Sementara itu di dalam pondok, Intan Kemuning terlihat terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit keras. Sepasang tangannya juga terlihat terus bergerak-gerak memukuli tubuh lelaki kasar yang kini telah menindihnya itu. Gadis cantik itu seolah menjadi lupa, jika dia telah belajar dasar-dasar ilmu olah kanuragan dari Saka Lintang. Rasa panik dan ketakutan yang amat sangat itulah, rupanya yang membuat gadis cantik itu lupa segala-galanya.
“Auh…, Lepaskan…, Auuwww…,” jerit Intan Kemuning memekik kaget.
Breettt…,
Tubuhnya langsung menggigil panas dingin, begitu di rasakannya sebelah laki-laki yang sedang menindih tubuhnya itu. Dengan paksa merobek bajunya bagian atas, tak ayal lagi sepasang buntalan padat mulus yang masih tertutup oleh selembar kain itu pun langsung menyembul. Memamerkan dagingnya yang putih dan mulus, serta padat dan mungil. Tak sampai di situ saja, selembar kain yang melilit itu juga langsung di bukanya secara paksa. Ke lima lelaki yang merupakan anggota Bayangan Hitam itu pun langsung di buat melotot, dengan jakun yang langsung terlihat urun naik. Ke empat lelaki lainnya, yang kini juga telah mengelilingi tubuh Intan Kemuning pun. Mulai sama-sama terlihat berkobar-kobar, akibat menahan hawa nafsunya yang kian membara terhadap wajah dan tubuh yang indah itu. Yang terpampang di hadapan mereka. Apa lagi kini bagian dada yang membusung padat itu juga telah terbuka sempurna. Melihat gelagat yang demikian itu, refleks ke dua jemari tangan Intan Kemuning pun dengan cepat langsung bergerak menutupi bagian dadanya yang terbuka. Namun dua orang laki-laki lainnya, yang berdiri dtidak jauh dari tubuh gadis itu juga. Kini terlihat mulai melangkah maju, dan masing-masing dari mereka menarik ke dua tangan gadis itu ke bagian atas kepala.
“Tidaakkk…, Jangaannn…, Lepaskan. Auwww…,” pekik Intan Kemuning mulai semakin putus asa.
Breettt…,
Lagi-lagi baju gadis itu pun kembali di robek paksa, hingga tubuhnya seketika langsung men jadi polos. Hanya bagian bawah saja yang masih tertutup. Sepasang ketiak mulus dari ke dua tangan semampai yang tengah di pegang itu, langsung tersaji indah. Dua orang lelaki yang sebelumnya hanya berdiri saja itu, terlihat tidak bisa menahan diri lagi. Ke duanya langsung mendekat dan meraba-raba tangan yang putih mulus itu. Sedangkan Intan Kemuning pun terlihat semakin benar-benar putus asa, bahkan se titik air bening pun mulai terlihat menitik dari sudut ke dua matanya. Sementara dari bibirnya yang ranum dan merah, terus keluar rintihan-rintihan halus. Memohon belas kasihan pada ke lima lelaki itu. Namun ke lima orang yang sudah di rasuki hawa nafsu itu, seoalah tidak Perduli. Bahkan ke dua lelaki yang tadi meraba-raba sepasang tangan gadis cantik itu, kini wajah mereka terlihat sama-sama merunduk dan langsung melakukan jilatan-jilatan halus. Pada ketiak yang terpampang di hadapan wajah ke duanya itu.
“Slurrppp…,”
“Slurrppp…,”
“Oohhh…,” rintih gadis itu kegelian.
Tubuhnya yang kecil mungil itu pun langsung menggeliat-geliat erotis, sedangkan wajahnya yang cantik dan ayu itu pun. Terlihat menoleh pelan ke samping bagian kiri tubuhnya, dalam pandangan lekat, gadis itu menatap dengan pandangan seolah tak percaya. Pada salah seorang lelaki yang terlihat tengah sibuk, menjilat dan mencucup ketiaknya di bagian kiri. Dan saat dirinya mencoba kembali menengok ke bagian kanan tubuhnya, terlihat juga salah seorang lelaki lain yang juga kini tampak begitu lahap, mencuup ketiaknya di bagian tangan kanan. Belum juga hilang rasa terpana gadis itu, kembali dirinya di buat kaget. Saat merasakan sebuah pegangan halus pada dagunya, dan menarik pelan wajah Intan Kemuning agar kembali tegak. Dan tepat setelah wajanya kembali sejajar tegak, sebuah bibir dari lelaki yang tengah menindihnya terpampang jelas tidak jauh dari wajahnya.
“Kau cantik sekali gusti putri. Hoossshhh…,” ucap lelaki yang sedang menindih tubuhnya itu dengan nafas terdengar memburu.
“Tidaakkk., Jangaannn…,” rintih gadis cantik itu kembali memekik keras.
Ketika di lihatnya bibir lelaki yang tengah menindihnya itu, berusaha maju mendekati bibirnya yang ranum dan basah menggiurkan itu. Namun sebelum bibir lelaki itu menempel di bibir Intan Kemuning, tiba-tiba saja…,
Bruaakkk…,
Mendadak pintu pondok yang tertutup itu pun hancur berantakan, di susul oleh munculnya sesosok pemuda tampan yang tak lain adalah Rangga alias si Pendekar Rajawali Sakti.
“Biadab…,” geram pemuda tampan itu dengan wajah marah.
Tanpa basa-basi lagi tubuh Rangga pun langsung melesat maju, sedangkan lima orang lelaki yang tengah di rasuki nafsu iblis itu langsung terperangah melihatnya. Namun belum juga mereka mampu berbuat sesuatu, sepasang tangan Rangga yang saat itu merilis jurus ‘Cakar Rajawali’. Langsung berkelebat cepat, hingga seketika saja lima kepala orang itu pun langsung terpisah dari tubuhnya. Terbabat oleh jemari tangan Rangga, yang merilis jurus ‘Cakar Rajawali’. Sementara Intan Kemuning pun langsung cepat-cepat mengenakan pakaiannya kembali, yang sudah tercabik-cabik itu. Air matanya masih terlihat mengalir deras, membasahi ke dua pipinya yang ranum. Gadis cantik itu merasa bersyukur karena ke lima laki-laki itu belum sempat merenggut kehormatannya, meski pun tadi dia sempat merasa agak jijik juga. Karena dua orang di antara ke lima lelaki itu, telah berhasil menjilat-jilat dan menghisap ketiaknya di bagian kiri dan kanan. Satu persatu tubuh ke lima lelaki itu pun, perlahan-lahan ambruk dengan kondisi kepalanya terpisah dari lehernya masing-masing. Darah segar pun terlihat mulai membasahi tempat itu, di iringi bau amis yang seketika langsung menyengat hidung.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Rangga pelan, sambil membantu gadis antic itu untuk bangkit berdiri.
“Aaa…, Aku tidak apa-apa. Terima kasih atas pertolongannya.” sahut gadis itu dengan suara gugup.
Sesaat sepasang matanya pun langsung terpana begitu melihat ketampanan wajah pemuda yang telah menolongnya itu. Sedangkan Rangga sendiri hanya terlihat diam saja, namun kemudian dia pun segera mengajak gadis cantik itu ke luar pondok. Rupanya saat tengah menuju ke tempat pertarungan Saka Lintang, telinga pemuda tampan itu sempat mendengar suara jeritan wanita di dalam pondok. Itu sebabnya Rangga pun langsung berbalik arah, Dan untungnya saja dia belum terlambat. Karena kalau tadi sedikit saja dia terlambat, entah apa jadinya nasib gadis cantik itu. Mungkin tubuhnya akan jadi bulan-bulanan, nafsu bejat ke lima orang lelaki yang telah di bunuhnya tadi.
“Tunggulah sebentar di sini, sekarang kau aman.” ucap pemuda tampan itu setelah mereka berada di luar pondok.
“Oh, eh. Aku…,” kata gadis itu tergagap-gagap.
Belum juga Intan Kemuning mampu melanjutkan kata-katanya, tubuh Rangga telah melesat cepat meninggalkannya. Gadis cantik itu pun hanya bisa menghela napas panjang sesaat, namun seketika hatinya kembali di buat kaget. Begitu mendengar suara tapak kaki yang mendarat, tidak jauh dari belakang tubuhnya. Seketika itu juga kepalanya langsung menoleh cepat ke belakang, wajahnya pun langsung terlihat gembira begitu mengetahui siapa orang yang dating. Dan kini terlihat berdiri tegak, tidak jauh dari hadapannya itu.
“Ayahandaaa…,” pekik Intan Kemuning senang, sambil langsung berlari menghampiri lelaki itu.
“Intaannn…,” sahut lelaki itu setengah berteriak.
Lelaki yang memang tak lain adalah Patih Giling Wesi itu pun langsung ikut berlari kea rah putri semata wayangnya itu, Intan Kemuning yang telah dekat jaraknya dengan Ayahandanya langsung menubruk dan memeluk lelaki itu erat-erat. Ke duanya saling berpelukan menumpahkan seluruh
air mata dan rindu, yang selama ini menyiksa mereka berdua.
“Kau tidak apa-apa, Nak?” tanya Patih Giling Wesi dengan suara tersendat-sendat menahan rasa haru.
“Tidak Ayahanda, aku baik-baik saja.” Jawab gadis cantik itu tanpa melepaskan pelukannya di tubuh lelaki itu.
“Oh dewata yang agung, syukurlah.” desah lelaki itu pelan.
Kembali ke dua orang anak dan ayah itu pun saling terdiam satu sama lain sambil berpelukan tubuh, segala kerinduan dan kegembiraan pun mereka tumpahkan karena kini ke duanya bisa bertemu lagi. Setelah sekian lama, mereka terpisah. Lalu perlahan-lahan Patih Giling Wesi pun terlihat mulai melepaskan pelukannya pada putrinya, sejenak lelaki itu pun menatap lekat-lekat wajah putrinya yang cantik itu. Jari-jari tangannya pun perlahan mengusap air mata yang membasahi ke dua pipi Intan Kemuning dengan lembut dan penuh kasih saying. Walau bagaimana pun juga, hati lelaki itu masih khawatir. Terhadap diri putrinya yang baru saja terbebas dari tawanan perompak itu.
“Benar kau tidak apa-apa Nak? Apa selama kau di tawan oleh mereka, tidak ada yang mengganggumu?” tanya patih itu masih di liputi oleh perasaan cemas.
“Tidak Ayahanda, mereka tidak ada yang menggangguku, pemimpin perampok itu sangat baik. Bahkan dia juga mengangkatku sebagai adiknya.” sahut Intan Kemuning, menjelaskan.
“Maksudmu, wanita yang berjuluk Bidadari Sungai Ular itu?” kata Patih Giling Wesi, sambil bertanya balik.
“Iya Ayahanda, kakak Lintang selalu melindungiku. Dan dia juga baik
sekali padaku.” Ucap gadis itu lagi, mencoba menjelaskan.
“Lalu, orang-orang yang di dalam pondok itu?” kata Patih Giling Wesi, sambil menunjuk ke dalam pondok. Ke arah lima mayat lelaki yang tergeletak tanpa kepala.
“Mereka bukan orang-orang Bidadari Sungai Ular Ayahanda, tapi orang-orangnya Bayangan Hitam. Bibiknya kakak Lintang.” Jawab Intan Kemuning lagi dengan suara pelan.
Namun seketika raut wajah gadis cantik itu langsung tersentak bagaikan orang yang kehilangan barang berharga saja layaknya. Dia baru ingat kalau tadi dirinya telah di selamatkan oleh seorang pemuda tampan yang telah menggetarkan hatinya seketika.
“Ada apa Intan?” tanya lelaki yang menjabat patih itu keheranan.
“Pemuda itu…, pemuda itu Ayahanda.” sahut Intan Kemuning tergagap-gagap.
“Pemuda? pemuda siapa?” ucap Patih Giling Wesi kembali bertanya, dan semakin kebingungan melihat tingkah putrinya itu.
“Oohhh…,” Intan Kemuning pun seperti tersadar, malu akan sikapnya.
Sebelah jemari tangannya segera menutup rapat bibirnya yang ranum, bahkan seketika itu juga ke dua pipinya langsung menyemburat merah merona. Kepalanya pun perlahan-lahan mulai tertunduk lesu seolah tanpa gairah. Tanpa dia sadari, ternyata dirinya telah mencemaskan pendekar muda yang sejak tadi menarik perhatiannya itu. Pendekar muda berwajah tampan yang telah mampu merebut sekeping hatinya itu. Sedangkan Patih Giling Wesi kini tampak terlihat terdongak kaget, begitu mendengar suara pertempuran tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Lelaki itu pun tersadar seketika, rasa haru dan gembira rupanya telah membutakan mata dan menulikan ke dua telinganya. Sehingga dia tidak tahu jika di tempat itu masih ada pertempuran yang tengah berlangsung dengan sengit. Dan ketika tadi dirinya mendengar Intan Kemuning menyebut nama pemuda itu, hati lelaki yang menjabat seorang patih itu pun seolah baru sadar jika putrinya telah menjadi seorang gadis remaja.
“Ah, apakah putriku ini sedang jatuh cinta?” ucap lelaki itu di dalam hati.
“Intan...,” panggil Patih Giling Wesi dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang.
Perlahan-lahan gadis cantik itu pun mulai mengangkat kepalanya, sepasang matanya menatap lembut pada wajah Ayahandanya.
“Ayo Nak, kita lihat siapa yang tengah bertarung di sana.” kata lelaki itu lagi, sambil kemudian menggandeng lengan putrinya.
Lalu ke dua orang Ayah dan anak itu pun, perlahan-lahan mulai melangkah, dan berjalan pelan-pelan menuju ke tempat pertarungan antara Aki Lungkur yang melawan Lestini.
***