Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,8%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 199 76,2%

  • Total voters
    261
Ahirnya update lagi
Terima kasih suhu sehat selalu di lancarkan erellife

selamat menjalankan aktifitas suhu :ngeteh:
 
Sambungannya...


Pov Senja


Kurapikan rambut Sae yang sebetulnya tidak kusut, aku selalu suka membelainya. Kurapikan juga selendangnya. Hal yang sama ia lakukan padaku, dengan lembut ia merapikan kemejaku, juga memasangkan dasi, sumpah sampai sekarang aku tidak pernah bisa memakai dasi sendiri.

Kemudian tangannya melingkar pada leherku, aku tahu maunya, ujarku: “Yank, nanti lipstiknya luntur lagi tuh.”

“Biarin.” jawabnya sambil membuka bibir.

Kuraih dagunya, dan kukecup bibirnya yang sudah sedikit terbuka. Kuluman lembut pun saling kami bagikan, awal hari ini terasa begitu indah, saat mendapat energi cumbuan kekasihku.

“Udah sana, keburu telat nanti kamunya. Nanti kujemput jam setengah satu.” Kusudahi ciuman sambil mengusap tepi bibirnya yang basah.

“Loh, kamu pulang kantor cepat hari ini? Jangan ah, entar diomelin Kak Tiurma.”

“Hehee.. aku gak ke kantor kok, abis ini aku janjian dengan Pak Adit di PT ACA. Ia tertarik dengan bisnis kopi kita dan mau menjajaki kerjasama.”

“Oh yaudah. Semoga lancar ya, semangat.” jawabnya sambil mengecup pipiku.

“Aku sayang, kamu.” ujarku sesaat sebelum ia turun dari mobil.

“Aku lebih dari itu.” jawabnya sambil memberikan senyum terindahnya.

Kubalas senyumnya sambil melambaikan tangan.

Setelah tubuh kekasihku menghilang di dalam gedung kampusnya, aku pun melanjutkan perjalanan menuju sebuah kantor di kawasan Setiabudi.

Jalanan pagi cukup macet sehingga membutuhkan waktu satu jam untuk menempuh perjalanan yang tak seberapa jauh ini. Aku pun baru tiba di kantor utama PT. ACA jam sembilan lebih, terlambat sepuluh menit dari waktu yang dijanjikan.

“Silakan naik, mas. Bapak sudah menunggu, kantornya di lantai tiga.” ujar seorang petugas front office sesaat setelah menghubungi sekretaris Pak Adit melalui intercom.

“Makasih, mbak.” jawabku lalu melangkah menuju lift yang ia tunjukan.

Sambutan hangat Pak Adit dan sekretarisnya langsung terasa saat mereka menyongsong kehadiranku. Kami pun saling bersalaman hangat sambil bertanya kabar satu sama lain.

“Udah jangan formal, panggil ‘mas’ atau nama saja.” ujar Pak Adit saat aku selalu memanggilnya ‘bapak.’

Ia pun langsung mengajakku ke sebuah ruangan meeting yang terletak di depan kantor pribadinya.

Bu Dina, sekretarisnya, menyiapkan proyektor dan menghubungkannya dengan sebuah laptop, sedangkan aku dan Mas Adit saling berbagi kabar tentang keluarga masing-masing, dan beralih membicarakan kondisi Teh Cinta yang sekarang sudah mulai sukses dengan restorannya.

Tak lama kemudian seorang OB masuk membawa tiga cangkir kopi, dari aromanya aku langsung tahu jenis kopi yang ia suguhkan.

“Mas Adit minum Kopi Sawaka juga?” ujarku kagum.

“Hahaha.. hebat kamu, Ja, dari aromanya saja bisa langsung tahu.” jawabnya sambil tertawa ringan.

“Tahulah, mas, aku kan meminumnya setiap hari.” jawabku.

Kami pun mengawali meeting sambil ngopi bersama, pembicaraan pun langsung menjurus pada tujuan pertemuan kami, yaitu memasarkan produk-produk kopi Indonesia ke luar negeri.

Pak Adit mempresentasikan visi dan misi PT. ACA dan bidang bisnis yang digelutinya di bidang eksport-import minuman segar, yang sekarang mau dikembangkan dengan merambah eksport-import kopi. Dari caranya presentasi, walaupun sering diselingi candaan, aku langsung tahu kalau Mas Adit adalah seorang businessman ulung dan berpengalaman. Ia sangat visioner dan memiliki stategi-strategi bisnis yang sangat taktis. Relasi bisnisnya dengan pihak luar negeri juga cukup luas.

Selesai ia presentasi, giliran aku yang membeberkan kiprah Kopi Sawaka di bawah Naungan CV. RSP. Visi dan misi kujelaskan, resource dan market kupaparkan, juga strategi-strategi pemasaran yang selama ini kami jalankan. Selain menyampaikan kekhasan kopi Sawer, aku juga memetakan daerah-daerah penghasil kopi tanah air yang memiliki keunikan dan citarasa masing-masing.

“Indonesia adalah penghasil kopi terbesar ke-3 di dunia, mas. Untuk kopi Arabika saja, sekurang-kurangnya kita memiliki enam daerah penghasil kopi jenis ini, yaitu Gayo (Aceh), Mandaling (Sumut), Kintamani (Bali), Mangkuraja (Bengkulu), Jawa, dan Toraja. Itu yang sudah cukup dikenal, belum lagi daerah-daerah penghasil kopi lainnya.” Aku menjelaskan.

Aku melanjutkan, “Dan jenis Arabika sangat disukai oleh orang-orang Eropa yang memiliki tradisi minum kopi cukup kental, selain beer dan wine. Kalau mendengar penjelasan Mas Adit tadi tentang posisi dan kondisi PT. ACA selama ini, maka negara pertama yang menjadi sasaran export kita adalah Belanda dan Italia.”

“Kalau Belgia? Karena aku banyak relasi bisnis di sana.” potong Mas Adit.

“Belgia, menurutku sih nggak, mas, budaya mereka lebih minum beer daripada minum kopi. Berbeda dengan dua negara yang kusebutkan tadi.” jawabku.

“Oke, Ja. Kenapa harus Belanda dan Italia?”

“Begini, mas. Menurut penjelasan Kak Era yang pernah tinggal di sana, warung kopi lokal sangat menjamur di Belanda, mulai dari franchise nasional seperti Coffee Company, Bagels and Beans, Kaldi, sampai ke kafe-kafe pelajar di kampus. Lagipula kita punya komunitas keturunan Indonesia yang sangat besar di sana, sehingga akan sangat mudah bagi kita untuk mengadakan acara festival kopi Indonesia di beberapa kota.” jelasku.

Aku juga menjelaskan bahwa orang Belanda lebih suka menggiling dan menyeduh kopi sendiri untuk konsumsi rumahan, sehingga prospek yang paling memungkinkan adalah mengeskspor kopi biji.

“Italia, pengecualian, mas.” aku mulai beralih ke negara yang satu itu. “Budaya minum kopi sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya. Mereka bukan penemu atau penghasil kopi, tapi budaya minum kopi tidak pernah bisa dipisahkan dalam keseharian mereka. Kita bisa memberi alternatif citarasa Asia, khususnya Indonesia yang sangat kaya akan keanekaragaman kopinya.”

Kusampaikan pula, bahwa selain mengekspor biji kopi, memungkinkan juga untuk menjual kopi bubuk ke negara ini.

“Yang penting, kita jangan menjual kopi sachet, mas. Jadi produk kopi asli.” aku mengakhiri penjelasanku.

Setelah menjajaki pasar dan mempertimbangkan relasi bisnis Mas Adit di luar negeri, kami pun sepakat untuk mencoba memasarkan kopi Indonesia di dua negara itu. Tercetus juga untuk memproduksi kopi sachet, khusus untuk beberapa negara di Asia.

Kesepakatan pun kami buat, PT. ACA dan CV. RSP akan menjalin kerjasama di bidang ekspor kopi dengan menciptakan brand baru. Mas Adit akan menanam modal sebesar 60% dan dari pihakku 40%.

“Kamu punya usul untuk nama brand-nya, Ja?” tanya Mas Adit.

“Pake ACA aja, mas.” usulku, kulanjutkan alasanku, “Aku usul kita memakai brand “ACA - Indonesian Coffee”, mas. Brand itu cocok karena Mas Adit penanam modal paling besar.”

Mas Adit nampak menimbang-nimbang sebentar. “Gimana menurut, Bu Dina?” Mas Adit meminta pendapat sekretarisnya.

“Saya sih setuju, Pak. Cukup make sense.” jawab Bu Dina.

“Baik! Aku setuju, Senja.” ujar Mas Adit antusias.

Great!!” jawabku sambil tersenyum senang.

“Pihak Mas Adit saja yang menyiapkan proposal kerjasama, dan menyusun hal-hal teknis berkaitan dengan kemasan dan pemasaran. Nanti kita lihat lagi secara bersama. Sedangkan aku akan mulai menjalin komunikasi dan menjajaki kerjasama dengan para penguasa kopi lokal dan para petani di daerah.” usulku dan disanggupi oleh Mas Adit.

Setelah membicarakan hal-hal teknis dan praktis, meeting pun berakhir. Kami sama-sama berdiri dan bersalaman. Sebuah kesepakatan kerjasama sudah kami buat, semuanya terasa mudah dan cukup menjanjikan untuk masa depan, karena kerjasama ini bukan semata-mata didasari oleh mencari keuntungan, tetapi terutama dilandasi oleh rasa kekeluargaan. Kami berdua sudah seperti saudara.

Tepat jam setengah dua belas aku meninggalkan kantor pusat PT. ACA. Aku langsung menuju kampus Sae untuk menjemput kekasihku. Baru beberapa jam kami berpisah, tapi rindu ini sudah mengungkungku.

@@@@@​



Pov Imah



Setelah tadi mendapat telepon dari mbak Annisa yang memberitahukan bahwa dia akan menjemputku untuk membesuk Cinta di rumah sakit. Aku segera bersiap diri. Berhias diri ala kadarnya dengan sedikit polesan make-up di wajah. Mengenakan pakaian syar’i untuk menutupi auratku memadu padankan warna pakaianku dengan hijab yang kukenakan berwarna hijau. Setelah kurasakan cukup, aku lalu beranjak menuju ke teras menunggu kedatangan mbak Annisa.

Tak lama berselang, Mobil BMW berwarna biru yang dikendarai oleh mbak Annisa mulai memasuki perkarangan tempat kostku. Mbak Annisa keluar dari pintu mobil sambil tersenyum ke arahku dan kubalas pula dengan senyuman.

“Mbak mau masuk dulu ke dalam?” ujarku setelah cipika-cipiki dengannya. “Atau kita langsung aja ke rumah sakit?”

“Langsung aja Mah. Ntar kesiangan kita ke sana.” jawab mbak Annisa. Lalu kami berdua pun segera berjalan ke mobil mbak Annisa untuk membesuk Cinta di rumah sakit.

Selama dalam perjalanan menuju rumah sakit, kuperhatikan wajah mbak Annisa terlihat berseri-seri, cerah dan nampak bahagia. Ia menekan tombol di tape mobil lalu perlahan terdengarlah alunan sebuah lagu.

The time has come

That we must be apart

The memorys is still in my mind

But you have gone

And you leave me alone



Why.... Do you love me

So sweet and tenderly

I do everything

To make you happy



Du.du.du.du.du.du.du.

Du.du.du.du.du.du.du.



Mbak Annisa bahkan ikut bernyanyi mengikuti lagu tersebut.

Aku tersenyum senang melihat ekspresi kebahagian mbak Annisa dan ikut larut bersamanya menyanyikan lagu itu.



But now everything

Is only a dream

A dream, that never come.

I only wait

Till true love will come...



Why... Do you love me

So sweet and tenderly

I do everything

To make you happy

Du.du.du.du.du.du.du.

Du.du.du.du.du.du.du.

..........

Tak terasa lagu itu pun berakhir.

“Hahahaha” kami berdua tertawa bersamaan setelah secara bersamaan menyanyikan lagu dari Koes Plus yang berjudul “Why... Do you love me”.

“Imah...” Mbak Annisa menengok ke arahku sejenak lalu kembali lagi pandangan matanya fokus ke jalan. “Terima kasih ya sudah membantu mbak. Kamu sudah kuanggap seperti adik mbak sendiri, kalo kamu ada masalah jangan sungkan bicarakan dengan mbak, insya allah mbak bantu semampu mbak.”

“Ah mbak Annisa bisa aja. Imah melakukan semua itu ikhlas dan bertujuan baik. Imah yakin suatu saat nanti apa yang menjadi harapan mbak akan dikabulkan Allah. Dan terima kasih mbak udah menganggap Imah layaknya adik mbak sendiri.”

“Sama-sama, Imah.” sahut mbak Annisa sambil mengemudikan mobilnya dengan santai. “Mbak bersyukur bisa kenal dekat dengan kamu. Dan mbak pengen kita semakin dekat layaknya seperti saudara kandung. Kamu mau kan nerima mbak sebagai kakakmu, Imah?”

“Iya, Mbak. Imah senang sekali punya kakak sebaik dan secantik mbak Annisa.”

Tak berapa lama mobil kami pun memasuki areal rumah sakit, segera mbak Annisa memarkirkan mobilnya di tempat parkiran.

Di sebelah mobil kami, ada sebuah mobil Toyota Alphard berwarna putih yang baru saja terparkir.

Dari dalam mobil tersebut keluarlah seorang wanita setengah baya berhijab bersama seorang anak laki-laki. Di belakangnya menyusul seorang wanita cantik berhijab yang kuperkirakan usianya mungkin seumuran dengan mbak Annisa.

Dan.... Hatiku tiba-tiba berdegup kencang kala melihat sosok lelaki yang turun dari pintu mobil depan.

“Itu kan, laki-laki yang waktu itu sempat bertabrakan denganku!” gumamku dalam hati. “Apakah itu keluarga laki-laki itu ya?”

Ekspresi kaget dan tanda tanya di hatiku pada saat melihat siapa yang baru turun dari mobil Alphard putih itu, membuatku gelisah di tempat dudukku.

“Ehem...!” Suara deheman mbak Annisa seketika menyadarkanku.

Aku segera menoleh ke arah suara tersebut dan berusaha menyembunyikan kegelisahan hatiku saat ini.

“Yuk turun Mah!” ujarnya setelah Mbak Annisa membuka pintu mobilnya. “Atau, kamu masih betah di dalam mobil?”

“Hehehe... Iya Mbak.” Kekehku lalu segera membuka pintu sebelah kiri.

Setelah kami turun dari mobil lalu kami segera melangkah menuju lift. Nampak rombongan yang kulihat di tempat parkir tadi telah menunggu di depan pintu lift. Dan pandangan mata kami pun beradu. Laki-laki yang kukenal bernama Zaki itu melihat ke arahku dengan senyum merekah di bibirnya. Aku pun membalas senyumannya sejenak, detak jantungku semakin kencang, sempat aku tertegun beberapa saat sebelum akhirnya aku menundukkan wajahku menghindari tatapan matanya.

“Im, Imah...” suara mbak Annisa berbisik di telingaku. “Kok, mbak lihat dari tadi kamu berubah jadi aneh gini, nggak seperti biasanya? Ada apa, Mah?”

“Eh, nggak kenapa-kenapa, Mbak.” Kilahku menyembunyikan perasaan gelisah yang berkecamuk di hatiku.

“Kamu jangan bohongin mbak, Imah!” sahut mbak Annisa. “Oh baru ingat mbak. Apakah gara-gara cowok itu ya bikin kamu jadi salting begini? Cowok yang bukunya kamu pandangin waktu itu, kan?”

Aku sontak kaget mendengar celotehan mbak Annisa barusan Mbak Annisa seakan tau rahasia hatiku saat ini. Aku hanya menundukkan kepala menutupi kegelisahan hatiku. Tak ada satu kata pun terlontar dari bibirku.

Jarak kami dengan mereka makin dekat dan akhirnya kami tepat berada di antara mereka.

Laki-laki itu terus menyunggingkan senyumnya padaku, dan sesekali ia melihat ke arah wanita cantik berhijab yang sekarang sedang menggendong seorang bocah laki-laki yang nampak tertidur kelelahan.

“Kamu, kan Imah?” Laki-laki itu menunjuk ke arahku. Kujawab dengan anggukan kepala dan membalas senyumannya.

Mendengar laki-laki itu menegurku, membuat wanita cantik yang sedang menggendong seorang bocah laki-laki melihat ke arahku. Tatapan matanya tajam, bagai sedang menyelidiki siapa aku sebenarnya.

Pintu lift terbuka, beberapa orang keluar dari dalam lift tersebut. Kami baru masuk ke dalam lift setelah semua orang yang berada di dalamnya keluar.

Wanita cantik itu langsung masuk terlebih dahulu, diikuti oleh ibu yang berjilbab putih lalu laki-laki itu. Mbak Annisa sempat menarik tanganku supaya ikut masuk ke dalam lift karena saat itu aku sempat tertegun seperti orang linglung.

“Lantai berapa, Mbak?” tanya laki-laki itu pada mbak Annisa.

“Lantai 3, Mas.” jawab mbak Annisa cepat.

“Kebetulan sama kami juga mau ke lantai 3, Kami mau membesuk mbak Cinta yang lahiran kemaren. Betul kan tante tempatnya di lantai 3?” celoteh laki-laki itu lalu bertanya kembali pada ibu berjilbab itu.

Ibu itu hanya menganggukkan kepala.

“Oh, kalian mau besuk Cinta. Bentar, bentar. Kalian siapanya Cinta, maaf jika pertanyaan saya lancang?” ujar Annisa spontan saat mendengar perkataan laki-laki itu.

“Saya kakak iparnya Cinta. Kenalkan nama saya Dewi Safitri. Ini Mama saya dan itu Zaki. Kok Mbak kenal sama adik ipar saya. Apa mbak juga juga mau membesuknya?” tanya balik wanita cantik itu yang ternyata adalah kakak iparnya Cinta.

”Iya, Mbak. Saya rekan bisnisnya Cinta. Oh iya kenalkan saya Annisa dan ini adik saya Imah.” sahut mbak Annisa menanggapi pertanyaan wanita itu.

“Oh.. Kalo begitu kita barengan aja ke sananya.” seru wanita cantik itu sambil menyunggingkan senyum manisnya.

Mbak Annisa dan aku hanya menganggukkan kepala.

Beberapa saat kemudian kami telah sampai di lantai 3. Pintu lift terbuka dan kami satu per satu keluar dari sana menuju ke kamar perawatan tempat Cinta dirawat.

“Kamar VVIP no.1.” ujar Dewi menyebutkan nomor kamar tempat Cinta dirawat padahal aku dan mbak Annisa sudah mengetahuinya namun kami seolah-olah tidak mengetahuinya.

“Tok.. Tok.. Tok..”

Zaki mengetuk pintu kamar itu.

“Iya, masuk aja!” Suara dari dalam ruangan menyahut.

Sang bocah laki-laki yang tadi sempat tertidur tiba-tiba bangun lalu meminta turun dari gendongan wanita cantik berhijab itu.

“Nak, jangan nakal ya!” ujar wanita cantik itu menasehati anaknya. “Ingat, jangan nakal!”

“Iya, Ma.” sahut bocah itu.

Pintu pun perlahan terbuka.

Cinta tersenyum ketika melihat kami semua yang datang membesuknya.

Bocah laki-laki itu serta merta berlarian menuju ranjang Cinta sambil berkata. “Tante Cinta...!”

“Akbar....! Ayo sini naik dekat tante. Tante kangen banget sama kamu.” Cinta terlihat bahagia sekali dengan kehadiran bocah tersebut.

Bocah itu pun naik ke atas ranjang dibantu oleh wanita itu dan langsung dipeluk dan diciumi Cinta dengan penuh kasih sayang.

“Tante kangen sama kamu, Akbar. Oiya, sekarang Akbar punya adik bayi. Itu dedek bayinya. Namanya Cintya. Tapi sayang dedeknya sedang tidur. Jangan diganggu dulu, ya!” Cinta menasehati Akbar yang kini berada di gendongan Cinta.

Sang bocah lelaki itu menganggukkan kepala.

Jujur, aku terharu dan bahagia melihat kedekatan Cinta dengan bocah itu yang kuakui lucu dan menggemaskan.

“Mbak apa kabarnya?” tanya Cinta ketika wanita itu mendekati Cinta di sisi ranjang.

Alhamdulillah baik, Cin.” Sahut wanita cantik itu yang bernama Dewi. Lalu keduanya sempat cipika cipiki.

Sementara itu mamanya Cinta dengan ibu berhijab itu terlihat duduk bersebelahan di sofa sambil juga cipika-cipiki seperti keluarga yang sudah lama kenal.

Dan laki-laki itu mendekat ke arah Cinta.

“Mbak selamat ya atas kelahiran putrinya.” ujarnya dengan suara yang bergetar dan terlihat kaku di hadapan Cinta sambil mengulurkan tangan mengajak cinta bersalaman.

Cinta menyambut tangan pria itu. Mereka salaman sejenak sebelum disudahi Cinta. Namun sejenak Cinta seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. “Bentar, bentar...! Kamu kan cowok yang suka minum kopi pada saat aku kerja dulu di Mantili Cafe & Resto ya. Kamu....”

“Zaki, Mbak.” potong laki-laki itu memberitahukan namanya pada Cinta.

“Iya, iya. Zaki...” Cinta tersenyum lalu menoleh ke arahku dan mbak Annisa.

“Nah kalian berdua juga datang. Ayo sini, mbak Annisa dan Imah! Sekalian biar kukenalkan pada kalian keluargaku.” Cinta nampak bersemangat melihat kehadiranku dan mbak Annisa.

“Mama..” panggil Cinta.

Saat itu mamanya sedang berbicara dengan mamanya Dewi, Beliau mendekati ranjang Cinta.

“Ini loh yang membantu Cinta hingga restoran Cinta bisa maju dan berkembang pesat saat ini. Ini Mbak Annisa dan ini Imah, Ma.” Cinta memperkenalkan kami pada mamanya.

Mamanya Cinta pun menyalami mbak Annisa dengan ritual cipika cipiki lalu berlanjut kepadaku. Beliau lalu berkata, “Terima kasih nak Annisa dan nak Imah. Berkat kalianlah Cinta bisa sesukses sekarang ini. Saya Sekar, mamanya Cinta.”

Kemudian kami pun dikenalkan dengan Dewi, mamanya Dewi yang bernama Nengsih, Akbar keponakan Cinta dan tentunya Zaki.

“Zaki.” sahut laki-laki itu memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan mengajakku bersalaman. Namun segera ditariknya kembali tangannya saat aku tidak merespon dan hanya memberikan sebuah anggukan kepala.

“Imah. Fatimah Az-Zahra.” sahutku memberitahukan namaku.

“Eh, apakah kalian berdua sudah saling kenal?” tanya Cinta seolah ingin menyelidiki kedekatan kami berdua.

“Hanya kebetulan saja mbak. Sempat bertemu di jalan xxx kost-an Bi Iyah.” Zaki menjawab cepat pertanyaan Cinta.

“Kok kamu hafal dengan kost-an Bi Iyah, Zak? Emangnya kamu tinggal di sekitar daerah situ?” tanya Cinta kaget setelah mendengar Zaki menyebutkan tempat kost-an kami.

“Benar, Mbak. Kost-an Zaki nggak jauh kok dari kost-an kalian.” jawab Zaki jujur.

Mbak Dewi yang sedari tadi diam nampak gelisah, dari gestur tubuhnya terlihat ketidak nyamanannya di tempat ini. Apalagi ketika terjadi percakapan serius antara Zaki dan Cinta. Terlihat dari sorot matanya ada kecemburuan pada Cinta.

“Ada hubungan apa ya Zaki dengan mbak Dewi?” gumamku bertanya-tanya dalam hati. “Kok, kayak orang cemburu gitu dari sorot mata mbak Dewi saat melihat Cinta dan Zaki berbicara.”

“Dewi, kenapa kamu dari tadi diam aja? Nggak biasanya kamu seperti ini.” Tiba-tiba mamanya Cinta bersuara. Dan itu membuat kaget Dewi yang sedari tadi menatap tajam ke arah Zaki dan Cinta.

“Eh, nggak Ma. Nggak tau nih tiba-tiba saja Dewi merasa kurang enak badan. Mungkin masuk angin, Ma.” sahut Dewi.

Entahlah benar atau tidak yang dikatakan Dewi barusan, Atau itu hanyalah jawaban untuk menutupi kegelisahan hatinya saat ini.

Jujur saja, aku pun mengagumi sosok Zaki di hadapanku ini. Selain orangnya tampan, dia juga terlihat sopan dan sangat menghargai wanita. Namun hati kecilku berkata dia bukanlah lelaki yang kelak menjadi imamku. Firasat hati kecilku yang selalu berkata sesuai dengan akal dan nuraniku. “Dia bukan lelaki yang dipilihkan sang kholik untukku. Banyak wanita-wanita lain yang mengharapkan cintanya. Dan rasa cintanya padaku kurasakan tidak sebesar perasaanku kepadanya.”

Aku jadi teringat pesan Abi sebelum aku berangkat ke Bandung. “Nak, jaga hati dan imanmu dari segala godaan duniawi. Ingat setiap kita sudah ada garis ketentuannya dari Sang Pencipta. Jodoh, rejeki, kelahiran bahkan kematian pun semua sudah tertulis di Yaumul Mahfudz. Kita sebagai hamba-Nya hanya mengikuti apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya. Jadilah seorang hamba yang selalu bersyukur dan janganlah engkau ingkari takdir-Nya. Bila sudah datang jodohmu, maka itulah takdir yang mesti kamu jalani.”

Tiba-tiba.....

Tok.. Tok.. Tok..

Terdengar suara ketukan dari luar dan masuklah seorang petugas keamanan rumah sakit beratribut lengkap dengan seorang suster yang membawa sebuah baskom berisi air.

“Permisi.... Selamat siang ibu dan bapak. Mohon maaf waktu besuk pasien telah habis. Nanti ibu dan bapak bisa membesuk kembali jam delapan malam. Mohon bapak dan ibu bisa memaklumi aturan rumah sakit ini. Dan pasien hanya diperbolehkan dijaga oleh satu orang saja.” ujar petugas keamanan itu dengan tegas namun santun dalam berbicara.

Kami pun berpamitan pada Cinta dan satu per satu kami mulai meninggalkan kamar perawatan tempat cinta di rawat.

@@@@@​





Pov Adit




Selama dua jam lebih aku dan Senja membahas secara teknis kerjasama di antara kedua perusahaan kami. Kuakui Senja memiliki pengetahuan yang luas dan visi yang luar biasa untuk pengembangan produk kopi kami yang rencananya akan kami pasarkan ke benua biru. Semua penjelasannya tentang pasar kopi di Eropa terutama di Belanda dan Italy sangat memuaskan hatiku, berarti dia benar-benar faham kultur dan kebiasaan orang-orang di sana.

Sesaat aku kembali mengingat-ingat obrolan kami, Senja sempat bercerita tentang Sae kekasihnya yang kuliah di salah satu universitas di kota Bandung. Aku pun juga menceritakan tentang Cinta istriku yang kini sukses membuka usaha restoran Sunda.

Drrtt.... Drrrtt... Drrtt...

Smartphone-ku bergetar karena tadi sempat aku silent selama membicarakan bisnis dengan Senja.

Segera kulihat siapa yang menghubungiku di layar smartphone-ku.

“Om VirGhost yang nelpon. Ada apa ya? Sebaiknya aku segera angkat telponnya.” Gumamku membatin diliputi tanda tanya dan rasa penasaran.

“Ya, hallo, Om...” sahutku ketika menerima sambungan telepon Beliau.

“Hallo, Dit. Om sengaja nelpon kamu. Om sekarang sedang dalam perjalanan ke Bandung untuk menemui Mas Pram. Namun sebelum Om ketemu sama Papa mertuamu Om ingin mengatakan sesuatu yang penting mengenai perusahaan Mas Pram.” Om VirGhost memberitahukan keperluannya ke Bandung ternyata untuk menemui papa Pramudya.

“Memangnya ada masalah apa ya Om? Apa yang telah terjadi sama perusahaan Papa, Om?” Aku sempat kaget mendengar ada permasalahan yang menimpa perusahaan papa Pramudya lalu bertanya padanya.

“Panjang ceritanya, Dit. Nggak bisa kalau dibicarakan lewat telepon.” sahut om VirGhost menjawab pertanyaanku barusan.

“Bagaimana kalau Om ke apartemen Adit di Buah Batu? Nanti akan Adit kirim alamatnya lewat WA, Om.” Aku memberikan usulan untuk bertemu dulu sebelum Beliau ke rumah sakit menemui papa Pramudya.

“Ok kalau begitu, Dit. Om akan mampir dulu ke apartemenmu. Om tunggu alamatnya, ya!” sahut lelaki itu setuju dengan usulan Adit.

“Ok, Om. Assalamualaikum.”

Waalaikum salam.”

Setelah menutup sambungan telepon itu, segera aku mengirim alamat apartemenku di Buah Batu melalui aplikasi WA dan tak lama berselang pesanku telah dibaca oleh Beliau.

“Dina... Kamu bisa ke ruanganku sebentar!” panggilku pada sekretarisku yang memiliki wajah cantik dan bertubuh mungil melalui intercom kantor.

“Siap, pak Adit.” sahut wanita itu lalu menutup sambungan telepon intern kantor.

Tak lama kemudian, Dina masuk.

“Dina, saya ada urusan di luar dan sepertinya hari ini tidak balik lagi ke kantor. Tolong ya kamu handle semua pekerjaan saya. Dan kalau ada hal yang urgent segera kamu hubungi saya.”

“Baik, Pak Adit.” sahutnya sambil sedikit membungkukkan badan.

Aku beranjak dari kursiku, melangkah dengan santai menuju ke tempat parkiran mobiku untuk menemui om VirGhost di apartemenku di Buah Batu.

@@@@@​



Lokasi : Apartemen Buah Batu No. 101




Di dalam apartemen itu terlihat dua orang lelaki sedang berbicara dengan sangat serius. Seorang pria paruh baya nampak berkaca-kaca matanya saat itu ketika menceritakan kronologi kejadian yang menimpanya. Sementara seorang lelaki muda mendengarkan dengan seksama tanpa memotong perkataan laki-laki paruh baya itu.

Setelah selesai laki-laki paruh baya itu berbicara, laki-laki muda itu kemudian menanggapi dengan sangat tenang dan kepala dingin. Nampak sekali kecerdasan yang dimiliki oleh laki-laki muda itu. Memberikan beberapa alternatif solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi. Dan diakhir pembicaraan mereka, keduanya sepakat segera menemui Pramudya di rumah sakit.



Lokasi : Rumah Sakit Bersalin xxx




Beberapa jam sebelumnya sebelum orang-orang datang membesuk Cinta...

Di dalam ruang IGD, seorang dokter jaga nampak tersenyum ketika melihat pasiennya mulai sadarkan diri. Lalu dokter tersebut kembali memeriksa pasien yang sempat ditanganinya selama beberapa menit yang lalu.

Setelah memastikan kondisi pasien mulai membaik, dokter itu meminta susternya untuk memanggil keluarga pasien.

“Pak, Bu. Bisa ikut saya ke dalam! Pasien sudah siuman.” ujar suster itu memberitahukan berita baik pada seorang laki-laki yang duduk dengan gelisah sejak dari pertama pasien itu dibawa ke ruang IGD dan seorang wanita yang setia mendampingi laki-laki itu sejak tadi.

Alhamdulillah.” Spontan keduanya mengucapkan rasa syukurnya setelah mendapatkan berita baik itu langsung dari sang suster.

Laki-laki itu dan istrinya kemudian masuk ke dalam ruang IGD mengikuti suster yang berjalan terlebih dulu.

@@@@@​



Sebelum berangkat ke rumah sakit, Adit sempat menghubungi ponsel Pramudya dan yang menerima teleponnya adalah Hartono suaminya Jelita. Dari percakapannya dengan kakak iparnya itu, Adit mendapat kabar bahwa Pramudya sedang dalam pemulihan pasca pingsan beberapa jam lalu, sekarang Beliau di rawat di ruang perawatan yang berada di lantai 2.

Adit kemudian menghubungi mama Sekar, memberitahukan ada om VirGhost yang ingin bertemu dengan Beliau. Mama Sekar bersedia menemui VirGhost di luar bukan di rumah sakit karena takut mengganggu ketenangan pasien. Dan sepakat bertemu di sebuah restoran yang letaknya hanya beberapa meter dari rumah sakit.

Setelah hampir satu jam menyusuri jalanan yang padat dari arah Buah Batu ke RSB di daerah xxx akhirnya kedua mobil itu sampai juga di tempat yang dituju. Sesuai dengan kesepakatan di telepon, mama Sekar mengajak bertemunya di restoran AAA.

Dari dalam mobil sedan keluarlah laki-laki paruh baya yang diketahui bernama VirGhost, sedangkan di mobil yang lainnya keluarlah laki-laki muda bernama Adit Febriansyah. Lalu keduanya melangkah masuk ke dalam restoran itu.

“Apa kabar mbakyu...?” sapa VirGhost ketika mereka sudah bertemu di dalam restoran itu.

Alhamdulillah sehat-sehat, Mas. Gimana kabar mbakyu Ratna? Semoga selalu sehat juga.” sahut Sekar ramah dan balik bertanya kabar istri sahabat suaminya.

Alhamdulillah Ratna sehat-sehat mbakyu.” jawab VirGhost.

Suasana seketika hening, ketiganya hanya diam. Ada sedikit ketegangan di antara Sekar dan VirGhost.

Terlihat dari ekspresi wajah Sekar yang tegas ketika berbicara mengenai bisnis. Sementara VirGhost terlihat kepanikan di wajahnya walau ia berusaha untuk bersikap tenang menghadapi Sekar yang terkenal tegas dan tanpa kompromi.

“Ma, nggak papa ya kalau Adit ikut pembicaraan ini.” Adit bersuara untuk menenangkan situasi yang mulai tegang. “Kan Adit juga anak menantu mama.”

“Iya, Dit nggak apa-apa. It's ok.” Sekar sedikit melunakkan suaranya dan nampak mulai menurunkan emosinya.

“Oiya, biar agak santai ngobrolnya kita sekalian aja pesan makanan.” ujar Adit lalu ia memanggil pelayan restoran untuk memesan beberapa makanan yang sudah mereka tulis di menu pesanan.

Setelah selesai makan siang bersama. Kemudian mereka bertiga memulai pembicaraan itu.

VirGhost lalu menceritakan semua kejadian yang telah terjadi beberapa bulan yang lalu saat ia dipercaya sebagai pelaksana tugas Presiden Direktur sesuai penunjukan langsung dari Pramudya.

...........

...........

...........

...........

............

Sekar yang mendengar penjelasan VirGhost dari awal ia bercerita seakan ingin memotong perkataan VirGhost namun selalu ditahannya karena ia malu terhadap Adit dan juga menahan emosinya supaya tensi darah tingginya tidak sampai kembali membuatnya kembali menderita stroke.

Namun pada saat ia mendengar bahwa perusahaan suaminya terancam diambil alih oleh Kuciah, Sekar tidak bisa lagi menahan amarah dan emosinya.

Tiba-tiba...

Sekar bangkit dan melempar gelas itu di hadapan VirGhost. Untung saja VirGhost masih bisa menghindar sehingga gelas itu tidak mengenainya dan meluncur deras pecah di lantai.

“ Praangg....”







Bersambung...

Jangan lupa like, dan komentarnya supaya cerita ini terus berlanjut hingga tamat dan supaya semakin lebih baik lagi.

Terima kasih buat sobat-sobat ane 6S, Mamang @RSP27, @Cinthunks, @BL4CKDEV1L, Neng @gadissoyu.
Dan semua sobat-sobat lainnya @VirGhost, Kong @D 805 KI, @Nicefor, @kuciah, @RAYxy, @deqwo, Aki @Huis_van_crot, dan teman-teman lain yang selalu support ane hingga kembali dari hiatus menulis setelah vakum sibuk di real life.
 
Terakhir diubah:
Tidak mudah memadukan banyak pov dalam satu aliran cerita, tidak mudah juga menyatukan kesinambungan cerita dalam kaitannya dengan alur cerita tetangga. Tapi om Rad berhasil memadukannya. Penikmat cerita di sini dan di LiR bisa langsung konek, tapi yang hanya membaca PC pun tetap tidak kehilangan konteks. Great job om.

Cinta sudah mau menerima Adit. Dag dig dug menunggu pertemuan mereka. Apakah cerita sudah mendekati akhir? Dewi jangan ama Zaki jugalah. Mamang nganggur kok. Aq siap jadi papahnya Akbar. 😍
Jiiiahh.......
Muji - muji ujung'y ada modus tersembunyi......

Kl di sebelah,bolehlah junior2 tunduk ma mamang @RSP27,tapi disini selama abah @rad 76 ngasih ijin.
Kilur @areke,om @adv001 mari bersaing dgn mang @RSP27 sampai cangcut terakhir dikibarkan.....
😀😀😀😀
 
Bimabet
Jiiiahh.......
Muji - muji ujung'y ada modus tersembunyi......

Kl di sebelah,bolehlah junior2 tunduk ma mamang @RSP27,tapi disini selama abah @rad 76 ngasih ijin.
Kilur @areke,om @adv001 mari bersaing dgn mang @RSP27 sampai cangcut terakhir dikibarkan.....
😀😀😀😀
Lho lha ane arep ndukung seng ndi nek ngono iku om..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd