Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Nymph of Mountain

Pecah Utak

Pertapa Semprot
Daftar
18 Oct 2014
Post
5.260
Like diterima
14.672
Lokasi
Serenity
Bimabet
-------------------------------------

Just Share..!

-------------------------------------

Salam Semprot.

Mohon mangap kalo Nubi 'kembali mengotori' di sini.

Nubi cuma pingin menghibur.. berbagi cerita.. sekalian Nubi belajar posting..
Menyampaikan 'sesuatu' yang mungkin nggak penting.
Tapi, paling tidak –buat Nubi..– sedikit melepas beban RL yang menekan.

Cerita ini sebenarnya sudah pernah Nubi posting di sub forum Cerbung..
Berjudul 'Rendezvous Tanpa Judul'.. namun sayang 'belum sempat' Nubi selesaikan
dengan berbagai alasan yang nggak etis jika Nubi sampaikan di sini.

Sebagian Besar Isi Cerita ini juga berdasarkan Pengalaman Nyata dari beberapa person.
Hanya saja, demi kenikmatan membaca harus 'Nubi sesuaikan'.

Akhirnya.. tanpa mengurangi rasa hormat n sayang.. Nubi ucapkan.. Selamat Membaca..
-----------------------------------------

: attitude 7171 asl..!

(safety lepas, carnmantel mengejang..
lalu putus dan meliuk mendesing serupa peluru
berkesiuran bersama angin beku mengiringi
lamun jatuh terbenam di kedalaman gletser,
dalam yang teramat palung
gapaian tangan tak tersampai
menggoresi dinding salju disejatuhku
diri terbius kelu


– sekedar mengurangi perih-ngilu –
merangkai kata berwujud puisi,
kubangun perisai dari kata-kata itu
ingatan semua longsoran salju
yang kubiarkan jatuh bersama asa
kubiarkan jua rinai waktu lalu mengguyur
hingga membenam

semua-mua..)
-------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
The Nymph of Mountain

Grusak..!
Begg.. bukk.. degg.. degg.. rurr..!
Tiba-tiba saja bunyi bebatuan runtuh terdengar dari arah atas.

“Awas batu..! Batu..!” Teriakan Agun dari arah atas tebing.
“Awas kepala, Ka..!” Sontak aku berteriak pada Rieka yang masih sempat-sempatnya menengadahkan kepala melihat ke arah atas.

Wuss.. wush.. wukk.. wukk..!

Beberapa pecahan dan serpih batu berdesing serupa peluru berjatuhan di sisi kiri-kanan kami.
Sementara Toton sebagai belayer beberapa puluh meter di bawah kami blingsatan mencari posisi aman agar tidak terkena jatuhan batu.

Hebatnya dia lakukan itu sambil tetap menjaga posisi rope untuk tetap tegang.
Setidaknya hal itu dapat sedikit mengurangi kecemasan Kaka yang tentu saja mangandalkannya agar tak terlalu banyak berputar-putar bergantungan di carnmatel.

“Woii.. Are You OK, guys..!?” Teriak Toton dan Mpi terdengar sayup dari bawah.
“Heh-heh..!” Mengatur nafas sebentar. “Oke, friends. Ga papa..!” Balasku sembari membenahi posisi 'tergantungku'.

Secepatnya kugerakkan ascender mencengkram carmantel statis, meniti perlahan keregangannya.
Bergerak ke atas.. menuju posisi Rieka yang bergantungan sekira 2 meter di atasku.

Saat itu kami.. aku dan Rieka tengah tergantung-gantung di sisi bukit Jempol atau lebih dikenal dengan Bukit Serelo Lahat.. Sumatera Selatan.

Disebut dengan Bukit Jempol.. karena bukit tersebut terlihat unik.. yaitu seperti ibu jari atau jempol.
Di mana pada bagian jempolnya tersebut terdiri dari batu cadas dan karang.

Kalo mau mendaki bukit tersebut.. untuk bagian jempolnya harus menggunakan tali-temali dan peralatan climbing.. Kenapa..?
Karena derajat kemiringan tebing tersebut hampir mendekati 90 derajat.

Jadi, pada saat mendaki atau memanjat hanya sampai sebelum jempolnya hingga pada bagian puncak jempol tersebut yang terdapat sebuah kursi yang terbuat dari batu cadas.
Entah dibuat oleh tangan atau buatan alam, aku juga ga tau.

Sebagian masyarakat ada juga yang menyebutnya dengan Bukit Tunjuk atau Bukit Serelo.
Dikarenakan ujung bukitnya seperti menunjuk ke langit dan Serelo merupakan nama tempat bukit tersebut berada.

O ya, sekedar informasi.. di dusun dekat bukit Jempol ini juga terdapat pusat pelatihan Gajah.
Di sana, terdapat lebih kurang 40-an gajah yang sudah dijinakkan dan sangat terlatih dan bisa diajak pose bersama dengan pengunjung.

Di sanalah kami berlima saat itu. Di bukit Jempol tersebut. Terjebak pada suatu kondisi menyebalkan.

Kami berlima, 3 laki-laki dan 2 perempuan.
Dalam sebuah XPDC (ekspedisi) panjat tebing.. yang sebenarnya tanpa direncanakan sama sekali.

Agun sendiri sudah dalam posisi nyaman di sebuah ceruk lumayan lebar dinding tebing.. atau sering disebut pitch 2 tebing bukit Serelo.
Sementara Toton dan Mpi berjaga di bawah.. tak berapa jauh dari tenda dome yang sudah kami dirikan.

Aku yang tadi sudah mengamankan posisi dan memasang safety pada piton dan anchor.. perlahan bergerak ala free climbing.

Setelah berjarak kurang dari satu meter dari posisi Kaka bergelayut pada rope yang terulur dari pitch 1, kuulur perlahan rope dinamis yang kubawa.

Rrrtt.. rrrtt..! Bunyi bergesek carmantel dengan carabinerku.
Senja makin kelam. Matahari di ufuk Barat menyisakan bayangan tebing dan biasnya.

Sekilas kutangkap sinar mata Kaka. Ada kecemasan di sana.
Tapi tertutup oleh ketenangannya.

Ugh.. indah banget sinar mata itu. Sungguh.

Entah oleh karena apa. Aku sudah kembali berkonsentrasi mengendalikan pergerakan menggapai posisi bergelayutan Kaka.

“Huft..! Kamu ga papa, Ka..?” Tanyaku. Ada nada cemas di situ.

Semoga dia bener-bener ga apa-apa. Batinku.

“Ga papa, bang..” lirih nyaris tak terdengar suara 'yang mahal' itu menyentuh gendang telingaku.

“Syukurlah kalo gitu. Ayo.. goyangin dikit.. biar kupasang carabinernya..!” Kataku ketika jarak antara kami tinggal sekitar 30cm-an.

Kaka perlahan menggoyang tubuhnya agar rope yang digelayutinya ikut bergerak.
Dibantu Toton dari bawah yang ternyata telah menggunakan head lampnya, sedikit memberi penerangan sedikit menenangkan Kaka.

Senja yang pulang tak lagi menyisakan cahaya matahari. Adzan maghrib sayup dari arah desa pun telah pula usai berkumandang.

Setelah beberapakali bergerak menggoyangkan tali, Kaka menjemba uluran tanganku.
Lembut dan sedikit gemetar kurasa tangannya.

“Hupp..! Relaks, Ka..!” Sapaku menenangkan Kaka.
Blugh..! Akhirnya tubuh kami bertemu dalam satu 'tabrakan' lagi.

Ugh.. Lembut, tetapi dingin.. tubuhnya.
Setan..!

Aku mengutuki diriku. Masih sempat-sempatnya berpikir mesum dalam kondisi gawat darurat.

Setelah sebelumnya kupasang carabiner yang terhubung dengan safety (anchor).
Sembari memeluk Rieka kulepas carabiner dari body harness yang terhubung dengan rope menjuntai.

“Siap, Ka..!?” Tanyaku sebelum melepas kaitan carabiner.
“He-eh..!” Jawabnya. Singkat, seperti biasa.

Hati-hati tanpa melepas pelukanku.. kami bergerak menggunakan ascender meniti tali yang sudah kupasang pada anchor di dinding tebing.
Menuju sebuah cerukan berkedalaman kurang lebih satu setengah meter, pitch 1.

Pelukan..!? Ahh.. apa Rieka sadar kupeluk, ya..?

Ahh.. rasanya telalu cepat kami sampai di ceruk itu. Padahal aku masih ‘belum puas’ memeluk tubuh yang sekal dan padat ini.

Eh, bukankah di cerukan itu nanti aku akan lebih lama berdekatan bahkan berdempetan dengannya..?

“Hoii.. aman.. Bung..!?” Teriak Toton hampir berbareng dengan Mpi ketika aku dan Kaka hilang dari radar pandangan mereka, karena tertutupi bibir cerukan.
Ditambah cuaca yang mulai gelap.

“Oke..!” Balasku sembari mengeluarkan seat harness plus logistik seadanya.
Segera kuserahkan pada Rieka yang saat itu telah berada di 'posisi aman'.

Punggungnya menyandar di dinding dalam tebing. Dia lepaskan satu per satu peralatan climbingnya.
Dari mulai chalk bag, carabiner dan terakhir body harness.

Lalu ia bergerak sedikit membungkuk. Perlahan dia menjulurkan tangan kirinya seperti akan menggapai sesuatu.

“Geser dikit bang..” pinta suara indahnya, lembut sekali terdengar membelai gendang telingaku.

Sejenak aku terpaku. Tak merespon. Kekagetan melandaku.
Baru kali ini aku mendengar suara sang bidadari gunung ini dari jarak dekat. Teramat dekat.

Tersadar ketika harum nafasnya menerpa organ penciumanku. Menyegarkan udara di sekitarnya..
Oh.. ia menjemba botol air mineral. Haus menderanya setelah insiden barusan.

Aku merespon gerak Kaka dengan mengulur rope agar tubuhku bagian atas menjuntai sedikit keluar bibir ceruk. Sementara kedua kaki kujadikan fondasi pijakan pada bibir ceruk.

Wajah kami jadi sangat dekat. Hingga aku bisa melihat senyum kelegaan di bibir yang beberapa saat tadi terlihat begitu pucat seperti kehilangan darah.

Srett.. rrtt..! Kutarik rope menyeimbangkan posisiku agar tak setengah terjuntai.
Aku sudah berdiri di depan Kaka. Kubenahi safety di kiri-kanan harnessku.

“Tuh.. biskuitnya juga ada, Ka..” ujarku menunjuk dengan monyongan bibir pada bungkus biskuit yang menyembul dari dalam ransel.

Clekk.. clekk..! Sembari kupasang 2 carabiner, demi kenyamanan dan keamanan.
Mataku tak mampu lepas dari gerakan-gerakan Kaka di ruang terbatas dan sempit itu.

Dengan posisi safety 2 carabiner terhubung rope di anchor, maka kemungkinan jatuh akan sangat kecil.
Sebab ketika posisi tubuh berubah tanpa disadari, rope dengan sendirinya mengetat.. hingga ‘mengunci’ untuk tak bergeser di carabiner.

“Glekk..!” Kurasakan ludahku tercekat di tenggorokan menyaksikan tonjolan bukit dada Rieka ketika dia.. entah sengaja atau tidak membusungkannya.

“Bisa tolong pegang sebentar, bang..” Rieka menyodorkan body harness yang telah dilepasnya, menggantinya dengan seat harness yang kubawa.

“Eh.. sini..” aku terbata, seketika tersadar dan malu. Malu tertangkap basah menatap tonjolan di dadanya.

Bulan peyang dan Bintang-bintang mulai bermunculan di langit malam.
Aku sudah terlupa dengan Agun di pitch 2 jika saja dia tak berteriak, mengecek kondisi Rieka di pitch 1.

“Woii.. Barr..!! Gimana Kaka..!? Oke..!?”
“Oke Gunn..!” Balasku tanpa sekejap pun melepaskan pandangan ke prosesi erotis yang tengah kusaksikan.
Kaka tengah memakai seat harness..!

O, iya.. saat itu ia mengenakan kaus ketat lengan pendek putih berlambang bendera Inggris.
Sedangkan bawahannya adalah legging hitam selutut.

Celana lapangan pendeknya telah dia lepas sebelum climb tadi sore.
Sementara rambut hitam panjangnya ia masukkan di balaklava yang ia kenakan sebagai topi.

Artinya.. di bias cahaya bulan dan bintang malam itu.. bayang tubuh sintalnya benar-benar tercetak lekat di mataku.. seperti tidak berpakaian.

Pinggul, paha, payudara dan lekukan pinggangnya bak cello itu mampu menghipnotisku untuk tak lekang menatapnya tanpa berkedip.

Dalam jarak yang demikian dekat dan hampir rapat. Di tengah dingin angin yang berkesiur menerpa dinding tebing.
Ditambah penampakan erotis tubuh bidadari.. jelas saja prajurit di celanaku mulai melancarkan kudeta.

Ugh.. sabar dikit kenapa, sih..!?
Sergahku pada si prajurit berhelm darth vader.

Arghh..! Terjadi pertempuran sengit dalam diriku. Antara Hati dan Nafsu.
Kubiarkan saja. Lihat saja siapa nanti yang memenangkan pertempuran.. ujar Otakku sok bijak. Hehe..

Ya, kubiarkan nafsu yang memenangkan pertempuran.
Setidaknya aku telah membahagiakan prajurit berhelm Darth Vader di celanaku. Pikirku makin mesum.

Kaka telah selesai mengenakan seat harnessnya.
Dengan manisnya sang harness nemplok di tubuh sekal sang bidadari.

Hmm.. tunggu saja. Beberapa saat lagi tubuhku yang akan nempelin tubuh indahmu, Ka.

Berbeda dengan body harness yang posisinya saat digunakan climber akan menutupi selangkangan, dikarenakan bentuknya yang mirip dengan celana dalam.
Seat harness justru dikenakan seperti laiknya memakai celana pendek tapi transparan.
Sebab kedua belt berposisi membelit kedua paha, dengan bentuk webbing sama seperti body harness, melingkar di pinggang.

Beberapa saat kemudian aku tak mampu bertahan dalam diam.
Kucoba membuka obrolan, sekalian pura-puranya minta maaf atas kejadian tabrak-menabrak dan remas-meremas di atas motor tadi sore.

“Eh..!”
“Hmm..!”
Hampir bersamaan kami sama-sama bersuara.

“Hahaha.. ayo, Kaka duluan deh. Mo ngomong apa, Ka..?" Kataku sembari menggaruk belakang kepala yang ga gatal.
“Hihihi.. abang aja duluan..!” Balas Kaka dalam tawanya.

Rrr.. rrr..! Tiba-tiba rope yang menjuntai dari pitch 2 di posisi Agun berbunyi seperti tali bendera dikerek.

“Woii.. Bara.. Kaka..! Tuh ada sleeping bag. Satu saja. Satunya lagi buat Agun di atas..!!”
Teriakan Toton dari bawah mengingatkan kami bahwa saat itu kami tidak cuma berdua.

Kugapai buntalan sleeping bag yang diikatkan pada rope. Kulepas satu untuk kami di pitch 1.
Setelah itu kuteriaki Agun supaya menyambut kiriman sleeping bag dari Toton.

“Gunn..! Tarik ropenya..! Ada sleeping bag..!”
“Oke..!” Jawab Agun dari atas.

Ketika berbalik wajah ke arah dalam ceruk aku harus kembali meneguk ludah.
Bagaimana tidak.
Posisi Kaka yang sebelumnya berdiri menyandarkan punggung di dinding cerukan.. kini dalam posisi menggeliat alias ngulet.. sehingga dua bukit dadanya terekspos di depan mataku.
Bulat dan menonjol dengan bentuk yang kuprediksi benar-benar sekal.

Kontan saja prajurit berhelm Darth Vader di celanaku kembali mbalelo.
Memberontak tiba-tiba.. protesnya makin kencang, menuntut aku berbagi kehangatan..!

Argh..! Setan..!
-------------------------------

Sore, Beberapa Jam Sebelum Kejadian


Sudah pukul 15.15 WIB.
Sebenarnya cukup waktu melakukan pemanjatan untuk climber sekelas Agun.
Bukan kenapa-kenapa. Agun adalah salah seorang atlet panjat dinding Sumatera Selatan.

Itu yang menjadi salahsatu alasan kenapa seorang Rahmad Sabar.. ya, itu adalah nama asli Agun.. mendapatkan julukan atau ‘nama gunung’-nya.
Agun adalah singkatan dari Anak Gunung. Cukup jelas untuk menyatakan bahwa dia memang seorang pegiat alam bebas.

Meski dia ga pernah berkoar-koar sebagai seorang pecinta alam, namun pada kenyataannya ia memang ‘orang gunung’ yang lebih sering berkeliaran di alam bebas.. ketimbang duduk manyun di kursi kuliahnya.
------

“Ayo Ka..! Mumpung masih terang. Ntar turunnya rapelling aja..” ajak Agun, yang kuartikan seperti perintah.

“Eh, apa ga kesorean ya, Kak..?” Mpi yang bertanya ragu.

“Slrupp.. hoh..hah.. Ga besokh pagih aja apa Gunnh..?” Sela Toton di depan tenda dome sembari menggasak mie instannya.

Kaka yang 'diajak' cuma mendelikkan mata, mengerenyitkan dahi.. melirik sekilas ke arahku.
Lalu tersenyum. “Oke..!” Jawabnya singkat. Tanpa embel-embel. Seperti biasa.

Aku yang dilirik seolah meminta persetujuan oleh Kaka, masih belum benar-benar 'turun ke bumi’.. efek dari peristiwa ‘tabrak-menabrak’ dengannya di atas motor beberapa waktu tadi.. cuma bisa berdehem.

Lagian apa hakku melarang atau mengizinkan..? Toh Agun memang lebih berkompeten sebagai pimpinan XPDC kali ini. Pikirku.

Srestts..! Kunyalakan sebatang rokok sembari menyaksikan Agun menyiapkan peralatan yang mereka butuhkan untuk pemanjatan.

Setelah semua siap, baik peralatan, leader, belayer maka pemanjatanpun dimulai.

Dalam pemanjatan kali ini, Agun sebagai leader melakukan pitch 1 dengan membawa dua rol tali/rope sekaligus.
Satu sebagai tali utama yang akan diikatkan pada runner dan tali tambat atau fixet rope.

Fixet rope ini dapat juga sebagai transport antara leader dan personel yang ada di bawahnya, yaitu Kaka yang bertindak sebagai cleaning.

“Hmm.. angin agak kencang, ya..!?” Kulirik Mpi si pemilik suara di samping kananku.
“Ho-oh..!” Jawabku kembali melihat perjuangan kedua climber di dinding tebing.
Saat itu kami, aku dan Mpi berdiri sekitar 20 meter-an dari posisi Toton sebagai belayer di depan kami.

Terlihat posisi Agun telah mencapai pitch 2, setelah ia sebagai leader menyelesaikan pitch 1 dan memberitahu bahwa pemanjat kedua siap dan boleh naik.

Kaka sebagai personel kedua melakukan jummaring dan sekaligus menyapu runner yang telah dipasang Agun.
Keuntungan jummaring pada fixet rope yaitu tali dalam keadaan lurus vertikal, sehingga tidak terjadi pendulum atau perputaran..

So, tali tidak tertambat pada runner yang akan diambil hingga memudahkan pengambilan.. pun gerakan akan lebih bebas.
Agar cleaner tidak terlalu jauh dengan runner yang akan dilepas, maka antara tali utama dengan fixet rope harus dihubungkan.

“Ayo Ka..!” Teriak Agun di pitch 2.
Seperti biasa, kulihat Kaka cuma mengangkat jempolnya. Tak mengeluarkan ‘suara mahalnya’.

Hal yang penting dalam pemanjatan beregu adalah komunikasi antar pemanjat, baik leader, cleaner maupun belayer.
Dua bentuk komunikasi.. yaitu melalui bahasa lisan atau suara dan isyarat.

Komunikasi bahasa digunakan apabila antara leader, cleaner dan belayer masih dalam jangkauan teriakan.
Komunikasi isyarat banyak digunakan bila antara leader dan belayer sudah tidak dalam jangkauan teriakan.

Tapi.. dalam kenyataannya di lapangan, komunikasi isyarat lebih menguntungkan.. sebab irit energi dan mudah ketimbang pake HT atau alat komunikasi lain. Hehe..

Sekitar pukul 17-an, angin bertambah kencang bertiup.
Dapat kami lihat pergerakan kedua climber meniti point demi point di tebing bukit Serelo sedikit terhambat oleh perubahan cuaca yang cepat tersebut.

Tiba-tiba Agun yang menggunakan teknik layback, yaitu digunakan pada celah vertikal yang memanfaatkan tekanan antar tubuh.. lalu melakukan cheval..
teknik yang dilakukan pada batu bagian punggung tebing batu dengan bidang yang sangat kecil dan tipis.. terlihat agak tergelincir.. akibat kontur karang yang bergeser, sehingga jatuhlah pecahan bebatuan ke bawah.
Tepat ke posisi Kaka sebagai cleaner.

“Awas Kaa..!” Teriakan Mpi seperti menyadarkan Kaka akan bahaya yang datang.

Rieka yang tengah terhenti pada point 85 derajat.. sekitar 1 jam pemanjatan dari puncak bukit Serelo tersebut, sontak terlihat terkejut dan refleks merapatkan diri di dinding tebing, menyelamatkan kepalanya dari gelontoran jatuhan batu.

Akan tetapi.. angin kencang dan longsoran serpih batu yang jatuh akibat aktivitas Agun di atasnya membuat pegangan Rieka terlepas dari point tebing yang dipanjatnya.
Kira-kira satu setengah meter dari tebing.

“Ahh..!” Mpi berseru.
“Ugh..!” Lenguh Toton sembari menyeimbangkan gerakan rope.
“Hmm..!” Gumamku sembari melepas asap rokok.
Hampir bersamaan ketika sama-sama menyaksikan tubuh kaka yang 'terpisah' dari dinding tebing.

Maka jadilah.. sore itu Kaka bergelayutan diterpa angin lebih dari 2 jam-an..!
Tanpa berbekal logistik apapun, kecuali sebotol air mineral 600 ml -Bukan Make Love, loh. Hehe..- yang aku yakin sudah hampir habis.
-----------------------

Tanpa komentar pada Mpi yang masih terlihat syok, aku segera bergerak. Berinisiatif menyusul dan ‘menolong’ Kaka.

“Mpi.. beresin peralatan..! Siapin makan malam..!” Teriak Toton pada Mpi, ketika aku sudah sekitar beberapa meter memanjat.

Berbekal beberapa carabiner screw dan non screw, sebuah seat harness untuk Kaka di atas nanti, tak lupa sebungkus biskuit, sebatang coklat dan sebotol air mineral kusambar, kumasukkan ke ransel kecil sebagai logistik.

Otakku masih cukup waras.
Dengan situasi dan kondisi seperti Rieka saat itu, ditambah senja yang mulai turun, sebentar lagi gelap.
Ga mungkin meneruskan pemanjatan hingga ke puncak bukit Serelo dalam gelap.
Jelas sangat berbahaya. Belum lagi jika turun hujan tiba-tiba.

Damn..! Kusumpahi kenekatan Agun yang memaksakan climb dan nge-lead Kaka tadi.

Oke.. kembali ke sikontol – Situasi Kondisi dan Toleransi –
------------------------

Beberapa Waktu Sebelum Kejadian

XPDC Bodreks alias ‘Borongan dan Nekat Sekali’ ini terdiri dari:
Agun yang jadi ketua tim.
Temanku satu ini juga anggota mapala, alias mahasiswa paling lama di Fakultas Teknik.
Merupakan kakak tingkat Mpi.

Toton yang gape navigasi adalah anak Fakultas Pertanian.. jelas saja dia lihai membaca peta dan navigator ulung.

Dan aku, Bara. ‘Mahasiswa Salah Jurusan’ yang dipaksa-paksa ikut kegilaan mereka.

Terus 2 cewek lagi.. Efrida Liliani atau lebih sering dipanggil Mpi dan Rieka Kumalasari, atau biasa dipanggil Kaka.

Keduanya –tahun 1998– saat itu masih semester 3.. dan sepengetahuanku masing-masing sudah punya pacar. Kalo ga salah LDR semua.
Mpi, pacarnya kuliah di salahsatu perguruan tinggi swasta di Bandung.
Sedangkan pacar Kaka yang juga kakak kelasnya sewaktu SMA, kuliah di salahsatu perguruan tinggi swasta di Yogya.

Tapi apa peduliku. Kenal aja engga sama pacar-pacar mereka. Dan aku ngga pernah mau tau, kok.

Secara kualitas.. body kedua cewek tomboy ini kontradiktif.
Mpi.. Kutilang Darat, alias kurus tinggi dada rata..
Sedangkan Kaka.. Moge Mobile, alias montok toked gede bokong –pantat– lebar..! Hehe..

Meski berkarakter tomboy, wajah keduanya memang di atas rata-rata cewek-cewek di kampusku.
Mpi yang anak Teknik Tambang, jelas paling manis dan cantik di antara kawan-kawan seangkatannya yang berjumlah 39 orang.. dengan hanya 8 betina saja menghiasi ruang kuliah.
Itupun belum benar-benar bisa dikatakan 'betina'. Haha..

Tubuhnya yang ramping sekitar 168cm, lebih sering terbungkus pakaian ala cowok.
Kaos oblong dibalut kemeja flanel tanpa dikancing dan jeans atau terkadang sepan lapangan menyamarkan kemulusan dan kemontokan tubuhnya.

Sedang Kaka, anak ini menurut pengakuannya sebenarnya salah jurusan.
Huft.. kalo gitu sama sepertiku..!?

Sebab, ketika mengikuti UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri..
–Saat itu masih zaman UMPTN, bro..! Hehe..– dia pinginnya ke Fakultas Pertanian.

Alasannya..
“Aku pingin mengabdi di kampung halaman kalo udah kelar kuliah ntar, bang..” ungkapnya suatu ketika aku menanyakan hal itu padanya.

Nah, sementara sekarang malah Kaka menclok di Fakultas Keguruan..!
Tepatnya di jurusan Bahasa Inggris. Semester tiga. Calon bu guru gitu, loh..!? Hihi..!

Aku ga pernah bisa membayangkan gimana dia nanti berdiri di depan kelas. Sungguh.
Coba bayangkan.. Rieka ini tipikal orang yang terlalu introvert.
Jarang sekali bicara, apalagi dengan orang yang ga dia kenal. Ia selalu bicara seperlunya saja, jika ia ngerasa perlu..!

Nah loh..! Gimana mo ngajar di depan kelas..? Pikirku tak habis-habis.

Tapi kalo segi wajah dan bentuk tubuh.. hmm.. Kaka memang Perfecto..! Sempurna.
Wajah oval keibuan, hidung bangir, alis hitam bak semut beriring, bulu mata lentik, rambut hitam bergelombang sepinggang.. dengan tinggi tubuh sekitar 160an cm..

Rieka adalah tipikal perempuan yang proporsional, kecuali gaya tomboynya tentu saja. Haha..
Ahh.. dia benar-benar Bidadari, khususnya bagiku.

Apalagi ketika 'daleman' si Kaka terekspos. Duhh.. muantab banget.
Aku sempat beberapakali melihat betisnya.. yang istilah orang zaman dulu 'bunting padi'.
Ditunjang kulitnya yang kuning langsat, bukan putih loh. Kalo putih mah susu.. ya ga..? Hehe..

Kadang kupikir ada bagusnya juga peraturan Fakultas Keguruan, yang mengharuskan mahasiswinya menggunakan rok atau celana kulot sebagai bawahan.. dan kemeja atau baju berkerah untuk atasan pada saat perkuliahan.

Kan aku jadi dapet rezeki.. melototin toked dari sela-sela antara kancing dan betis-betis indah, bahkan terkadang paha mereka yang tersingkap..! Haha..
-----------

Sebenarnya.. aku ga pingin ikutan dalam XPDC panjat tebing di bukit Serelo ini.
Masih tersisa ingatanku nge-SAR, mengevakuasi anak Mapala Jakarta 2 tahun lalu.
Dengan kondisi saat itu kepala pecah, kaki tangan patah.
Untung saja cepat dievakuasi. Kalo ga.. bisa dimakan binatang buas tuh bangkainya, eh.. jasadnya.

Katanya sih.. atlet wall climbing. Mungkin karena itu sok-sok-an manjat sendirian. Sombong, sih.
Udah biasa turun-naik tebing Citatah dan beberapa tebing terkenal di Jawa sana. Katanya, sih. Hmm..

Makanya sedari planning, preparing, keberangkatan hingga climbing.. aku masih ogah-ogahan.
Cuma karena gencarnya bujuk rayu Agun dan Toton saja yang membuatku akhirnya terlibat pada kekacauan seperti sekarang ini.

Satu lagi yang membuat hatiku tergerak ikutan XPDC Bodreks itu adalah.. 2 bidadari tomboy itu.
Ya, Mpi dan Kaka.

Terlebih dengan ikutnya Kaka.. the Nymph of Mountain. Alias Sang Bidadari Gunung.
Begitulah aku memberinya julukan. Huft..!
-----------

“Ayo Bar. Ikut aja. Ntar kita langsung ndaki Dempo, deh..!” Bujuk Agun
“Ogah. Aku mo nyelesain urusan kuliah..” kilahku ketika Agun dan Toton merayu di kost-anku.

Ya, saat itu seingatku, sih..! Aku memang sudah hampir di-DO alias drop out.
Bayangin saja.. kalo ga salah tahun 1998 itu aku udah semester-semester ‘terakhir’. Semester 13.
Berarti, jika aku tak segera menyelesaikan perkuliahanku.. satu semester lagi aku harus DO.

Ketika itu sudah ga terhitung yang nanya apa yang membuatku jadi ‘Mapala’ alias mahasiswa paling lama.
Alasanku sepele, sih..
Aku cuma 'menggunakan' masa perkuliahan semaksimal mungkin.

Toh aku sudah menyisihkan sedemikian banyak saingan untuk bisa masuk ke perguruan tinggi negeri.
“Ngapain pingin cepet-cepet keluar..!? Masuknya kan susah..!?” Kilahku santai.

Lagian kupikir.. mahasiswa itu kan terdiri dari 3 jenis.
Pertama: Mahasiswa Biasa.
Kebisaannya 4 DB = Datang. Duduk. Denger. Diem. Balik.. alias Pulang.

Kedua: Mahasiswa Luar Biasa.
Nilai IPK-nya bisa mencapai 4.0. ke atas. Terus kena ambeien.. lantaran terlalu lama duduk.

Ketiga: Mahasiswa Biasa di Luar.
Ini yang jadi tipe orang-orang sepertiku. Ga pernah mantap di ruang kuliah.
Lebih sering nongkrong di luaran. Entah di luar kelas, atau malah di luar kampus. Hehe..

Ya, jelas saja. Orang akunya dan beberapa 'rekan sejenis' memang banyak kegiatan, untuk tidak dikatakan sebagai 'aktivis'.

Semua organisasi kampus atau UKM –Unit Kegiatan Mahasiswa..– kami, eh.. maksudnya aku..! Kuikuti.. tanpa terkecuali.
Bahkan aku tak segan gabung dengan para ikhwan yang mangkal di mushala kampusku. Hedew..

Padahal orientasiku saat itu cuma gara-gara pingin nyicipin 'cipet' sebanyak mungkin.

Cipet itu istilah dari bahasa Tionghoa.. yang berarti vagina, memek, nonok, tempek, heunceut, pepek, puki, rajung, meki, veggy, ms.V dan penyebutan lain untuk kemaluan perempuan.
Maklum, di daerahku Sumatera Selatan.. Palembang khususnya, banyak keturunan Tionghoa-nya.

Udah, ah.. ntar nyambung lagi deh mengenai siapa diriku, Bara Magma.
Laki-laki yang mempersiapkan kematian kenangan.

Yups, aku laki-laki yang sedang menyiapkan kematian kenangan dari file-file memoar di otakku.
Itu hal yang mendorongku untuk menuliskan segala perjalanan hidup, eh.. perjalanan hati, cinta dan seksku dalam sebuah rendezvous tanpa judul ini.

Kenapa..?
Singkat saja.. aku penderita Alzheimer.
---------------------------------------------

Beberapa Waktu – Sebelum Kejadian

Kami berlima akhirnya jadi berangkat XPDC. Dengan catatan cuma 2 hari di bukit Serelo.
Untuk selanjutnya meneruskan ‘XPDC Bodrex’ itu ke pendakian gunung Dempo, Pagaralam.
Begitu yang kusyaratkan untuk keikutsertaanku. Jika tidak, aku ga akan ikut.

“Oke.. oke..! Dari Serelo kita lanjut ke Dempo. Tapi kamu harus bantuin angkat carriernya, ya..!?” Agun dan Toton ngotot ngajakin aku.

“Hehe.. titipin aja di Kampung IV peralatan climbingmu. Lagian repot juga bawa-bawanya ke puncak Dempo, gimana..?” Usulku.

“Ahh.. jangan, Bar..” sela Toton.

“Memang kenapa..? Aman kan di Kampung IV..?” Jawabku sambil menyulut sebatang rokok.

“Kita punya rencana nurunin kawah, Bar..!” Agun yang menjawab.

“Hmm.. Begitu..!?” Kataku sembari memainkan rokok di jemari, memutar-mutarnya di sela antara telunjuk dan jari tengah.
Berpikir dan menimbang-nimbang.

“Mpi sama Kaka yang kepingin banget tuh, Bar..!” Sela Toton yang ikutan menyulut rokok.

Degg..! Seketika jantungku berdenyut lebih cepat.
Bukan denyut sakit, melainkan denyut nikmat.. ketika nama Kaka tadi disebutkan Toton.

“Ho-oh, Bar. Dua cewek itu harus ikut. Soalnya mereka kan harus melengkapi syarat keanggotaan Mapalanya..” kali ini Agun yang menjelaskan alasan kenapa 2 bidadari ikut pada XPDC dadakan itu.

“Hmm.. oke. Aku ikut..!” Jawabku tanpa pikir panjang lagi.

Keraguan dan rencana menyelesaikan urusan perkuliahanku sontak menghilang.. entah raib ke mana.
Yang ada saat itu adalah bayangan lembut wajah keibuan Kaka. Plus goyangan pantatnya. Haha..
-----------

Palembang menuju Kabupaten Lahat dengan perjalanan darat lebih kurang 4 - 5 jam, persis sebelum memasuki Kota Lahat –kurang lebih 11 km sebelum Kota Lahat..– di sebelah kiri jalan akan terlihat Bukit Jempol.

“Huahh..! Akhirnya sampai juga..” ungkapan lega Toton sembari meletakkan carrier yang disambutnya dari atap bagasi mobil serupa roof box ke bale bambu.

“Woii.. jangan kelamaan istirahatnya. Bentar lagi gelap nih..!” Sergah Mpi yang sedang membereskan daypack-nya pada Kaka.

“Iya..!” Jawab Kaka singkat, seperti biasa.

Aku sedang menyulut rokokku sekilas memperhatikan kedua bidadari yang berbincang dari samping Toton.
Di sebelah kanan kulihat Agun sedang tawar-menawar dengan bapak pemilik motor.. yang kebetulan penduduk desa dekat bukit Serelo.

Dari pemilik warung tempat kami singgah ini kami mendapat keterangan bahwa belum ada ojek –pada zaman itu..– sebagai sarana transportasi untuk menuju Bukit Jempol tersebut.

So, untuk menuju desa terdekat dapat dilalui dengan kendaran bermotor roda dua.
Untungnya.. bisa diantar sampai kaki bukit.
Dilanjutkan dengan berjalan kaki mendaki bukit tersebut dengan lamanya pendakian lebih kurang 3 - 6 jam.

Setelah deal harga ongkos numpang, berangkatlah kita ke kaki bukit. Beruntungnya lagi dapet 3 motor.
Jadi Toton yang badannya paling gede digonceng di satu motor, carriernya ditaruh di depan si bapak pengendara. Mereka duluan jalan.

Sementara di motor kedua goncengan bertiga.
Mpi di tengah.. diapit Agun yang duduk di belakang tanpa melepas carrier-nya.
Sedangkan daypack Mpi ditaruh di depan si bapak pengemudi.

Nah.. aku yang serasa mendapat durian runtuh.. di motor ketiga.
Bagaimana ga nikmat.
Kaka yang menjadi TO-ku.. duduk di tengah, di antara bapak yang mengemudi.. dengan aku di belakangnya.

Ahh.. nikmat. Bisa ngelanjutin SSI di mobil tadi, pikirku mulai mesum.

Maka.. mulailah perjalanan singkat nan nikmat.. melalui jalan tanah yang ga rata.
Seperti grasstrack saja, pikirku saat itu sembari mulai mencari-cari cara memulai kemesuman.
-----------

Pada awalnya kami, maksudku aku dan Rieka.. seperti masih menjaga jarak.
Antara tubuh depanku, dada dan selangkangan berjarak sekitar 2 jari-an.

Jaim, nih. Pikirku. Padahal Bara junior udah berontak ga keru-keruan. Protes untuk segera 'nempel-nempel' di tempat hangat dan lengket.

Tapi itu tak bertahan lama. Kontol, maksudku Kondisi.. harus ber-Toleransi.
Karena.. rute ditempuh adalah jalan tanah yang jelas tak rata.. akhirnya aku 'harus mengalah' dengan –awalnya sih megang pinggang si bapak pengemudi..– memegang kedua pinggul Kaka.

Lembut. Hangat.. Jihaaa..!

Rieka langsung ngerespon –negatif..– dengan mencubit tanganku.
“Aduh. Sori Ka..!” Teriakku kesakitan campur Mupeng di tengah bising gerungan sepeda motor.

Rieka menolehkan wajahnya ke kiri belakang. Matanya mendelik. Tapi sekilas kulihat senyum di bibirnya. Entah berarti apa.

O, ya.. ketika itu Kaka mengenakan kaus oblong ketat lengan pendek, bergambar lambang bendera Inggris.
Sementara bawahannya legging hitam selutut ditutupi celana lapangan pendek.
Untuk rambutnya yang sepinggang, Rieka menutupi dan memasukannya ke balaklava/seibu yang ia kenakan sebagai topi.

Sesekali kuremas nakal pinggiran pinggulnya.
Dapat pula kuhidu aroma harum rambutnya ketika sesekali Kaka menolehkan wajahnya mengimbangi gerakan sepeda motor yang bergerak terhentak.

Setelah beberapakali remasan lembut di pinggangnya.. aku mulai makin nakal.. dengan menaikkan rayapan tanganku di samping bawah payudaranya.

Wow.. lembut dan gimana gitu.
Meski dari luar kaus yang dikenakannya, tapi kelembutan tubuhnya itu telah sukses menegangkan otot di selangkanganku. Sukses berat.

Perlahan namun pasti.. naga kecil yang tengah mbalelo dan berontak di celanaku mengeras dan menuntut kehangatan seperti yang didapatkan kedua telapak tanganku.

Dibantu goncangan sepeda motor yang sesekali terlonjak-lonjak di jalan tanah berlubang itu..
dengan suka cita kurapatkan tubuh bagian depanku ke tubuh hangat Rieka bagian belakang.
Serentak dengan telapak tangan yang meremas lembut kaki bukit Serelo.. eh, kaki bukit payudara Kaka.

Degh.. degh..! Kemaluan tegangku yang telah kubenahi orbitnya –yang tadinya melenceng beberapa derajat ke bawah..– menyentuh pinggul Kaka.

Aku ga pasti kena di mananya. Yang pasti dari beberapa tekanan tersebut ternyata telah sukses melelehkan precum di ujung penisku.

Saat itu aku sudah ga tau dan ga peduli lagi apa yang dipikirkan Rieka.. yang bersedekap tangan di depan payudaranya.
Mungkin melindungi benturan dengan punggung bapak pengemudi. Baguslah.. pikirku.

Sementara di bawah ada kegiatan tabrak-menabrak penis versus pinggul empuk..
di ataspun tengah terjadi remas-meremas telapak tangan versus payudara.

Meski masih dibatasi kaus oblong dan BH.. tapi rupanya sudah cukup membuat aku dan Rieka ngos-ngosan.
Tak ada lagi cubitan-cubitan di punggung telapak tanganku.
Kini digantikan kepitan kedua siku tangannya pada telapak tanganku.

Kedua lengan Kaka yang bersedekap di dadanya.. menyisakan dua siku yang tertekuk.
Dua sikunya itu dia gunakan untuk menekan, 'mendekap' pula punggung telapak tanganku.. yang meremas lembut bongkahan susu di dadanya.

Hingga dapat kurasakan cup BH-nya agak bergeser ke atas.. dan bisa kurasakan putingnya yang mulai mengeras.
Sesekali wajahnya menengadah.

“Nghh..!” Sayup kudengar suaranya mengerang halus, seperti menahan sesuatu.. ketika sesekali pilinanku di puting payudaranya dirasanya agak keras akibat lonjakan motor yang melewati jalan berlubang.

Sekitar 20 menitan aksi tabrak-menabrak dan remas-meremas di atas jok motor itu kami nikmati.
Kami..? Aku aja kalee..! Hehe..
Hingga akhirnya tersadar dengan berhentinya motor yang kami tumpangi.

“Woii.. cepetan. Udah sore..!” Teriakan Agun menyadarkanku bahwa kami masih di atas motor.
“Eh.. Ngh.. iya..” jawabku cepat sambil menurunkan carrier.
Langsung pula kubantu Kaka yang terlihat lemas turun dari motor.

Apa mungkin dia orgasme, ya..!? Pikirku.. saat kulihat tanpa kentara Dia membenahi BH-nya.. hasil grapa-grepeku barusan.

Halus dan ga kentara banget cara Kaka membenahi posisi BHnya. Dasar Wanita..!
-------------------------------

Sekilas Mengenai Laki-Laki yang Menyiapkan Kematian Kenangan

Namaku Bara, lengkapnya Bara Magma.
Aku ga pernah tau apa dan kenapa diberi nama aneh dan unik seperti itu dari orangtuaku.

Namun aku mencoba.. dan berhasil mencari sendiri apa makna dan arti namaku tersebut.. berdasarkan Etimologi.. atau cabang ilmu bahasa yang menyelidiki asal-usul kata serta perubahan dalam bentuk dan makna.

Bara dapat berarti benda, barang, atau sesuatu –arang..– yang terbakar dan masih mengandung api.
Sedangkan Magma adalah lelehan batuan pada kerak bumi yang sangat panas.

Jadi.. silakan maknai sendiri, apa arti dan makna namaku itu. Hehe..

Usiaku saat ini ganjil –bukan genap..– 45 tahun.. jika dihitung menggunakan hitungan bulan/Qomariah tahun Hijriah.
43 tahun ketika menggunakan hitungan Masehi.

Aku kini hidup tenang dan penuh damai di sebuah kampung terpencil. Amateramatsangat terpencil.
Jauh dari silang sengketa, iri, dengki, ambisi..! Damai yang benar-benar penuh kedamaian.

Jujur saja, aku dianugerahi kecerdasan di atas rata-rata. IQ-ku saat dites ketika kelas 5 SD sekitar 160.
Tes IQ tersebut sebenarnya aku jalani untuk mengikuti ujian pula. EBTANAS. Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional.

Ujian Akhir yang seharusnya dijabanin oleh siswa kelas 6. Jadi aku mengikuti Kelas Akselerasi, istilahnya.
Ga tau sekarang. Masih ada ga lompat kelas, atau akselerasi seperti zamanku SD dulu..!?
So, aku ga pernah 'nyicipin' yang namanya kelas 6 SD. Dari kelas 5.. aku langsung loncat SMP.

Semua berawal dari tanteku Rena, yang paling suka memanjakanku dengan membelikan majalah-majalah anak-anak yang tren pada zaman itu.

Setiap minggu. Tiapkali dia pulang kerja sebagai sekretaris di sebuah Perseroan Terbatas di Kotaku.. belum sempat dia berganti pakaian, aku telah menyambutnya di depan pintu rumah..

Bukan menyambut kepulangannya.. melainkan segera merebut gulungan majalah yang dibelikannya untukku.
Karena itulah makanya.. bukannya sombong, sejak usia 4 tahun aku sudah bisa membaca. Lancar.

Celakanya –atau malah untungnya..?– sejak usia itu hingga menjelang SD.. aku jadi lebih cepat mengenal yang namanya seks.
Dari mana lagi jika bukan dari ‘kegilaan membacaku’ yang tak mengenal batas.

Mungkin hal itu yang mengakibatkan di usia 4,5 tahun aku 'DO' dari Taman Kanak-kanak.
Bosan. Itu alasanku.
Sekolah kok cuma nyanyi dan main prosotan doang. Pikiran kanak-kanakku yang beropini.

Aku ngambek.. ga mau sekolah..! Aku demonstrasi, eh.. maksudku maksa Ortu untuk memasukkanku bersekolah di Sekolah Dasar.

Nah, ortuku lalu berusaha mendaftarkan aku ke beberapa sekolah yang tak jauh dari kediamanku.
Hasilnya.. dari beberapa sekolah dasar yang ada di dekat rumah kami saat itu.. sukses.. ga ada yang mau nerima.

Jelas saja. Zaman itu masih pake ukuran tangan melingkar di atas kepala menyentuh telinga.
Ditambah dengan profilku yang memang masih Balita, eh.. sudah ampir 5 tahun, kog.. berpostur kurus, hitam.. ahh.. sawo matang ngkali ya..!?
Itu yang menambah alasan sekolah-sekolah tersebut menolakku menjadi siswanya.

Coba hari gini..! Berbekal dengan kemampuan membaca yang sudah kumiliki saat itu, meski usiaku belum masuk usia sekolah.. pasti tetap diterima, ya ga..!?

Akhirnya semangat dan keinginan bersekolahku kesampaian juga.
Uwakku yang bekerja sebagai sipir penjara anak di kotaku.. memberi kabar yang membuatku tersenyum 7 hari 7 malam. Hehe..
Dia bilang.. ada SD baru buka di dekat tempat kerjanya. Agak jauh, sebenarnya, sih..!

Untuk bisa sampai ke sekolahku tersebut.. aku harus naik ‘bus kepala buaya’ sekitar 10 km dari pusat kota.
Perjuangan menuntut ilmu baru saja dimulai.
Sebab aku harus pula berjalan kaki.. dari tempat aku diturunkan 500 meter di depan gerbang Lapas Anak tempat uwakku berdinas sebagai sipir penjara.. melewati jalan tanah, yang kadang seperti bubur tanah liat ketika musim hujan.. hampir 1 km lebih.

Dan tolong diingat sodara-sodara.. usiaku saat itu baru 4 hampir 5 tahun kurang lebih.

Memang sih, terkadang uwakku berbaik hati mengantarku ke sekolahku tercinta.
Ketika dia dinas Pagi, dia mengantarku.. berboncengan menggunakan sepeda Ontel, pinjaman kepunyaan pemilik bengkel sepeda.. –kurasa satu-satunya bengkel sepeda di sana..– di dekat Rutan Anak itu.
Maka sampailah aku di sekolah ‘menuntut ilmu’. Hedew.

Hingga akhirnya aku yang memang punya IQ di atas rata-rata, apalagi jika dibandingkan teman-temanku di SD terpencil tersebut.. jadilah aku Juara Umum.

Berbekal predikat 'juara umum' itulah, aku akhirnya bisa dipindahkan orangtuaku ke sebuah SD favorit di ‘kota’.
Yang tentu saja lebih dekat dengan rumah.

Seingatku.. pada masa itu semua bacaan untuk anak-anak yang masih bisa dihitung dengan jari.. seperti Si Kuncung, Bobo, Ananda dan beberapa lagi yang hilang timbul.. sama seperti ingatanku.. sudah aku baca. Semua.

Begitupun bacaan berupa komik.. lebih banyak saduran atau ditranslate dari luar, seperti Album Walt Disney dari Amerika, Tintin, juga Eppo yang berbasis bahasa Belanda pun kusantap..!

Jadi, untuk memuaskan dahaga akan bacaan.. aku yang saat itu baru bisa membaca, tak memilih-milih.
Semua yang kutemukan dan bisa kubaca, kubaca.

Dari kitab kumal, kertas bungkus kacang, Ramayana, Mahabaratha, baik yang berupa tulisan melulu hingga komiknya karya RA Kosasih. Kubaca.

Serial komik karya komikus negeri sendiri.. seperti Gundala, Si Buta Dari Gua Hantu, Laba-laba Merah, Godam, Jaka Sembung dan atau superhero-superhero DC dan Marvel Comics-pun kulahap-baca..!

Cerita-cerita Silat karya Asmaraman Kho Ping Hoo, buku-buku Petualangan Si Ketua Suku Apache, Winnetow dan sahabatnya Old Shatterhand karya Karl May, Sherlock Holmes.. hingga akhirnya secara ga sengaja, aku menemukan buku kumal di bawah kasur Om-ku..
Berjudul Nick Carter.

Bahkan kelak.. di kelas 3 SD, di usia 7 tahun.. aku menemukan buku-buku stensilan dan akhirnya menemukan dan membaca Enny Arrow..! Ugh.

Bacaan-bacaan erotis yang pada mulanya ga kumengerti jika ga melihat gambarnya seperti di komik-komik.. akhirnya mulai kupahami sedikit demi sedikit.
Rangsangan aneh.. nikmat dan tak kupahami.. namun mulai membara, membakar, menggelitik rasa ingin tauku.

Walah.. malah kepanjangan nih open-openan ala Narciscus masa kecilnya.
Hehe.. sori pembaca. Setidaknya pembaca jadi ngerti latar belakang yang menjadikan aku 'maniak cipet'. Itu saja, kog.
-------------------------------
 
Terakhir diubah:
Magma Gairah Sang Bidadari

Kriukk.. krrukk.. rrukk..! Tiba-tiba bebunyian perut yang kosong terdengar di tengah ’kesenyapan’ kami.
Dalam keremangan malam itu aku masih bisa melihat senyum malu yang terbit dari bibir Kaka. Ya, itu bunyi keriukan perutnya yang minta diisi.

“Hehe.. Eh.. Ka, itu tadi abang bawa coklat juga, loh..” ujarku membuka percakapan dan berusaha mengalihkan suasana agar Rieka tak terlalu malu.

Lagipula cukup lama aku mendambakan situasi semacam ini.. Eh, maksudku situasi berduaan dengan mahluk indah dan cantik seperti Kaka.
Bukannya situasi ‘terjebak’ di sebuah teras cerukan dinding tebing, diterpa dingin angin malam.. hehe..

“Ehm.. iya. Makasih ya, bang..” balasnya.
Hmm.. lumayan. Mulai ada suaranya sang bidadari ini.. batinku senang.

“Youre welcome..! Tapi memang kamu tadi beneran ga papa, kan..?”
Tanyaku sambil memperhatikan gerakan luwesnya merogoh ransel logistik, mencari sebatang coklat yang kubawa.

Hmm.. bisa luwes juga ternyata si tomboy satu ini.. “He-eh..!” Lagi-lagi cuma anggukan kecil yang dia peragakan sebagai jawab.

Srekk.. srett..! Bunyi sobekan bungkus coklat saat Kaka membukanya.
Ctekk..! Dipatahkannya batangan coklat, lalu tanpa bersuara ia menyodorkan potongan coklat padaku.

Pikiran mesumku terbit tiba-tiba. Peluang memulai SSI yang kentang tadi sore terlintas cepat.

Berpura-pura tak bisa melepaskan pegangan pada dinamic rope yang kujadikan ’dudukan’ seperti duduk di sebuah ayunan..
aku mencondongkan tubuh bagian atasku ke arah Kaka.. jadi seperti berayun dengan kedua tangan di atas kepala kiri-kanan, berpegang pada tali.

Otomatis tubuh bagian atasku dari bahu hingga kepala mencondong ke depan.. mendekat, bahkan teramat dekat dengan ajuan jemari Rieka yang memegang potongan coklat.

”Ehh..!?” Serunya terkaget ketika hampir 2 buku jarinya dengan mulus nyelonong masuk mulutku.

”Hmmm..” Langsung kucecap patahan batang coklat di ujung jemarinya.. kukulum lembut beserta dua buku jarinya sekaligus.

Dari kuluman bibirku di jemari lentik sang bidadari itu dapat kurasakan tiba-tiba lengan Rieka yang berbulu halus itu seketika meregang..
Tegang seperti teraliri aliran listrik, tepatnya.

Kutatapi binar matanya di sedikit cahaya bulan dan bintang yang membias ke ceruk di dinding tebing serupa teras sempit itu.
Tanpa melepas emutan di jemarinya.. kunikmati coklat yang meleleh. Nikmat.

Sabar.. jangan terlalu bernafsu, Barr..! Sabar..! Bukankah orang sabar itu pantatnya.. eh, rezekinya lebar..!? Hehe..
Jelas aku tak ingin terburu.. Aku masih pingin menikmati momen itu selama mungkin.. senikmat mungkin

Dan anehnya, Kaka tak pula menjauhkan tangannya.. eh, coklat di jemari yang asyik kuemut..
Entah apa yang ada dalam pikirannya saat momen langka itu dia perankan.

Siku lengan yang sebelumnya membentuk sudut 30 derajat.. perlahan melemas..
bergerak pelan ke arah tubuhnya, ke arah wajahnya yang kupikir saat itu mungkin memerah atau memucat..?

Suer.. aku ga tau dan ga mau tau.

Perlahan lengan sang bidadari membentuk sudut 60.. 70.. lalu 80 derajat..
Lengan atasnya bergeming.. bersama lekat 2 pasang mata kami yang bersitatap tak berkedip.
Saling melempar kilatan-kilatan serupa percakapan penuh makna.

Entahlah. Entah berapa persen campuran rasa yang menggeluduk. Tergodok makin panas.
Cintakah.. Nafsukah..!? What the Hell..!

Sementara itu gemuruh dan degub jantungku membahana di jeroan dada.
Deg. Dug. Deg..! Gedebugan.. mirip bedug pada malam takbiran..

Seiring gerakan lengannya yang kian mendekatkan wajah kami..
tanpa kentara akupun melepas pegangan pada tali di kedua bentangan kiri-kanan atas kepalaku.. kini kedua telapak tanganku bertelekan pada dinding tebing.

Wajahku dan wajah Rieka yang aku yakin telah merona.. telah pula sedemikian dekatnya.
Wajah kami hanya dipisahkan oleh gapaian lengan atas Kaka yang jemarinya masih kuemut lembut.
Padahal.. tiada lagi lelehan coklat tersisa di situ.

Ya, kunikmati benar-benar momen-momen mendebarkan dan langka itu penuh perasaan.

Kriukk.. krukk.. rrrukk..!
”Ehh..!” Kaka tersipu. Menutup mulutnya dengan telapak tangan kiri, meredam tawa.

”Hahahaha...!” Aku sontak tertawa.. hingga terlepaslah emutan di jemari Rieka.

’Keroncong Kelaparan’ dari perut Kaka seketika menginterupsi momen ’penuh magma dan gairah' di pertiga malam itu.
-------------------------------

Accidentally Intercourse

Malam merangkak tanpa dapat dicegah.
Derik jangkrik ditingkahi suara binatang-binatang malam seperti bergema di seluas ladang hamparan kebun kopi dan hutan di bawah sana, bersahut-sahutan.

Krurr.. krurr..!
Sesekali terdengar ceracau burung hantu di satu sisi Bukit Serelo.. disahuti burung hantu-burung hantu lain dari sisi lainnya.

Dan.. setiapkali burung-burung hantu itu ’berkicau’.. maka lengan kananku dekat siku akan terasa dicengkram jemari sang bidadari di depanku.
Bahkan kini dapat kurasakan kenyal dan kelembutan bongkahan daging dadanya.. ketika dia rapatkan ke busungan payudaranya.
Dia remas sesekali otot bisep di lenganku.. seperti bersamaan, seirama.. tiapkali terdengar suara burung hantu.

Hmm.. ada ’takutnya’ juga rupanya bidadari tomboy ini, ya..? Hehe..

”Kenapa, Ka. Dingin..?” Tanyaku pura-pura tak menyadari kecemasan Kaka rasakan.
”Ngh.. ga papa, Bang..” ia melepas perlahan cengkeramannya di lenganku.

Srett.. wukk..! Kutarik ritsleting sleeping bag, membukanya. Sekejap membentangnya untuk kemudian kuselimutkan ke tubuh Rieka.
Untung saja aku ga salah ngambil sleeping bag. Pikirku. Pasti yang dipake Agun di atas sana adalah Mummy -Sleeping- Bag.
Sebab yang kupakaikan untuk Kaka sekarang adalah sleeping bag segi empat, yang jika dibuka ritsletingnya bisa dijadikan selimut.

Sekedar tau.. Secara global ada 2 jenis sleeping bag yang dibagi lagi menjadi 'down fill' dan 'synthetic fill'.
Mummy Bag mempunyai insulasi yang lebih efektif.. sedangkan yang berbentuk segi empat lebih nyaman dan banyak ruang.
Untuk di negeri panas/tropis seperti di Indonesia, maka sleeping bag segi empat adalah pilihan paling tepat.

Namun jika kemping di tempat dengan suhu bervariasi.. idealnya sih punya kedua-duanya.
So, kalo untuk mendaki gunung.. maka bentuk mummy adalah yang paling pas. Karena paling cocok dipake sorangan, alias satu person saja.

Scrash..! Kilas lidah kilat berkilau sesekali di lanskap Utara. Please Tuhan.. jangan dulu hujan.. batinku lirih.

Pada cercahan cahaya lidah kilat yang mulai sering muncul.. 2 pasang mata kian intens bersitatap.
Aku yakin.. jika sinar mataku lebih menyiratkan gairah dan birahi.. ketimbang cinta.

Entah dengan sinar mata Kaka. Aku Cuma mengartikannya satu makna. Magma Gairah.

Dengan lembut dan hati-hati aku menariknya mendekat dan langsung menyerbu mengulum bibirnya, kami berciuman.
Seperti tenggelam dalam pusaran pelangi. Seketika.. laksana terhenti waktu bagiku. Damai tapi Bergelora. What a taste..!!

”Mmhhff..!”
”Hmmhh..!”
Cuma lenguh, erang, rintih dan bunyi cercapan pertemuan bibir kami yang terdengar.

Aku dengan gairah yang tak tertahankan..
Sementara Kaka dengan respon malu-malu dan kurasakan seperti tertahan-tahan.

Mungkin memang sudah karakternya Kaka.
Seperti juga pada kondisi kesehariannya yang ’mahal suara’ begitupun pada situasi ’genting’ saat itu..

Tanpa dikomando.. secara naluri tubuh kami bergerak menyeimbang.. masing-masing bergelayutan pada rope yang tertahan safety anchor.
Berat tubuhku mendorongnya bergeser, setengah terbungkuk dan terjajar.. bersandar pada dinding tebing bagian dalam.

Sementara itu.. seat harness yang dikenakannya menjadikan posisi Kaka seperti duduk bergantung pada rope/tali.. seperti tergantung sekira 50an cm dari lantai teras tebing.

Lidahku menari, mengarungi kedalaman mulutnya.. membeliti lidahnya.. sesekali.. lidah itu menegang dalam isapan kuat yang kulakukan.
Lenguhan lirihnya seperti menyanyikan kepasrahan.
Tangankupun tak tinggal diam, mulai bergerak merambah tiap sentimeter tubuhnya.

“Shit..!” Sulit banget bergerak dalam ruang sesempit ini. Rutukku dalam hati.

Crekk.. prugh..! Geseran rope dan benturan carabiner yang berbunyi akibat gerakanku dan Rieka.. tak mampu menyadarkan kami..
Bahwa saat itu.. tengah berdekapan dalam magma gairah yang menggelegak.. bergelayutan di ketinggian.
Puluhan meter di atas tebing. Di suatu ceruk serupa teras.. di dinding tebing Bukit Serelo..!
-------------------------------

Kurapatkan tubuhnya pada dinding tebing. Kutekan-tekan tubuh sekal yang menegang di pelukanku itu.
Dadaku menekan kesekalan payudara Kaka. Pinggul dan selangkanganku menekan selangkangannya.

”Heghh..!” Lenguhku tak mampu kutahan.. ketika kepejalan penis yang telah menegang menumbuk-numbuk kehangatan bukaan kedua paha Rieka yang telah berada di atas keduabelah pahaku.

Tiba-tiba.. “Auhh..!” Teriaknya lirih. Sepertinya ia kesakitan. Kepalanya sedikit tertengadah dengan punggung menjauhi dinding tebing.

“Eh.. oh.. kenapa Ka..?” Tanyaku kaget mendengar seruan lirihnya. Kan belum dicoblos ‘cipetmu’ Ka..?
Yup. Jangankan ’pencoblosan..!’ Pakaian yang kami kenakan pun masih lengkap.

“Ngghh.. punggungku, bang. Kena cadas..” bisiknya terengah.
Busett..! Aku lupa jika sedang ‘memepet’ tubuhnya ke dinding tebing.

Aku masih mengenakan sepatu, oblong hitam lengan pendek, potongan celana lapangan pendek.. yang bisa dilepas bagian bawahnya serta tentu saja CD yang telah sesak oleh demonstrasi sang prajurit berhelm Darth Vader. Penisku.

Rieka pun masih dengan stelan climb-nya.
Sepatu panjat, kaos oblong lengan pendek berlambang bendera Inggris, slack.. atau legging hitam selutut.. dan CD yang basah.

Basah..!?
Ahaii.. kog aku bisa ga inget kalo lepitan nikmat di selangkangan Kaka ternyata juga telah membasah ketika bersentuhan tadi, ya..?


Tingkat kesulitan bergerak di media 1.3 X 1.8 meter.. membuat kurang leluasanya kami.. Kami..!? Aku aja kalee..! Hehe..

Akselerasi permesuman jadi sangat terhambat dan tersendat-sendat.
Cuma dua tangan yang dapat sedikit lebih luas ’menjangkau-jangkau sesuatu'.
Itupun dengan resiko tergores batuan dinding tebing.. yang jelas tak rata bahkan tajam. Uhh..

Perjuangan merebut kemerdekaan.. eh, merebut kenikmatan.. baru saja dimulai, sodara-sodara..!
Prajurit berhelm Darth Vader di selangkanganku sudah melancarkan aksi ’unjukrasa..!’
Ia menggelar demonstasinya sampai mengejat-ngejat hingga terserang ’flu burung..!’ Shit.

Damn..! Ga sabar banget, sih..!? sergahku sengit.

Aku tau aksi demonya itu.. sebab helmnya sudah basah.. sah.. sah..!
Ingusnya, alias cairan precum sudah meleleh dan mengenangi.. eh, membeceki.. lebih tepatnya.. di kedua lepitan pahaku..!

”Ouh.. maaf. Coba angkat dikit tangannya, Ka..”
Ujarku sambil dengan hati-hati agar tak melorot dan jatuh.. mengangkat bentangan sleeping bag yang tadinya menyungkupinya.

Srett..! Kutarik ritsleting.. menutup bentangan sleeping bag menjadi lebih tebal. Lalu kuposisikan kembali di belakang punggung Kaka.
Setidaknya bisa sedikit meredam gesekan antara punggung Kaka dengan dinding, kan..? Pikirku senang.

Dengan posisi seperti berpangkuan berhadapan di sebuah ayunan.. kembali kupeluk tubuh indah sang bidadari.
Punggungnya sekarang berjarak kurang lebih sejengkal dari dinding tebing.
Mana kumau menyaksikan ringis kesakitan sang bidadariku ini. Kecuali ringisan kenikmatannya.. itu baru oke..! Hehe..

Kurasakan kedua tungkai lengannya di samping kiri-kanan leherku. Telapak tangannya seperti meremas gemas.. tapi ragu, punggungku.
Sementara degub jantung kami kian bergedebug. Membahanakan gairah pada malam berangin.
Dingin yang makin menghangat, membakar. Masing-masing kami pasti dapat mendengar dan merasakan hal itu.

Kembali kusambar bibirnya dalam ciuman penuh gairah. Campuran rasanya seperti diblender. Sungguh.
”Nghh.. mmhh.. uhh..!”

”Mmhh.. mmffhh..!”
Dengan penuh kesabaran aku menuntun gairahku. Mendaki, memanjati tebing birahi kami.

Jemari tanganku mulai merambah tepian kaos bawah Kaka..
Keempat jari.. eh, delapan.. dong.. telah berhasil menyelusup ke daerah musuh.. meninggalkan 2 ibu jari pada rimpel luar oblong yang dikenakan Kaka.

Kunikmati beberapa jenak kehalusan.. kemulusan sebagian kulit pinggang.. punggungnya.. lekukan indah pinggulnya.. tanpa sekejap pun melepaskan pagutan bibir kami yang berdecak.. bertukar ludah.. berbelitan lidah.

Kedua telapak tangan Kaka kurasakan telah pula berpindah orbit.
Jika tadi masih di samping leherku.. kini yang kanan telah berada di dadaku. Menyentuh kulitku langsung. Meremasinya.

Entah apa yang dicarinya di sana. Di dadaku yang kurus.. -untuk tidak bisa dikatakan kerempeng- itu. Hehe..
Sedangkan tangan kirinya juga telah menyelusup dari bawah kaosku.. merengkuh punggung..
Seakan ingin menekan tubuh bagian depanku untuk lebih rapat dalam dekapnya.

Ughh..! So hot and nice..!
--------------------

”Hmhh.. heh.. heh..!”
”Egh.. heh.. heh..!”
Sejenak tautan bibir terlepas. Terengah. Saling mengatur nafas masing-masing.

Kubalas tatap mata sayu setengah redup yang tertangkap di tiap pecahan kilasan kilat itu.
Mereka-reka..
Meski tak pasti..

Kubaca sinar mata lembut tanpa kedip.
Ohh..
Ada gairah di situ. Sama.
Ada ’cinta’ di sana. Semoga.
Ada permohonan sepertinya.. mungkin.

Ahh..! Anehnya.. tiba-tiba saja aku teringat sebuah sajak..
Sajak yang ditulis seorang penyair pemberontak.. yang ga pernah mau memunculkan dirinya ke dunia kang-ouw sastra Indonesia.

”Aku bukan penyair..” katanya.. ketika kutanya.
Ia teman Wiji Thukul. Seorang aktivis yang ’diamankan’ pemerintah Soeharto. Hilang. Tak ada kabar. Hingga sekarang.

Seperti begini sajaknya.. seingatku..

// sajak embun //

-- melihat embun tiris di matamu
ketika bait sajak mengaliri bibirmu --

: aku ingin bulan terus mendekap malam
hingga pagi tak mau menatap
agar dapat terus kurasakan
embunmu
selalu datang di kala gelap...

.. dan akan aku nikmati hadirmu
di paruh waktu
meski aku harus jadi gasing angin
diterpa deru badai berkabut.
ahh,
bukan salahmu
jika ada asmara mendera..!


Ya, saat itu. Ketika 2 pasang mata bersitatap itu.. aku merasa seperti diterpa angin yang membawa embun. Begitu menyejukkan.

Sudahlah. Itu persoalan hati. Biar nanti diurus oleh Hati.
Sekarang kan sedang urusan perselangkangan. Jadi biar diurus oleh member’s of selangkangan..! Uyee..! Hehe..

So.. kembali ke situasi ’emergency’ di tebing Bukit Serelo.

Petualangan jemari tanganku di tubuh Kaka makin jauh.
Merambah daerah-daerah yang mampu membakar gairah dan menggeliatkan prajurit mbalelo di selangkanganku.
Senti demi senti.. inci demi inci..

”Nghh.. Banghh..!?” Erang serupa desah lirih terlontar begitu saja, tanpa disadari Kaka.

”Mhh.. ya..?” Balasku menikmati desahnya.
Menikmati lembut tepian kaki bukit payudara di bawah ketiaknya.. di ujung jemariku. Semuanya.

Belum lagi usai desahnya.. cepat kusambar lagi bibir indah Kaka yang setengah terbuka. Kembali kami berciuman.

Kali ini tak lagi lembut-mesra seperti beberapa saat tadi.. kali ini lebih membara.. lebih bergelora.
Saling pagut, saling isap dan saling mengulum.

Kurasakan harum nafas Kaka yang berdesahan seperti berlomba dengan deru nafasku.
Nafas kami jadi seperti saling serobot.. seperti hendak saling mengalahkan.

Ahh.. bukan. Bukan untuk saling mengalahkan.. tapi saling ’merasakan..’ tepatnya.
Dua pasang bibir saling menekan memilin, bergantian mengisap-isap.
Lidah bergelut.. bergelung seperti dua naga kecil yang bermain-main di taman basah dan hangat. Mulut kami.

Berkali-kali.. kudapati Kaka seperti tersedak, seperti tak tahan kuperlakukan begitu bergairahnya.
Tetapi, anehnya.. berkali-kali pula ia kembali membalas.. mengulum bibirku..
Membiarkan lidahku bermain semakin jauh ke dalam mulutnya, menyentuh langit-langitnya.

Kupikir.. inilah saatnya untuk ’pertempuran frontal..!’

Kedua telapak tanganku telah ’memegang’ pinggiran tubuhnya..
Dengan kedua ujung Ibu jari tanganku kiri-kanan.. telah pula mendarat di lembah payudaranya..
tepat di belahan BH sport-nya.. di sebalik baju yang ia kenakan.

Mereka bersiap untuk menelusuri bukit-bukit indah di balik kaos itu.
Bukit-bukit yang tengah bergerak naik-turun, membusung penuh, kenyal-padat, hangat.. dan menjanjikan kenikmatan.

Kudengarkan dengan bergairah Kaka yang mengerang.. merintih, mendesah dalam pagutan kami..
Merasakan kedua buah dadanya yang saat itu mungkin bagai dipenuhi uap panas, bergulung-gulung seakan badai yang sedang melanda bumi.

Dia peluk leherku lebih erat.. makin ketat.
Bidadari itu membusungkan dadanya.. memajukan seluruh tubuhnya.. menghenyakkan kedua payudaranya ke arahku.
Ke dada kerempengku.

Ough.. apakah Ia ingin diremas lebih keras lagi, lebih bergairah lagi..!?
Tapi tunggu dulu, sayang. Aku belum pingin meninggalkan penjelajahan di bukit Serelo.. eh, bukit payudaramu, Ka.


Pleph..! Melepaskan tautan bibir.. Kutinggalkan manis mulut Kaka.
Kini perlahan kuciumi lehernya yang jenjang. Menciumi kulit mulus-lembut nan harum di bawah telinganya.

”Nghh..!” Rintih lembut Rieka makin sering terlontar, tanpa ia sadari. Tentunya.

Dan ketika kugigit cuping telinga itu.. kurasakan getaran tubuhnya.. berkejat.. seperti terkejut.
Tetapi tak kutangkap sedikitpun juga penolakan.
Apalagi kemudian kugigit pula lehernya.. pelan-pelan saja.. sih. Hehe..

Oh.. gelinjang nikmat tubuhnya seperti terpatah-patah ketika kuperlakukan seperti itu.
Itu membuatku bagai disengat-sengat bara kenikmatan yang membangkitkan api birahi.. semakin besar.

Kaka memajukan posisi duduknya di ’pangkuanku’ mengangkat sedikit tubuhnya.. sehingga mulutku kini semakin turun.

Ohh.. Kaka mengangkat kedua tangannya..!?
Berarti.. mengizinkan aku meneruskan ’perambahan’ bukit payudara empuknya..
Membiarkanku menaikkan kaosnya..!?

Tapi tidak, bidadariku. Aku tak ingin melepas kaos dari tubuhmu.


Kugulung ke atas dengan ’gulungan keluar’ kaos bergambar bendera Inggris itu.. perlahan.
Kuhentikan sejenak di sebatas BH sport yang dikenakannya.

Rrebb..! Kuangkat gulungan baju beserta tepi bawah BH sport-nya sekalian. Bergulung.. hanya bergulung di bawah tirus dagunya.
Blupp..! Segera saja kedua bukit buah dadanya membal.. menyembul keluar dari bawah gulungan baju kaos dan BH sport yang ia kenakan.

Dua bongkah payudara yang kenyal-padat itu terpampang.. indah sekali dalam keremangan malam, putih bersih bagai pualam bersinar.
Mungkin telah pula memerah dalam remasan gemas jemariku tadi-tadi.
Who care..!?
Sebab di sedikit cahaya seperti malam itu.. mana bisa aku tau perubahan warna kulitnya, ya ga..?
------------------------

Iritabilita

Tak kusia-siakan apa yang terhidang di depan mataku.. saat itu.
Kucecap.. kuisap dan kugigit-gigit kecil puting payudaranya yang segera mengacung tegak oleh sayatan lidahku..

Kutenggelamkan wajahku di lembah harum di antara dua bukit indah itu.
Hmm, tubuh bidadari ini penuh keharuman.. aromanya seperti bedak yang biasa dipakai bayi.

Sungguh menggairahkan rasanya.. menghidu ruap keringat bidadariku ini.
Menciumi dada ranum yang telah agak basah oleh keringat itu. Terlalu menggairahkan.

Meski aku tau.. beberapa saat ketika kami ’the three mustiker’ sedang mendirikan tenda dan merapikan peralatan, Mpi dan Kaka sempat menyelinap ke mata air..
Tapi kan.. belum tentu mereka mandi. Pun belum tentu tak mandi. Hehe..

Dengan segenap konsentrasi.. gemas kuremas, kupijat, kutekan.
Sementara itu jemari tangan kananku bermain ringan di atas puncak payudara kirinya. Memilinnya dengan penuh perasaan.
”Nghh.. hhh..!” Kaka mengerang. Halus. Lembut, nyaris tak terdengar.

Dengan gemas, kugigit sedikit daging di pangkal salahsatu payudara sang bidadari.
"Ugh.. Banghh..!” Kaka merintih. Lirih dalam geliat gairah yang mulai mendidih.

Tubuh indah milik sang bidadari itu menggelinjang ke kiri.
"Ahh..!” Desahnya.. ketika mulutku naik dan mengulum puting sebelah kiri.

"Nghh..!” Kaka kembali mengerang ketika kuremas payudara sebelah kanannya. Tubuh bidadari itu bergeser ke kanan.

Begitulah terus. Ke kiri. Ke kanan. Ke kiri ke kanan.
Gerakan-gerakan Kaka itu menimbulkan gesekan nikmat di bawah sana.. di tempat selangkangannya yang terhenyak rapat di pangkuanku.

Ada cairan bening tipis mengalir pelan dari dalam tubuhnya.. membasahi celana dalamnya. Sama dengan celana dalamku.
Ada rasa hangat turun bersama aliran itu. Ada rasa geli-nikmat yang merayap perlahan ke seluruh penjuru tubuh..

Dan aku yakin.. itu terjadi pada tubuh kami berdua, baik tubuh/jasadi keperempuanannya Kaka –dia kan rada-rada tomboy.. hehe..– maupun tubuhku.

Perbedaannya cuma di beberapa titik saja, ya kan..?
Pada tubuh perempuan yang memang tercipta sebagai mahluk yang indah.. memang jauh lebih banyak titik-titik erotis yang dapat membangkitkan sensualitasnya.
Iritabilita. Titik-titik yang Peka Terhadap Rangsangan.

Lalu legging yang dikenakan Kaka tergulung sudah.. entah oleh tanganku atau oleh tangannya sendiri.
Tidak jelas lagi, siapa melakukan apa dalam pergumulan bergairah yang tak terkendali ini.

Gulungan elastis legging Kaka itu melintir ke bawah.. bergulung di kedua batang paha lencirnya..
meninggalkan seutas kain nilon tipis yang telah basah di sana-sini.
Menjeplakkan belahan bibir kewanitaannya dengan indah di sana. Ahh.. sungguh menggairahkan.

Kedua tanganku kini ada di bawah. Yang satu meremas-remas di belakang.. yang lain menyelusup ke depan.
Setelah itu kuselusupkan kedua tanganku.. masuk. Merambahnya pelan dari belakang.

”Nghh.. ahh.. banghh..!”
Kaka mengerang.. merasakan tanganku itu mengantarkan kehangatan ke bagian belakang tubuhnya yang semok-penuh-padat itu.

Kunikmati rintihannya ketika aku meremas-remas bagian itu, seakan-akan sedang memeras buah.. hendak mengambil airnya. Intisarinya.

Bidadari itu semakin memajukan duduknya.. semakin rapat menempelkan bagian bawah tubuhnya yang telah sedemikan hangatnya ke pangkuanku.

Malam yang tadi berkilat.. di tengah kesiur angin.. harusnya dingin.. kini terasa semakin panas.
Keringat muncul di beberapa bagian tubuh kami.. di ketiak, di punggung, di tengkuk.

Beberapa saat setelah itu.. –mungkin telah terpancing gairahnya..– berpegangan pada rope di samping atas kepala..
Kaka lantas agak mengangkat sedikit tubuhnya, tidak lagi benar-benar duduk di pangkuanku..

Oho..! Ia memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kedua telapak tanganku itu.

So, dengan penuh gairah segera kumanfaatkan keleluasaan yang ia berikan itu semaksimal mungkin.
Kugulung turun perlahan kain nilon tipis yang menutupi belahan nikmat itu.. bergabung dengan gulungan lengging di dengkulnya.

Antusias jari-jariku mengusap-menelusupi kewanitaan Kaka yang terasa panas membara.
Mencari-cari liang basah yang ingin segera kutembusi dan berkubang di dasarnya.

Bidadari itu menggelinjang hebat ketika ujung jariku menyelinapi.. menyentuh-nyentuhi bagian-bagian yang sangat sensitifnya di bawah sana.
Rasanya, bagian-bagian itu telah berubah seluruhnya menjadi ujung saraf belaka, tidak dilapisi apa-apa..
sehingga setiap sentuhan, seberapa pun ringannya.. sanggup mengirimkan sentakan-sentakan kenikmatan ke seluruh tubuh.

Lalu ritsleting berikut kancing celana lapangan pendekku juga telah terbuka..!?
Sekali lagi, aku ga sadar.. entah siapa yang melakukannya. Mungkin aku sih.. mungkin juga Kaka, mungkin kami berdua. Entahlah.

Yang pasti.. Prajurit Mbalelo berhelm Darth Vader itu tahu-tahu juga sudah di luar.. mengacung tegak berdenyut.
Meneriakkan Heill Hit.. eh, ’hibaannya..’ maksudku.. untuk bertemu si Cipet, pasangannya.

Loe pikir aku ga pengen, apa..!? Dasar kontol..! Sergahku keras pada si prajurit gebleg itu.

Eh, tanpa kuduga samasekali.. Kaka meraihnya dengan gemas..!? Hmm, agak bercampur ragu, kurasa.
Sebab dapat kurasakan betapa tangannya sedikit tersentak..
mungkin merasakan betapa tegang dan hangatnya otot-kenyal yang mungkin juga menggairahkannya itu.

"Ughh.. Kaa..!" Tanpa kusadari aku mengerang.. ketika merasakan tangan halus lembut meremasnya pada bagian yang sangat sensitif, di ujung yang telah sedikit basah pula.

Entah keberanian dari mana.. mungkin naluriah saja.. tangan Kaka menuntun kejantananku ke depan kewanitaannya.. tepat di rekahan parit bibir vagina.

Oh, Kaka menggosok-gosok belahan cipetnya dengan otot-kenyal padat hangatku itu.
Ough, rasanya.. nikmat sekali. Menggelitik-gelitik.. menimbulkan geli nikmat di mana-mana.


Dengan kedua tanganku.. kini menopang tubuh Kaka.
Kedua telapak tangan kujadikan tumpuan-landasan buat pantat telanjang sang bidadari.. menjadi penyangga.

Sementara itu.. satu tangan Kaka berpegangan rope di samping kepalanya..
sedangkan dengan satu tangan lainnya Kaka terus menggosok-gosokkan prajurit berhelm Darth Vaderku di lepitan nikmat cipetnya.

Pelan-pelan, kewanitaannya kurasa semakin menguak, semakin membuka..
Didesak-tumbuk helm Darth Vaderku yang juga kurasa mulai berkeredetan.
Apalagi dengan cengkraman tanganku yang juga ikut merentangkan bagian bawah tubuhnya itu.. membuatnya semakin terbuka.

Meskipun demikian.. bentang dan bukaan tungkai paha Rieka tak bisa lebih lebar lagi.
Pertama, gulungan legging dan CD nilon ’sedikit menghambat’ rentangan tungkai pahanya.

Kedua, posisiku yang seperti duduk di ayunan.. membuat aku tak punya landasan berpijak.
Sehingga tiapkali terjadi gerakan besar.. aku –dan Kaka yang kupangku berhadapan– seperti berayun-ayun.. bergelayutan di tebing.

Untung saja Kaka bukan termasuk orang yang mudah ’gamang’ atau takut ketinggian.
Soalnya, dalam posisi ’terpangku’ itu.. wajah dan pandangannya akan langsung berhadapan dengan lanskap bumi dan hamparan bayang pepohonan.
Sementara aku.. di posisiku, cuma dapat memandangi buram dinding tebing di belakang punggung Rieka.

Ketiga, jarak antara punggung Rieka dengan dinding tebing.. tak kurang dari satu jengkal saja.
Mau tak mau akan –meski masih sering..– saling berbenturan.. tapi tetap saja akan jarang menjadi sandaran punggungnya.

Sementara itu.. sang prajurit berhelm Darth Vader yang kenyal-tegang itu..
kini mulai menelusuri permukaan kewanitaan Kaka, menimbulkan rasa geli yang sangat nikmat.

Ahh.. membuat liangnya semakin membasah.. licin dan.. berdenyut-denyut pula.
Sesekali, ujung Prajurit berhelm Darth Vaderku menelusup sedikit ke lebih dalam.

Dalam sedikit cahaya.. kuperhatikan Kaka yang meringis.. terpejam merasakan tusukan-tusukan pendek kepala penisku menyeruak ke dalam tubuhnya.

Ahhh.. tapi jangan salah sodara-sodara..!
Aku pun juga terpejam-pejam dihajar ’siksaan nikmat’ pada ujung-ujung saraf di helm Darth Vaderku..
seperti dibelai-belai mesra sesuatu yang hangat dan lembut.

Unghh.. Betapa hangat, basah dan licin permukaan liang kewanitaan itu. Cipet itu. Betapa halus, bagai sutra.

”Nghh.. uhh..!” Kembali kudengar Kaka mengerang-merintih..
tetapi terus saja memainkan otot-kenyalku di tangannya, menggosok ke depan ke belakang, memutar-mutar.

Lalu pelan-pelan kuturunkan tubuh Kaka..
Crebb..! Menyeruak masuk. Terjepit nikmat sebatas leher.

Helm Darth Vader si prajurit mbalelo terselip rapat di bibir kemaluan.. yang kurasakan mengemut-emut lembut.
Seperti berusaha menyedotnya untuk lebih membenam. Lebih menghujam.

Ugh.. bibir cipetnya itu.. ohh..! Membelai lembut namun kencang dan rapat..
seperti mengulum-ngulum lembut helm Darth Vader prajurit mbaleloku yang tengah berjuang merebut kenikmatannya..!
Haha..

Ahh.. betapa, dinding liang hangat itu meremas kuat pada batang penisku..
seakan ingin membalas perlakuan hujaman otot pejal sang prajurit berhelm Darth Vader yang menggelusuri parit belahannya.

“Akkhh..!” Betapa merdu dan menggairahkan suara yang mengelus gendang telingaku itu.

Cuma sedikit saja.. mungkin cuma tiga senti. Tetapi ternyata itu sudah cukup membuat Kaka tersentak, mengerang..

Woww..!? Mungkin karena memang bentangan selangkangannya tak bisa dikangkang lebih lebar lagi.
Mungkin akibat tertahan gulungan elastisitas legging dan CD-nya.
Pikirku saat itu.

"Oughh..!” Lenguh Rieka.. lirih, ketika merasakan benda tumpul hangat di selangkanganku menyeruak lebih padat ke dalam tubuhnya.

”Rasanya sedikit perih, tetapi juga geli dan nikmat. Bercampur baur.. gitu, deh..!”
Ungkap Rieka di suatu perbincangan berdua usai bercinta. Mengejutkanku.

"Jangan.. banghh..!" Desah Kaka sambil berusaha mengangkat tubuhnya.
Tetapi bagiku.. cegahan itu bagai slogan belaka. Lain di bibir lain hati.

Bagaimana tidak. Sebab.. bagian tubuhnya yang tersumbat helm Darth Vaderku justru seperti mengemut..
mengisapnya.. meremasnya penuh mesra secara sporadis.
Rasa nikmat di bawah sana menahannya untuk bergerak. Maka akhirnya ia cuma menggeliat-geliat.

Aku pun demikian.. malah mungkin nikmatnya lebih dahsyat..
Aku cuma mampu mengerang pelan.. sensasi bercinta dengan situasi serba minim.. serba sempit.. serba terbatas..

Oh, hangat sekali di dalam sana.

Kurasakan helm Darth Vader prajurit mbaleloku dibalut entah oleh apa padanan rasanya.
Terlalu sukar untuk menggambarkan secara detail apa rasa yang menyelimuti saat itu.

Sempit.. tetapi juga licin. Mencekal erat.. tetapi juga berdenyut-denyut.
Ughh..! Nikmat yang tiada terperi.
-------------------------------

Ruang Paling Nikmat

Dengan kedua tangan kupertahankan posisi tubuh Kaka.. yang kini bagai mengambang:
antara atas dan bawah, antara kenikmatan dan kekhawatiran.

Mungkin Kaka juga merasakan nikmat luar biasa seperti yang aku rasakan.
Datang dari liang kewanitaannya yang kini bagai tersumbat otot-kenyal batang penisku.. si prajurit mbalelo.

Hingga tanpa sadar, ia menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan..
menyebabkan si sumbat yang tak lain prajurit berhelm Darth Vaderku justru semakin menyeruak dinding-dinding bagian dalam kewanitaannya.. menimbulkan kenikmatan tambahan.

Maka.. tak bisa lagi kutahankan tubuh Kaka melorot.. kembali terhenyak di pangkuanku.
Pinggulnya yang melesak lebih ke bawah.. seketika membenamkan seluruh batangan si prajurit mbaleloku pada kepitan hangat liang cipetnya.

”Nghh...!!” Rieka mengerang. Syahdu. Penuh gairah.
”Oughh..!” Lenguhanku seperti sapi disembelih.. dihajar siksa nikmat.

Hampir pada saat yang bersamaan.. erangnya dan lenguhku tercipta.
Bagai simfoni birahi pada overture intro persanggamaan kami.

Aku ga tau.. apakah ia menyesali akan apa yang telah kami lakukan.
Apa Ia takut jika seluruh tubuh Prajurit berhelm Darth Vaderku masuk dan merusak sesuatu di dalam sana, ya..?

Walau aku sendiri tak tau, ada apa di dalam sana. Atau masih ada ’apa-apanya’ di dalam sana. Hehe..

Kuangkat satu tungkainya lebih tinggi, melingkarkannya pada pinggangku..
Dan dengan satu hentakan lembut namun kuat, prajurit mbalelo menerjang garang..

Kaka mengerang dalam jeritan lirih.. matanya terbeliak oleh hentakan kuatku yang tidak diduganya.
Bersamaan dengan itu.. dijambaknya rambutku dan menarik kepalaku ke belahan payudaranya.

"Aahhh..!" Terdengar lagi lenguhan lirih.. kecil.. beserta remasan-remasan tangannya pada rambut di kepala bagian belakangku.

Dengan 'semangat bela negara kenikmatan’ si prajurit mbalelo kian garang memasuki medan pertempuran kelamin itu..
Ia bergerak mundur.. untuk kemudian kembali maju..! Berkali-kali.. Berulang-ulang. Ia tengah berusaha.. merebut kenikmatannya..!

“Nggghhh..!” Tiba-tiba saja kurasakan Kaka mengerang lebih panjang.
Nikmat ekstase persanggamaan tengah direbutnya. Menjemput Orgasme yang datang bagai banjir bandang.

Kedua kakinya mengejang.. dan ia merapatkan pahanya, menjepit prajurit berhelm Darth Vaderku..
seperti berusaha untuk menimbulkan kenikmatan yang lebih lagi baginya.

Untungnya tanganku.. meski kerempeng, cukup kokoh mencengkeram-peluk tubuhnya..
sehingga akhirnya Kaka seperti pasrah menyerah.. dalam dekapku.

Maka kubiarkan saja tubuhnya berguncang-guncang ketika mencapai klimaksnya yang sedap itu.
Kedua tangan Kaka mencengkram bahuku erat. Tubuhnya meregang berkejat sesekali.
Matanya terpejam erat, mulutnya setengah terbuka, mengeluarkan lenguh dan keluh berkepanjangan.

"Ngggghhh..!” Ohh.. betapa nikmat menyaksikan ekspresi puncak gairah bidadari ini.
Beberapakali lenguhan histeris namun lirih dari orgasmenya yang hadir terlalu dini, tidak kupedulikan.

”Ughh...!” Tak kuasa atas siksaan nikmat.. lenguhku pun kembali terlepas.
Menikmati remasan berkedut pada batang penisku yang tengah ’tersiksa’ di sana.. di lepitan nikmat cipetnya yang hangat membasah.

Bersamaan dengan itu.. kurasakan prajurit berhelm Darth Vaderku di cepitan belahan cipetnya bagaikan semakin terpilin-teremas-terperah oleh daging kenyal hangat yang bergerak-gerak liar.

Sekuat tenaga kutopang tubuh Kaka yang sedang bergetar hebat.
Hingga tanpa terasa keringatku membasahi badan. Karena.. tubuh bidadari itu tidaklah ringan.
Apalagi jika dia sedang meregang-mengejang seperti ini. Sungguh.

Eh.. seharusnya.. kini giliranku merasakan klimaks yang datang menjemput..

Kubiarkan beberapa jenak Kaka yang mengerang-merintih dengan kedua tangan mencengkram bahuku.
Kunikmati sungguh-sungguh rasa yang tengah menauti kami saat itu.

Sang Prajurit.. meski telah ’berkeringat nikmat’, masih nyaman bersemayam di relung hangat si Cipet.
Ia tengah menikmati kedutan-kedutan.. remasan-remasan hangat sisa ekstase Kaka di dalam sana. Di ruang paling nikmat di dunia.

Sedikit mengendurkan regangan rope pada carabiner.. hati-hati kujejakkan kedua ujung kaki di lantai teras tebingan.
Seperti berjinjit namun tertahan rentangan rope di anchor.. aku senderkan tubuh bagian belakang Kaka di dinding..
dari sebagian punggung ke bawah hingga pinggulnya.. tanpa melepas tautan kelamin yang masih berkedutan berdialog dalam nikmat sanggama.

Tak mau terburu.. kutekan tulang pubisnya dengan tulang pubisku di dinding dia tersandar..
Kemudian.. kutarik perlahan sang prajurit dari medan juang.

Ketika berat tubuhnya menekan ke bawah.. dengan satu hentakan kuat di pinggul, kutekan penisku.. Jlegh..!
Kembali menerjang kuat ke dalam liang vaginanya, sekaligus mengangkat keseluruhan tubuhnya.

”Nghhh.. hhhh..!” Erangnya seraya memeluk erat punggungku.

Satu kakinya yang semula menjejak lantai cerukan, terangkat.
Segera kuraih, untuk kemudian juga kembali kurapatkan pada pinggangku.

Sekarang, dengan kedua tungkainya menjepit pinggangku dan tubuhnya yang bersandar pada dinding tebing..
aku terus mendesaknya dalam terjangan kuat penisku.. si prajurit mbalelo berhelm Darth Vader.

Situasi dan kondisi serta suasana seperti itu memang tidak tertahankan untuk permainan panjang.
Terlalu besar sensasi kenikmatan yang hadir.

Pandangannya semakin sayu.. nafasnya tinggal satu-satu.
Kuhentikan sejenak gerakanku, membiarkan kepalanya terkulai pada bahuku.
Wajahku sudah terbenam dalam leher jenjangnya. Terengah mengatur nafas.

Jlebb..! Hentakan kuat penisku kembali menekan klitorisnya.. dibantu dengan tekanan dari berat tubuhnya.
Keadaan Kaka seperti itu membuatku merasa begitu jantan.

Kuatur dengusan nafasku yang kurasa semakin tak karuan. Sensasi ini begitu indah.. dengan hentakan yang begitu kuat.
Otakku terasa mati, aku tak mampu berpikir.

Tak kupedulikan lagi kesiur angin malam yang sesekali manampari dinding tebing.
Atau gemerutuk jatuhan batuan tebing yang terlepas ke bawah.. akibat gerakan kami.

Aku hanya bisa mengerang.. saat terasa badai nikmat itu akan segera menghantamku.
Sementara Kaka yang terbangkit gairah.. seusai meraih orgasmenya tadi.. telah mulai bergerak semakin cepat menarikan tubuhnya.
Mengetatkan pelukan di tubuh bagian atasku.
Sementara di bawah.. pinggulnya bergerak kuat, menekan dengan jepitan kedua tungkainya.

Tubuhnya terhentak-hentak di dinding tebing itu.. sementara tangannya menggapai-gapai mencari tempat tuk bertumpu dan berpegang.
Berakhir melingkari leherku.. di belakang kepala.

Kesemua gerakannya menggodaku untuk melepaskan pula ekstase persetubuhan ini.. Orgasmeku.

“Ngghh..eehh..!” Suara geramanku terdengar seperti memantul dalam ruang sempit itu.
Dan itu sepertinya ikut memacu birahi Kaka untuk segera menyusul dalam orgasmenya sendiri. Lagi..!?

Mengendurkan hujaman penis di vagina Rieka.. Kudekap tubuh berkeringat itu.
Kami sedikit berayun menjauhi dinding. Kembali ke posisi awal.

Pada percepatan ayunan rope yang kembali mengarah ke dinding..
dibantu sisa energi ayun serupa pendulum itu.. kuhentakkan setandasnya lonjoran pejalku di lorong hangat cipetnya. Jleghh..!

”Heghh..!” Lenguhku membarengi detik-detik Rieka merebut puncak nikmatnya.
”Oughh.. Banghh..!” Erangnya melepas nikmat.

Punggungnya melenting serupa busur panah.. tertarik ke belakang dengan wajah tertengadah.
Untuk beberapa detik kemudian memeluk leherku. Lemas.

Serr.. serr.. serr..!
Hangat cairan cintanya terasa melumur-mandikan si prajurit mbaleloku yang berkubang dalam kepitan kewanitaannya.

Kuhenyakkan.. kubenam sedalamnya.. setandasnya.. di liang hangat basah yang masih berkeredetan seperti ingin meremas..
memerah semua isi batang penisku.

”Nghh.. ehh..!” Erang pada dongakan kepalaku. Menandaskan pejal penisku yang berkeredetan.

Crett.. crett.. creet..! Sperma hangatku lepas.. menerjang dinding rahimnya..
diiringi oleh erangan yang tertahan dan tubuhnya yang juga tengah mengejang-terkejat dihantam nikmat ekstasenya. Orgasme.

Kepalaku terdongak, membiarkan kenikmatan itu memasuki otakku lewat mata yang terpejam erat.
Dan perlahan membiaskan warna putih bersih.. membening.. membuatku terasa melayang.

Tidak terasa beban berat tubuhnya dalam rengkuhanku. Aku seperti melayang.. dalam ruang hampa udara.
Dan di sana, bidadari gunung ini melayang bersamaku.

Aku tersenyum memandang wajah lembut dan tubuh indahnya yang basah oleh keringat.
Perlahan, di antara ketidaksadaran.. kami tak banyak bergerak dari posisi bersanggama tadi.

Berpelukan dalam lemas yang nikmat. Membahagiakan.
Kepalanya disembunyikan dalam dadaku dan semakin erat ia kurengkuh.

“Hhh.. maafin abang ya, Ka..” bisikku sambil mengelus rambutnya yang terurai lepas dari bekapan balaklava.
Mengenakannya kembali di geraian rambutnya yang membasah keringat.
Aku ga tau.. untuk alasan apa aku minta maaf. Sungguh.

Di bias remang sinar bintang dan rembulan malam itu.. Kaka tersenyum, manis sekali. Membuatku ikut menyunggingkan senyum membalasnya.
Ya.. seperti biasa keseharian Rieka Kumalasari. Ia hanya sedikit mendongakkan kepalanya dan menjawab dengan senyum..
Lemas.. namun Indah.

Kaka tersenyum dalam helaan nafasnya yang mulai teratur. Tanpa mengeluarkan satu katapun dari ’suara mahalnya’.
Pandangan mata redupnya terasa begitu lama, begitu membius. Menyiratkan entah berapa miliar makna. Entahlah.

Hingga kuakhiri dengan kecupan lembut pada bibirnya yang masih tersenyum.
Dia taruh wajahnya di antara leher kiri, bahu dan dadaku.
Dikecupnya sekilas di situ. Lalu menelusupkan kedua lengannya di sebalik punggungku. Mendekapku dalam peluknya.

Srett..! Kutarik ritsleting sleeping bag.. membentangnya lebar. Untuk kemudian menyelungkupi tubuh kami.. sebagai selimut.
Tak lupa menurunkan BH sport.. menutupi gundukan payudara dan gulungan kaosnya yang kusut.

Kulihat matanya telah memejam ketika kubenahi dan memeriksa rope, carabiner hingga safety anchor di kiri-kanan atas kepala kami.
Memastikan keamanan buat 2 tubuh yang masih terhubung oleh tautan kelamin.. yang perlahan terpisah dengan sendirinya.. namun masih tetap rapat berhimpit.
Aku ingat, kalau kami masih harus di sana untuk waktu yang lama. Setidaknya hingga matahari terbit esok pagi.

Kilas cahaya kilat di lanskap sana telah pergi mengikuti gerak awan.. Kerlip bintang dan rembulan peyang tergelincir pulang menggantikannya.
Kupejamkan mataku. Letih menggelayuti. Namun aku yakin.. aku akan tertidur dengan bibir tersenyum.
-------------------

Dari Puncak Bukit Serelo lampu-lampu rumah penduduk terlihat seperti gugusan Bintang.
Kelip kedip hingga fajar menyingsing.

Pagi harinya.. entah pukul berapa.. aku dibangunkan kecup lembut di pipi dan bisik mesra di telingaku..
Masih berpeluk dalam sungkupan hangat sleeping bag.

“Katanya mau liat sunrise..? Tuh..!” Ujar sang bidadari menggerakkan dagu ke depannya.

Pelan aku menolehkan wajah.. melihat ke arah yang ditunjukkan Kaka.
Pipinya menempel di pipiku.. dagu bersitekan di bahuku.. menatap lanskap bumi..
Bersama melewati pagi menikmati detik-detik Matahari terbit hari itu.

---------------------------------------------------
END OF .. The Nymph of Mountain
---------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
wuidih gw kira gw doang yang cukup beruntung kelas 5 SD udah baca enny arrow ternyata ts lebih parah udah baca dari kelas 3 hahaha

anyway ... background tercipta dengan baik hingga gw yg ga pernah naik gunung atau climbing bisa bayangin situasinya, ceritanya runut dengan detil2 yang rapat dan bikin nahan nafas sampe selesai baca


abis itu gw ambil masker bantuan pernafan karena terlalu lama nahan nafas :D
 
wuidih gw kira gw doang yang cukup beruntung kelas 5 SD udah baca enny arrow ternyata ts lebih parah udah baca dari kelas 3 hahaha

anyway ... background tercipta dengan baik hingga gw yg ga pernah naik gunung atau climbing bisa bayangin situasinya, ceritanya runut dengan detil2 yang rapat dan bikin nahan nafas sampe selesai baca


abis itu gw ambil masker bantuan pernafan karena terlalu lama nahan nafas :D

:mabuk: Haaaaaa.. sebuah 'kecelakaan yang nikmat' brada..

:hore: Trims brada..
Makasih juga Adul + Komengnya yaa..
Moga Terhibur n KEEP SEMPROT..!
 
Kaka, Mpi...
Kok ane ngerasa familiar ya?

:Peace: Hehe.. Piss brada..
Sebenarnya Cerita udah pernah Nubi posting di sub forum Cerbung.. berjudul 'Rendezvous Tanpa Judul'..
Namun sayang 'belum sempat' Nubi selesaikan.. dengan berbagai alasan yang nggak etis jika Nubi sampaikan di sini.

Mungkin brada udah sempat ngebaca dulu.. makanya rada2 familiar gitu.. hehe..
 
Sayang tebing di tempat Mamang gak ada ceruknya euy, jadi we ga bisa bawa si Bibi untuk nancepin paku tebing bawaan Mamang.
Mandeb tah ceritanya, Oom Bro. Ada lagi ?
 
:Peace: Hehe.. Piss brada..
Sebenarnya Cerita udah pernah Nubi posting di sub forum Cerbung.. berjudul 'Rendezvous Tanpa Judul'..
Namun sayang 'belum sempat' Nubi selesaikan.. dengan berbagai alasan yang nggak etis jika Nubi sampaikan di sini.

Mungkin brada udah sempat ngebaca dulu.. makanya rada2 familiar gitu.. hehe..

Oalaah pantesan.
Udah lama banget jadi lupa.
Kali ini harus sampe tamat lho.
Sayang kalau cerita bagus gak sampe selesai.
:semangat:
 
Bimabet
Oalaah pantesan.
Udah lama banget jadi lupa.
Kali ini harus sampe tamat lho.
Sayang kalau cerita bagus gak sampe selesai.
:semangat:

:tendang: Iyaa brada..
Udah lewat 4 tahun yg lalu sih..
Jelas aja brada lupa..

Hehehe.. iya deh. Mudah2an bisa Nubi selesein yaa.. ;)
Tapi terpaksa harus Nubi 'edit' lagi Cerita2 masa kecil + remajanya..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd