Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sisi Liar Keluargaku (Lanjutan)

Status
Please reply by conversation.
Kenikmatan bersama Om

*Nisa*

Jam menunjukkan pukul 09.00, dua jam setelah Tante Vida berpamitan meeting. Nenek mengajak Rania jalan-jalan ke taman yang ada diperumahan. Disana tempat Rania biasa bermain dengan teman sebayanya. Biar bisa sosialisasi, kata Nenek. Biasanya jika sudah bermain, Nenek dan Rania bisa pulang sampai setelah dhuhur. Sekalian solat di masjid deket taman. Ngajarin Rania, begitu kata nenek.

Rumah jadi sepi saat Rania dan nenek pergi. Aku memilih untuk mandi terlebih dahulu kemudian sarapan.

Lima menit aku habiskan dikamar mandi. Aku keluar dengan daster dan jilbab lebar. Meski dirumah aku masih memakai jilbab. Jilbab akan aku lepas saat aku tidur. Biasanya aku selalu membawa pakaian dalam saat mandi, tapi karna tadi kelupaan jadilah sekarang aku keluar tanpa dalaman dibalik dasterku.

“Nis, ayo makan.”

Om memanggilku saat aku selesai menyampirkan handuk. “Iya, Om. Bentar. Nisa mau ke kamar dulu.”

“Mau ngapain. Ayo makan dulu. Ini susunya juga udah Om siapin.” Aku berdesir saat Om mengatakan kata “susu”. Entahlah, setelah kejadian itu, aku jadi mudah terangsang, bahkan dengan hal sekecil itu.

“Eh. Iya, Om” aku memilih untuk makan bersama Om meski sebenarnya juga agak risih. Apalagi pandangan Om yang seakan menelanjangiku.

“Di minum susunya, Nis. Buatan Om” Aku menegak habis segelas susu setelah makanan dipiringku sudah habis.

“Ah. Kenyang. Makasih ya, Om. Nisa ke kamar dulu.”

Entah kenapa, badanku terasa panas. Padahal kan aku baru mandi. Karenanya, aku memilih untuk ngadem diruang tengah sambil nonton tv, karna memang disitu suasanya adem ditambah ada kipas.

Ternyata kipas dan tv tidak mampu membuat badanku adem. Yang ada aku justru merasa nafsuku naik. Puting susuku terasa mengeras dibalik daster. Dan bayangan ketika Om mencumbuku mulai datang. Aku memejamkan mataku. Perlahan tapi pasti, aku remas susuku sendiri. Aku mainin pentilnya. Meski masih tertutup daster tapi kenikmatan ini sungguh terasa. Tangan kiriku kini mulai turun ke area vaginaku. Aku mulai menggosok-gosoknya dari luar sambil mengingat kejadian saat Om memainkan vaginaku. Ah..., aku mulai mendesah tidak sengaja.

“Ehem.” Itu suara Om Randi.


*Om Randi*

Pagi ini, Vida, Ibu, dan Rania sedang keluar. Baguslah, aku bisa melancarkan aksiku. Kulihat Nisa memasuki kamar mandi. Aku yakin, setelahnya dia akan makan. Aku mulai menyiapkan aksiku. Nisa sudah terbiasa minum susu setelah makan. Ah, padahal susu Nisa lebih enak dari susu sapi manapun.

Aku menyeduh susu untuk Nisa dan menambahkan bubuk perangsang didalamnya. Aku yakin, kali ini Nisa akan jadi milikku.

Kulihat, Nisa sudah menghabiskan makanannya. “Di minum susunya, Nis. Buatan Om” Nisa menegak segelas susu tersebut sampai habis.

Setelah makan, sengaja aku hanya menunggu dikamar. Aku ingin melihat reaksi Nisa. Ternyata, dia sedang ada di ruang tengah. Ku dengar dari suara TV dan kipas angin. Mungkin kegerahan akibat obat itu, pikirku.

Aku bangkit dari tempat tidur. Ingin melihat apa yang sedang dilakukan Nisa. Oh. Nisa ternyata sedang berusaha masturbasi. Dia meremas toketnya dan mengelus-elus memeknya dari luar dasternya. Oh, kontolku mulai berdiri dibalik celanaku.

“Ehem.”

“Eh, Om.” Nisa terlihat kembali merapikan pakaiannya.

“Lagi apa, Nis?” aku pura-pura tidak tau apa yang dilakukannya.

“Eh. Ini lagi kegerahan, Om.”

“Oh, panas ya? Padahal baru selesai mandi kan?” aku duduk disampingnya.

“Eh, iya, Om.”

“Lepas aja jilbabnya, Nis kalau gerah.”

“Eh, iya, Om.” Nisa mulai melepas jilbabnya.

“Masih gerah ya?”

“Eh, iya, lumayan, Om”

“Buka aja bajunya, Nis.”

“Malu ah, Om. Masak Nisa harus buka baju didepan Om.”

“Gak papa kok. Kan dulu Om juga sering bantu mama kamu mandiin kamu waktu masih balita.”

“Hihi. Kan beda, Om.”

Aku mulai mendekatkan badanku dan mencium aroma harum dari tubuhnya. “Beda apanya, Nis?” kataku berbisik sambil membelai lengannya dari atas kebawah.

“Mmm.., Geli, Om.”

“Geli? Segitu doang udah geli, Nis?” melihat tidak ada penolakan dari Nisa, aku mulai berani melancarkan aksiku. “Kalau gini geli?” aku mulai meremas toket Nisa.

“Ah, Om.” Nisa berusaha berontak tapi aku tau, dia menginginkannya.

“Enak, Nis?” aku remas lebih keras. Kurasakan tanganku hanya tertutup oleh dasternya. Ah, ngga pakai daleman ternyata dia.

Aku cium harum rambutnya sambil tetap meremas toketnya. Puting Nisa mulai mengeras dan terlihat. Aku pelintir puting itu dari luar.

“Ah, Om.” Kali ini Nisa hanya mendesah. Sama sekali tidak berontak.

“Enak, Nis?”

“Ah...”

Toket Nisa begitu menggoda. Apalagi puting kecilnya. Aku segera melahap toketnya meski masih tertutup daster.

“Ooooh, Om.” Nisa melenguh pnjang saat aku mulai menggigit putingnya.

Sengaja aku mainkan nafsu Nisa. “Enak, Nis?” aku melepaskan gigitanku pada toketnya.

“mm.. Iya, Om” Nisa menjawab malu-malu.

Aku langsung saja membuka kancing dasternya. Dan muncullah kedua toket gedenya. Aku sudah tidak sabar untuk melahapnya. Aku mainkan puting kecilnya sambil tangan kiriku bergerilya ke memek Nisa.

“Oh, Om. Susu Nisa om apain. Ahh... Tangan Om.”

Tanganku sudah masuk dibalik dasternya. Mulai aktif membelai memeknya sementara mulutku masih setia mengenyoti dua toket Nisa.

Jilatanku kemudian turun, sampai pada memek Nisa. Ah, memek perawan. Tanpa basa-basi aku langsung menjilati memek Nisa yang sudah basah.

“Ahh... Ooom...” Nisa makin mendesah. Tangannya mulai menuntun tanganku ditoketnya. Aku remas-remas toket gedenya.

“Aaaaah... Ooommm... Enaaak, Omm” Nisa semakin mengeluh panjang saat lidahku kupermainkan di klitorisnya.

“Aaaahhh, Ooomm.” Aku semakin mempercepat jilatanku pada klitorisnya sementara tangan Nisa meremas-remas dan memelintir puting toketnya sendiri.

“Aaaaaaahhhhh, Ooooommmm.” Badan Nisa mengejang. Cairan putih membanjiri memeknya. Aku jilatin sebagian. Jari tengahku aku masukkan dalam memeknya. Dipenuhi lendir putih. “Emut, Nis. Rasakan cairanmu sendiri.” Nisa terlihat agak jijik tapi menerimanya. Dia mulai memejamkan matanya, entah lelah, entah puas.

“Oke. Sekarang giliranku.” Aku mulai membuka celana kolorku. Sengaja memang tidak ada dalaman lagi.

Nisa yang masih lemas terduduk bersandarkan dinding tidak megetahui bahwa kontolku sudh keluar dari tempat persembunyiannya. “Emut, Nis.” Aku menyodorkan kontolku pada Nisa. “Ah, Om. Nisa gamau.” “Cepat lakuin atau Om laporin mamamu kalau kamu suka masturbasi.” Aku mulai memukul-mukulkan kontolku ke pipinya seiring ancaman itu mulai bekerja. “Masukin. Cepet!” Nisa terlihat ragu, namun tetap saja ia melahap habis kontolku. “Ahh... yaaah.. Terus, Nis.” Nisa mulai memaju mundurkan kepalanya. Melahap habis kontolku. Ah, Gila sepongannya sudah seperti profesional. “Ahh... Terus...” Aku sudah tidak kuat lagi. “Aaahhh... Aku keluar, Nis.” Aku menahan kepala ninis agar kontolku tetap berada dalam mulutnya. Membiarkan ia merasakan pejuku dalam mulutnya.

“Assalamualaikum” suara Ibu. “Ah, sial. Gagal rencanaku ngentotin si Nisa.”

Aku segera beranjak menuju kamar. Meninggalkan Nisa yang sedang merapikan pakaiannya. Aku kemudian menyambut Ibu, (bergabung kembali dengan Nisa) seolah tidak terjadi apa-apa diantara kami barusan.


*Nisa*

Ah, kali ini aku mendapatkan pelajaran baru dari Omku. Gila. Awalnya aku merasa jijik tapi entah kenapa, semua aktivitas seks ini membuatku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Sayang, nenek dan Rania keburu datang jadi aku tidak tau apa kelanjutan dari aktivitas kami tadi. Aku berharap esok hari segera tiba. Dan Om bisa mengajariku hal yang lebih nikmat. Karna besok adalah hari terakhir Om dirumah.
 
Enaknya jadi cowok di keluarga itu....
 
Kenikmatan lebih (1)

*Rifa*

Jam menunjukkan pukul 12.30. Aku sedang di perpustakaan kampus, sedang asyik mengerjakan tugas sebelum akhirnya smartphone-ku berbunyi. Chat dari sepupuku. Ed. Aku membukanya. Bukan tulisan rupanya tapi video. Tumben. Aku download file tersebut sambil bergegas bangkit dan keluar dari perpustakaan. Nggak mungkin aku memutarnya dalam perpustakaan, bisa-bisa aku nggak boleh kesini lagi sama si killer, penjaga perpus.

Aku memilih menuju parkiran. Memutar video itu dalam mobil, sambil setelahnya langsung pulang. Betapa kagetnya aku, saat kulihat ternyata video tersebut adalah video saat aku sedang masturbasi. Bagaimana Ed bisa dapat itu? Kapan dia merekamnya? Ah, iya, aku ingat. Setelah mastrubasi itu aku beranjak keluar karna mendengar suara gerbang terbuka. Ah, andai aku lebih hati-hati.

Ting.. Satu pesan masuk. Ed. Ternyata kamu binal juga, Rifa. Gimana? Enak mastrubasinya? Aku bisa ngasih kenikmatan lebih dari itu. Percayalah. Kamu akan ketagihan.

Gila. Ed gila. Kenikmatan apa? Dia merekamku saja sudah salah. Bukannya minta maaf malah melunjak. Aku segera menancap gas, pulang ke rumah. Urusan ini akan jadi rumit.

Aku membuka gerbang rumahku setelah beberpa kali aku klakson si Mbok ngga juga keluar. Kemana sih, gerutuku sambil memasukkan mobil. Ini kan, motornya Ed. Anak gila itu.

“Hai, Rif.” Sapa Ed saat aku masuk rumah.

“Ed... Ngapain kamu disini?”

“Pengen main sama kamu, Rif.” Nada bicaranya terdengar genit.

“Si Mbok mana?” aku merasa risih karna Cuma berdua dengan Ed.

“Udah aku suruh pulang. Kamu udah lihat file yang aku kirim.”

“Kamu apaan si, Ed. Gila ya.”

“Haha. Iya. Aku emang gila. Kenapa?” Mata Ed seakan telah menelanjangiku.

Aku semakin mundur saat Ed makin mendekatiku. Tidak, cukup kemarin saja kesalahan yang aku lakukan. Jangan terulang lagi. Aku terpepet. Tubuhku kini merapat dengan pintu sedangkan Ed sudah mulai berdiri tepat dihadapanku. “Tubuh kamu menggoda, Rif.” Ed membisikkan dekat dengan telingaku. Bulu kudukku berdiri. Aneh. Aku merasakan payudaraku semakin mengeras sedang vaginaku mulai terasa sedikit gatal.

Oh. Jangan-jangan ini akan berakhir seperti cerita itu. Yang aku baca dulu, dua orang sepupu saling berhubungan dirumah salah satu sepupu yang sepi. Ah. Tangan Ed sekarang sudah meremas payudaraku dari luar. Membayangkan cerita itu akan menjadi kenyataan ditambah tangan Ed membuat nafsuku kembali naik.

Ed mulai mendekatkan wajahnya. Aku memejamkan mata, tidak berani menatap sepupuku ini. Aku rasakan bibirku basah. Aku tak kuasa menahannya, lidah Ed sudah ada dalam mulutku. Ah... Apa ini yang namanya french kiss. Sesaat, aku tersadar. Ini tidak boleh terjadi. Aku mencoba berontak. Tapi apa daya tenagaku dibanding Ed.

Ed tiba-tiba menggendongku. Membopongku menuju kamarku. “Ed.. Tolong, jangan.” Aku memohon pada Ed. Berharap dia sadar. “Kita ini sepupu, Ed.” “Justru karna sepupu, kita harus saling membahagiakan, Rif. Aku akan memberimu kenikmatan.”

Ed melemparkan tubuhku ke kasur. Mengunci kamarku. Membuka pakaiannya. “Ini yang sudah aku tunggu-tunggu, Rif. Buka bajumu cepat!”

Aku mencoba berpikir untuk lari. Tapi kemana? Lewat mana? Sebelum aku sempat menemukan ide, Ed sudah berada didepanku. Memaksa membuka pakaianku. Aku bertahan sekuat mungkin. “Ed.. Jangan, Ed.” Kreeekkk. Kemeja hitam yang aku kenakan sobek. Kancingnya bergemericik jatuh menghantam lantai. Ed membuka seluruh bajuku, menyisakan jilbab merah yang masih terlilit dibelakang leher sehingga menampakkan dadaku.

“Hahaa. Tenang, sayang. Kamu akan menikmati ini.”

Satu tangan Ed mengunci kedua tanganku. Sedang satunya lagi mulai meremas susuku. Ooohhh... Aku melenguh, tidak sadar juga ikut menikmati. Ed mendekatkan wajahnya, berusaha menciumku tapi aku menghindar. Masih berusaha menjaga harga diriku. Ed terus memaksa menciumku sedang tangannya kini sudah bermain dengan puting susuku. Aaahhh... Aku melenguh setelah sesaat kemudian lidah Ed berhasil masuk dalam mulutku dan bermain didalamnya. Aku hanya diam, pasif. Aku ngga mau Ed tau kalau aku sebenarnya menikmati.

Lidahnya kini bergerak menuju dadaku. Memainkan puting susuku. Sementara cengkaraman tangannya mulai terlepas. Anehnya, aku justru menikmati yang diperbuat Ed. Tidak berusaha kabur.

Mulut Ed kini sudah berada di memekku, (begitu yang aku baca disitus, nama lain vagina) menjilati memekku, sementara tangannya memainkan susuku. Di puntir-puntirnya pentilku. “Aaahhh... Ed... Aku merasa tubuhku dilanda kenikmatan. Oooohhh... Ed... Aku mau pi... piiis...” Telat! Tubuhku mengejang. Memekku mengeluarkan cairan yang kemudian dihisap habis oleh Ed.

Tubuhku yang masih lemas dipaksa menungging oleh Ed. Aku merasakan ada sesuatu yang menggesek memekku. “Aaaahhhh... Sakiiiit.” Aku merasakan nyeri saat aku rasakan kontol Ed memasuki memekku. “Tenang, sayang. Nanti kamu akan merasakan kenikmatan.” Ed perlahan menggoyangkan kontolnya. Keluar masuk dalam memekku. “Ahhhh.. Perih, Ed.” Ed terus menggenjot. Goyangannya kini semakin stabil. “Ahhh... Ahhhh... Ahhh...” Aku mulai merasakan kenikmatan saat kontol Ed terus bergoyang dalam memekku.

“Haha. Keenakan juga kan kamu akhirnya, Rif.” Ed semakin kencang menggoyangkan pantatnya. Hingga dua kemaluan kami yang saling beradu mengeluarkan suara. “Aaahhh... Ed... Uuuuhhh... Enaaaak, Ed...”

Tiba-tiba Ed menghentikan goyangannya ditengah-tengah aku hampir mencapai kenikmatan. “Uuuhhh... Kenapa, Ed?”

“Enak, Rif?”

“Ah, iya, Ed. Teruskan. Kenapa berhenti?” aku merasa kepalang tanggung. Sedikit lagi.

Tiba-tiba Ed mencabut kontolnya. Ploop. Ed berbaring diatas tempat tidurku dengan kontol yang masih tegak mengacung. “Masukkan memekmu, Rif.”

Oh, aku tau. Ini posisi WOT dimana ceweknya ada diatas. Aku mulai perlahan memasukkan kontol Ed dalam memekku. Aaahhh... aku merasa sedikit nyeri saat kontol itu masuk dalam memekku.

Aku hendak melepas jilbabku saat Ed menahannya. “Kamu lebih menggairahkan memakai jilbab ini, Rif.” Ed mulai menggerayangi tubuhku kembali. Toketku jadi sasaran empuknya.

“Toketmu gede banget, Rif. Ini sih jumbo. Lebih gede dari Risa dan Tante Vida.” Aku mulai menggoyangkan pantatku.

“Aaaahhh... Oooohhh...” Posisi ini ternyata lebih nikmat. Aku bisa menggerakkan kontol Ed ke mana saja aku mau. “Ooooohhh... Ed. Toketku ah...” Aku semakin mendesah penuh kenikmatan saat Ed mulai mengenyoti dan menghisap toketku. “Ahh... Ed... Ah... Iya, Putingku, Ed... Ohh....” Aku sampai dipuncak kenikmatan saat Ed menggigit putingku lembut.

Ed melepaskan mulutnya dari toketku. Berbalik posisi, tanpa melepas kontolnya. Kini dia yang berada diatas. “Ahhh... Sekarang giliranku, Rif.” Ed semakin menyodok memekku dengan keras. “Aaaahhh.. Ed... Ohh... Enaak... Ed... Pelan... Sakit.. Oh..” Aku merasakan sakit dan nikmat di memekku. Ed semakin mempercepat gerakannya. “Oooohhh..., Rif. Aku sampaaaiiiiii....” Ed menghentikan goyangannya. Aku merasakan ada cairan yang tersembur dalam memekku. Ed ambruk diatas badanku, wajahnya tepat berada pada susuku. Kami sama-sama mengambil nafas. Lelah dengan pertempuran penuh kenikmatan barusan.

“Gimana, Rif? Enak?” Ed membuka suara. “Hmm... Iyaa...” aku melenguh tertahan. Ed mulai mengenyoti susuku lagi.

“Kamu ngga menyesal melepas perawanmu denganku?”

“Ini nikmat, Ed. Apa yang harus aku sesali?”

“Hahaa. Kamu memang binal, Rif.”

Ed bangkit. Memunguti pakaiannya. Beranjak ke kamar mandi.

“Aku pulang dulu, ya, sayang.” Ed sudah memakai pakainnya kembali. Dan terlihat lebih segar.

“Eh, nggak mandi dulu?”

“Kapan-kapan aja, kita mandi bareng, sayang.” Ed mengecup bibirku.

“Aku nggak anter ya.” Tubuhku masih terasa lelah.

“Iya nggak papa. Pertama emang gitu. Capek. Tapi kamu pasti ketagihan. Bye.”

Hm, iya, aku jelas ketagihan. Ed sudah pergi. Raungan motornya terdengar jelas. Tunggu. Tadi dia bilang, toketku lebih besar dari Tante Vida dan Risa. Itu berarti dia...

Ah, nafsuku kembali naik saat membayangkan Ed main bersama mereka. Sore ini aku tutup dengan kembali bermastrubasi, masih mengenakan jilbab yang menutupi kepalaku.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd