Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

AKU GURU BERHIJAB TAPI BINAL (pindahan)

Bagian ke lima
SEORANG DEWI SEKS BANGKIT

Lamunanku terganggu oleh gerakan tangan Pak Joko meremas buah dadaku. Aku menoleh menatapnya. Dia masih memejamkan matanya. Sepertinya masih tertidur. Atau mungkin masih ngumpulin nyawanya, pikirku. Pasti tadi dia kecapekan memforsir tenaganya untuk memberikanku kepuasan.

Aku jadi teringat setiba aku di rumah orangtuaku, aku langsung mandi. Di kamar mandi aku menggosok tubuhku, mencoba menghilangkan noda zinah yang baru aku lakukan bersama Kak Kirman dari tubuhku. Berulang kali aku menyabunin tubuhku namun tetap saja merasa kotor. Kukorek lubang senggamaku mengeluarkan semua pejuhnya yang mungkin masih tersisa se dalam mungkin, tetap saja aku merasa noda itu bersemayam disana.

Aku malah masih merasakan bagaimana batang keras kemaluan Kak Kirman bergerak keluar masuk lubang itu. Masih terasa bagaimana esekan batang itu dengan dinding vaginaku memberikanku kenikmatan yang berbeda dengan milik suamiku. Bagaimana sensasi semprotan spermanya ke rahimku mengirimku ke puncak orgasme.

Entah bagaimana memori tentang nikmat yang diberikan Kak Kirman tidak bisa kubersihkan dari otakku. Menimbulkan sensasi gairah yang aneh di tengah rasa penyesalanku. Aku tak mengerti bagaimana itu bisa terjadi, batinku. Secara fisik dia tak semenarik suamiku. Wajahnya. Senyumannya. Bahkan ukuran kejantanannya. Permainannyapun tak selama suami. Biasa saja. Tetapi sensasi gairahnya terus memenuhi ingatanku.

Bahkan ketika aku pulang ke rumah, dan malamnya suamiku memperlihatkan gairah meminta, aku melayani. Ingatanku atas hubungan seksku dengan lelaki lain, membuatku lebih aktif dari biasanya. Orgasmeku pun lebih memuncak.

“Bunda malam ini mantap banget,” puji suamiku setelah kami sama-sama terkapar waktu itu. Suami nampak tersenyum lebih bahagia dari biasanya.

Aku cuma membalas senyum dan memeluknya. Satu-satunya cara menghindari mataku bertatapan dengannya. Ahhh... Seandainya Ayah tahu, kata batinku, pasti Ayah gak akan tersenyum. Tapi setidaknya pengaruhnya cukup positif untuk malam itu. Maafin Bunda Ayah... Bunda janji gak akan mengulanginya lagi.

***

Tangan Pak Joko menarik ke dalam pelukkan, ini memaksaku memiringkan tubuh ke arahnya. Kini aku dan dia berhadapan dalam posisi berbaring miring. Dia mengecup bibirku. Aku membalasnya. Sekarang matanya sudah terbuka sepenuhnya.

“Jam berapa sekarang?” tanyanya.

“Jam empatan,” jawabku. Aku tadi sempat melihat jam.

“Hhhhmmmm pulas banget tidur Bapak... Erna gak tidur?”

“Tidur. Baru bangun juga.”

Pak Joko tersenyum menatapku. Tangannya mengelus buah dadaku. Aku teringatkan keadaan kami masih sama-sama telanjang bulat. Bahkan kami gak sempat menyelimuti tubuh dengan selimut. Terasa pahaku basah akibat sebagian pejuhnya mengalir keluar.

“Tadi itu enak sekali, Na. Kamu luar biasa mainnya,” puji Pak Joko. Wajahku terasa memerah. Setiap wanita pasti senang kalau permainan seksnya mendapat pujian. Mungkin. Tapi yang pasti aku merasa tersanjung.

“Bapak juga hebat. Erna sampai tepar,” aku membalas pujiannya. Tapi memang bukan pujian kosong.

Ingatanku langsung memutar ulang seperti kaset video memutar kembali adegan demi adegan mesumku dengannya. Bahkan bukan hanya gambarnya yang terputar kembali. Rasanya juga.

Kontol Pak Joko yang besar itu benar-benar menyesaki lubang kewanitaanku. Bahkan terasa menyentuh daerah-daerah dalam gua kenikmatanku, yang belum pernah tersentuh lelaki manapun. Bahkan kepala jamurnya terasa seperti mendorong mulut rahimku jauh kedalam.

Ketika Pak Joko mulai bergerak memompa kontol super besarnya merangsang seluruh syarafku, tak ada yang tertinggal. Gerakan pompanya kadang lambat dan lembut, kadang cepat menyentak. Ketika pelan, aku memutar pinggulku. Ketika cepat aku mengangkat punggulku lebih tinggi. Dia yang memimpin aku mengimbangi.

Menjelang puncak, Pak Joko menindih tubuhku. Aku merangkulnya erat. Sekarang bukan hanya kelamin kami yang bergesekan tapi hampir seluruh tubuh kami saling bergesekan. Perutnya dengan perutku. Dadanya dengan dadaku. Bibirnya dengan bibirku. Jelas aku bersetubuh dengan seorang dewa seks.

“Ngelamunin apa Na?” Pak Joko mengganggu lamunanku untuk kesekian kali.

“Nggak... cuma keingatan yang barusan,” jawabku malu.

“Kenapa?”

“Kita gila ya? Bapak sih nggak kali. Tapi Erna kan harusnya gak melakukan itu,” aku menjawab malu.

“Nggak apa-apa. Sekali-sekali nakal nggak apa-apa kan,” jawabnya mencoba mengusir rasa bersalahku. Tangan kirinya meninggalkan dadaku untuk membelai rambut. Tangan kanannya menopang kepalanya.

“Nggak tau lah,” jawabku. Kali ini aku benar. Aku nggak tau apa arti semua ini.

Tangannya sekarang membelai tubuhku lembut. Dari pundak ke pinggul. Pinggul ke pundak. Bolak-balik entah berapa kali sebelum kembali ke dadaku.

Pak Joko ingin bercinta lagi. Pengalamanku membawa pada kesimpulan itu. Dia ingin memasuki diriku lagi, mengisiku dengan kontolnya yang besar. Kini mulutnya menggantikan tangannya mencumbu tetekku. Tangannya pindah ke bukit rimbun di antara kedua kakiku. Bergerilya di hutan kecil disana. Aku melirik ke bawah melihat tangannya beraksi, lalu beralih ke kemaluannya yang masih belum membesar penuh. Tanganku langsung menggapainya. Kuelus-elus kontol besar yang sudah dua kali memberikanku kenikmatan. Aku haus.

“Erna haus...,” kataku. Aku segera bangkit berdiri ke arah meja kecil dimana 2 botol air mineral tersedia. Aku berjalan melintasi kamar itu dalam keadaan bugil tanpa merasa canggung. Seakan-akan itu adalah kamar tidurku. Seolah-olah lelaki yang berbaring sama telanjangnya denganku itu adalah suamiku. Aku yakin mata lelaki itu melahap bagian belakang tubuhku. Terutama ‘boncenganku’.

Pantatku yang lumayan besar adalah andalanku. Selalu menjadi daya tarik bagi lawan jenis. Suamiku biasa menyebut pantat penggoda iman. Sekarang aku yakin Pak Joko sedang mengagumi pantatku. Aku merasa sangat seksi dengan ketelanjanganku. Aku merasa sangat binal. Seorang guru berhijab yang binal.

Aku membuka botol air mineral. Perlahan. Aku ingin memberi waktu pada Pak Joko menikmati pemandangan tubuhku.

“Bapak mau minum?” tawarku kepadaku akhirnya.

“Mau, Na. Kamu seksi sekali, Na. Badan kamu kayak belum pernah melahirkan,” puji Pak Joko.

“Masa sih, Pak?” jawabku senang.

Aku berjalan menghampirinya sambil membawa botol air mineral. Telanjang bulat tanpa merasa canggung. Aku menjadi merasa sangat bergairah. Rupanya kebinalan ini sangat menggairahkanku. Melakukan sesuatu yang nakal, yang biasanya jauh dari kelakuanku sehari-hari sebagai wanita berhijab, menimbulkan sensasi tersendiri. Lelehan pejuhnya yang mengalir dari memek ke pahaku kuyakin menambah binal penampilanku.

Pak Joko bangkit dari berbaring. Duduk di sisi tempat tidur. Kakinya merenggang, menyambutku. Dia Menariku pinggangku. Aku berdiri di antara kedua kakinya. Aku memberinya botol air mineral itu, tapi kemudian berubah pikiran. Kutenggak air dari botol milikku, dan menyimpannya di mulutku. Aku mencegahnya membuka botolnya.

Aku membungkuk menciumnya dan memberinya minum langsung dari mulutku. Kami berciuman, sebagian air tumpah, kami tak peduli. Ciuman kami berpisah, dia menelan airnya. Lalu kuulangi lagi, sampai empat kali. Dia memberi isyarat tanda cukup baginya soal minum air. Dia ingin yang lain.

Dia mencium atas perutku. Dalam posisi aku berdiri, dia tidak bisa menjangkau putingku. Hanya bisa menciumi pangkal payudaraku. Tapi itu cukup. Tangannya meremasi pantatku. Tangan yang lain menggantikan peran mulutnya. Meremasi tetekku dan memilin-milin putingnya. Putting-putting itu segera mengeras dan tegak. Tak lama, tangan itu bergerak ke bawah menelusuri perutku, lalu ke bawah lagi mengelus-elus pahaku.

Tanganku merangkul kepalanya, kuresapi kenikmatan yang diberikannya. Lalu kurasakan tangannya bermain di kewanitaanku. Aku merasakan gairahku bangkit kembali. Baiklah, putusku, akan kuperlihatkan kebinalanku. Kalau dua persetubuhan yang lalu, Pak Joko yang mengambil inisitif, sekarang giliranku menunjukan kemahiranku bermain cinta.

Aku menengok ke bawah, pandanganku terhalang oleh kepala Pak Joko. Kudorong sedikit pundaknya agar merenggang sedikit. Dia menengadah memandangku. Kutekuk lututku sedikit sehingga wajah kami jadi sejajar. Kucium bibirnya. Mulut kami kembali saling melumat, tapi kali ini aku yang lebih agresif. Lidahku menerobos ke dalam mulutnya bermain-main disana. Setelah kurasa puas berciuman, mulutku berpindah ke telinganya dan lidahku menjilatinya.

“Erna kepengen diewe lagi sama kontol Bapak,” kubisikan kata-kata kotor di telinganya.

Kurasa Pak Joko terkejut mendengarnya, sebelum akhirnya mengangguk. Lalu jilatanku turun lebih ke bawah menelusuri dadanya yang bidang, sasaranku adalah putting-putting susunya, kuhisap, lidahku bermain-main di putingnya. Apa yang di permainan lalu dilakukan Pak Joko kepadaku, kini kukembalikan kepadanya.

Kini aku berlutut di antara kedua kakinya. Kedua tanganku menggenggam, batang kemaluannya yang mulai mengeras dan menegang. Kukocok batang kemaluannya dengan lembut. Aku menengadah untuk melihat pengaruh perbuatanku. Pak Joko terlihat memejamkan mata. Jelas dia sedang meresapi kenikmatan yang kuberikan.

“Ssshhhhh... ahhh... enak Na,” erangnya membuatku semakin gairah. Memberikannya kenikmatan menimbulkan rasa nikmat tersendiri dalam diriku. Sex memang proses yang aneh.

“Bapak suka gak, Erna kocokin?” tanyaku memastikan.

“Suka banget... enak.. Terusshhh Na,” jawabnya

Kurasakan batang kemaluan itu berdenyut. Semakin besar dan semakin keras. Aku terus mengocoknya. Kedua tangan Pak Joko menggapai kedua bukit kenyal di dadaku. Memainkan putingku. Kami seperti berlomba memberikan kenikmatan satu sama lain. Saatnya bergerak ke bawah lagi. Kini aku bersimpuh. Wajahku sekarang sejajar dengan batang kontolnya.

Aku mulai menjilati kepala jamur kontolnya. Tangan kananku pindah ke kantung zakarnya. Memijat lembut buah zakarnya, sementara tangan kiriku tetap mengocok batangnya, berkolaborasi dengan bibir dan lidahku.

“Gila enaknya, Na...Bapak belum pernah ketemu cewek binal kayak kamu,” puji Pak Joko lagi. Tangannya meremasi rambutku, sambil menekan ke arah selangkangannya. Penciumanku menangkap aroma khas kontol yang habis memasuki lobang memekku dan memuncratkan pejuh disana. Bau khas selangkangan lelaki bercampur dengan bau sperma dan cairan pelicinku sendiri. Aku menyukai bau itu.

Sekali lagi aku menengadah untuk memeriksa hasil kerjaku melalui ekspresi wajahnya. Terlihat jelas bahwa hasil kerjaku sangat memuaskan. Aku kembali fokus pada batang kontolnya. Kucium kepala jamurnya sebelum ku mulai memasukkan ke dalam mulut. Kuhisap kuat batang kenikmatannya, sambil kuturunkan kepalaku membuat batang besar itu masuk lebih dalam. Tentu saja tidak bisa muat semuanya.

Aku mulai menaik turunkan kepalaku, menggerakkan bibirku sepanjang kemaluannya. Memutar tanganku di batangnya saat aku mengeluarkan batang kontolnya dari mulut sambil menghisap kuat-kuat. Dan aku memainkan lidahku saat aku memasukkan batang itu ke dalam mulut sambil tanganku mengurutnya ke pangkal. Aku melakukan ini beberapa kali, menikmati perasaan itu di mulutku, mengetahui kesenangan yang aku berikan padanya.

Ketika aku menyetubuhi batang kejantanannya dengan mulutku, Pak joko terus mendesah dan mengerang. Sekarang, tangan kananku meninggalkan kantung zakarnya dan bermain di memekku sendiri, mulai menggosok klitorisku sendiri, bergairah dengan apa yang aku lakukan padanya. Aku juga memasukkan jari tengahku kedalam lubangnya. Jari telunjukku segera menyusul. Aku memberikan kenikmatan pada dirinya dan diriku sekaligus.

Suara becek di memekku berorkestra dengan suara seruput mulutku di batang kontolnya. Pak Joko hanya bisa meremas rambutku. Akulah sekarang yang mengendalikan permainan. Kemahiranku bermain yang menentukan kualitas kenikmatan yang kami berdua rasakan. Gairah birahiku kembali memuncak, sehingga aku merasa bisa mencapai orgasme dengan kocokan jariku sendiri. Hal yang sama kuyakin sedang dirasakan olehnya.

Shit. Aku belum kepengen orgasme. Masih belum waktunya. Aku masih ingin pegang kendali dan mendemonstrasikan kemahiranku bercumbu. Aku ingin bersetubuh seliar-liarnya. Kali ini, aku ingin all out. Bahkan aku ingin melakukannya secara sadar sebagai seorang yang bersuami. Persetan untuk kali ini.

Aku segera bangkit berdiri, merenggangkan kakiku, menyebrangkan kedua kakiku mengangkangi pahanya. Aku membiarkannya mencumbu perutku sebentar. Kedua tangannya meremasi setiap bongkahan pantatku. Lalu aku merendahkan tubuhku. Kupegang batang kenikmatannya di mulut vaginaku untuk sesaat menggosoknya bolak-balik untuk menyebarkan cairan vaginaku ke batangnya sebelum mengambil napas dalam-dalam dan menurunkan diriku lebih lanjut, dan dia tenggelam jauh di dalam diriku dalam satu gerakan perlahan. Aku melingkarkan tanganku di lehernya dan membenamkan wajahnya di dadaku, aku menghentikan gerakan pantatku lebih dari separuh jalan dan menahan usahanya untuk mendorong ke dalam diriku.

"Sabar ...Pak," aku terengah-engah. "Sebentar." Aku diam tak bergerak, mata kami saling menatap. Aku tersenyum nakal. Aku ingin dia berharap aku melanjutkan gerakanku membenamkan seluruh batang kejantanannya. Kurasakan tangannya menarik pinggangku ke bawah. Aku bertahan. Sedikit kuputar pinggulku. Aku ingin dia tahu bahwa akulah sekarang yang pegang kendali.

Akhirnya dia tidak lagi menarik pinggangku ke bawah. Sekarang kedua tangannya meremas-remas dadaku. Mengarahkan ke dua putingku ke dalam mulutnya. Keliatannya dia paham bahwa akulah yang memimpin babak ini. Lalu aku turunkan lagi tubuhku sampai duduk dipangkuannya. Sekarang dia sepenuhnya di dalam tubuhku.

Berat badan kuseimbangkan di antara selangkangan kami. Aku tidak ingin kantung zakarnya tergencet. Aku membiarkan posisi tersebut beberapa saat. Semenit, dua menit mungkin, tapi seakan berjam-jam. Dan kemudian perlahan, hampir tanpa terasa, aku mulai menggerakkan pinggulku berputar. Kontolnya tetap terkunci di dalam diriku, tulang kemaluan kami menggiling satu sama lain. Aku bergoyang-goyang, kecepatannya secara bertahap meningkat sampai aku sendiri hampir tidak tahan lagi. Kadang kuselingi gerakan maju mundur, bukan naik turun. Punggungku melengkung, menahan beban gairah.

Lalu aku mencondongkan tubuh ke depan dan mengayunkan pinggulku ke depan dan ke belakang sambil menciumnya. Tentu saja gerakan itu sedikit menguntungkan karena klitoris bergesekan bagian bawah perutnya. Menimbulkan kenikmatan yang melemparku mendekati orgasmeku sendiri. Akhirnya Pak Joko tidak sanggup bertahan lagi dan meraih bongkahan pantatku . Diangkatnya pantatku secukupnya sehingga dia bisa mendorong masuk dan keluar dari vaginaku yang sudah licin. Aku menghela nafas dalam-dalam, suaraku parau dan tegang.

"Ah, ah, terus Pak," aku mengerang dan tidak lagi mencoba untuk mengendalikan tempo. Aku juga mulai menggerakkan tubuhku naik dan turun menyesuaikan setiap dorongannya. Dia menarikku lebih dekat dan mengisap putingku sementara aku menungganginya. Kami mulai bersetubuh dengan liar, tidak lagi bercinta.

Kami bersetubuh seperti binatang, napas kami terengah-engah sesak. Keringat kami beterbangan ke segala arah dan suara mengerang keras yang tidak dapat dikenali hampir menenggelamkan suara tamparan ketika tubuh kami yang saling berbenturan. Kami berebut meraih orgasme kami sendiri-sendiri. Tidak ada lagi kepura-puraan basa-basi, hanya nafsu birahi liar, egois menuntut untuk dipenuhi, dan tidak terkendali.

Ah, ah, arrghh.. Argh, plak-plak, plok-plok. Desah nafas, Erangan, suara tamparan, dan suara kecipak cairanku yang makin membanjir.

Akhirnya, kucengkeram kedua pundaknya, dan....

“Paakkk... aaahhh... nikmaaat..” aku mengerang seperti tangisan dan roboh ke arahnya. Aku benar-benar luluh lantak oleh ledakan orgasme. Dia memelukku erat-erat, aku hanya bersandar kehabisan tenaga. Napasku begitu berat. Pak Joko memberiku kesempatan menikmati ekstasi orgasmeku. Nafas perlahan kembali agak normal. Aku langsung melumat bibirnya.

Tangannya tetap di kedua bongkahan pantatku. Sambil menahan berat badanku, dia berdiri menggendongku. Tanganku reflek merangkul lehernya. Kakiku merangkul pinggangnya. Aku bisa merasakan cairanku menetes keluar dan mengalir di atas biji-bijinya. Kontolnya masih tetap tegang terkubur di dalam diriku.

Aku sadar Pak Joko ingin segera meneruskan untuk meraih kepuasannya sendiri. Dia mengangkat dan menurunkan tubuhku, membuat kontolnya kembali bergerak keluar-masuk. Karena tidak punya tumpuan aku tidak bisa mengimbanginya, kecuali mengikuti saja gerakannya menggendongku naik-turun. Makin lama makin cepat. Gairahku yang belum sepenuhnya reda segera menyalah kembali. Aku melumat bibirnya.

Suara erangan, desahan, tamparan dan kecipakan kembali memenuhi kamar motel itu.

Aku kagum akan kekuatan Pak Joko menggendongku. Suamiku takkan kuat lama menggendongku. Apalagi sambil menggenjotku. Lima menit kemudian aku merasa Pak Joko sudah hampir meraih orgasmenya. Aku pun mau meraih yang kedua di babak ini. Tiba-tiba dia menjatuhkan ku ke kasur, lalu menindihku.

Dia mendorong dirinya masuk ke dalam diriku sepenuhnya , memutar pinggulnya dengan setiap dorongan, kakinya mendorong kasur dengan ritme bergantian, mencapai setiap bagian dalam diriku. Tubuhku bahkan ikut terdorong, hingga kepalaku mencapai sisi seberang tempat tidur. Aku tenggelam dalam gelombang besar kenikmatan. Aku tidak bisa mengatur napas, hampir tidak bisa melihat, dan aku tidak tahu apakah aku bisa menahan sensasi lebih banyak lagi.

“Arrgggh Bapaaaaak enak banget... memek Erna sesak banget... entot Erna terus Paak,” erangku liar dan kotor.

“Aaaahhh.. Memek Erna enak sekali Na... Bapak pengen entotin Erna teruuusssh,” igaunya diujung desahannya.

Gelombang nikmat birahi yang telah naik di dalam diriku akhirnya menerobos ke permukaan, dan ketika aku hampir mencapai puncaknya, itu dengan suara erangan asli tanpa dibuat-buat. Kali ini, dia melepaskan dan ikut denganku, menambahkan suara kebinatangannya sendiri ke suaraku. Dia telah menghabiskan setiap tetes energiku, membakar tubuh kami berdua, terkuras, dan basah kuyup. Dan aku sangat menyukainya.

“Bapak gak kuat lagi... pengen keluar... pengen mejuhin Erna lagi.”

“Uuhhh...Keluarin Pak... Erna suka dipejuhin Bapak... Erna juga mau keluar lagi.”

“Aaarrgghh... Bapak.. Keluaaaaarrrrrr"

Croot... crooot...crooot... Kontolnya berdenyut di dalamku, walaupun terasa tidak banyak semprotan spermanya ke dalam rahimku. Namun bayangan kontol itu akhirnya memuncratkan pejuhnya, di pikiranku berhasil membawaku ke orgasme kedua. Tubuh kami sama-sama mengejang. Sebelum sama-sama ambruk.

Kali ini kontolnya cepat mengecil dan dengan sendirinya keluar dari tubuhku. Pak Joko meraih dan membelai rambutku, dengan lembut menarik wajah untuk memiringkan kepala ke arahnya. Aku bisa melihatnya. Matanya terpejam, ekspresi kepuasan total di wajahnya. Aku mencondongkan tubuh ke depan dan mencium kedua kelopak matanya, hidungnya, dan sudut mulutnya.

Dia tersenyum sambil tetap terpejam dan menciumku ringan di mulutku lembut. Dia meraih sekitar punggungku dan memelukku padanya, meratakan payudaraku ke dadanya. Putingku sekarang sudah tidak keras lagi, santai dan puas seperti juga bagian tubuhku lainnya.

"Kamu hebat, Na," bisiknya ke telingaku, "Kamu benar-benar luar biasa fantastis. Belum pernah Bapak ngentot seperti tadi. Dimana kamu belajar ngentot seperti itu?"

“Ada deh.. Mau tahu aja,” jawabku. Kegenitanku kembali setelah badai kenikmatannya mereda.

“Memek Erna masih sempit banget. Kalau Erna istri Bapak, pasti bakal Bapak entot tiap hari,” katanya. Aku tidak tahu apakah dia mengatakan ini hanya kepadaku atau kepada semua perempuan yang habis ditidurinya, tetapi pada saat itu, aku tidak pedulikan. Aku merasa cantik dan diinginkan dan seksi sekali. Perasaan itu mendorongku untuk semakin nakal.

“Iya memang Erna bukan istri Bapak. Tapi boleh kok Bapak entotin tiap hari,” kataku nakal sambil membelai kontolnya yang sudah menciut sepenuhnya. Biarlah hari ini aku jadi sebinal-binalnya perempuan.

Akhirnya aku pergi ke kamar mandi. Aku berfikir sebaiknya aku mandi dulu membersihkan diriku dari keringat dan air liurnya, sebelum pulang. Aku ke kamar mandi sendiri, tapi sengaja pintunya tidak kututup. Aku mengundangnya mandi bersama. Dan memang kemudian dia menyusul.

"Kamu menggoda banget. Bapak gak tahan," katanya malu-malu.

Kami berciuman perlahan sambil menggosokkan tangan kami yang bersabun ke atas dan ke bawah punggung satu sama lain. Aku merapatkan tubuhku kepadanya. Dia dengan penuh kasih menyabuni payudaraku dan kemudian pindah ke vagina dan membersihkannya dengan sangat teliti. Aku kemudian membalas menyabuni kantung zakarnya, kontolnya, bahkan anusnya. Aku hampir tidak bisa mempercayai ketika kurasakan kontolnya mulai keras lagi.

Aku tahu kami sama-sama bergairah lagi. Mungkin bisa satu ronde lagi. Sayang waktu tidak memungkinkan, aku harus menjemput Dian, putriku, di rumah Bu Tuti. Aku mengulum kontolnya beberapa saat, memberinya kenikmatan secukupnya, lalu kutinggalkan menggantung.

“Nanti kita lanjutin lagi. Erna harus jemput Dian di rumah Bu Tuti,” jelasku. Dia kecewa, namun mengerti.

Kemudian, setelah kami mandi dan berpakaian, kami meninggalkan kamar motel itu sambil berangkulan di pinggang. Penjaga motel yang tadi tersenyum penuh arti kepadaku. Aku tidak lagi canggung membalas tersenyum. Dia membuka rolling door. Motorpun bergerak meninggalkan motel dan masuk ke jalan raya.

Pak Joko memboncengiku sampai ke depan rumah Bu Tuti. Dia menciumku dengan lembut, selamat tinggal, dan saat itu tepat Bu Tuti keluar menyambutku. Bu Tuti menatapku sambil tersenyum misterius.

“Bagaimana curhatnya? Puas?” tanyanya. Aku hanya membalas dengan senyum.

Saat aku naik becak pulang ke rumah, aku mengingat kembali setiap menit dari perzinahan liar yang terlarang dan bertanya-tanya bagaimana aku bisa pulang dan bertindak seolah-olah hidupku tidak berubah tanpa dapat ditarik kembali. Itu cuma sekedar seks belaka. Seks yang sangat hebat. Aku sangat mencintai suamiku.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd