Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Tongkat Ceng Umar

Sebuah mobil BMW seri 8 keluaran terbaru tengah melaju kencang di kilometer 50 dari arah Cikampek menuju Jakarta. Mobil itu terus melaju sangat kencang sebelm akhirnya kehilangan kendali menabrak pembtas jalan.

"Ckiiiiiiiiiiitttt BRAK!!!.."
Mobil mewah seharga 2 milayar itu ringsek dalam kecelakaan tunggal tersebut. Tampak seorang pria di dalamnya tak sadarkan diri. Beberapa mobil di sekitar tampak berenti memberikan pertolongan.

Tak lama setelah itu ambulan datang memawa pria malang itu. Beruntung pria itu masih bernafas, namun kondisi pria itu sangat kritis. Ambulan pun langsung membawa pria malang itu ke rumah sakit.

Diketahui identitas pria itu bernama Felix Andreas Manopo, seorang pengacara sukses. Banyak pejabat pemerintah, politisi dan pengusaha-pengusaha kakap yang menjadi kliennya. Pria berumur kepala 4 yang memiliki perawakan timggi dan gagah. Namun naas, kini harus terbaring lemah dalam kondisi kritis.

=================================


Kedua buah dada itu menggantung dan bergoyang-goyang tepat di depan mata ane. Pemandangan yang sungguh menggairahkan, Evi berada diatas tengah mengulek-ngulek kontol ane dengan goyangan pinggulnya. Tak berselang lama, Evi pun ambruk setelah dia bergetar hebat.

Ronde ke-5 di malam itu, Evi terkapar di samping ane. Jujur ane masih kepingin mengulanginya. Apalagi jika bayangan akan indahnya buah kelapa Mbak Maya, padatnya pantat Teh Ida atau sexynya tubuh Bu Kristin terlintas di fikiran ane.

Evi:
"ayah masih mau ya?"

"akhir-akhir ini ayah jadi sering banget minta jatah.."

"Umi kewalahan meladeni ayah.."

Ane:
"enggak kok Mi. Ayah juga mau istirahat aja, capek."

Rupanya Evi tau kalo ane emang masih sange.

Evi:
"Kalo kayak gini terus, mending ayah nikah lagi aja. Setidaknya biar ada yang bantu Umi."

Ane:
"Lah emang Umi rela berbagi suami..?"

Evi:
"Ya enggak lah Yah."
"Cuma kalo ayah kayak gini terus, jujur Umi gak akan kuat melayani ayah sendirian..."

Ane:
"Enggak lah Mi, cinta ayah buat Umi seorang."

Walau kada suka khilaf, dalam batin ane. Sambil ame peluk Evi dari belakang, kita pun beranjak tidur.
__________________________


Malam berganti pagi, pagi berganti siang. Suasana Senin sibuk setelah libur weekend, nasabah banyak yang antri. Ane seperti biasa di depan pintu, menyambut dan mengarahkan nasabah.

Jam menunjukan pukul 11.00 WIB. Sebelum akhirnya, ane dikagetkan oleh Bu Kristin yang terngah jalan terburu-buru dengan mata yang berkaca-kaca. Beliau tampak cemas dan gelisah, bergegas menuju ke arah parkiran.

"Suami Bu Kristin kecelakaan, kondisinya Kritis dan sekarang sedang membutuhkan transfusi darah.." kata salah seorang karyawan yang tengah berbincang membicarakan Bu Kristin.

"Emang golongan darahnya apa Pa?" tanya ane.

"Katanya sih AB Negatif, Bang..." jawabnya.

Ane tau kalo golongan darah itu termasuk langka. Dan kebetulan ane adalah salah satu pemilik golongan darah langka tersebut.

Ane segera berlari menyusul Bu Kristin ke parkiran. Beruntung, Bu Kristin belum berangkat, terlihat Bu Kristin sedang kebingungan dan segera ane hampiri beliau.

Ane:
"Ibu mau cari ke mana? PMI?"
"Belum tentu ada, Bu."
"Lebih baik kita segera ke rumah sakit, Suami ibu sedang membutuhkan transfusi darah kan. Kebetulan golongan darah saya sama dengan suami ibu. Biar saya yang bawa mobilnya."

Bu Kristin terlihat masih berusaha tampak tegar. Namun sorot matanya tak bisa menyembunyikan kebingungan dan kepanikan yang kini dialaminya.

Segera kami masuk mobil dan segera ane tancap gas menuju ke rumah sakit.

Ane:
"Kita ke rumah sakit mana Bu?"

Bu Kritstin:
"Ke Hermin* Bang.."

Sekitar 10 menit beranjak dari kantor, Bu Kristin sudah tidak bisa lagi menahan rasa sedihnya. Dia menangis sejadi-jadinya, layaknya seorang istri yang takut kehilangan suami yang dicintainya.

Ane biarkan Bu Kristin menangis untk melepas segala beban rasa yang dideritanya. Sambil ane yakinkan semua akan baik-baik saja.

Sesampainya di rumah sakit dokter segera mengambil sample darah ane. Setelah diperiksa dan hasilnya cocok ane pun segera melaksanakan proses transfusi darah ane ke suami Bu Kristin. Tentu sebelumnya ane sudah WA orang rumah mengabarkan kondisi ane agar tidak khawatir.

Lemes rasanya karena darah ane yang diambil lumayan banyak. Ane hampiri Bu Kristin yang kini tengah terduduk di atas sebuah bangku di ruang tunggu. Kini ane duduk tepat di samping Bu Kristin.

Sementara kondisi suami Bu Kristin masih kritis dan belum ada tanda-tanda akan siuman. Dokter pun masih terus mengobservasi keadaan suami Bu Kristin.

Ane:
"Tenang Bu.."
"Insyaallah Suami ibu akan baik-baik saja."

"Transfusi darah telah dilakukan, lebih baik ibu do'akan yang terbaik sambil menunggu hasil pemeriksaan dokter."

Tak ada jawaban dari mulutnya.
Namun, entah kenapa Bu Kristin malah menyandarkan kepalanya di bahu ane.

Ane yang paham kalo Bu Kristin sedang membutuhkan bahu untuk bersandar memasrahkan bahu ane untuk menjadi sandarannya. Ane rangkul Bu Kristin dan memeluknya agar dia merasa aman dan nyaman.

Terasa hangat tubuh Bu Kristin di pelukan ane. Harum wangi parfum mewah tercium dari tubuhnya. Buah dadanya yang besar terasa empuk menempel di badan ane.

Hening....
Itulah suasana di ruang tunggu saat ini. Entah kenapa hanya ada kami berdua di ruangan ini.

Terlihat lentik jemari Bu Kristin berhiasi sebuah cincin bermata berlian. Ane yakin kalo itu adlah cincin kawin pernikahannya. Ane genggam jemari lembut itu dan kami masih pada posisi berangkulan.

Cukup lama suasana hening ini.
Haning namun nyaman karena ane memeluk tubuh Bu Kristin.

"Bang Aceng..."
"Terimakasih ya.."
Suara Bu Kristin memecah keheningan kala itu.
Ini adalah kala Bu Kritstin membuka suara kembali setelah dari kantor tadi dia hanya diam membisu.

Ane tatap wajahnya.
Wajah Bu Kristin terlihat sayu. Sisa air mata masih terlihat di wajah itu. Ane seka air matanya dengan tangan ane. Mukanya memerah ketika jari ane menyentuh pipinya, dan tertunduk malu.

Ane pegang dagunya, menahanya saat Bu Kristin akan menunduk. Kembali kami saling menatap satu sama lain. Bibir Bu Kristin terihat merah merekah.

"Ouh"
Benar kata orang.
Jangan berduaan di tempat sepi.
Kaya ane sekarang, yang tak kuasa menahan godaan yang ada di depan ane.

Entah siapa yang memulai, kedua bibir kami sudah saling berpagutan. Bu Kristin sangat lihay dalam berciuman. Tidak memburu nafsu, namun sangat dalam dan membara.

Kami melakukan frenchkiss layaknya sepasang kekasih. Bibir dan lidah kami bermain saling memuaskan. Tangan ane pun tak tinggak diam, bergerilya. Ane raba telinga Bu Kristin, terus menyusuri bagian itu sampai ke lehernya. Rabaan pelan dan selembut mungkin.

Kini tangan ane sudah bermain di buah dadanya yang besar. Buah dada yang pernah ane sedot, ane kenyot ketika terjadi insiden persetubuhan akibat perampokan bank beberapa waktu lalu. Dan seakan menantang ane kembali.

"Tap tap tap tap..."
Suara derap langkah kaki menuju ruangan ini terdengar menyadarkan kami. Ane dan Bu Kristin segera menyudahi percumbuan kami. Dan merapihkan pakaian kami masing-masing.

Pintu terbuka.
Terlihat seorang dokter memasuki ruang tunggu dan berjalan ke arah kami.

"Dengan keluarga Pak Andreas Manopo?"
Tanya dokter itu.

Bu Kristin:
"Saya istrinya, Dok."

Dokter:
"Syukurlah, suami ibu sekarang sudah sadar."

Dokter bilang kalo suami Bu Kristin sudah boleh ditengok, namun masih perlu banyak istirahat. Ane pun ikut menemui suami Bu Kristin. Suaminya berterimakasih ke ane yang sudah menyelamatkan nyawanya. Kami ngobrol sejenak sebelum akhirnya ane pamit pulang.

Bu Kristin bersikeras akan mengantarkan ane. Ane tak kuasa menolaknya, dan memberitahu orang rumah kalo ane pulang diantar Bu Kristin. Sementara pihak rumah sakit mengurus suami Bu Kristin, memindahkannya dari ICU ke ruang rawat inap VVIP.

Di perjalanan kami hanya mengobrol, tak ada lagi cumbu cium dan tak terlintas lagi pikiran untuk meneruskan permainan kami yang tertunda. Bu Kristin mengatakan kalo dia akan mengambil cuti untuk merawat suaminya. Dan ane diperbolehkan untuk istirauat satu hari besok.

Sesampainya di rumah, Evi menyambut kami.

Evi sangat paham dalam menghormati tamu, apalagi yang datang adalah atasan di tempat ane bekerja. Sudah ane duga, Evi memasak hidangan spesial untuk makan malam. Sayur asem yang segar, ayam kampung goreng, tahu tempe lengkap dengan sambal terasi dan lalapannya. Dan rupanya Teh Ida juga ada di rumah, bantu Evi masak katanya.

Ane memperkenalkan keluarga ane kepada Bu Kristin. Mengajak sekalian makan malam di rumah ane karena sejak siang tadi Bu Kristin belum makan apa-apa. Lalu kami pun makan malam bersama. Ane, Evi istri ane, Teh Ida, Bu Kristin dan dua jagoan kecil ane.

Bu Kristin terlihat akrab mengobrol dengan Evi dan Teh Ida. Mereka keliatan sangat akur. Dan ane membayangkan gimana rasanya kalo ane digangbang sama mereka bertiga. Hehehe...

Bersambung.....


Bu Kristin
 
Terakhir diubah:
Sebuah mobil BMW seri 8 keluaran terbaru tengah melaju kencang di kilometer 50 dari arah Cikampek menuju Jakarta. Mobil itu terus melaju sangat kencang sebelm akhirnya kehilangan kendali menabrak pembtas jalan.

"Ckiiiiiiiiiiitttt BRAK!!!.."
Mobil mewah seharga 2 milayar itu ringsek dalam kecelakaan tunggal tersebut. Tampak seorang pria di dalamnya tak sadarkan diri. Beberapa mobil di sekitar tampak berenti memberikan pertolongan.

Tak lama setelah itu ambulan datang memawa pria malang itu. Beruntung pria itu masih bernafas, namun kondisi pria itu sangat kritis. Ambulan pun langsung membawa pria malang itu ke rumah sakit.

Diketahui identitas pria itu bernama Felix Andreas Manopo, seorang pengacara sukses. Banyak pejabat pemerintah, politisi dan pengusaha-pengusaha kakap yang menjadi kliennya. Pria berumur kepala 4 yang memiliki perawakan timggi dan gagah. Namun naas, kini harus terbaring lemah dalam kondisi kritis.

=================================


Kedua buah dada itu menggantung dan bergoyang-goyang tepat di depan mata ane. Pemandangan yang sungguh menggairahkan, Evi berada diatas tengah mengulek-ngulek kontol ane dengan goyangan pinggulnya. Tak berselang lama, Evi pun ambruk setelah dia bergetar hebat.

Ronde ke-5 di malam itu, Evi terkapar di samping ane. Jujur ane masih kepingin mengulanginya. Apalagi jika bayangan akan indahnya buah kelapa Mbak Maya, padatnya pantat Teh Ida atau sexynya tubuh Bu Kristin terlintas di fikiran ane.

Evi:
"ayah masih mau ya?"

"akhir-akhir ini ayah jadi sering banget minta jatah.."

"Umi kewalahan meladeni ayah.."

Ane:
"enggak kok Mi. Ayah juga mau istirahat aja, capek."

Rupanya Evi tau kalo ane emang masih sange.

Evi:
"Kalo kayak gini terus, mending ayah nikah lagi aja. Setidaknya biar ada yang bantu Umi."

Ane:
"Lah emang Umi rela berbagi suami..?"

Evi:
"Ya enggak lah Yah."
"Cuma kalo ayah kayak gini terus, jujur Umi gak akan kuat melayani ayah sendirian..."

Ane:
"Enggak lah Mi, cinta ayah buat Umi seorang."

Walau kada suka khilaf, dalam batin ane. Sambil ame peluk Evi dari belakang, kita pun beranjak tidur.
__________________________


Malam berganti pagi, pagi berganti siang. Suasana Senin sibuk setelah libur weekend, nasabah banyak yang antri. Ane seperti biasa di depan pintu, menyambut dan mengarahkan nasabah.

Jam menunjukan pukul 11.00 WIB. Sebelum akhirnya, ane dikagetkan oleh Bu Kristin yang terngah jalan terburu-buru dengan mata yang berkaca-kaca. Beliau tampak cemas dan gelisah, bergegas menuju ke arah parkiran.

"Suami Bu Kristin kecelakaan, kondisinya Kritis dan sekarang sedang membutuhkan transfusi darah.." kata salah seorang karyawan yang tengah berbincang membicarakan Bu Kristin.

"Emang golongan darahnya apa Pa?" tanya ane.

"Katanya sih AB Negatif, Bang..." jawabnya.

Ane tau kalo golongan darah itu termasuk langka. Dan kebetulan ane adalah salah satu pemilik golongan darah langka tersebut.

Ane segera berlari menyusul Bu Kristin ke parkiran. Beruntung, Bu Kristin belum berangkat, terlihat Bu Kristin sedang kebingungan dan segera ane hampiri beliau.

Ane:
"Ibu mau cari ke mana? PMI?"
"Belum tentu ada, Bu."
"Lebih baik kita segera ke rumah sakit, Suami ibu sedang membutuhkan transfusi darah kan. Kebetulan golongan darah saya sama dengan suami ibu. Biar saya yang bawa mobilnya."

Bu Kristin terlihat masih berusaha tampak tegar. Namun sorot matanya tak bisa menyembunyikan kebingungan dan kepanikan yang kini dialaminya.

Segera kami masuk mobil dan segera ane tancap gas menuju ke rumah sakit.

Ane:
"Kita ke rumah sakit mana Bu?"

Bu Kritstin:
"Ke Hermin* Bang.."

Sekitar 10 menit beranjak dari kantor, Bu Kristin sudah tidak bisa lagi menahan rasa sedihnya. Dia menangis sejadi-jadinya, layaknya seorang istri yang takut kehilangan suami yang dicintainya.

Ane biarkan Bu Kristin menangis untk melepas segala beban rasa yang dideritanya. Sambil ane yakinkan semua akan baik-baik saja.

Sesampainya di rumah sakit dokter segera mengambil sample darah ane. Setelah diperiksa dan hasilnya cocok ane pun segera melaksanakan proses transfusi darah ane ke suami Bu Kristin. Tentu sebelumnya ane sudah WA orang rumah mengabarkan kondisi ane agar tidak khawatir.

Lemes rasanya karena darah ane yang diambil lumayan banyak. Ane hampiri Bu Kristin yang kini tengah terduduk di atas sebuah bangku di ruang tunggu. Kini ane duduk tepat di samping Bu Kristin.

Sementara kondisi suami Bu Kristin masih kritis dan belum ada tanda-tanda akan siuman. Dokter pun masih terus mengobservasi keadaan suami Bu Kristin.

Ane:
"Tenang Bu.."
"Insyaallah Suami ibu akan baik-baik saja."

"Transfusi darah telah dilakukan, lebih baik ibu do'akan yang terbaik sambil menunggu hasil pemeriksaan dokter."

Tak ada jawaban dari mulutnya.
Namun, entah kenapa Bu Kristin malah menyandarkan kepalanya di bahu ane.

Ane yang paham kalo Bu Kristin sedang membutuhkan bahu untuk bersandar memasrahkan bahu ane untuk menjadi sandarannya. Ane rangkul Bu Kristin dan memeluknya agar dia merasa aman dan nyaman.

Terasa hangat tubuh Bu Kristin di pelukan ane. Harum wangi parfum mewah tercium dari tubuhnya. Buah dadanya yang besar terasa empuk menempel di badan ane.

Hening....
Itulah suasana di ruang tunggu saat ini. Entah kenapa hanya ada kami berdua di ruangan ini.

Terlihat lentik jemari Bu Kristin berhiasi sebuah cincin bermata berlian. Ane yakin kalo itu adlah cincin kawin pernikahannya. Ane genggam jemari lembut itu dan kami masih pada posisi berangkulan.

Cukup lama suasana hening ini.
Haning namun nyaman karena ane memeluk tubuh Bu Kristin.

"Bang Aceng..."
"Terimakasih ya.."
Suara Bu Kristin memecah keheningan kala itu.
Ini adalah kala Bu Kritstin membuka suara kembali setelah dari kantor tadi dia hanya diam membisu.

Ane tatap wajahnya.
Wajah Bu Kristin terlihat sayu. Sisa air mata masih terlihat di wajah itu. Ane seka air matanya dengan tangan ane. Mukanya memerah ketika jari ane menyentuh pipinya, dan tertunduk malu.

Ane pegang dagunya, menahanya saat Bu Kristin akan menunduk. Kembali kami saling menatap satu sama lain. Bibir Bu Kristin terihat merah merekah.

"Ouh"
Benar kata orang.
Jangan berduaan di tempat sepi.
Kaya ane sekarang, yang tak kuasa menahan godaan yang ada di depan ane.

Entah siapa yang memulai, kedua bibir kami sudah saling berpagutan. Bu Kristin sangat lihay dalam berciuman. Tidak memburu nafsu, namun sangat dalam dan membara.

Kami melakukan frenchkiss layaknya sepasang kekasih. Bibir dan lidah kami bermain saling memuaskan. Tangan ane pun tak tinggak diam, bergerilya. Ane raba telinga Bu Kristin, terus menyusuri bagian itu sampai ke lehernya. Rabaan pelan dan selembut mungkin.

Kini tangan ane sudah bermain di buah dadanya yang besar. Buah dada yang pernah ane sedot, ane kenyot ketika terjadi insiden persetubuhan akibat perampokan bank beberapa waktu lalu. Dan seakan menantang ane kembali.

"Tap tap tap tap..."
Suara derap langkah kaki menuju ruangan ini terdengar menyadarkan kami. Ane dan Bu Kristin segera menyudahi percumbuan kami. Dan merapihkan pakaian kami masing-masing.

Pintu terbuka.
Terlihat seorang dokter memasuki ruang tunggu dan berjalan ke arah kami.

"Dengan keluarga Pak Andreas Manopo?"
Tanya dokter itu.

Bu Kristin:
"Saya istrinya, Dok."

Dokter:
"Syukurlah, suami ibu sekarang sudah sadar."

Dokter bilang kalo suami Bu Kristin sudah boleh ditengok, namun masih perlu banyak istirahat. Ane pun ikut menemui suami Bu Kristin. Suaminya berterimakasih ke ane yang sudah menyelamatkan nyawanya. Kami ngobrol sejenak sebelum akhirnya ane pamit pulang.

Bu Kristin bersikeras akan mengantarkan ane. Ane tak kuasa menolaknya, dan memberitahu orang rumah kalo ane pulang diantar Bu Kristin. Sementara pihak rumah sakit mengurus suami Bu Kristin, memindahkannya dari ICU ke ruang rawat inap VVIP.

Di perjalanan kami hanya mengobrol, tak ada lagi cumbu cium dan tak terlintas lagi pikiran untuk meneruskan permainan kami yang tertunda. Bu Kristin mengatakan kalo dia akan mengambil cuti untuk merawat suaminya. Dan ane diperbolehkan untuk istirauat satu hari besok.

Sesampainya di rumah, Evi menyambut kami.

Evi sangat paham dalam menghormati tamu, apalagi yang datang adalah atasan di tempat ane bekerja. Sudah ane duga, Evi memasak hidangan spesial untuk makan malam. Sayur asem yang segar, ayam kampung goreng, tahu tempe lengkap dengan sambal terasi dan lalapannya. Dan rupanya Teh Ida juga ada di rumah, bantu Evi masak katanya.

Ane memperkenalkan keluarga ane kepada Bu Kristin. Mengajak sekalian makan malam di rumah ane karena sejak siang tadi Bu Kristin belum makan apa-apa. Lalu kami pun makan malam bersama. Ane, Evi istri ane, Teh Ida, Bu Kristin dan dua jagoan kecil ane.

Bu Kristin terlihat akrab mengobrol dengan Evi dan Teh Ida. Mereka keliatan sangat akur. Dan ane membayangkan gimana rasanya kalo ane digangbang sama mereka bertiga. Hehehe...

Bersambung.....


Bu Kristin
Makasih update lanjutan nya suhu @Evan1987 ,sehat selalu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd