Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sisi Liar Keluargaku (Lanjutan)

Status
Please reply by conversation.
Kenikmatan Lebih (2)


*Nisa*

Krriiiingggg... Bunyi alarm membangunkanku. Pukul 08.00 pagi. Aku mengenakan jilbabku kemudian keluar kamar. Sepi. Tiba-tiba Om keluar dari kamarnya. Aku masih merasa canggung bila bertemu dengannya.

“Udah bangun, Nis?”

“Eh, iya, Om. Kok sepi ya, Om? Pada kemana?”

“Lagi keluar. Ngajak Rania renang katanya.”

“Oh. Om ngga ikut?”

“Nggak. Om disini aja sama kamu.”

Wajahku memerah digombalin seperti itu. “Ah, Om. Bisa aja”

“Jalan yuk, Nis.”

“Kemana, Om?”

“Cari kenikmatan. Haha. Kayak kemarin. Mau nggak?”

“Heh? Tapi, Om.”

“Ngga mau?”

“Mmm... Kenapa diluar? Kan rumah lagi sepi?”

“Entar tinggal enak-enaknya, orang-orang malah dateng lagi. Makanya kita keluar aja.”

“Mmm...”

“Gimana? Mau nggak? Ini hari terakhir Om disini loh.”

“Eh, iya, deh, Om. Boleh.”

“Yaudah. Sekarang cepet mandi. Om tungguin.”

“Eh, iya, Om.”

“Oh iya, ntar pakai gamis yang ada kancing atau resleting depan. Dan nggak usah pakai beha.”

“Eh, tapi, Om.”

“Turuti aja. Cepet! Om tunggu didepan” Aku menciut melihat Om membentakku. Apa boleh buat. Daripada dilaporkan ke mama papa.

Aku segera menyelesaikan mandiku. Berganti pakaian sesuai dengan yang diminta om. Gamis dengan resleting depan, tanpa beha, dan tidak lupa cadar. Aku keluar kamar dengan perasaan bercampur. Malu, takut.

“Oh, udah siap? Udah sesuai yg Om bilang?”

“Iya, Om.”

“Oh, satu lagi. Itu jilbab lilitkan ke belakang. Sayang kalo toket seindah itu harus disembunyikan.”

Saat aku sedang berusaha melilitkan jilbab dileher, tangan Om tiba-tiba meremas dadaku. Oh. Aku melenguh. Om membuka resleting gamisku. “Biarin gini dulu. Om mau kasih liat ke orang-orang dijalan kalau Om punya ponakan yg toketnya segede melon. Haha”

Wajahku semakin merah. Malu, takut, merasa dipermalukan. Tapi anehnya, aku menyukai ini.

Aku masuk dalam mobil saat Om membukakan pintu untukku. Disusul Om masuk mobil. “Kita mau kemana Om?”

“Ke Mall. Kamu pasti suka dengan sensasi ini.”

“Eh, Om, kita nggak main di Mall kan?”

“Haha. Kamu mau main di Mall? Kalau mau, Om sih nggak keberatan.”

“Eh.. Enggak, Om. Jangan.”

“Kamu liat aja nanti.” Hatiku semakin dag dig dug membayangkan apa yang terjadi dalam Mall.

Kita sudah hampir sampai. Tinggal satu lampu merah lagi. Sambil menunggu lampu lalu lintas berwarna hijau, tangan Om menjelajahi toketku (begitu Om bilang). Ooh. Om tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke toketku. Mengenyoti, menjilat-jilat pentilku sambil sesekali menggigi-gigitinya. “Aaahhh, Om.” Om beralih ke toketku yang satunya. Tiiin... tiiin. Klakson kendaraan belakang menyadarkan kami. Om segera tancap gas. Mall sudah dekat dari sini.

Sesampai diparkiran aku tutup gamisku. Aku keluar saat Om membukakan pintu. Sepanjang jalan Om terus memeluk pinggangku. Kami seperti sepasang kekasih. Mall ini sepi, maklum hari kerja. Pintu lift terbuka. Om mengajakku masuk. Didalam lift hanya ada 3 orang, aku, Om, dan pengunjung laki-laki. Sepertinya masih seumuran denganku. Pelukan Om dipinggang makin naik menuju dadaku. Pelukan itu sekarang berganti menjadi remasan. Uh, aku melenguh dalam hati. Merutuki perbuatan Om. Om makin merapatkan pelukannya. Tangannya berusaha mencari pentilku yang mulai tercetak dari gamisku. Di putar-putarnya pentil susuku. Ah... Tak sadar aku melenguh. Untunglah, pengunjung tadi masih fokus dengan smartphone-nya sebelum akhirnya keluar lebih dulu.

“Gimana?” om bertanya.

Aku hanya diam. Tidak menyetujui tapi tidak juga menolak. Sensasi takut ketauan itu membuat makin nikmat.

“Haha. Yuk.” Pintu lift kembali terbuka, aku dan Om kembali melangkah. Kami menyusuri lantai 3 Mall ini. Tangan Om sesekali memainkan putingku lalu berpindah lagi menuju pinggangku.

Om mengajak aku mampir dalam sebuah toko. Drugstore, didalamnya Om disambut oleh seorang wanita.

“Baru, Om?”

“Haha. Iya, ponakanku nih. Cari yang biasa ya, Dit. Buat toketnya dia. Sekalian minjem ruangan.”

“Siap, Om”

Aku digiring menuju ruangan kecil dalam Mall itu. Sepertinya tempat karyawan Solat dan beristirahat. Suara ketukan membuat Om beranjak membuka pintu. Sebelum aku sempat bertanya, pelayan yang dipanggil Dit oleh Omku sudah membawakan sebotol cairan.

“Thanks, Dit.” Pelayan wanita itu segera beranjak meninggalkan kami. Sementara Om menutup pintu dan berjalan ke arahku.

“Ini obat, Nis. Biar toket dan pentilmu jadi lebih gede. Buka gamismu.” Aku menurut.

Om mulai menuangkan cairan tersebut ditangannya kemudian Om gosokkan ditoketku. Pentilnya juga tidak luput dari pelintiran dan gosokan Om.

“Udah tutup. Biar obatnya bekerja. Kita cari makan sekarang.”

Om beranjak dari ruangan, aku mengikuti. Selesai Om membayar barang tersebut, kami meninggalkan Mall. Menuju tempat makan yang bagus, kata Om. Aku merasakan dadaku semakin membesar. Putingku juga. Sekarang terlihat makin jelas. Belum lagi birahiku yang makin naik.

Kami akhirnya sampai. Disebuah restoran sederhana. Tempatnya sedikit masuk dalam gang. Dikelilingi sawah. Pemandangan tempat ini bagus. Restoran ini terdiri dari beberapa saung yang ditutup dengan anyaman bambu, jadi tiap saung memiliki privacynya masing-masing. “Yuk.” Om menggandeng tanganku, menuju saung yang sudah di booking oleh Om. Tidak lama, pelayan datang. Menanyakan pesanan. Aku memesan nasi goreng sedang Om nasi goreng kambing. Untuk stamina katanya.

Sambil menunggu pesanan. Om menyuruhku duduk mendekat padanya. Om berbisik sesuatu sambil sesekali meniup telingaku. “Gimana, Nis? Sensasinya? Kamu suka?” Aku Cuma diam. Nggak tau harus menanggapi seperti apa.

“Kamu bayangin kalo toket kamu, dimainin, dihisap, pentilmu dimainin di lift oleh pengunjung tadi dan pegawai resptoran barusan. Pasti kamu kelonjotan.” Uh, cerita Om membuat aku bergidik. Bukan ngeri tapi lebih ke nafsu, ditambah sedikit tiupan ditelingaku. Ah, aku melenguh tidak sengaja. Sedari tadi aku sudah memejamkan mata, membayangkan itu akan terjadi.

“Permisi, pak. Pesanan datang.”

“Oh, ya. Eh, mas. Mau susu?” om tiba-tiba bertanya pada pelayan. Aku bingung, bercampur takut. Jangan-jangan Om...

Belum lama si pelayan sudah ada disampingku. Pelayan membuka resleting gamisku. “Oh, mas. Jangan.” Aku menahan tangannya tapi tidak mencoba berontak. Pelayan itu tetap membuka resletingku. Kaget dengan toketku yang gede dengan pentilnya yang juga gede. “Satu menit, mas.” Om memberi kode. Pelayan itu langsung mengenyot toketku, memainkan pentilnya. “Oh, mas.” Aku melenguh tertahan. “Cukup. Silahkan mas boleh pergi. Ini sudah lebih dari satu menit” Pelayan itu terlihat kecewa, meninggalkan kami berdua.

“Gimana, sayang? Enak kenyotan mas itu? Enak mana sama Om?”

“Hmmmhh...” Om masih saja meremas toketku. Aku hanya bisa melenguh menahan nikmat.

“Kita makan dulu.” Om melepaskan mulutnya dari toketku, mengeluarkan cairan yang dibelinya tadi. Menaburkan diatas nasi gorengku. Kemudian mengaduknya. “Makan.” Aku segera melahapnya. Nasi goreng ini masih tetap enak. Aku menghabiskannya tanpa sisa.

Aku meminum air mineral yang memang sudah disediakan oleh pihak resto. Menegak habis sebotol air. Aneh. Bukannya ingin tidur, tubuhku malah jadi panas. Gairahku naik. Putingku kurasakan menjadi lebih besar.

Om yang mengerti kegelisahanku, duduk mendekat. Memelukku dari samping. Tangannya menyentuh toketku. Memainkan pentilnya dari luar. “Gila. Baru dari luar aja segede ini putingmu.” Om segera membuka resleting gamisku. Mengeluarkan toketku yang seakan ingin meloncat, ditambah putingnya yang gede.

“Oh, Om akan merindukan toketmu, sayang.” Om langsung mengenyot toketku, menjilati putingnya. “Ahh... Om...”

Om merebahkan tubuhku. Sempurna membuka gamisku. Selanjutnya celana dalam dan cadarku. Jilbab yang melilit leherku dibiarkannya tetap disitu. Om kembali melancarkan aksinya. Kami berciuman. Panas sekali. Aku mulai bisa mengimbangi permainannya. Mulut om bergerak menuju toketku setelah puas meninggalkan bekas merah dileher. “Ahhh... Om...” Om masih saja mengenyoti pentilku. Tau itu titik sensitifku. Tangannya sudah sampai memekku. Om memainkan biji kecil yang kata Om klitoris. “Aaaahhh...” aku mendesah kenikmatan. Jilatan Om sudah berpindah menuju memekku. “Aaaaaahhhhhh, Om...” tubuhku mengejang. Aku keluar. Om segera berjongkok didepan mukaku. Aku mengerti maksutnya, segera aku jilati kontolnya. Blow Job, begitu kata Om. Aku mengocok kontol Om dengan mulutku. “Ahhh...” Om melepaskan kontolnya. “Nungging, Nis.”

“Eh, Om mau ngapain?” aku ragu. Takut. Bagaimana kalau setelah ini aku hamil karena Om?

“Tenang kamu gak akan hamil. Om keluarkan diluar.” Om seperti bisa membaca pikiranku. Aku nungging. Sekali lagi Om menjilati memekku. Sudah lumayan basah, Om segera memasukkan kontolnya. “Aaaahh... Om... Sakiiiiit” hilang sudah pertahananku.

“Oh, gila. Memekmu peret banget, sayang. Perawan memang mantap.” Om masih merasakan sensasi memek perawanku. Dan membiarkan memekku terbiasa dengan kontolnya.

Perlahan, Om mulai menggoyangkan pantatnya. “Ahh. Om, perih, Om...”

“Tenang, sayang. Bentar lagi juga nikmat kok.” Om kembali menggerayangi toketku. Di pilinnya pentil susuku. Kenikmatan itu perlahan kembali muncul.

Om makin meggoyangkan kontolnya semakin kencang dan stabil. “Uhhh.. Ah... Enaaak, Om.” Aku mendesah keenakan.

Tanpa melepas kontolnya, Om menggendongku. Merubah posisi, aku kini diatas tubuh Om. “Ayo goyang, sayang.” Aku mencoba menggoyangkan pinggulku seperti instruksi Om. “Ahh... Ohhh..., Om. Ini enaaak.” Aku mempercepat goyanganku. “Aaaaaaahhhhhh....” aku keluar. Om menahan bagian belakang tubuhku agar tidak jatuh. Ini nikmat. Lebih nikmat dari sekedar mastrubasi.

Om lalu melepas kontolnya. Membaringkanku, menusukkan kontolnya kembali. “Aaahhh... Ooohhh... Yaaah.. Enak memekmu, Nisa.” Om terus menggoyangkan pantatnya. Aku hanya bisa diam, merasakan kenikmatan yang terus mendera. “Ahhh.. Omm.. En.. Nhaaak..” Kurasakan goyangan Om semakin cepat. “Oh, Om mau keluar, Nis.”

Om mencabut kontolnya, lalu duduk di perutku. Kontolnya dijepit dengan toketku. Ahh.. Ahh... Om terus mengocok kontolnya disitu. “Kocok kontolku, Nis” aku segera mengocok kontol Om dengan mulutku. “Aaaaahhhh... Oooohhhh.... Yeaaaahhh... Om keluaaaaar” Om menyemprotkan cairan putih didalam mulutku. Rasanya asin tapi aku berusaha menelannya. Kami beristirahat sebentar setelah permainan ini. Sebelum akhirnya kembali merapikan pakaian masing-masing. Dan beranjak pulang.

“Terima kasih, Nis. Om akan merindukan Nisa.” Aku terharu mendengar perkataan Om.

“Nisa juga terima kasih, Om. Cepat selesaikan urusan disana, Om. Nisa akan selalu menunggu Om.” Aku menggandeng tangan Om. Kami bersisian berjalan menuju mobil. Esok hari, Om akan segera berangkat ke Bali. Mengurus pekerjaannya. Entahlah, setelah ini bagaimana aku harus melampiaskan nafsuku.
 
Terakhir diubah:
alur sudah mantab suhu, cuma adegan seks nya kecepetan. bisa di eksplore lagi perasaan nya. apalagi main di tempat umum begitu.

tinggal binal nya gimana nanti
bakalan mau gak di ajak main sama karyawan karyawan gitu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd