(STSW 4)
Suasana berbeda betul-betul terlihat di halaman depan Yayasan Tali Kasih pada pagi itu. Sesaat, para penghuni Yayasan seolah lupa akan segala kemalangan yang terjadi dalam kehidupan mereka. Kedatangan sosok Nag1ta Slav1na beserta tim Rans Entertainment, terlihat membuat mereka semua langsung larut dalam hingar bingar keceriaan pada pagi itu.
Bagusnya, halaman depan yayasan yang cukup luas, membuat para penghuni Yayasan yang telah berada disana, jadi kelihatan tidak saling bertumpukan. Mereka semua bahkan nampak membentuk sebuah barisan yang cukup rapi, sehingga membuat Nagita bersama timnya jadi tak begitu kesulitan.
Pada bagian depan barisan, sengaja ditempati oleh para anak-anak yatim piatu, penghuni yayasan berjenis kelamin wanita, hingga beberapa lansia penghuni yayasan. Sementara barisan belakang, dihuni oleh para penghuni yayasan yang berjenis kelamin laki-laki, mulai dari yang remaja hingga bapak-bapak.
Saat itu, Nagita yang merupakan seorang pribadi yang sangat ramah, terlihat tengah asik bernyanyi bersama para penghuni yayasan.
"Ayo.. nyanyi sama-sama..."
"Balonku ada 5... rupa-rupa warnanya... merah kuning kelabu.. merah muda dan biru..."
Tatapan mesum dari beberapa pria penghuni Yayasan yang sedari tadi terlihat ngiler menatap dirinya, tampak tak disadari oleh Nagita. Baginya, tidak ada yang aneh dengan mata para pria-pria penghuni yayasan tersebut.
Salah satu remaja mantan anak punk yang bernama Budi, bahkan sempat membisikkan sesuatu yang mesum pada kawan-kawannya saat Nagita tengah mondar-mandir sambil bertepuk tangan sewaktu bernyanyi bersama para penghuni Yayasan.
"Noh, noh! Liat noh, toketknya goyang-goyang gitu!"
Dua orang kawannya yang ada disamping Budi, langsung memfokuskan pandangannya ke dada Nagita.
"Wah, iye Bud! Gile, gede tuh!"
"Yoi, coy!", ujar kawan-kawan Budi dengan kompak, saat menatap mesum ke arah dada Nagita.
Di waktu yang bersamaan, tepatnya dikoridor yayasan, Tarjo dan Udin yang nampak sudah tak sabar untuk melihat sosok dari Nagita, terlihat tengah berjalan dengan agak cepat menyusuri lorong koridor.
"Cepet, Din!"
"Iye, iye Jo! Sabar, udeh tua gue!"
"Ye ******, lu pikir gue masih muda?"
"Heheheee"
Setelah melewati lorong koridor Yayasan dan kemudian telah sampai di halaman depan, bola mata kedua pria tua bertampang mengerikan tersebut, sontak langsung terbelalak. Udin bahkan sampai sedikit berteriak, meski teriakannya itu tidak begitu kedengaran, sebab suasana di halaman depan yayasan yang sudah begitu riuh kala itu.
"WOW!!! GILA!!!"
Udin yang saat itu langsung terlihat takjub akan sosok wanita yang tengah bernyanyi bersama para penghuni yayasan sekitar 10 meter dihadapannya, langsung menepuk-nepuk pundak rekannya yang sedari tadi malah tampak tak bersuara sedikitpun, "Jo! Jo! Liat, Jo!"
"Jo?", panggilnya sekali lagi.
Merasa tak ada tanggapan dari Tajo yang masih berdiri di sebelahnya, Udin lantas langsung menengok ke arah Tarjo.
Sang sahabat yang sedari tadi ia panggil namun hanya terdiam itu, ternyata terlihat tengah mematung dengan mulut yang menganga sampai-sampai membuat liur busuknya beberapa ada yang menetes dari sela-sela bibirnya.
"Woi, anjing!!!", teriak Udin, sambil menepuk jidat Tarjo dengan agak kencang yang membuat sahabatnya tersebut seketika langsung tersadar.
"Aw?!!!!!!", teriak Tarjo karena kaget setengah mati, sebab jidatnya ditepuk Udin.
Udin pun nampak langsung geleng-geleng kepala, "Astaga, Jo.. Jo.."
"Sange mah sange aje, tapi gak usah pake acara ngiler kayak begitu, tolol!"
"Ludah lu noh, netes-netes sampe ke bawah!", tunjuk Udin ke arah tanah dengan menggunakan bibirnya.
Tarjo yang saat itu baru tersadar, lantas sempat menyempatkan diri untuk menengok ke arah bawahnya. Beberapa gumpalan air liurnya yang tanpa ia sadari tadi sempat menetes dari sela bibirnya, saat itu bisa ia lihat ada dibawahnya.
Seakan tak mau ambil pusing, Tarjo yang kala itu sudah sangat ingin melihat sosok Nagita dari jarak yang lebih dekat, langsung saja mengajak Udin untuk masuk ke tengah-tengah barisan para penghuni Yayasan. Setelah menerima ajakan Tarjo, Udin pun langsung mengikuti sahabatnya itu yang tampak sudah lebih dulu berjalan.
"Bapak berdua baru dateng?", tanya Herna, seorang karyawati Rans, saat melihat Tarjo dan Udin yang nampak hendak masuk barisan.
"Eh, iya neng.. tadi dari wese dulu soalnya..", jawab Udin yang berada dibelakang Tarjo.
"Ya udah, Pak.. silahkan.. silahkan..", kata Herna mempersilahkan kedua pria tua tersebut untuk dapat masuk ke dalam barisan.
Tak lama kemudian, keduanya pun sudah terlihat duduk di halaman depan yayasan berbaur dengan sesama para penghuni lainnya. Walaupun memang, posisi barisan keduanya saat itu berada diposisi yang tak begitu bagus, sebab hanya kebagian menempati barisan belakang. Lamunan-lamunan serta diskusi mesum, terus saja dilakukan kedua pria tua tersebut saat para penghuni yayasan lainnya tengah asik-asiknya bernyanyi dan bertepuk tangan bersama Nagita.
Tarjo yang semakin lama sudah semakin tak tahan dengan kemontokan tubuh Nagita, sedari tadi nampak beberapa kali terlihat gelisah. Udin yang saat itu menyadari gelagat Tarjo, akhirnya bertanya ke sahabatnya itu, "Kontol lu ngaceng ye?"
"Ho oh, Din!"
"Pantesan lu dari tadi duduknya kek cacing kepanasan, hehehe...", ledek Udin saat itu.
Setelah dari tadi bernyanyi bersama, acara pun dilanjutkan dengan sesi perlombaan. Para penghuni Yayasan pun nampak begitu antusias untuk mengajukan diri sebagai peserta lomba. Lomba yang diselenggarakan pun, tentu saja adalah lomba-lomba khas hari kemerdekaan, seperti lari kelereng, lari karung, makan kerupuk, mengisi pensil dalam botol, hingga beberapa lomba lainnya.
Semua penghuni Yayasan terlihat diberikan kesempatan untuk menjadi peserta lomba. Hanya Tarjo dan Udin yang nampak tak mengajukan diri untuk menjadi peserta lomba. Keduanya memang pada dasarnya tidak tertarik untuk mengikuti lomba-lomba semacam itu dari dulu. Mereka berdua terlihat hanya sibuk menonton sewaktu teman-teman mereka sesama penghuni yayasan sedang mengikuti lomba.
Setelah sesi perlombaan selesai, acara pun dilanjutkan dengan makan siang bersama. Nagita dan para karyawan Rans pun terlihat langsung membagikan nasi kotak ke masing-masing penghuni Yayasan. Tarjo yang sebelumnya berharap nasi kotak miliknya akan dibagikan langsung oleh Nagita, ternyata harus kecewa, sebab wanita cantik itu ternyata hanya membagikan nasi kotak ke para penghuni yayasan yang berada dibagian depan barisan saja. Sementara, barisan belakang dimana tempat ia dan Udin berada, nampak hanya dibagikan oleh para karyawan Rans.
Saat semua nasi kotak sudah dibagikan, maka para penghuni yayasan pun langsung dipersilahkan untuk menyantap makan siang bersama. Sementara, Nagita terlihat masuk bersama Om Merry ke dalam kantor Yayasan, untuk makan bersama Ibu Zubaidah dan para staff yayasan. Tarjo dan Udin yang saat itu memang juga sudah sangat lapar, terlihat begitu lahap menyantap nasi kotak milik mereka di emperan yayasan.
"Eh, Jo?", panggil Udin saat keduanya tengah sibuk menyantap makan siang mereka.
"Ape?"
"Ngomong-ngomong, gimana soal rencana lu?"
"Rencana apaan?"
"Itu loh yang beberapa hari lalu lu omongin ke gue.."
"Yang waktu malem-malem kita ngopi di emperan sini, inget gak?"
Tarjo yang sebelumnya berusaha mengingat-ingat maksud Udin, akhirnya terlihat mengangguk, "Oh, itu.."
Terlihat Udin sempat menoleh sebentar ke arah Tarjo, "Yoi.."
"Kayaknya kagak deh, Din!"
"Hahaha.. kenape emang?"
"Ya.. setelah gue pikir-pikir kayaknya omongan lu malem itu bener deh.."
"Ya iyalah bener!"
"Siapa juga sih keluarga tolol yang mau ngadopsi orang-orang tua peot macem kite berdua gini?"
"Jangankan berdua, Jo.. "
"Salah satu dari kite aje, gak bakalan ada yang mau ngurus!"
Tarjo yang terlihat sudah menyelesaikan makannya, terlihat kembali mengangguk, "Iye.."
"Bener lu, Din.." sambungnya, sembari menutup nasi kotak miliknya yang telah habis ia santap.
Ia kemudian terlihat bangkit berdiri, lalu mengampiri sebuah kardus berisikan air mineral untuk mengambil minum. Tak lupa juga ia turut mengambilkan air mineral untuk Udin. Saat telah kembali duduk disebelah Udin, ia lantas langsung mengeluarkan bungkusan rokok kretek andalannya dan menyelipkan sebatang ke bibir hitamnya.
Wush..
Jarum jam pun telah menunjukan pukul 12.00 siang. Saat itu, acara sesi makan siang di Yayasan Tali Kasih pun nampak telah selesai. Kini, acara selanjutnya yang juga sekaligus menjadi acara penutup dari kegiatan Nagita dan Tim Rans pada hari itu adalah sesi pembagian bingkisan dan donasi.
Para penghuni Yayasan pun saat itu langsung kembali membentuk barisan di halaman depan Yayasan. Mereka semua tengah menunggu giliran untuk dipanggil maju satu per satu guna menerima bingkisan yang akan diberikan langsung oleh Nagita.
Salah satu staff Yayasan yang diberikan tugas untuk membacakan satu per satu nama dari para penghuni Yayasan pun, sudah terlihat mulai memanggil nama para penghuni Yayasan sesuai urutan pada posisi mereka dibarisan.
"Yak, Imam..
"Terus, Dibyo..
"Ratih Purwaningsih..."
"Heru.."
"Berikutnya, Ibu Asri.."
"Pak Wahyu.."
Dengan senyumnya yang begitu indah, Nagita yang ditemani Ibu Zubaidah, lantas terlihat membagikan bingkisan kepada setiap penghuni yayasan yang satu demi satu telah maju ke depan. Ibu cantik tersebut, kelihatan begitu ramah saat memberikan bingkisan kepada para penghuni Yayasan.
"Ini yah, sehat-sehat yah..
"Nih, jadi anak soleh yah.."
"Halo Ibu, baik-baik disini yah.."
Hingga beberapa saat berselang, giliran Tarjo dan Udin pun akhirnya tiba juga. Nama kedua pria tersebut saat itu sudah terdengar dibacakan oleh si staff yayasan yang bertugas membacakan nama.
"Pak Udin, selanjutnya.."
"Pak Tarjo..."
Mendengar nama mereka disebut si staff yayasan, tanpa disuruh lagi, kedua pria tua yang sedang dalam kondisi sange brutal tersebut, terlihat langsung maju ke depan barisan.
Dengan langkah yang sengaja dipercepat, Tarjo nampak sampai sedikit menubruk punggung Udin yang berjalan duluan di depannya, "Aduh!"
"Makanya, cepetan bego jalannya!", balas Tarjo saat Udin agak terpekik, akibat punggungnya yang diseruduk barusan.
"Ye.. sabar, mangkanya!", kata Udin sambil melangkahkan keduanya kakinya kembali menuju ke arah depan barisan.
Kini, saat kedua pria tua tersebut jaraknya masih sekitar 5-6 meteran dengan sosok Nagita, parfum mahal yang hari itu dikenakan istri Raffi Ahmad tersebut, mendadak sudah langsung bisa masuk menusuk ke indera penciuman Tarjo dan Udin.
"Bangsat! Wangi banget!", kata Tarjo yang refleks bergumam saat mendadak bisa mencium aroma parfum mahal milik Nagita.
Tak lama kemudian, tibalah momen dimana Tarjo dan Udin saat itu bisa juga bertemu langsung dengan sosok Nag1ta Slav1na.
"Ini, bapak..", ucap Nagita yang sangat cantik itu kepada Udin, sambil tersenyum ramah sehingga membuat Udin sampai sedikit gemetaran saat menerima bingkisan tersebut.
Udin yang nampak gemetaran, tampak kian gugup saat bersalaman dengan Nagita selepas menerima bingkisan dari wanita cantik tersebut.
"Sehat-sehat, yah?", sambung Nagita saat tengah bersalaman dengan Udin.
Pria tua yang nampak gugup tersebut, sampai terlihat terbata-bata saat itu juga, "Mm... iya.. mm.. makasih.. ne.. ng.. "
Setelah giliran Udin selesai, tibalah kini giliran Tarjo yang menerima bingkisan dari Nagita. Saat itu, kondisi pria tua tersebut juga tak beda jauh dengan Udin. Ia bahkan lebih parah lagi, karena saat itu sibuk menatap kedua payudara berukuran jumbo milik Nagita yang saat itu masih saja nampak begitu membusung, meski Ibu Cantik tersebut mengenakan kaos putih yang bermodel agak longgar hari itu.
"Buajingan!!! Gede banget susunya!!!!", batin Tarjo sambil menelan ludah berkali-kali saat berhadapan langsung dengan sosok Nagita yang dulu kerap kali ia jadikan bahan colinya.
"Ini untuk bapak, yah..", kata Nagita sembari memberikan bingkisan kepada Tarjo yang saat itu pandangannya terus saja tak bisa lepas dari kedua payudara jumbo milik wanita cantik tersebut.
"Sehat-sehat yah, bapak.." sambung Nagita yang saat itu terlihat sudah menjulurkan tangannya karena bermaksud untuk menyalami Tarjo sesaat setelah pria tua itu sudah menerima bingkisan pemberiannya.
Melihat tangan putih nan mulus milik Nagita sudah terjulur di hadapannya, dengan cepat Tarjo langsung saja menggenggam tangan milik Nagita.
"Hehe.. mm.. maka..sih.. Non..", balas Tarjo sambil tersenyum mesum menatap Nagita yang sekaligus memperlihatkan giginya yang sudah sangat berwarna kuning kecokelatan akibat sangat jarang membersihkan gigi.
Ketika kedua tangan mereka saling bertemu, Tarjo bahkan dengan sengaja sedikit mengeratkan genggamannya pada tangan mulus Nagita.
"Anjeng! Halus banget, ngentot!", teriak pria tua itu dalam hatinya.
Nagita yang merasakan genggaman pria tua ini nampak sedikit berbeda dengan para penghuni sebelumnya, nampak langsung berusaha memaksa melepaskan tangganya dari genggaman Tarjo saat itu juga. Dengan ekspresi wajah yang terlihat sedikit takut, wanita cantik tersebut nampak langsung tak ingin lagi melihat ke arah wajah Tarjo yang memang menurutnya sangat mengerikan, persis dengan pria tua sebelumnya, yakni Udin.
Setelah sesi pembagian bingkisan telah berakhir, masing-masing penghuni Yayasan pun nampak dipandu kembali oleh si staff yayasan untuk bisa kembali lagi ke barisan mereka masing-masing. Ia kemudian mengatakan jika, sebelum akan meninggalkan yayasan, pihak Nagita akan memberikan sebuah doorprize kepada 3 orang penghuni yayasan yang akan diundi secara acak.
Sebuah toples kaca yang berisikan tumpukan gulungan kertas kecil, terlihat sudah diantarkan oleh salah satu staff yayasan. Kertas kecil tersebut masing-masing sudah tertulis nama dari setiap penghuni yayasan. Barang siapa yang namanya ada pada kertas kecil yang akan Nagita ambil dari dalam toples, maka ia berhak untuk mengajukan sebuah permintaan langsung pada Nagita saat itu juga. Tentu saja, permintaan yang berhak diajukan oleh para penghuni yayasan adalah permintaan yang masih masuk akal, bukan permintaan yang sudah diluar batas kewajaran.
Sesi pembagian doorprize pun nampak langsung mereka mulai saat itu juga. Si staff yayasan yang bertugas membacakan nama, terdengar sudah siap untuk memanggil nama pertama yang dari gulungan kertas yang akan dicomot Nagita dari dalam toples kaca tersebut.
"Baik.. nama pertama.."
Nagita yang sengaja menutup matanya, kemudian mulai terlihat mengaduk-aduk gulungan kertas kecil di dalam toples, lalu mengambil sebuah kertas dan membukanya saat itu juga.
"Selamat kepada... Ibu Suhartini!"
Seorang ibu-ibu penghuni yayasan bernama Suhartini pun terlihat seketika maju ke depan barisan dan meminta sebuah permintaan kepada Nagita. Saat berhadapan dengan Nagita, ia meminta sejumlah uang senilai 3 juta rupiah yang langsung disanggupi oleh Nagita saat itu juga.
Setelah Ibu Suhartini, kini giliran nama kedua yang kembali dibacakan si staff yayasan, begitu Nagita selesai mencomot sebuah gulungan kertas kembali.
"Selamat kepada.. Adek Rohmad!"
Rohmad yang adalah seorang bocah yatim-piatu penghuni yayasan pun nampak maju ke depan lalu meminta banyak sekali mainan mobil-mobilan dan robot-robatan. Nagita yang saat itu tak membawa mainan, langsung saja menelpon sebuah toko mainan langganan anak pertamanya, Rafathar, agar nanti sore mengantarkan semua jenis-jenis mainan yang diinginkan Rohmad ke Yayasan Tali Kasih.
Lalu, tibalah mereka pada pembacaan nama ketiga alias nama terakhir yang akan dipilih oleh Nagita. Setelah menutup matanya dan mengaduk-aduk tumpukan kertas kecil pada toples tersebut, nama yang tertera di kertas kecil tersebut langsung saja dibacakan oleh si staff yayasan, "Selamat kepada.. "
"PAK TARJO!!!"
Sontak, mendengar namanya baru saja disebutkan si staff yayasan, Tarjo pun seketika langsung terkejut saat itu juga. Udin yang juga terkejut mendengar nama sahabatnya disebutkan, langsung menepuk-nepuk bahu Tarjo, "Jo, Jo!! Nama lu, Jo!!"
"Heheheh.. iye Din.. iye.. hehe.."
Dengan terburu-buru, Tarjo terlihat langsung saja maju ke depan barisan dan kembali berhadapan dengan Nagita. Begitu melihat wajah Tarjo, lagi-lagi wanita cantik itu nampak tak terlalu nyaman. Ia terlihat masih ingat betul jika pria tua satu ini adalah orang yang tadi sempat menggenggam tangannya dengan erat saat mereka bersalaman. Maka, dengan sedikit raut terpaksa karena harus pura-pura tersenyum, Nagita pun terlihat langsung saja bertanya sekedarnya perihal permintaan yang diinginkan Tarjo kala itu.
"Minta apa, Pak?"
Dengan senyuman mesumnya, Tarjo terdengar berkata dengan agak terbata-bata, "Anu.. Non?"
"Itu.. Non.. boleh gak kalo bapak minta kerjaan dirumahnya, Non? Hehe..."
Mendengar permintaan Tarjo, Nagita dan semua orang yang ada disitu sontak agak terkejut. Tak terkecuali dengan Udin, yang terlihat tengah menggerutu ditempat ia berdiri, "Anjing! Malah minta kerjaan si Tarjo!"
"Bukannya minta duit yang banyak, ini malah minta kerjaan! Bangsat!", maki Udin dari tempat ia berdiri pada saat itu.
Nagita yang saat itu nampak bingung, terlihat mulai didekati Om Merry serta beberapa karyawan Rans Entertainment. Sejenak, mereka terlihat sedang berbisik-bisik seperti mendiskusikan sesuatu.
"Kalo Mbak Gigi gak mau kabulin permintaannya, nanti kita suruh dia ganti permintaannya aja", bisik Abrar yang memberi saran kepada Nagita.
"Iya, Mbak.. ganti aja permintaannya.. lagian, bahaya juga kalo ngasi pekerjaan ke orang yang latar belakangnya aja kita gak tahu kayak pak tua itu..", tambah Om Merry yang langsung diiyakan oleh Abrar dan beberapa karyawan Rans Entertainment lainnya.
Saat masih sibuk berdiskusi, tiba-tiba mereka semua dikejutkan dengan suara Tarjo yang mendadak terdengar telah menangis, "Hiks.. hiks.. bapak cuma pengen kerja, Non.."
"Bapak pengen nyari duit Non.. hiks.. "
"Hiks.. hiks.. hiks.."
Nagita yang memang mudah sekali tersentuh itu, seketika langsung terenyuh dengan tangisan Tarjo saat itu juga. Oleh sebab itu, tanpa berpikir panjang lagi, ia segera mendatangi Tarjo yang saat itu ternyata telah meringkuk sambil tertunduk.
"Bapak.. udah... yah..", bujuk Nagita saat dirinya sudah membungkuk disamping Tarjo yang nampak meringkuk sambil terisak-isak itu.
"Iya... iya.. nanti bapak saya kasih kerjaan.."
"Udah yah nangisnya?"
Mendengar permintaannya dikabulkan Nagita, Tarjo yang sebenarnya hanya bersandiwara itu, langsung saja tersenyum menyeringai dalam hatinya. Sambil perlahan mendongkakan kepalanya yang semula tertunduk, pria tua tersebut kini bisa menatap wajah cantik Nagita yang kala itu sedang menatapnya dengan posisi setengah membungkuk.
Om Merry dan para karyawan Rans yang terkejut akan keputusan Nagita mengabulkan permintaan Tarjo, terlihat saling berbisik-bisik satu sama lain. Mereka tampak menyesalkan keputusan dari bos mereka saat itu.
"Wah, aneh juga nih Mbak Gigi.."
"Masa berani nerima sembarangan orang tua kek dia sih buat kerja?", sambung Om Merry yang terlihat tak senang saat itu.
"Iya ih! Terlalu baik nih Mbak Gigi..", balas Abrar mengiyakan perkataan Om Merry barusan yang juga diikuti oleh beberapa karyawan Rans lainnya.
"Iya.. ih.."
"Iya.. aduh kacau nih!"
Tarjo yang sudah berdiri kembali, terlihat langsung membungkuk dan segera menyalami Nagita. Pria tua itu nampak mengucapkan banyak terima kasih karena wanita cantik tersebut barusan telah mengabulkan permintaannya.
"Makasih, Non! Makasih banyak!"
"Bapak gak akan pernah menyia-nyiakan pekerjaan yang Non berikan..", ucap Tarjo yang sengaja mengatur mimik wajahnya sesedih mungkin.
Saat bersalaman dengan pria tua itu, Nagita nampak langsung menarik kembali tangan halusnya dengan terburu-buru, karena sudah terlanjur risih dengan cara pria tua tersebut menggenggam tangannya beberapa saat lalu, "Eh.. iy.. iya.. Pak.. "
Setelah sesi pembagian doorprize selesai, Tarjo yang saat itu tengah berada dikamarnya bersama Udin, terlihat tengah memasukan beberapa helai pakaiannya ke dalam sebuah kantong kresek. Pakaian pria tua tersebut nampak sangat sedikit, karena semua pakaiannya itu adalah pakaian bekas pemberian dari pihak yayasan. Sebelumnya, ia dan Udin memang tak membawa satu pun pakaian, sebab kelompok begal mereka sudah duluan digerebek pihak kepolisian.
"Lu serius Jo mau ninggalin gua ditempat ini?"
"Gak kasian lu ama gua? Ha?"
Udin yang saat itu tak senang dengan keputusan Tarjo, terlihat baru saja melayangkan protes pada sahabatnya tersebut. Sementara Tarjo yang nampak senyum-senyum sendiri saat memasukan pakaiannya, terlihat begitu sumringah saat itu juga.
"Udah Din.. lu tenang aja.."
"Gua pasti nanti bakal keluarin lu dari tempat ini!"
Perkataan Tarjo sontak membuat Udin yang semula duduk dipinggiran kasur bertingkat milik mereka, terlihat langsung bangkit berdiri, "Eh, Jo!"
"Lu tuh palingan cuma jadi jongos entar disono!"
"Gimana bisa lu mau ngeluarin gua dari sini, kontol?"
Tarjo yang menyadari Udin sudah mulai naik pitam saat itu, langsung saja menenangkan sahabatnya tersebut, "Tenang.. tenang.. Din!"
"Jangan pake emosi dulu lah!", ujar Tarjo sambil ikut berdiri dan merangkul pundak Udin.
Setelah sang sahabat mulai berangsur agak tenang, Udin kemudian terlihat mulai kembali berbicara, "Gini, gini.."
"Gua masih belum tau nanti bakalan kerja apa di tempat si Nagita, tapi.. gua bakal berusaha dapetin tuh perempuan dulu, Jo!"
"Kalo udah berhasil, baru gue bakalan minta bantuan dia buat jemput elu disini!"
Udin yang mendengar rencana Tarjo, sontak langsung kembali terlihat emosi, "Tarjo!"
"Lu ini tolol ape gimane dah?"
"Emang lu pikir lu tuh siape sampe si Nagita nanti bisa mau sama lu?"
Tarjo yang masih kelihatan cukup santai tersebut, nampak malah tertawa saat itu, "Hahah.. Udin.. Udin.."
"Jadi orang kok pesimisan banget sih lu?"
"Udah deh!"
"Masalah gimana caranya dapetin si Nagita, itu biar nanti gua yang mikir!"
"Tugas lu disini cuma nungguin gua ngeluarin lu!"
Udin yang nampak sudah tak tahu lagi cara untuk berdebat dengan Tarjo, akhirnya mulai mengalah. Pria tua itu nampak kembali duduk lagi dipinggiran kasur mereka.
"Ya udeh.. kalo emang itu udeh keputusan lu, gua mah gak bisa-bisa apa, Jo!"
"Gua cuma mau minta tolong, kalo nanti elu udeh gajian, tolong lu tengokin gua, terus kirim-kirimin gua duit atau makanan ke gua disini", kata Udin yang saat itu terlihat sudah merelakan keputusan Tarjo.
Dengan kembali merangkul pundak Udin, Tarjo pun langsung menyanggupi permintaan Udin, "Kalo itu mah pasti, Din!"
"Sama satu lagi, Jo!", balas Udin.
"Apaan?"
"Kapan kira-kira lu bisa ngeluarin gua dari tempat ini?"
Pertanyaan Udin barusan, membuat Tarjo terlihat langsung berpikir sejenak, "Ehmm.."
"Ehm.. 4 bulanan?"
Penawaran Tarjo sontak langsung ditolak Udin, "Oh.. gak bisa! Gak bisa!"
Penolakan Udin kembali membuat Tarjo langsung memberi sahabatnya itu sebuah penawaran terbaru, "Ya udah, 2 bulanan deh!"
Kini, giliran Udin yang terlihat berpikir, "Ehmm.."
"Yakin lu 2 bulanan?", tanya Udin yang saat itu nampak ragu.
"Iye.. udeh! 2 bulan lebihlah! Gimana?"
Setelah mengambil waktu beberapa detik untuk menimang, Udin akhirnya terlihat mengangguk, "Oke deh!"
"Nah, gitu dong!", balas Tarjo sambil menepuk-nepuk pundak Udin dengan agak kencang.
Setelah kedua pria tua tersebut telah bersepakat, Tarjo pun akhirnya ditemani oleh Udin guna menuju ke depan Yayasan. Disana, nampak Nagita, Ibu Zubaidah, Om Merry dan semua karyawan Rans Entertainment beserta staff yayasan, telah menunggu kedatangan sosok pria tua mesum itu.
"Gimana? Udah siap berangkat buat kerja sama Mbak Nagita kan, Pak Tarjo?", tanya Ibu Zubaidah saat itu.
"Iya, bu.. siap...", jawab Tarjo sambil cengengesan.
Nagita yang saat itu kembali berhadapan dengan wujud si pria tua tersebut, terlihat seakan mulai menyesali keputusannya untuk menerima Tarjo bekerja ditempatnya.
"Aduh.. ngapain sih gue pake nerima ni orang segala?"
"Tapi.. kasian juga sih tadi ngeliat dia sampe nangis-nangis di depan banyak orang kayak begitu.."
"Ah.. tau ah! Pusing!"
Nagita yang saat itu nampak tengah melamun karena menyesali keputusannya, mendadak tersadar saat Om Merry menyenggol sikutnya, "Mbak, ayo Mbak!"
"Eh.. iya.. iya, Mer.."
Mereka semua pun setelah itu terlihat langsung saja berpamitan pada Ibu Zubaidah dan para staff yayasan. Disaat yang bersamaan, Tarjo juga nampak telah merangkul Udin guna berpamitan pada sahabatnya itu.
"Gua pamit dulu, Din!", bisik Tarjo.
"Iya, Jo.. jangan lupa omongan lu tadi dikamar!", balas Udin yang saat itu menatap Tarjo dengan sangat serius.
"Beres, Din!"
Setelah menyelesaikan sesi berpamitan, tak lupa juga Nagita menitipkan sebuah amplop yang berisi uang donasi untuk Yayasan Tali Kasih kepada Ibu Zubaidah.
"Makasih banyak, Mbak Nagita!"
"Iya, Bu.. sama-sama.."
"Salam buat Aa Raffi, Rafathar dan Rayyanza yah, Bu!"
"Iya, iya.. nanti disampein salamnya.."
"Ya udah, kalo gitu saya pamit dulu yah, Bu?"
"Iya, Mbak.. hati-hati yah.. maaf, kalo misalkan ada yang kurang berkenan selama Mbak dan tim Mbak disini.."
"Iya, Bu.. iya.."
Nagita dan tim Rans pun setelah itu segera berjalan menuju ke mobil mereka masing-masing. Tarjo yang saat itu ikut berjalan dibelakang mereka, kelihatan sedikit bingung karena tak tahu akan ikut naik ke mobil yang mana. Sembari masih menenteng tas kresek yang berisikan beberapa helai pakaian buluk miliknya, pria tua itu hanya nampak berdiri mematung saja saat semua karyawan Rans dan Nagita sudah memasuki mobil.
Salim, supir Nagita, yang melihat Tarjo masih berdiri diluar mobil, lantas terdengar bertanya pada sang Ibu Bos saat itu juga, "Bu, terus itu bapak-bapak gimana?"
Nagita yang kala itu juga baru ngeh jika Tarjo akan ikut bersama mereka, sontak langsung menepuk jidatnya, "Eh! Iya, yah?"
"Suruh naek ke mobil karyawan laen aja!", ujar Nagita.
"Udah full mobil mereka, Bu!", balas Salim.
Dengan terpaksa, Nagita pun saat itu langsung saja terlihat mendengus kesal, "Ya udah... ya udah deh.."
"Suruh naik sini aja dia!"
Om Merry yang saat itu duduk disamping Nagita, terlihat sempat protes mendengar perintah Nagita kala itu, "Eh, Mbak?"
"Mau gimana, Merr?"
"Orang udah penuh juga di mobil laen..", pasrah Nagita.
Om Merry yang saat itu juga tak tahu harus berbuat apa lagi, nampak jadinya hanya bisa menurut saja. Pria gemulai tersebut nampak segera meminta Pak Salim untuk menyuruh Tarjo masuk dan duduk di kursi depan mobil.
Salim pun langsung saja meneriaki Tarjo yang masih berdiri diluar mobil, "Pak, naek sini!"
"Eh? Beneran, bang?"
"Iye, cepetan.. duduk depan sini!", pungkas Salim sambil terlihat menepuk jok depan mobil Alphard disampingnya.
Dengan tergopoh-gopoh, Tarjo pun seketika langsung menuju pintu depan mobil alphard milik Nagita kemudian membuka pintu tersebut. Seketika itu juga, hembusan ac mobil dan aroma parfum dari sosok Nagita yang sudah duduk pada bagian kursi tengah mobil langsung bisa ia rasakan.
Sementara Nagita, Om Merry dan Pak Salim, nampak seketika langsung menutup hidung mereka begitu pria tua mesum tersebut baru saja menaiki mobil. Bau dari tubuh Tarjo yang sangat busuk itu, benar-benar membuat Nagita sampai hampir tak kuat saat itu juga, "Huek!"
"Eh? Makasih, Non.. Pak..", ucap Tarjo sembari menengok ke belakang, tepatnya ke arah Nagita dan Om Merry yang terlihat tengah menutup hidung mereka.
Tak butuh waktu lama, saat itu juga ketiga mobil mereka langsung saja meninggalkan Yayasan Tali Kasih. Udin yang kala itu terus menatap mobil Alphard yang didalamnya berisi sang sahabat, nampak sibuk bergumam dalam hatinya.
"Jo.. Jo.. lu kate gua percaya lu bakal bisa dapetin si Nagita?"
"Elu gua sembah dah, kalo bisa dapetin si Nagita itu!"
bersambung...