Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Satria Piningit Nusantara

BAB 2
Keluarga Baru



Wonosobo sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Magelang di timur, Kabupaten Purworejo di selatan, Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Banjarnegara di barat, serta Kabupaten Batang dan Kabupaten Kendal di utara.

Di setiap Kabupaten sering terjadi persaingan dan perselisihan di setiap pemerintahannya.

"Aaahhhh..."

Kompetisi perdagangan antar Kabupaten sangatlah ketat, jika setiap Kabupaten menjadi lemah, maka Kabupaten lain akan memonopoli harganya.

Teriakan ketakutan terdengar dari langit, terlihat seorang bayi meronta-ronta untuk menggapai apapun agar tidak jatuh.
Namun, disaat bayi itu berteriak ketakutan, tiba-tiba dirinya merasa ada yang memegangi tubuhnya, dan ia juga mendengar suara wanita yang sangat lembut dan penuh kasih sayang.

("Putraku, bukalah teknik terbang, agar kamu memiliki sayap. Selain itu pelajari semua teknik beladiri di dalam cincin dimensi-mu" )

"Ibuuuu..." Anak kecil itu adalah Satria yang akan jatuh dari langit setelah memecahkan token teleportasinya.

Setelah mendengar suara Ibunya, Satria memanggilnya, tapi sayang.. ibunya tidak menjawab.
Teringat akan perkataan ibunya, buru-buru Satria memeriksa cincin dimensinya untuk mencari teknik terbang.

"Hahaha... Ketemu..." Satria tertawa senang manakala menemukan apa yang dia cari sesuai perintah Ibunya.

Segera Satria membuka segel itu, dia membacanya dengan perlahan tanpa kuatir akan terjatuh, karena dia merasakan energi yang masih menopang tubuhnya agar tidak terjatuh dengan keras.
Setelah menghafal dan mengerti dengan cepat, Satria segera mempraktekkannya.

"Harus ditetesi darah dulu ya? untuk membuka segelnya, ini sangatlah mudah" gumam Satria setelah memahami isinya.

Segera Satria menggigit salah satu jarinya hingga berdarah lalu meneteskannya pada cincin dimensi miliknya, untuk membuka segel masuk kedalamnya. Di dalam cincin dimensi, Satria melihat binatang buas seekor burung rajawali langit. Bentuknya sama seperti burung rajawali pada umumnya, tetapi rajawali ini memiliki tubuh yang transparan berwarna ke biru-biruan, dan ukuran 4 kali lipat lebih besar.

Kwakkkk..

Suara burung rajawali langit sangat nyaring, saat melihat seorang bayi yang menyilangkan kedua tangan di pinggangnya, suara rajawali membuat telinga Satria berdengung.

Saat sorot matanya melihat burung rajawali yang sombong itu, Satria mengerutkan keningnya dan berkata.

"Tunduk padaku, jika tidak, kamu tidak akan bisa bebas." perintah Satria kepada rajawali langit itu.

Setelah berbicara, mata ketiga Satria yang berada di tengah-tengah dahinya membuka kelopaknya, dan mengeluarkan sinar yang melesat ke arah rajawali langit itu, yang terbang dengan sikap arogan dan terlihat menghina Satria.

Kwakkkk....

Burung rajawali langit berteriak kencang, saat dirinya ditarik oleh sinar yang keluar dari mata ketiga Satria. Dengan cepat binatang roh itu mengecil dan masuk kedalam mata ketiganya.

Tidak berselang lama, binatang roh itu sudah ditundukkan oleh Satria, dan sudah menyatu dengan tubuh dan jiwanya. Dengan cepat kesadaran Satria kembali ke dunia nyata, dan masih akan terjatuh dari langit.

"Sayap terbang...." ucap Satria yang memanggil teknik pasif yang baru dipelajari.

Bhuzhhhh....

Sepasang sayap transparan berwarna ke biru-biruan keluar dari punggungnya. Dengan pikirannya, Satria berusaha menggerakkan sayap di punggungnya.

Wushhhh

"Hahaha... Aku berhasil...!!"
"Oh tidaaaak"

Satria tertawa riang, saat dirinya berhasil mengontrol sayapnya, tetapi dia terlambat, karena posisi dia sudah dekat dengan pepohonan.

Bam... Bam... Bam... Brukkkk

"Ahhhhhh... Sakit Buuuu..." Satria berteriak kesakitan saat menabrak banyak pepohonan, semua pepohonan yang Satria tabrak segera tumbang dan dirinya terjatuh di tanah.

Sayap itu kembali menghilang di dalam tubuh Satria, saat dirinya tertanam di tanah tanpa bergerak.

"Apa itu...!"

Tidak jauh dari tempat Satria terjatuh, ada seorang pria yang berumur 42 tahun.
Mendengarkan keributan yang tidak jauh dari tempatnya, pria tua itu buru-buru berlari menghampiri lokasi kejadian.

"Astagaaa... Siapa yang membuang bayi ini..." pria tua itu kaget saat melihat bayi yang tertanam di tanah yang seakan-akan mau di kubur.

Buru-buru pria itu menggendong Satria yang pingsan, setelah menyingkirkan ranting kayu dan tanah yang akan menimbunnya.

"Ya Tuhan, tega sekali orang tua bayi ini?!" pria tua itu sangat marah kepada orang tua Satria, sambil menggendong bayi itu.

Kemudian pria tua itu membersihkan kotoran dari tubuh Satria, dan lagi-lagi tercengang melihat wajah tampan dari bayi didepan matanya, dia sekali lagi memeriksa tubuh bayi yang dia gendong.

"Benar-benar orang tua yang tidak berhati, bayi tampan dan tidak bercacat teganya sampai akan dibunuh...?!" sekali lagi pria tua itu marah kepada orang tua bayi ini.

"Aku harus bawa ke rumah dan memberitahukan kepada istriku...!!" gumam pria itu dengan terburu-buru kembali ke desanya, setelah mengambil kapaknya yang dia buat untuk mencari kayu bakar.

Tidak sampai menghabiskan 1 jam, pria itu sudah dekat dengan pintu gerbang desa. Desa itu tergolong sangat kecil, terlihat hanya ada sekitar 100 orang para penduduk asli desa itu.

Kebanyakan penduduk yang tinggal di desa itu tergolong miskin, terlihat dari temboknya saja belum disemen bahkan lantainya pun belum berkeramik.

Namun beruntungnya, Desa itu juga memiliki beberapa bidang persawahan dan kebun sayur yang sangat subur dan terawat dengan baik.
Warga segera melihat sosok pria tua yang sangat dikenali, yang berlari dengan tergesa-gesa sambil menggendong bayi.

"Hei, lihat Kepala Desa terlihat panik dan membawa bayi..." Salah seorang warga desa itu segera berteriak memanggil para penduduk yang berada disekitarnya.
Sontak penduduk yang mendengar suara warga segera melihat Kepala Desa yang sedang berlari dengan menggendong seorang bayi.

"Kepala Desa, apa yang terjadi dan bayi siapa yang kamu gendong itu?"

"Apa ada bahaya..??"
Segera pria tua itu dihujani banyak pertanyaan dari para penduduknya, walau dirinya masih beberapa meter dari mereka. Ternyata pria tua itu adalah Kepala Desa dari desa Kumejing.

"Suamiku, bayi siapa itu?" tanya istri Kepala Desa yang sedikit curiga kepada suaminya, pasalnya mereka berdua tidak memiliki seorang anak.

"Tenang semuanya, aku akan ceritakan terlebih dahulu..." dengan terengah-engah Kepala Desa segera berbicara kepada istrinya dan semua orang.

Kepala Desa bernama Karta, dia dan istrinya tidak memiliki keturunan, karena itu Karta segera kembali ke desa dengan niat untuk memberikan berita terkait bayi yang dibuang oleh orang tuanya kepada istri dan penduduk desa.

Istri Karta yang bernama Ningsih, wanita berusia 38 tahun, mereka telah menjadi pasangan hidup namun mereka berdua belum dikaruniai anak.

"Suami, jadikan dia anak kita saja, lagian kita juga tidak memiliki anak" ujar Ningsih setelah suaminya bercerita kepada semua orang, dengan segera ia mengambil bayi itu dari gendongan suaminya.

Mata Ningsih berbinar-binar dengan sedikit meneteskan air mata, dia terlihat sangat bahagia mendapatkan seorang anak, walaupun itu bukan anak kandung mereka berdua.

"Kasihan bayi ini, tidak berdosa tetapi menjadi pelampiasan keegoisan orang tuanya..."

"Jika aku tahu siapa orang tuanya, sudah aku pukul dia..."

"Bayi ini sangat tampan dan tidak bercacat, kenapa orang tua gila itu tega ingin membunuhnya..."
Semua penduduk berkomentar, mereka terlihat geram dengan perbuatan orang tua Si bayi. Semua orang terutama wanita, segera mengerumuni Ningsih yang menggendong bayi, dan ikut membelai rambutnya yang panjangnya sebahu, dengan kulit putih yang sangat halus dan lembut.

"Anak ini sangat tampan, aku yakin saat dewasa nanti, dia akan menjadi rebutan wanita dimana dia berada." ujar salah satu wanita dewasa yang selalu mencium Si bayi.

"Ya Tuhan.. Bayi itu monster..." salah satu wanita indigo terkejut saat melihat basis aura si bayi.

"Rahma, ada apa? kenapa kamu bilang bayi ini monster... "

"Iya, dia sangat tampan, kenapa kamu bilang monster...?" Ningsih juga ikut memprotes ucapan Rahma yang sedikit keras karena terkejut.

"Saya melihat aura bayi ini tidak normal, dibandingkan bayi pada umumnya" jawab Rahma dengan terbata-bata dan sedikit gemetaran.

"Apaaa!!"

"Mu..mu.. mustahil..." Karta juga kaget dan buru-buru memeriksa bayi yang dia temukan di pinggir hutan, berhubung dia juga memiliki kemampuan indigo.

Karta begitu ketakutan saat melihat serius aura yang terpancar dari si bayi.

"Bayi ini...! Aku tidak peduli dia anak siapa, yang jelas dia mau dikubur di pinggir hutan, pasti orang tua itu tidak menginginkan dia menjadi anaknya." ujar Karta yang awalnya kuatir jika bayi ini merupakan kutukan dari orang yang berpengaruh dan membahayakan dirinya beserta penduduk desa. Tetapi Karta bersikeras meyakini, jika anak ini hasil hubungan terlarang hingga mengharuskan bayi ini tidak terlahir.

"Kamu benar suamiku, kita harus merawatnya dengan baik. Aku yakin orang tuanya tidak mengharapkan bayi ini terlahir" kata Ningsih terlihat sendu, hingga Rahma turut menjadi kasihan dan buru-buru mendekati lalu mencium pipi tembem Si bayi.

Rahma adalah seorang wanita muda yang cantik, usianya 26 tahun, adalah seorang guru yang sukarela mengabdikan dirinya di desa tersebut.

"Anak ini adalah anak pertama kita suamiku, aku ingin memberinya nama Satrio, seperti yang kamu katakan tadi, jika benar anak ini auranya abnormal, aku berharap anak ini menjadi pelindung bagi kita semua.

"Nama yang bagus, Ningsih" jawab Karta dengan mencium dahi Si bayi yang kini telah menjadi Putranya.

"Ayo kita mandikan Satrio, tubuhnya masih kotor setelah hampir tertimbun tanah. Buatkan perayaan kecil untuk kehadiran keluarga baru di desa kita." perintah Kepala Desa kepada semua orang.

Ningsih mengajak Rahma segera membawa Satria ke dalam rumah miliknya.
Tubuh Satria memang kotor dan hanya berbalutkan jarik tipis untuk penutup tongkat Naganya.

Disaat tidak sadarkah diri, jiwa Satria ternyata masuk ke dalam cincin dimensi miliknya dengan kesadarannya, dan sedang bermain-main dengan inti api bumi.

"Akhirnya Tuhan masih memberikan aku kebahagiaan di hari tua." ujar Karta sambil melihat punggung Istrinya, ia sangat beruntung menemukan seorang anak untuk Istrinya.

"Kepala Desa, Anda memang diberkahi oleh Tuhan, aku tidak berharap di desa terpencil ini anda menemukan seorang bayi. Benar-benar keberuntungan yang besar" ujar Ambar wakil kepala desa dengan berdiri sejajar.

"Entahlah, ini baik atau buruk aku tidak tahu. Menurutmu apa tidak aneh dengan dibuangnya bayi itu di wilayah yang jauh dari desa tetangga, bahkan kota kecil saja harus menempuh waktu setengah hari dari sini." tanya Karta kepada wakil Kepala Desa, sambil mereka berdua berjalan mendekati kursi di depan rumahnya.

"Memang aneh. Apa kamu tidak memperhatikan kalung itu, kalung itu seperti menulis dengan kata-kata yang tidak aku ketahui" wakilnya malah bertanya balik, dengan mengerutkan keningnya, Karta mengingat kalung yang dipakai oleh Satria.

"Perkiraan aku.. jika dilihat dari ukiran tulisan dikalungnya, terlihat bayi itu dari kalangan bangsawan kerajaan kuno tetapi bukan dari negara kita. Jenis batu itu tidak mungkin ditemukan di negeri ini." jawab Karta setelah berpikir dan menganalisa kejadian dari kalung yang dimiliki Satria.

Aku harap anak ini menjadi sosok kebanggaan Desa Kumejing. Dengan abnormalnya aura anak itu kita berharap anakmu kelak bisa menjadi pelindung." sebuah asa dari wakilnya dengan penuh harapan besar kepada Satria.

"Aku mengharapkan seperti itu, ambar. Dia anak kita semua dari desa Kumejing. Kita akan merawatnya bersama-sama, dan juga biarkan Ningsih istriku yang merawatnya. Dan biarkan Rahma yang mengajarkan pendidikan, dia salah satu guru muda yang mau mengajar di desa terpencil seperti kita ini.

Di saat mereka berdua sedang mengobrol, penduduk desa yang mayoritas dihuni wanita, sedang mengolah masakan untuk menyambut kehadiran keluarga baru di Desa Kumejing.

Di Desa Kumejing hanya dihuni sekitar 100 orang dan kebanyakan wanita, jumlah pria tidak lebih dari 30 orang dan rata-rata sudah berusia di atas 40 tahun. Jumlah anak-anak sangat sedikit, sekitar tidak lebih dari 10 anak yang masih balita.

Jumlah pria yang sedikit, akibat banyaknya yang mengadu nasib ke kota bahkan ada yang ke luar negeri demi perekonomian yang lebih baik.

Di rumah milik Kepala Desa, Ningsih memandikan Satria dengan air hangat dengan bantuan Rahma, mereka berdua memperlakukan Satria dengan hati-hati dan penuh kasih sayang, seolah-olah Satria adalah barang yang sangat berharga.

"Astagaaa..." Ningsih kaget setelah melepaskan jarik tipis yang menutup tubuh bawah Satria.

Ningsih melihat penis Satria tidak normal seperti seorang bayi pada umumnya, ukurannya sudah melebihi orang dewasa, karena itu Rahma berseru kaget.

"Ini... Luar biasa..." Rahma juga tercengang saat melihat penis milik Satria, mereka berdua saling berpandangan dengan wajah yang sudah merah seperti tomat.

Kemudian, kedua wanita itu kembali memandikan Satria dengan jantung berdebar-debar, Ningsih masih bisa mengontrol nafsunya dengan baik, berbeda dengan Rahma yang masih berstatus single dan tidak memiliki kekasih. Setiap kali telapak tangannya membasahi tubuh Satria dengan air hangat, Rahma selalu menyentuh penisnya.

Satria walaupun dalam keadaan yang masih tidak sadarkan diri, naluri sifat binatangnya mulai keluar, sedikit demi sedikit Penisnya mulai berubah menjadi Naga Curcol.

Ningsih dan Rahma yang melihat itu hanya menelan ludahnya dan menatap penuh minat.

"Ayo segera selesaikan, agar anak ini tidak kedinginan." ujar Ningsih pada Rahma yang termenung.



Bersambung…
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd