Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Tambah mumet iki critone...wes mbuh laah matur suwun subes wes apdet..
 
Tjakep kisahnya hu....kisah yang nggak akan pernah muncul dipermukaan ini meskipun yang dikisahkan sebuah kebenaran....
 
Wah...terima kasih banyak nih atas fukungan suhu semua...semoga semuanya di berikan kesehatan..
 
Chapter XLII
Yes, Truth


Aku masih tidak bisa percaya dengan apa yang ku dengar dari Jie Yanin, bahwa kematian ayah Nita ada campur tangan dari keluargaku. Aku tidak mengerti harus berbuat apa, tapi melihat dari kondisi makam yang baru di kunjungi ini pastinya Nita dan Ibunya telah ke sini pagi ini. Tentunya ibunya juga telah menceritakan alasan mengapa dia membenci keluargaku.
“Kebakaran 10 tahun, mungkin saat itu kamu belum tahu cerita sebenarnya”, kata JIe Yanin, malam mengejutkan keluarga kami. Kebakaran itu menelan cukup banyak korban saat itu, dan hampir juga merenggut nyawa ko Alex dan Jie Crystal.
===
2005, Desember
Setahun belakangan keluarga Tjahjadi sedang menghadapi gugatan demi gugatan hukum yang sangat luar biasa, membuat banyak aset keluarga Tjahjadi menjadi terbengkalai dan menghadapi pembatalan hak atas aset tersebut. Tapi tentu saja Adicipta Tjahjadi tidak tinggal diam, dia mengupayakan semua tim pengacara terbaiknya dan tim undergroundnya untuk mencari informasi dan siap menghadapi masalah hukum itu.

Jiang-Wen-in-Let-the-Bullets-Fly.jpg

Adicipta sekarang berdiri di ruang kantornya, memikirkan apa saja yang telah dia lakukan sejak mulai mengambil alih usaha yang dirintis dengan berbagai cara oleh ayahnya Tjang Tan Soen. Walau tidak semua metode dari ayahnya dia sukai, itu adalah cara ayahnya merintis usaha ini dan caranya melindungi dan membesarkan keluarga Tjahjadi.
Sejak dia yang telah mengambil alih usaha keluarga Tjahjadi dari Ayahnya, berusaha untuk membangun bisnis yang lebih jujur dan sesuai dengan hukum. Terlebih lagi setelah era reformasi dia telah mengubah semuanya menjadi lebih “Baik”. Mungkin ini juga adalah bentuk penyesalahn dari jalan yang salah yang selama ini telah dia tempuh bersama Ayahnya.
Kali ini perjuangan mereka di persidangan berhasil membuat aset-aset yang telah dibekukan pengadilan di bebaskan dan semua gugatan telah di batalkan, ini membuat perusahaan dapat kembali berjalan dengan Normal. Hal seperti ini tentunya perlu perayaan besar pikirnya.
Selain itu mungkin ini adalah waktu yang tepat untuk menghabiskan waktunya bersama keluarga, karena selama kasus ini dia jadi jarang pulang dan harus bermalam di kantor dan menyelesaikan persiapan sidang dan masih banyak lagi. Akhirnya Adicipta memutuskan untuk mengadakan persamuan malam tanggal 21 Desember 2005, sebelum perayaan Natal.
Tentunya dia akan mengundang semuanya yang telah membantu proses persidangan ini, termasuk Tim pengacaranya. Beberapa selain itu beberapa rekanan bisnis yang tersendat karena kasus ini juga diundang. Kesempatan ini juga adalah kesempatan bagus untuk mengatakan bahwa Tjahjadi telah siap kembali bergerak dalam bisnis. Walaupun sebenarnya penghasilan saat itu sudah cukup banyak yang berasal dari luar negeri.
Mengapa Adicipta memilih sebelum Natal, selain karena takutnya banyak rekanan bisnis yang sudah akan berlibur tentunya, dia tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berterima kasih kepada ketua tim advokasinya Richard yang seorang Nasrani yang harus pulang menghabiskan natalnya bersama keluarganya. Richard adalah pengacara yang tidak terlalu terkenal saat itu, tapi kemampuannya dan semangatnya membela yang benar juga membuatnya memiliki nama di kalangan tertentu.
Walau Richard tahu sejarah keluarga Tjahjadi, dia merasa keluarga ini telah berusaha berubah terlebih sepuluh tahun belakangan sejak di pegang kendalinya oleh Adicipta. Hal ini juga yang membuat mereka berdua cepat menjadi akrab dan memiliki visi untuk mengubah sesuatu yang tidak mungkin, mengubah masa depan.
“Richard, masih di kota kan?”, tanya Adicipta melalui telphone genggamnya.
“Iya Pak Adi, masih beristirahat dulu…masih mengatur beberapa hal sebelum balik ke kota xxx”, jawab Richard.
“Sudah berapa kali aku bilang, kita ini teman, jangan pake Bapak-Pak segala, diluar bisnis panggil Adi…”, gerutu Adicipta pada temannya ini dengan nada yang tersenyum.
“Hahaha… Baik, tapi tetap saja Anda lebih tua, aku panggil ko Adi saja…”, jawab Richard berusaha sungkan padanya yang memang kadang tidak peduli padangan orang, Adicipta sendiri orang yang tidak senang dengan formalitas dan tidak tunduk pada budaya, dia tidak percaya pada ikatan darah dan budaya yang mengikat setiap orang yang lahir, dia ingin membuat caranya sendiri membuat budayanya sendiri.
“itu juga bisa lah…” kata Adicipta.
“Kapan rencana balik ke (kota XX)?”, tanya Adicipta dengan santainya.
“Mungkin 22 atau 23, tapi belum beli tiket… ”, kata Richard, tapi disana terdengar sepertinya sedang merapikan kertas dan sesuatu di arah sana.
“Kalau begitu, tanggal 21 kita adakan syukuran, makan-makan sedikit bersama rekan-rekanmu dan rekan bisnisku, bisa?” kata Adicipta to the point.
“Wah makan enak… Tapi aku mesti tanya tim ku dulu, mungkin mereka sudah ada rencana lain”, kata Richard sana.
“Andi, coba tanya anak-anak tanggal 21 ada kegiatan tah?” terdengar samar suara Richard dari telphone langsung menanyakan hal itu kepada rekan-rekannya.
“Nanti aku kabari ko…” kata Richard lagi di balik telphone.
“Kalau anggotamu tidak bisa ikut, kamu saja… hahahaha”, kata Adicipta sambil tertawa.
“Ah, masa susah sama-sama, senang-senang sendirian… mereka ikut kok…”, jawab Richard santai.
“Ok… tidak mengganggu kerjamu lagi, jai jian (sampai jumpa)”, kata Adicipta mengakhiri panggilan telphone itu. Pembicaraan ini seperti teman lama yang sudah biasa bergaul bersama, sudah melewati masalah bersama tentunya.
Adicipta sendiri meminta krunya untuk mempersiapkan beberapa hal untuk tanggal 21 Desember itu, mereka diminta menyiapkan tempat dan tentunya makanan. Dia sendiri akan pulang kerumah menemui keluarganya dan mengajak mereka juga tentunya. Mengahabiskan waktu bersama keluarganya, menikmati kebersamaan.

Pukul 1800
zhou-yun-001-374x463.jpg


Ketika tiba di rumah, Adicipta di sambut isterinya yang menawan. Walau sudah mendekati usia 40, wanita kelahiran 1966 ini masih tampak menawan, walau tidak bisa dipungkiri sudah ada garis-garis halus di wajahnya. Wanita ini isteri Adicipta yang telah melewati perjuangan bersama-sama, berusaha dengan keras bersama suaminya dengan tanpa peduli resiko dan terus setia menemani suaminya.
“Kamu pulang lebih awal sayang?”, Maya datang menyambut suaminya di pintu masuk dan mengambilkan tas suaminya itu.
“Iya, akhirnya semuanya sudah selesai, pembacaan putusan tadi, dan dokumen semua sudah di rapikan… Bisa istirahat dulu sekarang…”, sambil tersenyum kepada isterinya Adicipta memeluknya dengan erat. Mengecup bibirnya dengan lembut.
“Jenggot mu sayang…”, sambil Maya mendorong tubuh Adicipta, dan membuat Adicipta tersenyum, dia sangat tahu isteri tidak akan tahan dengan jenggot kasarnya. Tapi tetap saja dia senang mengganggunya dengan jenggot itu. ADicipta sengaja menempelkan jenggotnya ke pipi isterinya itu dan sedikit menggerak-gerakkannya, dan juga sesekali mengecupnya.
“Ah… lao gong…”, jerit Maya kecil. Tapi tidak sekecil dugaannya.
“Aduh, masuk kamar sanah!” terdengar suara Crytal dari ujung koridor rumah yang memperhatikan mereka berdua sedang peluk-pelukan. Crytal saat itu baru berusia 21 tahun, tampak sedikit risih dengan kelakuan kedua orang tuanya ini. Crystalpun segera berlalu menghindarkan matanya lagi dari pemandangan mesum kedua orang tuanya. Adicipta dan Maya tertawa kecil melihat kelakuan putri mereka itu, melihat mereka berdua sedang bermesraan.
“Ayo masuk kamar?”, tanya Adicipta pada Maya, membuat Isterinya itu tersipu malu, walau mereka sudah memiliki anak yang sudah cukup besar, tetap saja setiap kali suaminya mengajak, entah mengapa Maya tetap saja selalu tersipu malu.
“Jangan ah, masih ada yang harus di urus tuh, makan malam, jagain pembantu beberes…” kata Maya sambil mendorong tubuh suaminya itu.
“Yah…” seru Adicipta dengan nada kecewa pada isterinya.
“Nanti malam saja sayang…” sambil Maya mengecup bibir suaminya itu, dan mulai melangkah masuk ke dalam rumah.
“Aku siapkan air panas ya untuk mandi…” kemudian berlalu menuju semakin dalam kedalam rumah.
“Iya… Xie-xie…” kata Adicipta sambil setengah berteriak agar terdengar oleh isterinya. Walau rumah ini memiliki banyak asisten rumah tangga, tetap saja Maya senang mengurus rumah ini sendiri. Kalau kantor merupakan kekuasaan suaminya, maka Rumah ini tetap adalah kekuasaan isterinya bagaimanapun itu.
Adicipta terduduk di sofa ruang tamunya, ruangan yang besar dengan hiasan yang minimalis di sudut-sudut ruangan dan sofa dengan motif yang senderhana, membuatnya segera nyaman menikmati lelahnya beberapa waktu belakangan ini.
“Die…”, terdengar suara Alex menghampiri ayahnya. Remaja muda ini baru saja semester 1 di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Walapun sebenarnya ayahnya ingin mengirim dia keluar negeri seperti jie jienya Crystin, tapi dia tetap bersikukuh ingin disini, agar bisa membangun relasi yang lebih baik secara nasional. Di perguruan tinggi ternama itu, banyak anak-anak pebisnis terkemuka juga yang sedang bersekolah disana, tentunya menjadi tempat tersendiri membangun relasi bisnis kemudian hari.
“Lex... jadi buat café di Jakarta?” tanya Adicipta pada Alex. Setelah baru beberapa bulan dia berada di jakarta, dia sudah memikirkan prospek dan usaha apa yang bagus untuk dibuka. Di daerah kampusnya itu bisa di bukakan beberapa tempat nongkrong salah satunya ya café dan resto. Semangat bisnis Alex memang sudah sangat mencolok saat muda. Alex duduk di sofa samping ayahnya, walau itu sofa, dia tetap saja duduk dengan tegak.
“Sudah cek lokasinya, sudah deal harganya, sekarang masih tunggu pemiliknya balik dari luar negeri, baru kami tandatangan jual beli… oh, masih cari yang sesuai konsep untuk renovasinya…”, jawab Alex dengan yakin pada Adicipta. Adicipta tentu merasa bangga, bahwa anak yang selama ini dia didik mampu memikirkan banyak hal di depan, bukan hanya untuk saat ini.
“jadi yang kelola nanti kamu sendiri?” tanya Adicipta lagi pada Alex.
“Ada rekanan sih rencananya, tapi masih membicarakan pembagiannya dulu, mungkin 2 sampai 3 orang…” kata Alex, negosiasi juga merupakan kemampuan Alex yang luarbiasa, mampu meyakinkan orang dan mencari informasi yang di perlukan hanya dengan mengobrol dengan seseorang, benar-benar bakat seorang CEO.
“Bagus… bagus… Theo dimana?” tanya Adicipta mengenai anak bungsunya itu. Alex hanya bisa menggaruk kepalanya ketika di tanya mengenai si bungsu itu. Theodore lebih sering di panggil ayahnya dengan panggilan Theo, bukan Teddy.
“Sedang keluar…” jawabnya sedikit ragu pada Adicipta. Adicipta hanya bisa menghela nafas, dia tahu kelakuan anaknya ini memang seikit bandel, tapi remaja memang ada masanya untuk bandel dan nanti juga pasti akan ada waktunya untuk menjadi lebih baik selama dia di bimbing.
“Tuan, kata Nyonya airnya sudah siap…” seorang pembantu datang menghampiri Adicipta dan Alex dengan sedikit membungkuk memberitahukan hal itu pada Adicipta.
“Aku mandi dulu kalau gitu, habis makan malam kamu dan Crystal tinggal dulu, ada yang mau ayah bicarakan”, sambil berjalan Adicipta mengatakan hal itu pada Alex.

*** <Adengan ini tidak diceritakan oleh Yanin>
Adicipta memasuki kamarnya sendiri, kamar yang luas sebuah tempat tidur king size, lemar dan meja rias yang senada, dan kamar mandi yang terhubung dengan kamarnya itu. Tapi dia tidak bisa menemukan isterinya dari tadi, mungkin Maya sudah melakukan urusan lain. setelah itu Adicipta menanggalkan seluruh pakaiannya dan bersiap memasuki kamar mandinya.
“Sayang…”, rupayanya Maya sedang berada di dalam kamar mandi itu. Hanya mengenakkan Handuk yang melilit tubuhnya dari dada hingga ke pahanya. Walau sudah mendekati usia 40 tubuhnya masih molek dan terawat. Tentu saja masih sangat menggoda untuk suaminya ini. Tubuh Adicipta yang sudah tidak berbusana segera bersemangat melihat isterinya yang menantinya di kamar mandi.
Kamar mandi ini tidak kalah luasnya dari ruangan lain di rumah ini, ada cermin besar yang melekat di dinding, wastafel dengan meja keramik, bathtub dan juga pancuran shower, dan sebuah kloset duduk tentunya.
Dia langsung bergerak maju mendekati isterinya. Belum cukup dekat tiba-tiba Maya mengeluarkan sebuah pisau cukur lipat dari punggungnya. Tangan kirinya bermain dengan cekatan dengan pisau cukur itu.
“WOW”, sambil tersenyum Adicipta menghentikan langkahnya, dan memegangi janggutnya.
“Seingin itukah kamu mau menyingkirkan ini?” tanya Adi pada isterinya. Maya hanya tersenyum dan mengangguk saja. Maya sangat tidak menyukai rasa kasar di kulit ketika di cumbu oleh suaminya itu.
Maya sudah menyediakan sebuah bangku kecil di depan cermin dan meminta suaminya untuk duduk disana. Adipun menurutinya dan duduk menghadap ke cermin itu, lalu Maya mengambil krim cukur yang sudah dia sediakan di meja depan cermin yang terhubung dengan wastafel lebar itu. Maya dengan perlahan mengoleskan krim cukur itu ke janggut suaminya, dan perlahan dari wajah hingga lehernya.
Setelah semuanya tertutup sempurna, Maya mencuci tangannya, dan membasahi pisau cukur tadi. Maya berdiri tepat di belakang Adi, tubuhnya tertutup oleh tubuh Adi, sehingga di cermin hanya ada bayangan wahanya. Ketika pandangan Adi berpaling dari cermin, sebuah handuk tiba-tiba melingkar di pundaknya, menutupi tubuhnya mungkin agar krip cukur itu tidak belepotan saat jatuh.
Tapi sesaat kemudian Adi tersadar, handuk ini bukannya yang tadi di kenakkan Maya, dia sekarang tanpa busana juga di belakangnya. Walau sudah menikah cukup lama, tetap saja mereka berdua akan selalu menemukan cara biar hubungan mereka tetap menggebu dan bergelora.
Maya mengusap pelan rambut Adi, dan menarik sedikit kepala menengadah ke atas, membuat lehernya terbuka, dan Maya meletakkan pisau cukur itu di leher Adi dan perlahan menggerakkannya ke atas, mennyukur janggut yang berada di bawah dagunya. Terangkat dengan bersih bersama krim cukur itu.
“Kamu mengingatkanku saat kita pertama kali bertemu sayang…”, kata Adi sambil metapa wajah Maya yang sedang dengan seksama melihat kecermin agar dia tidak meleset ketika mencukur janggut suaminya ini. Dia terlihat tersenyu, dan memandang mata Adi.
“Sudah lama sekali ya, waktu itu…” kemudian Maya mengecup kening suaminya dengan lembut. Kemudian diapun mengelap pisau cukur itu dengan handung kecil yang dia pegang dengan tangan kanannya.
“Untung saja waktu itu kamu tidak setangguh sekarang…” sambung Adi memuji isterinya yang malah semakin lebar senyumnya.
“Kamu saja yang sudah bertambah tua sayang…” lalu dia tersenyum makin lebar.
“Kalau dulu aku lebih handal sedikit saja, mungkin ceritanya akan berbeda…” clik, terdengar bunyi lentikan pisau cukur yang meninggalkan dagu Adi. Adi pun tertawa kecil mendengarkan perkataan isterinya itu, perjalanan cinta mereka penuh hal-hal yang tidak normal dan penuh tantangan. Tapi sekarang akhirnya mereka bersama, saling mencintai dan saling menguatkan.
Tidak butuh waktu lama untuk Maya membersihkan janggut suaminya itu, tangannya begitu cekatan memainkan pisau cukur itu. kini wajah suaminya sudah semulus bayi tanpa jangut lagi. Senyum Adi terlihat lebar semringah dan Mayapun tampak puas dengan hasil kerjanya itu.
Adipun berdiri dan memutar tubuhnya menghadap Maya. Di tariknya tubuh mungil isterinya merapat padanya, dan bibir mereka saling terpaut dalam ciuman yang mesrah. Kedua tubuh itu saling merapat bersentuhan tanpa penghalang apapun.
“Temani aku mandi sayang…” ajak Adi pada isterinya ini.
“Sebenarnya aku sudah mandi…” tiba-tiba Maya nyeletuk mendorong tubuh Adi sedikit menjauh darinya.
“Mandi saja lagi”, sambil Adi mendorong tubuh isterinya merapat ke tembok, dan meraih keran air langsung menyalakannya. Seketika air dingin langsung mengguyur tubuh mereka berdua dari pancuran air di kamar mandi itu.
“Ah…” desah Maya ketika air itu mengguyur kepala dan tubuhnya. Dengan wajah yang seperti protes kepada Adi, dia mendorong tubuh Adi kecil kemudian memukul manja ke dada suaminya itu. Keluarga ini selalu di penuhi olahraga dan menjaga tubuh dan pikiran, walau usia mereka sudah 40an tubuh mereka masih fit dan terjaga bentuknya.
“Sudah basah, mandi lagi lah…”, kata Adi sambil tertawa kecil dan mengecup bibir isterinya lagi.
“Sini ku sabuni”, sambil Maya meraih sabun cair dan menumpahkannya pada spongs mandi dan membuatnya berbusa dengan meremas-remasnya. Maya mulai mengosokkannya ke tubuh suaminya itu. Tubuh Adi bukan tubuh yang halus, tubuh yang penuh bekas luka, penuh bekas perkelahian. Jalan yang di tempuh saat ini sudah jauh berbeda dari yang pernah dia jalani. Dia tentunya berharap anak-anaknya tidak perlu melewati jalan itu lagi.
Adi tidak ingin jalan penuh kekerasan harus dilalui lagi oleh Keluarganya, tapi dia tidak bisa juga membiarkan anak-anaknya tanpa persiapan, mereka tetap harus berlatih dan bersiap kapan pun dibutuhkan. Sejak kecil Crystal, Alex, dan Theo harus sudah siap berlatih dan bertarung.
Maya mengusap sebuah luka di perut Adi, luka yang sudah lama, sebuah luka tikaman yang cukup besar dan ada kiloid yang tumbuh di atasnya membuatnya timbul dari otot perut Adi. Adi mengangkat dagu isterinya membuat pandangan mereka bertemu.
“Sudah lama, jangan kamu pikirkan lagi… yang penting apa yang ada sekarang…”, lalu Adi mengecup bibir isterinya lagi. Mereka pasangan yang penuh cinta dan penuh gelora seperti jiwa muda yang tidak pernah padam dalam jiwa mereka.
Tubuh Adi di bilas dengan bersih oleh kucuran air yang mengalir dan kini sudah bersih. Adi kembali merapatkan tubuhnya kepada isterinya dan mengecupnya dengan mesrah. Maya perlahan meraih penis Adi yang sudah menegang.
“Lao gong… wo yao…” bisik Maya lirih ke telinga Adi, tentu saja suami akan memberikannya dengan senang hati. Maya lalu membalikkan tubuhnya bersandar pada dinding, dan mengangkat sedikit bokongnya. Adi sudah mengerti dan hafal kelakuan isterinya ini, dia segera mengarahkan penisnya ke arah vagina isterinya. Tanpa babibu, langsung dia sodokkan kedalamnya. Walau masih terasa kering, ternyata bagian dalam vagina isterinya sudah cukup basah, sehingga ada campuran atara rasa seret dan rasa licin dalam vagina secara bersamaan.
Adi memajumundurkan pinggulnya dengan cepat, membuat bunyi benturan bokong isterinya bergema dalam kamara mandi itu. Bunyi cipratan air dan suara desahan nafas Maya menggaung dalam ruangan itu.
“ah…ah….”, desahan itu bergema, gerakan tubuh Adi semakin cepat, walau tubuh mereka basah karena guyuran shower tetap saja tubuh mereka terasa panas. Hentakan demi hentakan membuat mereka semakin bergairah. Maya berusaha menahan dirinya di tembok yang licin, namun Adi terus menghujamnya dengan kencang membuatnya cukup kesulitan.
“ah…Ah…aaaaa…” desahan panjang Maya menandakan dia telah mencapai klimaksnya, tapi Adi belum juga memperlambat gerakannya. Melihat isterinya yang sudah mulai lunglai, dia berusaha merubah posisi mereka. Dengan kedua tangannya Adi menganggkat tubuh Isterinya, membuatnya terangkat, dengan kedua kakinya terbuka lebar. Punggung Maya tersandar ke dada Adi, dan tangan Adi yang kokoh menaik turunkan tubuh Maya dengan cekatan.
Maya yang sudah setengah sadar menikmati sisa klimaksnya, membuatnya terlana dalam hentakan suaminya itu. Maya hanya bisa berusaha berpegang pada tangan Adi yang sedang sibuk menaik turunkan tubuhnya.
“Ah… lao gong…”, desah Maya menikmati hangatnya penis Adi dalam rahimnya. Adi masih berkonsentrasi menggerakkan tubuh isterinya dengan irama yang teratur, membuat Maya keenakan. Maya merasa tidak tahan lagi, tubuhnya bergetar kencang, vaginanya berkedut, dia menyemburkan cairan cintanya, walau penis Adi masih tertancap, cairan itu menyembur-dan menyembur setiap penis Adi tertarik keluar.
“Mei li le… (tidak kuat lagi)” keluh Maya pada suaminya, tubuhnya kali ini sudah kelemas karena perbuatan suaminya itu.
“zai yidian…” (sedikit lagi), kata Adi berbisir ke telinga Maya. Adi masih terus menaik turunkan tubuh Maya. Sebentar lagi dia juga akan mencapai puncaknya, Adi mempercepat gerakannya. Kemudian dengan keras Adi menjatuhkan tubuh Maya membuat penisnya terbenam dalam vagina isterinya itu. Menyemburkan spermanya dalam rahim isterinya, memenuhinya.
“Ah… hao wennuan …” (hangatnya), sambil tersenyum Maya mengatakan itu pada suaminya. Adi menurunkan tubuh Maya perlahan dan membantunya tetap berdiri. Maya berbalik dan memluk tubuh Adi dan mengecup bibirnya.
“Mungkin bisa jadi adik buat anak-anak…” wajah sumringah terlihat di bibir Maya, dan di sambut juga senyuman oleh Adi. Adi dan Maya berpelukan dalam guyuran air, dan kembali bertukar kecupan.
Kini Maya dan Adi menikmati air panas dalam bathtub yang telah terisi, walau sudah sedikit dingin, masih cukup hangat untuk merilekskan tubuh mereka berdua. Sudah lama mereka tidak menikmati kemesraan ini.
“eh, anak-anak sudah menunggu kita untuk makan malam…” tiba-tiba Maya tersadar di tengah kemesraan mereka. Mereka harusnya makan malam bersama dengan anak-anak mereka.
***
Pukul 20.00
“Hari ini papa mandinya lama sekali ya…”, celetuk Alex sambil menikmati makan malam yang telah tersaji di meja makan.
“Paling juga karena sama-sama mama di kamar mandi…” sambung Crystal yang makan bersama.
“Hahaha…” Adicipta hanya bisa tersenyum mendapatkan respon seperti itu dari kedua anak di meja makan.
“Maaf ya, habisnya mama kalian menggoda papa tadi di kamar mandi…”, kata Adi kepada mereka. Namun tangannya tiba-tiba di cubit oleh Maya.
“Jangan bicara seperti itu kepada mereka…”, sambil mengencangkan cubitannya di tangan Adi.
“Mereka sudah besarkan… sudah mengerti begitu lah… ya kan?”, tanya Adi kepada mereka lagi. Alex dan Crystal tidak menjawab, Alex berusaha mengabaikan pertanyaan itu, dan Crystal hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tetap mengunyah.
“Papa berencana mengadakan syukuran atas kemenangan sengketa kita yang sudah hapir setahun ini…”, kata Adicipta membuka pembicaraan kembali, dan terkesan lebih serius dari pembicaraan sebelumnya.
“Renananya nanti kita akan selenggarakan di Hotal XXX, mereka punya ballroom kan di lantai 6, jadi kita disana saja ya?” kata Adicipta sambil bertanya pendapat keluaganya itu.
“Tempatnya luas kok, bagus untuk acara seperti itu… Siapa saja yang diundang?” tanya Maya kepada Adicipta.
“Karyawanlah, dan para relasi yang sama-sama dalam sidang itu, rencana juga tim kuasa hukum perusahaan kita dong…” jawab Adicipta sambil menyantap makan malamnya.
“Tempat itu bagus kok, disana saja…”, sambung Maya lagi kepada suaminya.
“Ya oke, disana saja kalau gitu…” jawab Adicipta memutuskan lokasi acaranya.
“Oh iya, Crys kamu kapan mau mulai bekerja di perusahaan?” tanya Adi kepada anak gadisnya itu.
“Secepatnya, tapi aku ingin di Jakarta…” jawab Crystal dengan tegas. Mata Adicipta serius memandang anaknya, Crystal ingin ke Jakarta. Walaupun sekarang pusat kegiatan sepenuhnya sudah di jalankan di Jakarta, tapi Adicipta masih sering kembali ke kota asal mereka, karena Theo masih sekolah. Jika nanti Theo sudah selesai Adicipta dan Maya bisa menetap di Jakarta, membuat mereka lebih mudah mengurus perusahaan mereka.
“Bagus juga kalau di Jakarta, bisa langsung pantau secara nasional…” jawab Adicipta melihat putrinya dengan bangga.
“Aku ingin mulai dari bawah, mulai dari pegawai…”, sambung Crystal.
“Eh, dari bawah? Mau jadi level staff dulu?”, tanya Adicipta memastikan perkataan putrinya itu. Crystal hanya mengangguk menanggapi kebingungan ayahnya itu.
“Biar ku tebak, kamu tidak ingin diketahui sebagai putriku juga?” tanya Adicipta menerka jalan pikiran Crystal. Crystal hanya tersenyum dan mengangguk, dia senang ayahnya mengetahui jalan pikirannnya. Alex hanya memperhatikan Crystal saat mengatakan dia ingin ke Jakarta, bahkan Alex meletakkan sendoknya dan memperhatikan dengan serius.
“Kamu mau beli rumah dekat kantor?”, tanya Alex sambil melirik ke arah Crystal, mendengar pertanyaan dari Alex, Crystalpun berpaling menatapnya.
“Kamu punya rumahkan di sana, aku tinggal di sana saja…”, jawab Crystal lurus kepada Alex. Sepertiyang sudah diduga Alex sebelumnya, Crystal akan tinggal dengannya.
“Pertama, rumah itu akan ku buat menjadi café, kedua aku tinggal bersama Andre di sana, tidak ada lagi tempat untukmu…” jawab Alex berusaha menghindari kehadiran Crystal di ‘wilayah’nya.
“Kan mau dibuat jadi café, pasti ada renovasi, tambahkan saja kamar untukku…”, Crystal berusaha membuat logika bahwa dia bisa tinggal bersama Alex di Jakarta. Kalau Crystal sampai tinggal bersamanya di jakarta Alex yang selama ini telah berusaha menghindar akan sulit untuk menghindar dari Crystal lagi.
“Lokasimu dan kantor juga cukup dekat, tepat di tengah antara kampus dan Kantor, posisi yang paling bagus memang…” Maya menjadi penengah bagi mereka, dan hal itu membuat posisi Crystal untuk tinggal bersama Alex di Jakarta semakin kuat.
“kalau begitu, kamu boleh tinggal di sana, tapi harus bayar sewa…” kata Alex sambil tersenyum kepada Crystal.
“Yang benar saja, rumah dan biaya renovasi masih di biayai oleh papa kan?”, Suara Crystal mulai meninggi karena perkataan Alex tadi.
“Setelah cafenya beroperasi, Alex akan mulai membayar cicilan, targetnya adalah 24 bulan pelunasan rumah dan biaya renovasi, dan keuntungan 25% dari operasional café itu…” kata Adicipta menenangkan Crystal yang sudah mulai marah pada Alex.
“Cih sepercaya diri itu kamu bisa melunasinya selama 24 bulan…” kata Crytal meremehkan Alex yang masih kuliah itu.
“Bagaimana kalau sedikit taruhan? Jika Aku berhasil aku ingin 6 bulan gajimu dalam perusahan menjadi milikku… Kalau aku gagal, kamu boleh mengambil semua isi tabunganku…” kata Alex menantang Crystal, tentu saja mata Crystal langsung berbinar mendengarkan tawaran itu, dia tahu Alex memiliki tabungan yang cukup besar, karena selama ini dia sangat jarang jajan sembarangan, dan hampir seluruh uang dari orang tua mereka ditabungnya dan digunakan usaha sejak SMA.
“Berapa sih tabunganmu, paling juga cuman sedikit…” Crystal berusaha memancing untuk mengetahui nominalnya. Alex terlihat sedang berpikir dan memperhitungkannya.
“Sekitar dua ratus ribu…” jawab Alex dengan santai.
“Eh dua ratus ribu? Yang benar saja!” Crystal marah merasa di bodohi lagi oleh Alex, jangan-jangan tabungannya sudah dipakai membiayai cafenya itu.
“US Dollar sayang…” sambung Alex dengan sedikit sombong, dan tidak sengaja memanggil Crystal dengan sayang.
“SHIT… itu dua millyar rupiah…”, kata Crystal terkejut dengan tabungan milik Alex ini.
“Bagaimana bisa sebanyak itu!?”, Crystal menjadi penasaran dengan kemampuan adiknya ini.
“Alex itu sudha main falas dan forex sejak SMA, walau maenggunakan nama Papa, dia modali dirinya sendiri dan keuntungannya untuk dirinya sendiri”, kata Adicipta dengan bangga sambil tertawa. Adi sangat bangga pada Alex, memang dia pantas menjadi seorang Tjahjadi dengan jiwa bisnis seperti ini.
Crystal berpikir, tabungannya selama ini, dan beberapa usaha sambilannya di Singapore tidak akan bisa menandingi penghasilan Alex saat ini, tapi mengelola café di jakarta adalah hal yang berbeda dengan falas dan forex yang selama ini Alex lakukan, Crystal masih memiliki harapan untuk menang.
“Baik, aku terima tantanganmu… Tjahjadi” sebelum selesai Crystal berkata, bersamaan dengan dirinya Maya, Adicipta dan Alex “Tidak pernah mundur dari tantangan”. Mereka terdiam sejenak, lalu tertawa bersama. Keluarga ini akan selalu siap menghadapi tantangan apapun, akan selalu mengasah diri untuk menghadapi semuanya.
***
 
Gelar dlu lapak buat ngopi... Keren master cerita nya.. Sy baru baca chap 6...tp pasti trus baca soalnya keren...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd