Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The Nymph of Mountain

The Second Lover

Prologue


“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami.
Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan.
Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan.

Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya.
Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat.

Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat.
Karena itulah kami naik gunung.”


― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran.
----------------------------------

Quote Sang Demonstran di atas mungkin sedikit dapat mewakili salahsatu alasanku..
mengapa aku begitu mencintai gunung Dempo dan kuanggap sebagai ’The Second Lover’ atau kekasih kedua-ku.

Jangan dulu tanya siapa atau apa yang menjadi My First Lover, ya..! Hehe..
Itu masih rahasia. Belum tiba saatku untuk menceritakannya.

So, Dempo seperti gunung cinta di tengah belantara tropis.
Banyak pendaki yang jatuh hati dengan ’kedua puncak kembarnya’.

Puncak Dempo di ketinggian 3159 meter di atas permukaan laut dan puncak Merapi di 3167 mdpl, mengapit hamparan plateau..
sebuah padang rumput luas di tengah kedua puncak yang disebut Lembah Panjang Umur.

Kalangan pecinta alam, khususnya para pendaki gunung.. menilai Dempo adalah gunung betina..
Karena.. dua puncaknya berbentuk melengkung seperti busur.
Berbeda konturnya dengan peak performance gunung Rinjani di Lombok – 3726 mdpl..– misalnya..
yang melentik ke atas, selain terkesan lebih tinggi juga tampak jantan.

Secara geografis gunung Dempo merupakan mata rantai Bukit Barisan, kawasan dataran tinggi di sepanjang sisi barat pulau Sumatera.
Tepatnya terletak antara kecamatan Jarai dan kota Pagaralam di provinsi Sumatera Selatan.

Meski sekarang.. sejak Provinsi Sumatera Selatan menjadi tuan rumah PON tahun 2004.. telah terdapat 2 ’Pintu Rimba’ sebagai titik awal pendakian atau jalur pendakian.. akan tetapi para pendaki yang akan mendaki ke puncak gunung Dempo umumnya lebih sering melakukan XPDC-nya melalui areal perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara VII Pagaralam.

Sedangkan rute bukit timur di Jarai, Lahat.. kebanyakan dilalui pendaki tradisional mencari sarang burung atau berburu dan berladang di kaki gunung.

Pintu Rimba pertama –yang jalurnya dibuka sejak tahun 1972..– terletak pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut..
berada di sebelah Barat Afdeling IV.. atau lebih dikenal dengan sebutan Kampung IV.. setelah dibangunnya perumahan sederhana di sana.

Perumahan itu sendiri dibangun bertahap.. dari tahun 1994.
Sebenarnya diperuntukkan bagi karyawan.. atau lebih tepatnya pemetik teh yang telah berkeluarga.

Sedangkan pintu rimba kedua – jalurnya dibuka sejak 1996, diresmikan pada 2004.. bersamaan dengan pelaksanaan PON..–
berada di ketinggian 1800 mdpl.
Lebih dikenal dengan sebutan ’Puncak Rimau’.

Sebenarnya masih ada beberapa lagi ’jalur siluman’ yang dapat dilalui sebagai alternatif menuju puncak gunung bidadari itu.

Yups. Jika Kaka aku juluki Bidadari Gunung, maka.. Dempo aku beri julukan Gunung Bidadari.
Tidak bermaksud membandingkan atau menyaingi ’Gunung Putri’ di Jawa Barat. Hehe..

Ke gunung Dempo itu juga akhirnya aku pergi –lagi..–
Kali ini bersama 2 pasang.. eh, 4 rekanku. 2 Laki-laki dan 2 Perempuan.

Ya, kami berlima melanjutkan XPDC Bodreks, setelah 3 hari –yang pada planning seharusnya hanya 2 hari..–
ber-climbing-ria di Bukit Serelo Lahat.

Kami ’three mustiker’ bisa dikatakan yang telah berpengalaman mendaki gunung.. terutama Dempo, tentu saja.
Sementara Mpi dan Kaka –meski mereka pernah mendaki gunung semasa SMA-nya..–
sedang menjalankan ’tugas kepecinta-alaman’.. alias melengkapi persyaratan untuk menjadi anggota Mapala kampus kami.

Sebagai putra asli kelahiran Sumatera Selatan.. bagaimana bisa aku tak mencintai apapun yang menjadi bagian dari tanah kelahiran..
kampung halamanku, kan..?

So, jika aku biasanya berangkat pukul lima sore dari Palembang.. menempuh jarak sejauh lebih kurang 200 kilometer ke Tenggara menuju Pagaralam.. akan memakan waktu sekira 7 – 8 jam perjalanan darat..
Kali ini ’hanya’ memakan waktu sekira 2 – 3 jam saja dari Kota Lahat ke Pagaralam.

Terkantuk-kantuk dan bersesakan di dalam bus AKDP.
Kaca samping jendela yang buram dan kemudian malam kelam.. mengingatkan dua baris kata dalam cerpen Tempat yang Terindah untuk Mati –Seno Gumira Ajidarma, 2000..–
Sampai di manakah suatu perjalanan berakhir? Apakah mungkin suatu perjalanan berakhir..?

Siuman dari kantuk, ternyata bus sudah hampir tiba di ujung perjalanan. Kami mencium sengak bau terbakar.

Terbakarnya hutan hujan tropis Sumatera sebagai salahsatu kawasan vital paru-paru dunia dan habitat phantera tigris sumatrae..
sejenis harimau yang populasinya telah langka.. tak kurang mengundang lembaga Uni Eropa mendirikan Fire Forest Prevention and Control Project.. demi menanggulangi bahaya kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun.

Bus memasuki Pagaralam pada sekira pukul sepuluh malam-an.

Sekarang kota ini telah terpisah dari wilayah administratif pemerintah kabupaten Lahat sejalan dengan berlakunya Otonomi Daerah dan menjadi Kota..–

Kota kecil yang lengang.. dilihat dari penerangan remang-remang lampu jalan.
Pukul sepuluh malam adalah jam tidur.. –tahun 1998..– dan kota mati.
Pagaralam masih tampak alami dan sederhana. Banyak lingkungan perkampungan dengan dikelilingi rumah-rumah panggung.

Saking tua umur kayunya.. performa arsitektur rumah-rumah tradisional yang berkonstruksi tingkat itu..
berwarna hitam, seolah-olah menyiratkan misteri kuno.

Dan bus berkeliling kota, mengantarkan satu per satu penumpangnya di tempat tujuan. Sungguh suatu pelayanan transportasi yang istimewa.
Setelah para penumpang turun, tinggal rombongan kami. Belum sempat ditanya sopir, seseorang berseru.. “Ke Gunung..!”

Bus melaju meninggalkan jantung bumi Besemah. Kami berhenti duakali lagi.
Di pos Satpam gerbang PTPN VII Pagaralam.. Agun sebagai ketua tim segera mengurus izin.

Seluruh kompleks BUMN itu kental dengan nuansa kolonial.
Pada dinding di kantor pusat administrasi tertera angka berdirinya bangunan, tahun 1920.
Perkebunan teh pertamakali dibuka Belanda melalui land reform dan sistem tanam paksa.
Produksi teh hitam merek Gunung Dempo.. dewasa ini mencapai 40 ton per hari.

Lalu terakhir, di depan loket wisata.. seluruh peralatan ekspedisi dan logistik diangkut turun ke bahu jalan.
Bus segera berbelok meninggalkan kami. Tengah malam itu kami singgah di housing Kampung 1.
Tuan rumahnya, kang Leman.. menyambut kami dengan suguhan teh sebagai teman mengobrol.

”Ini kang.. kenalkan, Mpi. Dan yang ini Kaka..”
Agun memperkenalkan 2 bidadari tomboy pada kang Leman dan istrinya.. setiba di ruang tamu merangkap ’kamar tamu’ rumah tersebut.

Setelah perkenalan singkat dengan Kang Leman, yang nama aslinya Sulaiman.. serta istrinya Yuk Tina..
kedua ’bidadari tomboy’.. Mpi dan Kaka dipersilakan mengaso bersama Yuk Tina di kamar.

Sementara itu kami, anggota ’three mustiker’ berkelakar riuh.. melepas rindu dengan Kang Leman..
menunggu kantuk datang bersama kepulan asap rokok dan masing-masing segelas kopi panas khas Pagaralam.

Setelah beberapa waktu asyik ngobrol dan berkelakar.. maka dinginpun datang, mulailah kantuk menyerang.
”Hoaamm..” Toton beberapakali terlepas menguap.
”Haha.. tidurlah Ton, kalo sudah ngantuk..” saran Kang Leman dalam bahasa Besemah, bahasa ibu penduduk lokal.

”Iya, kang..” jawab Toton.. tanpa sungkan merebahkan tubuh bongsornya.
Melingker ’gaya pistol’ di lantai kayu rumah kang Leman.

”Hei.. Ton, pake sleeping bag. Ambil tuh di carrier..!” Agun menepuk kaki Toton, menyarankan.
”Nggak, ah. Malas..!” Jawab Toton tanpa membuka mata.. meneruskan perjuangan untuk tidurnya.

Kang Leman ketawa, lepas
Agun menggelengkan kepala, gondok.
Aku cuma senyum.

Tak sampai belasan menit kemudian satu per satu kami dikalahkan kantuk.
Ikut rebah bersesakan di ruang tamu rumah kayunya.. lantas terkapar lelap.

Suhu 15 derajat celcius mengelus kaki-kaki telanjang kami. Dingin terasa menggetarkan.
Akhirnya terdengar orkes dengkur, gigil, igau, diiringi melodi deru angin.

Tiba-tiba ada mimpi tentang ukulele yang dipetik mengalunkan lagu tua God Bless, Huma di atas Bukit.. –Sjumandjaja, 1975..–

“Seribu rambutmu yang hitam terurai/Seribu cemara halus berderai..
Di sana kutemukan bukit yang terbuka/Sebatang sungai membelah huma yang cerah.”
--------------------


Cold Dating

: aih..


pastinya ‘ngkau lebih indah daripada pagi kapanpun

apalagi pagi berkabut ini selalu mempesona, maksudku..–
sungguh
meninggalkanku setiap hari
lalu alihrupa sebagai senja yang juga selalu berbeda

sedangkan ‘ngkau.. yang selalu hadiri imaji
kerap mengobrak abrik logika
menyodorkan harap hingga ke mimpi

‘ngkau yang selalu riang bermain menari nyanyi
lantunkan tembang asmara pada riuh qalbu
serupa adiktif
njelmakan candu rindu tiap kedatanganmu
setiap kehadiran dan sedetik dari pergimu

ahh, bagaimana mungkin kutak merindumu
dengan tak lebih rindu pada pagi


yang sebentar lagi pergi.. ke pelukan terik siang..?
------------------

Pagi-pagi kami bangun.. menatap lanskap kota yang tersaput tipis kabut dan awan. Jauh di bawah.
Sementara di punggung bukit di kaki gunung, di tengah hamparan kebun teh.. berdiri kompleks vila peristirahatan milik pemerintah daerah setempat, yang disewakan untuk umum.

Jalan aspal hot mix sesekali dilalui truk bak terbuka mengangkut para pemetik teh.
Sebenarnya bisa saja ikut menumpang truk pengangkut pemetik teh yang searah jatah kaplingan petiknya.. menuju ke Kampung 4.

Tapi.. secara tidak tertulis, di antara kami ’three mustiker’ sepakat untuk sekalian mengisi materi ’Orienteering’.. atau biasa disingkat Ormed –orientasi medan..– dan navigasi darat.

Maka jadilah..
Setelah mandi, sarapan dan berkemas-kemas.. kami pamit pada kang Leman menuju Pintu Rimba di Kampung 4.

Sregg..! ”Hupp..! Mpi.. Ka, kalian bareng dengan kak Toton. Sekalian Ormed. Kami duluan..!”
Instruksi Agun singkat pada mereka bertiga.. sambil mengenakan carrier dengan cara mengangkat ke atas kepalanya..
dan lalu menjebloskan kedua belt penahan carrier ke bahunya.

Hehe.. pamer kemachoan, die..!

”Iya, kak..!” Mpi singkat menjawab. Penuh semangat.
”Oke..!” Satu kata saja.. seperti biasa, Kaka mengangguk ringan.

Sekilas.. bagai sayatan mata silet.. aku menangkap tatap dari Kaka.. sang bidadari gunung.
Nyess..!
Seketika saja.. hatiku seperti bara tersiram air dingin. Nikmat yang aneh.

Sekilas, memang. Indah.. sungguh. Tapi sinar mata itu, ahh.. tak mampu kutebak apa maknanya.
Apa yang tersirat..?
-----------

Aku dan Agun bersicepat menelusuri jalur trekking basah kebun teh.. di antara batang-batangnya yang menghampar menghijau.
Menerabas.. menerobosi juntaian pucuk pohon teh dengan kilau sisa embun di ujung daunnya..
dari yang setinggi pinggang hingga yang melebihi tinggi kami.

Sesekali kami berhenti.. menekuk pinggang meluruskan lutut.. seperti sikap rukuk pada shalat.
Mengatur nafas yang memburu.. menenangkan degup jantung.

Setelah menerobos jalur yang sebenarnya lebih sering digunakan oleh penduduk Kampung 4 itu..
sekitar 1.5 jam-an sampailah kami di Afdeling IV, atau Kampung 4.
Disambut gonggongan anjing-anjing kampung, kami lantas beristirahat sejenak.. mengendurkan segala yang tegang di rumah ketua RT. Hehe..
-----------

Setelah ngobrol dan izin –sebenarnya sih hanya ’ngasih tau kalo rombongan kami akan mendaki..– dengan bu RT, kami langsung menuju base camp, titik awal pendakian.. sekitar 10 – 15 menit ke arah Barat.. jalan kaki.
Lokasi berada di dekat air terjun. Hmm..

Beberapa meter mendekati lokasi base camp.. terdengar sayup teriakan-teriakan dan cekikikan riang.
Nyaring. Merdu. Menggelitik telingaku. Entah telinga Agun. Aku ga tau. Ya, itu suara merdu perempuan.

Benar saja.. di lokasi base camp pendakian tersebut terlihat 4 buah tenda dome.
Berbaris lumayan rapi.. berhadapan dua-dua tenda. Sepertinya dibuat terpisah jarak sekitar 2 meter-an.

Di depan salahsatu tenda dome itu terlihat 3 orang gadis sedang bercanda sambil memegang gelas plastik atau melamin yang mengepulkan uap.
”Hai..! Mau muncak ya, bang..!?” Tegur ramah salah seorang gadis.

”Hupp..! Eh, iya nih. Rencananya ntar malam. Nunggu temen-temen yang dari bawah datang.."
balas Agun sembari menurunkan carrier di dekat sebuah batu besar.

Aku cuma senyum sambil menganggukkan kepala 3 kali. Masing-masing sekali ke arah mereka.

Deg..! Plass..! Jantungku seketika berdenyut.. seperti ditonjok atau terbentur benda tajam.. whatever..
ketika mataku bersirobok tatap dengan salah seorang dari 3 gadis itu.

Mata itu..
Wajah itu..
Senyum itu..

Seperti pernah kubaca dan kutangkap.. sinarnya.
Seperti pernah mematri, melukisi menghiasi batinku.. parasnya.
Seperti pernah kucecap-kukecup lembut.. bibirnya..

Tapi.. ahh..!

Aku yakin.. wajahku saat itu pasti pias.. pucat.. dengan bibir yang tiba-tiba mengering dan ludah yang terasa pahit ketika diteguk.
Sangat yakin.

Terhumbalanglah hati, jiwa dan qalbuku.. serasa tercemplung dalam sebuah blackhole. Teramat palung.
Kaku terdiam.

Shit.. apa mungkin, dia..!?
Hatiku riuh melontari tanya.

Ah, ga mungkin..! Ga akan mungkin, men..!
Otakku menjawab skeptis.

Beberapa detik..

Semua yang yang ter-zoom dan langsung terekam secara otomatis di retina mataku saat itu.. benar-benar menjadikan aku seperti orang bego.
Bengong sesaat.. Hampir sama seperti kalo ga merokok sehabis makan.

Seketika.. ingatanku tercerabut keluar.. meluber.. dalam kilasan-kilasan memoar. Kenangan.. pada seseorang dari masalaluku.
Muncul tiba-tiba, bagai reflektor.. sebuah cermin dengan bayang-pantulan wajah yang pernah sangat aku kenal.. tetapi lebih dewasa.
Sedikit lebih matang.

: baiklah, tak perlu sangsi
terimakasih atas semua kenangan

'tuk pernah menjadi bagian prosesi hidupku
akan terkunci di file batin
maka, jangan pula ragu
sampaikan
biar cuma
seayat lagi biasan cinta

karena
semuanya indah di sebalik rahasia
yang kelak bukan lagi rahasia

tinggal..
yang mana mendahului
sujud
atau
berbungakah hatimu..!

----------------

”Ayo Bar.. Ntar keburu hujan, nih..!” Tepukan ringan Agun di pundak membawaku kembali menjejak bumi.
”Oh, eh.. Oke..!” Terbata aku.

Belum kulepas luncip sudut matanya sampai kutaruh carrier di dekat batu di mana tadi Agun menaruh carriernya.
Lalu berusaha bersikap sewajar mungkin yang mampu kuaktingkan.

Bersigegas membongkar isi carrier..
Sembari menunggu kedatangan Toton, Mpi dan Kaka.. aku dan Agun mendirikan tenda.
Agar tak diburu-buru rinai dan hujan menderai.

Beberapa waktu berlalu dalam kesibukan kecil..
2 dome berdiri berhadapan, berjarak sekira 5 – 6 meter dari tenda ketiga gadis tadi..

Matras telah dibentang.. peralatan dirapikan.. logistik dikeluarkan dari carrier.. isi tenda telah diatur rapi..
selanjutnya adalah.. masak..!

Tak lama berselang.. Kami telah duduk di depan tenda.. sembari menyantap makan siang untuk menghimpun tenaga.
Agun memulai aksi SKSD, dengan pura-puranya menawarkan makan siang yang tadi dia masak.
”Mari.. makan..!” Setengah teriak Agun menawarkan. Basa-basi, sih.
"Iseng-iseng berhadiah..," katanya.. setengah berbisik padaku yang sedang menyuap mie instan.

”Yo’i..!”
”Lanjut..!”
”Silakan, kak..!

Balas ketiga gadis di tenda depan.. sambil yang satu tersenyum.
Satunya menganggukkan kepala.
Dan satunya mengangkat jempol.. mempersilakan.

Kurasa.. itu juga basa-basi. Hehe..
-------------------------------

Tablo Rinai Gerimis

senja di kaki gunung

: aku ini hari
tak mencari cinta
di antara kaleng, handphone, pada cuaca
kabut serta awan gunung, rimba tiada berangin
meng
isap diri
dalam mempercaya mau berpaut*

(* sekalimat cuplikan senja di pelabuhan kecil - Chairil Anwar)

-----------------

Usai dahar dan memasakkan beberapa keping ikan asin untuk tim Toton siang itu..
kami, aku dan Agun mulai mencoba mengakrabkan diri pada 3 gadis di tenda depan.

Ternyata benar ungkapan bahwa.. kesamaan tujuan mampu membuat siapapun, dari kelas sosial manapun..
jenis kelamin dan usia berapapun menjadi cepat akrab.. merasa senasib sepenanggungan
. Entahlah..

Tak sampai 1 jam saja kami sudah ngobrol asyik ngalor-ngidul. Membicarakan tentang apa saja.
Dari tema A hingga Z. Lalu ke B dan H.. hingga C-D-X. Bahkan mulai menjurus ke XXX. Hehe..

Tak sampai 2 jam-an sudah.. malah telah ada yang berani main cubit. Mulanya siih.. mencubit punggung telapak kaki. Lalu mencubit lengan.
Semakin ‘merasa akrab’ dan lepas.. mulain mencubit pinggang. Kian akrab.. tercubitlah paha.. ha.. ha..!
Apalagi akhirnya ‘cuaca membantu niat’ menolong kami, terutama aku.. untuk jauh lebih dekat dan mengenal mereka.

Senja yang menggelap. Hujan datang merintik demi rintik.
Desau angin.. pelan menggumam.. ditingkahi kabut tipis yang menderai.. ‘memaksa’ kami berteduh.. masuk ke tenda mereka..!
Aha..!
-----------

Di dalam tenda.. Baru saja 3 gadis itu mengatur-atur ruang dalam berdimensi 220 X 250 X 150 cm tersebut..
hujan yang tadinya merintik mulai menggerimis.
Derap jatuhnya bergemericik kian deras di atap tenda. Mencipta lagu alami pada senja yang tak menyelesaikan tarian sinarnya.

“Woii.. Gun..! Bara...! Di mana kalian..!?” Teriakan Toton terdengar tiba di sela-sela riuh derai gerimis.. dari luar tenda.

“Eh.. aku ke sana dulu, ya..?” Agun semerta pamit. Lebih kepadaku ketimbang pada ketiga gadis itu.
Mengenakan sepatu dan memasang kupluk yang berlipat di leher jaketnya.. dia keluar tenda.

“Eh..Gun.. bilang ke mereka.. aku masih betah di sini..! Ada 3 bidadari, nih..!” Ujarku setengah canda.

Aku yakin ketiga gadis itu senang dibilang bidadari.
Perempuan mana sih, yang tidak suka disebut cantik.. manis, apalagi seperti bidadari.. ya kan..? Hehe..

Srett..! Kutarik ritsleting menutup pintu tenda. Kami berempat sekarang. Berusaha menggali persahabatan.. kehangatan pada dingin cuaca.
Bincang yang tadi sempat terputus melanjut.

O, iya.. aku tadi belum sempat mengenalkan.. siapa-siapa saja 3 gadis yang satu diantaranya begitu menarik perhatianku.
Yang mengingatkan aku pada ‘seseorang dari masalalu’.

Hehe.. kalo saja waktu itu album ‘Lain Dunia’ PADI udah release..!
Eh, jangan-jangan si Piyu terinspirasi dari situ, ya.. untuk menggubah lagu ‘Seperti Kekasihku..!?’
Errgghh..!

----------

Mereka sebenarnya berangkat XPDC ke gunung Dempo berenam. Tiga lagi anggota tim-nya ada laki-laki.. di tenda sebelah.
Gadis yang pertamakali menyapa kami setiba di base camp pendakian ini bernama Reviva Andriani.
Biasa disapa Iva. Berusia sekitar 20 tahun. Periang dan sedikit ‘berani’.. itu kesan yang pertama aku tangkap dari karakter Iva.

Gadis kedua bernama Jovinda Bethanica –dengan nama panggilan Joe..– peranakan Jawa-Tionghoa.
Usia sebaya. Lebih tua beberapa bulan saja dari Iva.

Di antara mereka bertiga.. Joe yang paling cuek dengan penampilannya.
Dalam percakapan kami.. aku mendapati, Joe sangat terbuka.. blak-blakan.
Kuharap.. semoga dia juga terbuka dalam urusan seks. Hehe..

Gadis ketiga.. Eris Meiputri –paling tenang dan dewasa di antara mereka..–
Ternyata.. di sebalik wajah yang terkesan tenang dan dewasa, ia berusia termuda di antara mereka bertiga.
Usianya baru beberapa bulan saja melewati 19 tahun.

Sementara.. di tenda sebelah, yang dikhususkan untuk para batangan.. terdiri dari tiga laki-laki sepantaran mereka juga.
Jody, yang ternyata kembaran si Joe.. yang merencanakan XPDC pendakian. Lalu kedua temannya.. Tomi dan Andre.

Semua berenam adalah anggota-anggota muda Mapatri –Mapala Universitas Tridinanti..–
Sebuah perguruan tinggi swasta yang cukup ‘bonafid’ di Palembang. Baru dilantik.

XPDC tersebut merupakan tugas praktikal pertama sebagai AM –Anggota Muda–
Melakukan XPDC di gunung ‘milik sendiri’. Gunung Dempo. Sumatera Selatan.

Mereka berbeda Fakultas. Para betina dari Fakultas Ekonomi. Pejantan-pejantan dari Hukum.
Kebonafidan Unanti pada saat itu -1998- ‘terdongkrak’ karena..
putra dan putri orang nomor satu yang berkuasa di Sumsel zaman itu 'kebetulan' berkuliah di sana.

Nanti, pada saatnya.. akan sampai pada sedikit kisahku dengan putri orang nomor satu di Sumsel pada masa itu.
------------

Ternyata.. tak mudah untuk masuk.. dan lalu keluar dari kehidupan seseorang.
Ya.. mungkin ungkapan tersebut paling cocok untukku saat itu.

Bagaimana bisa..?
Begini alasannya sodara-sodara.. pembaca sekalian..

Tapi.. sebelumnya aku tanya dulu, nih.. –ga usah dijawab, kog.. hehe..–

Ada yang bilang bahwa:
"Menghapus masa lalu hanyalah semudah menghapus ribuan SMS yang tersimpan dalam sebuah telepon genggam..!"

Sekali KLIK, lenyap-hilanglah semua

Tetapi.. apakah rasa nyeri atau bahagia yang pernah dirasakan pada masa lalu itu juga akan lenyap-hilang..!?
Ah.. sepertinya tidak.. Ia akan mengendap dalam diam jauh di sudut otak kecil.. seringkali muncul hanya dengan satu pemicu kecil.
Cukup satu saja..!

Entah itu melalui aroma parfum..
alun nada lagu..
corak baju..
simpang jalan..
perayaan-perayaan
atau
tanpa tanda samasekali.

Hingga malam tak habis-habis dicengkeram rindu.. mensiuli rembulan hampir penuh..
Cerita luapannyapun makin berlanjut hingga embun datang.. menyerukan bening pada tiap helai daun hati.

Ah, kalau saja.. batinku terusik.

Tapi, silakan.. Pilih saja salahsatu.
Tak perlu malu..!
Siapa pun pasti pernah mengalami, kan..?

Betul nggak.. siih..!? Hayoo..! Hehe..
-------------------------------

Third POV

// aku dan (bayang)mu //

: cuma terpisah sepelupuk mata
lalu
berlalu
..terlindap cahaya

duhai
bayang
pergilah
tolong enyah
agar ku tak tergoda
tersepi, tersapih
dari riuh

---------------

Senja itu.. setelah ’berhujan-hujanan’ di jalur kebun teh.
Setelah ’dihajar’ Toton materi orienteering.. orientasi medan –Ormed..– dan navigasi darat..
dua bidadari tomboy yang jadi ’bersahabat dalam tugas’ langsung mandi dan membersihkan diri di sumber air terjun.
Berjarak sekira 50 meter-an dari base camp.. melewati kali kecil berbatu-batu besar.
Batu batu gunung.. sisa erupsi gunung Dempo yang terlontar dari perut bumi.. berabad silam.

O, ya.. di Pagaralam juga terdapat situs megalit.. yang tersebar di beberapa tempat.
Yang paling luas dan banyak.. terdapat di daerah Rimba Candi.

Ini sedikit informasi mengenai situs megalit di bumi Basemah.
Megalit.. batu besar (neologi dari bahasa Yunani: μέγας (megas) berarti besar dan λίθος (lithos) berarti batu) yang digunakan untuk membangun struktur atau monumen.

Megalit menjadi tanda utama keberadaan tradisi megalitik.. tradisi yang muncul di beberapa tempat di bumi.
Batu yang digunakan dapat berupa satu batu tunggal (monolit), tumpukan batu besar maupun kecil, atau susunan batu yang diatur dalam bentuk tertentu.

Megalit seringkali dipotong atau dipahat terlebih dahulu.. dan dibuat terkait dengan ritual religius atau upacara-upacara tertentu, seperti kematian atau masa tanam.

Bentuk-bentuk megalit yang umum ditemukan di berbagai tempat adalah menhir
(tugu batu, dapat ditatah atau diukir membentuk figur tertentu), dolmen (meja batu), kubur batu dan sarkofagus (peti mati dari batu).

Dalam tradisi megalit Indonesia, berkembang bentuk-bentuk khas, seperti waruga, arca mayat dan batu kenong.
Di Eropa dibuat pula monumen megalit struktural seperti henge.

Tradisi megalit tidak hanya terkait dengan benda-benda batu besar.. tetapi juga struktur ruang..
semacam batu lingkar (batu kandang), punden berundak, kubur lorong, marae dan bukitan (seperti Hügelgraber).

Selain itu, ritual/upacara dan kepercayaan terhadap suatu kekuatan tertentu menjadi bagian tak wujud dari tradisi megalit, sehingga bersama temuan megalit sering pula terdapat benda-benda logam, kayu, maupun gerabah
(misalnya tempayan) terkait upacara dan ritual kepercayaan.

Situs megalith banyak ditemukan di Bumi Besemah, Pagaralam.
Keberadaan situs ini tentu merupakan cagar budaya yang harus dirawat untuk memperkaya budaya daerah.

Benda-benda megalith yang masih saja terus ‘digali keberadaannya’ ini.. tersebar di banyak tempat di sana.
Rasanya tak berlebihan juga jika Pagaralam disebut sebagai Kota Megalith.

Peninggalan benda bersejarah tersebut ada di semua kecamatan di Pagaralam.
Seperti Dempo Selatan, Dempo Tengah, Dempo Utara, Pagaralam Selatan dan Pagaralam Utara.

Tak pelak.. peninggalan sejarah berupa megalitik yang terdapat di Kota Pagaralam, Sumatera Selatan itu.. telah resmi terdaftar di Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada tahun 2012.

---------------

Gerimis tak lagi menderai.. hanya menyisakan rerintiknya pada bumi dan gerinyai kabut tipis..
Melanjutkan tugas ke-pecinta-alam-an-nya.. Mpi dan Kaka telah sampai di lokasi air terjun.

Sementara beraklimatisasi.. mereka lantas duduk di atas batu hitam sambil menggoyang-goyangkan kaki-kaki mungilnya..
hingga menimbulkan kecipak di antara gemercik air.

Riak-riaknya segera lenyap ditelan arus air yang sangat bergemericik berbuih.
Mereka tidak lebih bagaikan kembang sepasang.. yang sedang mekar.

Setelah melepas BH yang basah dan menyimpannya di dalam kantung plastik, mereka segera bersiap melakukan ritual purba.. mandi.
Membersihkan tubuh indah.. kaki-kaki mulus yang tercoreng becekan.. cipratan tanah.. hasil penggojlokan sepagi hingga sorean tadi.

Ketika memasukkan bungkus plastik berisi BH-nya, terbenturlah ujung mata Kaka pada sembulan Hape.
Muncul dari bodybag yang dia bawa.
Ia buka plastik yang membungkus hape. Menghidupkannya. Dan muncullah.. pesan itu. Pesan rindu dari yang jauh di sana.

Kaka menyimak pesan singkat yang tertera pada layar handphone.
Ia mengerenyitkan kening sedikit memanyunkan bibir.. lalu tersenyum, tipis.

Meluncurlah ’suara mahalnya’ tanpa ia sadari.. lirih membaca kata demi kata di layar hapenya.

: Just Dream

dengan seutas mimpi aku gapai kamu
biarlah

mungkin
karena dengan mimpi
kamu bisa punguti rinduku.

semoga..


Bidadari itu tersenyum makin lebar.. memamerkan giginya yang berderet putih bagai mutiara.
"Hihi.. romantis euy..! Indah banget syairnya, Ka..!"
Mpi berkomentar dari belakangnya.. ketika tak sengaja ikutan 'terbaca' pesan di hape Rieka. –awalan 'ter' menyatakan ketidaksengajaan..–

Gelagapan.. Kaka. Terkejut komentar Mpi yang tiba-tiba. "Oh, eh.. itu ..” ujar terbata.
Kaka langsung mematikan hape. Menyimpannya ke bodybag setelah ia bungkus rapat dengan plastik.

"Udah kamu balas..?" Mpi seperti menggoda.
"Ngg.. Belum. Low batt.." Rieka terpatah menjawab. Singkat. Padat. Seperti biasa.

Hehe.. sedikit informasi.. bahwa pada zaman itu -1998..- baru segelintir orang yang punya HaPe.
Yang paling populer pada masa itu adalah Ericsson R2250s Pro. Terutama di kalangan pegiat alam bebas.
Hape ini terkenal kuat.. dengan besarnya kapasitas baterai yang mencapai 1200 mAh.


"Eh, masih lancar kontak-kontakan dengan yang di Yogya, kan..?” Mpi kembali iseng bertanya.

"Ah.. biarin dulu deh, Mpi. Aku masih sakit hati.." Rieka menukas. Tegas. Tapi lirih, seperti biasa.

"Hm.. ga takut burung gagak berpaling pada daging lain yang lebih empuk dan lezat, Ka..?

Hihihi.. jangan jadi tinggi hati, Ka. Ada pepatah mengatakan.. bahwa perempuan itu seperti berdiri di antara dua bibir sumur.
Jika dia bertahan, tak mau menundukkan wajah.. dia tak bakal melihat air.
Tapi.. kalau dia terus-menerus menundukkan wajah.. dia bisa terjerumus ke dalam sumur itu.
Nah, maksudku.. jadilah cewek yang bijaksana. Jangan tinggi hati, tapi juga jangan terlalu merendah di depan laki-laki..!"

Mpi menjulurkan kaki ke sebatas permukaan air.. lalu perlahan turun ke aliran kali yang terbentuk dari terjangan air terjun itu.
Pelan Ia menceburkan tubuhnya yang kini berbalut kaos berwarna terang.. sampai sebatas bongkah dadanya yang mungil.

Beberapa saat ia berendam dalam air sambil memandang ’sahabatnya’ yang tengah duduk termangu pada ceperan batu gunung di tepi kali.
Gemericik air, kecipak tangan dan kaki meningkahi deru air terjun.
Sesekali biasan miopi tercipta dari sisa cahaya matahari senja.. meluncur dari sela-sela dedaunan.

Kaka ’terhening’ dalam langut lamunnya.
Masih terpekur seperti lara.. menggantung dagu.. bertelekan punggung telapak tangan.
Diam tengah menyapanya.

Betapa Indah. Mempesona. Bagai manekin pada etelase butik mode.. Ahh.. bukan.
Ia saat itu lebih menyerupai patung dewi.. Ya.. Venus yang terdampar di tepian kali berair bening. Hehe..
Jika saja saat itu kamera DLSR sudah kumiliki.. Akan aku abadikan momen dengan pose indah Kaka itu. Sungguh deh..

”Sudahlah. Mandi yook..! Bentar lagi gelap nih..!” Mpi menggugah lamun Kaka. Menarik tangannya untuk bergabung dengannya.

Maka menceburlah tubuh indah berbalut kaus tipis dan celana dalam tipis itu.. menyusul sahabatnya.
Seketika angin sejuk.. buncahan dingin air menyapa permukaan kulit mereka hingga merinding.
Keduanya mengangkat bahu sambil menggosok-gosokkan tangannya pada tubuh yang padat berisi.

”Hmm.. Dadamu kecil ya..?” Kaka terlepas
Mpi tersenyum sembari memandang bagian atas baju Kaka. Pada dadanya yang menggembung montok.

”Ah, jangan ngintip dong. Kan malu..”

Kaka buru-buru mengangkat tepian atas kaosnya, pada lingkaran leher.. merapikan..
agar pentil yang ’sedikit tercetak’ pada kaosnya lenyap dari pandang Mpi.

”Jangan, bandingin sama punyaku, ya..” tetapi Kaka malah membusungkan dadanya. Menggoda.
Mpi cemberut mengaku kalah. Diantara mereka berdua, jelas memang payudara milik Kaka lebih besar.

”Biarin.. biar kecil.. tapi banyak yang suka..” kilah Mpi itu penuh percaya diri.

Sebagai balasan, dengan jahil Mpi meremas dada Kaka yang membusung di depannya.

”Hei..! Apa-apaan sih..? Kan sakit..!?” Kaka terpekik kaget sambil berusaha menarik kembali buah dadanya.

Namun Mpi tidak mau kalah, ia terus meremas-remasnya gemas.. bahkan kini sambil mengangkat-tarik-naik kaos Kaka..
Membuat gundukan payudara Kaka yang langsat dan kencang jadi terpampang jelas.. terlihat begitu montok dan sekal.

Kaka hendak membalas.. tapi dengan gesit Mpi menghindar.
Kaka melotot, sementara Mpi hanya mencibirkan bibirnya.. tanda sudah menang.

Pada senja yang dingin itu, terdengarlah suara tawa canda mereka berdua..
seperti menandingi deru-riuh terjunan air.. memecah ’keheningan’.

”Mandi telanjang yuk..?” Ajak Mpi sambil melepas kaos.. lalu melorotkan celana dalam tipisnya.

Ia lempar baju kaos dan celana dalamnya ke tepi kali.. ke arah batu dekat kumpulan baju ganti.
Selanjutnya.. dengan tubuh telanjang, ia kembali masuk ke dalam air. Menemui dinginnya.

Kaka dengan agak ragu mengikuti. Namun.. dengan perlahan ia lepaskan juga kaos tipisnya..
setelah sebelumnya ia memperhatikan keadaan sekeliling. Seperti khawatir jika nanti ada yang memperhatikan.. menyaksikan ketelanjangannya.

Wajah oval.. cantik.. rambut indah sepinggang.. tubuh yang halus dan mulus..
Lengkung pinggang bak cello.. dengan perut yang rata.. serta.. dua bongkahan daging di dadanya yang meski tidak cukup besar..
namun terlihat sangat kencang dan sekal.
Semuanya membuat Kaka jadi begitu sempurna. Kecuali satu; ke-tomboy-annya. Haha..

Sebentar kemudian gadis itupun menghela nafas.. menenangkan diri.
”Hhhh...” sambil pura-pura tersenyum, ia mendekati Mpi yang tengah berbasah di kali.

”Napa, Ka..?” Tanya Mpi dengan sebelah tangan menyilang di depan dada..
seperti melindungi gundukan payudara kecilnya yang terpantul-pantul indah di dalam air.

”Nggak. Ga ada apa-apa.. kok..” Kaka mengibaskan rambutnya yang panjang terurai.

”Eh.. aku yakin, meski punyaku tidak sebesar punyamu, ’kakakku’ tetap suka kok..”
bisik Mpi sambil membusungkan dadanya ke depan, sedangkan kedua tangannya terentang ke atas.

”Iihh, Mpii.. apaan sih..!? Ntar diliat orang..!”
Pekik Kaka begitu melihat tonjolan buah dada Mpi yang seolah-olah sedang mengeksposnya keluar dari dalam air.

Mpi melangkah.. tersenyum sembari melingkarkan tangannya ke pinggang Kaka. Memeluknya.
”Ka.. bantuin aku dong, biar dadaku tidak kecil lagi.. please..”

Dengan muka bersemu merah, Kaka tidak menjawab.
Ia hanya tersenyum malu ketika Mpi mulai meremas-remas tonjolan buah dadanya.

”Ahh..!”
Gadis itu meringis, terutama saat salahsatu tangan Mpi juga mulai merayap ke bawah untuk mengusap-usap kulit pahanya yang putih mulus.

”..Ahh.. jangan.. Mpi..!!” Kaka menggeliat.. berusaha merapatkan kedua pahanya.

”Santai aja.. Ka. Nikmati saja ya..” bisik Mpi dengan tubuh semakin merapat.

Kaka yang pada awalannya kikuk.. akhirnya mulai berani merenggangkan pahanya.. sedikit.
Melihat hal itu.. Mpi tersenyum, kemudian kembali tangannya mengelus-ngelus bagian dalam paha gadis cantik itu.

Perbuatan Mpi pada tubuhnya.. dengan cepat membuat nafas Kaka jadi sedikit sesak. Nafasnya kian memburu.
Bahkan ia tersentak.. ketika tangan Mpi menyusup semakin dalam ke celah selangkangannya.

”Mpii.. mmhm.. hmmp..!” Sambil tetap berpelukan, pelan Mpi mulai memagut dan mengulum lembut bibir tipis Kaka.
Bidadari itu jadi tidak bisa menolak..
Kaka hanya bisa menggeleng-geleng ke kiri dan ke kanan untuk menghindari mulut Mpi yang semakin lama semakin kuat mengisap bibirnya.

Ia juga berusaha untuk sedikit memberontak saat sudah merasa kehabisan nafas..
namun tangan Mpi yang membelit kuat pinggangnya.. membuat usahanya tersebut jadi sia-sia belaka.

Yang ada.. malah Mpi telah menyumpal bibirnya semakin kuat.

”S-sudah, haah! Uffh... ampun..!” sengal Kaka kehabisan nafas.
Namun Mpi terus memegangi kedua pipinya untuk menyumpal bibir tipis Kaka.

”Emmhh Mhff..!?” Kembali ia menjadi bulan-bulanan Mpi.. sang bidadari tomboy cantik itu.

Dengan rakus Mpi terus mengulum dan melumat bibir Kaka..
sambil tangannya tak henti merayap dan mengelus-ngelus bongkahan buah dadanya yang membusung..
terhiasi puting susu kecokelatan yang kini telah pula sedikit mengeras.

”Ahh..!” Kaka menelan ludah.. ketika merasakan jari telunjuk Mpi melingkari puting susunya.
Seketika rasa geli yang aneh.. membuatnya menggeliat resah sambil meringis-ringis.

Ia berusaha merendahkan suara.. agar jeritannya tidak terdengar terlalu keras ketika Mpi mulai mengisap-isap kuat puncak payudaranya.
Dan bukan sekedar mengisap..
karena sambil mencucup, Mpi juga menggerak-gerakkan lidahnya untuk menggelitiki puting susu Kaka.

”Sudah.. Mpiii..!” Kaka memanggil nama gadis tomboy itu sambil mendekap kepalanya yang terus asyik menyusu di puncak payudaranya.

”Auwhh..!” Ia tersentak kaget saat tiba-tiba Mpi berlutut di hadapannya.. dan mulai mengecup-ngecup bibir vaginanya dengan penuh nafsu.

”Auh.. Jangann.. Mpii..!” Rintih Kaka dengan nafas semakin tersendat-sendat.

Di bawah, Mpi ternyata tidak cuma mencium.
Sekarang gadis itu menusuk-nusuk belahan mungil milik Kaka dengan menggunakan jari telunjuknya.

Akibatnya.. lendir-lendir nakal semakin banyak keluar membanjiri belahan selangkangan bidadari itu.

”Ughh..!” Kedua lutut Kaka serasa tergoyah.. ketika jemari tangan Mpi menekan pinggiran bibir vaginanya agar sedikit merekah..
Sementara itu.. jilatan lidah gadis itu dengan kasar terus menggelitik klitorisnya. Sesekali Mpi juga mengemutnya kuat-kuat.

”Mpii..! Udahh.. Sshhh.. ahh..!” Kaka langsung menjerit penuh nikmat dibuatnya..
Tangannya menggapai-gapai.. berusaha mencari pegangan saat denyutan-denyutan aneh menerpa bagian tubuhnya yang sangat sensitif.

Tanpa bisa ia cegah, akhirnya.. ”Hah.. hhh.. auw..! Auwhh..!” Ia mengejang-ngejang.. mengejat-kejat..
dengan tangan berpegangan erat pada bahu mulus Mpi yang masih asyik jongkok di depan bibir kemaluannya..
mengisap setiap cairan bening miliknya yang menghambur keluar dari lepitan nikmatnya.

Kaka terhumbalang dalam nikmat aneh yang mencungkupinya. Dari sesama perempuan..!

”Enak kan, Ka..?” tanya Mpi sambil menyeka cairan bening milik Kaka yang tercecer di sudut mulutnya.

Tanpa menunggu jawab. Gadis tomboy itu berdiri dan kembali merayapi buah dada Kaka dari arah belakang..
Sesekali tangannya menjepit dan memilin-milin puting payudara Kaka yang mungil..
sambil tak lupa menggenggam dan meremas-remas bulatannya yang indah menggoda.

”Aku tahu apa yang kamu pikirkan..!’ bisik Mpi sambil terus mengelus-elus ujung puting susu Kaka.

”Ngghh.. Apa..?”

”Kamu sudah tidak perawan lagi..!?”

Jderr..! Seketika Kaka terdiam. Tidak tau harus berkata.
Ia hanya bisa menangis dalam pelukan Mpi. Entah sesal.. entah malu.. menggumpal. Entahlah.

Keduanya beranjak ke tepian kali itu, dengan tubuh masih sama-sama telanjang..
Dengan malu-malu dan wajah memerah.. meskipun dingin air kali mencubiti kulit mulusnya..
Tersendat-sendat.. Kaka menceritakan semuanya.

Sementara.. Mpi berusaha mendengarkan dengan tatapan mata Mupeng.
Terlalu excited.. mendebarkan. Begitu menggairahkan. Cerita yang ia dengar tersendat dari mulut Kaka itu.

Sama sekali tidak menyangka kalau ’sahabat seperjuangannya’ ini telah bercinta dengan penuh gairah..
ketika terjebak situasi gawat darurat di tebing bukit Serelo.

”Itulah sebabnya Mpi.. kenapa aku belum membalas SMS kak Aswin tadi. Aku jadi ragu, Mpi. Ragu pada hatiku sendiri..” Rieka tertunduk.

“Hmm.. terus.. mo kamu lepas, gitu..!?” Bisik Mpi sembari mengajak Kaka keluar dari dingin air kali.

”Heh.. belum tau, deh. Liat aja nanti..” Desah Kaka berat. Seperti terbeban.

Beberapa jenak.. keduanya lantas menghening dalam kesibukan kecil.
Bersalin pakaian ganti. Berkemas.

Setelah merasa ’lengkap’ keduanya melangkah pelan di antara bebatuan kali bening.
Meninggalkan sisa kenangan yang tercipta di kali kecil dekat air terjun itu.
Meninggalkan gemericik dan deru terjunan air.
Dalam diam yang memeluk.

Senja pulang ke peraduan malam.
Menjeda kelam untuk bertahta.. setelah terang usai menunaikan tugasnya hari itu.
-------------------------------
 
Sentinel Tuba Kabut

: malam usai didera hujan
sang kabut menikam tikam
setiap kesempatan
menerbitkan 1 pertanyaan dalam
tubi bertuba
mengganjal terlalu intim

mungkin naif..
pada sang sentinel

pertanyaannya adalah..
“apakah ‘ngkau akan menjawab pertanyaan yang tidak perlu dijawab..!?”

Ahaa..

---------------

Srett..! Ritsleting pintu tenda ditarik seseorang dari luar. ”Brrrr.. dingin..! Uhukk.. hukk..!”
Mpi tiba-tiba nyelonong masuk ke tenda kami. Tenda para ahli isap. Bukan Ahli Hisab. Hehe..

Mpi langsung terbatuk saat pintu tenda yang kami tempati terbuka.. Dan seketika.. mengepullah karbon dioksida..
Asap sisa pembakaran tembakau itu seperti berebutan ke luar tenda.. bertemu dan bertempur dengan kabut yang tergenang.. tenang di luar tenda.

Yups.. ahli isap..! Ruang dalam tenda berdimensi 220 X 250 X 150 cm itu penuh dengan asap tembakau.
Bagaimana tidak. Saat itu aku sedang ‘menghabisi musuh utamaku’ itu. Toton yang sudah terbaring ‘meringkel’ gaya pistolnya..
baru beberapa menit saja mematikan puntung lintingan tembakaunya di kaleng bekas sarden yang dijadikan asbak.

Agun sendiri sedang ‘belajar melinting’ rokok keduanya.. ketika tiba-tiba saja Mpi nyelonong memasuki tenda kami.
Tubuh rampingnya yang kini berjaket tebal menyenggol bahu Agun yang bersila.. berposisi tepat di depan pintu tenda.

”Woii.. woii..! Salah tenda, Mpi..!” Teriak Agun yang sontak gelagapan.

Bukan karena apa-apa sih. Tapi posisi Agun yang bersila tersebut.. tengah ’belajar meracik’ lintingan tembakau pada selembar papir.
Jelas saja tembakau yang belum sempat digulungnya kembali berhamburan.. lantaran disenggol secara tiba-tiba.

”Hihi.. sorry kak Agun.. Ga sengaja..!” Mohon Mpi ketawa ringan tapi dengan wajah memelas.

“Hadew.. merusak stabilitas nasional aja kamu Mpi..!” Agun mengulangi usahanya ‘belajar melinting’ tanpa mempedulikan kehadiran Mpi.
Aku cuma terkekeh.. sembari memainkan asap tembakau yang kuembus keluar.

“Kak.. temenin di tenda kami dong..” Mpi mengajuk.. sembari menutup mulut dan hidungnya.. menghindari asap yang membubung.. lalu mengambang indah di langit-langit tenda.

“Jiahh.. masa’ minta ditemenin, sih..? Takut apaan Mpi..?” Agun ngeledek Mpi.. sambil tetap berjuang melinting tembakaunya.

“Hoaamm..! Iya. Kolokan banget loe, Mpi..!” Toton sudah dalam keadaan ‘teler’ ikut menyahuti..
Suara bariton dengan dialek khas Besemahnya berkecepatan 1 : 32 pada ketukan nada lagu.. meluncur terlalu lamban dari mulutnya..
seperti alunan tempo lagu ‘mengheningkan cipta..!' Kira-kira. Haha..

Toton memang keturunan Besemah. Lahir di Kabupaten Empat Lawang.
Sedangkan Agun asli kelahiran Musi Banyuasin, Sekayu.
Aku sendiri sebenarnya cuma ‘numpang lahir dan besar’ di Palembang.
Sebab.. ada banyak darah yang mengalir di tubuhku. Sumatera asli. Dari Sabang hingga Palembang.

O, ya.. sekedar tau.. Bahasa SumSel merupakan terbanyak ke-5 yang digunakan di Indonesia.
Lebih dikenal dengan sebutan Bahasa Musi.
Ada sekitar 130-an bahasa dan dialek yang berbeda di Sumatera Selatan.
Dituturkan oleh lebih dari 3.930.000 jiwa.. masyarakat di sepanjang hulu dan hilir sungai Musi, Provinsi Sumatera Selatan.

Bahasa Musi digunakan beberapa suku di sepanjang hulu dan hilir sungai Musi..
di antaranya adalah suku Belide, Besemah, Kelingi, Lakitan, Lematang, Musi Banyuasin, Musi Sekayu, Palembang, Panesak, Pegagan dan Rawas.

Penutur bahasa ini menurut sensus tahun 2000 adalah 3,9 juta jiwa.
Bahasa ini juga digunakan oleh penutur bahasa lain, seperti penutur bahasa Komering, sebagai bahasa perdagangan.

Beberapa dialek diantaranya Besemah, Pegagan, Musi Sekayu, Penukal, Kelingi dan Rawas.
Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.

------------

Toton memang sudah bersiap untuk ber-hibernasi-ria..
Itu efek dari aktivitas nge-lead dan ngisi materi Ormed Mpi dan Kaka.. sepagian hingga sore tadi.
Untung saja carrier berisi peralatan climb kami, aku dan Agun yang ngebawain.. bergantian dari kampung 1 ke Kampung 4 tadi pagi.
Kalo nggak..? Pasti akan lebih tepar lagi kondisinya sekarang. Hehe..

Nah.. karena ada dua tenda dome untuk istirahat dan tidur kami di base camp itu.. mau ga mau harus digunakan.
Sebenarnya sih.. dome yang kami ‘three mustiker’ tempati berspesifikasi untuk bisa dimuat 4 person ukuran tubuh bule.
Tetapi.. lantaran harus memuat juga 3 carrier milikku, Agun dan Toton..
itu membuat posisi ruang berdimensi 220 X 250 X 150 cm tersebut menjadi sedikit menyempit.

Untung saja peralatan peralatan climbing di carrier Toton ga dikeluarkan..
Padahal.. mestinya dikeluarkan sih.. untuk perawatan dan pemeriksan.. setelah digunakan climb di bukit Serelo beberapa hari lalu.
Sedangkan tenda dome yang ditempati dua bidadari tomboy, Mpi dan Kaka spesifikasinya untuk bisa memuat 3 person ukuran tubuh orang bule.

“Kenapa belum tidur.. Mpi..? Ga capek apa..? Kaka mana..? Jam 11an nanti kita muncak, loh..!” Berondong Agun bertubi.. seperti gerimis tadi sore.

Belum lagi sempat Mpi menjawab.. “Yess..!!” Teriaknya terkekeh senang. Hehe.. berhasil juga dia melinting tembakaunya..

“Ya itu tadi ..” Mpi menjawab dari depan pintu tenda. Haha.. ga sanggup dia masuk ke dalam tenda para ahli isap.

“Temenin ngobrol, dong. Paling tidak sampe aku tertidur.. kak..!”

“Lah.. Kaka..!?” Cresh..! Tanya Agun.. sembari menyulut linting tembakau dan langsung mengisapnya dengan mata terpejam perlahan..
Seperti begitu menikmati.. asap tembakau yang berasal dari ‘hasil usaha’ dan perjuangannya sendiri.
Tentu saja nikmat. Mungkin hampir sama seperti jika seorang seniman yang menikmati hasil karyanya. Apapun itu.

“Ahh.. si Kaka..! Dia udah molor sedari pulang mandi tadi..!” Terang Mpi menarik kepalanya keluar.. makin menjauhi pintu tenda.

“Hehehe.. tepar juga akhirnya, dia ya..?” Agun justru membaringkan diri.. sembari menjentikkan abu hasil bakaran tembakaunya..
kini malah dengan memejamkan matanya lebih erat.

“Ah, kak Agun payah..!” Mpi merengut. Gondok dia.. diacuhin Agun.

“Bang Bara.. abang aja yang nemenin, ya..? Please..!”
Rengek Mpi.. memelas.. berpaling ke arahku yang masih berjuang ‘menghabisi musuh utamaku’.

“Hmm.. oke, deh..” ujarku.. sesaat setelah ‘menghabisi’ sang musuh utama.. lalu mematikan api puntungnya ke kaleng sarden.. si asbak temporary. Hehe..

“Nah.. gitu dong..!” Mpi sumringah.. mengangkat jempol padaku..
Lalu membalik telapak tangannya sehingga ujung jempol berbalik ke arah bawah.. sembari menjulurkan lidahnya.. ketika
melihat sebelah mata Agun terbuka malas memandang ke arahnya. Langsung dibalas Agun.. juga dengan menjulurkan lidahnya. Akrab.

Aku bergerak keluar dari tenda. Mpi berdiri sejenak.. memberi ruang untukku.
Kedua tangannya terbungkus di kedua saku jaket yang ia kenakan.. mengumpulkan hangat di sana.

Tanpa alas kaki.. aku ‘menyeberang’ ke tenda para bidadari tomboy. Nyuss..! Perubahan cuaca dan suhu tubuh terjadi dengan cepat.
Seketika telapak kakiku menerima dingin yang menusuk. Berdenyar.
Rasa itu merembes di pori-pori. Meluncur seperti ribuan jarum berdesing di pembuluh darah. Kunikmati.

Sebab aku pernah terbaca –awalan ‘ter’ menyatakan ketidaksengajaan– sebuah artikel di majalah Intisari..
mengenai terapi yang menggunakan ramuan herbal yang dicampurkan ke air dingin atau es batu.. pada telapak kaki dan tangan.
Jadi.. kupikir ga ada salahnya juga kucoba, ya ga..?

Kenapa harus telapak kaki dan atau telapak tangan..?
Karena.. secara anatomi, bagian inilah letak terjauh dari jantung.. sehingga jantung harus lebih ekstra mendorong darah sampai ke bagian ini.

Titik telapak tangan dan telapak kaki.. utamanya pada ujung-ujung jari, merupakan titik balik dari pembuluh darah..
di situlah sering terjadinya aliran darah yang terhambat karena tersumbat.

Logika ini apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.. mungkin bisa diibaratkan pada jalan lalu-lintas..
di mana, ketika melewati jalan yang memutar balik menyerupai letter U.. maka di situ sering terjadi kemacetan..

Begitupula pada aliran darah.
Darah yang mengangkut sari-sari makanan yang akan disebarkan ke seluruh tubuh akan mengalami sedikit gangguan pada daerah balik ini.
Pada telapak kaki dan telapak tangan.. di situ terletak puluhan ribu syaraf yang bisa saja mengalami gangguan..

Apabila ada yang mempunyai sedikit saja gangguan syaraf..
ketika direndam dengan ramuan ini akan merasakan sensasi yang luar biasa, seperti ditarik-tarik dan ‘kesetrum’.
Namun bagi yang tidak memiliki keluhan.. nyaris tidak ada reaksi-sensasi apa-apa.

Biasa digunakan untuk merilekskan otot-otot kaki yang kecapean atau keletihan pasca digunakan berat..
menghilangkan kebiasaan kesemutan.. bahkan membuang toksin tubuh.. merefresh syaraf-syaraf telapak kaki dan tangan.
----------

Bayanganku melangkah ditimpa cahaya Lambada, alias lampu badai di atas batu dekat tenda yang seperti berpendar dalam kedip lamban.. tersaput rinyai kabut malam itu.
Sementara refleksi tubuh-tubuh manusia bergoyang-goyang pada dinding tenda-dinding tenda di sebelah sana..
terpapas sinar lentera masing-masing.. mencipta siluet serupa tablo.

Rileks.. kunikmati denyar-denyar seperti tusukan jarum di pembuluh darah itu dalam langkah pendek dan pelan.. penuh penghayatan.
Ga sekali dalam setahun, kan.. bisa menikmati hal langka seperti ini..? Pikirku santai.

Mpi yang tadinya berada tak lebih 2 langkah di belakangku.. malah lebih dulu tiba di tendanya.
Srett..! Ia buka ritsleting pintu tenda.. langsung melepas sepatu dan merangkak masuk ke dalam tenda.

Srekk.. srekk..! Mendekati tenda.. aku berbalik sebentar.. memandang ke arah puncak gunung yang dipayungi awan..
Crash..! Sesekali kilas lidah kilat meletik di antara gelap payung awan.. di atas sana.

Damn..! Dari kesiur angin dan gemuruh guruh yang menggeluduk.. sepertinya akan ada badai malam ini..! Membatin sejenak.
Aku terpukau.. risau.. terpekur menatapi Dempo berpayung puncaknya, saputan awan menggelayut tenang dan manja berkilau lidah kilat..

Bangsatnya, selintasan bait sajak teman si Wiji Thukul tiba-tiba menyeruak tak terduga.
Ahh.. Memenjarakan beberapa jenak memoarku pada irama degub jantung. Menceritakan kerinduan.

Nih..

– the shadow –

"ah, Me..! how sweet is love it self possess'd, when but love's shadow are so rich in joy..!"

(William Shakespeare – Romeo & Juliet)

"duh..! betapa nikmatnya memiliki cinta, baru bayangnya.. pun telah menimpulkan suka cita..!

: moon up malu, bersembunyi
di sebalik gerumbul kanopi awan kelam
siluetnya
masih pucat saat terbangun
dari sebalik gunung
perlahan anggun bias pecah sinarnya
kuning-ungu-hijau-kebiruan
bayangnya bertahta megah

pernah sekali-kali
dingin menyusup temulang
namun
kehangatan yang mengaliri pembuluh darah
setiap tirus senyum,
garis wajah
atau gema-pantul suaramu
bergaung tanpa henti di bilikbilik qalbu

– kuakui...
aku, merindu –

----------------

Blug..! Sebentar aku duduk dengan kedua kaki masih di luar pintu tenda.
Membersihkannya dengan beberapa helai tissu gulung.. yang kuambil dari sudut tenda para bidadari tomboy.

“Bang.. ritsleting yang luar.. ga usah ditutup..!” Suara Mpi membuyarkan langut lamunku barusan.
Ia belum membaringkan tubuhnya. Masih duduk memeluk lutut di sebelah Kaka.. seperti terpekur.
Memandangku dari keremangan dalam tenda. “Biar yang dalamnya saja yang ditutup rits-nya..” lanjutnya menyarankan.

“Hmm.. apa nanti ga dingin, nih..? Angin rada kencang di luar, Mpi..! Mungkin bakal ada badai ntar malam..”
ujarku masih memandangi awan yang menggantung.

Srett..! Kutarik ritsleting.. menutup pintu tenda bagian dalam serupa jaring berbentuk diagonal.. yang berfungsi sebagai ventilasi.

Sejenak terpaku –lagi– ketika menyaksikan posisi berbaring kedua bidadari tomboy di dalam tenda.

Pada remang bayang bias cahaya lambada di luar.. kedua bidadari berbaring dengan posisi vertikal..
ujung-ujung kaki berada di depan pintu tenda..

Kudapati.. ruang dalam tenda berdimensi 200 X 200 X135 cm itu tak terlalu sempit.. pun tak terlalu lapang.. sih..
Cukuplah untuk membaringkan tubuh tanpa harus berhimpit-himpitan seperti jika di tenda kami.. ‘three mustiker atau para ‘ahli isap’ di depan. Hehe..
-------------------------------

Mengeja Irama Hujan

“perjuangan tualang perjalanan kata di padang makna.. adalah menemukan tanda baca..!”

.. seperti analogi;
pernahkah merasa..
tiba-tiba seakan mengenal seseorang,
-- meski belum pernah bertemu sebelumnya --
di mana saja
kapan saja
de javu kah..!?

tetapi..
tetap saja tak mengenalnya, ternyata..
aha..!

----------

Benar saja prediksiku.. memang alam tak pernah bisa diduga maunya. Sama seperti hati perempuan, kupikir.
Semisal laut.. sebentar tadi terlihat tenang.. tanpa riak gelombang. Sejenak kemudian.. tsunami membadai setinggi gunung.. meradang.
Semisal gunung.. tenang.. seperti damai tak lekang.. Sebentar kemudian memuntahkan pijar panas.. tak terkirakan.
Ugh.. amatramatsangat tak terduga..!

Malam masih merambat.. terasa pelan seperti langkah kura-kura.
Angin mulai mengembus-berkesiur kian keras menerpa pucuk pepohonan..
Mereka seakan mencipta desauan serupa jerit srigala. Menggema riuh ke segala arah.

Bersama jilatan lidah kilat dan gelegar guntur.. tanpa mampu dicegah rerintik hujan berjatuhan.
Bulirnya satu per satu menciumi bumi Dempo yang memang telah basah sejak sesorean tadi.

12 derajat Celcius menusuk temulang dan mencucuki pori-pori dalam dingin berembus.

Kulihat posisi Kaka sepertinya cukup nyaman dalam dekapan mummy sleeping bagnya. Sesekali dapat kudengar ia mengigil kedinginan.
Tapi tak apa. Batinku. Bukankah tujuan ke gunung memang mencari dingin, kan..!? Hehehe..

Kaka berbaring membujur di dekat dinding tenda.. hanya berjarak 5 – 7 jari dari Mpi yang sekarang di tengah..
di antara aku dan Kaka. Mpi, di dekatku..

Karena itu aku kebagian di tempat paling pinggir..
sedikit terhalang ujung matras yang dibentang melintang untuk tak terkena dinding tenda yang basah lantaran tempias kabut.
Mpi telah pula menyelimuti tubuhnya dengan sleeping bag yang dibentang lebar.. seolah memberiku ‘ruang’ untuk masuk ke sebaliknya.

Tanpa tendensi.. –awalnya sih..– kusibak tepian sleeping bag untuk kemudian menyelinap di bawahnya..
sama berselimut dengan Mpi.. yang berbaring miring menghadap Kaka.

Kuhitungi tarikan nafas teratur.. lamat-lamat kudengar dari sepasang bidadari tomboy yang berbaring lelap di sebelah-sebelahku..
Mencoba ‘berjuang untuk tidur..!’
..........
Rasanya baru beberapa jenak saja aku ’terhanyut’ dalam perjuangan ber-hibernasi-riaku..
Merasakan sesuatu yang empuk dan hangat sedang menekan selangkanganku.

Selangkangan..!?
Ya, timpaan tubuh lembut itu rasanya telah berhasil membuat tubuhku pegal hampir kesemutan.. hingga memaksaku membuka mata.

Mataku menatap tak percaya pada makhluk tomboy manis yang -sepertinya- tengah terlelap di atasku..
—Tidak.. Bukan..! Lebih tepatnya ia seolah memelukku dan menyandarkan kepalanya di atas perutku..—

Dadanya yang meski tidak besar.. tetapi tetap saja lembut dan membusung itu menghimpit tepat di pinggulku.
Sial.. eh, untung ngkali ya..? Jadi ini sesuatu yang membuat 'prajurit mbalelo'ku demo..?

Beberapa saat aku 'mengumpulkan nyawa' yang baru kembali dari pengembaraannya.
Di luar angin masih berkesiur.. sesekali terpaannya menyentuh dinding tenda.. sesekali menerpa rainfly/cover tent..
seperti menepuk-nepuknya dalam desauan lirih.

Kasian juga nih anak.. bisa kecapean juga rupanya..
Mungkin sedikit terkuras energinya ’digenjot’ Toton Ormed sepagian hingga sore tadi
.. batinku iba.

Di luar sudah malam.. jadi angin malam yang agak dingin dan segar sesekali menyeruak masuk dari ventilasi tenda..
membuat udara jadi lebih menggigilkan.

"Mpi..” Ragu-ragu kujulurkan tangan ke kepalanya.

Sial..! Dia hanya menggeliat, membuat dadanya yang empuk itu kembali menggesek prajurit mbaleloku..
yang membuatnya makin memberontak merencanakan kudeta.

Bagaimana ceritanya sih bisa sampai ketiduran dalam posisi menyulitkan begini..?

"Mpi..!” bisikku menggugah.. sembari membiasakan mata.. melihat ke arah Kaka di sebelahnya.

Hmm.. sepertinya Kaka cukup nyaman digelungan mummy sleeping bag yang dipakainya. Syukurlah, pikirku.

"Nghh..!” Aku sedikit melenguh ketika ia lagi-lagi hanya menggeliat.. menggesek dadanya lagi di atas pinggulku..!

Sambil menelan ludah.. apalagi merasakan gesekan kulitku dengan kulit bagian tubuhnya yang tak tertutup.. mencoba menggeser tubuhnya secara hati-hati untuk membuatnya telentang.

Aku menggeleng-gelengkan kepala ketika kemudian dia memiringkan tubuh ke arah Kaka.. dan memeluk dirinya sendiri seperti kedinginan.
Gerakan berbaliknya tersebut menyebabkan sleeping bag yang dibentang lebar menjadi selimut.. tergelincir..
mempersilakan dingin angin mengelus bagian-bagian tubuhnya yang terbuka.

Tanpa mengubah posisi berbaring.. kubenahi sleeping bag untuk kemudian menyelimuti sebagian tubuh dan lengan Mpi.

Sesaat sebelumnya.. sempat aku melirik ke arah kakinya yang juga sedang ia tekuk.
Damn..! Bodoh. Salah sendiri pake celana pendek seperti itu.
Rutukku pada Mpi.. yang meski berjaket tebal sebagai atasannya.. tetapi justru mengenakan potongan atas celana lapangan berwarna hitam..!

Dan jelas saja.. menampakkan pemandangan indah.. jenjang batang pahanya terpampang di depan mataku.
Mulus. Lencir. Berkulit halus. Ugh..

Pendakian malam ini mungkin saja dibatalkan seandainya cuaca buruk tak menjadi baik.
Ingin kubangunkan, sebenarnya. Tapi tak tega juga aku melihat wajah penuh damainya terlihat sangat lelah.. seperti kehilangan darah.

Tetapi.. bagaimanapun bidadari tomboy satu ini tetap saja cantik dalam keadaan begitu.
Jadi kubiarkan saja Mpi dalam tidur lelapnya.

Angin makin keras mengembus.. menggelepar-gelepar.. berselingan gemuruh guruh di kelam langit.
Deru angin menjelma seperti raungan raksasa yang sedang marah.

Mengerjap mata beberapakali.. aku berusaha membiasakan mata untuk melihat di gelap-gulita yang menyungkup sekeliling tenda..
Tak terdengar suara apa-apa.. selain gerung badai yang mengamuk.

Sayup kudengar.. di sebelahku gigi Mpi bergemeletuk menahan dingin.
Tubuhnya yang ramping namun sekal padat.. masih menghadap miring ke samping.. ke arah Kaka yang terlentang namun dibungkus kehangat mummy sleeping bag.

Dari posisi demikian.. meski cuma ’dibantu’ sedikit penerangan yang tercipta sesekali dari kilas lidah kilat yang berhamburan di langit..
namun itu cukup bagiku untuk kembali menyaksikan lekukan tubuh.. pinggul rampingnya.
Hmm.. not bad..!

Damn..! Kusumpahi diriku. Betapa ’naifku’ terpancing gairah menyaksikan lengkungan perut dan pinggulnya..
Otakku ikutan menyumpah-nyumpah.

Heii.. bukan salahku terpancing birahi. Itu naluri..! Sang Nafsu memberi dukungan.. merestui.
Hmm.. benar juga, ya.. Apalagi tadi aku terbangun dalam keadaan dadanya berada tepat di atas selangkanganku.

Astaga.. sang prajurit telah memasang sangkur di ujung senapannya..!
Ia semakin kokoh berdiri dan itu membuatku mengerang.. menahan rasa ngilu.

Kembali aku harus meneguk ludah.. membasahi tenggorokan yang tiba-tiba saja mengering..
saat kulihat Mpi semakin meringkuk sambil bergumam.. "Ngghh.. Dingin..!"

Tuink..! Sang prajurit mbalelo berhelm Darth Vader mengangkat senapan yang telah dia pasang sangkurnya.
Siap menembakkan salvo..

Dengan jantung bergedebugan. Dengan ragu.. sungguh ragu. Perlahan.. kurebahkan diri di belakang punggung Mpi.
Dan pelan-pelan.. kurengkuh tubuhnya dari belakang.
-------------------------

Kutuk Rembulan

Dingin menelusupi dari segala arah. Dari semua penjuru. Bumi yang basah.. angin menderu.. membadai bersama. Berkelindan.
Bahkan rembes air dari sambungan jahitan tenda pun ikut berpesta.. menyemarakkan kebekuan.

Suhu udara di luar mungkin telah pula jatuh.. dari 12 derajat Celcius.. Kini dapat saja menjadi 11.. 10..
Atau bahkan 9 derajat Celcius. Who knows..?

Tapi.. suhu di dalam tenda sini.. kurasa berlaku kontradiktif dengan di luar sana.
Panas. Untuk tidak dikatakan ’mendidih’. Membara.. untuk tak dikatakan terbakar.

Perlahan.. berusaha untuk tak menimbulkan gerakan yang mengejutkan.. aku menaruh tangan kananku di belakang Mpi..
sejajar dengan kemiringan tubuh sang bidadari tomboy nan ramping itu..
Sementara.. tangan kiri kuletakkan.. juga dengan sangat perlahan, di pantatnya.. Itu sebagai acuan ’orientasi letak..!’

Ya.. letak dan posisi bukit bokong Mpi.
Sebab.. saat itu.. aku tak mampu optimal mengandalkan indra penglihatan.. hanya bisa mengandalkan kilas cahaya kilat.. sesekali melintas.

Setelah kurasa pas.. lalu bergeser sedikit.. menurunkan letak koordinat orbit pinggulku..
agar posisi sang prajurit berhelm Darth Vader yang sedikit bengkok ke kanan.. nantinya akan tepat di titik serangan mitraliurnya..!
Yups.. Belahan parit pantat Mpi. Haha..

Otakku menyulutkan gairah.. Iblis purba mulai mengipasi bara dalam sekam.. Otak iblisku memanggang.. gairah paling purba manusia..!
Ya, ada yang terbakar di sini. Di ruang berdimensi 200 X 200 X135 sentimeter.. sempit. Gelap dan dingin.

Gairah..
birahi..
nafsu..
syahwat..
passion..
dan
atau.. istilah-istilah lain.
Whatever.

Waktu seperti bergulung pada satu titik. Tak tau pukul berapa sekarang.
Aku merasa 2 indraku terlepas fungsi.. untuk tidak mengatakan kurang berfungsi.
Penglihatan.. pada posisi teratas yang kehilangan kenikmatan memandang.

Pendengaran.. satu level di bawahnya.. justru terlalu bising mendengar. Seribu bunyian entah dari mana-mana saja.. menggempur..
Kesiur angin yang bergumul dengan gemerisik dedaunan pada pepohonan..
Celetar halilintar seirama kilas lidah kilat yang memecut tiang langit.. Gemeretas bulir hujan di tiap jatuhnya pada benda di bumi..
Semua suara.. Segala bebunyian.. seakan njelma palu.. godam raksasa..! Memukuli.. mendentumi gendang telinga.

Tetapi untunglah.. di sekian keriuhannya.. alam tetap memberikan berkah..
Dengan sedikit diuntungkan oleh kilas-pijar lidah kilat di sana-sini.. mataku masih dapat berkejap-kejap.
Berusaha mengumpulkan.. kilasan demi kilasan lidah kilat.. pijar demi pijar cahaya. Tiap sinarnya.
Telingaku.. meski teramat dengung.. masih dapat menangkap bunyi-suara.. bukan yang jauh.. tapi cukuplah.

Berspekulasi atau bisa dibilang gambling..
Aku berharap bidadari tomboy yang satu ini tidur seperti kerbau.. artinya.. susah terbangun. Ya, I hope so..

Posisi badanku yang kini tepat berada di belakang Mpi.. sama rebah, berbaring menyamping.
Memudahkanku merapatkan sebagian tubuh atas depanku ke sebagian tubuh atas belakangnya..
dari sebatas pinggul ke sebatas dadaku ke bagian pantat Mpi.. ke sebagian punggungnya.

Degh..! ”Eghh..!”
Dugh..! ”Nghh..!”

Ohh.. yaa..! Teriakku dalam hati.
Tanpa dapat kutahan.. tak kusuruh-suruh.. ia bergerak otomatis.. Pantatku.. mulai bergeser untuk maju merapat ke pantatnya..

Maka.. sang prajurit mbalelo yang sedari tadi riuh memberontakiku di celana dalam akhirnya menyentuh garis belahan pantat Mpi.
Kemudian.. dengan tanpa diarahkan sama sekali.. ia mendekam di dalam celah belahan bokong bidadari tomboy di depanku..
pada parit pantatnya.

Bagimanapun juga sedikit kekhawatiran tetap menghinggapiku.. Khawatir bila ada kemungkinan.. 2 perempuan indah di depanku ini terbangun.
Yang sedang kupeluk ragu tapi nikmat.. terbangun karena merasakan sesuatu yang mengganjal di belahan pantatnya.
Yang di sebelahnya lagi.. terbangun karena mendengar ‘suara-suara dan bunyian aneh’ di dekatnya.

Huh..! Mendebarkan.. plus memacu adrenalinku. Sungguh.
Selintas ‘pikiran’ tadi adalah rasa khawatir.. dan tentu sangat beralasan.
Kini muncul pula lagi.. ‘perasaan’ yang merupakan luapan.. sensasi unik.

Menurutku.. Sepertinya menempelkan sang prajurit mbalelo pada bokong indah dan kalau bisa ..
memasukkannya ke celah di antara selangkangannya.. sudah merupakan sensasi tersendiri..

Bukan kenapa-kenapa. Yang kubingungkan adalah..
Kenapa juga aku harus ‘terjebak nikmat’ dalam suatu.. eh, beberapakali malah.. situasi tunadaksa..!
Erghh.. Seperti kutukan saja..

Ketika bercinta dengan Kaka.. aku harus mengandalkan indra peraba dan pengecap sebagai anak panah hasrat dan gairah..
Tapi untungnya indra penglihatanku terbantu oleh cahaya bintang dan rembulan peyang.

Maka sekarang.. aku malah tak bisa menggunakan indra penglihatanku dengan optimal.
Jadi.. hanya mengandalkan indra peraba dan penciuman..

Ahh.. ‘sensasi kutukan rembulan’
What a Jinx..!

Sementara itu.. tanganku yang semula memeluk pinggangnya kini telah beringsut pindah menuju ke bukit dadanya..
berusaha memegang payudaranya..!
Hmm.. setidaknya yang kuperkirakan sebagai ’letak payudara’. Haha.. Mudah-mudahan dia tidak terbangun ketika aku..

"Ngghh..”
Aku tersentak kaget.. saat kucoba meremas bukit dadanya.. pelan dari belakang..
lenguhan lemah Mpi seperti membekukanku.. kuhentikan semua gerakan..

Kudekatkan wajah.. menunggu kilasan cahaya untuk dapat mengintip wajahnya..
kuberanikan diri sehati-hati mungkin menyibak helaian rambut hitam kecokelatannya..
Memastikan kelopak matanya.. terbuka.. atau tertutup.

Hahh.. ternyata tidak. Syukurlah. Aman.

Mpi hanya bergerak pelan hingga sampai.. pantatnya seperti ’tak sengaja’ menggesek selangkanganku -lagi..-
Kembali.. seringai tipis mesum dan tanduk iblis.. seperti terbit dan tumbuh di wajahku.

Sambil kian merapatkan pinggulku padanya.. sengaja makin kutekan-tekan.. serapat mungkin..
sang prajurit mbalelo yang keras menonjol dari balik celana lapanganku pada bokong hangat Mpi.

"Nghh..” Napasku memburu ketika mulai terasa candu nikmat itu bereaksi..

Sembari menggesekkan sang prajurit dengan pelan ke bokongnya yang masih tertutup celana lapangan pendeknya..
Kuberanikan diri untuk menjulurkan tangan kananku untuk menumpu kepalanya..
sedangkan tangan kiri untuk menyentuh dadanya yang kecil.. lembut namun sekal itu.

"Nhh..!” Mpi mendesah kembali saat aku meremas-remas dadanya dari luar jaket yang ia kenakan.
Kembali aku sedikit terkejut.. menghentikan sejenak ’kegilaanku’ tadi.

Beberapa saat.. setelah kupastikan Mpi hanya menggumam tak berarti..
Mulailah serangan mitraliur pada dua titik di koordinat.. 4 bukit dengan dengan 2 lembah.

Yup.. 2 lembah.
Lembah yang di atas lebih rapat pertahanan.. masih terdapat 3 atau bahkan 4 barikade.
1. Jaket tebal..
2. Baju lapangan dan berkemungkinan 2 hingga 3 lapis.
Dan.. 3. Bra..!

Kesimpulannya: Agak terlalu berat pertempuran merebut 2 bukit tersebut.
So.. kualihkan titik penyerbuan pada parit pertahanan di bukit di bawah. Belahan Bokong.

Nah.. gempuran berupa gesekan sang prajurit mbalelo di parit pertahanan, eh.. parit bokongnya yang kufokuskan.
Rrrtt.. rrbb.. rrbb.. slepp..! Berulang pelan..

"Nngghh..!” Bahkan aku hampir tak peduli ketika lenguhan Mpi terdengar agak keras.
Aku masih menggesekkan kemaluanku pada bokongnya yang masih sama-sama terlapisi celana lapangan plus celana dalam.. tentunya.

"Sshhh..”
Aku mendesiskan nikmat tanpa sadar ketika helm sang prajurit mbalelo semakin terasa geli setiapkali kutekan-tekan pada bokong empuk Mpi.

Masih sama-sama terbalut 2 lapis kain.
Celana lapangan berbahan capstrock dan celana dalam berbahan katun. Itu punyaku.
Ga tau CD yang dipake Mpi. –untuk sekarang..– Hehe..

"Nghh.. abang.." desah samar.. sumir.. tersamar desau angin.

Gubrak..! Kaget.. aku pun kembali menghentikan kegiatanku seketika.
Sedikit menjulurkan leher.. memasang telinga ke arah Kaka di sampingnya.

Apa dia tahu apa yang kulakukan..? Mengapa namaku disebut..?

Kujulurkan kepalaku sedikit lebih jauh.. melewati lengan atas Mpi.. hingga dapat kurasakan dadaku bersentuhan dengan lengan atas Mpi.
Sekali lagi kupasang telinga.. kudengar sebaik mungkin.. siapa yang mendesahkan namaku.
Yang mengigaukan desahnya menyebut nama panggilanku.

Berganti-ganti kupandangi.. Lagi-lagi.. kudapati 2 wajah ’polos’ itu ternyata manis juga dalam keadaan tak sadar begini.
Desah nafas Mpi jadi dekat sekali di pipiku. Harum mulut gadis itu juga sampai samar-samar di hidungku.
Hangat nafasnya menyerbu di dingin cuaca. Entah sengaja atau tidak.. bibir Mpi yang agak basah itu sesekali menyentuh pipiku.

Hmm.. kacau deh. Aku merasa telah berbuat sangat tak adil pada Mpi.. dan ngerasa ’berkhianat’ pada Kaka, saat itu.
Sebab aku ngerasa kalo cuma aku yang ’beraktivitas’ aktif. Sedangkan Mpi.. pasif..

Huh.. sepertinya ia hanya ’menerima’ perlakuanku pada tubuhnya.. tanpa perlawanan..
– dan itupun mungkin pula cuma respons.. berdasarkan naluri semata.. – "Ahh..!”
-------------------------------

RE-Construction


perempuan itu menyesal telah mengembalikan matahari kepada langit
karena matahari kembali membuatnya mencintai bayang bayangnya sendiri
seperti yang pernah dulu dikatakannya kepada rembulan, ketika rembulan mengutuknya..

katanya pada rembulan ketika itu:

"aku adalah perempuan yang menelan matahari, karena matahari akan membuat bayang bayang
yang akan aku cintai sendiri..
tidakkah kau lihat rembulan, matahari tidak pernah memberikan cahayanya kepadamu dengan sungguh sungguh..!
Ia hanya meminjamkannya kepadamu sebentar saja, selebihnya kau gelap semata..!
dan kini.. telah kukembalikan matahari pada langit, seperti yang ia pinta kepadaku.."


"..aku cuma pingin jadi lelaki.. yang bisa menyimpan sepisunyinya sendiri..
sebab, cinta bukanlah soal atau masalah memiliki..
cinta adalah keberanian untuk pergi
atau
ditinggal pergi..!?"

katanya ketika itu, kembalikan matahari kepada langit dan tuntaslah kutuk bulan kepadamu..

tapi kutuk bulan kepadaku tak akan pernah putus..!
-- teriakku pada lanang yang telah memanggilkan hujan untukku --

— kutuk rembulan : eclips dialog terpatah —

----------------

Beberapa jenak setelah itu.. aku seperti kehilangan akal. Terlepas momentum.
Mood-ku seolah menguap bersama pikiran dan rasa bersalah.. kekhawatiran dan pengkhianatan.. Ugh..

"Bang.. dingiin.."
Heh..!? Lagi.. tiba-tiba saja desah samar.. sumir.. tersamar desauan angin.. nyaris ditelan gerungnya.

Aku tak mampu mengenali tone suara itu.

Mana mampu aku mengidentifikasinya dalam si-kon-tol ma-ti —Situasi Kondisi tak ber-Toleransi pada Masyarakat Timur..— seperti ini..!
Sungguh deh.

Hmm.. ternyata.. ternyata.. yang mengigaukanku..
Mpi..!?
Kaka..!?


Entah kenapa.. dalam gelap yang hanya sesekali dipecah kilasan cahaya kilat itu.. aku tak bisa menahan senyum..
Ah, terserahlah..
Siapapun dari kedua mahluk indah yang setenda denganku ini..
yang menyebutkan namaku dalam igau tidurnya.. aku sih senang-senang saja.
Toh aku juga menikmati denyarnya, kan..!?
Pikirku menyenangkan diri. Hehe..

“Nghhh.. uhh.. uhh..!”
Drett.. drett.. drett.. drett..!
Igau dan gemeletuk gigil kedinginan menggeletar.. tiba-tiba saja diperagakan si bidadari tomboy dalam gelap tenda.

Kudiamkan sejenak gigilan tubuh di sampingku.. hingga terlewat gegarnya.
Loh.. kok.. aku seperti kehilangan akal..?

Terdiam sejenak.. kemudian segera memindahkan tangan kiriku yang tadi mengelus-elus rambutnya..
untuk kemudian meraih pinggang rampingnya.

Dengan posisi lengan kanan sebatas siku terselip di ruas jenjangan lehernya dan tangan kiri ’memegang’ pinggang si bidadari tomboy itu..
aku jadi dapat memeluknya erat.. mencoba membagi kehangatan.
Hehe.. berbagi hangat dalam kemesuman..!

Dan.. pelukanku pada tubuh ramping yang bergetar kedinginan itu menjadi rapat. Perlahan menjadi lebih rapat.. erat.. semakin ketat.
Lebih kurapatkan dengan perlahan.. berpegang pada cekungan pinggangnya yang seakan membantu tubuhku.. untuk makin merapat ke tubuhnya.

Di bawah sana.. di selangkangan..
Si prajurit mbaleloku kembali berdemo-ria.. semakin tegang dan mengeras.
Ia mengejat-ngejat.. mengacungkan bayonet dengan senapan keras dan menegang.

Mpi sepertinya masih diam tak bereaksi.. namun bisa aku rasakan.. sepertinya ia malah seakan menyorongkan pantatnya ke arah belakang..!
Heii..
Itu sama saja seperti mempersilakan si prajurit mbalelo berhelm Darth Vaderku untuk makin merapat..
dan membenam lagi pada sela-sela parit di pantatnya.

Entahlah..
Dengan memperhitungkan segala kemungkinan.. bahkan yang paling fatal sekalipun.. serangan malam menyusup daerah musuh kulanjutkan.
Tubuh bagian depanku kian rapat dengan tubuh bagian belakang si bidadari tomboy..
tetapi kini dengan posisi punggungnya sudah lebih tegak dari posisi seperti awal tadi.

Aktivitas yang semula ’hanya’ mengelus-elus bagian pinggangnya.. berubah intensitasnya menjadi memijit-mijit..
Terkadang area pijitan kuperluas sedikit-sedikit hingga ke belakang punggung dan perutnya.
Sebenarnya pura-pura saja memijit.. sih. Sebagai antisipasi.. alasan jika tiba-tiba Mpi mendusin.

Aktivitas mesumku yang semula cuma berusaha menempel ketat saja..
dengan ’hanya mengharapkan’ adanya tekanan bokong kenyal terhadap si prajurit mbaleloku..
tanpa dapat dicegah mulai meningkatkan serangan.

Serangan Malam. Penyerbuan kedua..! Haha..

Tanganku yang tadinya ’berpegangan' di pinggangnya.. mulai bergerak turun..
menelusup ke wilayah musuh yang masih terhalang barikade.. dan ranjau.
Yups. Ranjau dan barikade berupa jaket tebal.. dan entah berapa lapis baju lagi. Aku belum tau sampai detik ini.

Entah darimana mulainya.. adegan pijit-memijit bagian punggung tubuhnya..
sambil tentu saja merapatkan si prajurit mbaleloku ke belahan parit pantatnya yang bahenol itu makin intens dan kian membara.

Dengan pikiran menerawang entah ke mana.. pijitanku bergerak makin nakal.. kian gencar mencari daerah jajahan baru untuk dikuasainya.
Kadang aku memijit punggungnya.. lalu bergerak terus ke bawah.. ke arah pinggangnya.

Di sana kutekan sedikit keras.. hingga dapat kudengar ia seperti mengerang lirih..
Cukup keras untuk membuatku terkejut dan menghentikan sejenak ’pijat-urut’ ala mesumku.

Diam sejenak menunggu reaksi Mpi atas aksiku barusan.
Terbangunkah dia..? Pikirku hati-hati.
Apakah ia akan menghentikanku.. lalu meraih tanganku dan menyentakkannya keluar dari tubuhnya..?
Meskipun tak mau gegabah.. tetapi gairahku yang tersulut menuntut penuntasan.

Lantas.. dengan lengan kanan masih memegangi kepala Mpi agar tetap menghadapku..
rabaan singkat seperti orang buta, sebab tak ada kilas cahaya membantu ketika aku meraih luncip dagu si bidadari tomboy..
memajukan kepalaku.. mencoba untuk melumat bibir tipisnya.

"Mmhhh..!” Kulumat sepelan mungkin.. melawan hasratku agar Mpi tak terbangun. Agar.. di sebelah sana, Kaka tak terganggu.
Tapi.. rasa bibir bidadari tomboy itu terasa begitu lembut.. basah dan manis.. Itu meruapkan candu nikmat pada otak iblisku..

Nekat.. berbekal beberapa kilas cahaya kilat yang berkelebat.. kuselusupkan lidahku ke lebih dalam rongga mulutnya..
Slrupp..!
”Hmmff.. Mffhh..!"
Kunikmati pilinan lidahku pada lidahnya.. menyesapi-mencecap saliva hangatnya.

Tak berani berlama-lama menghirup candu nikmat di sana.. aku beralih untuk mengeksplore wilayah lain tubuh si bidadari nan langsing padat ini.
Penelusupan jemariku mulai terukur, terarah.. dalam rangka dan pada usaha ’menghangatkan’ si bidadari yang kedinginan. Hehehe..

Aku mulai berani memijit ke arah depan pantatnya.. tetap seolah memberi pijatan, sebagai alibi.
Padahal.. sebenarnya pijatan itu lebih tepat dikatakan rabaan ke pahanya.. dan menyentuh pinggiran tonjolan daging di depannya.
Kuberi tekanan-tekanan lembut di situ.. menyuruhnya lebih menekan lagi ke si prajurit mbalelo.

Entah mungkin akibat rabaan-rabaan yang kulakukan terhadapnya.. sepertinya Mpi mulai terpengaruh.
Pada saat aku mengulanginya untuk keberapakali memijit pahanya.. dan menyentuhi tonjolan dagingnya..
lenguh serupa erangan tertahan.. entah sadar atau tidak.. kian keras kudengar.. tersamar desau angin di luar tenda.

Hmm.. Ia mulai terangsang rupanya.

Entah berapa lama ini kulakukan.. si prajurit mbalelo berhelm Darth Vaderku semakin berang.
Ia meronta-ronta, berdemo-ria menuntut ’haknya..!’

Maka aku mulai melepaskan pijitan pura-puraku di pantatnya..
dan lalu meraih pinggangnya dengan telapak tangan kiriku menyentuh perutnya yang rata.

Kurebahkan perlahan kepalaku di bungkusan plastik pakaian.. yang dijadikannya bantal..
di mana kepalanya juga berada di situ, terpejam.. mungkin. Mana aku tau.
Habis gelap sih..

Tanganku mulanya hanya menyentuh di perutnya.. dengan jempol di atas pusarnya.
Mulai bekerja kembali..
tidak lagi memijitnya, namun mengusap-usap bagaikan seorang ayah yang menenangkan bayi yang tengah dikandung istrinya.

Namun.. itulah yang mungkin.. justru membuat bidadari tomboy satu ini semakin terangsang.
”Nghh.. uhh..!” Lenguhan pendek tersamar desau angin makin santer terdengar.
Ia seperti membiarkan tanganku di perutnya yang telah menyusup di sebalik jaket dan kaos yang ia kenakan..

Teramat tersamar.. sangat tak kentara.. Mpi sepertinya membiarkan tanganku di perutnya itu..
dengan cara menarik kaosnya ke arah depan.. sedikit menjauhi tubuh bagian depannya..

Agar lebih longgar bagi tanganku di dalamnya..?
Sehingga aku mendapati ruang berjarak.. antara kulit perut dengan kaos dalaman yang ia kenakan itu.

Woww.. what a surprise..!
Entah pikiran darimana.. hal ini seakan lampu hijau bagiku untuk merambah lebih jauh. Lebih akurat.
Dengan mata yang terpejam..
—Sebenarnya tak perlu memejamkan mata, sih. Cuma karena memang aku tengah menikmati momen nikmat saja.
Makanya akan lebih fokus jika mata terpejam. Lebih syurr.. ya, ga..?—

Sementara itu.. tubuhku telah pula merapat erat di belakang tubuh sekal nan langsing si bidadari tomboy
Kurasakan gadis itu seperti menggeser tubuhnya.. semakin merapat ke tubuhku. Hmm..

Sambil mengecup-ngecup lembut bagian tengkuknya yang tak tertutup jaket..
kuhidu.. kuhirupi wangi rambut dan aroma khas tubuh perempuan si bidadari tomboy.

Hmm.. harum..!
Kuhirup panjang.. seolah ingin memenuhi paru-paruku dengan harum aroma tubuhnya.

Lalu di bawah.. dengan lumayan susah payah.. akibat posisi baring yang menyamping..
Perlahan kuplorotkan celana lapanganku..

Tanpa paksaan.. dan kulakukan selembut mungkin.. kupetik kancing besar di pinggang depan celana lapangannya.
Kuturunkan perlahan celana lapangan pendeknya itu hingga beberapa senti ke bawah.

Segera kutempelkan celana dalamku beserta isinya..
—dan serta merta disambut meriah dengan kedutan-kedutan seperti mengangguk-angguk si prajurit mbalelo—
ke celana dalam yang membalut pantat sekal itu.

Degh..!
”Hehh..!”

Nikmat.. kenyal dan hangat euy.. ketika si prajurit yang tengah mbalelo itu menghentak bokong si bidadari tomboy.

Nah.. si prajurit mbalelo berhelm Darth Vader itu dan garis pantat Mpi si bidadari..
kini hanya dibatasi 2 lembar kain tipis saja.

Done..!
Sukses menduduki satu posisi. Si prajurit telah nyaman berkedutan di lembah pantat nan sekal.

Beralih ke aksi penjelajahan jemari tangan lagi.

Bagai intruder team yang sangat terlatih.. para jemari tersebut kian gesit.. merangsek berani mati..
Melipir tiap senti, tiap inci.. merambati tiap jengkal kulit halus-lembut jarahannya.

Tanpa membuka ritsleting atau menaikkan jaket yang dikenakan Mpi.. jemari-jemari gesit itu telah berada di sebalik jaket.
Menyusupi lewat tepian bawah sehelai kaos yang ternyata dikenakannya.. beranjak penuh kehati-hatian..
sesekali merapatkan barisan.. meremas lembut lahan nikmat tubuh mulus yang perlahan menghangat.

Ujung-ujung indra perabaku tersebut dapat merasakan.. betapa.. meremangnya bulu-bulu halus dan betapa kesatnya kulit yang terbuka pori-pori.
Entah karena gigir dingin.. yang menggigit. Entah akibat gelusuran nikmat.. jemari-jemari nakalku.
Atau disebabkan kedua-duanya. Entahlah.

Serangan terhadap beberapa titik serbu pada tubuh Mpi semakin gencar.. berkelana liar namun lembut..
Tanganku bergerak perlahan namun gesit.. melewati pinggangnya.. mengelus-elus perutnya..
mengelus bawah pusarnya.. menelusup ke dalam celana lapangan pendeknya.

Kurabai tonjolan dagingnya.. kurasakan bulu-bulu halus yang mengumpul bagaikan permadani yang terhampar di situ.
Menyentuhnya sebentar.. seolah tanpa sengaja.. untuk kemudian kembali menariknya ke atas.
Mpi seakan pasrah.. tanpa perlawanan.. seolah benar-benar lelap tertidur.. seperti 'tak menyadari' apa yang akan kulakukan terhadapnya.

Mereka terus bergerak perlahan.. mengelus perutnya berputar lagi ke atas pusarnya..
menyentuh ujung batas bawah BH yang dikenakannya dengan jempolku..

Terus berputar meraba. menuju hot point.. hingga melewati pusar dan.. Hupp..!
Tonjolan daging tumbuh di dada si bidadari tomboy telah terjangkau. Hangat. Lembut. Bergerinjal.
Ohh.. kini dapat kurasakan kelembutan dan kehangatan bukit kembar Mpi di sebalik bungkus jaket tebalnya.

Dibandingkan Kaka yang seksi, sintal berdada ranum, Mpi pastilah kalah.
Dadanya tidak membusung.. hanya membukit seadanya saja.
Walau begitu.. tetap saja jantungku bergetar.. merasakan lenganku menekan dada si bidadari tomboy yang turun-naik dengan cepat.

Eits.. dada yang naik-turun dengan cepat..!?
What the ..


Dan seperti sebuah kutukan abadi.. hasrat birahi.. gairah paling purba yang disandang manusia.. melepar.
Bagaimanapun juga.. gairah paling purba itu adalah salahsatu sifat dasar manusia.
Selalu saja kurang.. dan tak pernah terpenuhi dalam mencari kepuasan.

”Ughh..!” Lenguhan pendek..
Gemerisik bunyi gesekan antara jaket dengan sleeping bag.. disertai pergerakan tangan Mpi..
menghentikan aksi mesumku sejenak.

Deg.. deg.. deg.. deg..! Kurasakan deguban tuas jantungku yang tengah terpompa cepat.
Mematung sejenak. Kunantikan aksi protes.. kemarahan.. atau gerakannya menarik tanganku dari tubuhnya.
Namun hal itu tidak terjadi.. Mpi seolah menunggu aksiku untuk melangkah lebih jauh..

Dan sekarang.. Ia malah memindahkan tangannya yang semula bersedekap layaknya orang sedang kedinginan..
menjadi berada di atas kepalanya..
Menutupi kupingnya..! Nah.. loh..!?

Mataku tetap kupejam.. seolah yang tengah kulakukan itu adalah mimpi.. bertingkah seakan aku mengigau.. melakukan sesuatu yang tak kusadari.
Yup. Alasan lagi. Alibi lagi. Antisipasi lagi. Hehehe..

Tanganku mulai ke atas, meraba payudaranya yang masih tertutup bra.. entah berwarna apa. Ga tau, aku.
Merabanya.. dan hanya menekannya sesaat.. menunggu reaksi penolakan yang tak kunjung tiba.
Giat aku mencari pemenuhan kepuasan.. gairah paling purba manusia.

Aku mulai meraba lebih jauh ke atas.. menyentuh buah dada yang tak lagi tertutup oleh bra.. mengelusnya pelan..
memberikan rangsangan terhadap pemiliknya.

Ke bawah lagi.. membelai dan menekan bra yang tergusur meski masih menempel, meremasnya perlahan..
Kudengar suara Mpi seperti merintih-mengerang tertahan.. namun ia tetap saja membiarkan aksiku.

Aku jadi semakin buas menjamahnya, meremasnya bagaikan sobekan kertas..
Kugusur lagi BH-nya lebih ke atas.. membiarkan putingnya mencuat keluar.

Kembali meremasnya.. menjepit putingnya dengan telunjuk dan jari tengahku..
memutar-mutarkan telapak tanganku..
memberinya sensasi yang mungkin berbeda dari yang pernah dia rasakan sebelum-sebelumnya.

Kurasakan puting payudara Mpi yang sebelumnya kecil dan lunak.. kini semakin panjang dan mengeras.
Begitupun dengan payudaranya.. yang semula lembek dan seakan landai bagaikan lembah..
kini bagaikan gunung yang menjulang tinggi.

Namun.. aku tak berani melangkah lebih jauh.. Belum saatnya.
Ada Kaka yang terbaring di sebelahnya sekarang. Dalam satu tenda yang sama.

Sebenarnya gairah yang tengah melecut-lecutku.. telah meneriakkan protesnya.
Ugh.. Betapa pinginnya aku membalikkan tubuh bidadari yang berbaring miring itu terlentang..
Dan lalu aku menindih di atasnya.

Sementara itu.. remasan tangan kananku yang menyelip dari lengkungan pinggang di payudaranya semakin tak terkendali..
aku sangat menikmatinya.

Kulanjutkan aksi berani matiku.. dengan menurunkan celana lapangan pendeknya lebih ke bawah sekali..
kini nyaris mencapai batas bawah celana dalamnya, mungkin.

Ahh.. sayang..! Jika saja gelap tak bertahta saat itu.. aku pasti dapat melihat apa warna celana dalam si bidadari langsing ini.
Keluhku sesaat dalam hati.

Meski hanya mengandalkan indra peraba dan dalam gelap..
tapi aku yakin.. celana dalamnya telah melorot ke bawah bersama celana lapangan pendeknya..

Semerta dalam gerakan itu.. kuberanikan diri memegang pangkal pahanya.
Hegh..! Kurasakan satu gerakan seperti terhentak dari tubuh bagian bawah si bidadari tomboy..
dan gerakan tersentak itu justru makin merapatkan tubuh bagian belakangnya..

Ya, mendorong pantatnya.. ke batang si prajurit mbaleloku.

Meski demikian.. Mpi sepertinya kembali terdiam dan ’masih terlelap’ bagai tak sadar.. atau peduli dengan keadaannya.
Satu lagi.. tampaknya ia menikmati pijitan-remasanku pada titik-titik erotis di tubuhnya.

Entahlah. Mungkin itu asumsi mesumku saja sebagai pembenaran aksiku. Haha..

Tak terasa.. si prajurit mbaleloku yang menempel erat di garis pantatnya seakan tak terkendali..
Ia seakan menarik-narik pantatku untuk turut bergoyang.. mengarahkan si prajurit mbalelo berhelm Darth Vader itu..
agar lebih menikmati sensasi tengah melanda.

Hingga kudengar dari mulut Mpi suara.. yang lebih tepat dikatakan rintihan..
”Nghh..ahh..!” Hanya satu kata serupa erangan itu yang keluar dari mulutnya.
Tapi.. itu sudah cukup menyentakku dan menyadarkanku akan apa yang telah kulakukan.

Kuhentikan gerakanku.. perlahan kutarik BH-nya dan kututupi kembali payudaranya..
Kutarik perlahan pula tanganku dari ’medan perjuangan..' lalu diam sejenak. Menenangkan diri.

Kurebahkan tubuhku telentang.. sedikit menjauhkan dari tubuhnya yang telah menghangat.
Mengurai kerapatan dua tubuh yang tadinya teramat lekat..
mengatur napas yang tersengal.. seperti bertabrak-tabrakan dengan atmosfir tipis pegunungan..

Diam beberapa saat. Ahh.. Kusesalikah apa yang barusan terjadi..?
Kuperhatikan sesaat, kutatap wajahnya.. dari cercah cahaya kilat..
Kulihat matanya terpejam.. seolah ’benar-benar lelap tertidur’.

Menarik napas.. lalu mengembuskannya perlahan.. selintar terpikir.. sebuah pertanyaan retoris.
Hmm.. kenapa tak ada gerakan apapun dari bidadari tomboy itu..?

Entah itu mungkin berupa protes terhadap apa yang telah kulakukan kepadanya..
Atau apalah.. apapun lainnya. Tak ada.
-------------------------------
 
Gairah Paling Purba..

Eclips


"simpan maafmu sampai terbisu..
aku tau 'ngkau terlalu kepalabatu
untuk sesuatu yang 'ngkau kira benar
dalam takar egomu..
jadi, silakan saja matihati..!"


:.. sebab kini, bisa saja memaafkan adalah memberi sedikit ruang pada rasa benci..
baik 'ngkau atau aku..

"dan mungkin, aku dapat melupakan segala tentangmu..
tetapi..
apa mungkin aku mampu mengusirmu dari qalbuku..!?
menipunya.."

meski ragu, lanang berbisik..

seperti yang 'ngkau lakukan pada hatimu..!?

: eclips dalam dialog terpatah
perempuan membisik serupa ratap

"..wahai semesta,
semua telah aku jalani,
kusimpan kutuk rembulan selama seabad
dan kini telah kukembalikan matahari,
aku pun telah menjadi Eve yang telah memilih pendosanya
bahkan
telah menjadi abu yang hujan antar ke samudra.."


tapi kutuk rembulan masih menikam jantungku..!

dan aku benar benar perempuan terkutuk yang mencintai bayang bayangnya sendiri

"Aaahhh.. lanang,
kutuklah aku dalam marah dan diammu..!"

--------------

Malam benam terlangut.. bergerak mengendap-endap menuju pagi..
Dan kesiur angin membadai menyentuh dalam rinai berdenting.. sepi yang ramai.

Tau-tau dan tak kusadari.. aku seperti ‘terpikat sunyi’ yang bergerinyal di sepatah rerintik hujan..
sisa gerimis dan tempias kabut.

Memejamkan mata yang semestinya tak perlu.. mencoba memakna sepi tanpa wujud atau verbalitas kosong di luar sana..

Gemericik sayup luapan air kali menabraki bebatuan gunung dan samar helaan lembut..
nafas kedua bidadari tomboy di sampingku sebagai musik pengiring kantuk yang perlahan datang.

Crash..!
Rrruarr..!
Wutt.. wutt.. wutt..!
Sesekali lidah kilat.. gemuruh geluduk.. desau kesiur angin meningkahi.. seperti mengirim pesan sang badai dari ufuk Timur.

Melanjut kilasan-kilasan lamun diselinapi bayang dan sensasi pertanyaan-pertanyaan retoris.. tentang ‘sesuatu’ yang terjadi barusan.
Ahh.. masih juga belum kumengerti. Tak mampu kuurai dengan logika.. hati. Mungkin dengan nafsu, ya..!? Haha..

Aku yang kembali merebahkan diri di belakang punggung Mpi yang masih ’meringkuk dengan lelap..’ masih bertempur sengit..
berusaha dengan setengah hati.. setengah nafsu..
menahan sedikit hasrat kelelakianku yang beberapa saat tadi sempat dibakar gairah paling purba manusia.

Sembari meredakan gairah.. memejamkan mata.. kubisikkan selantun sajak yang ‘teringat’ melintas tiba-tiba..

: buailah tidur dalam istirahmu, sayang..
beninglah lelapmu..
Semoga Tuhan
dan para malaikat pengasuhmu menjaga..
menemani melindungi..
hingga dikau mendusin di haribaan fajar..
esok
lusa.. dan hari-hari nanti..!


Itu terbisikkan begitu saja.. seperti lantun do’a atau apalah namanya. Terserah.

Selanjutnya adalah starting for fight..! Alias ’berjuang untuk tidur..!’ –Lagi..–
Sepersekian waktu selanjutnya adalah perjuangan menempur gairah dan memaksa sang otak untuk berhenti ’memerintah’.

Celakanya.. si prajurit mbalelo merajuk. Ia ngambek. Protes padaku atas kekentangan yang ia dapatkan tadi.
Ia ga mau ikutan tidur. Malah memberontaki dan demonstrasi.. pasang aksi unjukrasa. Lagi..!
Pake acara kedut sana.. kedut sini.. segala. Bahkan ia berani meludahi dengan precum-nya pula. Huh. Damn..! Emosi juga aku.

Plekk..! Kutampar –pelan aja, sih.. hehe..– si prajurit mbalelo di selangkangan yang sok ngambek-ngambekan segala itu.
“Eh, Tol..! Kalo lu maen ngambek-ngambekan kayak gini terus.. aku jentik helm kamu..! Mau..!?”
Ancamku pura-puranya seperti ngasih solusi pada si prajurit mbaleloku itu. Hihihi..

Biar saja, pikirku lagi.
Sekali-sekali perlu juga dia dikasih ’pelajaran kentang yang baik dan benar’ ya, ga..? Hehe..

Ayayay.. belum selesai negosiasiku dengan si Helm Darth Vader.. rupanya tangan kananku ikutan berkoalisi dengan si prajurit mbalelo..!
Tanpa minta izin.. si telapak tangan nyelonong.. menyelinap lagi dengan gesitnya.. di sebalik sleeping bag yang menjadi selimut kami, aku dan Mpi.

Destinasinya..?
Pinggul Mpi yang telanjang.

What..!? Telanjang..!? Bujubuneng..! Waduh.. Jadi makin gawat, deh.

Iya, ya.. Aku ga inget, kalo memang 2 lapis celana Mpi.. celana lapangan pendek dan celana dalamnya..
belum sempat aku kembaikan ke posisinya seperti semula.

Asu..dah..lah..! Aku akhirnya menyerah pada gairah paling purba itu.
Ya.. aku menyerah untuk kembali menyerang..
untuk kembali menyerbu tiap titik pertahanan ala double cover di ’tanah kenikmatan’ milik si bidadari langsing.

Apalagi ditambah demonstrasi si prajurit mbalelo yang mengancam coup de etat tadi.
Salah sendiri.. pikirku. Ngapain juga ga dipake lagi tuh si celana lapangan plus celana dalemnya..!? Ya kan..!?

Beastly Brain alias si Otak memberikan opini.. pembenaran atas kekeliruan permesumanku.
Hehe.. seringai mesum kembali menghias bibir hitamku.. eh, coklatku.

Kutahan tepian sleeping bag agar tak bergeser.. sembari membalikkan tubuh dalam posisi menyamping ke kanan.. kembali membelakangi Mpi.
Tangan kanan yang tadinya menclok di pinggul telanjang Mpi kuangkat pelan.. menelusupkannya di bawah cekungan leher Mpi..

Setelah sampai di bagian depan tubuh si bidadari.. kutangkupkan pada bahu kanannya yang beralas matras.. lalu kuletakkan lehernya di lenganku.
Dengan demikian kepala Mpi jadi menghadap ke atas, ke arah atap tenda.
Sedangkan tubuhnya masih dalam posisi terbaring miring, menyamping.. tetap menghadap ke arah Kaka.

Maka.. mulai kurapatkan barisan.
Dengan tangan kiri segera kubebaskan si prajurit mbalelo dari penjara pengap dan telah becek. Celana Dalamku.

Disambut anggukan-anggukan senang.. dengan suka cita ia langsung mencari landasan tempurnya.. the fighting field..!
Anjrit..! Ia langsung maen nyodok tanpa permisi.. ke parit bokong si bidadari yang terbuka, tanpa artileri pertahanan samasekali.

Ia ga peduli desau angin yang meniupi sesekali dari sela-sela sleeping bag yang tak rapat menyungkupi.
Atau gemeletuk dan gigil tubuh yang diserbunya. Ia tak peduli.
Baginya yang penting saat itu adalah ’memperjuangkan kenikmatan..!’ Haha.

Degh.. degh.. plepp..! Beberapakali serudukan helm Darth Vadernya membentur kelembutan bokong kenyal itu.
Uwouhh..! Anget. Nikmat. Halus. Campurasa deh. Hehe..

Sementara itu tangan kiriku perlahan telah mulai menjelajah ’daerah-daerah rawan konflik’ alias daerah segitiga berbulu lembut.. hehe..
Menjelajahi perlahan.. menjejaki tiap sentimeter kontur nan padat dari cekungan pinggang.. pinggul kiri si bidadari nan langsing itu..
Terus meratah.. melata.. merayapi dinding paha bagian luarnya..

Kurasakan ada dingin.. pada kulit halus itu.. namun perlahan menghangat.
Ada kejatan kecil tersamar gigil tubuhnya.. kian kentara.
Ada desah serupa erang lirih di antara kesiur desau angin.. makin terdengar.

Penjelajahan mesumku itu kian jauh merambah.. mengelus lembut kelenciran tungkai atas paha si bidadari tomboy..
Sebentar-sebentar ’harus’ mendekam nyaman di kehangatan lepitan pertemuan sepasang paha itu.
Merasakan denyut-denyut kepejalan si prajurit mbalelo di kepitan indah belahan parit bukit bokong.

Ugh.. nikmat yang dikirim oleh gairah yang terpicu pertemuan kulit itu.. seperti membekukan otakku.
Aku sudah nge-blank..! Tak mampu lagi berpikir.

Kuraih selangkangannya.. meski tak benar-benar menangkupnya.. karena masih terkepit dua paha yang merapat akibat posisi meringkuknya.. kucungkupi kemaluan Mpi sedapatnya..

Menariknya lebih dalam.. agar bokongnya makin rapat dengan pinggulku.. menekan selangkanganku.
Membekap si prajurit mbalelo di parit pantatnya. Lagi.
-----------

Kesiur angin.. udara malam dingin yang menelusup.. menusuk dari ventilasi tenda.. tak lagi berarti, karena tubuhku justru terasa panas.
Lupa pada situasi.. kondisi.. terbakar gairah paling purba.. menuntut penuntasan.

Kuselipkan tangan kanan dari bawah jaketnya.. meraih bungkahan dada mungilnya nan kencang dan kenyal..
semerta geliat tangan kiriku menangkup cipet yang ternyata telah merembeskan cairan cintanya.

"Ssshhh..” aku mendesis pelan ketika jepitan parit bokong si bidadari tomboy itu..
seperti memijat batang pejal si prajurit mbalelo yang sontak membalas dengan counter attack sporadis.

Sambil meremas-remas lembut bungkahan bukit dada Mpi yang berangsur menggunung..
tetap kutekan-tekan si prajurit di parit pantat semoknya.. menikmati kerapatan dibantu cairan ludah si prajurit. Cairan Precumku.

”Ugh..!” Slepp.. clepp.. clepp..!
Terus.. kutekan.. menggelosor nikmat dengan ritme pelan ketukan lagu Bengawan Solo-lah, kira-kira.. Haha..

Aku sempat tersentak.. menghentikan sesaat aktivitas mesumku.. ketika Mpi menggeliat..
mungkin karena tanpa kusadari mulai meremas keras dadanya.
Ia nampaknya ’sedikit tergugah’ dari tidurnya.. dan itu jelas membuatku panik.

Untungnya.. ternyata Mpi hanya bergerak sesaat.. kemudian kurasakan punggungnya bergerak..
Dan.. Ia sedikit mengangkat paha kiri yang menimpa paha kanannya..!?

Damn..! Gerakan kecil tersamar gerakan tanpa sadarnya itu seolah memberi akses pada jemariku..
yang telapak tangan kiri masih menelungkupi lepitan cipetnya..!


Di tengah kegelapan tenda.. perlahan dan seolah tak ingin membuat sebersit suara atau bumyipun..
agar Kaka yang berada sangat dekat dengannya tak terbangun..
dengan sesekali percikan sinar kilat.. ia ’kembali tertidur’ dengan posisi kembali meringkuk..
tapi kini dengan telapak tanganku dikepit menyungkupi lepitan kewanitaannya..!

What the ..
"Ugh..!" Dalam posisi begini.. gairah sapi jantan saja pasti akan konak-sekonak-konaknya. Apalagi aku..!

Lalu.. beberapa jenak kemudian terasa gadis itu seperti menggeser tubuhnya.. semakin rapat ke tubuhku.
Merapatkan tubuh bagian belakangnya.. terutama bokongnya menjepit si prajurit yang kembali bermain prosotan di parit pantat sekalnya.

Well.. akhirnya aku mengalah lagi.. pada gairah paling purba yang dimiliki manusia.
Dengan tangan kananku yang lengannya terselip di bawah leher Mpi.. seperti pengganti bantalnya..
kubalikkan perlahan tubuh langsing yang kian menghangat itu menjadi terlentang.

Telapak tangan kiriku yang tadinya ’terjepit nikmat’ di lepitan hangat kian membasah terbebas sudah.
Bebas meluaskan cakupan pada daerah jajahannya..! Haha..

Tetapi konsekuensinya.. si prajurit mbalelo yang hampir muntah-muntah itu.. harus meninggalkan ’prosotan asyik’ di bawah sana.
Hihi.. untung ga ngambek lagi dia..!

Tau-tau.. semerta gemerisik bunyi bahan jaket bergesekan dengan bagian dalam sleeping bag..
Mpi ternyata telah memiringkan tubuhnya..!
Sehingga.. posisi si bidadari langsing itu kini dalam posisi menghadapku.. dengan kaki sebelah kanan menindih kedua pahaku..!

Sedangkan kaki kirinya lurus merapat dengan pahanya rapat menempel dengan paha kananku..!
Ugh..!
Woww.

Serta merta helm si prajurit mbalelo yang masih mengacungkan tiang penuh itu..
menyentuh kelembutan dan kehangatan belahan si Cipet yang sedikit membuka.

Ahh..! Nafas ringannya terasa di pundakku.
Seketika mataku jadi melotot di dalam kegelapan.. merasakan pertemuan kelamin di bawah sana itu.

Cuph..! Perlahan kusentuhkan bibirku pada kedua ulas bibir Mpi.. mencercahnya sekilas.
Menebak-nebak.. manis atau madu nikmat apalagi yang dijanjikannya.
Mencoba ’mendeskripsikan rasa’ yang ruap dari situ.

Ugh..! Nafas sang bidadari langsing seperti menyerbu mukaku.. menghangat terasa pada pori-pori kulit wajah.. semakin memanas.

Dari sekilas cercapan.. kurasakan ulas bibir sang bidadari sedikit membuka. Ya.. sedikit saja.
Kukecup ringan.. dalam cercapan lembut.. lagi..
Membiarkan sepersekian jarak di antara kedua mulut kami. Keempat ruas bibir kami.

Dalam gelap tenda dan tersamar riuh kesiur angin dan badai yang belum usai.. ada gemerisik bunyi dan suara. Lirih.

”Nghh..ahh..!” Mpi terdengar mendesah.. mengerang. Gelisah.

Waduh.. gawat..! Bisa ’terbangun’ nih.. si bidadari. Pikirku ikutan gelisah, alias geli-geli basah. Haha..

Benar saja.. tiba-tiba –lagi..– Mpi telah merangkul leherku.. tangan kanannya dari leher kiriku..
Tangan kiri.. ia susupkan dari bawah leher kananku yang berbaring menyamping.

Sepertinya Ia sudah tak sabar lagi.. Ia langsung menarik belakang kepalaku.. sehingga bisa sepenuhnya menciumku.. berciuman.
Dalam ’keterkejutanku’ mulanya.. kubiarkan saja gadis itu mengulum bibirku..
seperti membalas sentuhan kentang bibirku tadi.. dengan desah yang semakin gelisah.

Diam-diam aku khawatir juga.. ke mana arah percumbuan ini..?

Selintas aku teringat Kaka di samping sana.. gimana kalau.. seandainya.. jika.. dia terbangun.. dan menyaksikan ’pergulatan gelap’ aku dan Mpi..!?
Aku ga terlalu memperhatikan.. apakah memang Kaka pulas tertidur.. atau tidak. Biarin deh.

Heii..! Kan situasi tenda tanpa penerangan yang cukup..! Sergah otak iblis mesumku.

Berbekal sikontol –situasi kondisi dan toleransi..– yang amatsangat membantu tersebut..
Maka.. perjuangan merebut kenikmatan segera dilaksanakan..!

Lidah kami seperti otomatis saling memagut.. seperti dua ekor ular yang sedang bercengkrama mesra.
Aku sebenarnya hanya ingin berciuman di bibir.. –bohong sih.. hehe..–
Tetapi.. tampaknya Mpi ingin lebih dari itu.. ya.. apa boleh buatlah. Haha..

Apalagi kini satu kakinya sudah naik.. menumpang di pahaku.. Si prajurit mbalelo juga sudah mulai main seluncuran lagi..
Malah kali ini di tempat yang lebih menjanjikan kenikmatan. Lepitan Cipet si bidadari langsing..! Hehe..

Tangannya semakin kuat merengkuh leherku.
Nafasnya juga kurasakan kian memburu.. terengah tertahan, agar lebih tersamar.. mungkin.

Kurasakan Mpi kini tak hanya menggeliat dan menaikkan kakinya hingga menindih kemaluanku..
Ia telah mulai menggerak-gerakkan pinggulnya maju-mundur..

Ia merespon gelusuran si prajurit mbalelo di belahan nikmat kewanitaannya.
Bahkan sesekali belahan hangat yang mulai merembes basah itu seperti menjepit tubuh si prajurit mbalelo di bibir luarnya.

Seperti sosis hangat terjepit belahan daging empuk. Mirip Hamburger.. deh. Hehe..
Wadouh.. wuenak banget.. ding..!

Jelas saja si prajurit mbalelo berhelm Darth Vader itu semakin menggeliat dan bergerak-gerak..
mengedut-kedut.. mengejat-ngejat.. merangsek.. meluncur penuh suka cita.

Oleh gerakan-gerakan si prajurit itu Mpi lantas kembali mengangkat kakinya.. kemudian ia letakkan lagi pada tempat yang sama..
Tetapi.. kali ini bukaan tungkai kakinya seperti membuka kangkangan paha kanannya..
memberi akses lebih luas.. seakan mempersilakan si prajurit untuk menusuk dan menyundul ‘sesuatu’ di sana.

Pelan-pelan tangan kiriku kuangkat dan kutindihkan pada sebagian pinggul dan buah pantat kirinya..
sedangkan siku kuletakkan sedemikian rupa.. hingga menyentuh payudaranya.
Sehingga dengan sedikit pergerakan saja payudaranya telah tertangkup tanganku. Hehe..

Entah kapan ritsleting jaket si bidadari langsing itu telah terbuka. Ga tau aku. Abis gelap sih.
Lagian konsentrasiku beberapa waktu belakang tadi sedikit terfokus pada serangan di bukit venusnya.

Dengan berdebar-debar.. berdenyar nikmat.. kuremas-remas dengan lembut bungkahan payudara kecil namun sekal si bidadari.

“Unghh.. banghh..!” Desahnya lirih.. sedikit serak.. nyaris tak terdengar, tertutupi riuh desau angin di luar.
Udah deh.. berarti kini ga ada kepura-puraan tidur lagi. Hehe..

Sambil tetap berciuman.. kembali kurapatkan prajurit mbaleloku yang sudah basah akibat gelusuran nikmatnya di lepitan cipet Mpi.
Makin rapat. Lebih ketat. Berkedut-kedut nikmat.

Kurasakan bibir vagina yang masih sangat rapat dan kencang di situ.
Ugh.. agak sulit buat si prajurit mbalelo menyerbu lubang perlindungan musuh.

Entah karena memang masih rapat atau karena posisi berbaring menyamping tersebut.
Sehingga Mpi tak bisa merentangkan bukaan pahanya. Entahlah.

Aku udah ga mampu berpikir lagi, dah. Cuma mengandalkan naluri untuk memuaskan dan dipuaskan.. itu saja.

Menghentikan usapan tanganku di paha Mpi.. lalu menjauhkan mukaku dari muka gadis itu.
Sambil tetap menekan-nekankan si prajurit mbalelo di lepitan belah vertikal Cipetnya.. posisi badanku sekarang sedikit menekuk..

Paha kiriku juga tertekuk membentuk sudut 45 derajat.. menimpa paha kirinya..
ditimpa oleh paha kanannya yang tungkai bawah hingga betisnya telah membelit erat bagian luar paha kiriku.
Rapat sekali.

Sementara terlepas tautan bibir.. hingga tak lagi mencium Mpi.. tidak kusia-siakan yang ada di depanku..
Slrupp..! Kuciumi buah dadanya lagi dengan penuh gairah.

Mpi merintih.. tiba-tiba. Kali ini rintihannya benar seperti menahan sakit..?
"Banghh.. sakit.." rintihnya serak dan tertahan.
"Aduh.. Sakit Banghh.." ulangnya lebih menyerupai erangan.

Aku tersentak.. terdiam sesaat.. karena rintihan si bidadari langsing yang mengerang kesakitan..?
Padahal si prajurit mbaleloku belum samasekali menyerbu masuk ke celah cipetnya.. hanya baru menyentuh bagian luarnya.

Padahal.. si prajurit mbalelo yang tengah berjuang meretas kemerdekaan.. eh, kenikmatan..
batangnya aja belum menembus ke dalam.. mungkin baru helm Darth Vadernya.
Itupun masih berada di bibir luar vaginanya. Tapi.. kok dia sudah merintih-rintih, ya..?

"Augh.. uh.. uhk.."
"Bangh.. janganhh..!"

Asudah..! Terpikir juga olehku..
Apa kalau kupaksakan untuk menusukkan semua batang prajurit mbaleloku akan berakibat fatal..?
Apa masih perawan si bidadari langsing ini, ya..?

Wah.. berabe juga nih. Bisa repot kalo dia nanti mendaki dengan kondisi jalan terjingkat-jingkat, ya ga..?
Belum lagi kondisi trekking Dempo yang ga ada bonusnya. Ampun dah.

Damn..!


Akhirnya kuputuskan menggesekkan.. membuat si prajurit mengelusur-gelusur saja di belahan Cipet.. seperti saat petting.
Yah.. meski dengan konsekuensi ribut lagi. Demo lagi si prajurit. Tak apalah.

Kutarik perlahan Si Prajurit mbalelo dari medan juangnya..
Hati-hati kembali kuselipkan ia di bibir cipet yang ternyata tembam juga itu.

Lalu aku berhenti sejenak berbisik di telinganya.. “Ga usah dimasukin ya, Mpi..?”
“He-eh.. bang. Sakit tuh..” bisiknya pelan sekali, seperti takut terdengar Kaka di belakang punggungnya.

Berbekal secercah kilat yang membantu episode permesumanku kali ini.. kembali kudekap mesra tubuh si bidadari..
Dengan pelan kembali kutempatkan si prajurit mbalelo persis di tengah belahan Cipet Mpi yang terasa kian membasah.

“Ouuh Banghh.. jadi basah nihh..” bisiknya kembali.. dengan nada manja.
“Hehe.. abang.. juga nih..” balasku berbisik sembari menggigit mesra daun telinga kanannya.

Kugerakkan pinggulku turun naik secara vertikal penuh irama.. pelan-pelan ujung helm si prajurit beberapakali menyentuhi clitoris Mpi.
“A.. aduh banghh..” rintih serak Mpi kembali mengalun.. tiapkali klitorisnya tersundul helm Darth Vader.

Mpi mendesah dalam dengus birahinya.. menyentuh-nyentuh wajahku seperti mencari-cari bibirku.
Hmm.. Segera saja kusambut ciumannya.. kujulurkan lidah menelusup masuk ke dalam mulutnya..

Mpi pun seperti tak kalah bergairah.. kembali kami bermain lidah. Saling belit.. saling isap.. saling bekap.. kian menggelora.
Sedangkan bagian bawah tubuh kami yang telah bertempelan erat.. makin rapat dan becek.
Dalam posisi berbaring miring.. di kegelapan tenda.. Aku menghadap kanan.. dan Mpi menghadap ke kiri..

Ditambah sensasi ‘takut ketauan’ Kaka yang tidur di sebelah kanan Mpi..
tentu saja tak banyak gerakan yang bisa kami lakukan untuk memaksimalkan aksi mesum tersebut.

“Enghh.. ahh.. ughh..“
“Nghh.. oughh heh.. heh..!”
Cuma deru nafas.. erang.. rintih.. desah.. tersamar desau angin.. ditingkahi gemerisik bunyi bergesek sleeping bag yang riuh saat itu.

Aku hanya bisa menggerakkan si prajurit secara vertikal.. menyamping ke atas dan ke ke bawah di lepitan Cipet Mpi.
Sementar Mpi bergerak menaik-turunkan pinggulnya..
juga menyamping dengan kelebihan satu kakinya sebelah kanan menimpa dan membelit paha luarku.. itu saja.

Tapi percayalah sodara-sodara sekalian.. kenikmatannya sampai juga ke ubun-ubun..
Mampu membekukan otak.. meremangkan bulu-bulu di sekujur tubuh. Suer deh.

Dan sekarang.. kepejelan batang tubuh si prajurit seperti tadi tetap kutempelkan di belahan cipet Mpi.. naik dan turun..
kugesekkan pelan-pelan pada bibir tumpukan daging yang mulai melembab itu.

Bahkan gerakan tersendat-sendat si prajurit mbalelo di labia mayora yang seperti sosis dijepit belahan daging hangat itu sudah teramat menggigilkan..
Ugh.. betapa nikmatnya.

Ciuman bibir kami berhenti, karena meski lebih terdengar seperti bisikan.. Mpi sekarang lebih banyak bersuara.. melampiaskan kenikmatannya.

"Banghh.. auhh.. Nghh.." desah Mpi dalam bisik lirih.
"Hmm.. napa Mpi..?" Balasku tetap menekan-nekan si prajurit.
"Iya, aahh..!" Erangnya sedikit lebih keras.

"Sakit..?" Bisikku penuh kelembutan ke telinganya.
"Nggakh.. ahh.. Auuhhh..!" Rintihnya makin keras.. namun masih tersamar desau angin.

"Sakitkah..? Kan ga dimasukin, Mpi.." gurauku sembari mencuri nafas.
"Ahhkh..iihh.. auhh..ahh..!" Geliat pinggul Mpi dan belitan kakinya makin erat kurasakan.

Kuteruskan saja gerakan penisku menggesek lepitan cipet yang makin membasah itu..
sambil sesekali menekan-nekankan batang tubuh si prajurit mbalelo yang sudah mengeras pada belahan kemaluannya.

Hingga pelukan Mpi semakin erat kurasakan.. diringi riuh desahannya.
Cengkraman tangan Mpi seperti mau merobek kulit punggungku. Dia mulai terangsang dengan hebatnya..

Crash.. crash.. crash..! Cercah lidah kilat seperti membelah langit..
Pada saat itulah aku dapat melihat wajah perempuan yang sedang kupeluk setengah telanjang ini.
Dengan kelamin yang bertaut rapat.. bertempelan laksana sepasang lintah. Saling mengisap.. saling menyedot.. seperti tak mau terpisah.

Matanya terlihat sudah sayu dan meredup.. bibir merekah setengah terbuka.. dan basah oleh hasrat kewanitaan yang minta dipuasi.
Ugh.. betapa indahnya menyaksikan ekspresi.. Paras wajah.. perempuan yang tengah dihanyutkan gairah paling purba ini..!

Sementara itu di bawah.. aku mulai merasakan cairan hangat mengaliri batang penisku..
Hmm.. aku tau.. itu adalah cairan cinta si bidadari langsing ini.. yang merembes.. mengalir.. bagaikan mata air pegunungan..
hangat kental dan licin.
Dan itu.. makin menimbulkan kenikmatan yang lebih lagi.. pada pergesekan kelamin kami. Ugh..

Kubelai payudara kanan Mpi dengan gerakan melingkar dari bawah ke atas dan berakhir di putingnya yang tegak berdiri.
Sesekali kucucupi pula ujung putingnya kiri-kanan bergantian.. menyebarkan hangat dan nikmat di sana.

Meski telah demikian basahnya kewanitaan Mpi.. tapi aku sadari ini bukanlah saat yang tepat untuk melakukan penetrasi.. entah di lain kali. Semoga.
Batinku.

Si Prajurit mbalelo yang kian intens berselancar persis di tengah-tengah bibir vagina Mpi dengan gerakan turun-naik vertikal yang berirama..
telah semakin sering pula menggosoki bibir vagina dan menyentuhi clitoris Mpi.

Entah berapa lama kemudian aku merasakan tangan Mpi mulai menekan-nekan pinggulku agar si prajurit mbaleloku lebih erat menempel.. menggosoki.. menggeseki vaginanya yang terasa kian membasah.

“Ugh.. ahh.. ahh.. banghh..” rintih si bidadari kian santer.. meningkahi gerak tekan pinggulnya.

Tak ayal.. berbekal panduan tangan si bidadari yang menekan pinggulku itu..
kupercepat gerakan pinggulku menggesekkan si prajurit di lepitan yang kian melicin.

Semakin cepat gerakanku.. dan pinggul Mpi pun seperti menyelaraskan irama tarian dangdut si prajurit.
Lendir vagina Mpi semakin banyak.. membuat penisku dengan leluasa bergerak di dekapan bibir vaginanya.

Dan.. akibat licin dan hangat serta sensasi clitoris yang beberapakali tersentuh oleh ujung Helm Darth Vader..
aku mulai merasakan gerakan sperma menyeruak ingin menyemprot..

“Nghh..ehh..” Kukendalikan diri.. mengatur nafas pelan-pelan.. agar air bah spermaku jangan tumpah duluan sebelum Mpi dapat kupuaskan.

Gerakan Mpi semakin lama semakin liar.. bahkan dia mulai menggigit bahuku..
Jemarinya mencengkram kencang buah pantat kiriku.. sementara belitan kakinya kurasa kian erat.

“Ough.. banghh..!” Mpi mengerang..
Aku seperti melayang..

Dan.. oouuh, ada yang mendesak-desak dari bawah.
Rasanya seperti.. ahh.. tak mampu kuungkapkan nikmatnya. Berkedut.. berkeredetan.. entahlah.

“Oohh.. Mpi nggak tahan.. Ouh..Banghh.. gosokkin yang kencang.. Oouhh dia datang ouhh..!”
Erangnya setengah berbisik.. melejat-lejat.. riuh.

Duh.. baru aku sadari.. Si bidadari langsing ini rupanya juga sedang berpacu.. mendaki tertatih.. tebing-tebing klimaks pertamanya.
Orgasmusnya.
Ekstasenya.
Puncak Gairah Paling Purba seorang anak manusia.. siapapun itu.

Tubuh bidadari tomboy itu sedang meregang ketika aku melepaskan tautan bibir kami yang berkecapan dalam ciuman panjang.
Kurasakan batang paha kanannya erat mencengkeram pahaku..

Sedangkan paha kiri yang beralaskan matras mengejang lurus.. kian rapat pada paha kananku.
Seperti menggapitnya dalam sebuah gerusan hangat dan rapat.

Jepitan kedua batang pahanya itu seperti memulasi pahaku.. meremas-mengurutnya erat.
Membuatku meringis.. karena merasa agak pegal.

Lalu.. beberapa detik berselang.. kudengar Mpi mengerang pelan dan panjang.. "Ngghh..hhh..! Aahh.. banghh..!!"
Kedua kakinya kaku mengejang, disusul guncangan seluruh tubuhnya. "Please.. jangan berhenti..!”

Bidadari tomboy itu seperti menahan erangannya. Erang nikmatnya.
Ia membisik.. lirih terputus-putus di tengah guncangan tubuhnya.

Dengan amateramatsangat susah payah aku berhasil mengendalikan diriku..
menghindari tarikan tangan Mpi yang seperti orang kalap.. hilang kendali.. tak peduli apapun di sekitarnya.

Tetapi apa mau dikata sodara-sodara.. Sebelum Mpi terkulai lemas karena klimaks pertamanya..
akupun merasakan gerakan sperma yang tiba-tiba kuat menekan dari sela-sela kedua bola si prajurit..
Terus meniti batang.. menuju ke helm Darth Vader.. dan sekarang tepat di ujung penis.. mendesak.. berusaha keluar.

“Nghh..ehh..!” Lenguhku tertahan.. tak sempat lagi berpikir apapun pada ujung gairah paling purba itu.
Crett.. crett.. crett..! Spermaku lepas.. muncrat..!

Eksodusnya kurasa menyiram ke pusar atau perut Mpi yang datar.. langsat bersih. Entahlah.
Mungkin pula meleleh ke samping bawah tubuh bagian depannya.. di pinggir perut Mpi yang berbaring menyamping itu.
Aku ga tau, dah.
-----------

Tiba-tiba saja.. teringat olehku mitos dan petuah tentang larangan..
Sesama Pendaki sebaiknya tidak menjalin hubungan seksual.
Konon katanya.. hubungan itu hanya akan membawa sial.

Lagipula.. kalo memang cuaca berubah jadi lebih bagus, menurut plan-nya kami akan mulai mendaki malam ini.
Sebenarnya.. bakal tepar juga sih.. kalo kupaksakan orgasme.
Bakal gemetar dengkulku ketika nanti mendaki trek Dempo yang ga ada ’bonus’ jalan landai sama sekali itu.

Tapi whateverlah. Persoalan ini kan harus diselesaikan secara seksama dan dalam tempo yang senikmat-nikmatnya..! pikirku asal.

Hehe.. Terus.. mengenai mitos-tabu dan pantangan bermesum-ria di gunung itu.. –dosa katanya, sih..– pun sebagai bentuk penghormatan pada penunggu-penunggu gunung.

Sebenarnya aku ga terlalu mempercayai mitos yang telah melegenda dan menjadi ’Peraturan Tak Tertulis’ para pegiat alam bebas.. terutama pendaki gunung-pendaki gunung Indonesia itu.

Menurutku sih.. yang namanya permesuman.. bagaimanapun juga.. apapun bentuknya.. jelas saja berdosa.. di manapun itu dilakukan.
Terus.. kalo soal hormat-menghormati.. kupikir ada benarnya.. Cuma saja.. gimana kalo permesuman itu dilakukan di tempat kost, misalnya..? Haha..

Intinya aku tidak sepenuhnya percaya petuah-mitos-tabu itu benar.. Tergantung masing-masing personnya.. bagaimana menyikapi.
Kalo aku pribadi sih.. lebih ke pemikiran logis.. alias Logika Alamiah.

Sama seperti mesin.. tubuh yang ’terlalu diforsir’ ga akan optimal kerjanya.
Toh pada cuaca dan daerah ekstrem seperti di gunung.. metabolisme tubuh jelas akan melakukan adaptasi dan aklimatisasi secara alami.
Pikirku menenangkan diri. Hehe..

"Ssttt.. tenang, Mpi. Kita sedang di gunung..!" Sergahku lemas.. setengah berbisik, sambil memegangi lengan Mpi yang masih terus berontak.

Setelah berusaha berkali-kali melepaskan tanganku.. akhirnya bidadari tomboy satu itu menyerah..
Gerakannya semakin lama semakin melemah.. namun masih kurasa berkejat beberapakali.

Setelahnya.. perlahan kurasakan tubuh gadis itu lunglai.. memelukku.
Aku berharap.. bidadari tomboy ini mengerti apa yang telah aku lakukan.. Semoga.

Kuharap ia dapat mengerti.. kenapa para pendaki ’tak boleh bercumbu’ di gunung.
Meski sebenarnya aku sendiri skeptis.. apa sih ’standar batasan bercumbu’ di gunung itu sendiri.

Apakah petting basah ampe becek sekali seperti yang kami lakukan tadi.. tidak termasuk atau belum termasuk batasan..?
Ah, biarin deh. Aku ga mau terjebak pemikiran tentang mitos-tabu-legenda belaka.
Que sera seralah..! Let bygone be startox.. eh, be bygone..! Toh sudah terjadi.. dan kunikmati. Ga tau dengan Mpi. Aku ga mau tau.

Dalam keremangan cahaya rembulan yang menembusi atas tenda..
kukecup sekilas matanya, sembari memeluk pundak si bidadari tomboy nan langsing itu.. kurebahkan kepalanya di samping leher.

Tiba-tiba kurasakan matanya menghangat.. lalu ada yang membasahi leherku.
Aku hanya dapat terdiam.. kubiarkan emosi Mpi keluar bebas.. dalam sebuah tangisan diam. Lirih.

"Sudahlah.. sebentar lagi pagi. Sekarang mungkin telah lewat tengah malam.
Kita masih perlu tenaga untuk mendaki..” bisikku lembut. Berusaha menenangkannya.
Perlahan kurasakan kepala Mpi bergerak seperti mengangguk. Mengiyakan.

Tersenyum dalam gelap.. kukecup sekilas dahi sang bidadari tomboy itu dengan sayang.
Sayang..!? What’s up..!?

Mpi terdengar menghela nafas panjang dan mengembuskannya keras-keras.
Aku tersenyum lagi dalam gelap. Bersyukur bahwa segalanya bisa berlalu.

Next Time. Janjiku pada diriku sendiri.
Kan bisa di lain kesempatan.. dalam kondisi yang lebih refresentatif dan bisa coitus tuntas.. tas.. tas..! Hehe..

Tersenyum dalam hati.. mereka-reka rencana. Hmm.. ada benarnya sebuah ungkapan orang bijak.. ingatku tiba-tiba..
’Ternyata.. kesempatan benar-benar membuat orang jadi maling..!’ Haha.. aku ketawa. Dalam hati.

Beberapa jenak kemudian.. hening yang sublim dipecah suara dan bebunyian malam.
Gemerisik bunyi sleeping bag dan ritsleting ditarik.. masing-masing kami membenahi medan pertempuran yang acak-acakan.
Membersihkan percikan.. noda.. becekan cairan cinta pada masing-masing kelamin dengan tisu.

Beberapa saat.. setelah usai berbenah.. kudengar nafas Mpi semakin teratur.. berselingan dengkur halus Kaka di sebelahnya.

Puncak Dempo menjulang menghitam di malam yang semakin.. dipenati dingin.
Tak lagi pekat.. sebab bulan hampir bulat, hampir penuh.
Ia mengirimkan cahaya lembut.. memandikan lanskap malam itu.

Badai di luar ternyata juga mulai mereda.. menyisakan basah.. dingin dan rindang awan bersisik keemasan di lanskap Timur sana.
Dari luar binar cahaya bulan seakan menembus atap tenda.. mencipta pendaran bulat dan kian terang.

Mengerjapkan mata.. kini dapat kulihat ganti-berganti wajah sepasang bidadari. Indah.
Menggetarkan.. dalam wajah penuh damai tidur mereka.

Damai menyambut datangnya alam mimpi..
bersamaan dengan perginya kabut tebal yang menyelimuti seluruh lapangan kecil di base camp – titik awal pendakian..– gunung Dempo itu.

Kini giliranku kembali ’berjuang untuk tidur’ pikirku.. seraya merebahkan tubuh pada dingin matras di lantai tenda.
Memejamkan mata.. sejenak berlintasan percikan cahaya di kelam katupan kelopak mata.

Sebelum kelam benar-benar menguasai katupan mata.. tanpa sadar.. tanpa kuminta..
Memoar berkelebatan muncrat seperti pipa air pecah.

Serupa do’a buat dua bidadari di sebelahku..
Aku bisikkan separagraf sajak si teman Wiji Thukul..

"wahai..
siapa yang melintas di gerimis hujan kabut
meretas gerumbul pepohon teh
dingin yang mengajarkan gigil
atau sayat angin di pinggan unggun
duhai..

'ngkaukah yang berjinjit di tanjak fajar
menginjak bara bersisa puntung
luka yang mengajarkan erang
atau menghidu ruap tanah
menikmati geletar dingin di pori-pori..

tarian tempiasnya pada rerintik airmata
masih tak cukup membasuh..!?"

-------------------------------
END OF ...
-------------------------------
 
keren .. tapi coba dibaca ulang om terus disederhanakan, loncatan berfikir yang terlalu banyak akan mengurangi kenikmatan orang untuk membaca
 
keren .. tapi coba dibaca ulang om terus disederhanakan, loncatan berfikir yang terlalu banyak akan mengurangi kenikmatan orang untuk membaca

:suhu: Wahhh.. trims banget sarapan kripiknya suhu..

Ntar di chapter selanjutnya Nubi coba pangkas n sederhanakan..

Sekali lagi trims bertubi suhu.. :ampun:
 
Quiver Track

Mencemburui Dingin

: sesak ditembung halimun
terjerat selimut minus 2 derajat Celcius
aku teriakkan cemburu terhunus
.. pada dinding angin
mengecupiku dengan bibir dingin
uuhh ..

hingga rindang cuaca sepagi buta ini
berbunting halimun menghalang
harus kuseka basah wajah
menepikan perca rerintik
yang enggan terpinggir


sejak dinihari tadi

sedangkan 'ngkau.. membosan derainya
menepis belaiku


untuk bersihkan tempias kabut

yang pias melamur di matamu..
uhh..

--------------

Subuh datang dari hilir.. pecah lagi malam.
Sayup suara muadzin melafadz adzan terbawa angin dari Kampung IV.. membelasah lelangit dengan dingin cuaca.

Mendusin dari kelelapan tidur dan remang tenda.. perut yang berkontraksi memaksaku membuka mata.
Setengah sadar. Dalam dingin dan gigil tubuh aku beranjak.. meraba-raba ke samping pintu tenda.. menyambar senter.

Srett.. srett..! Menarik ritsleting.. pintu tenda terbuka.
Tanpa ba-bi-bu segera kusambar pula sandal jepit di depan pintu.. mengenakannya.

Nyuss..! Huft..! Seketika permukaan sandal jepit yang dingin-basah seperti ribuan mata jarum.. menusuki pori-pori di telapak kaki.

Tapi.. mana kuhiraukan lagi semua itu. Saat itu cuma satu tujuanku.. ’melepaskan hajat panggilan alam’ dan membuang ampas yang bermutasi dari dalam perutku..!

Bersigegas.. dipandu mata sinar senter kulompati beberapa kubangan dan genangan air.. sisa hujan badai semalam.
Jika saja ada melihatku saat itu.. aku yakin akan tertawa terbahak.. terpingkal.
Menyaksikan ringis muka dan gestur tubuhku yang mirip siamang mengejari sinar senter..
berlarian sambil meloncat-lompat menahan ’sesuatu’ yang jika melesat.. kecepatannya mungkin bisa melampaui kecepatan suara sekalipun.
Hehe..

Sesampai di lokasi air terjun.. sesegera namun sehati-hati mungkin aku menyeberang kali kecil..
berusaha mendapat tempat yang tersembunyi di balik batu besar yang hanya terlihat dari arah air terjun.. sebagai lokasi ‘pengeboman’.

Tanpa sempat berpikir panjang lagi.. melepas celana lapangan plus dalaman sekallian..
agar tak basah terkena tempias air terjun dan bulir embun jatuh.. menaruhnya di atas rain coat yang juga telah kubuka sebagai alasnya.

Creshh..! Menyulut selinting tembakau.. menikmati ’prosesi purba’ panggilan alami bersama kepulan asap tembakau.
Hmm.. nikmat juga, ternyata. Haha..

Dari keremangan cuaca subuh menjelang pagi.. suara dengkingan siamang dan gemerisik dedaunan di pucuk-pucuk pepohan berbasah embun.. seperti orkestrasi pengantar ’kelegaan’.. serupa harmoni alam paling merdu.

Entah berapa lama aku –ngelonjor– ngelamun sambil ‘berbuat jorok’ di sebalik batu gunung itu..
menguras ampas dari dalam perutku.. ga terlalu kuperhatikan.
Yang pasti linting tembakau keduaku telah pula terbakar habis.. menyisakan abu yang tercecer lantas sirna ditembung percik air.

Suasana rembang pagi ditingkahi deru air terjun dan gemericik air di kali kecil itu.. mencipta ‘sepi yang bernyanyi..’
seperti keriuhan tanpa jeda.
Serupa orkestrasi bunyi berulang.. musik alam penuh damai. Menenangkan.

Selintas ingatan ke beberapa hari belakang.. tergali tanpa kuminta. Meluap tiba-tiba.
Ahh.. kukutuki diriku. Betapa ‘tega’ menyempatkan gairah purba memenangkan pertempuran dengan logika.

Tapi.. mau dikata apa..? Semua terjadi begitu saja. Tak terencana. Tentang kekentangan semalam..
Eh, tapi.. perasaan, aku semalam muncrat juga.. deh. Hehe..

Tentang Kaka, sang bidadari gunung.. yang tak lekang.. menari-nari menggodai di pelupuk mata.
Tentang replika seseorang ‘dari masalalu’ yang muncul –lagi– seketika. Menghumbalang qalbu.

Ugh.. semua serasa terlalu tiba-tiba..! Tak terpermanai olehku. Seperti membadai dalam gulungan tornado pada garis hidupku. Errghh..!
-------------

Brrr..! Sejuk.. bahkan dingin yang seketika memerindingkan kulit di bagian pantatku ketika aku dengan bersijingkat..
melangkah.. lalu cebokan di kali, membersihkan lubang pantat dari sisa tinja.

Setelah cebokan.. membuat lubang pada tanah di dekat tumpukan tinja.
Menguburnya dengan do’a pendek.. semoga jadi humus dan berguna bagi alam. Haha..

Kicau burung-burung pagi.. deru jatuhan air terjun.. gemericik air di kali bening.. memancing hasrat dan keberanianku untuk mandi saja di sana.
Daripada kentang, usai buang hajat.. lagian juga aku belum mandi pagi ini..
meski dingin menusuki pori-pori aku nekad aja mandi di dekat air terjun.

Sekalian MW alias ‘mandi wajib’ aja ahh.. pikirku tanpa pertimbangan macam-macam lagi.

Meski ga ada persiapan apapun untuk mandi.. tetapi karena aku yakin lokasinya cukup tersembunyi dan sepi.. juga supaya lebih nyaman..
maka aku langsung mandi bugil.. gil.. gil saja.
Lagian siapa juga.. yang mau mandi pada jam-jam segini..? Pikirku meyakinkan diri.

Maka meluncurlah aku.. menemui dingin air kali.
Membiarkan riaknya menusuk.. mencucuki bagai ribuan mata jarum ke segenap pori-pori kulitku.

Perlahan berjongkok.. kubenamkan seluruh bagian atas tubuh.
Dari sebatas torso.. dagu.. mata.. hingga benam sempurna.. merinding dan gigil bergetar.

Saat asyik menggosoki, membersihkan dan ‘membelai-belai.. memancing keluar’ si prajurit mbalelo yang kisut-mengkerut seperti kepala labi-labi nyungsep ke dalam tempurungnya.. di antara gemuruh air terjun.. tau-tau..

Byurr..! Sekelebatan.. aku mendengar bunyi seperti benda jatuh ke air.. di sebalik batu besarku berlindung.

Sambil berendam aku keluar ke sebalik batu.. ke arah seberang kali.. untuk melihat benda jatuh itu.
Aku ngeri juga loh.. kalo-kalo yang jatuh kecebur ke kali itu ular phyton.. atau harimau kan..!? Hii..!

Dari keremangan cahaya subuh menjelang pagi itu.. kulihat sosok tubuh yang sedang berusaha bangkit dari dasar kali.

Dan ketika sosok tubuh itu bangkit dari kedalaman setinggi paha air kali..
Terpaparlah.. tubuh basah yang dalam keremangan itu dapat kulihat menggigil kedinginan..

Sesosok tubuh seorang perempuan..!?
Wuahh, ternyata.. si Joe..!? Untunglah bukan harimau atau ular phyton. Pikirku lega.

Ya.. itu Joe.. Jovinda Bethanica –nama panggilannya Joe..– yang peranakan Jawa-Tionghoa.
Salah seorang dari 3 gadis anak Mapatri.. Mapala Universitas Tridinanti.

Ngapain.. dia, ya.? Udah berapa lama dia di lokasi air terjun ini..? Sempet ngeliat aku ga ya..?

Pertanyaan-pertanyaan melintas cepat di otakku.
Bergegas.. namun terhalang berat jenis air, kuhampiri.. bermaksud ‘menolong’ dan melihat kondisinya.

Tubuhnya yang semampai.. sekal.. dengan ukuran proporsional perempuan asia itu terhuyung.. sebagian besar basah.. kuyup.
Begitu juga geraian rambut kecoklatan sebahunya.. menitikkan percik air kali yang dingin..

“Aduh.. auh..!” Seketika.. keluar erang kesakitan dalam gigil tubuhnya, ketika ia kuberdirikan tubuhnya yang terhuyung..

Wajah cantiknya yang mirip banget dengan Prisia Nasution –kalo dibandingin dengan selebriti zaman sekarang..– itu.. meringis seperti menahan nyeri.

Segera saja kupapah hingga posisi tubuhnya tegar.
Hehe.. mungkin dia terpeleset saat menyeberangi batu-batu licin di kali. Pikirku menganalisis kondisinya.

“Eh, mana.. mana.. yang luka, Joe..!?” tanyaku apakah ada yang terluka atau sakit.

“Nghh.. uhh.. ini.. bang.. di sini..” katanya menunjuk tangan, kaki dan di punggungnya

Sesaat kuperiksa.. tempat-tempat pada bagian tubuh yang tadi dia tunjuk barusan.
Namun.. dalam situasi di air kali.. dengan tubuh menggigil dan keremangan cuaca.. jelas saja aku tak bisa seksama melihat tangannya yang sakit.

Hati-hati kutuntun dia ke tepi kali.. ke sebuah ceperan batu gunung yang agak lebar..
tempat di mana kulihat sepertinya adalah tumpukan pakaian dan peralatan mandinya dia taruh..?

Aha.. berarti dia memang berniat mandi toh..?
Tapi ngapain sampe pake acara main cebur-ceburan gitu ya..?
Pikirku kini menganalisis situasi.

Kududukkan Joe yang masih menggigil plus meringis-ringis kesakitan di ceperan batu cukup lebar itu.
Kulihat matanya bergerak-gerak agak melotot.

Wah.. bahaya nih..! pikirku khawatir. Aku takut kepalanya terbentur pada batu kali.

“Apa kepalamu juga sakit, Joe..?” Tanyaku.
“Oh.. ah.. nggak.. bang..!” katanya.

“Tadi kulihat matamu bergerak-gerak..” kataku.
“Anu.. Bang.. ka.. kamu bugil..!” Katanya terbata.

Oops..! Busett dah..! Aku baru sadar.. bahwa saat itu aku dalam keadaan bugil.. gil.. gil..! Anjrit.
“Ouh.. iya..! Sori.. sori..!” Kataku tergagap.

Sedikit blingsatan.. aku sambar saja handuk dari tumpukan pakaiannya..
meski sedikit lembab, aku ga peduli.. langsung saja memakainya membelit-menutupi tubuh bagian bawahku.

“Eh.. pinjem bentar, ya. Aku mo ngambil pakaianku di seberang situ..!” Menunjuk ke batu besar di seberang kali.

“He-eh..” jawab Joe singkat sembari tersenyum.. lucu melihat kebugilanku..?

Brurr.. brrur.. bruurr..! Menyeberangi kali ke arah tempat aku menaruh pakaianku.. mau ga mau aku harus mengangkat bagian bawah handuk Joe yang membelit tubuhku.. agar tak makin basah kena air kali.

Cus.. cus.. cus..! Beberapakali percikan air kali memercik agak tinggi.. mengenai pantat hitamku.. hihihi.
Aku sudah ga peduli kalo Joe bisa melihat pantatku.. yang muncul dari singkapan handuk yang kuangkat agak tinggi itu. Biarin..!

Sesampai di sana.. secepatnya kukenakan celana lapangan.. tanpa CD yang ternyata telah basah..
Entah terkena percikan air terjun.. embun.. atau sisa cairan cinta aku dan Mpi semalam. Aku ga tau. Biarin dah.

Segera aku kembali ke seberang menemui Joe untuk mengobati luka di tangannya.
Untung saja aku selalu siap dengan ‘dompet’ perlengkapan P3K yang kutaruh di kantung samping celana lapangan.

Isinya tak banyak, memang. Yang standar-standar saja.

Dompet berukuran 20 X 12 X 6 cm tersebut cuma bisa memuat sebotol kecil betadine, setube minyak angin, balsem dan cream penghangat.. beberapa helai kain kasa, plester, kapas.. juga beberapa jenis obat-obatan generik saja.
Tapi lumayanlah sebagai pertolongan pertama pada luka-luka ringan, ya ga..?

“Kakinya yang sakit di mana, Joe..?” tanyaku setelah memastikan luka di tangannya safety.
Joe menunjuk ke arah kedua lututnya.

“Aku lihat lukanya, ya..!? Dia cuma mengangguk.. sembari meringis menahan nyeri.

Waduh.. rupanya Joe memakai celana lapangan berukuran dan style yang ketat.. ampun dah.

Ayayay.. jadi agak sulit nih.. melihat ‘lokasi’ sakitnya dari lintingan bawah..
mana kebasahan celana lapangan itu makin membuat keketatannya pada tubuh sekal itu kian rapat deh.

“Walah.. sulit nih, Joe. Buka aja celananya, bisa ga..?”
Kataku yang berjongkok.. beringsut sedikit mundur sambil menyuruhnya mencopot celana lapangannya.

“Hmm.. gimana ya..?” ujarnya pelan. Dahinya berkerenyit. Sepertinya dia ragu dengan usulku.

Tapi tak lama. Sejenak kemudian.. dengan pelan ia mulai berusaha membuka celana lapangannya.

Tetapi lantaran tangannya yang juga masih sakit.. ia jadi tampak kesulitan ketika berusaha melepas celananya itu.

Maka.. akhirnya aku bantu dia mencopot celana lapangannya. Rerrtt..!

Plass..! Maka kini terpampanglah.. sepasang kaki mulus nan jenjang.

Pahanya membulat.. kuning langsat.. mulus tanpa bekas goresan sedikitpun..
Nampak begitu indah dan lencir.. ditempa sinar lembut matahari pagi yang mulai menerobos dari sela-sela dedaunan..

Meski terlihat berwarna agak kepucatan.. akibat dingin dan tertempel celana lapangannya yang basah tadi.. tetap saja tak mampu mengurangi keindahannya.
Begitu serasi dengan lengkungan betis jenjang-belalang yang menopang di bawahnya.

Glekk..! Mau ga mau sempat juga aku terdiam. Meneguk ludah.
Sejenak terpaku menatap keindahan batang paha dan betis telanjang di hadapanku.

Tapi segera kualihkan fokus dan pikiranku pada luka-luka yang dideritanya.
Meskipun dengan perjuangan maha berat.. kualihkan pikiran pada hal yang lebih urgent.

Padahal.. si prajurit gebleg di selangkanganku.. yang tadinya kisut-mengkerut seperti belut sembunyi dalam lubangnya..
eh.. kini dengan sembrononya malah manggut-manggut.. menyundul-nyundulkan helm Darth Vadernya.

Jangan banyak gaya dulu.. brengsek..! Sekarang ini dalam ‘misi kemanusiaan..!’
Dasar Kontol lu. Maen sundul aja..! Ga bisa liat barang bagus dikit.. langsung konak-konek..!
Sergahku gondok.. pada si prajurit mbalelo.

Pandangku beralih pada kakinya.. dalam samar cuaca, masih dapat kulihat tepat di paha.. dekat lututnya terlihat memang agak membiru bekam.
Maka segera kukeringkan dengan handuknya yang kupakai tadi.. lalu kuoleskan cream penghangat di kedua batang paha indahnya.

Nahh.. segera saja.. entah siapa yang mengirim sinyal kemesuman ke siapa.. aku ga tau..
antara si otak dan si prajurit mbalelo sontak seperti berebutan.. bereaksi brutal dan sengit..
ketika kulit telapak tanganku bersentuhan dengan kulit mulus kuning langsat paha Joe.

Dengan setengah gemetar tersamar gigil dingin.. kuborehkan cream penghangat pada kedua tungkai batang paha..
sembari menikmati kehalusan dan kesekalan kulit dan dagingnya..

Sedikit membenahi posisi jongkok.. bersambil pula kubenahi.. posisi titik sundul si prajurit mbalelo, dengan menggerakkan batang pahaku..
menjepitnya.. menggeser pelan-pelan, agar tak terlalu bergesek dengan kasar bahan celana lapanganku.

Pokoknya aku tengsin banget.
Terserahlah.. si Joe ngeliat atau ngga tonjolan si prajurit mbalelo di selangkanganku.
Toh tadi juga dia sudah ngeliat –meskipun dalam kondisi kisut-mengkerut– tanpa ditutupi pelapis, kan?

Jadi.. sekedar mengurangi kegugupan dan keteganganku pada urusan pijat-urut pahanya.. mulailah kubuka obrolan.

“Eh, Joe.. tadi kenapa maen cebur-ceburan segala, sih..? Emang udah mandi, ya?”
“Ngg.. anu.. belum jadi mandi, bang..”

“Hehe.. ga papalah.. kan sekarang udah pada basah. Anggap aja sudah mandi, Joe..” gurauku sembari meratakan cakupan cream penghangat di pahanya.. kian rileks.

“Uhh.. aduh.. tadinya.. ahh.. dari kebeles pipit, eh.. kebelet pipis plus mo ‘mpub’ bang. Jadi.. udah cebokan kan mo balik ke sini lagi.. pas itu nginjek batu yang licin.. aku kepleset, nyebur dah.. auh..!” Cerita Joe diselingi erang dan ringisan.. apalagi ketika tanganku yang meratakan penghangat di pahanya mengurut-menyentuh paha.. dekat lututnya yang agak membiru bekam itu.

“Ouw.. gitu. Coba sekarang lihat punggungmu, deh..” lanjutku kepalang tanggung.

Agak canggung, mulanya.. Joe sedikit menyingkap kaosnya ke atas.. dari cahaya matahari yang mulai mengembang menghalau gelap..
Sesaat kuperhatikan.. dan terlihat memang ada memar sedikit di situ.

Setelah kukeringkan dengan handuk setangah lembabnya.. kugosok juga punggungnya dengan cream penghangat.
Supaya tidak kena baju kaosnya yang basah, aku sarankan Joe untuk juga mencopot bajunya.. dan bersalin dengan pakaian ganti yang dia bawa.

Sementara aku yang cuma bawa apa yang kukenakan saat itu.. yang bahkan sebelumnya ga punya rencana untuk mandi..
akhirnya tetap mengandalkan raincoat dan kaos lengan panjang saja.. menahan gigil dingin pagi itu. Hadew..

Celakanya.. atau malah beruntungnya, ya..!? Haha.. Sebagian besar pakaian ganti yang dibawanya ternyata juga telah basah..
mungkin terkena riak besar air kali ketika Joe tercebur tadi. Entahlah.

Segera kubuka raincoat yang kukenakan..
lalu kusodorkan biar ga dia terlalu kedingingan plus menutupi ‘ketelanjangan’ tubuh mulus nan indahnya.
Sementara itu baju dan celana lapangan basahnya kuperas dan kujemur. Setelah itu aku lalu duduk di sampingnya.

”Wah.. bakalan ga jadi ndaki nih, kalo kakinya sakit begitu, Joe..!”
Kataku sembari membenahi si prajurit mbalelo yang mulai menggelar aksi demo.

Joe masih terdiam. Napasnya masih terengah-engah dan berusaha menarik napas panjang.

“Jadi.. dianggap selesai nih mandinya..?” Tanyaku lagi.. sedikit mengajak bergurau mencairkan suasana.

“He-eh. Anggap aja sudah..” jawab Joe senyum sembari meringis.

“Hehe.. so.. mau balik ke base campsekarang.. atau nunggu kakinya agak enak jalan.. atau nunggu kering baju dan celananya..?” Tanyaku lagi.

“Nunggu kering aja, bang..” sumir jawabnya.

Ini jelas membuat iblis mesum di otakku kontan mencari-cari alibi dan pembenaran aksi permesuman.

Haha.. bahasamu, Bar..! Udah kayak para menteri. Full bullshit..! Hihihi..

“Hmm.. Kalo gitu, sekalian BH dan celana dalamnya dijemur.. biar ga masuk angin.
Kan itu udah pake raincoat..?” Kulontar tawaran mesumku padanya.
--------------

Pagi masih muda.. terlalu dini untuk dibelai-peluk manja matahari yang mengusir rinyai kabut.
Bulir embun di ujung-ujung dedaunan menjuntai berkilauan.. jatuh perlahan satu-satu menemui sang ibu bumi.

Di ceperan batu tepi kali yang cukup lebar dekat air terjun itu.. kami, aku dan Joe masih sama menimbang..
Menilai dan berusaha berdamai dengan diri masing-masing. Memperhitungkan ‘kejujuran cermin diri’.

Aku dirayu iblis paling baik hati.. yang meniup-niup.. mengirim sinyal nikmat semu ke otak mesumku.
Entah dengan Joe. Aku ga tau. Soalnya aku bukan malaikat.. yang bisa membaca pikiran atau meraba hati orang lain.

Joe masih terdiam.. dalam wajah tersenyum, meski tak lagi menggigil tubuh.
Beberapa sejenak.. hening yang riuh diisi deru air terjun, kecipak air kali dan dag-dig-dug denyut jantung.

Ia seperti berpikir.. mempertimbangkan usulku.. tawaran mesumku, lebih tepatnya.. agar membuka Bra dan celana dalamnya untuk dijemur.. alasanku. Hehe..

Tapi bener kan yang kuusulin..!? Ga baik memakai pakaian yang basah. Daleman pula.
Apalagi di tempat lembab dan basah seperti di kali dekat air terjun itu.
Aku sekalian bisa sambil menyelam minum air, ya ga..?
Hihihi..

“Ya udah.. Kamu di sini aja, ya. Abang mo nyelesaiin mandi. Tanggung nih..” pancingku pada Joe yang terlihat ragu.

Tanpa menunggu Dia ngejawab.. aku berbalik, melangkah meniti batu di kali berbagian dangkal.
Brr...!
Uhh.. dingin lagi nih..! Kakiku mengirim sinyal pada otak yang beberapa bentar tadi sempat ‘memanas’.

‘Ehh.. Bang..!” Di antara kecipak kakiku di kedinginan air kali.. kudengar Joe tiba-tiba memanggilku.

“Yup. Kenapa, Joe..?” tanyaku seraya menoleh setengah pinggang ke arahnya.

“Tunggu Bang. Aku mau mandi juga, ah..” jawab Joe sembari berusaha bangkit dari duduknya di ceperan batu kali.

“Airnya segar nggak, bang..?” tanya Joe padaku yang berada beberapa langkah di depannya.

“Lho, tadi kan kamu sudah kecebur, Joe..? Seger-seger.. Dingin..!” candaku.

“Nanggung bang. Nggak resep -nyaman- nih. Kayak masih lengket-lengket aja rasanya..” ujar Joe beralasan.

“Ouw.. gitu..! Iya deh..” Ujarku tanpa berpikir panjang lagi dan segera saja dia kuhampiri. Membantunya berdiri.

“Eh.. mau diapain tuh..?”
Tanyaku belum ngerti ketika melihat Joe tengah membereskan.. menumpukkan pakaian gantinya yang basah.. dalam satu tumpukan.

“Dibawa aja ke sana, Bang. Ga enak kalo tau-tau ada yang datang ke sini.. ngeliatnya, kan..?”

“Ouw.. iya juga sih..” jawabku singkat, ngga mau memperpanjang cerita.. plus ga mau melepaskan kesempatan.

“Biar aku aja, Bang..” cegah Joe, ketika aku pura-puranya mau ngebantuin dia berberes.
“Nih.. tolong abang bawain aja ke sana..” lanjutnya mengangsurkan tumpukan pakaian basahnya.

“Huft..! Wow.. berat juga nih.. Joe. Bawa apaan, sih.. bisa berat gini..?” Candaku menerima tumpukan pakaiannya.

“Ah, masa' sih..? Ga bawa apa-apa kok, bang..” jawab Joe serius menanggapi candaanku.

Sambil melangkah perlahan.. menyeberangi kali kecil ke arah sebalik batu besar di lokasi aku mandi tadi pagi..
Joe dengan tanpa beban menggamit lengan di atas sikuku. Menyeimbangkan tubuh.
Ia seperti berpegangan di sana.. erat. Seolah takut jika kembali terpeleset dan tercebur lagi ke kali.

Pada gerakan melangkah yang tertatih di samping kananku.. beberapakali dapat kurasakan.. tonjolan payudaranya menekan-nekan lengan atasku.
Meski masih terlapisi raincoat dan bra yang dikenakannya.. tetapi tetap saja tak mengurangi kekenyalan dan kenikmatan yang serta merta menohokku.

Bahkan beberapakali sempat pula tonjolan daging di dadanya itu ‘menghenyak’ lembut..
membentur-bentur di lengan atas sikuku.. saat aku berhenti sebentar untuk memilih pijakan di tonjolan batu kali.

Serr.. Serr..! Seketika desiran nikmat berlarian di pembuluh darahku. Menghentak berdesiran hingga ke aortaku.
Ugh.. nikmat banget euy.. dingin-dingin dapet pressure yang empuk-empuk. Uhuyy..!

Si prajurit mbalelo sontoloyo di selangkanganku sontak mengacungkan bayonetnya.. Ia menyunduli depan celana lapanganku..
Asyem..! Kembali dia melancarkan agitasi tanpa solusi..! Asu..dah..!

Segera kualihkan pikiranku dengan cara mengajak Joe bercanda..
sejalan dengan tetap membiarkan ‘tekanan-tekanan nikmat’ tonjolan payudaranya di lenganku.. hehe..

“Ouw.. pantesan berat.. nih, Joe..!” ketika kutaruh pakaiannya di sisi batu besar.. sesaat sampai di lokasiku mandi tadi.

“Apa bang..? Emang apa yang membuat berat..?” Jawab Joe.. masih terdengar serius menanggapi.

“Ini nih yang paling berat..!” Kataku memperlihatkan Bra setengah basahnya yang akan dijemur di batu besar.

“Iihh.. abang.. genit, jorok..! Teriak Joe sembari menggapaikan tangan berusaha merebut Bra-nya yang kulambai-lambaikan di depan wajahnya.

“Siniin..! Masak sih yang gini berat..?” Tanya Joe merebut Bra-nya.. dan belum ngerti ke mana arah candaan mesumku.

“Hehe.. Gimana ga berat.. itu kan bisa menampung 2 gunung dan dibawa ke mana-mana lagi..!” Kekehku mesum.

“Hihihihi.. abang bisa aja. Jorok, ah..!” timpal Joe.. tapi ikutan ketawa.
“Udah, ah.. Kapan mandinya, nih..?” tukasnya lagi.. masih menyisakan senyum di bibir tipisnya.

Hmm.. apa maksud senyummu Joe..? Bisik hatiku menerka-nerka.

“Ngadep sana dong, Bang. Aku mo nyopot dalemanku nih..!”
Tegurnya menyuruhku melihat ke arah lain saat dia mencopot pakaian yang terakhir ditubuhnya.

“Ouw.. iya.. iya..!” ujarku dengan jantung berdegup dan mengikuti perintahnya.

Pingin rasanya aku berbalik saat itu juga.. untuk menyaksikan dia mencopot BH dan celana dalamnya.
Tapi.. biarin deh. Entar juga bakal ‘menyaksikan’ semuanya. Pikirku tersenyum mesum.
----------

Selagi masih berpikir mesum dengan disunduli si prajurit gebleg dari dalam celana lapangan.. tiba-tiba..
“Wuahh..! Segeerr..!” Kudengar teriakan kesenangan berbareng suara ceburan dan kecipak air berdeburan.

Aku langsung berbalik ke arah datangnya suara Joe. Kaget juga sih.. nggak menyangka kalau si Joe ternyata sudah berendam ke air kali..
Glekk..! Sejenak aku terlongo.. terpelotot mata.. bagaikan orang kesambet. Terpaksa meneguk ludah yang tiba-tiba terasa manis.. pahit.. berganti-ganti.

Demi iblis paling mesum sejagat bumi..! Bagaimana bisa aku memalingkan wajah.. mengedipkan mata untuk suatu fitur indah ini..!?
Teriakan sang otak di bagian atas tubuhku seketika memekakkan telinga batinku.

Jdut.. jdut..! Sundulan gelisah sang prajurit gebleg.. menambah kemupengan di bagian tengah tubuh.
Betapa tidak. Di hadapanku sekarang terpampang pemandangan maha indah.. di sepagi buta.

Dilatarbelakangi bulir dan percikan air terjun yang meluncur di sebelah kiriku..
Perempuan indah bertubuh cantik.. eh, cantik bertubuh indah.. tengah berkecipak di bening air kali..
menjerit-jeritkan keriangan dalam dingin yang menggoda.

Ahh.. rasanya pingin langsung kuterbab –menerjang, menerkam langsung memeluk, bahasa Palembang..–
dan merasakan kesekalan buah dada.. kelembutan.. kelenciran tubuh telanjang yang tengah berendam di bening air kali itu.

Sepertinya dia berjongkok.. atau malah mungkin duduk di dasar kali berkedalaman setinggi paha itu.
Sebab.. dapat kulihat dengan terperangah..

Bahwa.. sebagian tubuh telanjang bagian atasnya.. dari sebatas dataran bukit payudara bagian atas.. bahu.. hingga rambutnya yang muncul di permukaan air kali terlihat mengkilap.. diterpa lembut sinar mentari pagi itu.

Sementara tubuh telanjang bagian bawahnya yang dia ‘sembunyikan’ itu seperti bergoyang-goyang di bawah permukaan air akibat dari riak dan gelombang yang ia ciptakan bersama kecipakan tubuhnya.

Ia tak sadari.. meski kecipak dan riakan air kali itu tak mampu menyembunyikan keindahan.. kesekalan.. kemontokan tubuh telanjangnya.
Tak pelak.. menyaksikan indah tubuh telanjangnya dengan penuh girang berkecipak-kecipuk di air dekat air terjun..
sontak membuat seluruh bagian tubuhku bereaksi aktif..

Ia seperti menularkan keriangannya itu padaku..
Meruapkan energi sensualitas..
Aura birahi..
Gelora permesuman..
Bagiku.

“Heii, bang..! Katanya mau nerusin mandi..? Ayoo..!” Sesaat.. teguran serupa ajakan Joe itu ‘membumikan’ ruh iblisku.
Mendepaknya dari kenikmatan mata.. yang beberapa saat tadi memasung pandangku pada keindahan alami.

“Eh.. iya. Ng.. Segar kan, Joe..!?” Tanyaku tergagap.

“Iya.. Banget..!” jawabnya setengah berteriak senang.. sembari tetap berkecipakan dan mengurai-urai air di telapak tangannya.

“Eh.. Joe.. kamu liat ke sana, dong..! Aku mo nyopot pakaian, nih..!” Teriakku.. gantian menyuruhnya melihat ke arah lain..
karena aku akan mencopot celana lapanganku yang sekarang tiba-tiba saja terasa begitu ‘menyesakkan’ gara-gara si prajurit mbalelo yang kian riuh berdemo-wisata.. memancing chaos..!

Tau-tau Joe tertawa.. lepas, tapi manis sekali terdengar di telingaku.
“Ngapain aku harus noleh..? Tadi kan aku sudah lihat abang bugil-bugilan..!?” Teriaknya balik padaku.. yang masih berdiri di tepian kali.

Busett..! Ngeyel juga cewek satu ini. Awas kamu, yaa..! Geramku dalam hati. Panas juga aku ditantang seperti itu.
Ditambah pula geleparan si prajurit gebleg di dalam celana.. yang kian kencang.
Lengkaplah sudah ‘penderitaanku’ menahan gempuran berbagai Rames.. alias rasa mesum. Hehe..

Damn..!

Karena dia tidak mau menoleh ke arah lain.. dan malah tetap melihat ke arahku..
jadi, mau tidak mau aku belakangi saja.. memperlihatkan pantat hitamku.

Segera kucopot celana lapanganku. Peduli amatlah.. pikirku setengah nafsu.
Hati-hati kuletakkan celana lapanganku di atas batu besar.. agar tak terbasah percik air.

Maka.. dengan berbugil-ria itu segera saja aku nyebur.. berendam ke kali.. Menemui dingin yang mengigit.. memerindingkan tubuhku seketika..
Demi sebuah janji kenikmatan.. yang juga tengah berbugil dan bergigil-ria di dingin pagi itu.. dalam pijar gairah birahi.

Gairah Paling Purba manusia. Aha..!
------------------

Derai dan deru terjunan air.. gemericiknya di bebatuan gunung pagi itu.. Menjelma bagai concerto naturally tanpa partitur.
Tanpa dipandu gitapati. Seorang dirigen.

Tetapi.. mereka seperti telah mencipta simfoni selayak oskestra seribu nada.. semiliar makna..
Melebihi mahakarya maestro-maestro penggubah musik klasik.. siapapun.

That’s a Masterpiece of Earth Mother..! Mahakarya Sang Ibu Bumi..! Ya.. itu teramat indah.. terlalu mempesona.
Meski sebenarnya aku telah beberapakali –untuk tidak ingin dikatakan sering..– berenang, berendam lebih tepatnya.. di kali bening itu..
Bahkan terkadang mencoba menerobosi tirai air terjun dari cekungan dinding di sebalik derainya..

Pada nuansa alam nan asri.. –apalagi di aliran kali yang terbentuk alami oleh terjangan air terjun yang masih bening ini..– akan tetapi tetap saja.. selalu mencipta sensasi luar biasa bagiku..

Apalagi buat seorang Jovinda Bethanica.. gadis cantik yang tengah mandi telanjang di kali ini..
Perempuan muda dari dataran rendah.. –yang mungkin pula– baru berapakali menikmati keriangan ‘sensasi membebaskan diri’ ini.

Pikirku menganalisis keriangan memancar yang menularkan dari gadis itu.
Bukan saja karena airnya yang dingin menyegarkan.. tetapi juga suasananya yang lepas bebas.

Mungkin saja.. berenang di metropolitan seringkali berkesan bebas, tetapi itu cuma kesan. Cuma sebuah ilusi.. imitasi.. ’tentang kebebasan..!’ Padahal.. pada kenyataannya terkurung oleh berbagai ikatan dan peraturan..
SiKonTol MaTi.. alias Sitiasu.. eh, Situasi Kondisi dan Toleransi Masyarakat Timur..! Beugh..!

Berbagai ’jangan ini jangan itu’, pun termasuk aturan-aturan semu.. terbungkus norma-norma.. adat ketimuran..
Sebuah topeng sopan-santun.. tentang bagaimana cara ’menampilkan diri dengan sempurna yang tak sempurna..!’
Apalagi jika dibandingkan berenang.. lebih tepatnya mandi telanjang di alam terbuka.. menghirupi udara bersih.. terbebas dari bising dan polusi di kota besar..

Berada di Pagaralam.. sebuah kota kecil nan sejuk yang jauh dari keramaian ini.. mandi dan berenang di air terjun kaki gunung Dempo.. jelas benar-benar merasa ’terbebaskan..!’

Berbanding terbalik.. teramat kontradiktif jika dibandingkan berenang di metropolitan.. yang bagai kehidupan di atas panggung sandiwara belaka.. topeng semata.
-------

Selintasan.. tersamar gerak basuhan.. aku melihat Joe mengurai air pada bukit susunya..
Meninggalkan buliran air yang segera saja meluncur di selicin areola coklat yang mengacung seperti menantang.. siapapun yang menyaksikannya.

Sayang aku tak bisa melihat dengan jelas lepitan nikmat di pangkal paha.. vaginanya..
Belahan daging cipetnya tertutup bulu pubis tipis seumpama beludru.. menghitam nan berbaris rapi.

Masih berkecipak-kecipukan dengan pekikan penuh riang.. "Argh.. uhh.. uhuk..! Eh, bang.. aku terminum air kali sewaktu menyelam tadi..!"
Jerit Joe seperti anak kecil.. antara senang dan khawatir.

”Apakah ga akan kena disentri.. bang..!?” Teriaknya lagi.. padaku yang mulai bergerak mendekat.

”Paling juga kena kolera Joe..” candaku menakut-nakutinya.

”Hah..!? Beneran, bang..!?” Jeritnya kini lebih terasa sebagai kepanikan.

"Hahaha.. ga kok. Sehat malah.." sahutku sambil terus mendekati posisi Joe berendam.
Aku kian mendekat.. tak sampai 50 sentimeter saja saat itu berjarak.

"Beneran nih, Bang..!?" Tanyanya lagi sambil membuka matanya yang indah itu lebar-lebar dan sambil berbalik ia bergerak menjauhiku..
tak jauh memang, ke arah batu besar.

Tapi tak urung juga.. tungkai kakinya yang menekuk membentuk siku 45 derajat.. agak mengambang dibantu berat jenis air..
hingga seperti tak sengaja.. membuat dengkulnya itu bersinggungan dengan ujung dengkulku.. berkali-kali..

Damn..! Ya Tuhan.. lindungi aku dari godaan mahluk yang terkutuk.. eh, yang indah ini..!
Batinku berdo’a. Entah mengeluh.. atau malah senang. Entah. Jadi serupa paradoks. Kontradiktif nan absurd.

Aku mendekat.. “Sini, punggungmu Joe.. aku basuhi..” kataku.

Dari posisi rendamnya Joe menatap sekilas.. seperti berpikir.. mempertimbangkan.
Kubalas tatapnya dengan tatap lembut.. berusaha meyakinkan.

Aku sadari.. biar bagaimanapun ia lahir dan besar di ibukota.. dengan salahsatu adagium:
Keraguan.. menunjukkan kemajuan berpikir..!? Huh.. dasar anak metropolitan. Shit.

Beringsut.. tanpa menegakkan tubuh ia berbalik.. memberikan punggungnya untuk kugosok-basuhi.

“Hehe.. kalo mau dibasuh.. berdiri dong, jangan berendam gitu..” lanjutku.
Saat itu aku memang tak bermaksud menggodanya. Cuma kupikir.. akan lebih mudah menggosok punggungnya pada posisi tubuh yang tegak.

Perlahan Joe mengangkat tubuhnya dari kedalaman kali.. setengah berdiri saja.
Menjulurkan tangan.. dan dengan penuh kehati-hatian aku mulai menggosoki punggungnya dari belakang.

Anjritt..! Berkali-kali harus kukutuki diriku. Kenapa pula harus sering terjebak pada situasi kontradiktif dan absurd kayak gini, ya..?
Ya, apaboleh buat. Nikmati ajalah. Hehe..


Entah berapa lama kugosoki tubuh bagian belakang yang teramat menggoda iman.. dan tentu saja memancing keributan.. anarkis..
bahkan menimbulkan chaos..!

Ya.. segera saja si prajurit mbalelo melancarkan aksi unjukrasa.. demonstrasi.. melontarkan agitasi pada segenap bagian tubuhku.
Ia hasut sehasut-hasutnya sang otak untuk mengirim sinyal kemesuman pada setiap anggota tubuhku.
Sebentar kemudian.. sang telapak tangan dibantu dengan sukacita para jari jemari.. pelan mulai mengubah ‘taktik pertempuran’.

Yang tadinya ‘hanya menggosok..’ kini mulai membelai. Lalu kian keras.. menjadi meremas. Haha..

“Auhh.. Sakit bang..!” Erang kesakitan Joe itu seketika menghentikan invasi team explorer di tubuhnya.
Menyadarkanku.. bahwa tubuh indah berlekuk bagai cello di hadapanku sedang lebam terluka. Hadew..!

“Ups. Sori.. Joe. Kena lukanya, ya..?” tanyaku dengan nada khawatir.
“Ho-oh. Ga papa sih. Cuma kaget, bang..!” jawabnya.. sedikit menenangkanku.

Tuink..! Apakah ini sebuah lampu hijau..? Atau malah lampu kuning, nih..!?
Analisis sang otak mulai terkontaminasi agitasi si prajurit mbalelo. Mulai nyari-nyari pembenaran atas niat dan tindak permesumanku barusan.

“Bang..!” katanya sedikit menolehkan kepala.
”Maafin aku ya..! Tadinya kukira abang maniak seks.. loh..!” lanjutnya tiba-tiba.. mengejutkanku.

“Eh.. ya..? Begitu kamu menilai..?” kaget.. sedikit tergagap aku menjawab asal bunyi.

“He-eh. Tapi.. aku keliru. Ternyata waktu aku bugil dan lemah.. abang ga memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Abang menolong aku dengan tulus tanpa bermaksud mesum..” kata Joe.. sedikit melegakan.

Gotcha..! Aku tersenyum dalam hati. Hehe.. belum tau dia.. Sebenarnya sih.. aku juga sudah terangsang dari tadi-tadi.
Apalagi saat menggosoki punggung dan sebagian sisi luar pinggul indahnya tadi. Brr.. Merinding makk.. Bulu jembut.. eh, bulu kudukku.

“Kamu sudah punya pacar Joe..?” Tanyaku iseng.. menghilangkan gagap gempita atas pernyataan Joe barusan. Ia menoleh sekilas. Mengangguk.

“Hehe.. iya, ya. Masa’ cewek secantik kamu ga punya pacar. Bego banget aku..” ujarku retoris.. terkekeh sembari menepuk jidat sendiri.
Kulihat dia cuma tersenyum.. kembali menyiratkan suatu makna berlapis. Teramat ambigu.

Aku masih belum sempat meredakan kegugupan ketika dia seperti berusaha bangkit untuk berdiri dari posisi berendamnya.
Joe berbalik merangkak untuk berdiri.. Tapi ia lupa.. kakinya yang lebam akibat terpeleset di kali tadi masih belum pulih.. masih terlalu lemah untuk menyangga tubuhnya..

Itu membuat tubuhnya terhuyung.. limbung.. lantas terjatuh ke belakang..
Dan.. tubuh indah itu menimpa tubuhku di belakangnya.. untung saja tak ada batuan yang tajam. Haha..

Aku terlambat menahan jatuhan tubuh indah yang terhuyung menimpa ke arahku..
hingga dua tubuh telanjang kami jatuh berdua ke air kali.. aku di bawah dan Joe di atas menimpaku.

Gedebyurr..! “Oufhh.. Oufhh..!”
“Huwaa..!” Aku megap-megap sejenak.. ditempur air kali yang menyeruak masuk mulut.
Joe terjerit kaget plus menahan nyeri pada kaki lebamnya..

“Aufhh.. aufhh..! Kamu gag papah.. Joe..?”
Sengalku sembari memeluk.. menahan berat tubuhnya yang kini menimpaku yang terduduk di dasar kali.

“Huuh..! Ga papa, bang.. Nghh..!” Jawab Joe masih seperti menahan nyeri.

Posisi dua tubuh yang berhimpitan seperti saat itu.. sudah laiknya dalam posisi mesum.
Bagaimana tidak.. Tubuh telanjangku terbenam di air kali hingga sebatas dagu, dengan kepala mendongak. Terlentang.
Dengan kedua telapak tangan refleks menyangga pinggulnya.. sebagian mendarat tepat di kedua buah pantat sekal Joe.
Sementara itu.. tubuh telanjang basah nan sekal Joe pun terbenam hingga sebatas bukit buah dadanya yang ranum.. mengambang..
terpantul-pantul di permukaan kali yang bening itu.

Pantat bulat.. sekal.. mulusnya.. terhenyak dengan mantap di pangkuanku.. Dan seperti 'kebetulan yang disengaja..’ entah bagaimana ceritanya..
Belahan parit pantat semok itu tepat mendarat.. mulus.. di batangan si prajurit mbalelo yang sejak dari tadi memang telah menunggu-nunggu momen.. sebuah peristiwa mesum.

Ugh..! Sontak saja 'nikmat yang sedikit menyakitkan’ menohokku.
Sempat terdiam beberapa saat.. kunikmati kekenyalan.. keempukan tubuh perempuan yang menimpaku.

Lalu dengan penuh ‘kemalasan’ kuangkat tubuhku.. semerta mendorong si prajurit mbalelo menggelesur nikmat di parit pantat Joe di dingin rendaman air kali.

“Nghh..hh..!”
“Heghh..!”
Joe mengerang. Entah masih merasakan nyeri pada bagian-bagian tubuhnya yang lebam memar atau merasakan tonjolan batang si prajurit mbalelo menyunduli di parit pantatnya. Aku ga tau.

Aku melenguh.. lebih pada melepas nikmat ketika si prajurit gebleg menggelusuri parit pantat Joe..
ketimbang keberatan menyangga tubuh telanjangnya.

Berdiri sedikit limbung.. Joe segera kembali kupeluk dengan ‘ragu’.
Tetapi.. ahh.. Saat itu.. kupikir sudah tak perlu lagi verbalitas berupa kata-kata.. sebab lisan tak lagi punya makna.
Meski ragu sekilas menelikung.. kupeluk jua jasad yang menggairahkan itu dari belakang.. tubuh telanjang nan indah itu terasa tergetar.
Pengaruh dingin air kali.. atau gesekan kulit dua tubuh telanjang sebagai penyebabnya.. aku ga sempat berpikir.

Ia tundukkan kepalanya dengan sedikit ringisan seperti menahan nyeri..
Lalu ringis tipis berubah cepat.. bersamar tersenyum manis tetapi penuh misteri.

Aku blank..!

Joe terjerit tertahan.. menggeliatkan leher beberapakali.. –entah senang.. entah nyeri..– ketika kupagut lembut tengkuk..
kugigiti perlahan.. sekedar menularkan sedikit kehangatan dalam gemelutuk dingin air kali.

Ia seperti membiarkan pula.. tanganku merangkul seluruh tubuhnya..
seperti memberi keleluasaan pada telapak tangan dan team intruder berupa jemariku menyerbu perbukitan kenyal dan empuk di dadanya.

Ia tertawa ringan serupa senyum.. lagi.. ketika Ia kudorong ke arah tepian kali.. ke sebalik remang batu besar.
Menyandarkan punggungku ke batu besar.. masih kupeluk sintal tubuh Joe.

Tetapi.. manis senyum segera hilang.. kembali berganti ringisan..
ketika kedua telapak tanganku tiba di kedua bungkahan buah dadanya dari bawah permukaan air.

Dan.. itu segera pula berganti jeritan kecil.. ketika aku mulai meremas lembut ibu bukit payudaranya.
”Aughh.. banghh..!”

Tapi itupun tak lama..
Desahan panjang segera menggantikan jerit kecil serupa erang tertahan itu..

Ketika remasanku pada kenyal bukit payudaranya itu berubah menjadi gerakan memutar-memilin-memelintiri lembut puncak bukit yang perlahan telah pula mengencang-tegang meruncing.
Puting payudaranya nan indah.

”Ngghh..ahh.. banghh..!" Ia seperti tak ingat pada ’memar kakinya..!’ Luka-luka di lengan dan punggungnya.
Bagai lupa pada niatan melakukan ritual purba. Mandi.. berbersih tubuh.
Seperti tak sadar.. jika tengah bertelanjang.. berpeluk mesra dalam gairah paling purba.

Aku tak ingat pada ’lemas dengkulku..!’ Rencana pendakian.. nanti malam.
Lupa jika harus menyelesaikan ritual purba. Berbasuh tubuh. Lupa pada ’tabu bercumbu’ di gunung..!

”Hmm.. Ahh.. Sshhh..!’
Joe bergumam seksi sambil memejamkan matanya dan meraih pinggangku yang memeluknya dari belakang..

Sontak.. menyentak si prajurit mbalelo yang tengah nyaman mengeram di lepitan parit bongkahan bukit pantatnya berkedut-kedut..
menggeliat-geliat dalam jepitan nikmat.

”Ngrrhh..!” Mana mampu kutahankan untuk tak mengerang. Ughh.. nikmat.
Aku yakin.. gadis itu pasti merasakan tonjolan-tonjokan lembut namun keras-tegang si prajurit yang menempel erat di bokongnya di bawah air.

Hehe.. yang pasti itu bukan ular sungai..!
-------------------------------------------------
 
jumpa lagi suhu@PU (Pecah Utak). sangat menikmati untaian kata dengan pemilihan kata yg pass. Thx upx suhu PU. Lanjutken
 
ini harus disundul karena loncatan berfikirnya sudah tidak terlalu banyak dan banyaaaak kosa kata baru untuk menggambarkan sebuah hal


up !!
 
luarbiasa mantap gan..

terbaiklah.. pokoknya. sampe pas baca tangan ane yang satu sibuk sendiri... :D
 
Kentang bakar

:berbusa: Haaaaaaa..
Mohon mangap n dipaklumi atas kekentangannya brada..
Nubi harus cek n ricek lagi plus ngedit ulang Cerita ini.
Karena memang berbeda 'sense' ketika cerita pertama Nubi ini Nubi posting di Forum ini 4 tahun lalu dengan 'feel' sekarang.

Nubi harus ngetok-ngetok :getok: all memories lagi jadinya.
Ditambah juga 'aturan baru' yang 'nggak memperbolehlah' tokoh cewe underage.
Sangat membatasi.

Padahal di cerita ori-nya buanyak banget kisah saru-nya si tokoh 'Bara'..
sejak belajar 'mengenal seks' di usia sangat-sangat muda hingga remajanya.
 
Pemilihan bahasanya kayak anak sastra hu. Joss mantap

:top:Hehe.. trims Adul + Komengnya brada..
Mohon mangap kalo di luar ekspektasi..

Cerita Ini adalah orat-oret perdana Nubi di mari.. di Forum Tercinta ini..
Jadi sekali lagi harap dipaklumi kalo Nubi juga masih tahap belajar...
 
Bimabet
makasih updatenya suhu...
wah makin seru nih.... bahar dpt yg kasih kiyes2 dan bening...
dinantikan exe joe....
sehat dan lancar yak suhuu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd