Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY THE INFLUENCER

Part 5

Hello guysss,
update lagii, kali ini skip timeline majuu.

Now, enjoy.

-----Part 6: Further

Sudah 3 minggu sejak aku masuk kuliah.
Cukup banyak wanita yang pernah masuk dalam "hidup" ku. Awalnya hanya Tante Nur, merambat ke wanita wanita lain di kampus. Dari yang hanya pertemuan singkat, teman biasa, atau TTM.

Selepas isya aku sedang duduk santai di depan tv mungil di kosan Mbak Mira, sedangkan Mbak Mira duduk di sebelahku, hanya saja dia sedikit membungkuk supaya bibirnya menggapai pangkal penisku. Sambil mengelus rambut Mbak Mira yang mengoral penisku, aku termenung memikirkan kemampuanku.

Bisa saja aku menimbun emas dengan mudah, atau akses suatu tempat tertentu walaupun aku tak punya izin memasukinya. Tapi memang waktu itu yang ada di pikiranku isinya mesum semua, jadi nafsu harta atau tahta tak menggugahku. I mean, aku lebih suka praktis, kalo butuh baru kupikirkan untuk mencarinya.

Lagipula kemampuan ini efeknya individu, tak bisa secara umum. Jadi bila saya memerintah sesuatu yang absurd ke seseorang, dia bisa saja setuju. Tapi bila ada orang lain yang melihat, sudah pasti dia akan mengintervensi. Contohnya saya meminta uang ke teller bank, teller itu pastinya dengan senang hati langsung memberikan uang yang ada disitu (dan tentunya bila tellernya cantik dia bakal ngeseks dengan saya). Tapi bila security tau, tentu akan ikut campur. Belum lagi CCTV, bakal ada investigasi dan macam macam. Di dunia digital seperti ini, susah untuk tidak meninggalkan rekam jejak. Intinya aku harus lebih berhati hati dalam menggunakan kemampuan ini, stay low profile.

"Ris, aku capek hisap penismu"
"Oh yaudah mbak, bisa dilanjut lagi ntar"
"tapi nanti Belanda bakal jajah kita lagi ris"
"Kan masih di perjalanan mereka kesini, jadi masih ada waktu lah. Mbak Mira ga lapar? udah hampir jam 7 malam ini"
"Banget ris, cari lalapan di warung depan yuk"
"Ayok"

Mbak Mira melap vaginanya dengan tisu karena masih becek, untuk kemudian menaikkan hotpants nya. Kaos putih Joger yang dia pakai terlihat kusut, tapi karena cukup ketat menempel di tubuh besar Mbak Mira, kusutnya tersamarkan. Malah lebih menonjol gundukan kecil di dada teratas Mbak Mira, Putingnya masih eksis walaupun dia sudah menggunakan BH. Tampak Mbak Mira sedang merapikan rambutnya, kemudian melirikku.

"Putingku keliatan yah ris"
"hah? oh.. iya dikit mbak"
"Masih keras sih, masih horny aku ris"
"gapapa, aku malah lebih concern kaos mbak yang keliatan kusut"
"ahahaha masa sih? rapi gini looh"

Mbak Mira memaksakan untuk meluruskan kaosnya, yang ada malah menunjukkan buah dadanya karena tertahan oleh kaos yang ditarik ke bawah. Tak lama kemudian Mbak Mira mengambil dompet dan hp galaxy ace miliknya, dia keluar kamar dan aku mengikutinya dari belakang.

Langit sudah cukup gelap, lampu lampu warung menerangi jalan kecil di kosan Mbak Mira. Aspal masih basah karena hujan tadi sore. 3-4 motor seliweran di jalan yang penerangan lampunya sedikit itu. Di depan kosan banyak sekali warung yang berjajar, dengan bermacam-macam menu yang ditawarkan. Mbak Mira memasuki salah satu warung dengan spanduk putih rendah gambar standar lele ayam bebek. Harum daging ayam yang digoreng memanjakanku.

"Ayam pak, yang paha yah. Kamu mau apa ris?"
"Ayam juga, yang dada. Teh hangat yah"

Aku berjalan menuju meja yang panjang di dalam warung itu. Sudah ada 3 orang mahasiswa yang duduk di ujung meja panjang itu, terfokus dengan piringnya. Aku duduk sedikit jauh dari mereka.

"Trus gimana Lilis ris, dia masih sewot sama kamu? ahahaha"
Mbak Mira yang hendak duduk di hadapanku membuka percakapan tentang Lilis.
"Entahlah, mungkin masih, orang dia sendiri yang tiba tiba sewot sendiri"

2 teh hangat dengan cepat sudah tersaji di meja.

"Emang masalahnya kenapa sih? Aku cuma tau tiba tiba aja dia ngomel ngomel"
"Looh masa ga tau? dia g cerita ke Mbak Mira?"
"Hmmmm, mungkin dia udah cerita kali yah, cuman akunya yang gak nangkep. Coba kalo kamu yang cerita deh, ehehehehe"

Mbak Mira mengesampingkan rambutnya ke belakang telinga. Dia memang terlihat cantik bila sedang cuek asal membetulkan rambutnya yang tetap indah walaupun diapa apain.

Sebenarnya masalahnya simpel, aku sempat ngerjain si Lilis karena dia kelewatan mencari tau hubunganku dengan Bu Febri. Aku memuncratkan spermaku ke jilbabnya, tanpa ku influence. Kubuat seperti tidak sengaja. Alhasil jilbabnya kelihatan membekas bercak walaupun sudah diusap oleh tisu berkali kali. Seharian di kantor dia mencoba menutupinya. Ya mana mungkin si Lilis cerita gituan, hanya akan menambah masalah bila cerita ke orang lain.

"Yaa mungkin gara gara dulu aku pinjam staplernya ga balik balik mbak"
"ya balikin laah. kan dia butuh"
"udah mbak"
"hmmm, yaudah sabar aja seiring berjalannya waktu sewotnya hilang sendiri kok. Gunakan kemampuan spesialmu ris"

Deggg. Mbak Mira tau kemampuan spesialku?

"kemampuan spesial? maksudnya?"
"Ituuu, bikin candaan garing. hahahahaha"
"Asem"

Fiuuh. amaan amaan. Kulihat sekilas Mbak Mira sedang menatap mataku, terdiam.

"Ris, aku kok nyaman banget yah kalo sama kamu. baru aja sebulan kenalan"
"Yaaa karena sering ketemu aja kali mbak"
"yaa aneh aja. padahal aku udah punya cowok, tapi jadi lebih sering mikirin kamu daripada Jimmy"
"hmmm, paling ingetnya pas hirup bau sperma aja mbak"
"iiihh serius ris. Pas udah selesai masturbasi pun aku masih teringat kamu ris"
"Yaudah, trus gimana dong. Aku jadi kekasih gelap mbak Mira gitu?"
"ahaha ya jangan lah, aku jadi beban pikiran dong kalo punya 2 cowok. Jadi ngerasa ngeduain Jimmy"
"Iya, fokus aja di Jimmy mbak. normal aja kok bayangin cowok lain walaupun mbak Mira sedang menjalin hubungan. Kan semata mata untuk melepas nafsu seksual aja mbak"

Aku ngasal aja ngasi influence ke dia, supaya tidak terlalu jauh untuk ketergantungan padaku.

"Hmmm, tapi kok aku ngerasa cemburu waktu kamu lagi deket sama Lilis yah"

Dasar wanita. suka sekali hal yang complicated.

"Jyaah inget mbak, Lilis udah punya suami"
"Eits jangan meremehkan intuisi wanita ris, kalo menurutku, Lilis itu perhatian banget loh sama kamu, dia ga pernah se perhatian itu sama cowok lain, apalagi sama mahasiswa. Kayak dulu pertama kali ketemu itu. Mana pernah Lilis terima ajakan makan siang sama orang yg baru dikenalnya."
"Jadi menurut Mbak Mira Lilis itu suka sama aku gitu?"
"Yaa belum bisa pastiin sih. Aku kan cuma menerawang dari gerak gerik Lilis aja"
"Macam dukun aja Mbak Mira ini"
"Nah itu! candaan garing. hihihihi"
"Sialan"

2 porsi lalapan datang ke meja, Kita lanjut makan dengan tangan, sambil santai ngobrol.
5 menit kemudian, tiba tiba ada seorang wanita menghampiriku.

".....Haris..?"

Wanita berambut lurus seleher itu mengetuk pundakku. Dia memakai baju hem merah lengan panjang, tidak dikancing seluruhnya, dengan lengannya dilipat sampai siku, serta jeans biru ketat selutut membalut kakinya, dan flat shoes memberikan kesan imut untuknya.

"Loh Rika? Apa kabar? Kok kamu disini?"
"Ya ampun hariss, Baiik, kosku sekitar sini, baru aja pindahan, disitu tuh. Kamu ngekos juga di sekitar sini ris?"
"Ooh kaga, cuma mampir aja kosan temenku, nih kenalin"
"....Rika"
"...Mira"

Sekilas aku menangkap ekspresi cemberut dibalik senyuman Mbak Mira.
"Temen apa temeeen ris...??"
"Mbak Mira itu kerja bagian admin di kampusku Ka"
"Kamu ga kepingin mampir ke mama ta? Dia nyariin kamu loh, tumben banget nyariin terus"

Ekspresi Mbak Mira semakin cemberut.
"Kamu uda makan Ka? Sini join sama kita, mau lauk apa kamu?"
"Oh ga usah ris, nih aku uda beli, mau makan bareng temen di kosan baru. Lagian ntar aku ganggu jadinya, hihihihi. Duluan yaaa"
Aku baru sadar tangan kanan Rika ada 1 kantong berisi bungkusan makanan, dia sudah ngeloyor pergi.

"Oh rika, cinta lamaku bersemi kembali....."

Kudengar Mbak Mira ngeledekku dengan mencoba menjadi suara hatiku.

"Rika itu anaknya Omku Mbak, dia baru aja masuk kuliah di UDN."
"Oooh gitu. Dia cantik banget ris. Sayang ternyata sepupumu, kalo bukan pasti uda kamu pacarin"
"Dia udah lama di manado, mamanya meninggal pas kecil, trus dia tinggal sama neneknya."
"Loh tadi katanya mamanya nyariin kamu?"
"Makanya dengerin dulu orang cerita"
"Ahahahahaha trus trus?"

Aku sadar mood Mbak Mira kembali ceria. Porsi lalapannya masih setengah habis.
"Karena mamanya meninggal, Papanya nikah lagi sama Tanteku. Cuman dia masih ga mau untuk ikut ke malang, lebih nyaman tinggal sama neneknya katanya"
"Iyalah, jadi anak tiri gitu? makanya dia lebih milih sama neneknya"

Makanan di piringku sudah habis. Aku iseng mau ambil mentimun dari piring Mbak Mira. Dengan cekatan Mbak Mira mengambilnya dan memasukkan ke mulutnya. Aku kurang cepat, tetapi aku bakal tetep mengambil mentimun itu. Dengan santai aku membuka mulutnya dan mengambil timun itu. Mbak Mira hanya terdiam mematuhi tindakanku.

"Nah neneknya meninggal 1 tahun yg lalu, pas si Rika SMA udah hampir ujian nasional. Dia g punya alasan lagi untuk nolak Omnya pindah ke malang, akhirnya dia bilang mau sekalian selesaiin SMAnya, nanti kalo kuliah disini. Itupun dia milih cari kosan sendiri. alasannya biar lebih deket sama kampus ato apa lah"

Aku mengarahkan tanganku yang masih terdapat sisa sisa makanan dan sambal ke mulut Mbak Mira. Mbak Mira menyadarinya dan segera menghisap tiap tiap jari hingga bersih. Mbak Mira terlihat menikmatinya.

"Emang sejahat itukah mama tirinya?"
"Ga juga, asik asik aja kok Tanteku, cuma anggapan dari sisi Rika aja yang sedikit berlebihan"

Aku dengar suara halus gerimis datang di malam itu. Aku merasa malas untuk pulang ke rumah.
"Mbak Mira, supaya aku ga kehujanan, aku nginap di kosan mbak aja yah"
"iya ris"

Makanan Mbak Mira sudah hampir habis. Teh hangatnya yang sudah kucuri curi minum dihabiskan langsung oleh mbak Mira. Aku berdiri menuju penjual lalapannya.

"makan 2 sama teh anget 2 berapa pak?"
"23 mas"
"Makasih ya pak"

Mbak Mira sudah berdiri menungguku di sisi luar warung. Aku berjalan keluar, tiba tiba hujan turun dengan deras. Aku menggandeng tangan Mbak Mira untuk mempercepat lari balik ke kosannya. Tapi apa daya, hujan sangat deras, bajuku dan baju mbak Mira sudah kelewat basah. Di tangga menuju kosannya aku bisa melihat BH biru muda Mbak Mira menerawang dari kaosnya, rupanya Mbak Mira basah kuyup. Kita telah sampai di pintu kamar, Mbak Mira mengeluarkan kunci untuk membuka pintunya.

"Aduuuh padahal sebentar aja kena hujan tapi uda basah kuyup gini"
"Yaudah cuci aja mbak"
"Bajumu juga basah ris?"
"Iya mbak"
"Sekalian gabungin aja ris, biar agak banyak masukin ke mesin cuci"

Kosan mbak Mira disediakan mesin cuci lengkap dengan pengeringnya untuk dipakai bersama.
"Trus aku pake apa dong?"
"Looh aku ga punya baju cowok ris, ada punya Jimmy tapi kayaknya uda diambil minggu lalu"
"Yaudah telanjang aja. Tapi biar adil, Mbak Mira juga harus telanjang"
"Iya entar abis kumasukin bajunya ke mesin cuci yah"

Aku melepas bajuku semua, termasuk seluar dalam. Mbak Mira tertegun sebentar melihatku telanjang, walaupun ini bukan pertama kalinya dia melihatku telanjang. Mbak Mira lanjut melepas semua bajunya yang basah, kemudian memakai kaos abu abu dan hotpants biru muda dari dalam lemarinya. Tak lama kemudian Mbak Mira keluar kamar untuk mencuci semua baju yang basah.

Aku duduk di meja depan tv di kamar. kamar Mbak Mira cukup luas, sepertiga luasnya ada kasur busa yang tak pakai dipan. Seluruh lantai diberi alas tikar puzzle/evamat warna warni. di posisi tengah terdapat jendela, persis di bawah jendela ada tv, di seberang tv ada meja pendek kecil. Yaa standar kosan mahasiswa lah. Aku menyalakan tv mungil itu. Hampir semua stasiun standar Indonesia tertangkap dengan jernih. Aku memilih Channel berita.

Hujan di malam itu masih semakin deras dan tak menunjukkan tanda tanda untuk berhenti. Beberapa menit kemudian Mbak Mira masuk kamar, dengan santai dia membuka kaos dan hotpantsnya, kemudian digantung di belakang pintu. Dia berjalan mendekatiku, duduk bersandar disebelahku. Tangannya dengan jahil memegang penisku yang setengah tegak karena melihat tubuh bongsor Mbak Mira, mengocoknya pelan. Si otong kembali bersemangat, kembali ke tugas negaranya untuk mengambil sikap sempurna.

Mbak Mira mencium bibirku, kemudian melanjutkan aktifitas menghisap penisku yang sempat tertunda karena capek tadi. 10 menit kemudian aku sudah tak tahan, kutumpahkan laharku di mulut Mbak Mira untuk kesekian kalinya di hari itu. Mbak Mira menerimanya dengan senang hati, menghisap dan menelannya seperti itu adalah nutrisi yang dia butuhkan.

Aku mengantuk, beranjak ke kasur untuk tidur. Aku ingin tidur lebih awal. Mbak Mira paham dan segera mematikan lampu kamar dan tv. Mbak Mira naik ke kasur, menggelar selimut untuk kita berdua. Mbak Mira mengambil hapenya dan mengutak atik, sepertinya laporan ke Jimmy sebelum tidur. Aku tidur dengan memeluk Mbak Mira, tanganku masih iseng untuk meremas payudaranya hingga terlelap.

Mungkin pembaca heran, bagaimana ceritanya kok aku bisa sampai di titik Mbak Mira bertingkah seperti kekasihku, walaupun dia sadar aku bukan kekasihnya. Well, ide konsepku adalah menjadi TTM Mbak Mira, dengan beberapa influence tambahan bahwa ngeseks sama saya itu adalah hal yang dibutuhkan untuk menjadi TTM. Tapi untuk sampai di TTM, aku perlu merubah perasaan mbak Mira.

Memang kemampuan influenceku tak bisa memanipulasi perasaan, tapi aku memahami hal itu bisa kulakukan secara tak langsung. Salah satu caranya adalah membuat dia kepikiran terus padaku. Yang kubutuhkan adalah pemicu otomatis. Ya, di minggu pertama aku bertemu Mbak Mira, sudah ku influence tiap mencium bau sperma dia akan horny, dan horny nya adalah membayangkan diriku menyetubuhinya. Kemudian ditambah Influence Mbak Mira harus masturbasi 2-3 kali sehari.

Intinya dia secara bawah sadar akan secara konstan memikirkan diriku. Tak sampai 1 bulan aku memperkenalkan status hubungan TTM untuk kita. Mbak Mira dengan senang hati menerimanya. Tentu saja TTM dengan "definisi" aku sendiri. Alhasil kita benar benar seperti kekasih, walaupun Mbak Mira tetap menjaga hubungannya dengan Jimmy.

Mbak Mira adalah salah satu target eksperimenku yang mendekati sukses, walaupun ada beberapa hal yang gagal, tapi secara umum dia menjadi seperti yang kuinginkan. Mbak Mira adalah contoh wanita yang perasaannya berhasil kumanipulasi, walaupun sedikit memutar. Mungkin suatu saat nanti aku punya cara yang lebih praktis untuk urusan perasaan. Selain Mbak Mira, ada juga Lilis. Tapi tujuanku bukan membuat Lilis jatuh cinta padaku seperti Mbak Mira, yaa mungkin akan kuceritakan di lain episode.

***

Aku terbangun. Di kamar masih gelap. Aku menggapai hp nokia senterku, Jam 2:30. Karena aku tidur lebih awal, maka aku bangun lebih pagi. Di sebelah aku bisa melihat tubuh Mbak Mira yang terlentang, selimutnya sudah diacuhkan jatuh di sampingnya. Cahaya lampu jalan yang redup samar menembus jendela, memapar di sebagian tubuh Mbak Mira. Rambut Mbak Mira acak acakan ke atas bantal, tapi sedikitpun tidak mengurangi sensualitas tubuh Mbak Mira.

Aku bisa melihat puting payudaranya yang tetap mengacung walaupun posisi terlentang, naik turun pelan sesuai irama nafasnya. Cahaya lampu jalan hanya memberi penerangan dari dada hingga selangkangannya, Aku hanya mampu melihat jembut tipis dan garis atas labia Mbak Mira yang bersembunyi di balik lipatan paha dalamnya. Cahaya lampu tak sampai di selanya lebih dalam, memaksaku berimajinasi untuk sisa daerah yang tak kelihatan tersebut. Aku ngaceng. Untuk menghilangkan pikiran mesumku, aku beranjak menuju jendela. Mbak Mira setengah sadar aku beranjak dari kasur, langsung mengakuisisi seluruh area kasur untuknya sendiri. Aku melihat disebelah lemari, rupanya cucian tadi malam sudah kering dan diambil oleh Mbak Mira.

Aku mengambil dan memakai baju dan celanaku, kemudian menuju ke jendela.
Aku selalu menyukai pemandangan dari jendela kamar kosan Mbak Mira. Pagi buta itu cukup cerah, aku bisa melihat bintang bintang di langit. Kalau aku melihat ke bawah, jalanan yang masih basah itu sudah sepi, Warung warung sudah tutup, hanya tersisa angkringan di ujung jalan, 1-2 orang saja yang nongkrong. Sesekali lewat sepeda motor membawa tumpukan sayuran untuk dijual di pasar.

Tampak dari kejauhan aku dapat melihat minimarket 24jam, ada seorang wanita berjalan keluar dari minimarket itu dengan membawa kresek. Dia berjalan ke arah sini, Wanita itu seperti gelisah, jalan tergesa-gesa dan sering sekali melihat ke belakang. Sesaat kemudian 2 orang perawakan besar muncul dari minimarket, beserta pegawai minimarket. Pegawai itu menunjuk jauh ke wanita yang berjalan cepat itu, Kemudian 2 orang perawakan besar itu lari mengejar wanita itu. Kini aku sudah cukup bisa melihat lebih jelas wanita itu, rambut pendeknya dikuncir, tas punggung kecil, dengan hem merah lengannya dilipat hingga siku.

Rika?? Ya, itu benar Rika.

2 pria kekar itu sudah hampir dekat dengan Rika. Aku bergegas turun keluar kosan untuk menemuinya.

"Haris???........ Ris tolong ris, bantuin ada yang ngejar ngejar aku ris, pliss...."

Aku baru saja menutup kembali pintu rumah kos, Rika langsung menyahut lenganku, bersembunyi dibalik tubuhku. Sedetik kemudian 2 pria itu telah sampai, berhenti sebentar, mengatur nafasnya.

"Maaf, permisi mas. Kita ada perlu dengan Mbak di belakang mas"
2 pria itu sangat besar, aku harus sedikit mendongak untuk bisa melihat wajahnya. Aku menjadi gentar.

"Kalo boleh tau ada apa gerangan yah? Dia sodara saya"
"Mbak itu tadi habis ngutil barang di Minimarket disana"

Whaaatt. Jadi saya sedang melindungi tersangka ini. Aku menoleh ke kiri menatap mata Rika. Dia ketakutan, tangannya mencengkeram lenganku dengan keras.

"Rika, apa betul kata bapak ini?"
"M... Ma....Mana buktinya, aku ga ngambil apa apa kok!.....Nih lihat isi kresekku!"

Rika menunjukkan isi kresek yang dia tenteng. Isinya hanya buku kamus Pintar Korea-Indonesia, milik perpustakaan.
"Kita punya bukti rekaman CCTV di minimarket mbak, silahkan kembali ke toko untuk kita buktikan, dan kita memaksa"
"Maaf pak, Bapak tidak punya hak untuk memaksa sodara saya"
"Udah mas, gak usah ikut ikutan, dia jelas curi curi itu. Jika sampean ikut ikutan, sampean mungkin akan menerima konsekuensinya"

Pria sebelahnya yang dari tadi cuma diam, beraksi mengepalkan tangannya. Faakkk, aku tak punya background silat atau semacamnya. Ayo mikir... mikirr...... oh iya.
"Kalo boleh tau nama bapak sama bapak satunya siapa yah?"
"Saya Andi mas, security minimarket sana, yang ini Tejo"

Minimarket kok ada securitynya.

"Oke pak Andi dan pak Tejo, karena sudah larut malam, pak Andi seharusnya lapor istri bapak, kasian istri bapak khawatir bapak belum pulang. Dan temui saja langsung sekarang, jangan telpon, kalo telpon atau sms sudah pasti ngomel ngomel"
"Iya betul juga mas, sebentar saya pergi dulu"
Si pak Andi yang lebih banyak bicara itu langsung angkat kaki ke arah minimarket. Kalo pak Tejo hanya terdiam tak ada respon, wajahnya lebih menyeramkan dari pak Andi. Aku tak paham kenapa Influence ku tak bekerja ke dia.

Suasana menjadi hening. Kita saling menatap muka.

"...........Saya tak punya istri"
Suaranya serak, memberikan kesan seram. Tatapan matanya cukup membuat salah satu kakiku bersiap untuk mundur.
"Oh maaf, kalo begitu pak Tejo tinggal bersama siapa?"

Pak Tejo terdiam lagi. Hening.

".......Saya tinggal sendirian"
"Ga mungkin kalo sendirian. Kalo hewan peliharaan?"

Sekali lagi Pak Tejo terdiam. Kali ini wajah seram itu melirik ke atas, seolah ingin mengingat sesuatu.

".........Ada kucing liar datang saya bagi ikan tiap waktu makan siang"

Awwww, so sweet. Seramnya muka tak mencerminkan hati seseorang.

"Nah itu! cepat cepat cek rumah pak Tejo, karena mungkin kucing itu nungguin pak Tejo sekarang. Jangan lupa beli ikan dulu pak, atau minta aja ke pegawai tokonya, buruan sebelum kucing itu pergi"

Pak Tejo terdiam. Hening. 5 detik kemudian dia mengangguk, kepalan tangannya mengendor, dia berbalik dan lari menuju toko itu. Dari kejauhan aku dengar motor Rx King distart, motor itu ditunggangi pak Andi, dengan cepat melesat meninggalkan pegawai minimarket yang menggaruk kepalanya. Tak lama kemudian Pak Tejo menemui pegawai itu, pegawai itu membuka kedua tangannya sambil geleng geleng. Pak Tejo menggertak pegawai itu, dia langsung menciut menutupi mukanya, kemudian lari ke dalam minimarket. sesaat kemudian dia keluar dengan kresek di tangannya, diberikan ke Pak Tejo. Pak Tejo langsung ngeloyor pergi, dan pegawai itu kembali standby menggaruk kepalanya. Akhirnya pegawai itu kembali masuk ke dalam minimarket.

Aku memutar badanku. Rika melepas lenganku, kepalanya menunduk, tangannya sembunyi di belakang. Kakinya bermain kerikil di dekatnya.
"Jelaskan secara rinci, ka"
"Jangan disini ris, ke kosanku aja yah, yuk"

Rika menggaet lenganku lagi. Aku mengikuti pantat bulat yang tertutup jeans ketat selutut itu dari belakang.

Kosan Rika hanya 50 meter dari kosan Mbak Mira. Kamarnya lebih kecil dari Mbak Mira, hanya kasur, meja pendek, dan lemari saja. Kipas angin duduk di meja sepertinya dibiarkan menyala sejak lama untuk mendinginkan ruangan yang pengap itu. Rika menendang kedua flat shoesnya ke belakang pintu, langsung menghempaskan tubuhnya di kasur. Kasur itu lumayan kecil, hanya cukup untuk satu orang saja. Aku duduk di pinggiran kasur.

"Fiiuuhh untung ada kamu ris, selamet deh hehehehe"

Rika sepertinya bukan orang yang jujur, aku perlu Influence yang biasa kugunakan untuk para wanita targetku, yaitu untuk jujur.

"Rika, supaya tidak ada salah paham, mulai sekarang kamu terbuka sama aku yah, jujur dalam semua hal, kalo ada yang kamu pendam ngomong aja semua ke aku, setiap pertanyaanku kamu jawab yah, dan kamu tak boleh malu di depanku"

"Iya iya bawel ih"

Rika masih telungkup di kasur itu, melepas tas punggung kecilnya dan melempar ke samping lemari. Oke aku tes dulu apa influenceku berfungsi, yaitu dengan cara menanyakan hal yang sangat dirahasiakan oleh wanita.
"Kamu kalo masturbasi berapa kali seminggu ka?"
"yaa ga mesti ris, kadang 3 minggu sekali. itu kalo lagi suntuk aja, biasanya deket deket mens. ngapain kamu tanya tanya jadwal masturbasiku? mau bantuin? ahahahaha"

Oke Influence sudah berfungsi.
"Yaudah. Kejadian tadi tolong jelaskan ka"
Rika mengambil posisi duduk, wajahnya serius, tapi menunduk.

"Iya ris tadi itu aku ngutil"
Rika membuka hem merahnya, dilempar ke dekat lemari. Kemudian lanjut melepas BH hitam garis merah minimalisnya. Dia sekarang topless. Kulitnya putih sekali, dadanya tak begitu besar, tapi yang membuatku ngaceng adalah putingnya, berwarna pink, indah menawan, sekaligus menantang untuk dihisap.

"Apa yang kamu ambil di toko itu ka?"
Rika membuka lemari, dia mengambil kaos singlet putih, menciumnya, berhenti sejenak seolah olah memperkirakan kaos itu berumur berapa hari sejak dicuci. kemudian baru memutuskan untuk memakainya. kaos singlet putih itu longgar, aku bisa melihat payudara dari sisi samping singlet.
"cuma sabun sama rexona ris, belum sempet ambil yang lain uda keburu ketauan"

Belum sempat ya. hmmm.

"Kamu ga ada cukup uang untuk beli sabun sama rexona ka?"
"Ada lah, cuman aku kebiasaan aja ngutil ris, biasanya kulakukan pas uda larut gini"
"Kok bisa kamu kebiasaan ngutil ka?"

Kali ini Rika melepas jeans ketat selututnya, lumayan agak susah, dia harus menarik jeans itu, kemudian dilempar lagi ke dekat lemari. Kemudian CD merahnya juga dilepas, hingga kini terlihat vaginanya yang bersih, putih, hanya tampak segaris saja.

"Iya kebawa dari manado ris, aku salah pergaulan. Sebenarnya aku ga nyaman tinggal sama nenekku, aku disiksa. Lihat ini, ada bekas luka kan? 3 kali sabetan gagang sapu nenek, sabetan ke 4 gagangnya patah, ujungnya tajam. Butuh 5 jahitan, itupun aku sendirian ke rumah sakit"

Rika menunjukkan punggung tangannya, ada sisa bekas luka yang sudah sembuh. Walaupun aku melihat punggung tangannya, aku tak bisa memungkiri aku juga terfokus pemandangan pantat bulat mulus milik Rika.

"Kamu ada cerita ke papa?"
Rika memilah celana di dalam lemarinya, kemudian menemukan hotpants pink, langsung dipakainya.
"Enggak ris, aku ngga mau papa tau, yang ada malah aku yang kena ntar"
"Apa aku bisa menyimpulkan kalo dulu kamu menolak untuk tinggal di malang karena ga mau ketemu papa atau istri barunya?"

"................iya ris, sebenarnya aku anak haram dari papa sama mama kandungku, mereka terpaksa nikah karena uda ga bisa nutupin perut mama. Nenek yang cerita itu. Biasanya dia cerita gitu pas lagi jambak rambutku"
"Lalu kenapa kamu masih milih untuk tinggal sama Nenek?"
"yaaa... paling engga aku masih bisa ketemu temen sekolahku ris, mereka juga yang ada waktu mama meninggal. Walaupun mereka nakal nakal semua. Aku mengenal dunia gelap ris. Syukurlah aku ga kena narkoba"

Rika mengambil botol bir bintang kecil dari tas punggungnya, dia sekali meneguknya, kemudian menawarkan ke aku. Aku menolak. Rika menaruh bir itu di meja.
"Apa kamu cerita kebiasaan suka ngutil ini ke orang lain ka?"
Rika duduk di kasur, mengecek jempol kakinya, rupanya dia kesakitan waktu berjalan cepat tadi.

"G ada ris, cuma temen SMA ku aja yang tau kondisiku, si Melia, dia yang pertama kali ngajak aku ngutil toko di manado"
"Si Melia sekarang dimana ka?"
Rika melepas ikatan rambutnya, kini rambut lurus seleher itu tergerai. sedikit keringat yang membasahi dahinya membuat Rika terkesan manis sekali.
"Ga tau, aku lost contact waktu terakhir ketangkep ngutil di supermarket besar, trus dia pindah sekolah"

"Apa kamu ada niatan untuk menghilangkan kebiasaan itu ka?"
"Entahlah. Udeh, jangan serius serius amat ris, sekarang gantian aku tanya kamu ih. Kamu sama cewek tadi malam itu pacaran? siapa namanya aku lupa"
"Kaga, temen aja. Mbak Mira."
"Temen kok nginep di kosannya. Uda pernah ngewe sama dia ris?"
"Ngerjain tugas aja ka, buktinya ini sampe malam aku belom tidur. Untung aku belom tidur, pas liat jendela pas liat kamu"
"Ehehehehe makasih yaaa pangeran penolongku, aku sempet basah loh, pas kamu ngelindungi aku. ngewe yuk??"

Rika mendekatiku, wajahnya dekat sekali denganku. Dia mencium bibirku. Aku mundur sejenak.

"Kamu uda ga perawan ka?"
"Hari gini masi perawan ris?? uda lepas waktu SMP dulu"

What the hell. Di sisi lain aku ingin ngeseks sama dia, di sisi lain aku merasa kasihan dengan dia. Rasa simpati, karena dia telah menempuh jalan yang begitu berat. Aku masih berdebat dengan si otong. Tiba tiba kedua tangan memegang kepalaku, Rika ingin menciumku. Aku masih menolak, kupaksa untuk mundur, tapi tertahan tangannya. Kita saling tarik menarik, Bibir Rika semakin monyong berusaha untuk menggapai bibirku.

"Ayolaaahhh aku uda lama ga ngewe ini, cowokku putus soalnya gak mau ldr an sama aku....."
Aku menimbang, apa aku yang terlalu membuka dirinya waktu Influence atau memang dia sangat terbiasa seperti ini.
"Aku ga bisa tiba-tiba langsung ngewe sama orang yg baru ketemu ka. Apalagi kamu statusnya masih sodaraku"

Rika menghentikan aksinya, menatap mataku, kemudian melepas tangannya dari kepalaku. Dia kembali meneguk bir bintangnya yang berkeringat menyaksikan adegan aneh ini. Rika meletakkan kembali botol haram itu di meja.

"Kamu tau, seumur hidupku aku ga pernah ngewe sama cowok lain selain mantanku. Dia yang merawani aku dulu. Waktu aku bilang ke dia, kalo aku ingin kuliah ke malang, dia langsung mutusin aku. Besoknya aku mau ambil barang-barangku di kamarnya, yang ada malah ketemu dia sedang doggy sahabat karibku"

Aku melihat matanya berkaca kaca. Dia melirikku sekilas kemudian menunduk kembali. genangan air matanya semakin banyak. Tangannya refleks mengusap matanya. Aku tak tahu harus berbuat apa, tapi aku ingin memeluknya. Aku juga ingin mencium bibir mungilnya. Aahhh faakk minggir dulu pikiran mesum! Di sela sela aku masih berdebat dengan si otong, tiba tiba Rika yang memelukku. wajahnya bersembunyi menempel di dadaku. Dia menangis tanpa suara, aku hanya mendengar tarikan ingusnya saja. Aku memeluk balik Rika, sambil mengelus rambutnya yang indah, pelan mengiringi pagi buta yang hening dan kalem itu.

15 menit dia menangis, aku tak mendengar tarikan ingusnya lagi. Tiba tiba Rika menarikku, membantingku di kasur. Dia mendudukiku pas di selangkanganku. Lututnya menahan lenganku, tangannya menahan pundakku. Aku sama sekali tak bisa gerak. Perlahan wajahnya mendekati wajahku. Matanya merah, air matanya masih tersisa banyak. Dia memang menangis tadi.

"Kamu boleh bohongi aku kalo kamu g pernah ngewe sama Mira ris, tapi kamu g bisa bohongi aku kalo kamu ada rasa sama Mira. Bener kan? Ngaku deh"
"Hmmm mungkin. Apa urusanmu ka"
"Aku cemburu ris. Aku ingin sama kamu. Wanita akan mudah jatuh cinta sama lelaki yang perhatian di saat break down"
"eh... oohh.. tadi itu terhitung perhatian yah. kan cuma tanya doang"

Rika tersenyum, tertawa kecil. senyuman itu membuat si otong memenangkan pertempuran ini. Tak lama kemudian bibir Rika menyapa bibirku. hangat dan basah. Rika menghisap dan mengulum bibirku, aku merasakan sensasi tekstur bibir mungil Rika. Lidah Rika menerobos mulutku, menjilat rongga atas mulutku. bertemu lidahku. Kita bersilat lidah. Perlahan Rika semakin menaikan tempo kita french kiss. Semakin cepat. Semakin intens.

Tangannya melepas pundakku, berpindah menggerayangi kepalaku, wajahku. Hisapan demi hisapan. Aku masih tak dapat bergerak, Rika benar benar menguasai tubuhku. Penisku mulai bereaksi. Dari dalam celanaku yang masih bau molto, penisku mencoba menggeliat, yang rupanya tak banyak bisa bergerak tertahan oleh selangkangan Rika. Aku yakin Rika bakal tahu pergerakan penisku.

Tak lama berselang, Ciuman Rika berhenti, bibirnya terlepas. dia melirik ke selangkangan, kemudian menatapku. Kembali tersenyum penuh arti. Dia sadar aku ngaceng. Dia menciumku di bibir sebentar, kemudian turun ke leher. Kaosku ditariknya ke atas, tangan Rika menyentuh putingku, puting satunya dijilat pelan. Rika sedikit mundur, merubah posisinya sambil lidahnya terus menyusuri hingga ke pusarku. Kini celanaku dibuka, hanya sedikit tarikan dia mencongkel penisku dari dalam. Penisku keluar beserta telurnya, berdiam tegak lurus, dipegang oleh Rika, dikocoknya pelan. Rika kembali tersenyum.

"Gede banget kontolmu ris.."

Apakah wanita memang memuji penis pria supaya menaikkan gairah pria, atau paling tidak supaya menaikkan pede nya? Aku tak tahu, setahuku penisku rata rata saja, Indonesia ya ukuran standar penisnya segini. Dijilatnya telurku, dihisap bergantian kiri dan kanan. lidahnya naik ke pangkal penis, terus memanjat hingga helm, seketika itu juga dia memasukkan penis itu ke dalam mulutnya. Hangat sekali di dalam mulut Rika. Rika seperti memberlakukan penisku layaknya miliknya sendiri, benar benar memanjakan setiap senti syaraf di penisku. Dia sangat lihai dalam blowjob. Shit aku hampir keluar. Tahan riss... tahan....

Rika melepas hisapan penisku, setengah berdiri, melepas hotpants pink nya, dan blesss! tanpa ragu dia memasukkan penisku ke dalam vagina putihnya. Rika seperti sedang berterima kasih dengan cara membiarkan diriku terlentang sambil mengocok penisku dengan vaginanya. Nikmat sekali posisi woman on top seperti ini. Rika hanya terdiam menunduk saat memompa penisku. Dia tipe wanita yang tak banyak mendesah.

Aku setengah berpikir, ini adalah pertama kali ngeseks yang hampir tanpa campur tangan influence ku. Memang karena wanitanya menginginkanya, terlepas dari apa tujuan asli wanita ini. Ya, Rika sepertinya memiliki tujuan tertentu, dan tujuan itu dia ingin mencapainya dengan cara ngeseks denganku. Atau mungkin aku saja yang berpikir terlalu jauh, aku terlalu berpikir negatif. Tapi enak sekali persetubuhan kali ini. Tapi aku ingin berpikir lebih lanjut kenapa. Tapi enak sekali, tapi kenapa...

crooottt crooott crooott crrrooootttt

What??? aku muncrat. orgasme. di dalam vagina Rika. Aku benar benar tak tahan. Tak pernah secepat ini aku ejakulasi. Nikmat sekali goyangan Rika. Rika tahu, dia sedikit memelankan goyangannya, sambil menatap mataku. Aku sekilas menangkap ekspresi kecewa dari Rika ketika penisku mulai mengecil. Rika langsung menyembunyikan ekspresi kecewanya dengan tersenyum.

"Aku belum nyampe riss....."
"Kamu nikmat sekali ka... aku tak tahan...."
"muncrat ga bilang bilang dulu lagi. Kalo aku hamil gimana"
"Loh.. waduh... trus gimana dong ka..?"

Rika menyandarkan tubuhnya ke dadaku, menciumku manja.
"Aman kok, kamu beruntung aja, pas banget tanggalnya"
Penisku yang sudah mengecil terlepas sendiri dari vaginanya.
"Aku akan menganggap ini pujian, karena aku terlalu cantik dan ngewe sama aku terlalu nikmat, kamu jadi kelojotan. hihihi"

Aku masih merasa bersalah karena dia belum orgasme.
"Mau kujilat ka?"
"Seriuss??? boleh dong"

Rika beranjak dari tubuhku, aku turun dari kasur, kini gantian Rika yang terlentang di kasur. Rika menggigit bibirnya bersemangat, Melebarkan kakinya. Aku memasukkan penisku ke dalam celana, kemudian mengambil posisi persis ditengah kedua kakinya. Kaos singletnya susah payah menutupi buah dadanya yang tumpah ke samping. Vaginanya yang putih terpampang dihadapanku, Aku bisa melihat sedikit memerah setelah memompa penisku tadi. Kurasa spermaku sudah menyatu di dalam vaginanya, tak ada yang keluar setetespun. Kubuka sedikit lebar kakinya, vaginanya merekah. Astagaaa, dalaman vaginanya berwarna pink. Bagus sekali. Ini sih vagina kelas atas, berkualitas, layak masuk fotografi. Fotografi orang orang mesum. Tiba tiba Rika menutup vaginanya dengan tangannya.

"Jangan diliatin lama lama dong, aku maluu"

Aku turun, mencium bekas luka di punggung tangan yang menutupi vaginanya, mengangkat tangannya pelan.
"sshhht... kamu romantis banget sih, ini kali yang bikin Mira klepek klepek sama kamu"

Aku mulai dengan mencium klitorisnya, Rika sedikit tersentak. Tangannya mendarat di kepalaku, meremas rambutku. Aku jilat dan menggigit pelan klitoris, ku usap usap dengan lidahku. Semenit kemudian tanganku ikut andil dalam proyek ini. Sambil memainkan klitorisnya, telunjukku perlahan memasuki lubang cinta milik Rika. Mulai kukorek korek vaginanya, maju mundur seirama dengan jilatanku.

"ssshhhhtt... aaahhh... enak banget sih??? kamu ahli banget risss...."

Rupanya Rika juga bisa mendesah. Rambutku tetap jadi target remasan tangannya. Aku percepat tempo jilatan dan hujaman telunjukku. Kini jari tengahku mengikuti. 2 jari bersarang di vagina Rika. Aku gunakan teknik yang diajari Tante Nur supaya cepat untuk orgasme, Aku tekan sisi bagian atas vagina Rika sambil kukorek korek, Klitoris semakin kuhisap kugigit dan kujilat jilat. Semakin intens.....

"Aahhh.. harisss... aku nyampeeee......"
serrr serrr serr serrr

Vagina Rika berkedut kedut keras, tanda orgasme Rika sudah datang. Tanganya menekan kepalaku semakin ke dalam. Cukup lama dia orgasme, hampir satu menit aku menjaga posisiku tetap diam di vagina Rika. Satu menit lebih kemudian dia langsung lemas, melepas rambutku. Dia ngos ngosan. Aku melepas 2 jariku dan lidahku dari vagina pink itu. Rika langsung bangkit dan menyahut bibirku, memagut lidahku. Tangannya merangkul leherku. Dadanya menempel di dadaku. Kita berciuman cukup lama.

Sambil berciuman, Rika memutar tubuhnya, kemudian kembali menghempaskan tubuhku di kasur yang sempit itu. Rambut selehernya tergerai ke bawah, menutupi kepalaku. Kita masih berciuman dengan posisi Rika di menindihku. Tak lama kemudian Rika berhenti menciumku. Kepalanya sedikit menunduk ke bawah. Tubuhnya mundur sedikit, kepala Rika bersandar di dadaku.

"Satu hal yg bikin aku heran. Kenapa 2 preman itu mau mendengarkan omongan kamu? Padahal sebelumnya mereka benar benar pingin maksa aku"

Shit. Dia sadar rupanya.

"eeehhh... entahlah... kenapa yah, mungkin memang mereka lagi pingin pulang kali yah"
Rika tertawa, dia menatap mataku, sesekali mencium bibirku. kemudian kembali bersandar di dadaku.

"Nggak nggak nggak, itu terlalu aneh. Kecuali kamu uda kenal sebelumnya sama preman itu. Tapi itu tak mungkin, soalnya aku tau kamu juga beneran takut pas sama preman yang terakhir, kamu baru pertama kali ketemu preman itu"

Wow tak kusangka Rika adalah orang yang cerdas. Dia adalah wanita yang seharusnya kuhindari, karena kemampuanku terkadang tak berfungsi untuk orang yang intelijensinya cukup tinggi.
"Yaa kan mungkin karena aku beruntung juga, kayak tadi pas lagi aman aku muncrat di dalam"
Rika mencubit lenganku.

"Atau mungkin kamu punya kemampuan super? Ahahaha kayak X-men dong. Tapi itu mungkin juga sih, akan sesuai kalo kamu memang benar benar punya"
"Aneh aneh aja ka. Kamu pasti kena trauma karena kejadian tadi itu. apa namanya yah? PTSD? masa gara gara ngutil aja kena PTSD??"
"Kalo memang kamu punya kemampuan super, jangan jangan aku juga sudah kena? Apa aku sekarang sadar yah? atau aku sekarang sedang tertidur? Ini semua hanya fantasiku? Atau tadi kamu bikin aku jadi basah dan pingin ngewe sama kamu? omaigad mesum banget kamu ris"

"Oke oke udah udah. mulai ngelantur ngomongnya. tidur sana. Kamu ada kuliah hari ini? jam berapa?"
Aku memutar tubuhku, Rika kini kembali terlentang di kasurnya. Dia masih tetap berpenampilan kaos singlet putih dan bawahan tak ada.
"Jam 10 ris. Jangan pergiiii hu hu hu. Abis ngewe kamu langsung pergii, kamu jahat"
Rika menarikku manja.
"Aku harus balik ke mbak Mira ka, belom selesai kerjaannya. Dia sekarang pasti bingung aku kemana"

Rika berhasil menarikku dan mencium bibirku. Kali ini tak dilepas ciumannya, aku yang harus memaksa melepas.
"Kalo Mira nyariin kamu pasti uda telpon sekarang, atau sms kek"
"Hapeku masih di kosan mbak Mira. Kan tadi ada situasi genting. gara gara siapa hayo?"
"Ehehehehe iyaa iyaa.... makasih yaa pangeranku yang tampan. Eh nomermu berapa? BBM punya? Bagi sini"

Rika mengeluarkan Blackberry dari saku tas punggung kecil, dan memberikannya padaku. Aku mengetik nomerku, kemudian aku call ke hapeku. Begitu aku mendengar nada sambung aku langsung menutup kembali. Kuberikan lagi hape mahal itu ke Rika.
"Kapan mau ke mama? barengan yuk. Aku malu kalo kesana sendirian"
Rika asyik bermain blackberrynya sambil tiduran.

"Kapan yaa, sabtu ini aja. Jarang jarang aku mampir kalo ga pas liburan panjang ka. Tapi kalo buat nganter kamu ayok aja, Ntar minggu malam atau senen pagi pulang"
"Uuuhh baiknya. Aku jadi basah lagi ini. ngewe lagi yukkk"
"Udaahh tidur sana. Jangan telat kuliah. DAN JANGAN NGUTIL LAGI"
"Oke siapppp komandan"
Rika benar benar terlihat imut manis seperti ini, terlepas dari penampilannya yang bikin ngaceng pria.

Aku beranjak keluar kamar, menutup pintu dan bergegas kembali ke kosan Mbak Mira. Jalanan sudah mulai ramai, padahal matahari masih belum muncul. Aspal bagian tengah sudah hampir kering karena sering dilewati motor, dan pinggiran jalan masih banyak genangan air. Aku sampai di kosan mbak Mira, segera menuju kamarnya. Kubuka perlahan pintu kamar, kamar itu masih gelap. Aku kembali menutup pintu perlahan, kukunci dari dalam.

"Dari mana ris"

Degg..
----

Next update mungkin abis lebaran :konak:

Part 7

Wkwkwk ngakak banget yang part sama preman
 
Part 8


-----Part 9: Sneak

Kali ini kita mundur sejenak untuk menyelesaikan cerita bersama Tante Nung di liburan semester.

****

Aku merasa semangat. Pagi itu aku sarapan sedikit berbeda. Yaa menunya standar aja, sop sayuran dengan tempe goreng. Hanya saja yang memasak sekarang sedang ikutan makan dengan saya, dan berada di atas meja. Dengan duduk mengangkang menghadapku, dia tetap santai melahap masakannya sendiri. Dia sadar dasternya tersingkap hingga pinggang, tanpa CD, karena ingin saya mengecek hasil membersihkan jembut di selangkangannya.

Vagina yang berwarna sawo matang khas wanita jawa itu terekspos hingga bagian selanya, bersih tanpa rambut sehelai pun. Lalu untuk apa mengecek lagi? Sudah tentu hanya alasan saja, karena alasan itu kini aku bisa leluasa mengutak atik onderdil pribadi wanita yang tembam itu.

"Sudah belom ris"

Tante Nung menggapai remot tv untuk mencari channel lain. Lagi lagi infotainmen dipilihnya.
"Belom Tante"

Aku masih mengunyah tempe yang baru saja kugigit. Vagina Tante Nung masih lumayan basah, dia tadi sempat orgasme. Aku mencoba memasukkan pangkal sendok yang kupegang ke dalam vagina Tante Nung, bentuk pangkal sendok itu bulat pipih.

"Aahhh...dingin ris...."
Tante Nung mendesah, rupanya dia masih terangsang. Pangkal sendok itu kumasukkan posisi vertikal, kemudian kuputar menjadi horizontal.
"Sshhh.. aahhh"
Tante Nung kembali mendesah. Aku menggerakkan sendokku seperti engkol, memaju mundurkan sambil mengorek atas bawah.
"Hhhaaa...riiisss... kamu ngecek apanya siiihhhh......"

Tante Nung mengernyitkan mata, seolah ingin menutup mata tapi tak mau, dia masih ingin nonton infotainmen, dan dia juga belum selesai makan.
"Ngecek dalamnya Tante"
Nasi di piring Tante Nung sudah habis. Diletakkannya piring itu di sebelahnya. Tante Nung masih mencoba untuk fokus dengan acara di TV.

"Kan tadiiii.... bii.. langnya..... ngecek..... hasil cukuraaan....hhhhh.... ssshhhhtt...."

Kocokan sendokku kuhentikan, kucabut, lalu kugunakan untuk makan di piringku. Pangkal sendok itu terasa lengket dan licin terkena cairan vagina. Tante Nung melihatku yang tiba tiba menghentikan tindakan yang membuatnya di atas awang, ada rasa kecewa di mukanya. Kita diam sejenak, Aku cuek menghabiskan makanan yang sudah mulai dingin.

"Ris.... Tante horny banget, Tante pingin pake sextoy yang di kamu dong"
Aku tau Tante Nung membutuhkan penis jika benar benar horny, kata dia sextoy yang ada di laci di kamarnya masih belum mampu untuk menandingi penis asli. Yauda anggap aja penisku sextoy.
"Oooh boleh aja, tapi aku masih makan Tante. Kalo mau pakenya disini aja"
"Okelah. Udah ini ngeceknya?"
"Udah Tante, bersih, layak bertemu dengan Om"
"Apa sih kamu ris"
Tante Nung perlahan turun dari meja. Aku masih asik dengan makananku. Tak lama kemudian Tante Nung sudah berdiri disampingku, dasternya tergerai mnutup vaginanya.

"Sini Tante"
Aku sedikit menyandar ke belakang, memberikan celah bila Tante Nung ingin menaiki tubuhku. Tante Nung dengan sigap melepas celanaku, aku sedikit mengangkat pantat untuk meloloskan celana hingga bawah. Penisku sudah menjulang sejak suguhan vagina di meja makan tadi, digenggamnya oleh Tante Nung. Dikocoknya, kemudian Tante Nung menghisap penisku, maju mundur sekali. Untuk melumasi saja, walaupun aku yakin vaginanya sudah cukup becek untuk diisi penis. Mungkin itu yang disebut reflek. Kini Tante Nung menaiki tubuhku, bersiap untuk duduk di atas pahaku. Dasternya sedikit dia angkat, satu tangannya mengarahkan penisku untuk masuk ke lubang surganya.

Blessss

Aku tak bisa melihat wujud penisku, sepenuhnya tertelan oleh vagina Tante Nung. Hangat, lembab, lembut di dalam sana. Piring di meja pun tak dapat kulihat, hanya terlihat dada terbungkus daster, bergerak naik turun seirama nafas. Aku sedikit menoleh ke atas, wajah Tante Nung sedikit kemerahan, matanya terpejam. Aku yakin ia terfokus dengan ganjalan di vaginanya. Perlahan lahan Tante Nung menggerakkan tubuhnya sendiri untuk mencari nikmat dari gesekan penisku.

"Tante, saya pegangin susu Tante yah, biar gak goyang susunya"
Tante Nung tak menjawab, dia masih asyik dengan penis di dalam tubuhnya. Kedua tanganku mendarat di buah dadanya, hmmm... kenyal sekali. Sementara di bawah, vagina Tante Nung memompa penisku, meremas remas juga. Aku meremas buah dada Tante Nung, vagina Tante Nung meremas penisku. Sungguh pagi yang penuh remasan.

"AAahh...ssshhhhttt...AAHHH.....ssshhhhttt...AAAAHH...AHHHH.....HHHHH..... hhhh..... hhh..."

Siraman hangat dari dalam vagina mengenai penisku. Hanya 3 menit pompaan sudah membuat Tante Nung keluar. Kedutan vaginanya tak asing bagiku. Tangan Tante Nung merangkul leherku, aku masih meremas remas dadanya. Pompaan Tante Nung melemah, kemudian berhenti. Tante Nung beranjak dari pahaku. Namun aku masih tegang, belum muncrat.

"Makasih ya ris, uda bantuin masturbasi"
Tante Nung membereskan makanan untuk disimpan kembali ke lemari makanan. Piring kotor miliknya ditaruh di wastafel tempat cuci piring di sebelah kompor.
"Beress Tante, lain kali kalo kepingin lagi, ga usah minta ijin Tan, langsung aja pake, kan ini sextoy Tante. Liat liat sikon aja dulu"
"Iya yah"
Aku mempercepat makanku, kuselesaikan.

Tante Nung sekalian membereskan piring kotorku, kemudian mulai mencuci piring piring kotor yang menumpuk di wastafel.
"Begitu juga sebaliknya Tante, seluruh tubuh Tante kan sextoy ku, kapan aja kalo aku mau aku langsung pake sextoy ku Tan. Tante paham lah, cowok itu liat yang seksi dikit pasti uda kepingin"
"Iya iya. Emang dasar pikiranmu isinya ngeres semua ris"

Ini Influence yang parah menurutku. Apa bedanya dengan influence menyuruh untuk ngeseks sekalian? Tapi aku harus mencobanya, aku ingin tau seberapa patuh Tante Nung.

Aku berjalan mendekati Tante Nung yang berdiri membelakangiku.
"Ris si Eko pulang agak sore, kamu ajak makan diluar yah, Tante mungkin belom selesai arisan sama ibu ibu pkk"
Kedua tanganku menyelinap di ketiak Tante Nung, menerobos dan berhenti di puting Tante Nung. Tante Nung paham, dia masih cuek mencuci piring.
"Kira kira jam berapa Eko sampe rumah Tan?"

Aku mulai memelintir putingnya, seperti sedang memasukkan baut ke dalam mur.
"Jam 3an, Tante blum pulang jam segitu. Tante mungkin sampe rumah jam 6an"
Aku meremas gemas kedua payudara Tante Nung.
"Emang Tante mau berangkat arisan jam berapa?"

Aku melepas remasanku, kemudian mengangkat daster Tante Nung. Tampak bongkahan pantat yang indah, dengan sedikit bercak bekas cairan vagina yang merembes hingga sela pantatnya.

"Jam 2 ris, arisannya jam 3, tapi mau ke bu Leli dulu untuk milih lauknya apAAAkhh....!!!"

Penisku kembali bersarang di vagina Tante Nung. Kupompa vagina tembam itu. Tante Nung memegang pinggiran wastafel. Aahh nikmat sekali ngeseks Tante Nung pagi ini.
5 menit kemudian aku berhenti. Kucabut penisku.
"Tante, balik tubuhnya, hadap sini"
Tante Nung ngos ngosan memutar tubuhnya.
"Tante lagi cuci piring riss..."

"Oh ya Tante, emang ada yah hari hari dimana wanita itu ga bisa hamil?"
Kuarahkan Tante Nung untuk bergeser ke samping, terdapat area meja yang kosong di sebelah wastafel.
"Iya ada ris, biasanya 3 sampai 4 hari setelah haid"
Kudorong pantat Tante Nung untuk duduk di meja itu, Tak terlalu tinggi, Tante Nung hanya cukup berjinjit untuk dapat duduk di pinggiran meja itu.
"Oh trus kalo gak pingin hamil waktu Om datengin Tante gimana dong?"

Dasternya kuangkat lagi, aku melihat lagi vagina tembam milik Tanteku itu. Tante Nung berpegangan ke pinggir meja, melihat penisku yang mengkilat basah, melihat mataku, melihat lagi ke penisku, melihat mataku, menjawab pertanyaanku,

"Kan Tante pake KB ris, minum pil abis disamperin Om kamUUUkkhh....!"

Kuhujam sekali lagi penisku di vaginanya. Kali ini kita saling berhadapan, Tante Nung memahami kalo inilah yang tadi kubicarakan, saling menggunakan sextoy tanpa bilang. Aku sudah malas untuk gonta ganti posisi lagi, jadi pompaan kali ini sedikit kupercepat. Tante Nung berpegangan ke pundakku untuk menjaga keseimbangan. Aku meremas ganas payudaranya, Tante Nung hanya pasrah mendesah memejamkan mata.

"Aahh.. aahhh.....aaaaahhhh...ssshhhtt... aaahhh... hariiissss..... ssshhhttt... aaahhh"

Mulut Tante Nung menganga, menikmati hadirnya penis selain suaminya. Aku pun semakin semangat mengakhiri persetubuhan di pagi hari ini. Kusosor bibirnya, kita berpagutan, seakan tak mau kalah dengan aktivitas di bawah sana.

5 menit kemudian aku sudah mendekati puncak. Aku ingin muncrat di dalam vagina Tante Nung. Bibirku masih dikulum bibir Tante Nung, dadanya masih kuremas dan kupilin. Pagutan lidah Tante Nung semakin membuatku bergairah, dan,

Croot crooottt crroottt crrroott

Spermaku tumpah di dalam vagina Tante Nung. Aku telah membuahi Tanteku sendiri. Aku masih belum berhenti memompa vaginanya.

Seerr seeerrr seeerrrr
"Mmmmhhh.....mmmmhh ..... mmmhhh..... mmmhh..."

Tante Nung keluar juga, dia mendesah saat masih berciuman denganku, sesaat setelah kuberikan benihku. Tangannya keras mencengkram pundakku. Perlahan pompaanku kuperlambat. Kedutan vagina Tante Nung mulai reda. Tante Nung melepas ciumanku, dia menunduk.

"Kok kamu keluarin di dalam sih..."
"Iya Tante, abisnya nikmat sekali, ga bisa kontrol saya"
"Kalo Tante hamil gimana ris"
"Ya kata Tante kan minum pil KB"
"Iya bisa aja, tapi entar kalo Om kamu tau jumlah pilnya berkurang mau ngomong apa hayo"

Shit iya yah. Aku tak berpikir sampe sana. Aku mencabut penisku yang masih tegak, namun berangsur lemas. Aku mencium bibir Tante Nung, kemudian mundur perlahan.
"Gampang aja itu Tante, yang penting minum dulu biar ga hamil"
"Iya ris"

Aku memasukkan penisku ke dalam celana. Tante Nung turun dari meja, berputar dan lanjut mencuci piring. Aku masih menemaninya, tapi sambil duduk di sofa nonton tv.
"Gedein dikit ris volumenya"
Aku meningkatkan volume tv, Tante Nung masih ingin mendengarkan berita gosip terpanas hari ini. Aku menjadi mengantuk, suara merdu presenter infotainmen membuatku tertidur di sofa. Aku tertidur dengan nyenyak, tanpa peduli apa yang akan terjadi.


***


Liburan semester memang sangat cepat habisnya. aku sudah di penghujung liburan. Sejak kejadian pertama Tante Nung mengoralku saat aku bermain GTA, Sudah banyak eksperimen yang kulakukan bersamanya, seperti apa pengaruh dengan hal hal yang yang tak dipercaya Tante Nung, hal yang menjijikkan baginya, atau merubah kebiasaan Tante Nung, sampai bereksperimen dengan bawah sadarnya.

Banyak yang sukses, namun banyak juga yang gagal. Aku tak mau berpisah dari Tante Nung, tapi lusa aku harus pulang ke rumahku, lanjut kuliah seperti biasa. Ya bisa aja sih waktu sabtu minggu aku mampir lagi, tapi percuma saja, anaknya bakal ada di rumah, jadi susah untuk bisa berdua saja, kecuali aku nekat. Oleh karena itu, supaya dapat bertahan sampai liburan panjang selanjutnya, Aku ingin di hari terakhirku liburan ini untuk membuat momen yang indah, nikmat tentunya.

"Ris ntar sore Bu Leli bawa pesenan, bantuin masukin yah"

Tante Nung membuka percakapan di sela istirahatnya setelah orgasme. Matanya masih nonton tv. Dildo pink menancap dalam di vaginanya, posisi menyala. Dia duduk agak selonjor di sofa depan tv, tanpa sehelai benang pun. Aku yang duduk di sebelahnya masih tetap tertegun dengan indahnya body Tante berumur 31 tahun ini.
"Emang Om dateng jam berapa Tan?"

Tante Nung menggapai hp nokia qwerty miliknya, dia mengecek sesuatu.
"Jam 5 sore landing di bandara"
Aku mencium bibirnya sambil meremas susunya.
"Oh Tante mau jemput Om di bandara?"

Tante Nung beranjak dari sofa, kemudian berlutut di lantai, tangannya menyentuh lantai, posisinya kini seperti anjing, dengan dildo masih bergetar di vaginanya
"Iya Tante mau ke bandara sekarang. Ris Tante mau pipis sekalian mandi, tolong lepaskan dildoku dong"
"Oke Tan"

Aku mengikuti Tante Nung yang berjalan merangkak seperti anjing, menuju kamar mandi.
"Emang kalo om sampe rumah langsung dirayain Tan?"
"Nunggu Eko sampe di rumah juga, bimbelnya selesai jam 6. Kamu beli cola sama snack yah, ke hypermart atau kemana gitu. 3 botol gede cukup kan?"
"Cukup Tan"

Kita telah sampai di kamar mandi. Tante Nung masih dalam posisi anjingnya.
"Aahhh........"

Kucabut dildonya, benar benar becek. Apalagi vaginanya. Tak berselang lama dari vagina muncul air pipis, memancar diagonal ke belakang hingga terkena telapak kaki Tante Nung sendiri. Cukup banyak yang keluar, Tante Nung cuek aja melihatku sambil mengeluarkan air seninya. Aku meletakkan dildo di meja wastafel, kemudian menyiapkan bidet untuk menyiram air kencing yang meluber kemana mana.

Tante Nung selesai kencing, dia mengangkat satu kakinya di udara, seakan memintaku untuk menyiraminya. Kusemprotkan air yang cukup kencang ke vaginanya, Tante Nung sedikit tersentak, kemudian pasrah saja dengan keusilan keponakannya. Aku menyiram lantai kamar mandi juga, memastikan tidak ada air seni yang tergenang.

Setelah bersih aku melepas dan menggantung semua bajuku. Penisku sudah posisi tegak. Aku menutup wc duduk, kemudian duduk disitu. Tante Nung melihatku, paham maksudnya. Dia merangkak mendekatiku, kemudian mulai menghisap penisku. Tangannya masih menempel di lantai, hanya kepalanya saja yang naik turun memberikan nikmat di penisku. Aku agak menunduk, tanganku iseng menggapai dan mengorek vaginanya.

5 menit aku dioral Tante Nung, aku cukup puas. Aku sudah bisa mengontrol nikmat seksual yang kudapat, tak seperti dulu baru dihisap sudah muncrat. Aku mendorong kepala Tante Nung untuk melepaskan penisku dari mulutnya, kemudian aku berdiri, menyalakan shower. Tante Nung yang masih terdiam melihatku, mulai berjalan merangkak menuju bilik shower. Tante Nung tersenyum, kemudian menutup matanya. Aku mengarahkan shower ke seluruh tubuhnya.

"Maunya nyabunin tubuh Tante aja ris, mana sikat gigi, mana sabun muka, mana shampo?"
Tante Nung menuntut mandi yang benar, tak hanya menyabuni badan saja. Aku mengambil sikat gigi milik Tante Nung, mengolesinya dengan pepsodent. Dengan sedikit jongkok, aku memasukkan sikat gigi itu ke dalam mulut Tante Nung dan mulai menyikat giginya.

Selesai menyikat kuarahkan shower ke mulutnya, Tante Nung membuka mulutnya lebih lebar dan berkumur. Aku mengambil ponds, kupencet isinya sedikit kemudian menempelkan ke pipi dan dahi Tante Nung. Kuratakan di seluruh muka, Tante Nung memejamkan mata, untuk kemudian kubilas dengan shower.

Lanjut, aku mengambil pantene dan menuangkan ke telapak tanganku. Aku mengeramasi rambut Tante Nung, mengusap hingga ujungnya. Aktivitas ini boleh dibilang sudah kulakukan berkali kali, tapi tak membuatku bosan sama sekali. Dan mungkin aku harus berpuasa dulu setelah ini, karena suami Tante Nung sebentar lagi ada di rumah. Setelah membilas rambutnya, aku lanjut ke bagian favorit. Kugantung shower, kutuangkan lux cair ke shower puff, kemudian kuremas hingga berbusa.

Kini Tante Nung kusabuni, seperti sedang memandikan anjing. Tante Nung yang masih posisi berlutut tangan menempel di lantai, melihatku bersemangat ingin menyabuninya, sebuah aktivitas yang seharusnya hanya dirinya dan suaminya saja yang boleh melakukannya. Nyatanya tubuhnya sekarang penuh sabun yang kuusap dari shower puff, seluruh tubuh hingga ke area privatnya.

Ketika sampai di buah dadanya, aku sengaja berlama lama disitu, bermain dengan bagian tubuh yang tak dimiliki oleh pria itu. Aku meremas remas susu gantung yang kenyal dan licin karena sabun itu. Membuatku semakin ngaceng. Satu tanganku bergeser ke perut hingga area selangkangan. Vagina yang sudah mulai tumbuh bulu bulu halus itu penuh busa, kuusap berkali kali.

"Hariss... nakal lagi deehhh...shhhttt..."
Aku pun semakin ngaceng dengan perlakuanku sendiri ke Tante Nung, hingga tak tahan akhirnya aku ingin mempenetrasi Tante Nung. Kurubah posisiku dari samping Tante Nung ke belakang Tante Nung, Tampak bongkahan pantat siap untuk dieksplorasi. Kurapatkan kedua kaki Tante Nung, aku maju sedikit hingga kakiku sejajar dengan pinggulnya, kemudian aku setengah berjongkok,

Sleeppp

Sangat licin dan hangat di dalam tubuh Tante Nung. Tubuhku bertumpu sebagian ke punggung Tante Nung, dan kedua tanganku asyik memerah susu Tante. Kumaju mundurkan penisku, Tante Nung mendesah kenikmatan menerima hujaman penis di vaginanya dan remasan di buah dadanya.

"Aaahhh.... aaahhh.... aahhh.... aaahhh.... sshhhttt.... aahhhh"

Kepala Tante Nung menunduk, matanya terpejam, peluh bercampur air sisa di rambut basah yang menjuntai ke bawah, tergoyang menerima pompaan dariku.

serrr serrr serr seerrrrrr

Tiba tiba vagina menjepit keras penisku, berkedut kedut. Pahanya bergetar. Tante Nung orgasme tanpa suara. Aku menghentikan pompaanku sementara. Semenit kemudian orgasme Tante Nung mereda, kulanjutkan lagi memompa lubang licin karena sabun itu.

"AAAhhhh.. AAAAhhhh... AAAAhh... AAhhhh...Ahhhh...."
serrr serrr serrr serrrrrr

Belum ada semenit kupompa, Tante Nung orgasme lagi!

wow aku semakin bergairah, tapi kubiarkan Tante Nung menikmati masa masa terindahnya. Sebelum reda, Tante Nung tiba tiba tergeletak di lantai, Penisku tercabut, aku kehilangan keseimbangan jadi tanganku bertumpu pada lantai. Aku lihat punggungnya naik turun, dia ngos ngosan. Rupanya Tante Nung kecapekan dua kali orgasme.

"Bentar ris, Tante capek... hhh.. hhh.. hh.... Kamu mandiin macam apa sih sampe bikin Tante orgasme dua kali gini? hhh.. hhh.. hhh"
"Yaa supaya Tante bersih, kan bentar lagi mau ketemu Om"

Hmmm... bisa dibilang aku telah sampai di titik dimana Tante Nung telah menerima stimulasi seksual terus terusan, hingga membuatnya gampang orgasme. Kukira efek dari terus terusan dirangsang bakal membuat Tante Nung kebal, sebaliknya, Tante Nung malah semakin sensitif akan rangsangan. Kuangkat badan Tante Nung, kududukkan bersandar di dinding. Mata Tante Nung sayu, dia masih terangsang.

"Ris, Tante horny banget...."
"Iya ntar Tante pake aja dildoku abis mandi, sekarang beresin dulu mandinya"
"Tapi Tante capek"

Kusiram seluruh tubuh Tante yang duduk lemah di dinding bilik shower, kubilas hingga tak ada sabun.
"Iya Tante Nung sudah bukan anjing lagi setelah mandi, aktivitas seperti biasa aja, sesuka Tante"

Tante Nung perlahan berdiri, aku masih belum selesai membilas belakangnya dan selangkangannya. Kuusap perlahan vagina Tante Nung sambil kusiram dengan shower.

"YAAANNNGG...!! AKU PULAANNGG...!!!"

Mata Tante Nung membelalak. Dia melihatku, mencoba mengkonfirmasi apa yang dia dengar. Aku pun kaget juga.

Itu suara sah milik Suami Tante Nung!

"YAAANNGG...??? KAMU DIMANAA..."

Suara itu semakin dekat dengan kamar mandi.
"LOH SAYAAANNNGG??? KOK SUDAH PULANG..???"
Tante Nung mencoba menjawab dari dalam kamar mandi. Tante Nung dengan sigap mengunci kamar mandi, kemudian balik ke bilik shower.

cklek cklek cklek tok tok tok.

"Yaangg...?? Kok dikunci sih?? kamu ngapain di dalam?"
"Bentar sayang, masih sabunan, perih mata. Kan ada haris disana makanya kukunci"

Tante Nung buru buru mengambil bajuku yang tergantung, menyerahkan ke aku dan menunjuk ke jendela keluar. Aku mengangguk, kemudian memakai bajuku.
"Haris mana yang? ga ada di rumah, di kamarnya ga ada"

Aku menggeser jendela kesamping, memberiku celah untuk keluar.

"Oh masa? tadi katanya mau keluar sebentar kalo ga salah, beli minuman ke hypermart"
Tante Nung sambil memberiku sinyal untuk kembali sambil bawa tentengan minuman. Aku mengangguk lagi.
"Yaaanngg buruan ih aku kangeenn!!"
"Iya sabar sayaanng bentar lagi selesai"

Aku memanjat jendela keluar, di balik jendela itu ada taman yang punya akses ke pintu belakang rumah. Jendela dari luar tak terlalu tinggi, tanpa loncat aku bisa mendarat di rerumputan. Tak lama kemudian aku mendengar jendela bergeser namun tak sepenuhnya ditutup. Aku menemukan batako tak dipakai, kupindah persis di bawah jendela tempat aku keluar tadi. Aku menaiki batako itu. Dengan sedikit berjinjit, aku bisa mengintip kamar mandi itu.

"Sayaaanng... Kok ga bilang kalo pulang lebih cepet?"
Tante Nung yang masih telanjang mencium bibir lelaki yang berdiri di pintu kamar mandi itu.
"Iya Sayang, pingin surprise ceritanya"
Kedua tangan lelaki itu melingkar ke belakang perut Tante Nung, kemudian turun, meremas pantat Tante Nung. Aku merasa cemburu. Hei, aku cemburu sama suami Tante Nung. Perasaan macam apa ini.

"Aahhh.. sayaaannnngg... jadi kepingin ini..."
Ciuman itu semakin panas, aku yang hanya cemburu pasrah melihat Tanteku kembali ke pelukan suaminya, ditambah ngaceng. Tiba tiba Tante Nung diputar badannya, pria berawakan kecil itu melepas sabuknya, menurunkan resletingnya, dikeluarkannya penisnya, wow penisnya gede juga, lebih gede dariku. Dengan sekali hujam penis itu memasuki liang vagina istrinya dari belakang.
"Sayaaanngg... tempik kamu becek bangettt... kamu tadi masturbasi yaahhh...??"
Tante Nung hanya mendesah tak menjawab pertanyaan itu, tangannya bertumpu pada dinding yang terpasang cermin. Susunya meloncat loncat bereaksi atas terjangan penis suaminya.

Plaakkk
Satu tamparan mendarat di pantat wanita telanjang itu, Tante Nung mendongak, berteriak kecil diantara desahannya.
"Jawab sayang....!"
"iii.... iiyyaaahhh... sshhh.. haaahh... haahh.."
Hujaman pria berwajah oriental itu semakin kasar. Well, aku mungkin tak menyalahkan pria itu, dia suaminya, lagipula dia belum ketemu istrinya 3 bulan lebih. Apa aku bakal sekasar itu kalo tak ngeseks selama 3 bulan? Entahlah.

"Iya apa sayang...?!?!"
"iiiyaaahh.. akuuuhh.. tadiihh.. masturbassiihh...AAAHH... AHHH... AHHH.. AAAhhh... hhhh"
Aku kenal erangan itu. Tante Nung sedang orgasme. Namun pria itu tak menghentikan pompaannya.

"Stop yang..hhh.. berhentih duluh....aahh... ngilu yaangg...."
Tante Nung terlihat melemas, tangannya semakin turun, kini posisinya menungging namun kakinya tetap lurus, tangan suaminya menahan pinggulnya supaya tetap berdiri, sambil tetap memompa, semakin cepat.

Mata pria itu mengarah ke atas, hujaman terakhirnya paling keras, kemudian dia berhenti, dorongan terakhirnya membuat penisnya tertancap dalam dalam di vagina Tante Nung. Rupanya suaminya ejakulasi. 10 detik kemudian tangannya melepas pinggul Tante Nung, seketika itu juga Tante Nung jatuh tersungkur di dalam kamar mandi. Maafkan aku Tante, tak kusangka Tante harus melayani dua pria dalam waktu yang dekat.
"Kutunggu di kamar yang"

Aku turun dari batako dan keluar rumah utuk membeli Cola. Tak kusangka suami Tante Nung orangnya kasar dalam urusan ranjang. Atau hanya ini saja? Aku tak tahu, baru kali ini aku menyaksikan mereka bersenggama. Kalo emang dia kasar, apa hakku? Aku datang jadi pahlawan mesum gitu? Tante Nung juga ga pernah menceritakan perihal suaminya.

Well, mungkin aku yang tak pernah menanyakan. Satu hal yang bisa kulakukan, yaitu bersikap layaknya keponakan yang baik, tak tahu menahu soal ini. Mungkin nanti tiba saatnya aku diberi tahu secara langsung oleh Tante Nung, saat itulah aku harus tahu apa yg harus kulakukan. Tapi apa?

Kantong kresek besar sudah kutenteng, isinya 1 botol Cola, sprite, fanta orange, chitato, wafer tango. Cukuplah. Sesampainya aku di depan pagar depan, aku bertemu Bu Leli, tampak dia tersenyum menutup pagar dari luar. Dia terdiam menghadap pagar yang tertutup itu. Sekilas tampak mulutnya seperti bicara, tapi dengan siapa aku tak tahu, seperti sedang komat kamit.

"Bu Leli.....?"
Bu Leli tersentak kaget memutar badannya.
"Eehh.. oohh.. Hariss?? D.. D.. Darimana kamu?"
"Ini beli cola sama jajan"
"O.. oo.. oooh... yaudah saya balik dulu yah riss...."
Pantat bulat terbungkus rok selutut itu tergesa gesa meninggalkan rumah Tante Nung. Mungkin dia tadi habis nganterin tumpeng yang dipesan Tante Nung. Aku membuka pagar itu, menuju pintu depan.

"Slamlekooom.. Tanteee.. ini Colanya...."
Aku melihat tumpeng nasi kuning tersaji di meja makan, tapi aku tak melihat kehadiran pemilik rumah. Sayup sayup aku mendengar erangan dari dalam kamar tidur utama. Oh mereka belom selesai toh.

Aku menaruh kresek Cola di meja makan, lanjut ke kamar untuk main komputer. Shit suara erangan Tante Nung lebih terdengar di kamarku. Ngaceng lagi deh. Mana belum tuntas tadi. Tapi aku sadar, itu bukan erangan seperti biasanya, lebih mirip Tante Nung sedang kesakitan. Hmmm, mungkin suaminya punya gaya tersendiri untuk supaya erangan Tante jadi seperti itu.

Glodak

What the... Aku mendengar suara seperti badan yang terjatuh, suara itu dari dalam kamar Tante Nung. Ngapain aja sih mereka, bikin penasaran aja.

30 menit kemudian aku mendengar pintu kamar dibuka. Muncul seorang lelaki yang hanya memakai boxer dan handuk kecil mengalung di lehernya. Dia mengambil air minum. Aku akan menghampirinya, sekedar basa basi supaya sopan.

"Haris?"
"Om David. Apa Kabar?"
Namanya Om David. Dia melihatku dan menyapaku duluan. Aku memberinya senyuman ringan dan menyalaminya. Orangnya perawakan pendek, orang Manado, ada keturunan cina. Secara teknis dia sudah pindah ke sini sejak menikahi Tante Nung, walaupun hanya 3 bulan sekali. Aku jarang sekali ketemu dia, ini kebetulan saja aku bisa bertemu, walaupun hanya sehari, besok aku sudah pamit.

"Baik, kau apa kabar ris? masih kuliah?"
"Baik Om, masih, ini mau semester 5, senen ini mulai kuliah. Om naik apa tadi sampe rumah? Tante tadinya rencana mau jemput di bandara"
Pintu kamar masih sedikit terbuka, aku masih bisa melihat Tante telanjang terbaring meringkuk di kasur.
"Biasalah, Taksi. Tadi ada flight yang lebih awal, saya coba tanya apa bisa reschedule kalo ada seat kosong, ternyata bisa masuk. Hei, kau lihat apa?!?"

Shit. ketahuan.
"Eehh.. maaf Om, itu pintunya masih sedikit terbuka"
"Itu mata kau jangan lihat macam macam yah"
Faakk dimarahin. Tapi entahlah, Dulu sepertinya Om David ini baik, tak mudah marah seperti ini. Yaa mungkin aku yang kelewatan.
"Maaf Om, maaf, reflek aja tadi. Itu saya baru aja beliin Cola sama snack"
Aku menggaruk belakang kepala sambil menunjuk kantong yang kutaruh di sebelah tumpeng.
"Iya nanti saja kita senang senang, tunggu si Eko"

Om David berbalik, dia menuju kamar lagi. Pintu kamar itu terbuka lebih lebar saat Om masuk, aku bisa melihat Tante Nung karena aku lebih tinggi dari Om David. Tante Nung terbangun karena sadar suaminya datang,
"Enggak mas... cukup... jangan mas... Please....."
Suara Tante terdengar lirih, sayup sayup menghilang bersamaan dengan pintu kamar yang tertutup dan dikunci. Aku tak bisa menebak apa yang kulihat, yang jelas aku hanya mendengar Tante Nung sepertinya sudah tak mau untuk melakukan sesuatu.

Apa karena seks yang berkali kali? atau karena Om David kasar? Aku kembali ke komputer dengan seribu pertanyaan. suara erangan itu kembali terdengar. Kali ini terdengar suara tamparan di sela sela erangan Tante Nung. Ya, mungkin Om terlalu kasar mainnya. Tapi mungkin saja Tante Nung suka sama yang kasar kasar begini. Entahlah, lanjut aja main GTA nya.

"mas Haris? Papa mana?"
si Eko muncul di kamarku.
"Masih di kamar Eko, kayaknya kecapekan tadi langsung istirahat, belom keluar sampe sekarang."
"Oh sama Mama?"
"Iya Eko, bangunin aja, entar lewat sampe besok pagi hahaha. Oh ya Eko, selamat ulang tahun yah"
"Hahaha iya mas, makasih, aku mau mandi dulu"

Eko beranjak ke kamarnya sendiri. Hari sudah mulai gelap. Aku menyalakan lampu lampu. Setengah jam kemudian Om David dan Tante Nung keluar dari kamar.
"Loh ris? Eko mana?"
"Masi mandi Om, bentar juga keluar"

Om David hanya memakai celana 3/4, dengan baju hem santai. Sedangkan Tante Nung memakai kaos putih ketat dan jeans biru ketat, terlalu ketat hingga seluruh lekuk tubuhnya terlihat. Tante Nung berdandan juga. Mereka duduk menunggu di sofa depan tv. Aku membawa tumpeng ke meja depan tv. Tante Nung paham dan mengambilkan piring sendok dan gelas. Aku perhatikan Tante Nung berjalan agak sedikit pincang. Semenit kemudian Eko keluar kamar.

"Heeeiiii anak papa!! selamat ulang tahuuun!!"
Om David memeluk Eko, lanjut Tante Nung memeluknya juga. Aku hanya menyalami Eko.
"Lilin mana lilin, Ris! ambil lilin"
"Siap Om"

Aku mengambil lilin yang memang sudah tersedia beserta koreknya, menaruh di depan tumpeng dan menyalakannya.
"Ayooo tiup lilinnya Eko!!"
Eko berhenti sejenak, kemudian meniup lilinnya. Kita semua tepuk tangan. Tante Nung mengambil piring dan sendok Nasi, kemudian menyerahkan ke Eko. Eko memotong tumpeng dan menyerahkan ke kedua ortunya. Selanjutnya aku mengambil sendiri. Kita makan bersama di depan tv, sambil ngobrol kemana mana.

Sudah cukup malam, kita menyudahi acara kecil kecilan ini. Eko beranjak ke kamarnya untuk tidur. Tante Nung membereskan piring piring dan sendoknya. Om David kembali ke kamar. Aku membantu membereskan makanan dan minuman yang masih tersaji di meja tv.

"YAAnng... kesini bentar"
Aku mendengar suara Om dari dalam kamar. Tante Nung berjalan menuju kamarnya. Kamar itu ditutup setelah Tante Nung masuk. Sejenak kemudian aku mendengar suara cekcok dari dalam kamar itu. Suara mereka semakin keras. Aku yang penasaran, menuju kamarku untuk mendengar lebih jelas. Tapi ternyata masih tak jelas juga, hanya terdengar suara kedua orang itu semakin cepat dan terkesan marah.

"DASAR WANITA BANGSAT.!!"

Om David membuka pintu kamar dengan mengucap perkataan itu.
Brak
Pintu kamar dibanting. Aku melihat sekilas Om hendak menuju kamar tamu, kuikuti, kemudian dia keluar lewat pintu depan.
Brak
Pintu depan dibanting juga. Eko membuka kamarnya, penasaran dengan apa yang akan terjadi.
"Ada apa mas?"
"Entahlah Eko, kayaknya papa mama kamu lagi cek cok. Kamu masuk aja, daripada kena semprot juga"
"Iya mas"

Eko menutup pintu kamarnya. Aku menuju kamar Tante Nung. Aku menemukan Tante Nung duduk di lantai, sesenggukan.

Aku menghampirinya, kemudian duduk di sebelahnya, menyentuh pundaknya.
"Yang sabar Tan"

Tante Nung sadar ada aku disebelahnya, kemudian memelukku, dia menangis di pundakku. Aku mengelus punggungnya mencoba meredakan tangisannya. 10 menit kemudian tangisannya sudah mulai reda. Aku mengangkat Tante Nung, menggendong depan, kemudian kuletakkan di kasur yang ternyata masih acak acakan.

"Auuww sakit riss..."
Tante Nung mengeluh sakit ketika pantatnya mendarat di kasur. Aku paham, Aku sedikit mengangkatnya kembali, kemudian menurunkan pelan secara sejajar supaya tak tertumpu di pantatnya. Selimut yang terdapat bercak bercak basah itu kugerai, kurapikan kemudian kutarik untuk menyelimuti Tante Nung. Matanya sembab sehabis menangis, melihatku terdiam.
"Kalo pingin cerita cerita aja Tan..."
Aku duduk di sampingnya.

"Pil KB yang dulu kuminum ris, Om kamu tahu kalo hilang satu"

Degg. itu pil KB yang seminggu lalu pernah diminum satu karena kelepasan aku muncrat di dalam vaginanya.

"Trus Tan? Tante bilang apa?"
Aku mengambil tisu di meja samping kasur dan memberikan ke Tante Nung.
"Tante bilang barusan kuminum, kan dia tadi keluar di dalam juga. Tapi dia gak percaya, malah marah marah gak jelas. Tante sudah minta maaf segala macem tetep aja marah marah"

Syukurlah. Disini aku belajar untuk lebih hati hati dalam urusan beginian. Tapi alasan Tante Nung cukup logis, kenapa Om masih marah marah?
"Tapi ntar Tante kalo ga minum hamil dong abis ini"

Tante Nung meniup ingusnya ke tisu.
"Hari ini lagi aman ris"
"Atau emang Om pingin Tante hamil?"
"Enggak lah, Tante kan ikut program, kita memang sejak awal sepakat satu anak aja ris"
"Trus kenapa Om marah marah?"
"Ga tau ris, kayaknya dia emang lagi cari alasan buat marah marah. Ris bisa minta tolong?"
"Apa itu Tan?"
"Kamu ikuti Om kamu kemana, Tante kuatir. Tapi diem diem aja yah, dari jauh kamu ngikutinya"
"Oh oke Tan. Tante istirahat dulu. Aku minta maaf Tante kalo jadinya begini. Mulai sekarang saya akan lebih hati hati Tan"
"Iya gapapa ris, Tante seneng kok selama ini kamu bantuin masturbasi, tadi juga kamu gendong Tante ke kasur, belajar romantis dimana sih"

Tante Nung tersenyum kembali. Aku sedikit lega Tante masih bisa tersenyum. Aku beranjak dari kasur, menutup pintu kamar, kemudian beranjak keluar rumah.

Om David sudah tak kelihatan pergi kemana. Ke kiri atau ke kanan? Kucoba ke kiri. Aku sampai di pertigaan. Tak ada tanda tanda Om, terlalu cepat kalo dia sudah tak kelihatan lagi di jalan ini.

Oke aku balik arah sedikit berlari. Aku sampai di perempatan, aku menoleh ke kanan, terlihat Om david sudah cukup jauh, berjalan belok ke kanan lagi. Aku mengejarnya, 3 perempatan sudah kulewati.

Perumahan ini memang cukup luas. di perempatan ke 4, aku menoleh ke kanan, Om David masih berjalan sambil menoleh ke kirinya. Tiba tiba dia berhenti, kemudian dia menyalakan hapenya. Aku sedikit mendekat sambil tetap sembunyi. Aku melihat sekitar, ini perumahan Blok K.

Terdengar suara gembok dibuka, pagar itu terbuka keluar. Om David memasuki rumah itu. Pagar itu ditutup kembali dan digembok. Aku semakin mendekat untuk sampai di sebelah pagar rumah itu. Aku mengitip di sela sela tanaman yang cukup tinggi.

Astaga! itu Bu Leli! Ini memang rumah Bu Leli. Aku melihat Om dipersilahkan masuk olehnya, begitu kedua orang itu masuk, pintu itu ditutup. Aku semakin penasaran. aku melihat pagar rumah ini, bisa kupanjat.

Rumah ini hampir sama dengan rumah Tante Nung, satu model denah. Pasti ada jalan menuju pintu belakangnya. Aku mengecek sekitar, tak ada orang, aman. Aku memanjat pagar itu. Sebisa mungkin aku tak menimbulkan suara. Aku berjalan menyusuri teras samping. Terdapat jendela yang lampunya masih menyala. Aku tahu itu jendela ruang tengah. Jendela itu tertutup korden transparan.

Aku mengintip jendela itu dari samping. Memang ada kedua orang itu di ruang tengah. Baguslah, aku tak perlu menuju pintu belakangnya. Jendela di sisi paling pinggir terdapat celah yang tak tertutup korden, aku dapat melihat jelas kedua orang itu.

Tampak mereka sedang berdiri saling berhadapan. Bu Leli hanya memakai daster bunga bunga warna ungu selutut. Mereka sedang ngobrol, Bu Leli tertawa senang, sedang Om David hanya tersenyum diam menimpali. Sejenak kemudian kepala Om David di elus elus Bu Leli dari depan. Om David mengambil sesuatu dari saku belakangnya, itu dompetnya. Bu Leli menyahut dompet itu, membukanya, kemudian mengambil isinya, uang seratusan ribu yang cukup banyak. Dompet itu dilempar ke meja oleh Bu Leli, sedangkan uang ratusan ribu itu dimasukkan kantong dasternya.

Bu Leli kemudian menunjuk sesuatu ke Om David. Om David melepas semua bajunya hingga telanjang. Penisnya menjuntai lemas. Bu Leli memegang kedua pundak Om David, mendorongnya ke bawah. Kini Om David duduk bersimpuh. Bu Leli mengangkat satu kakinya ke atas meja di dekatnya, dia kini mengangkangi Om David yang duduk terdiam menatap selangkangannya. Sedetik kemudian air deras mengucur dari selangkangan Bu Leli, menyiram wajah Om David.

Bu Leli sedang mengencingi Om David. Om David diam tak berekspresi, kemudian mengusap semua air seni Bu Leli ke mukanya dan seluruh tubuhnya. Bu Leli hanya tertawa kecil mendongak. Bu Leli selesai pipis, Om David mengangkat kepalanya menggapai selangkangan Bu Leli, rupanya Om david menjilat vagina Bu Leli. Bu Leli melihat tisu di meja, diambilnya kemudian mendorong kepala Om David dengan satu jari. Diusapnya vagina Bu Leli dengan tisu itu. Om David hanya terdiam melihat selangkangan di atasnya.

Kaki Bu Leli turun kembali dari meja, melempar bekas tisu itu ke Om David, kemudian dihirupnya tisu itu oleh Om David. Bu Leli sedikit mundur, menghadap Om David yang masih duduk bersimpuh dan basah oleh air seni yang baru saja dia buang. Bu Leli menunjuk Om David, Om David berdiri. Bu Leli mengambil sesuatu di kantong dasternya, secarik kertas. Dia membaca sesuatu di kertas itu. Om David masih berdiri terdiam.

Selepas membaca, tiba tiba Om David membelalak, penisnya tegak mengacung, mulutnya menganga. Dia menggapai penisnya sendiri, kemudian dikocoknya. Mata Om David kosong, dia seperti melihat sesuatu di depannya. Om David onani sendiri. Bu Leli mengambil semacam piring kecil kemudian menyerahkan ke Om David. Bu Leli ngomong sesuatu sambil menunjuk piring itu. Om David memegang piring itu di tangan kirinya, penis di tangan kanannya. Kocokan itu semakin cepat.

Bu Leli duduk ke sofa, menyalakan tv. Om David yang sedang onani tak dipedulikannya, Malah dia asyik makan kripik yang tersaji di meja. Aku benar benar tak percaya dengan apa yang kulihat. Gak salah ini? aneh banget.

Sambil makan kripik, Bu Leli mengambil uang yang di kantong dasternya, kemudian menghitungnya. Aku ikut menghitung. uang itu jumlahnya hampir 5 juta. Disimpannya kembali di kantong dasternya, kemudian lanjut nonton tv sambil makan kripik. Sementara itu Om David semakin cepat onani, piringnya diarahkan di depan penisnya. 5 menit kemudian mata Om David mengarah ke atas. Penisnya memuntahkan sperma ke piring yang memang disiapkannya, Om David berangsur diam tak mengocok lagi.

Bu Leli menoleh sejenak ke Om David, kemudian berdiri. Dia mengecek air mani di piring itu, kemudian meludahinya. Tak hanya sekali, namun 5 kali, sampai dia harus mengumpulkan terlebih dahulu baru meludahi lagi. Kini piring itu terdapat sperma Om David dan ludah Bu Leli. Jari Bu Leli memutar di piring itu, seperti mengaduknya, sambil membaca kembali tulisan di secarik kertas yang dipegangnya.

Jari itu kemudian diarahkan ke mulut Om David, serta merta dihisapnya . Bu Leli menarik jarinya, mengambil tisu untuk melap jarinya. Om David kemudian mengarahkan piring itu mendekati mulutnya. Faaakkkk isi piring itu diminumnya. Dijilatnya hingga bersih.

Bu Leli kembali duduk di sofa, kemudian seperti mengusir Om David. Om David berjalan memasuki area dapur, sepertinya mau ke kamar mandi. Bu Leli mengambil remote tv untuk mengganti channel.

10 menit kemudian Om David muncul, ya dia baru saja mandi. Bu Leli menunjuk lantai tempat dia berdiri tadi, kemudian menunjuk sesuatu di dekat dapur. Om David mengambil alat pel dan mulai mengepel lantai bekas air seni Bu Leli.

Setelah bersih, Om mengembalikan pel ke tempat semula, kemudian berdiri lagi di tempat yang sama. Bu Leli yang asyik makan kripik sadar kalo Om David sudah berdiri disitu tak bergerak. Bu Leli menyuruh Om David mendekatinya. Kaki Bu Leli melebar, Bu Leli menarik dasternya hingga sepinggang. Om David duduk bersimpuh lagi, persis di depan Bu Leli. Kemudian kepala Om David mendekati selangkangannya, kembali mengoral vagina Bu Leli. Bu Leli hanya asyik nonton tv, sambil mengelus kepala Om David, sambil makan kripik. Sesekali dia mendesah.

Desahannya semakin sering, kemudian Bu Leli memukul kepala Om David dua kali. Om David berhenti, lalu berdiri. Penisnya masih loyo. Bu Leli seperti terangsang berat, dia menggapai kertas di kantongnya, membaca sesuatu. Om David membelalak lagi, Penisnya mendadak tegang kembali. Apa di kertas itu ada suatu mantra? Sehingga bisa mengontrol Om David. Bu Leli sedikit membetulkan duduknya, Om David melihat Bu Leli, kemudian langsung mempenetrasi vaginanya dengan penisnya yang aku akui lebih besar dari punyaku. Om David bersenggama tanpa ekspresi, mulutnya menganga, matanya kosong. Sedangkan Bu Leli mendesah menikmati terjangan penis di dalam vaginanya.

Persetubuhan itu semakin cepat. Bu Leli memeluk Om David, Sedangkan Om David semakin laju memaju mundurkan pantatnya. 10 menit kemudian Bu Leli sedikit mengejan, dia sudah sampai. Dipukulnya punggung Om David berkali kali, Om David langsung berhenti. Napas Bu Leli masih memburu.

Semenit kemudian Bu Leli menepuk punggung Om David, memberikan isyarat untuk melanjutkan lagi perselingkuhan itu. Kini Bu Leli sudah sedikit santai, dia seperti hanya menunggu. 5 menit kemudian Om David menghujam keras di dalam vagina Bu Leli, kemudian berhenti. Aku bisa melihat samar selangkangan Om David dari belakang berkedut kedut seperti menginjeksi sesuatu ke dalam vagina Bu Leli. Om David sudah ejakulasi, kemudian mencabut penisnya. Bu Leli mendekati penis yang masih tegak itu kemudian mengulumnya sebentar.

Bu Leli menunjuk baju Om David, menyuruhnya untuk memakai bajunya. Om David memakai bajunya. Bu Leli berdiri, mengambil dompet dan memberikan ke Om David seraya mencium ringan Om David. Om David memutar badannya kemudian beranjak keluar bersama Bu Leli.

Aku masih sembunyi di teras samping yang cukup gelap untuk bisa bersembunyi. Aku melihat Bu Leli membuka gembok pagar, kemudian mempersilahkan Om David keluar. Om David berjalan keluar tanpa ekspresi. Bu Leli kembali mengunci pagarnya, kemudian masuk. Cahaya lampu ruang tengah yang terlihat dari jendela dimatikan oleh Bu Leli. Sepertinya dia mau tidur.

Aku mengecek sekitar, kemudian meloncati pagar itu lagi. Aku kembali pulang ke rumah, yang ada malah membawa pertanyaan. Yang bisa kusimpulkan adalah Om David sepertinya sedang dipelet Bu Leli, Aku hanya bisa menganalisa dari gerak geriknya tadi di ruang tengah. Dan kuat dugaanku itu berjangka panjang, banyak sekali aktivitasnya yang sepertinya untuk menyiapkan sesuatu di kedepannya. Entahlah aku harus ngomong apa ke Tante Nung.

Aku berjalan terlalu cepat, aku bisa melihat Om David di depanku. begitu sampai di perempatan pertama, aku belok kiri, hendak mengambil jalan putar untuk sampai di rumah. Aku berlari supaya bisa lebih dulu sampai di rumah daripada Om David. Sesampai di rumah, aku membuka pintu depan perlahan. Om David belum sampai. Aku segera menutup pintu depan dan menuju kamarku, lalu kututup pintu kamarku.

Aku menghempaskan diri ke kasur, masih mencari napas.

What. the. Fak.

Hari ini adalah hari teraneh yang pernah kujalani. Aku melihat jam, setengah 12. Begitu banyak pertanyaan yang muncul di pikiranku. Aku mendengar pintu depan dibuka, kemudian ditutup lagi. Seseorang berjalan menuju kamar Tante Nung, membuka pintu kamar kemudian menutupnya lagi. Om David sudah sampai di kamar. Aku melihat langit langit, apa yang harus kulakukan? semakin kuulang pertanyaan itu di pikiranku, semakin hilang jawabannya.

Aku tak mengantuk, akhirnya kuputuskan untuk nonton tv, seperti biasa kulakukan malam malam. Aku keluar kamar menuju sofa depan tv. Ruang tengah sudah tinggal lampu redup yang menyala. Kucari remote, ternyata bersembunyi di bawah tv persis.

Kunyalakan sambil kukecilkan volumenya hingga jadi level 1, sudah cukup untuk bisa kudengar. Aku mencari acara yang bagus, hanya ada humor dewasa atau berita. Yasudah humor dewasa aja. Shit artisnya ketat banget bajunya, jadi teringat Tante Nung waktu acara ultah Eko tadi. Aku ngaceng lagi. Sudahlah kubiarkan saja ngaceng toh ga ada siapa siapa juga disini.

Satu jam kemudian, aku masih belum bisa tidur, mendengar suara kunci pintu kamar dibuka, kamar Tante Nung. Kepala Tante Nung keluar, melihatku. Kita saling pandang. Tante Nung menutup pelan kamarnya lagi. Dia berjalan ke arahku. Jalannya tertatih, lebih parah dari tadi sore.

"Ga ngantuk ris?"
Tante Nung masih berpakaian kaos putih ketat dan jeans biru ketat.
"Belum Tan, biasa, nonton tv sampe ngantuk baru tidur"
Tante Nung perlahan duduk disebelahku. Mukanya terlihat meringis menahan sakit.
"Emang besok mau pulang jam berapa"
"Siang aja. Tante, kok jalannya kayak pincang gitu sih?"
"Tolong ambilin minyak tawon ris"

Aku beranjak dari sofa, mengambil minyak tawon di dapur, kemudian kembali duduk menyerahkan ke Tante Nung.
"Apa Om habis kasar sama Tante?"
Tante Nung menuang botol yang ditutup oleh telapak kanannya, sehingga minyaknya menempel di tangannya. Bau minyak tawon menyeruak.

"Sebenarnya Om kamu memang kasar sejak awal ris"
Tante Nung mengusap lengan atas tangan kirinya. Dia sedikit meringis saat mengusapnya.
"Cuma ga tau, sejak pulangan yang 3 bulan lalu, dia mulai ada tanda tanda lebih kasar dari biasanya"

Tante Nung menyerahkan minyak tawon ke aku, berbalik membelakangiku, menarik kaosnya hingga punggungnya terlihat. Tampak BH hitam menempel di punggungnya, di sekitar punggung itu samar terlihat ada lebam biru di beberapa tempat.

"Lebih kasarnya gimana Tan?"
Aku menuangkan sedikit minyak tawon dan mengusap ke daerah lebam itu. Tante Nung sedikit tersentak ketika aku menyentuh pendarahan dalam itu.
"Yaa ga sampe main fisik. Biasanya kasar di mulut aja. Tadi sore seks sambil mukul mukul gitu"

Aku merasa kasihan, aku memutuskan untuk tidak menceritakan kejadian barusan supaya Tante Nung tidak tambah stress.

"Jadi tadi Om kamu pergi kemana ris?"

Tante Nung menurunkan kaosnya, kemudian melepas kancing jeans, menurunkan perlahan sampai kaki, sambil menahan sakit. Tante memakai CD hitam. Aku melihat lebam biru besar di paha kirinya. Kurasa itulah yang menyebabkan dia pincang.

"Tadi ga kekejar Tan, Om udah hilang, aku cari kemana mana sudah ga keliatan"
Aku menuangkan lagi minyak tawon dan mengusap perlahan di paha kirinya. Selesai mengusapnya, Tante Nung menungging, astaga, pantatnya juga terdapat lebam biru. Aku paham dan mengusap lebam di pantatnya.

"Tante ga ngantuk?"
Tante Nung menarik lagi jeansnya.
"Kan tadi sore sudah tidur lama ris"
"Kalo gitu pake baju yang biasa aja Tan, kayaknya sakit banget pake baju gitu"
Tante melihatku, kemudian beranjak ke kamar mandi, dia mengambil daster pink yang digantung deket situ. Aku melihat dari kejauhan Tante melepas kaos putih dan jeansnya, kemudian melepas CDnya. tersisa BHnya. Dia memakai daster pink itu dengan sekali masuk. Tante Nung berjalan lagi ke sini.

"Nah kalo pake ini bisa lebih longgar, sante ris"
"Kenapa ga dari tadi Tan?"
"Om kamu sukanya Tante pake baju yang seksi ris, sama pake make up. Dia ga suka kalo Tante cuma bake baju biasa"

"......Kalo menurutku Tante tetap terlihat cantik mau pake apa aja"
Tante Nung melihatku tersenyum.
"Kamu muji muji gitu pasti ada maunya. ya kan"
"Ehehehe cuma pingin Tante seneng aja. kayaknya sejak tadi siang Tante susah untuk senyum"
Tante Nung memencet hidungku.

"Belajar dimana sih romantis, kenapa kemarin kemarin ga romantis kayak gini sih"
"Leeh kemarin kemarin sudah usaha romantis, Tante aja yang ga terlalu peduli"
Senyum Tante Nung semakin lebar.
"Oh jadi Tante yang ga peka ini?"
"Ehehehe enggak Tan, peka kok. Ampun Tante"
Akhirnya Tante tertawa.

"Tante, aku minta maaf yah, gara gara aku dulu minta Tante minum pil KB jadinya seperti itu"
"Iya ris gapapa. Tante sudah mulai berpikir untuk minta cerai aja ke Om kamu"

Whaaattt. Apa ini salah satu efek pelet dari Bu Leli yah? membuat keluarga menjadi tidak harmonis.
"Jangan Tan, jangan cerai, aku jadi merasa bersalah kalo Tante cerai. Ingat Eko Tan, kasihan Eko juga"
Tante Nung mengusap kepalanya ke belakang, mencoba merapikan rambutnya yang indah.
"Ya abis mau gimana, kukira kasarnya sudah mulai reda, malah semakin jadi. Sifat aneh wanita ris, terkadang kalo disakitin malah semakin cinta. Tapi Tante sedikit berpikir logis lah, siapa juga yang mau disakitin terus terusan kayak gini"

Kalo kekasarannya sudah dapat dipastikan akibat pelet itu. 100%.
"Kalo aku boleh bantu Tan, supaya Om mengurangi kasarnya, apa Tante mau menghilangkan pikiran cerai?"
"Kalo dia ga kasar lagi, Om kamu mau ngeseks berapa kali sehari juga Tante ladenin ris, tapi yaaa kalo capek berhenti dulu lah sebentar"
Tante Nung menimpali tawaranku dengan sedikit tertawa. Aku anggap tawaran itu diterima oleh Tante Nung. Aku tinggal berpikir supaya dapat mengurangi kekasaran Om David. Tapi untuk sekarang Tante butuh istirahat.

"Tante, supaya cepet sehat, Tante istirahat dulu yah"
"Iya ris"
Tante Nung langsung menuruti perintah Influence ku, dia berjalan tertatih masuk ke kamarnya. Aku yang masih duduk di depan tv, mulai berpikir keras. Satu hal yang terlintas di pikiranku. Apa kemampuan ini bisa ngefek ke orang lain? Aku harus mencobanya dulu, sebelum mengaplikasikannya ke Om David atau ke Bu Leli. Oke aku akan mencoba dengan orang yang ada di kampus.

Disini lah awal mula aku berpikir untuk mengekspansi kemampuanku ke orang lain, orang yang belum pernah bertemu denganku sebelumnya. Tidak hanya karena otak ku yang mesum, namun aku masih punya hutang tanggung jawab untuk diselesaikan.

Dan petualangan ini berlanjut.

----

Jadi deep gini ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd