Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT THE LUCKY BASTARD (RACEBANNON - REVIVAL)

Makin dalem sepertinya konflik batin nya...

Jadi makin penasaran menanti kelanjutan nua seperti apa.....thanks Hu...
 
Yaah gitu dech, berawal dari Adrian lah maka Anggia sadar akan cinta sejati..
Selamat berkarya lagi suhu RB..
Jadiin satu aja hu, side story nya Anggia..
:mantap:
 
karya suhu @racebannon emg gak pernah ngebosenin... walaupun ini cerita udah lama tapi tetep asik buat di baca ulang... mantap suhu :beer:
 
Tuh kan... Seriusan, ini sih bener2 The loser bastard with a lucky dick...
 
Hmm kayaknya ada beberapa part yang diilangin + ditambah ya hu? Dulu kalo ga salah ada adegan dimana si AKU marah besar pas putus ama nica gara2 bawa Dian terus... Anggia pas di bali dikamar atas sama pasangannya? Hmm dulu kalo ga salah di bali ...... Dan swing sama ........ Ah gamau spoiler deh, kasian ama yang belom pernah baca karya suhu rb;)
 
THE LUCKY BASTARD – PART 20

----------------------------------------

days_h10.jpg

"Shit.." Anggia memejamkan mata keenakan. Kami sedang berhubungan seks di kamar sebuah hotel. Kami terpaksa melakukannya disitu, karena opsi apartemenku dan rumahnya adalah opsi yang mustahil. Dulu sebelum aku berpacaran dengan Nica, aku pernah beberapa kali berhubungan seks dengan Anggia di hotel ini.

Anggia ada di atas tubuhku. Woman on Top, telanjang bulat. Tubuh indahnya yang langsing dan berkulit licin tampak berkilau disinari lampu kamar yang temaram. Rambut panjangnya diikat ponytail, serta gerakan badannya yang perlahan tapi seksi diatas tubuhku merupakan pemandangan luar biasa malam ini.

"Lo... Ahh... Jangan.. jangan... Mutusin Nica.... Buat... Ahhh... ML ama gue ya.... Uhhh...." Anggia mencoba mengajak ngobrol.
"Aduh Nggi...." Jawabku sambil meremas pinggangnya.
"Mmmmhhhh... Ahhh... Lo Bangsat.."
"Berisik Nggi....."
"Jangan-jangan lagi ML ama gw gini.... lo bayangin Dian ya? Ahhhhh...."
"Gak lucu...."
"Boleh kok.... Gw juga lagi bayangin Adrian... Ughhh....." Matanya terpejam, menghilangkan bayanganku dari matanya. Sejujurnya aku tidak sedang membayangkan Dian saja. Aku membayangkan semuanya. Semua yang terjadi setahun belakangan. Dian. Anggia. Mbak Mayang. Nica. Tapi aku memutuskan untuk berkonsentrasi pada malam ini.

"Enak banget ya kalo nanti elo jilatin punya gue.... mmmmmhhhh..."
"Nggi bisa diem gak"
"Gak bisa.. Adrian enak gak ya di ranjang.... Ahhhh..." Anggia terus membayangkan Adrian.
"Berisik"

Aku bangkit dan memeluknya, lalu dengan paksa mencium mulutnya. Ini pertama kalinya aku berciuman dengan Anggia. Selama kami berhubungan seks, kami tidak pernah berciuman sama sekali, kecuali ciuman pertama di Singapura dulu. "Mmmmm...." Anggia malah menikmati ciumannya, tanpa protes. Tangannya lalu dengan ganas memeluk diriku. Dia mendorong tubuhku, menimpaku dan kami berciuman dengan penuh nafsu.

"Tau gini gw dulu sering ciuman sama elo ya" celetuk Anggia nakal.
"Lo pengen ML apa ngobrol sih?" balasku.
"Lucu gw ngebayanginnya Adrian tapi mukanya elo" bisik Anggia. Badannya menempel erat ke badanku. Pantatnya yang ramping terus bergerak naik turun, mencari kenikmatan yang selama ini dia inginkan. "Coba kita seagama ya?"
"Apa sih Nggi"
"Cuma ngebayangin aja... uhhhh..."
"Berisik..." Aku menciumnya lagi. Kami berguling di atas kasur. Susah bagiku untuk tetap mempertahankan penisku di dalam vaginanya dalam posisi seperti itu.

"Duh... Kok lepas sih" keluh Anggia.
"Lo kebanyakan gerak" Aku menyerangnya, memaksanya telungkup di atas kasur, dan mencoba untuk merentangkan kakinya.
"Lo mau ngapain gue sih..." tanya Anggia nakal. Aku menimpa badannya dan berusaha untuk memasukin Vaginanya kembali. "Lo mau anal gue?" masih dengan nada nakal yang sama.
"Gila lo Nggi..."
"Aahhh......." ia mendesah kenikmatan ketika penisku kembali masuk ke dalam vaginanya. Aku menimpa tubuhnya, berusaha bertumpu ke pinggangnya.

"Uhh.. enak.. tapi berat..." keluh Anggia.
"Bentar" Aku malah berkonsentrasi dengan penuh semangat. Dalam posisi ini, lubang vaginanya terasa lebih sempit. "Nggi.... gue mau keluar..."

"Loh..." keluh Anggia ketika aku orgasme. Dia tampak tak rela aku orgasme duluan. Dengan kesal, dia beringsut, lalu meraba-raba bibir vaginanya sendiri. "Lo mesti jilatin gue" bisiknya kesal ke telingaku. Aku terpaksa menurut.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

desain10.jpg

Aku mencoba berkonsentrasi ke laptopku. Sudah beberapa bulan ini tekanan dari Nica menggangguku. Setiap habis rapat bersama, dia selalu mencoba mengajakku ngobrol tentang hubungan kami yang sudah berakhir. Aku berusaha menghindar dari asistensi, dan mencoba memindahkan asistensi yang dibutuhkan menjadi pagi hari atau sore. Karena terakhir kali kami berdua di ruangan ini malam-malam, mendadak dia mengeluarkan kondom dari tasnya, melemparkannya ke mejaku sehabis asistensi beres dan duduk diam di depanku. Entah menunggu apa. Aku tak berani menghardiknya atau memarahinya, khawatir akan makin melukainya.

Tidak tahan lagi menahan penat, aku beranjak, mengambil rokok dan handphone dari mejaku. Sore itu aku kembali duduk di depan teras kantor, memperhatikan macet di jalanan, mencoba perlahan melupakan hal-hal menyakitkan yang terjadi beberapa waktu ke belakang.

Anggia merayap perlahan. Keluar dari pintu kantor dengan muka nyengir lebar seperti habis menang undian.
"Kayak orang gila" ledekku.
"Hihihihihihihi" jawabnya. Aku heran, memperhatikannya dengan muka aneh.
"Ngapain sih"
"Gue dapet IG nya si Adrian!" serunya
"Kirain...."
"Tadi gw follow, dilock kan, terus langsung diapprove!"
"Oh..."
"Gw coba cari di line, nyamain sama username IG nya, eh dapet, gw langsung add, eh diterima!"
"Stalker abis gila"
"Biarin. Ini bukti kalo ga ada yang bisa nolak cewek cantik."
"Cantik tapi gila" ledekku.
"Liat nih..."

Anggia menyodorkan handphonenya ke mukaku. Aku meraihnya dan melihatnya. Lama Instagram Adrian. Foto-foto yang bagus, penuh dengan tampilan narsis pria awal 30-an yang single, dilengkapi kendaraan mewah, tempat-tempat makan ultra mahal, acara-acara pergaulan kekinian. Ada beberapa foto dia bersama beberapa perempuan, namun tampaknya bukan pacar, hanya sekedar teman ataupun siapapun.

"Fix" kata Anggia.
"Fix apaan?"
"Gue pengen sama dia"
"Beda agama Nggi... Lo selalu bermasalah disana kan..."
"Liat aja dulu, kan ga bisa nikah, paling buat jadi gandengan lucu juga"
"Freak"
"Biar"

"Liat liat" seru Anggia. Aku melihat Adrian berdiri di depan lemari kaca bening, penuh berisi minuman-minuman mahal. "Ngiler gue...." Anggia dengan ekspresi seperti anak kecil melihat permen. "Matre gila..." ledekku tak peduli sambil menyalakan rokok. "Lu suka orangnya apa duitnya sih Nggi" tanyaku meledek.
"Orangnya ganteng, eh ternyata tajir, untung banget kan, gue suka dua-duanya berarti"
"Lu kayak bukan orang berduit aja liat gini doang ngiler"
"Biarin" Anggia tampak tidak mendengar semua ledekanku, dia tampak fokus melihat foto-foto Adrian tersebut di sosial media.

"Minggu depan ya Nggi" aku menghentikan aktivitas stalkingnya.
"Iya, udah siap kan"
"Siap"
"Rendy Gimana?"
"Dia udah packing jauh-jauh hari. Semangat banget mau liburan sama elo" Anggia cuma tertawa kecil saja.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

54168810.jpg

"Bapak Rendy Akbar?" tanya petugas maskapai penerbangan. Hari ini, sudah masuk liburan akhir tahun dan kami bertiga sedang mengantri di bandara, melibatkan diri di proses sebelum naik pesawat terbang.
"Saya mbak" dan Rendy mengambil boarding passnya.

"Ibu Josephine Anggia Tan?" lanjut petugasnya.
"Aduh... kok ibu sih?" keluh Anggia.
"Udah buruan ambil aja sih...." bisikku dari belakang, memperhatikan Anggia yang dengan muka jutek lantas mengambil boarding passnya.

"Yang ini punya Bapak?" tanya petugasnya ke diriku. Aku mengangguk dan mengambilnya. Kami bertiga pun berjalan ke boarding lounge. Aku tak tahan ingin mengomentari Anggia, terutama barang bawaannya yang sangat banyak.
"Elo mau ke Bali apa ngungsi sih?"
"Kan harus tampil cantik... Bosen gila kalo disana gak gonta ganti baju.." jawabnya dengan muka sok lucu.
"Baju kurang bahan aja kopernya segede tadi, sampe harus masuk bagasi..."
"Kalian berdua malah kayak mau naik gunung, cuma ransel gitu doang"
"Compact kali"
"Kalo kurang baju gimana?" tanya Anggia.
"Tinggal beli"
"Gak praktis amat"
"Praktisan kita daripada elu"

"Nica gimana? Liburan gini ganggu gak dia" tanyanya lagi.
"Dia gak pernah lewat medsos kok Nggi..." jawabku pelan, memperhatikan Rendy yang selalu menengok blingsatan setiap perempuan cantik lewat. "BTW lo gak kedinginan ntar?"
"Bali kan panas"
"Pesawat dan ubud kan gak panas"
"Biarin" dia cuek saja, mengenakan hot pants jeans, flat shoes, di dalam cardigan hitam putihnya ada t-shirt tanpa lengan berwarna merah. Matanya dihiasi kacamata hitam beframe lebar. Scarf warna-warni menghiasi lehernya dan rambut hitam panjangnya dibiarkan terurai acak-acakan. Kakinya yang panjang dan indah dari tadi mengundang lirikan dari para lelaki.

"Ntar kita langsung ke Pasar Ubud dan Tegalalang ya" celetuknya.
"Kita sampe Villa siang kali... Gak bisa apa santai di hari pertama" jawabku.
"Nyari oleh-oleh langsung buat orang rumah gue.... Biar 6 hari abisnya bisa gila-gilaan"
"Definisiin gila-gilaan." sinisku
"Nyari bule"
"Adrian dikemanain?"
"Itu kan lokal"
"Genit"
"Biarin"
"Rendy tuh Nganggur" lanjutku.
"Bukan selera gue"
"Selera lo kebagusan"
"Pokoknya ntar sampe, gak usah unpack dulu, langsung jalan"
"Bodo. Capek kali"
"Yaudah gue jalan sendiri"
"Serah"

------------------------------------------

265-pe10.png

Matahari terik menyinari muka kami di dalam mobil Avanza itu. Aku memperhatikan jalanan sempit bali yang dipenuhi mobil di akhir tahun itu. Beberapa pasang turis asing terlihat meramaikan jalan. Pura-pura, sajen dan pakaian adat bertebaran di sudut mata. Terakhir kali aku ke sini, dengan Dian, berdua, aku ingat kami selalu bergandengan tangan di setiap kesempatan. Berdua. Dan semua kemesraan yang terjadi. Ciuman di pantai itu. Desahan dan semua pelukan di atas ranjang itu.

"Ngelamun aja lo" celetukan Anggia membuyarkan semuanya.
"eh"
"Bentar lagi sampe" lanjutnya.

"Makasih ya Mbak udah dateng, soalnya Pak David jarang ke Bali...." seloroh Pak Jarwo, satpam villa, merangkap supir, merangkap tukang, merangkap apapun, asal Jawa Timur, sepertinya sudah lama kenal anggia sambil menyetir.
"Iya nih Om David mubazir amat punya Villa begini ga dimanfaatin"
"Iya Mbak, saya juga kangen Pak David, dari awal dia bangun komplek itu jarang dia main ke sini"

Rupanya om-nya Anggia yang membangun townhouse itu. Pak Jarwo tadinya dibawa oleh Omnya untuk jadi mandor tukang-tukang. Ternyata dia kerasan tinggal di Bali. Akhirnya walaupun isi komplek itu sudah laku terjual dan hanya tinggal satu yang dipertahankan, Pak Jarwo tetap menunggu komplek itu bersama istri dan anak-anaknya. Tapi anak-anaknya sudah besar dan kerja di Jawa, sehingga hanya tinggal dia berdua dan istrinya yang ada di Bali.

"Om lu masih di Surabaya ya Nggi?" tanya Rendy.
"Iya, padahal deket ke Bali" jawabnya.
"Deket nenek lo..." komentarku.

------------------------------------------

gino-f10.jpg

Aku duduk termangu di pinggir kolam renang kecil itu. Dengan celana pendek dan t-shirt, melamun melihat hamparan hijau di mataku. Sudah sebungkus habis, sambil menunggu Anggia dan Rendy yang pergi ke Pasar Ubud dan Tegalalang. Aku curiga tidak akan habis mereka belanja oleh-oleh di hari pertama ini. Pasti butuh dua atau tiga hari untuk melaksanakan hal tersebut.

sudah pukul 4 sore. mereka telah pergi selama tiga jam. Aku geli membayangkan Rendy yang pasti jadi babu untuk Anggia. Membawakan belanjaan, lari kesana kemari. Aku membayangkan waktu aku dan Dian belanja oleh-oleh. Hal yang sama terjadi pada waktu itu. Tapi aku sangat menikmatinya. Dian enak diajak belanja. Menawarnya tidak terlalu sadis, dan masuk akal. Dia selalu ramah pada semua orang, sehingga menawarnya bukan dari hasil memaksa, tapi dari hasil mengobrol dan ramah panjang lebar. "Ibu tadi anaknya tinggal di Gianyar, buka toko handphone" celetuknya ramah sehabis membeli barang di salah satu penjual di Sukowati. "Oh ya?" balasku lembut, takjub atas small talknya yang smooth. Bisa kubayangkan di kemudian hari dia akan jadi dokter favorit pasiennya.

Aku terbangun. Rupanya aku tertidur di pinggir kolam, dengan abu rokok menggenangi tanganku. Aku terbangun oleh bunyi mobil yang mendekat. Sudah pukul 6. Sudah agak malam. "Makan yuuuk!" teriak Anggia.
"Buset" aku kaget melihat Rendy yang menenteng banyak bawaan. "Itu udah semua?" kagetku melongo.

"Udah dooooong" Anggia dengan bangga menunjuk hasil jarahannya.
"Ini orang nawar kayak kesetanan tadi" keluh Rendy sambil merapihkan barang bawaannya di ruang tengah. Aku hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah mereka berdua. "Tapi lumayan, disangka lagi honeymoon" Rendy tampak bangga mengucapkannya.
"Idih... ogah" ledek Anggia.

------------------------------------------

Aku berbaring di kasur itu, mendengarkan suara serangga malam, sambil memainkan handphoneku. Aku penasaran. Aku melihat instagram Nica. Ada beberapa foto Australia disana, fotonya dengan kakaknya dan yang lainnya. Aku hanya menghela nafas, lalu menutup handphoneku. Aku menyalakan rokokku, dan beranjak pergi ke pinggir kolam, berusaha menikmati Ubud yang sendu. Ada Anggia ternyata disana, sedang memainkan handphonenya, dengan kaleng bir di sebelahnya.

"Minum mulu"
"Eh elo, belum tidur?"
"Belom ngantuk"
"Temenin gue aja sini, si Rendy udah tepar ga karuan tuh"
"Lo siksa sih"
"Dia yang mau"

"Lagi ngapain Nggi?" tanyaku
"Chatting"
"Ama?"
"Adrian"
"Gile, sporadis banget pergerakan lo"
"Dia lagi di S'pore sekarang"
"Liburan?"
"Enggak kayaknya, kerjaan dia bilang"
"Jaman liburan gini kerja?" heranku
"Makanya mereka tajir dan lo enggak" ledek Anggia.

"Dia heran nggak pas lo sapa?" tanyaku lagi.
"Enggak, ramah banget orangnya..." Anggia senyum-senyum sendiri
"Oh, bagus lah"
"Gue udah ga tahan tapi..."
"Ga tahan apa Nggi?"
"Pengen tidur ama dia.. hahaha"
"Hornyan amat jadi cewek......." komentarku.

"Sini..." mendadak Anggia menarik tanganku, membawaku masuk ke Villa. "Gue lagi butuh fuckboy gw sekarang...." bisiknya penuh nafsu.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Update lagi dong om, tiba2 pengen baca lagi cerita ini, nyesek
 
Fuckboy.. memang the lucky bangsat.. eh lucky bastard.. hhhhh...
Satu lagi siapa yaa namanya cewek nya si aku itu?? Duuuhh kok bisa lupa yaa..
 
THE LUCKY BASTARD – PART 21

----------------------------------------

gino-f10.jpg

Aku mengikuti Anggia dengan langkah mengendap ke lantai atas. Sesampainya di atas, dia mengunci pintu kamar utama. Anggi lalu mendekatiku, dan kami berpelukan sambil berciuman, diterangi cahaya malam dari luar kamar. Kami sengaja membiarkan cahaya bulan dan lampu sekitar memasuki kamar ini. Malam ini berbeda dari biasanya. Kami berpelukan cukup lama. Entah mengapa rasanya enggan melepasnya malam ini. Mereka berdua yang selalu ada di saat isi kepalaku terganggu ataupun tidak.

"Tumben" bisikku sambil memeluknya.
"Tumben apaan" balasnya
"Biasanya lo ganas"
"Suasananya enak" Anggia tersenyum lalu menaruh kepalanya di dadaku.

Kami duduk di kasur, lantas perlahan berbaring. Aku telentang dengan santai, dan Anggia memelukku dari samping. Kepala dan rambut indahnya jatuh di bahuku. Matanya memperhatikan jendela. Tangan kami berdua saling menggenggam, memainkan jari masing-masing.

"Lo sadar gak?" tanyanya.
"Sadar apaan Nggi?"
"Kepala gue pasti kosong kalo lagi bareng sama lo... Bete-betenya dunia lenyap"
"Masa?"
"Makanya gue suka ML sama lo" senyumnya. Aku lantas berpaling ke arahnya, meraih bibir indahnya dan mulai menciumnya. Kami berpelukan erat. Bibir kami beradu dalam kesunyian Ubud.

Aku merasakannya. Tanganku mendadak bergerak ke arah buah dadanya, berniat untuk meraba atau menyingkap bajunya. "Jangan" bisik Anggia. "Jangan dulu... Gue masih mau nikmatin momen ini". Anggia memeluk leherku kencang, dengan nafas yang berbeda. Mendadak keliarannya hilang, dan aura kenyamanan muncul.

Sepertinya berjam-jam kami hanya berciuman, berpelukan, saling menatap. Anggia memang benar-benar cantik dan anggun. Sayang keanggunannya tertutup dengan sifat masa bodo-nya dan keasalannya. Tapi disaat diam dan di suasana seperti ini, keanggunannya muncul. Cahaya temaram yang menerpa kulitnya yang licin membuat dirinya terlihat sangat cantik.

"Nggi..." bisikku sambil menatap wajahnya
"Apaan sih?" tanyanya jahil
"Enggak..."
"Jangan kebawa suasana..." dia langsung mulai membuka atasannya perlahan. Aku menyentuh perutnya. Nyaman sekali rasanya. Dia mendadak menggenggam tanganku halus dan kembali berbisik kepadaku. "Malam ini... jangan aneh-aneh ya...."

"Elo yang suka aneh-aneh" balasku menahan geli
"Gak pake blowjob-blowjoban maksud gue" Anggia tampak kegelian.
"Tumben"
"Gue pengennya cuma ngerasain badan lu doang" peluknya terasa hangat. Aku berusaha melepaskan celana pendeknya. Dia merespon perlahan. Entah kenapa Anggia sangat menahan nafsunya malam ini. Dia lantas berbalik, menyuruhku dengan tidak langsung untuk melucuti pakaian dalamnya.

Perlahan kulepaskan semua, satu persatu. Dia membantuku dengan memudahkanku. Pada akhirnya tubuh indah Anggia terlihat seperti suatu pahatan indah di atas kasur. Bercahaya di tengah gelap. Tangannya menutupi organ vitalnya. Seperti malu-malu. Biasanya dia selalu fokus dipenyelesaian akhir dan menuntut konsentrasi lebih dariku. Tapi malam ini semuanya natural. Sentuhan-sentuhannya berubah lembut dan penuh perasaan. Aku mulai melucuti bajuku satu persatu.

Dan kamipun telanjang bulat. Berpelukan, dibawah selimut tipis di kamar gelap itu. Kami terus berciuman, menikmati suasana sendu malam itu.

"Kamu jangan berisik ya, nanti Rendy bangun" bisik Anggia
"Kamu?" kagetku
"Eh, maaf, elo" gelinya. Badanku beradu dengan badannya. Panas tubuhku bertemu dengan panasnya. Sentuhanku saling berbalas dengan sentuhannya. We're ready to make love.

Anggia berusaha meraih sesuatu di laci sebelah kasur. Bingo. Dia meraih kondom untuk malam ini. Ternyata dia sangat teliti mempersiapkannya, dan aku malah yang tidak membawa kondom sama sekali untuk di Bali. Tampaknya aku memang sepesimis itu.

------------------------------------------

Kami saling menatap di bawah selimut. Kenapa sebelumnya aku tidak pernah melihat Anggia semenarik ini? Kondom sudah kupakai, dan dirinya tampak siap untuk melakukannya. Tapi kenapa aku terpaku?

"Come..." Dia beringsut agar tubuhnya ada di bawah tubuhku. Aku menatapnya, memeluknya lembut, dan perlahan, aku coba meloloskan penisku di antara pahanya yang telah siap terbuka. "Mmmhhh...." Anggia mulai merasakannya masuk, menerobos bagian vitalnya yang hangat.

Aku menggerakkan pantatku pelan, sambil memeluknya mesra dan menatapnya erat. Anggia tersenyum sambil berusaha menahan desahannya. Tumben dia bersikap kalem, biasanya dari awal dia sudah mendesah, mengerang tak peduli apa jadinya. Kami tersenyum manis satu sama lain. Dia merespon gerakanku dengan erat bergantung pada leherku. Agak kurang lancar, karena memang belum terlalu basah. Tapi ia tak peduli, dia tidak ingin menjadikan malam itu berubah dari mesra menjadi panas.

Kakinya melingkar dengan pasrah di pinggangku. Badannya pasrah, menerima badanku apa adanya. Aku tahu bercinta dengan posisi seperti ini dan intensitas yang lemah seperti ini tidak akan membuatnya cepat merasakan orgasme. Tapi dia tidak peduli. Biasanya dia akan langsung menyuruhku mengambil posisi yang menguntungkan dirinya atau melakukan oral seks kepadanya agar dia cepat mencapai orgasme. Tapi kali ini berbeda. Dirinya hanya ingin merasakan yang aku rasakan sekarang. Sunyi. Sendu. Hangat.

"Lo tau nggak?" bisik Anggia.
"Mm hm?"

"You're such a good lover" bisiknya dengan nada yang menenangkan. Kami berguling pelan ke samping, mengambil posisi menyamping. Pahanya tertekan oleh badanku. Tapi dia cuek saja. Dia lebih fokus menerima kehangatan yang aku berikan. Aku memegang pinggulnya dengan lembut, mencoba memeluk badannya sambil terus beradu di dalam gelap. Anggia tampak menikmatinya. Tidak hanya seksnya, tetapi keintimannya. Kami lantas dengan pelan berubah posisi, dimana Anggia sekarang mendudukiku.

Posisi ini membuat buah dadanya terlihat sangat maju. Sangat indah dilihat dari bawah. Aku memegangnya dengan pelan, berusaha meremasnya lembut. Kini berganti, Anggia berada di atas diriku, mengontrol setiap pergerakan. Aku merasakan lembut dan hangat lubang vaginanya, memijat penisku dengan mesra. Tangannya berusaha meraih tanganku, seperti ingin menggenggamnya. Tangannya sungguh lembut dan terawat. Rambut panjangnya tersibak, menerpa gelapnya malam dengan kilaunya.

"Nggi..."
"Kenapa?"
"Gakpapa..." Aku tak tahu apa yang ingin aku sampaikan ke dirinya. Mulutku otomatis terbuka, terkesima oleh pemandangan malam itu. Pemandangan Anggia yang tak biasa. Aku bangkit, memeluknya. Kakinya dengan otomatis melingkari pinggangku. Aku bergeser, duduk di pinggir kasur, memapah badan indahnya mengikuti diriku.

Anggia menyentuh pipiku mesra, lantas menciumiku perlahan. Kami berdua saling bergerak, berusaha saling memberikan kenikmatan.

"You know..." bisik Anggia. "We looked like lovers right now.." senyumnya manis, yang langsung kubalas dengan ciuman panas di bibirnya. Tanganku meremas pantatnya pelan, yang direspon oleh gerak pantatnya yang semakin cepat. Anggia mendesah tanpa suara di depanku. Badannya melekat dengan badanku, terasa lembut dan hangat.

Mukanya terlihat fokus menatapku. Nafasnya memburu, gerakannya kurasakan semakin tak beraturan. aku merespon memeluknya. Dadanya bertemu dengan dadaku. Kepalanya terkulai ke bahuku, aku merasakan pelukannya makin erat. Tangannya mendekapku seakan tidak mau melepasku. Bisa kurasakan ia mengerang tertahan, dan badannya menggelinjang pelan. "Mmmmhh..." desahnya pelan di telingaku. Badannya mendadak kaku, hampir melenting kebelakang. Dia mencapai orgasme dalam pelukanku. Aku lantas tidak tinggal diam. Aku berusaha mencapainya juga, bergerak dengan frekuensi lebih cepat di dalam vaginanya, sambil kami berciuman tanpa henti. Badannya tampak lemah, menikmati semua serangan yang kulakukan sambil memangkunya. Dan akhirnya aku menegang. Bisa kurasakan hangatnya spermaku tumpah di dalam selubung pengaman. Anggia tersenyum puas. Dia mendorong tubuhku untuk jatuh di kasur.

Badannya menimpa tubuhku. Dia menciumku dengan mesra, memelukku seakan tidak ingin lepas.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

messy-10.jpg

"Duh..." keluhku mendadak.
"Kenapa?" Anggia bangun dari tidurnya. Aku terbangun begitu saja. Kami tidur saling memunggungi. Ini pertama kalinya kami benar-benar tidur seranjang. Jam 6 pagi. Kami pasti tertidur setelah berhubungan seks. Dan aku harus cepat-cepat keluar dari kamar ini sebelum Rendy menyadari aku tidur bersama Anggia.,

"Sini" bisik Anggia. Akhirnya aku memeluknya dari belakang, membiarkan wajahku menempel di belakang rambutnya, menghirup aroma indahnya.

"Enak juga tidur bareng. Anget" bisiknya. Aku hanya tersenyum dan mempererat pelukanku.

"Gue mau nanya dong...." lanjutnya
"Apaan?"
"Jelasin ke gue sejujurnya kenapa lu putus ama Nica"
"Hubungannya gak sehat Nggi"
"Gak sehat gimana?"
"Cuma dia yang berusaha ngasih perhatian. Dan terlalu berlebihan. Terutama sejak insiden ama Bram..."
"Jadi pemicunya dari situ?" tanya Anggia menyelidik.
"Dari rumah sakit sebenernya...."
"Dian?"
"Iya"
"Fix ini sih lo masih sayang ama Dian..." Anggia menarik kesimpulan.
"Jangan bilang gitu Nggi...." rasanya tenggorokanku tercekat.
"Gak ada kesimpulan yang lebih mudah dari itu... Gimana caranya lo bisa move on ya?" tanya Anggia bingung.
"Gw pengen banget bisa.... Tapi kenyataannya... Mau udah ada Nica, mau kayak gimana, kalo gw ketemu hal yang ada hubungannya ama Dian, buyar udah...." jelasku.
"Kayak supermen ama krypton" canda Anggia. Aku hanya tersenyum kecut, masih memeluknya sambil entah kenapa berusaha membalik badannya, ingin menciuminya. Entah kenapa.

"Eh"
"Kenapa Nggi?" bingungku.
"Itu hape lu kan? Yang nyala nyala ijo" tunjuknya ke kegelapan.
"Iya kayaknya...." aku melepaskan pelukanku, bangkit dan beranjak mengambilnya handphoneku. Aku lantas naik kembali ke kasur dan duduk di sebelah Anggia. Dia langsung memeluk kakiku dan tiduran menempel. Aku heran. Ada notifikasi apa pagi-pagi begini?

Whatsapp. Kubuka aplikasinya. NICA??? Pesan dari Nica. Bukannya dia ada di Australia?

"Kok mukanya aneh gitu?" celetuk Anggia.
"Nica..."
"Kenapa?"
"Ngirim gw wassap.... Tapi kok... Ini vidio?"
"Buka coba" Anggia pun bingung dan ikut bangkit duduk melihat handphoneku.

Videonya terbuka. Kameran handphone menghadap ke kasur. "Aku pengen ngasih tau kamu". Nica. Tapi telanjang? Telanjang bulat berbaring di kasur, dengan tangan menutupi buah dadanya. "Aku kangen sama kamu" lanjut Nica di video itu. "Kamu gak kangen sama ini?" Nica membuat gerakan melingkar di bibirnya. "Ini bibir yang biasa kamu cium. Ini bibir yang biasa ngemutin punya kamu" Nica lalu memasukkan beberapa jarinya ke mulutnya, menggerakkannya, mensimulasikan kegiatan oral seks. Fokus pindah ke buah dadanya. "Ini yang suka kamu ciumin dan pegang-pegang" dia meremas buah dadanya sendiri. Tampaknya susah dilakukan dengan satu tangan memegang handphone untuk mereka.

Aku dan Anggia terpaku. Melotot.

Selesai memainkan buah dadanya sendiri, tangan Nica bergerak ke vaginanya. "Kangen ini? Ini yang suka kamu masukin. Kesukaan kamu" Nica meraba bibir vaginanya sendiri dengan paha terbuka. Adegan selanjutnya adalah adegan masturbasi selama semenit. Lalu kembali ke wajahnya.

"Jangan bikin aku kayak gini. Cepet atau lambat kamu pasti kangen tidur sama aku......" dan selesai.

Aku dan Anggia masih terpaku. Kami berdua masih melotot.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd