Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjuanganku Menaklukkan Ketakutan

Cewe mah gitu
Bohong tapi recycle bin masih berisi
Dan
apakah dayu akan memainkan perannya? Patut ditunggu
 
CHAPTER VI: A BREAK
Bercinta setelah seminggu tanpa merasakan hangatnya peluh Dita membuatku puas, walau dengan sedikit rasa sesak di dada. Kenapa ada kata yang keluar dari mulutnya. Nama seseorang yang bahkan bertemu pun aku belum pernah. Nama yang selalu disembunyikan oleh Dita.
Belum selesai hancurnya hatiku karena Yosa, sudah ada lagi masalah dengan yang namanya Gilang yang kutahu bahwa Dita sudah melupakannya.

Aku hanya terdiam, melamun di kamar itu. Sedangkan dita membersihkan badan, mandi, sebelum kita pergi untuk makan malam. Makan malam yang selama seminggu ini aku tak rasakan. Makan malam yang aku dambakan setiap hari, dengan kehangatan canda tawa bersama Dita.

Kami bergegas, menuju tempat makan seperti biasa, berada di seberang kampus tetangga yang terkenal akan mahasiswa yang super cerdas. Di sebuah food court Serba Ada. Dengan harga yang minimalis, kami sebagai mahasiswa dapat menyantap makanan yang lumayan bergengsi.

Sampai di lokasi, kami pun mengambil tempat paling pojok, dekat dengan jendela yang langsung menuju ke jalanan.


“Iya sayang, makasih ya..” timpaku kepadanya.

Dita sendiri memesan sop iga, kesukaannya, dengan kuah hangat yang membuat tubuhnya menjadi lebih segar, sekaligus sebagai antisipasi udara dingin yang mulai datang di kota Jogja.

Selesa bersantap malam, sebelum kembali, aku pun beranikan diri untuk menanyakan hal tadi ke Dita.

“Dita, kamu sadar ngga, tadi kamu bilang apa waktu klimaks?” aku menatap bola matanya, penuh rasa sayang sekaligus penasaran.

“Tidak, memangnya aku bilang apa tadi?” Sahutnya

“kamu tadi nyebut nama GILANG.” Aku menjawab sembil menahan air mata agar tidak jatuh. Sebab masih belum sembuh betul rasa sakitku karena Yosa yang lebih dipilih oleh kedua orang tuanya.

Dita kaget, matanya tak berkedip menatapku. Dia seolah menahan rasa ingin mengatakan sesuatu tapi tidak keluar dari mulutnya. Tangannya memegang erat tanganku, yang saat itu sudah mulai membeku. Membeku karena cuaca, seperti mulai membekunya hatiku dengan perlakuan Dita.

“Maafkan aku sayang.. aku sama sekali tidak bermaksud menyakitimu. Aku bener-bener tidak sadar nama Gilang yang aku sebut. Percayalah padaku. Aku sangat mencintaimu. Aku ingin kita membangun rumah tangga nanti. Entah apa yang ada di otakku sehingga terucap kata Gilang, yang bahkan aku sudah tak berhubungan lagi dengannya. Aku berani bersumpah demi Allah.” Dita mejawab pertanyaanku dengan nada yang serius, terbata-bata, sedikit meragukan, tapi tetap kucoba untuk bertahan.

Disinilah letak kelemahanku, aku terlalu lemah kepada wanita. Apalgi wanita itu adalah orang yang sangat aku sayangi.

“Iya Dita, aku hanya bertanya apakah kamu tadi sadar atau tidak. Itu saja. Aku tak meragukan rasa sayang dan cintamu kepadaku.” Kucoba bersikap tenang menghadapi percapakan itu.

“Ayok kita pulang, sudah malam.” Kuajak Dita kembali, sambil tanganku mengusap pipinya,

Jalanan Jogja tersasa sunyi, sepi, dingin. Dita memelukku erat dari belakang. Entah apa yang ada dipikirannya. Namun kurasakan ada tetesan air mata yang jatuh membahasi pundakku. Kuharap air mata itu adalah air mata kasih sayang, sekaligus air mata penyesalan atas tindakannya kepadaku.

Kami sampai kurang lebih pukul 9 malam. Jam dimana seharusnya penghuni kos tidak boleh menerima tamu dari luar. Namun aku dengan leluasa masuk kosan itu berkat kedekatanku dengan penjaga kos.

Aku pun hendak pamit, namun Dita melarangku pulang. Dia ingin malam itu aku tidur bersamanya, Menemaninya yang kediningan. Apalagi sauasana kos lagi sepi.

“Aku harus pulang sayang, apa kaa Bapak Ibuku kalau tahu anaknya tidak pulang.” Ku mencoba membujuk Dita untuk memperbolehkanku pulang.

“Yasudah kalau begitu, tapi kamu hati-hati ya dijalan. Sekali lagi maafin aku.” Dita menanggapi dengan tenang.
Tak lama kemudian Dita pamit ke kamar mandi untuk buang air kecil.

Laptop Toshiba milinya ternyata masih menyala, sewaktu kami pergi. Kucoba untk memeriksa beberapa file di dalamnya. Memang keahlianku untuk membereskan hal-hal kecil yang Dita suka lupa.

Aku buka file explorer, dan mataku langsung tertuju pada sebuah foto, dalam folder ‘download’. Aku tidak tahu siapa lelaki yang ada di foto itu. Namun yang jelas foto file itu diberi nama ‘Ganteng’ dengan ‘date modified’ 4 Agustus 2009 yang artinya itu adalah hari kemarin.

‘Anjiiiinnngg...’ umpatku dalam hati, siapa orang ini. Kenapa file itu dinamain ganteng. Sebah foto berisi dua orang memakai toga wisuda. Aku langsung menuju ‘recycle bin’ dan kutemukan foto yang sama, dengan file nama mesra, seperti ‘cintaku’, ‘masa depanku’, ‘cah ngangenin’ dan lain-lain. Setelah ku cari-cari ada satu file bernama ‘gilang ganteng’ dengan wajah foto orang yang sama.

Air mataku mulai menetes, aku tak tahu harus berbuat apa karena ada satu file foto nampak Dita berpose dengan Gilang sambil tersenyum manja, dengan wajah hanya berjarak kurang dari 5 cm. Kucoba restore file itu dan semuanya ada dalam kurun waktu satu bulan. Aku sudah sangat putus asa. Rasa marah dan sedih bercampur aduk. Orang yang selama ini aku dambakan, aku cintai, dan begitu sayangi menghianatiku.

Dita keluar kamar mandi dengan ekspresi wajah kaget melihatku menangis tanpa suara, hanya tetesan air mata, membanjiri pipiku.
“Kamu kenapa sayang..?” Tanya Dita kepadaku, memeluk tubuhku dari samping.

“Aku tak tahu harus berkata apa, tapi yang kamu lakukan itu sangat membuat hatiku sakit. Aku rasa kita break dulu saja. Aku ingin tenang, Ingin konsentrasi skripsi dulu. Foto-foto ini menghancurkan harapanku” Ucapanku kepada Dita, membuatnya juga meneteskan air mata.

“Maafkan aku sayaaaang.... Aku tak bermaksud begitu... aku benar-benar tak ada apa-apa dengan gilang. Semua yan kamu lihat tidak seperti yang kamu bayangkan“ Dita merengek sambil memegang erat tanganku. Seolah tak ingin aku bergegas pulang.

“Aku tak tahu harus percaya sama kamu atau tidak, namun rentetan peristiwa ini membuatku sakit. Aku pamit pulang. Kamu segera istirahat. Sudah malam.” Aku beranjak dari kamar kos itu, meninggalkan Dita dengan air mata yang membanjiri kamarnya.

Semua pertanyaanku terjawab, selama ini Dita berselingkuh dengan Gilang, mantannya yang saat itu wisuda bersamaan. Bodohnya aku yang terlalu percaya kepadanya.

Aku sudah putus asa, ku coba untuk segera pulang. Ke rumah dimana Bapak dan Ibu sedang menunggu anak bungsunya kembali. Ke rumah dimana ada banyak cinta disana untukku.


Bersambung...
Susunan kata dan alur ceritanya halus. good job, hu
 
mantap hu .... podo karo cerita uripku
 
CHAPTER VII: LOVE FROM PARENTS
Seperti biasa, setiap malam Bapak selalu menunggu anaknya pulang. Dia tidak akan bisa nyenyak tidur sebelum kaki anaknya memasuki rumah. Pernah suatu kali, kakak ku yang yang sudah menjelang usia 30, pergi berlibur bersama kawan-kawannya ke bromo, masih saja ditungguin sampai masuk ke rumah, padahal waktu itu Bapak dalam keadaan sakit. Dia nungguin kakak di luar rumah, tiduran di bangku panjang depan teras rumah.

Malam kacau itu aku sudah ditungguin Bapak di depan, Jalanan yang kulewati sebelumnya seperti tidak biasanya. perjalananku pulang memakan waktu yang sangat lama. Entah perasaanku saja, atau memang aku mengendarai motor dengan pelan.

“Kena macet ngga le? Tadi ada tabrakan di jalur lengkung deket Jembatan kampung sebelah.” Tanya Bapakku sambil membetulkan sarungnya yang sudah beberapa minggu tidak dicuci. Sarung kesayangan berwarna hijau tua, yang selalu menemani malam-malan yang semakin dingin.

“Nggak pak, lancar kok, mungkin udah beres kecelakaannya.“ Aku menjawab dengan santi sambil memasukkan motor ke dalam rumah.

“Ohhh yasudah, cuci muka atau mandi dulu sana. Trus istirahat, mukamu udah kaya knalpot bis kota... buluk dan mbladus

Bapakku memang jago mencairkan suasana anaknya yang sedang kalut. Aku tersenyum dan mulai melakukan ritual sebelum tidur malam. Kulihat Bapak lalu memasuki rumah, mengunci pintu, dan bergegas ke kamar.

Seperti biasa, dia selalu menyalakan radio peninggalan kakek menemani tidur. Wayang yang sudah beberapa kali disiarkan selalu menemani tidur malam kami.

Hari itu sangat berat bagiku, harapanku yang begitu bersar, hancur seketika karena perilaku Dita, wanita yang sangat kucintai.

Pagi pun tiba, hari minggu, irama lagu ‘kapan-kapan’ dari koes plus dengan volume kencang membangunkan tidur ku. Setiap pagi, Ibu selalu punya cara agar anaknya bisa bangun. Salah satunya dengan menyalakan musik keras-keras, sekaligus sebagai pengiring saat dia memasak.

Sambil menyantap makanan, aku dengarkan Ibu berbincang dengan Bapak. Sayup-sayup sekilas mereka membicarakanku. Bapak cerita bahwa tadi malam aku pulang dengan wajah yang lesu, dan tak bersemangat. Bapak khawatir akan keadaanku, hingga dia menceritakannya kepada Ibu. Memang diantara kedua orang tua ku. Ibu yang paling bisa mendekati anaknya. Sedangkan Bapak, lebih sering mengamati, dan memperhatikan anak-anaknya.

“Kenapa sih Alan, ada masalah sama Dita? Atau masalah kuliah?” tanya Ibu kepadaku, sambil menyeduh teh manis buat Bapak, sekaligus buatku juga.

“Gpp buk, kuliah masih lancar, ini lagi proses bimbingan.” Jawabku, seambil menyantap sayur bayam masakan ibu dengan lauk tempe goreng.

“Aku tahu dari Bapakmu kalau kamu semalam pulang dengan wajah kusut, berantakan, seperti orang stres.” Ibu melanjutkan pembicaraanya. Dia tak pernah menyerah untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan anaknya.

Aku mulai menatap wajah Ibu, wajah yang sudah mulai tua, yang selalu menyayangi tanpa pamrih kami anak-anaknya. Wajah teduh itulah yang selalu menjadi sandaran saat hati anaknya sedang galau.

“Iya bu, ini masalah Dita. Aku memutuskan break sama Dita. “ Ucapku dengan nada lirih.

“lhoo kenapa le.. bukannya kemarin habis wisuda? Ada masalah apa?” lanjut ibuku penuh tanya.

“Gak ada apa-apa kok bu, mungkin memang harus istirahat dulu kami pacaran. Biar kuliahku selesai dan Dita juga bisa fokus memulai kuliah S2.” Aku berusaha sekuatku untuk menyembunyikan permasalahan ku dengan Dita.

“Aku tuh tahu lee.. pasti ada sesuatu sama kalian. Cerita saja sama Ibuk. Siapa tahu Ibuk bisa bantu. Ya walau tidak memberikan solusi, tapi paling nggak, Ibu bisa menjadi bantu mendengarkan keluh kesahmu. Ibu ini bisa jadi macem-macem lho. Bisa juga jadi sahabatmu. Ayolah cerita saja. Tidak apa-apa.” Ibu terus membujukku untuk bercerita.

“iya buk, sebenarnya, kami putus karena Dita menghianatiku buk. Dia selingkuh sama Gilang, mantannya.” Aku menjawabnya.

“lhoo kok bisa begitu, bukannya mereka sudah tidak pernah berhubungan. Kan waktu itu kamu pernah cerita kalau Dita itu wanita yang baik, yang setia sama pacarnya.” Ibu lanjut bertanya kepadaku.

“Saya ngga tau bu, tapi foto yang ada di dalam laptopnya kemarin membuktikan. Mereka ketamu waktu wisuda minggu lalu. Sudahlah buk, tidak usah dibahas dulu. Biar aku fokus sama skripsi saja.” Pungkasku.

“yowis lee.. .yang penting atimu legowo, ga usah dipikir abot-abot. Wong lanang kui jangkahane adoh.. Atimu kudu kuat.. banyak yang lebih baik. Percaya sama ibuk. Yang penting selesaikan kuliahmu, kerja, cari duit, urusan wanita pikir belakangan. Udah ya, ga usah sedih. Itu lho Yeni, anaknya bu Kiswo tetangga kita, juga masih gadis kok.. siap untuk dilamar malah. Ayo nganter Ibuk ke pasar. ” Ibu mengakhiri percakapan itu sambil becanda dan memintaku mengantarkannya ke pasar.

"Ah ibu, bisa aja.. oke buk, ayok aku antar.." Jawbku dengan sigap.

Setelah mendengar perkataan ibu, hatiku sedikit kuat, sedikit lega. Benar memang, orang tua adalah teman terbaik dan paling mengerti kita.

Aku pelan-pelan berpikir mencerna apa kata Ibuku tadi. Bahwa sebenarnya langkah seorang lelaki itu lebih panjang dari perempuan. Jalan seorang lelaki itu lebih jauh dari perempuan, jadi tidak perlu lagi galau. Seorang lelaki berumur 30 tahun masih pantas untuk melajang, dibanding wanita berumur 30 tahun yang sebentar lagi akan dibilang perawan tua. Jumlah laki-laki pun saat ini lebih banyak dari wanita.

Hatiku yang tadinya galau, kembali ceria. Seperti sedia kala.

Memang benar kata orang, bahwa kita kadang hanya membutuhkan seseorang yang bisa mendengarkan kita.

Selesai dari pasar, aku janjian sama teman band ku untuk latihan. Setelah sebelumnya gagal, kami akan latihan kembali untuk pesiapan manggung di kampus bulan depan.

Aku sudah persiapkan daftar lagu dari SOAD yang mulai aku kulik dari minggu lalu.

Kami bertemu lansung di studio Musikalis, studio rujukan band-band lokal di kampungku.

Bersambung...
 
Nyesekkk, yang disebut malah orang lain pas lagi klimaks :Peace::Peace:
 
Bimabet
"Wong lanang kui jangkahane adoh."
Quote nya mntap suhu semoga update nya lbh panjang dan sering hehehe...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd