Part 5
“Jangan ganggu temanku” ucapku menatap tajam ke arah preman-preman suruhan itu, kedua temanku Nampak terkejut tak percaya dengan apa yang dilihatnya begitu juga dengan si preman botak.
“Widih, ada bocah sok jagoan rupanya, lo udah berani nantang mat Upil penguasa kp rambutan, artinya lo harus terima akibatnya, kita habisin si bocah bangsat ini dulu baru si gendut itu, itung-itung pemanasan, habisin dia jangan kasih ampun” perintah si botak yang kuketahui namanya Mat Upil.
Langsung saja dua orang di depannya maju bersamaan hendak menghajarku, dengan santai aku menghindar dari pukulan mereka yang gampang ketebak itu. Aku menghindar dengan cepat ke arah belakang mereka dan sebelum mereka berbalik kaki salah satunya kutendang hingga tertekuk dan dengan cepat pula kutendang kepalanya tepat mengenai bagian telinga, dia ambruk tak sadarkan diri, sedangkan temannya yang satu lagi sudah berbalik dan kembali melayangkan kepalan tinjunya ke arah wajahku, aku cukup menghindarkan kepalaku ke kanan dan dengan cepat aku melayangkan tinju kiriku ke perutnya diikuti tendangan lututku dan diakhiri dengan hantaman siku ke tulang punggung belakangnya, satu lagi ambruk memuntahkan sedikit darah dari mulutnya.
“Arrrggh, sakit banget, anjing” erang preman tersebut.
Ketiga teman mereka yang sempat kujatuhkan tadi tak tinggal diam, mereka langsung menyerangku, dengan sigap aku menghindari pukulan-pukulan mereka, aku mencari celah agar dapat melancarkan seranganku, disatu momen aku mendapatkannya, saat preman1 hendak menendangku dengan cepat kutangkap kakinya lalu kusapukan kaki kiriku mengenai kakinya yang satu lagi sehingga membuatnya terjatuh namun sebelum badannya mengenai tanah kutendang dadanya dengan keras hingga dia terpental jauh membentur tembok.
“Bangsat, heh lo bedua kenapa diam aja, hajar bego!” perintah mat upil yang kesal dengan kedua bawahannya yang melongo.
Dengan ragu-ragu mereka maju menyerangku setelah melihat ketiga temannya terkulai, preman2 hendak melancarkan jab mengarah ke daguku naming langsung kutahan dengan sikuku dang langsung kubalas jab juga ke dagunya. Entah darimana preman3 merangkulku dari belakang dan mengunci kedua lenganku. Aku berontak dengan menggerakkan badanku ke kiri dan kekanan sampai rangkulannya melonggar segera kuarahkan sikuku ke belakang lalu berbalik dengan tinju memukul rahangnya hingga dia terkapar pingsan.
“Rafa, awasss!!!” Doni dan Haikal tiba-tiba saja berteriak.
Tanpa kusadari tiba-tiba saja Mat Upil berlari menghampiriku dengan menggenggam sebilah pisau, jaraknya sudah sangat dekat denganku,
“Mati lo, bangsat!” Teriak Mat Upil.
Berkat teriakan kedua temanku aku menjadi sedikit sadar dengan kehadiran mat upil, segera aku menghindar kesamping namun jarak pisaunya yang sudah cukup dekat membuat sisi pisau menggores sisi perutku, “creeek”suara baju ku sedikit terkoyak,
“Thanks bro” ucapku pada doni dan haikal, dibalas acungan jempol oleh mereka.
“Jadi gini yang katanya kepala preman kampung rambutan, berantem beraninya pake senjata, banci amat, oke dah gua pake satu tangan aja buat ngeladenin elo” ucapku berusaha menjatuhkan mentalnya.
“Bacot lo, bangsat” jawab mat upil sambil menyabet kembali pisaunya.
Saat dia menyabetkan pisaunya aku spontan memundurkan badan kebelakang namun tak bergerak dari posisiku, setelah itu kubalas dengan meninju pergelangan sikunya dengan kuat sehingga terlepaslah pisau yang dipegangnya. Saat dia mengerang kesakitan, aku melancarkan pukulan berkali-kali ke perut dan dadanya dan diakhiri dengan kupegang tangan lalu kubanting ke depan.
“Arghhh, bangsat lo bocah” erang si botak
“Ngomong lagi biar gua gibeng muke lo” ucapku sambil menginjak mukanya.
“Ahhh… Am-ampun”
“Siapa yang nyuruh elo buat ngabisin tuh anak” tanyaku pada si botak
“….” Dia hanya diam, lalu kukeraskan pijakanku ke pipinya
“Siapa, cepat jawab, kalo gak mau leher lo patah” tanyaku lebih keras
“Gu-gua gak tau siapa, mereka Cuma ngasih uang, ngasi foto dan nama sekolah tuh bocah, sumpah” jawab si botak, dilihat dari nada bicara dan raut wajahnya sepertinya dia serius.
“Oke, kali ini gua ampunin kalian, lain kali gua gak tau” selepas itu kutendang wajahnya sehingga mat upil tak sadarkan diri.
Segerembolan preman ini sudah terkapar semua, mengaku-ngaku preman garang namun berbeda jauh dari kenyataannya. Apalagi si Mat Upil, kurasa dia hanya mengaku-ngaku saja.
“Don, Kal, yuk cabut” Kataku sembari kembali memakai kacamataku kepada mereka yang sedari tadi memperhatikan.
Selama perjalanan pulang mereka berdua berjalan di belakangku seperti agak menjaga jarak, mereka masih shock dan takut denganku.
“Heh, ngapain kalian jalan dibelakangku gitu, macem bodyguard aja, udah jangan takut samaku, gue aslinya emang gini kok tapi gue baek gak kayak preman-preman cemen itu” ucapku pada mereka
“Hehe, abisnya wajahmu serem abis pas berantem tadi kayak macan kelaperan, ya gak don?” ucap haikal
“I-Iya kal, gue ucapin terima kasih yang sebesar-besarnya, gak nyangka gue lo jago beladiri, sebenarnya gue udah curiga lo gak culun, dari tampang aja gak ada culun-culunnya” jawab Doni
“Haha ya gitulah, aku pengen nyari sensasi baru aja, eh tapi lo tau gak siapa yang nyuruh tu preman buat ngebunuh lo?” tanyaku ingin meminta penjelasan.
“Hmm, gue juga kurang tau Fa, tapi kemaren ada bapak-bapak yang nyamperin rumah gue, dia nyumpah-nyumpahin bakal ngebunuh kami sekeluarga dan dia gak terima gitu katanya” jelas Doni
“Siapa bapak itu don?” tanyaku lagi
“Mungkin dia gak terima bokap gue ngebebasin kliennya, bokap gue kan pengacara, sebenarnya berbagai ancaman lain juga sering mampir ke rumah kami tapi kayaknya ini terparah, mungkin bokap gue dapat kasus yang gede” ucap Doni lesu
“Oooh gitu, ya sudah sabar aja ya don, kita bakal selalu ada buat lo” ucapku menenangkannya
“Iya, makasih ya Fa, minggu ntar lo harus mampir ke rumah gue ya, sekedar ngucapin terima kasih, sekalian gue kenalin sama adek cewek gue” ucapnya dengan nada menggoda, Doninya aja gendut gitu apalagi adeknya.
“Oke , gue usahain don, bareng haikal juga ya, soal gue yang begini cukup kalian rahasain ya”
“Oke” jawab doni dan haikal serentak
Kami pun akhirnya kembali pulang ke rumah masing-masing,Doni mengantarku sampai ke depan gang dekat rumahku. Hari yang cukup menegangkan dan melelahkan, dimulai dari Nadine cewek yang baru kukenal dengan kejudesan dan keindahan gunung kembarnya, Amar cs yang mulai mengancam, dan preman-preman yang hampir membunuh Doni. Hari ini aku pulang agak kesorean, pasti emak sudah nyiapin jurus jeweran mautnya di rumah nanti, “Mak, biarlah rafa dijewer asalkan rafa bisa melindungi teman-teman rafa” ucapku dalam hati.
update segini dulu yah,
sisanya lusa ...
pgn di tusbol kayaknya nich
