tadi malam. Kemudian aku pergi ke kamar mandi. Saat aku melepaskan celana tidurku. Kulihat celana dalamku sedikit basah. Hmm?? Koq basah? Aku mencoba meraba dan menciumnya. Nggak pesing seperti air kencing. Aku tak pernah mencium bau seperti ini sebelumnya. Ah whatever.

Pagi ini aku ke sekolah seperti biasa. Diantar oleh papa. Hanya saja kali ini agak sedikit aneh ketika papa berkali-kali mengelus pahaku.

"Papa ih, geli!" kataku.

"Oh, maaf. Tapi papa sudah terbiasa ngelus-elus begini sih," katanya.

Kami pun akhirnya sampai di sekolah. Aku hampir beranjak sebelum papa mencegahku. Oh ya, aku lupa. Ciuman.

Aku memberikan pipiku, tapi kali ini papa tidak mencium pipiku. Beliau langsung mendaratkan bibirnya ke bibirku. CUP! Aku kaget. Tak biasanya papa begini.

"Setelah ini, kamu tak perlu dicium pipi lagi. Cium bibir," katanya.

"Koq gitu pa?"

"Kamu kan sudah gede. Nggak apa-apa kan?"

"Oke deh," aku tak merasa aneh. Setelah itu aku meninggalkan Papa di mobil dan masuk ke sekolah.

Aku sampai di kelasku. Di sana aku langsung bertemu dengan Cherry sohibku.

"Hai Cher?!" sapaku.

"Hai, hai, hai!" katanya.

"Ada kabar apa?"

"Nggak sih, cuman aku barusan lihat sesuatu!"

"Apaan?"

"Tahu nggak si Jo anak kelas VIII-4?"

"He-eh, trus?"

"Dia aku lihat ciuman ama Gita ank VII-2!"

"Serius lo?!"

"Samber gledek deh!"

"Whoaaaaa! Nggak ada yang mergokin?"

"Yahh... gue sih asyik aja lihatnya. HIhihihi."

"Gilak lo."

Aku meletakkan tasku di bangku, setelah itu duduk di kursi.

"Oya, si Reihan masih ngirim surat?" tanya Cherry.

"Ya mana gue tahu. Gue nggak lihat loker," jawabku.

"Anak itu beneran deh suka sama lo, ckckck... kuakui salut ama perjuangannya," katanya.

Aku sih tak peduli. "Tahu nggak semalem gue lihat ortu gue indehoy!" bisikku.

"Heh? Yang bener?" tanyanya.

"Bener, mereka begituan di ruang tengah. Aku mergokin mereka," jawabku.

"Hahahahaha, bisa buat pelajaran tuh ntar lo kalau udah kawin," katanya.

"Huuu... tapi deg-degan juga melihatnya," kataku.

"Iyalah pertama kali lo lihat itu," katanya.

"Emang lo nggak pernah lihat?" tanyaku.

"Cuman lihat bokep," jawabnya. "Itu aja sembunyi-sembunyi ngelihatnya. Papa ama mamaku sering lihat notebooku soalnya."

"Yah, medingan gue dong. Lihat live," kataku.


* * *​


Hari-hariku berlalu seperti biasa dan setiap hari aku mendapatkan ciuman di bibir oleh papaku. Bukan lagi di pipi. Aku menganggapnya wajar dan biasa. Tak ada yang aneh dengan itu semua. Dua minggu berlalu setelah itu, kabar mengejutkan datang dari kakekku. Papa dan mama tampak serius berdiskusi di ruang tamu.

"Kamu yakin bisa?" tanya mama.

"Aku tak apa-apa sungguh," jawab papa.

Aku yang turun dari kamar menuju dapur untuk mengambil cemilan. Aku bertanya, "Ada apa ma?"

"Oh, begini sayang. Kakekmu sedang sakit dan mama harus ke sana menjenguknya. Takutnya ini saat-saat terakhir beliau. Beliau kena stroke dan mama harus ke sana," kata mama.

Aku agak terkejut, "Oh, kakek. Trus?" Kakekku yang aku ketahui tinggal di Makasar. Jauh memang. Mama emang orang bugis sedangkan papa orang Jawa.

"Jadi mama harus ke sana. Sampai mungkin bisa mama tinggal," jawab mama.

"Bagaimana dengan pekerjaan mama?" tanyaku.

"Mama sudah mengambil cuti dan kantor mengijinkan," jawabnya. "Paling tidak dua minggu."

"Lama sekali ma," kataku.

"Yah, mau gimana lagi sayang? Sini sini mama peluk kamu!" katanya. Aku segera menghampiri mama dan memeluknya. Aku bakal merindukan mama selama beliau pergi. "Kamu nanti jangan nakal yah! Ingat, kerjakan PR-mu, jangan pergi sembarangan tanpa papa ketahui. Mama akan sering menelpon nanti."

"Iya ma," kataku.

"Tenang saja, aku dan Rona akan menjaga rumah ini agar tetap bersih. Iya kan?" papa meminta pendapatku.

Aku mengangguk.


* * *​


Besoknya mama berangkat. Kami melepas mama di bandara hari itu. Hari ini rumah sepi tanpa kehadiran mama. Terpaksa aku terus membalasi pesan-pesan yang ditinggalkan mama. Setiap kali chat mama selalu bertanya banyak hal. Bagaiman cucian, bagaimana keadaan rumah, papa apakah sudah datang atau belum ahh... macem-macem.

Hari itu hari Minggu dan aku suntuk sekali. Tak ada tontonan yang menarik. Aku dari tadi hanya menonton HBO. Dan semua filmnya sudah pernah aku tonton. BBM? Cherry sama sekali tak membalasnya. Mungkin ponselnya sedang tewas. Arrgghh.... aku saja memainkan game di ponselku saja bosan.

Saat itulah papa barusan datang. Beliau membawa belanjaan. Papaku bisa memasak. Jangan salah masakan papa sangat enak.

"Masak apa pah?" tanyaku.

"Hmm... papa beli sosis, dan beberapa sayuran. Sepertinya kalau kita masak sop buntut enak deh," jawabnya.

"Yey! Rona boleh bantu?" tanyaku.

"Boleh dong! Yuk!"

Akhirnya kesuntukan pun berakhir. Pagi itu aku memasak di dapur bersama papa. Sangat seru, papa menuntunku dan mengajariku cara memotong wortel yang benar. Ah, papaku adalah papa idaman mungkin. Aku tahu tak semua orang bisa seperti papa bisa memasak. Seru sekali suasana di dapur, aku jadi benar-benar belajar memasak dari papa.

Setelah seru-seruan di dapur kami pun mulai makan. Masakan kami lumayan enak. Err... aku koreksi, masakan papa, aku cuma mengerjakan 30 persen saja. Tapi aku senang hari itu, tidak bete paling tidak.

Malamnya papa sibuk sendiri. Beliau ada di ruang tamu sedang push up, terkadang sit up, lalu handstand. Aku yang sedang nonton tv jadi ada tontonan menarik. Lihat itu otot-otot lengannya kekar banget. Aku baru tahu kalau papaku mempunyai perut six pack. Pantas mama tergila-gila ama papa. Aku makin terpesona ama papa. Selain tampan, papaku juga berotot.

"Papa kenapa sih pa?" tanyaku.

"Buang tenaga sayang," jawabnya.

"Hmm?? Maksudnya?"

"Yah, karena mamamu nggak ada papa harus menguras energi papa," aku tak tahu maksud papa.

"Aneh, kenapa harus buang tenaga?"

"Ah, itu karena.....," papa nggak melanjutkan. "Lain kali papa cerita."

"Cerita dong pa! Aku kan udah gedhe," bujukku.

"Ck... ah, sudahlah. Kamu masih kecil," katanya.

"Ayolah paaaa!" rengekku.

"Papa buang tenaga biar bisa meredam nafsu," kataku.

"Nafsu? Nafsu apa sih pa?"

"Yahh... nanti kalau kamu sudah menikah bakal ngerti," jawabnya sambil menyudahi sit upnya. Beliau lalu bergegas ke dapur mengambil air mineral dan meminumnya. Setelah itu papa duduk di sebelahku sambil menonton tv. "Kamu suka sekali acara ini, nggak bosen-bosennya."

"Biarin!" kataku.

"Papa barusan beli DVD baru," kata beliau.

"Apaan?" tanyaku.

"Kebanyakan film dewasa, kamu nggak usah nonton," jawabnya.

"Kebanyakan, berarti ada film yang bukan dewasa kan?"

"Ada, Minions."

"Yeeeeyy! Lihat dong pah!"

Akhirnya aku dan papah melihat Minions. Kami tertawa bersama melihat kelucuan filmnya. Aksi minion yang menggemaskan memang mengocok perut kami. Hingga akhirnya film pun berakhir. Tak terasa ternyata.

"Sudah ya, papa mau nonton film. Kamu ke kamar!" katanya.

"Ikut nonton dong pa!" bujukku.

"Nggak boleh ini film dewasa," katanya.

"Huuu kenapa nggak boleh? Akukan udah gedhe," gerutuku.

"Sayang ini untuk 18+. Khusus dewasa," katanya.

"Apa sih judulnya?" aku penasaran.

"Kenapa kamu penasaran?"

"Film porno yah?"

"Bukan, ini bukan film porno. Tapi banyak adegan dewasanya."

"Ayolah paaa!" aku makin penasaran.

"OK, satu film saja yah, habis itu kamu masuk ke kamar," papa akhirnya menyerah.

"Yeeeeyyy!" aku gembira.

Papa kemudian mengeluarkan DVD yang ia beli dari tas plastik. Aku melihat judulnya "Fifty Shades of Grey", "Spartacus", "White Queen", "Basic Instict". Ehmm.... ratenya dewasa semua nih. Aku tiba-tiba saja deg-degan, terlebih ketika papa mulai memasukkan kaset itu ke tempatnya. Aku tak tahu apa yang papa putar, tapi rasa penasaranku jadi hilang ketika di layar tv sudah menampakkan judulnya. Fifty Shades of Grey.

Selama film dimainkan aku bersandar di bahu papaku. Dan papaku memelukku. Aku mengikuti ceritanya dari awal hingga akhir. Dan yang membuatku makin berdebar adalah ketika adegan ranjangnya dimulai. Papa memang memelukku tapi pelukannya tidak pada tempatnya, beliau meremas payudaraku yang mulai tumbuh.

"Papa koq meremas dadaku sih?" tanyaku.

"Oh maaf, kamu nggak nyaman?" tanyanya.

"Nggak sih, risih aja," jawabku.

"Kamu kan anak papa, nggak apa-apa kan kalau papa pegang?"

Dia papaku kan? Jadinya sih nggak masalah menurutku. Sama sekali tak ada prasangka buruk pada diriku. Setelah itu aku membiarkan papa meremas-remas dadaku selama film berlangsung. Tanganku tak sengaja menyentuh perut papa, saat itulah aku merasakan sesuatu benda yang keras di selakangannya. Apakah itu penis papa? Kenapa penisnya keras?

"Kenapa penis papa keras?" tanyaku sambil meletakkan tanganku di atas penisnya.

"Yah, wajarlah. Papa melihat adegan intim pastinya ada reaksi," jawabnya.

"Apakah semua pria pasti demikian?" tanyaku.

"Iya, kalau kamu elus-elus makin keras," kata papaku.

"Masa' sih pa?" aku makin penasaran.

"Coba aja!"

Aku pun iseng mengelus-elus penis papaku dari luar celananya. Aku belum pernah melihat penis papa sebenarnya, jujur belum pernah. Dan kali ini aku menyentuhnya dari luar celana. Aku bisa merasakan bentuknya seperti sebuah mentimun, keras dan padat tapi empuk bila ditekan. Aku mengelusnya selama film berlangsung, sementara aku konsen menonton filmnya. Aku tak memperhatikan papaku, aku terus konsen menonton film hingga nafas papaku tampak lebih cepat dari sebelumnya. Tiba-tiba tangan beliau memegang tanganku dan dengan kuat tanganku dituntun untuk melakukan gerakan naik turun. Kaki papaku menegang, sementara cengkramannya di dadaku makin kencang membuatku sedikit sakit. Papaku mengejat-ejat sambil matanya terpejam.

"Kenapa pa?" tanyaku.

"Aaahhh... papa baru saja klimaks," jawabnya.

"Klimaks?" tanyaku.

"Ah, sudahlah. Nanti kamu juga mengerti. Papa mau ke kamar mandi dulu," katanya.

Aku pun terbengong-bengong melihat kelakuan papa. Sementara itu aku mencium sesuatu. Sepertinya aku pernah mencium sesuatu ini. Apa ya? Oh iya, ketika celana dalamku basah saat aku bangun. Iya, baunya seperti ini. Aku memegangi celana dalamku. Aku nggak basah koq. Trus tadi bau apa ya??

bersambung ke ch. 4
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd