Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The GODFATHER - original by Mario Puzo

rockmantic

rewel = BANNED !!
Staff member
Moderator
Daftar
18 Nov 2013
Post
1/4 kilo
Like diterima
5.726
Lokasi
-HEROES-
Bimabet
Halo,sudah lama ga menuh2in forum karna banyak kegiatan dan juga selalu tergiur dan tergoda untuk ke forum gambar igo.huehehehe.
Oleh karena itu,saya coba menghadirkan (halahh,aslinya dapet copas) cerita tentang kerajaan mafia Don Vito Corleone.semoga disini ada yang suka dan berkenan.

Ok langsung saja saya tuliskan (baca : copy dan editkan) sebuah kisah dari salah satu tokoh yang saya gemari..Don Vito "Godfather" Corleone.

===========================================================================


Godfather adalah pemimpin Mafia bernama Don Vito Corleone, pria pemurah yang tak kenal ampun dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Godfather adalah pria yang "logis" dan adil, ia memimpin kerajaan bawah tanah raksasa yang menguasai berbagai kegiatan bisnis ilegal perjudian, taruhan pacuan kuda, dan serikat buruh.

Tiran, pemeras, pembunuh —ia memberikan persahabatannya tanpa ada yang berani menolak, serta menentukan mana yang benar dan salah. Menurutnya,
pembunuhan halal dilakukan demi keadilan...




Di balik setiap harta melimpah terdapat kejahatan. -BALZAC-







 
Terakhir diubah:
BAB 1a

Amerigo Bonasera duduk di Pengadilan Pidana Nomor 3 New York dan menunggu keadilan; pembalasan terhadap orang-orang yang dengan begitu kejam menyakiti putrinya, yang mencoba menodai kehormatan anaknya. Sang hakim, pria yang sangat gemuk, menggulung lengan jubah hitamnya seakan secara fisik menantang kedua pemuda yang berdiri di hadapan mejanya. Wajahnya dingin dengan sikap menghina yang angkuh. Tapi Amerigo Bonasera merasakan adanya kepalsuan dalam semua ini, kepalsuan yang belum dipahaminya.

"Kalian berbuat seperti berandal dari jenis yang paling buruk," kata Hakim keras. Ya, ya, pikir Amerigo Bonasera. Binatang. Binatang.

Kedua pemuda itu, dengan rambut mengilap yang dipotong pendek, wajah mereka yang bersih memancarkan penyesalan dan kepasrahan, menundukkan kepala dengan patuh.

Hakim meneruskan. "Kalian bertindak seperti binatang buas di hutan dan untung saja kalian tidak menganiaya secara seksual gadis yang malang itu, karena kalau ya, akan kupenjarakan kalian selama dua puluh tahun."

Hakim terdiam sejenak, di bawah alis tebal yang mengesankan, matanya melirik licik Amerigo Bonasera yang berwajah tirus, kemudian menunduk untuk melihat setumpuk laporan hukuman percobaan di hadapannya. Ia mengerutkan kening dan mengangkat bahu, seolah akhirnya merasa yakin meskipun bertentangan dengan keinginan hatinya. Ia kembali bicara. "Tapi karena kalian masih muda, catatan kalian bersih, karena kalian dari keluarga baik-baik, dan karena hukum dalam kebesarannya tidak menginginkan pembalasan dendam, dengan ini aku memvonis kalian hukuman penjara tiga tahun. Pelaksanaan hukuman ditunda."

Karena terbiasa bersedih secara profesional selama empat puluh tahun sajalah maka frustrasi dan kebencian yang luar biasa tidak tampak di wajah Amerigo Bonasera. Putrinya yang muda dan cantik masih dirawat di rumah sakit karena tulang rahangnya yang patah diikat dengan kawat; dan sekarang kedua binatang ini bebas? Semua ini lelucon.

Ia memandangi para orangtua yang berbahagia mengerumuni anak-anak mereka yang tercinta. Oh, mereka semua berbahagia sekarang, mereka tersenyum sekarang. Perasaan yang sangat pahit naik ke kerongkongan Bonasera, bagai mengalir melalui giginya yang dikertakkannya kuat-kuat. Ia mengambil saputangan linen putih dan menekankannya ke bibir. Kemudian ia berdiri ketika kedua pemuda itu berjalan leluasa menyusuri lorong, penuh keyakinan dan dengan tatapan tenang, tersenyum, melirik padanya pun tidak. Ia membiarkan mereka lewat tanpa mengucapkan sepatah kata, menekankan saputangan linen ke mulut.

Orangtua kedua binatang itu sekarang mendekat, dua pria dan dua wanita yang sebaya dengan dirinya tapi lebih Amerika dalam penampilan. Mereka melirik padanya, wajah mereka menunjukkan ekspresi malu, tapi mata mereka memancarkan tantangan yang aneh, penuh kemenangan.

Lepas kendali, Bonasera mencondongkan tubuh ke arah lorong dan berseru dengan suara parau, "Kalian akan menangis seperti aku menangis, akan kubuat kalian menangis sebagaimana anak-anak kalian membuatku menangis."

Sekarang saputangan linen itu ditekankannya ke mata. Para pembela yang berjalan di belakang mendorong para klien maju dalam kelompok kecil yang rapat, melindungi kedua pemuda itu, yang berjalan kembali di lorong seakan untuk melindungi orangtua mereka. Bailliff bertubuh besar bergerak cepat untuk membatasi deretan tempat Bonasera berdiri.

Tapi tindakan itu tidak diperlukan. Selama bertahun-tahun di Amerika, Amerigo Bonasera mempercayai hukum dan pelaksanaannya. Dan dengan kepercayaannya itu ia mencapai kemakmuran. Sekarang, walaupun otaknya dipenuhi kebencian, walaupun bayangan-bayangan gila untuk membeli pistol dan membunuh kedua pemuda itu mengusik benaknya, Bonasera berpaling pada istrinya yang masih belum mengerti dan menjelaskan padanya, "Mereka membodohi kita." Ia berhenti sebentar dan mengambil keputusan, tidak lagi khawatir akan akibatnya. "Untuk mendapatkan keadilan kita harus menghadap Don Corleone."

***
 
Dalam suite hotel di Los Angeles yang berdekorasi meriah, Johnny Fontane mabuk karena cemburu seperti suami biasa lain. Terkapar di sofa merah, ia menenggak scotch langsung dari botol yang dipegangnya, kemudian menghilangkan rasanya dengan memasukkan mulut ke mangkok kristal berisi es batu dan air. Saat itu pukul empat pagi dan ia mengembangkan khayalan mabuk di mana ia membunuh istrinya yang jalang waktu wanita itu pulang. Kalau istrinya pulang.

Sudah terlambat untuk menelepon istri pertamanya dan menanyakan kabar anak-anak, dan ia merasa aneh kalau menelepon teman-temannya sekarang setelah kariernya merosot. Ada saat ketika mereka merasa senang, tersanjung, kalau ia menelepon mereka pada pukul empat pagi, tapi sekarang ia akan membuat mereka bosan. Ia bahkan bisa tersenyum sedikit sewaktu berpikir bahwa saat kariernya menanjak, kesulitan yang dihadapi Johnny Fontane malah mempesona beberapa aktris terbesar di Amerika.

Sewaktu meneguk minuman dari botol, ia akhirnya mendengar suara istrinya memutar kunci pintu, tetapi ia terus minum hingga istrinya berjalan masuk ke kamar dan berdiri di hadapannya. Bagi Johnny, istrinya sangat cantik, dengan wajah bidadari, mata ungu yang sendu, tubuh mungil tapi dengan bentuk yang sempurna. Di layar putih kecantikannya makin jadi, bagai diberi sentuhan spiritual. Ratusan juta pria di seluruh dunia jatuh cinta pada wajah Margot Ashton. Dan mereka bersedia membayar untuk melihatnya di layar putih.

"Sialan, dari mana saja kau?" tanya Johnny Fontane.

"Main seks," jawabnya. Ia keliru menilai kemabukan suaminya.

Johnny melompati meja minuman dan mencengkeram leher istrinya. Tetapi sangat dekat dengan wajah yang begitu magis, mata ungu yang indah, Johnny kehilangan amarah dan menjadi tidak berdaya lagi. Margot melakukan kesalahan dengan tersenyum mengejek, melihat suaminya mengayunkan tinju. Ia menjerit, "Johnny, jangan di wajah, aku sedang membuat film!"

Margot tertawa. Johnny memukul perutnya dan Margot roboh ke lantai. Johnny menindihnya. Ia bisa mencium napas yang harum saat istrinya tersengal-sengal kehabisan napas. Johnny memukuli lengan dan otot paha di kaki yang mulus kecokelatan itu. Johnny memukulinya seperti ia dahulu memukuli anak-anak lebih kecil waktu ia remaja jagoan di Hell's Kitchen New York. Hukuman menyakitkan tanpa meninggalkan bekas yang lama seperti gigi copot atau hidung patah.

Tapi ia tidak cukup keras memukuli istrinya. Ia tidak mampu. Dan istrinya menertawakan dirinya. Telentang di lantai, gaun brokatnya tersingkap hingga keatas paha, Margot menggoda sambil tertawa-tawa. "Ayo, masukkan. Masukkanlah, Johnny. Itu yang sebenarnya kauinginkan."

Johnny Fontane berdiri. Ia membenci wanita di lantai itu, tapi kecantikan wanita tersebut merupakan perisai ajaib. Margot berguling menyingkir, dan dengan loncatan selincah penari, ia berdiri menghadapinya. Seperti anak kecil, Margot menari-nari mengejek dan bernyanyi, "Johnny tidak bisa menyakitiku, Johnny tidak bisa menyakitiku." Kemudian, dengan ekspresi hampir sedih dan kecantikan yang sendu ia berkata, "Kau bangsat tolol sialan, membuatku pegal-pegal seperti anak kecil. Ah, Johnny, kau akan selalu menjadi kelinci tolol yang romantis, kau bahkan bercinta seperti anak-anak. Kau masih beranggapan seks sama seperti lagu-lagu cengeng yang kaunyanyikan." Margot menggeleng-geleng dan berkata, "Johnny yang malang. Selamat tinggal, Johnny."

Ia berjalan masuk ke kamar tidur dan mengunci pintu. Johnny duduk di lantai, menutupi wajah dengan kedua tangannya. Keputusasaan yang menyakitkan dan penuh penghinaan menguasai dirinya. Kemudian, ketangguhan sebagai anak jalanan yang membantunya bertahan hidup di rimba Hollywood mendorongnya mengangkat telepon dan memanggil mobil untuk mengantarkan dirinya ke bandara. Ada satu orang yang bisa menyelamatkan dirinya. Ia akan kembali ke New York. Ia harus kembali menemui satu-satunya orang yang memiliki kekuasaan dan kebijaksanaan yang diperlukannya, dan cinta kasih yang masih dipercayainya. Godfather Corleone,ayah baptisnya.

***
Si tukang roti, Nazorine, gemuk dan berlemak seperti roti Italia lezat buatannya, dengan tubuh masih berlumuran tepung, mengerutkan wajah ke arah istrinya, ke arah putrinya yang telah pantas dinikahkan, Katherine, dan pembantunya sebagai tukang roti, Enzo. Enzo sudah berganti pakaian dengan seragam tawanan perang dengan pita lengan bertulisan hijau, dan ngeri keributan ini akan menyebabkan ia terlambat melapor ke Governors Island. Sebagai salah satu dari beribu-ribu tentara Angkatan Bersenjata Italia yang ditawan, yang mendapat pembebasan bersyarat setiap hari untuk bekerja dalam perekonomian Amerika, ia terus dicekam ketakutan pembebasan bersyaratnya dicabut. Jadi komedi kecil yang tengah berlangsung ini baginya merupakan urusan yang serius.

Nazorine bertanya bengis, "Apakah kau sudah menodai kehormatan keluargaku? Apakah kau memberi putriku paket kecil untuk mengingatkannya pada dirimu sesudah perang berakhir sekarang dan kau tahu Amerika akan mendepakmu kembali ke desamu yang kotor di Sisilia?"

Enzo, pemuda yang bertubuh sangat pendek dan tegap, meletakkan tangan di atas jantungnya dan menjawab sambil nyaris menangis, namun dengan cerdik, "Padrone, aku bersumpah demi Perawan Kudus bahwa aku tidak pernah menyalahgunakan kebaikan hatimu. Aku mencintai putrimu dengan segenap rasa hormat. Aku meminangnya dengan penuh hormat. Aku tahu aku tidak berhak, tapi kalau mereka mengirimku kembali ke Italia, aku tidak akan bisa kembali ke Amerika lagi. Aku tidak akan bisa menikah dengan Katherine."

Istri Nazorine, Filomena, berbicara tanpa tedeng aling-aling. "Hentikan semua ketololan ini," katanya pada suaminya yang gemuk. "Kau tahu apa yang harus kaulakukan. Pertahankan Enzo di sini, sembunyikan ia di rumah sepupu kita di Long Island."

Katherine menangis. Tubuhnya mulai gemuk, tampangnya seperti ibu-ibu, dan kumis tipisnya mulai tumbuh. Ia tidak akan pernah mendapatkan suami setampan Enzo, tidak akan pernah menemukan pria lain yang mau menyentuh tubuhnya di tempat-tempat rahasia dengan rasa cinta yang begitu penuh penghormatan. "Aku akan pergi dan tinggal di Italia," teriaknya kepada ayahnya. "Aku akan lari kalau kau tidak mau menahan Enzo di sini."

Nazorine melirik putrinya dengan ekspresi paham. Putrinya ini sedang "panas-panasnya". Ia pernah melihat Katherine menggeserkan bokongnya yang montok ke bagian depan Enzo ketika pembantunya itu melewati tempat sempit di belakang Katherine untuk mengisi keranjang-keranjang di konter dengan roti panas dari oven. 'Roti panas bajingan muda itu akan dimasukkannya ke oven anakku, pikir Nazorine kesal, kalau tidak diambil tindakan yang semestinya.

Enzo harus dipertahankan di Amerika dan dijadikan warga negara Amerika. Dan hanya satu orang yang bisa membereskan urusan seperti itu. Godfather. Don Corleone.

***

Semua orang ini dan banyak yang lainnya menerima undangan berhuruf ukir untuk menghadiri pernikahan Miss Constanzia Corleone, yang akan diselenggarakan pada hari Sabtu terakhir bulan Agustus 1945. Ayah pengantin wanita, Don Vito Corleone, tidak pernah melupakan para teman dan tetangga lama sekalipun ia sekarang tinggal di rumah yang megah di Long Island. Resepsi akan diselenggarakan di rumah itu dan pestanya berlangsung sepanjang hari. Tidak diragukan lagi pernikahan tersebut akan menjadi peristiwa yang penuh kenangan. Perang dengan Jepang baru saja berakhir sehingga tidak akan ada ketakutan yang mengganggu karena putra mereka tengah bertempur di Angkatan Bersenjata. Pesta pernikahan merupakan acara yang tepat untuk memperlihatkan kegembiraan mereka.

Dan begitulah, pada pagi hari Sabtu itu teman-teman Don Corleone berduyun-duyun keluar dari New York City untuk menyampaikan penghormatan padanya. Mereka masing-masing membawa amplop krem penuh uang tunai sebagai hadiah bagi pengantin, tidak ada yang memberi cek. Di dalam setiap amplop ada kartu nama untuk menunjukkan identitas pemberi hadiah dan tanda rasa hormat pada Godfather. Rasa hormat yang sudah selayaknya.

Don Vito Corleone adalah orang yang didatangi siapa saja untuk dimintai bantuan, dan mereka tidak pernah kecewa. Ia tidak pernah memberikan janji kosong, atau berdalih tangannya terikat kekuatan yang lebih besar daripada kekuatannya sendiri di dunia. Orang tidak perlu menjadi temannya, bahkan tidak penting apakah orang itu memiliki cara untuk membalas budinya atau tidak. Hanya satu hal yang diperlukan. Yaitu orang itu, orang itu sendiri, menyatakan persahabatannya. Kemudian, tidak peduli semiskin atau selemah apa pun orang yang meminta bantuan, Don Corleone akan memasukkan kesulitan orang itu ke hatinya. Dan ia akan menerjang apa saja yang menghalanginya mengatasi kesulitan tersebut. Imbalannya? Persahabatan, gelar "Don" yang terhormat, dan terkadang panggilan yang lebih penuh kasih, "Godfather".

Dan mungkin, hanya untuk menunjukkan rasa hormat, tidak pernah demi keuntungan, ada hadiah sederhana -segalon anggur buatan sendiri atau sekeranjang taralle berlada yang dipanggang khusus untuk menyemarakkan hidangan Natal. Maka orang pun memahami, hanya untuk menunjukkan ia tahu etiket, bahwa ia sebaiknya menyatakan berutang budi pada Don dan bahwa Don Corleone berhak memanggilnya kapan saja untuk membayar utangnya dengan suatu jasa kecil.

Kini pada hari besar itu, hari pernikahan putrinya, Don Vito Corleone berdiri di ambang pintu rumahnya di Long Beach untuk menyambut para tamu, yang seluruhnya dikenalnya, seluruhnya dipercayanya. Banyak di antara mereka yang mendapat harta kekayaan dalam hidupnya berkat jasa Don, dan pada kesempatan yang akrab ini merasa boleh memanggil "Godfather" langsung di depannya. Bahkan orang-orang yang melayani dalam pesta itu juga para sahabatnya. Bartender-nya, teman lama yang memberi hadiah berupa semua anggur yang disajikan dalam pesta pernikahan tersebut dan keahliannya sendiri. Para pelayan adalah teman-teman ketiga putra Don Corleone. Hidangan di meja piknik di taman dimasak istri Don dan teman-temannya, dan hiasan di taman yang seluas satu ekar itu ditangani gadis-gadis teman pengantin wanita.

Don Corleone menerima setiap orang-kaya dan miskin, berkuasa dan sederhana dengan menunjukkan kasih sayang yang setara. Ia tidak meremehkan siapa pun. Itulah siratnya. Dan tamu-tamu menyatakan betapa bagus penampilannya dengan setelan jas, sehingga para kenalan baru mungkin saja akan keliru menduga Don Corleone-lah si pengantin pria yang beruntung. Ia berdiri di pintu bersama dua dari tiga putranya. Yang tertua, dengan nama baptis Santino tapi dipanggil Sonny oleh setiap orang kecuali ayahnya, dipandang agak aneh oleh orang-orang Italia yang lebih tua, tapi dikagumi yang lebih muda. Sonny Corleone jangkung untuk ukuran generasi pertama orang Amerika keturunan Italia, hampir enam kaki tingginya, dan rambutnya yang ikal lebat menyebabkan ia tampak lebih jangkung lagi. Wajahnya mirip wajah Cupido yang gemuk, rautnya biasa saja tapi bibirnya berbentuk busur tebal dan sensual, dengan dagu belah. Perawakannya kekar seperti banteng, dan merupakan rahasia umum bahwa alam menganugerahinya kekuatan berlimpah hingga istrinya yang malang takut menghadapi malam pengantinnya, seperti orang kafir dulu takut terhadap cambuk. Banyak orang berbisik-bisik bahwa ketika ia mengunjungi rumah bordil waktu masih muda, putain yang paling berpengalaman dan tidak kenal takut sekalipun meminta bayaran dua kali lipat setelah melihat "alat"-nya.

Di pesta pernikahan ini, beberapa ibu muda, dengan pinggul besar, bibir lebar, memandang Sonny Corleone dengan tatapan penuh keyakinan diri. Tapi khusus hari ini mereka hanya membuang waktu.

Sonny Corleone, walaupun telah memiliki istri dan tiga anak yang masih kecil, memiliki rencana terhadap gadis pengiring adiknya, Lucy Mancini. Gadis muda ini, yang sepenuhnya menyadari minat Sonny, duduk menghadapi meja taman dengan mengenakan gaun resmi berwarna merah jambu, karangan bunga memahkotai rambutnya yang hitam mengilap. Ia main mata dengan Sonny minggu lalu sewaktu gladi resik dan meremas tangannya tadi pagi di altar. Gadis yang masih perawan tidak bisa berbuat lebih daripada itu.

Lucy tak peduli Sonny tidak akan menjadi orang besar sebagaimana ayahnya. Sonny Corleone memiliki kekuatan, juga keberanian. Ia dermawan dan hatinya diakui sebesar "alat"-nya. Tapi ia tidak memiliki kerendahan hati sang ayah, temperamennya panas dan pemarah, yang menyebabkan ia sering salah menilai. Walaupun ia sangat membantu bisnis ayahnya, banyak orang meragukan ia akan mewarisi usaha sang ayah.

Putra kedua, Frederico, dipanggil Fred atau Fredo, adalah anak yang diminta setiap orangtua dalam doanya kepada orang kudus. Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, setia, selalu siap melayani ayahnya, masih tinggal bersama orangtuanya di usia tiga puluh tahun. Tubuhnya gemuk pendek, tidak tampan tapi memiliki kepala Cupido yang menjadi ciri khas keluarga, dengan rambut ikal di kepala yang bulat dan bibir berbentuk busur yang sensual. Hanya saja, pada Fred, bibirnya tidak tampak sensual, tapi keras seperti batu granit. Anak yang cenderung berwajah muram ini masih menjadi sandaran ayahnya, tidak pernah menentang, tidak pernah mempermalukan sang ayah dengan skandal wanita. Meski memiliki semua sifat itu, ia tidak memiliki magnet pribadi, kekuatan hewani, yang sangat diperlukan untuk menjadi pemimpin, dan ia juga tidak diharapkan mewarisi bisnis keluarga.

Putra ketiga, Michael Corleone, tidak berdiri bersama ayah dan kedua kakaknya, melainkan duduk di meja sudut taman yang paling terpencil. Tapi bahkan di sana pun ia tidak luput dari perhatian sahabat-sahabat keluarga. Michael Corleone putra bungsu Don dan satu-satunya anak yang menolak arahan ayahnya. Wajahnya tidak gemuk seperti Cupido, sebagaimana kakak-kakaknya, dan rambutnya yang hitam legam lurus, bukan keriting. Kulitnya yang cokelat muda zaitun akan disebut rupawan kalau dimiliki anak perempuan. Ia tampan dengan gaya yang halus. Don memang pernah mengkhawatirkan maskulinitas putra bungsunya ini. Tetapi kekhawatiran itu lenyap setelah Michael Corleone berusia tujuh belas tahun.

Sekarang putra bungsunya tersebut duduk di meja sudut taman yang paling jauh untuk menyatakan keterasingan yang memang diinginkannya dari ayah dan keluarganya. Di sisinya duduk gadis Amerika yang keberadaannya telah didengar setiap orang tapi baru hari ini mereka lihat. Tentu saja Michael memperlihatkan rasa hormat yang semestinya dan memperkenalkan gadis itu kepada setiap tamu pesta pernikahan, termasuk keluarganya. Mereka tak terkesan dengan gadis tersebut. Ia terlalu kurus, rambutnya terlalu pirang, wajahnya terlalu tajam dan cerdik untuk ukuran wanita, kelakuannya terlalu bebas untuk ukuran anak gadis. Namanya juga asing di telinga mereka; ia menyebut dirinya Kay Adams. Seandainya ia mengatakan kepada mereka bahwa keluarganya sudah menetap di Amerika sejak dua ratus tahun yang lalu dan namanya adalah nama yang umum, mereka pasti cuma akan mengangkat bahu.

Setiap tamu menyadari Don tidak memberikan perhatian khusus pada putra ketiganya. Michael merupakan putra kesayangan sebelum perang dan jelas sekali merupakan ahli waris terpilih untuk mengelola bisnis keluarga bila saat yang tepat tiba. Ia memiliki kekuatan dan kecerdasan ayahnya yang hebat, naluri alamiah untuk bertindak sedemikian rupa sehingga mau tidak mau orang menghormati dirinya. Tapi sewaktu Perang Dunia II pecah, Michael Corleone secara sukarela mendaftarkan diri ke Korps Marinir.

Ia menentang ayahnya dengan berbuat begitu. Don Corleone tidak ingin, tidak berniat, membiarkan putranya tewas membela kekuatan yang asing baginya. Dokter-dokter disuap, tindakan rahasia diatur. Banyak sekali uang yang dikeluarkan untuk melakukan pencegahan yang diperlukan. Tapi Michael berusia dua puluh satu tahun dan tidak ada yang bisa dilakukan untuk menentang keinginannya sendiri. Ia mendaftar dan bertempur di Samudra Pasifik. Ia menjadi kapten dan dianugerahi beberapa medali. Pada tahun 1944, fotonya dimuat di majalah Life dengan berbagai gambar mengenai tindakannya dalam pertempuran. Seorang teman memperlihatkan majalah itu pada Don Corleone (karena keluarganya sendiri tidak berani), dan Don menggerutu kesal serta berkata, "Ia melakukan semua keajaiban itu untuk orang asing."

Ketika Michael Corleone dibebastugaskan pada awal tahun 1945 untuk memulihkan kesehatan akibat luka yang cukup parah, ia sama sekali tidak mengetahui bahwa ayahnyalah yang mengatur pembebastugasannya. Ia tinggal di rumah beberapa minggu, kemudian, tanpa berunding dengan siapa pun, mendaftar di Darthmouth College di Hanover, New Hampshire, dan dengan begitu meninggalkan rumah sang ayah. Dan ia baru pulang pada hari pernikahan adik perempuannya untuk memperkenalkan sang calon istri pada mereka, gadis Amerika yang tak menarik.

Michael Corleone menghibur Kay Adams dengan cerita-cerita singkat mengenai beberapa tamu yang lebih seru di pesta pernikahan ini. Michael geli karena Kay menganggap orang-orang itu eksotis, dan seperti biasa terpesona karena perhatian Kay yang besar terhadap apa saja yang baru dan asing menurut pengalamannya. Akhirnya perhatian Kay tertarik pada sekelompok kecil pria yang mengerumuni tong kayu berisi anggur buatan sendiri. Mereka adalah Amerigo Bonasera, Nazorine si Tukang Roti, Anthony Coppola, dan Luca Brasi. Dengan kecerdasannya yang tajam seperti biasa, Kay mengomentari kenyataan bahwa keempat pria tersebut tidak tampak gembira. Michael tersenyum. "Ya, memang tidak," katanya. "Mereka menunggu kesempatan bertemu dengan ayahku secara pribadi. Mereka mau meminta bantuan."

Dan memang mudah terlihat bahwa keempat orang itu terus mengikuti Don dengan pandangan mereka.

Sementara Don Corleone berdiri menyambut para tamu, mobil sedan Chevrolet hitam berhenti di seberang lapangan berlapis beton. Dua pria di kursi depan mencabut buku catatan dari saku jas, dan tanpa berusaha bersikap sembunyi-sembunyi, mencatat nomor pelat mobil-mobil di lapangan parkir.

Sonny berpaling pada ayahnya dan berkata, "Orang-orang itu pasti polisi."

Don Corleone mengangkat bahu. "Aku bukan pemilik jalan. Mereka boleh bertindak sesuka hati."

Wajah Cupido Sonny yang gemuk memerah marah. "Keparat-keparat busuk itu tidak menghormati apa pun."

Ia meninggalkan tangga rumah dan menyeberangi lapangan ke tempat sedan hitam itu diparkir. Ia mendekatkan wajahnya yang marah ke wajah pengemudi, yang tidak takut dan membuka dompet untuk memperlihatkan kartu identitas berwarna hijau. Sonny mundur tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia meludah hingga air liurnya mengenai pintu belakang mobil dan berlalu. Ia berharap pengemudi itu turun dari mobil dan mengejarnya, di lapangan, tapi tidak ada kejadian apa pun.

Setelah tiba di tangga kembali, ia berkata pada ayahnya, "Mereka dari FBI. Mereka mencatat semua nomor pelat mobil. Keparat sialan."
 
Don Corleone mengetahui siapa mereka. Semua sahabatnya yang paling dekat dan akrab telah disarankan menghadiri pernikahan dengan mobil yang bukan milik sendiri. Dan, sekalipun tidak menyetujui pameran kemarahan putranya yang dianggapnya sebagai ketololan, tindakan itu ada gunanya. Tindakan tersebut meyakinkan para pelanggar batas itu bahwa kedatangan mereka tidak terduga dan tak ada persiapan untuk menghadapinya. Jadi Don Corleone sendiri tidak marah. Sejak lama ia mengetahui masyarakat melontarkan penghinaan-penghinaan yang harus diterimanya saja, dan terhibur karena mengetahui bahwa di dunia ini akan ada saat ketika orang yang paling rendah, kalau mau membuka mata terus, bisa membalas dendam pada orang yang paling berkuasa. Pengetahuan inilah yang mencegah Don kehilangan sikap rendah hati yang dikagumi semua temannya.

Tapi kini di taman di belakang rumah, band yang terdiri atas empat alat musik mulai melantunkan lagu. Semua tamu sudah datang. Don Corleone menyingkirkan para pelanggar batas itu dari pikiran dan mengajak kedua putranya bergabung dalam keramaian pesta pernikahan.

Sekarang sudah ratusan tamu yang memenuhi taman luas itu. Beberapa orang berdansa di panggung kayu yang dihiasi bunga; yang lain duduk menghadapi meja panjang yang penuh hidangan hingga menumpuk tinggi dan guci-guci berisi anggur hitam buatan sendiri. Pengantin wanita, Connie Corleone, duduk anggun di pelaminan bersama pengantin pria, pendamping pengantin, para pengiring pengantin, dan penerima tamu. Pengaturannya menurut gaya Italia kuno. Ini tidak sesuai dengan selera si pengantin, tapi Connie menyetujui pernikahan adat untuk menghibur ayahnya karena suami pilihannya tidak menyenangkan Don.

Pengantin pria, Carlo Rizzi, orang peranakan, lahir dari ayah Sisilia dan ibu Italia Utara yang mewariskan rambut pirang dan mata biru padanya. Orangtuanya tinggal di Nevada dan Carlo meninggalkan negara bagian itu karena punya sedikit masalah dengan hukum. Di New York, ia bertemu Sonny Corleone dan dengan begitu mengenal juga adik perempuannya. Don Corleone, tentu saja, mengirim teman-teman kepercayaannya ke Nevada dan mereka melaporkan bahwa masalah yang dihadapi Carlo dengan polisi adalah kecerobohan khas anak muda berupa kepemilikan senjata, tidak serius, yang dengan mudah bisa dihapus dari buku sehingga catatan anak itu tetap bersih. Mereka juga kembali dengan informasi terinci mengenai judi ilegal di Nevada yang sangat menarik perhatian Don dan sejak itu menjadi bahan pikirannya. Salah satu yang menyebabkan Don jadi besar adalah ia bisa menarik keuntungan dari segala hal.

Connie Corleone gadis yang tidak begitu cantik, kurus, dan resah, serta bisa dipastikan akan menjadi wanita yang cerewet setelah tua nanti. Tapi, hari ini, berubah karena gaun pengantin putih dan keperawanannya yang penuh gairah, ia tampak begitu berseri-seri hingga nyaris cantik. Di bawah meja kayu, tangannya ditumpangkan pada paha pengantin pria yang kekar berotot. Bibirnya yang berbentuk busur Cupido dikerutkan untuk memberi Carlo ciuman jauh.

Connie menganggap suaminya sangat tampan. Carlo Rizzi bekerja di udara gurun yang terbuka sewaktu masih sangat muda -pekerjaan sebagai buruh yang berat. Sekarang ia memiliki lengan yang sangat besar dan bahu yang menggembung di balik setelan jas pengantin. Ia sangat bangga karena pandangan istrinya yang sangat memujanya dan mengisi gelas Connie dengan anggur. Ia sangat sopan pada conie, seakan mereka berdua pemain sandiwara.

Tapi mata Carlo selalu melirik tas sutra besar yang disandang pengantin wanita di bahu kanan, yang sekarang penuh amplop uang. Berapa isinya? Sepuluh ribu? Dua puluh ribu? Carlo Rizzi tersenyum. Ini baru awal. Bagaimanapun, ia menikahi putri keluarga ningrat. Mereka harus menjaga kejahteraannya.

Di antara para tamu yang berjejalan terdapat pemuda pendek tegap, dengan rambut licin seperti musang, yang juga memperhatikan tas sutra itu. Hanya karena kebiasaan, Paulie Gatto bertanya-tanya dalam hati bagaimana ia bisa merampook tas berisi uang yang begitu menggembung tersebut. Tapi ia mengetahui itu hanyalah mimpi kosong, seperti anak kecil yang bermimpi bisa menghancurkan tank dengan senapan mainan. Ia mengawasi bosnya, Peter Clemenza, berusia paro baya dan gendut, yang memutar-mutar gadis muda berkeliling lantai dansa kayu dengan iringan Tarantella ala pedesaan yang mesum. Clemenza, yang tubuhnya sangat jangkung, sangat gendut, berdansa begitu ahli dan lincah, perutnya yang keras bersentuhan penuh nafsu dengan payudara wanita-wanita yang lebih muda dan mungil, sehingga semua tamu bertepuk tangan baginya. Para wanita yang lebih tua menangkap lengannya untuk menjadi pasangan dansa berikut. Pria-pria yang lebih muda dengan penuh hormat menyingkir dari lantai dansa dan bertepuk tangan mengikuti irama mandolin yang berkumandang liar.

Setelah akhirnya Clemenza terenyak di kursi, Paulie Gatto membawakan segelas anggur hitam dingin dan mengusap alisnya yang tebal dan berkeringat dengan sehelai saputangan sutra. Clemenza tersengal-sengal seperti ikan paus ketika menenggak anggur. Tapi bukannya berterima kasih pada Paulie, ia berkata ketus, "Jangan menjadi penilai dansa, lakukan tugasmu. Berpatrolilah mengelilingi lingkungan dan lihat apakah semuanya beres."

Paulie menyelinap di tengah orang banyak. Pemain musik beristirahat untuk minum. Pemuda bernama Nino Valenti mengambil mandolin yang ditinggalkan, meletakkan kaki kirinya di kursi, dan mulai melantunkan lagu cinta Sisilia dengan suara parau. Wajah Nino Valenti yang tampan membengkak karena terus-menerus minum, dan ia telah agak mabuk. Ia memutar-mutar mata sementara bibirnya melantunkan lirik lagu yang jorok. Para wanita memekik-mekik geli sementara kaum pria meneriakkan kata terakhir setiap bait bersama si penyanyi.

Don Corleone, yang terkenal kolot terhadap hal-hal seperti ini, walaupun istrinya yang gemuk ikut menjerit-jerit gembira bersama yang lain, dengan bijaksana menghilang ke dalam rumah. Begitu melihat hal ini, Sonny Corleone berjalan ke meja pengantin dan duduk di sisi Lucy Mancini muda, si pendamping pengantin. Mereka aman. Istri Sonny ada di dapur, memberikan sentuhan terakhir pada kue pengantin yang akan dihidangkan.

Sonny membisikkan beberapa kata ke telinga wanita muda itu dan Lucy bangkit. Sonny menunggu beberapa menit, kemudian mengikutinya dengan santai, berhenti untuk bercakap-cakap dengan tamu di sana-sini sambil menerobos orang banyak.

Semua mata mengikuti mereka. Si pendamping pengantin, yang telah menjadi "orang Amerika" sepenuhnya karena pendidikan tiga tahun di perguruan tinggi, kini menjadi gadis matang yang memiliki "reputasi". Selama gladi resik pernikahan ia main mata dengan Sonny Corleone, saling mengejek dan bergurau yang menurutnya diperbolehkan karena Sonny rekannya, sesama pendamping pengantin. Kini, sambil mengangkat gaun agar tidak mengenai tanah, Lucy Mancini masuk ke rumah, sambil melontarkan senyum polos yang palsu, lari dengan langkah-langkah ringan menaiki tangga ke kamar mandi. Ia tinggal di dalam sana beberapa saat. Sewaktu ia keluar, Sonny Corleone berada di puncak tangga, memberi isyarat padanya agar naik.

***

Dari balik jendela tertutup "kantor" Don Corleone, ruangan di sudut yang dibangun sedikit lebih tinggi, Thomas Hagen memandangi pesta pernikahan di taman yang berhias bunga itu. Dinding di belakangnya dipenuhi deretan buku hukum. Hagen pengacara Don dan merupakan consigliori, atau penasihat, dan dengan jabatan itu memegang kedudukan sebagai bawahan paling penting dalam bisnis keluarga. Ia dan Don memecahkan banyak masalah sulit di ruangan ini. Jadi sewaktu melihat Godfather meninggalkan keramaian pesta, ia mengetahui, ada pernikahan atau tidak, ada pekerjaan kecil hari ini. Don akan datang menemuinya. Kemudian Hagen melihat Sonny Corleone berbisik ke telinga Lucy Mancini dan komedi kecil mereka ketika Sonny mengikuti gadis itu ke dalam rumah. Hagen mengernyit, berdebat sendiri apakah akan memberitahu Don atau tidak, dan memutuskan tidak melakukannya.

Ia melangkah ke meja tulis dan mengambil daftar bertulisan tangan berisi nama orang-orang yang mendapat izin menemui Don Corleone secara pribadi. Sewaktu Don memasuki ruangan, Hagen menyerahkan daftar itu padanya. Don Corleone mengangguk dan berkata, "Geser Bonasera jadi yang terakhir."

Hagen menggunakan pintu ganda dan langsung ke taman tempat para pemohon berkumpul di sekitar tong anggur. Ia menunjuk si tukang roti, Nazorine yang gendut.

Don Corleone menyambut si tukang roti dengan pelukan. Mereka teman sepermainan sewaktu masih kanak-kanak di Italia dan persahabatan mereka tidak putus sampai mereka sama-sama tua. Setiap Paskah, pai gandum dan keju dengan kulit keemasan kuning telur, bundar dan sebesar roda truk, datang ke rumah Don Corleone. Pada hari Natal, ulang tahun anggota keluarga, roti yang empuk dan lezat menyatakan penghormatan Nazorine. Dan selama bertahun-tahun, makmur atau tidak, Nazorine dengan senang hati membayar iuran pada serikat buruh tukang roti yang diorganisir Don di masa muda. Ia tidak pernah meminta imbalan apa pun selain kesempatan bisa membeli kupon gula pemerintah di pasar gelap selama perang.

Sekarang tiba waktunya bagi si tukang roti untuk menuntut haknya sebagai sahabat yang setia, dan Don Corleone dengan gembira menunggu kesempatan mengabulkan permintaannya. Ia memberi si tukang roti sebatang cerutu Di Nobili dan segelas Strega kuning, lalu meletakkan tangan pada bahu orang itu untuk menyemangatinya. Itulah pertanda keramahan Don. Ia mengetahui dari pengalaman pahit sebesar apa keberanian yang diperlukan untuk meminta pertolongan teman.

Si tukang roti menceritakan kisah putrinya dan Enzo. Enzo pemuda Italia yang baik dari Sisilia; ditangkap tentara Amerika; dikirim ke Amerika Serikat sebagai tawanan perang; mendapat pembebasan bersyarat untuk membantu upaya perang kita!

Cinta yang murni dan terhormat bersemi di antara Enzo dan putrinya yang selalu dipingit, tapi kini setelah perang berakhir, pemuda yang malang itu akan dipulangkan kembali ke Italia dan putri Nazorine pasti akan mati merana karena patah hati. Hanya Godfather Corleone yang bisa menolong pasangan yang malang ini. Ia harapan terakhir mereka.

Don mengajak Nazorine mondar-mandir dalam ruangan, tangannya pada bahu si tukang roti, kepalanya mengangguk-angguk mengerti untuk membesarkan hati orang itu.

Setelah si tukang roti selesai bercerita, Don Corleone tersenyum padanya dan berkata, "Sahabatku yang baik, singkirkan semua kekhawatiranmu." Ia lalu menjelaskan dengan hati-hati sekali apa yang harus dilakukan.

Anggota Kongres distrik harus dikirimi petisi. Anggota Kongres itu akan mengusulkan rencana undang-undang khusus yang memungkinkan Enzo menjadi warga negara Amerika. Rencana undang-undang itu pasti akan diloloskan Kongres. Itu hak istimewa yang diberikan bajingan-bajingan itu pada satu sama lain. Don Corleone menjelaskan, ini memerlukan uang, dan harga yang berlaku sekarang adalah dua ribu dolar. Ia, Don Corleone, akan menjamin keberhasilannya dan menerima pembayaran. Apakah sahabatnya setuju?

Si tukang roti mengangguk-angguk penuh semangat. Ia telah menduga pertolongan sebesar itu pasti tidak cuma-cuma. Hal itu bisa dipahami. Undang-Undang Kongres yang istimewa pasti tidak murah.

Nazorine hampir menangis saat mengucapkan terima kasih. Don Corleone mengantarnya sampai pintu, meyakinkan bahwa orang-orang yang ahli dalam urusan itu akan dikirim ke toko roti untuk mengurus semua rincian, lengkap dengan berbagai dokumen yang diperlukan. Si tukang roti memeluknya sebelum menghilang kembali ke taman.

Hagen tersenyum pada Don. "Investasi yang bagus sekali untuk Nazorine. Menantu dan asisten seumur hidup yang murah di kedai rotinya dengan mengeluarkan uang dua ribu dolar." Ia berhenti bicara. "Kepada siapa aku memberikan pekerjaan ini?"

Don Corleone mengerutkan wajah, berpikir. "Jangan kepada pakan kita. Berikan kepada Yahudi di distrik tetangga. Ubah alamat-alamat rumahnya. Kurasa banyak kasus seperti itu sekarang, sesudah perang berakhir; kita harus memiliki orang tambahan di Washington agar bisa menangani membanjirnya kasus dan tidak menaikkan harga."

Hagen menulis catatan di bukunya. "Jangan Congressman Luteco. Cobalah Fischer."

***

Orang berikut yang dibawa masuk Hagen memiliki persoalan yang sangat sederhana. Namanya Anthony Coppola dan ia pernah bekerja bersama Don Corleone di bengkel kereta api sewaktu masih muda. Coppola memerlukan uang lima ratus dolar untuk membuka kedai pizza; untuk uang muka peralatan dan membeli oven khusus. Karena alasan yang tidak dijelaskan, ia tak bisa mendapatkan kredit.

Don memasukkan tangan ke saku dan mengeluarkan segulung uang kertas. Ternyata jumlahnya tidak mencukupi. Ia mengernyit dan berkata pada Tom Hagen, "Pinjami aku seratus dolar, kukembalikan hari Senin sesudah ke bank."
Si pemohon memprotes, mengatakan empat ratus dolar juga sudah cukup, tapi Don Corleone menepuk-nepuk bahunya, dan berkata dengan penuh permintaan maaf. "Pesta pernikahan yang mewah ini menyebabkan aku agak kekurangan uang tunai." Ia mengambil uang yang diulurkan Hagen padanya dan memberikannya pada Anthony Coppola bersama gulungan uangnya sendiri.

Hagen melihat dengan kekaguman terpendam. Don selalu mengajarkan kalau seseorang dermawan, ia harus memperlihatkan kedermawanannya bersifat pribadi. Betapa Coppola merasa tersanjung karena orang seperti Don mau berutang untuk meminjamkan uang pada dirinya. Bukannya Coppola tidak mengetahui Don jutawan, tapi berapa banyak jutawan yang mau bersusah payah menolong teman yang miskin?

Don mengangkat kepala dengan sikap bertanya. Hagen berkata, "Ia tidak ada dalam daftar, tapi Luca Brasi ingin menemuimu. Ia mengetahui tidak bisa melakukannya di depan umum, jadi ia ingin mengucapkan selamat padamu secara pribadi."

Untuk pertama kalinya Don tampak kurang senang. Jawabannya membingungkan. "Apakah itu perlu?" tanyanya.

Hagen mengangkat bahu. "Kau yang lebih mengenalnya daripada aku. Tapi ia sangat berterima kasih karena kau mengundangnya ke pesta pernikahan. Ia tidak pernah menduga. Kurasa ia ingin menyatakan terima kasih."

Don Corleone mengangguk dan memberi isyarat bahwa Luca Brasi harus diantar menemuinya.

***

Di taman, Kay Adams tertarik pada ekspresi marah permanen di wajah ungu Luca Brasi. Ia menanyakan pria itu. Michael mengajak Kay menghadiri pesta pernikahan agar berangsur-angsur, dan mungkin tanpa terlalu terguncang, bisa menyerap kenyataan tentang ayahnya. Tapi hingga saat ini agaknya Kay hanya menganggap Don pengusaha yang tidak terlalu memegang etika. Michael memutuskan menceritakan sebagian kebenarannya pada Kay, tapi secara tidak langsung. Ia menjelaskan bahwa Luca Brasi adalah orang yang paling ditakuti di dunia kejahatan pantai timur. Bakat besarnya, menurut orang, adalah ia bisa membunuh seorang diri, tanpa bantuan, yang otomatis menyebabkan penemuan dan tuntutan hukum nyaris mustahil.

Michael meringis dan berkata, "Aku tidak tahu apakah semua cerita itu benar. Yang kuketahui hanyalah ia semacam teman ayahku."

Untuk pertama kalinya Kay mulai memahami. Ia bertanya dengan nada agak kurang percaya, "Kau tidak bermaksud mengatakan orang seperti itu bekerja untuk ayahmu, kan?"

Persetanlah, pikir Michael. Ia berkata, tanpa tedeng aling-aling, "Hampir lima belas tahun yang lalu, beberapa orang ingin mengambil alih bisnis impor minyak ayahku. Mereka mencoba membunuhnya dan nyaris berhasil. Luca Brasi mengejar mereka. Menurut cerita, ia membunuh enam orang dalam dua minggu dan dengan begitu perang minyak zaitun yang terkenal itu pun berakhir." Ia tersenyum seakan ceritanya lelucon.

Kay bergidik. "Maksudmu, ayahmu ditembak gangster?"

"Lima belas tahun yang lalu," kata Michael. "Sejak itu segalanya tenang kembali." Ia takut telah melewati batas.

"Kau mencoba menakut-nakuti aku," kata Kay. "Kau hanya tidak ingin menikah denganku." Ia tersenyum kepada Michael dan menyikutnya. "Cerdik sekali."

Michael balas tersenyum. "Aku ingin kau memikirkannya."

"Ia benar-benar membunuh enam orang?" tanya Kay.

"Itu kata koran-koran," jawab Mike. "Tidak pernah ada yang bisa membuktikannya. Tapi ada kisah lain mengenai dirinya yang tak pernah diceritakan siapa pun. Begitu mengerikan hingga ayahku pun tidak mau membicarakannya. Tom Hagen mengetahui cerita itu tapi tak mau memberitahu diriku. Pernah aku menggodanya, kubilang, 'Kapan aku cukup tua untuk mendengar kisah tentang Luca? dan Tom menjawab, 'Sesudah kau berumur seratus tahun.'"

Michael menghirup anggur dari gelas. "Pasti cerita yang hebat. Dan Luca pasti orang yang hebat."

***

Luca Brasi memang orang yang ditakuti, bahkan oleh iblis di neraka. Pendek, tegap, dengan kepala besar, kehadiran Luca Brasi bagai dapat membunyikan tanda bahaya. Wajahnya merupakan topeng kemarahan. Matanya cokelat tapi tidak memiliki kehangatan warna itu, lebih merupakan warna cokelat mematikan. Bibirnya tidak memancarkan kehidupan dan tampak kejam; tipis, liat seperti karet, dan berwarna daging sapi muda.

Reputasi Brasi dalam hal kekejaman sangat menakjubkan dan pengabdiannya pada Don Corleone telah melegenda. Ia merupakan balok besar yang menyangga struktur kekuasaan Don. Orang seperti dirinya sangat langka.

Luca Brasi tidak takut pada polisi, ia tidak takut pada masyarakat, ia tidak takut pada Tuhan, ia tidak takut pada neraka, ia tidak takut atau mencintai sesamanya. Tapi ia memilih, atas kemauannya sendiri, untuk takut dan cinta pada Don Corleone.

Setelah ia dipersilakan masuk menemui Don, sikap Brasi yang mengerikan berubah kaku penuh hormat. Ia terbata-bata dalam menyampaikan ucapan selamat yang berbunga-bunga dan harapan formal semoga cucu pertama Don kelak laki-laki. Kemudian ia memberi Don amplop penuh uang, sebagai hadiah bagi pasangan pengantin.

Jadi itulah yang ingin dilakukannya. Hagen menyadari perubahan pada diri Don Corleone. Don menerima Brasi seperti raja menerima rakyat yang telah memberinya pelayanan besar, tidak pernah dengan keakraban tapi dengan rasa hormat sebagaimana yang diberikan raja. Dengan setiap gerak-gerik, setiap perkataan, Don Corleone menyatakan dengan jelas pada Luca Brasi bahwa ia sangat menghargai Brasi. Tidak sesaat pun ia memperlihatkan rasa heran karena hadiah pernikahan yang disampaikan padanya secara pribadi. Ia mengerti. Uang didalam amplop itu pasti lebih banyak daripada yang diberikan orang-orang lain. Brasi menghabiskan waktu berjam-jam untuk memutuskan jumlahnya, membandingkannya dengan jumlah yang mungkin diberikan tamu-tamu lain. Ia ingin menjadi orang yang paling dermawan untuk menunjukkan dirinyalah yang paling menghormati Don, dan itu sebabnya ia memberikan amplopnya pada Don sendiri, kekonyolan yang tidak diperlihatkan Don dalam ucapan terima kasihnya yang berlimpah.

Hagen melihat wajah Luca Brasi menanggalkan topeng kemarahannya, membuncah dengan kebanggaan dan kegembiraan. Brasi mencium tangan Don sebelum berbalik ke pintu yang dibukakan Hagen. Dengan bijaksana Hagen melontarkan senyum ramah pada Brasi, yang dibalas pria pendek itu dengan merentangkan bibirnya yang seperti karet dan berwarna daging sapi.

Setelah pintu ditutup, Don Corleone menghela napas lega. Brasi satu-satunya orang di dunia yang bisa membuatnya gelisah. Orang itu seperti kekuatan alam, tidak bisa benar-benar dikendalikan. Brasi harus diperlakukan dengan hari-hari, seperti menangani dinamit. Don mengangkat bahu. Bahkan dinamit bisa diledakkan tanpa mencelakakan orang, kalau perlu. Ia memandang Hagen dengan sikap bertanya. "Tinggal Bonasera yang masih ada?"

Hagen mengangguk.

Don Corleone mengerutkan wajahnya, berpikir, kemudian berkata, "Sebelum kau memanggilnya kemari, panggil Santino lebih dulu. Ada yang harus dipelajarinya."

***

Setelah keluar ke taman, Hagen mencari-cari Sonny Corleone dengan gelisah. Ia mengatakan pada Bonasera yang menunggu agar bersabar dan menghampiri Michael Corleone dan kekasihnya.

"Kau melihat Sonny?"

Michael menggeleng. Sialan, pikir Hagen. Kalau Sonny ternyata menggauli gadis pendamping pengantin itu, pasti akan timbul kesulitan. Istrinya keluarga gadis itu; ini bisa menjadi bencana.

Dengan kesal ia berjalan tergesa-gesa ke pintu masuk tempat ia melihat Sonny menghilang hampir setengah jam yang lalu.

Ketika melihat Hagen masuk ke rumah, Kay Adams bertanya pada Michael Corleone, "Siapa orang itu? Kau memperkenalkannya sebagai saudaramu, tapi namanya berbeda dan tampangnya jelas bukan tampang orang Italia."

"Tom tinggal bersama kami sejak berusia dua belas tahun," kata Michael. "Orangtuanya sudah meninggal dan menggelandang di jalan dengan mata terserang infeksi. Ia dak memiliki tempat tinggal. Jadi ia tinggal bersama kami hingga menikah."

Kay Adams sangat tertarik. "Benar-benar romantis," katanya. "Ayahmu pasti orang yang sangat baik hati. Mengangkat anak begitu saja padahal anaknya sendiri banyak."

Michael tidak mau bersusah payah menjelaskan bahwa imigran Italia menganggap empat anak sebagai keluarga kecil. Ia hanya berkata, "Tom tidak diangkat anak. Ia hanya tinggal bersama kami."

"Oh," kata Kay, kemudian bertanya dengan penasaran, "kenapa kalian tidak mengadopsinya?"

Michael tertawa. "Sebab ayahku mengatakan pengubahan nama Tom akan menunjukkan sikap tidak hormat. Tidak menghormati orangtuanya sendiri."

Mereka melihat Hagen menggiring Sonny melalui pintu tembusan ke kantor Don, kemudian memberi isyarat dengan menekuk telunjuk ke arah Amerigo Bonasera.

"Kenapa mereka mengganggu ayahmu dengan urusan bisnis pada kesempatan seperti ini?" tanya Kay.

Michael kembali tertawa. "Sebab mereka mengetahui bahwa menurut adat, tidak ada orang Sisilia yang bisa menolak permintaan pada hari pernikahan putrinya. Dan tidak ada orang Sisilia yang melewatkan kesempatan seperti itu."

***
 
======================================
Sebelum lanjut,saya mau tanya dulu.ini tadi saya update juga bab 1b.total sekitar 53 kb.tapi udah diteken berulang2 tetep ga muncul -_- padahal proses ngeditnya lumayan juga.jd sia2 kerjaan updatenya.

Yang saya mau tanya,ini per kolom berapa karakter?soalnya buat 1 halaman panjang,saya mesti beberapa kali copy,kalo langsung full dicopy pasti kepotong.nah yang bab 1b tadi udah saya potong2 gitu copynya tapi tetep satu kolom ga saya pisah kaya yg bab 1a.ehh malah ga mau dipost.apa pengaruh saya pake tab?
Mohon bantuannya rakyat semprot.

Thanks before,

==========================================================
 
Izin bkin apartemen dulu ganRock, :ampun:

#beidewei knpa gk bikin Cermis aja gan, ane suka bnget lho karya"nya yg d SF Supra..:jempol:
 
Izin bkin apartemen dulu ganRock, :ampun:

#beidewei knpa gk bikin Cermis aja gan, ane suka bnget lho karya"nya yg d SF Supra..:jempol:

Thanks bro Caezar,nanti ane boleh ya numpang makan ke apartemennya.

On progress bro buat cermis.lgan yg di forsup pd asli semua.ini mau bikin yg lebih panjang gitu,nyampur2 sama pengalaman asli.doakan berhasil bro
 
Bab 1b

Lucy Mancini mengangkat gaun merah jambunya dari lantai dan lari menaiki tangga. Wajah Cupido Sonny yang gemuk, memerah karena nafsu yang diperkuat alkohol, menakutkandirinya -tapi ia menggoda Sonny selama seminggu terakhir hanya untuk ini. Dalam dua kali kisah cinta semasa kuliah, ia tidak merasakan apa-apa dan tidak satu pun dari kedua pria itu yang bertahan lebih dari seminggu. Saat bertengkar, kekasih keduanya bergumam bahwa Lucy "terlalu besar di bawah sana." Lucy paham dan selama sisa masa kuliahnya menolak berkencan sama sekali. Sepanjang musim panas, saat mempersiapkan pernikahan sahabat terbaiknya, Connie Corleone, Lucy mendengar bisik-bisik tentang Sonny.

Suatu Minggu sore di dapur Corleone, istri Sonny, Sandra, bergosip dengan bebasnya. Sandra wanita sederhana yang ramah, dilahirkan di Italia tapi dibawa ke Amerika sewaktu masih kanak-kanak. Ia bertubuh tegap dengan payudara besar dan melahirkan tiga anak selama lima tahun pernikahannya. Sandra dan para wanita lain menggoda Connie mengenai kengerian malam pertama.

"Ya Tuhan," kata Sandra sambil cekikikan, "sewaktu kulihat 'tiang' Sonny untuk pertama kalinya dan menyadari ia akan menjejalkannya ke dalam diriku, aku berteriak sekuat tenaga. Setelah tahun pertama, bagian dalam tubuhku terasa seperti makaroni yang direbus satu jam. Sewaktu kudengar ia melakukannya pada gadis-gadis lain, aku pergi ke gereja dan menyalakan lilin."

Mereka semua tertawa, tapi Lucy merasa pangkal pahanya berdenyut-denyut. Sekarang saat ia berlari menaiki tangga mendekati Sonny, gelombang nafsu yang luar biasa melanda sekujur tubuhnya.

Di tikungan tangga, Sonny menyambar tangannya dan menariknya menyusuri lorong, memasuki kamar tidur yang kosong. Kaki-kaki Lucy terasa lemas saat pintu ditutup di belakang mereka. Ia merasakan bibir Sonny pada bibirnya, seperti tembakau terbakar, pahit. Lucy membuka bibir. Pada saat itu ia merasakan tangan Sonny merayap naik di balik gaun pendamping pengantinnya, mendengar gemeresik kain tersingkap, merasakan tangan Sonny yang besar dan hangat di sela kakinya, menyibakkan celana dalam satinnya hingga robek untuk membelainya.

Ia memeluk leher Sonny dan bergantung di sana sementara Sonny menanggalkan celana panjang. Lalu Sonny meletakkan kedua tangannya dibawah bokong Lucy yang telanjang dan mengangkat dirinya. Lucy melompat sedikit ke atas agar kedua kakinya bisa melilit paha atas Sonny. Lidah Sonny berada dalam mulutnya dan ia mengisapnya. Sonny menghunjamnya dengan buas sehingga kepala Lucy membentur pintu. Lucy merasakan benda panas membakar menerobos sela pahanya. Ia menurunkan tangan kanan dari leher Sonny dan meraih ke bawah untuk membimbing pria itu. Tangannya menggenggam sesuatu yang luar biasa besar. Benda itu berdenyut-denyut dalam tangannya bagai binatang dan nyaris menangis karena penuh rasa syukur, ia mengarahkan benda tersebut ke bagian tubuhnya sendiri yang basah dan lunak.

Hujaman saat "alat" itu masuk, kenikmatan luar biasa yang dirasakannya, menyebabkan ia tersentak, menaikkan kedua kaki hingga nyaris ke leher Sonny, dan sambil gemetar, tubuhnya menerima gerakan-gerakan buas Sonny yang secepat kilat; tak terhitung jumlahnya, menyiksa; ia melengkungkan pinggulnya semakin lama semakin tinggi sehingga untuk pertama kali seumur hidupnya ia mencapai klimaks yang meluluhlantakkan, merasakan bagian tubuh Sonny yang keras itu melunak, lalu cairan kental membanjir deras mengaliri pahanya.

Perlahan-lahan Lucy mengendurkan lilitan kaki dari tubuh Sonny, menurunkannya hingga menyentuh lantai. Mereka berpelukan, kehabisan napas. Mungkin mereka akan terus begitu beberapa lama, tapi sekarang terdengar ketukan pelan di pintu.

Sonny cepat-cepat mengancingkan celana, sambil menahan pintu agar tidak bisa dibuka. Lucy dengan panik merapikan gaun merah jambunya yang kusut, pandangannya liar, tapi benda yang telah memberinya kenikmatan yang begitu dahsyat telah tersembunyi di balik kain hitam.

Kemudian mereka mendengar suara Tom Hagen, sangat pelan. "Sonny,kau di sana?"

Sonny menghela napas lega. Ia mengedipkan mata kepada Lucy.

"Yeah, Tom, ada apa?"

Suara Hagen, yang masih pelan, berkata, "Don memanggilmu ke kantornya. Sekarang."

Mereka bisa mendengar suara langkah kakinya ketika Hagen berlalu. Sonny menunggu beberapa saat, mencium bibir Lucy kuat-kuat, kemudian menyelinap keluar pintu mengejar Hagen.

Lucy menyisir rambut. Ia memeriksa gaunnya dan merapikan tali garternya. Tubuhnya terasa penuh memar, bibirnya bengkak dan lebam. Ia melewati pintu dan walaupun merasakan ada yang lengket dan basah di sela pahanya, tidak langsung ke kamar mandi untuk mencucinya, tapi justru lari menuruni tangga dan pergi ke taman. Ia duduk di sisi Connie, yang berseru keras, "Lucy, dari mana saja kau? Kau kelihatan mabuk. Sekarang tetaplah duduk di sampingku."

Pengantin pria yang berambut pirang menuangkan segelas anggur bagi Lucy dan tersenyum mengerti. Lucy tidak peduli. Ia mengangkat anggur merah tua itu ke bibirnya yang terasa kering dan minum. Ia merasakan cairan yang lengket di sela pahanya dan merapatkan kedua kaki. Tubuhnya gemetar. Dari atas bibir gelas, sambil ia minum, matanya mencari-cari Sonny Corleone dengan penuh gairah. Tidak ada orang lain yang ingin dilihatnya.

Dengan penuh arti ia berbisik ke telinga Connie, "Tinggal beberapa jam lagi dan kau akan mengetahui bagaimana rasanya."

Connie terkikik. Lucy dengan tenang melipat tangan di atas meja, merasakan kemenangan yang penuh pengkhianatan, seakan ia telah mencuri harta yang tidak ternilai harganya dari pengantin wanita.

***

Amerigo Bonasera mengikuti Hagen ke ruangan di sudut rumah dan mendapati Don Corleone duduk di belakang meja tulis besar. Sonny Corleone berdiri dekat jendela, memandang ke taman di luar. Untuk pertama kalinya malam itu, Don bersikap dingin. Ia tidak memeluk atau menjabat tangan tamunya. Pria berwajah kurus ini mendapat undangan karena istrinya dan istri Don bersahabat karib. Don Corleone tidak menyukai Amerigo Bonasera.

Bonasera memulai permintaannya secara tersamar dan cerdik. "Anda harus memaafkan putri saya, anak baptis istri Anda, karena tidak memberikan penghormatan kepada keluarga Anda dengan datang hari ini. Ia masih dirawat di rumah sakit." Ia melirik Sonny Corleone dan Tom Hagen untuk memperlihatkan dirinya tidak ingin berbicara di depan mereka.

Tapi Don tidak berbelas kasihan padanya.

"Kami semua mengetahui kemalangan yang menimpa putrimu," kata Don Corleone. "Kalau ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya, kau hanya perlu mengatakannya. Bagaimanapun, istriku ibu baptisnya. Aku tidak akan pernah melupakan kehormatan itu."

Jawabannya merupakan teguran. Bonasera tidak pernah memanggil Don Corleone "Godfather" sebagaimana yang diharuskan adat.

Bonasera, dengan wajah pucat, kini bertanya langsung. "Boleh saya berbicara empat mata dengan Anda?"

Don Corleone menggeleng. "Aku mempercayai kedua orang ini dengan nyawaku. Mereka kedua tangan kananku. Aku tidak bisa menyinggung perasaan mereka dengan mengusir mereka."

Sesaat Amerigo Bonasera memejamkan mata, lalu mulai bicara. Suaranya pelan, suara yang selama ini digunakannya untuk menghibur orang yang berkabung. "Saya membesarkan putri saya dengan cara Amerika. Saya mempercayai Amerika. Amerika memberi saya kekayaan. Saya memberi putri saya kebebasan, tapi mendidiknya untuk tidak sekali-kali menodai kehormatan keluarga. Ia mendapat teman pria yang bukan orang Italia. Ia menonton ke bioskop dengan pria ini. Ia keluar hingga larut malam. Tapi pemuda ini tidak pernah datang menemui saya, orangtuanya. Saya menerima semua ini tanpa protes, sayalah yang salah. Dua bulan yang lalu pemuda ini mengajak putri saya bermobil. Si pemuda mengajak temannya, pemuda lain. Mereka memaksa putri saya minum wiski kemudian mencoba memerkosanya. Putri saya melawan. Ia mempertahankan kehormatannya. Mereka memukulinya. Seperti binatang. Ketika mengunjunginya di rumah sakit, saya melihat kedua matanya bengkak. Hidungnya patah. Tulang rahangnya retak. Mereka terpaksa mengikatnya dengan kawat. Putri saya menangis kesakitan. 'Ayah, Ayah, kenapa mereka berbuat begitu? Kenapa mereka melakukan ini padaku?' Dan saya menangis."

Bonasera tidak bisa berbicara lebih banyak lagi. Kini ia menangis walau suaranya tidak menunjukkan perasaannya.

Don Corleone, seakan bertentangan dengan kehendak hatinya, bergerak mengisyaratkan simpati.

Dan Bonasera melanjutkan, suaranya dipenuhi penderitaan. "Kenapa saya menangis? Ia cahaya jiwa saya, putri yang sangat saya sayangi. Anak yang cantik. Ia mempercayai' orang lain dan sekarang ia tidak akan mempercayai mereka lagi. Ia tidak akan cantik lagi." Ia gemetar, wajahnya yang tirus merah padam. "Saya pergi ke polisi seperti layaknya orang Amerika yang baik. Kedua pemuda itu ditahan. Mereka diajukan ke pengadilan. Buktinya banyak sekali dan mereka mengaku bersalah. Hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan menunda pelaksanaan hukumannya. Mereka bebas hari itu juga. Saya berdiri di ruang pengadilan seperti orang tolol dan keparat-keparat itu tersenyum pada saya. Kemudian saya berkata pada istri saya, 'Kita harus menemui Don Corleone untuk mendapatkan keadilan.'"

Don menundukkan kepala untuk menunjukkan penghormatan kepada kesedihan orang itu. Tapi ketika ia bicara, kata-katanya dingin, dipenuhi nada orang yang tersinggung martabatnya. "Kenapa kau menemui polisi? Kenapa kau tidak datang kepadaku sejak awal kejadian?"

Bonasera bergumam nyaris tidak terdengar, "Apa yang Anda inginkan dari saya? Katakan apa yang Anda inginkan. Tapi penuhi permintaan saya pada Anda."

Ada nada yang nyaris kurang ajar dalam kata-katanya.

Don Corleone berkata muram, "Apa itu?"

Bonasera melirik Hagen dan Sonny Corleone, lalu menggeleng. Don, tetap duduk menghadapi meja tulis Hagen, mencondongkan tubuh ke arah si pengurus pemakaman.

Bonasera ragu-ragu, kemudian membungkuk dan mendekatkan bibir ke telinga Don yang berbulu hingga menyentuhnya. Don Corleone mendengarkan seperti pastor dalam pengakuan dosa, pandangannya menerawang, pasif, jauh. Lama mereka bersikap begitu, hingga Bonasera selesai berbisik dan menegakkan tubuh kembali.

Don mengangkat kepala dan memandang Bonasera dengan muram. Bonasera, wajahnya merah, membalas tatapannya tanpa berkedip.

Akhirnya Don berbicara. "Aku tidak bisa melakukannya. Kau terbawa emosi."

Bonasera berkata dengan suara keras, jelas, "Saya bersedia membayar berapa saja yang Anda minta."

Begitu mendengarnya, Hagen mengernyit, gerakan otomatis di kepalanya karena gelisah. Sonny Corleone melipat tangan, tersenyum sangat sinis sementara pandangannya beralih dari jendela untuk pertama kalinya, melihat adegan yang berlangsung di kamar.

Don Corleone bangkit dari belakang meja tulis. Wajahnya masih pasif, tapi suaranya menggelegar seperti suara dingin malaikat maut. "Kita sudah saling mengenal selama bertahun-tahun, kau dan aku," katanya pada Bonasera. "Tapi hingga hari ini kau tidak pernah datang padaku untuk minta nasihat atau bantuan. Aku tidak ingat lagi kapan terakhir kalinya kau mengundangku datang ke rumahmu untuk minum kopi meski istriku ibu baptis anak tunggalmu. Sebaiknya kita jujur saja. Kau mengabaikan persahabatanku. Kau takut berutang budi padaku."

Bonasera menggumam, "Saya tidak ingin mendapat kesulitan."

Don mengangkat satu tangan. "Tidak. Jangan bicara. Kau menganggap Amerika surga. Kau mendapat pekerjaan yang baik, kehidupan yang menyenangkan, kau berpendapat dunia tempat yang tidak berbahaya, tempat kau bisa mendapat kesenangan sesuka hatimu. Kau tidak pernah mempersenjatai diri dengan sahabat sejati. Toh polisi menjagamu, ada pengadilan, kau dan keluargamu tidak mungkin mendapat celaka. Kau tidak memerlukan Don Corleone. Bagus. Aku tersinggung, tapi aku bukan jenis yang suka memaksakan persahabatan pada mereka yang tidak menghargainya -pada mereka yang meremehkan diriku."

Don berhenti bicara sejenak dan tersenyum pada si pengurus pemakaman, senyum sopan tapi ironis. "Sekarang kau datang padaku dan berkata, 'Don Corleone, beri saya keadilan.' Dan kau tidak memintanya dengan hormat. Kau tidak menawarkan persahabatanmu padaku. Kau datang ke rumahku pada hari pernikahan putriku, memintaku membunuh, lalu kau mengatakan..." - Don menirukan suara Bonasera dengan nada mengejek- "'Saya bersedia membayar berapa saja.' Tidak, tidak, aku tidak tersinggung, tapi apa yang telah kulakukan sehingga kau memperlakukan diriku dengan tidak hormat seperti ini?"

Bonasera menangis karena sedih dan takut. "Amerika selama ini baik pada saya. Saya ingin menjadi warga negara yang baik. Saya ingin anak saya menjadi orang Amerika."

Don bertepuk tangan untuk menunjukkan persetujuan. "Bagus. Kau menyatakannya dengan baik sekali. Kalau begitu tidak ada yang perlu kaukeluhkan. Hakim sudah menunjukkan kekuasaannya. Amerika telah memperlihatkan kekuasaannya. Bawakan anakmu bunga dan sekotak permen ketika kau mengunjunginya di rumah sakit. Itu akan menghiburnya. Kau harus cukup puas dengan itu. Bagaimanapun juga, ini bukan persoalan yang serius. Anak-anak itu masih muda, bersemangat tinggi, dan seorang di antaranya putra politikus yang berkuasa. Tidak, Amerigo sahabatku yang baik, selama ini kau jujur. Harus kuakui, sekalipun kau menyepelekan persahabatanku, aku akan mempercayai kata-kata Amerigo Bonasera melebihi kepercayaanku pada kata-kata orang lain. Jadi berjanjilah kau akan menyingkirkan semua kesintingan ini. Ini bukan cara Amerika. Maafkan. Lupakan. Hidup memang penuh kemalangan."

Nada ironis yang kejam dan mengejek saat Don mengatakan semua ini, kemarahan Don yang terkendali, menyebabkan si pengurus pemakaman yang malang lemas dan gemetar, tapi ia memberanikan diri untuk berbicara lagi. "Saya minta keadilan pada Anda."

Don Corleone berkata singkat, "Pengadilan sudah memberimu keadilan."

Bonasera menggeleng keras kepala. "Tidak. Mereka memberikan keadilan kepada kedua pemuda itu. Mereka tidak memberikan keadilan kepada saya."

Don mengakui perbedaan ini dengan mengangguk setuju. Kemudian ia bertanya, "Keadilan apa yang kauinginkan?"

"Darah dibalas dengan darah," kata Bonasera.

"Kau meminta terlalu banyak," kata Don. "Putrimu masih hidup."

Bonasera berkata ragu, "Mereka harus menderita seperti putri saya menderita."

Don menunggu hingga Bonasera berbicara lebih banyak lagi.

Bonasera mengerahkan keberaniannya yang terakhir dan bertanya, "Berapa yang harus saya bayarkan pada Anda?" Suaranya terdengar seperti ratapan putus asa.

Don Corleone memunggunginya. Sikap tersebut menyatakan pengusiran. Tapi Bonasera tidak beranjak dari tempatnya.

Akhirnya, dengan menghela napas, orang baik hati yang tidak bisa terus marah pada sahabat yang melakukan kesalahan, Don Corleone kembali memandang si pengurus pemakaman, yang wajahnya kini sepucat mayat yang biasa ditanganinya. Don Corleone berbicara dengan lemah lembut, sabar. "Kenapa kau awalnya takut memberikan persahabatanmu padaku?" tanyanya. "Kau pergi ke pengadilan dan menunggu berbulan-bulan. Kau mengeluarkan uang untuk membayar pengacara yang mengetahui kau akan dibodohi. Kau menerima keputusan hakim yang menjual diri seperti pelacur yang paling busuk di jalanan. Bertahun-tahun yang lalu, kalau membutuhkan uang, kita pergi ke bank dan membayar bunga yang mencekik leher, menunggu dengan topi di tangan seperti pengemis, sementara mereka mengendus-endus ke sana kemari dan memastikan kita bisa mengembalikan pinjaman."

Don berhenti bicara, suaranya menjadi lebih tegas. "Tapi seandainya dulu kau datang kepadaku, dompetku akan menjadi milikmu. Seandainya kau dulu datang padaku untuk meminta keadilan, sampah masyarakat yang merusak anakmu pasti sudah mengalirkan air mata getir hari ini. Seandainya karena suatu kesialan orang jujur seperti dirimu mendapat musuh, mereka akan menjadi musuhku..." -Don mengangkat tangan, telunjuknya terarah pada Bonasera- "lalu, percayalah, mereka akan takut padamu."

Bonasera menundukkan kepala dan menggumam dengan suara tercekik, "Jadilah sahabat saya. Saya menerima."

Don Corleone meletakkan tangan pada bahu orang itu. "Bagus," katanya, "kau akan mendapatkan keadilan. Suatu hari nanti, dan mungkin hari itu tidak akan pernah tiba, aku akan menghubungimu untuk meminta jasamu. Sebelum hari itu tiba, anggaplah keadilan itu sebagai hadiah dari istriku, ibu baptis putrimu."

***
 
Begitu pintu ditutup setelah si pengutus pemakaman yang sangat berterima kasih itu pergi, Don Corleone berpaling pada Hagen dan berkata, "Serahkan masalah ini kepada Clemenza dan katakan padanya agar memastikan menggunakan orang yang bisa diandalkan, orang yang tidak akan terseret emosi saat mencium bau darah. Bagaimanapun juga, kita bukan pembunuh, tidak peduli apa pun yang diimpikan si pengurus mayat tolol tersebut."

Don menyadari putra pertamanya, anaknya yang jantan, memandang ke luar jendela ke taman. Payah, pikir Don Corleone. Kalau tidak mau diberi pelajaran, Santino takkan bisa menangani bisnis keluarga, takkan bisa menjadi Don. Ia harus menemukan orang lain. Dan segera. Bagaimanapun, ia tidak akan hidup abadi.

Dari taman, yang mengejutkan ketiga orang itu, terdengar seruan gembira yang gegap gempita. Sonny Corleone mendekat ke jendela. Apa yang dilihatnya menyebabkan Sonny bergegas melangkah ke pintu, senyum gembira merekah di wajahnya. "Itu Johnny, ia datang ke pesta pernikahan. Apa kataku."

Hagen melangkah ke jendela. "Itu benar-benar putra baptismu," katanya pada Don Corleone. "Apakah ia perlu kujemput kemari?"

"Tidak," jawab Don. "Biar orang-orang bergembira dengan kedatangannya. Biar ia datang sendiri menemuiku kalau ia sudah siap." Ia tersenyum pada Hagen. "Kau lihat? Ia anak baptis yang baik."

Hagen merasa agak cemburu. Ia berkata singkat, "Sudah dua tahun. Mungkin ia dalam kesulitan lagi dan ingin kau membantunya."

"Kepada siapa ia harus datang kalau bukan kepada ayah baptisnya?" tanya Don Corleone.

***

Orang pertama yang melihat Johnny Fontane memasuki taman adalah Connie Corleone. Ia melupakan wibawanya sebagai pengantin dan berteriak, "Johneee." Lalu Connie berlari ke pelukannya. Johnny memeluknya erat-erat dan mencium bibirnya, tetap memeluknya ketika orang-orang berdatangan menyambut. Mereka semua teman lamanya, orang-orang yang dibesarkan bersama dirinya di West Side.

Kemudian Connie menyeret Johnny ke suaminya. Dengan perasaan geli, Johnny melihat pemuda berambut pirang tersebut agak masam karena tidak lagi menjadi bintang hari ini, Johnny mengerahkan semua pesonanya, menjabat tangan si pengantin pria, dan memberinya selamat dengan minum segelas anggur.

Suara yang tidak asing lagi memanggilnya dari panggung band. "Bagaimana kalau bernyanyi untuk kami, Johnny?" Ia menengadah dan Nino Valenti tersenyum padanya.

Johnny Fontane melompat ke panggung dan memeluk Nino. Mereka dulu tidak terpisahkan, menyanyi bersama, pergi dengan gadis-gadis, hingga Johnny mulai tenar dan menyanyi di radio. Setelah pergi ke Hollywood untuk bermain film, Johnny menelepon Nino beberapa kali hanya untuk bercakap-cakap dan berjanji pada Nino untuk mencarikan kesempatan menyanyi di kelab. Tapi ia tidak pernah menepati janjinya. Ketika melihat Nino sekarang, melihat senyum mabuknya yang penuh kegembiraan dan ejekan, seluruh rasa sayangnya kembali.

Nino mulai memetik mandolin. Johnny Fontane meletakkan tangannya di bahu Nino. "Ini untuk pengantin wanita," katanya, dan sambil mengentak-entakkan kaki, ia melantunkan lagu cinta Sisilia yang cabul. Sambil bernyanyi, Nino melakukan gerakan-gerakan yang sugestif.

Pengantin wanita memerah wajahnya karena bangga, rombongan tamu berseru ramai memberi dukungan. Sebelum lagu selesai dilantunkan, mereka semua mengentakkan kaki dan menyerukan kata-kata bermakna ganda yang mengakhiri setiap bait.

Pada akhir lagu mereka tidak henti-hentinya bertepuk tangan hingga Johnny berdeham sebagai isyarat akan menyanyi lagi. Mereka semua bangga pada dirinya. Ia berasal dari mereka dan ia telah menjadi penyanyi terkenal, bintang film yang tidur dengan wanita-wanita yang paling menggiurkan di dunia. Sekalipun begitu ia masih memperlihatkan rasa hormat yang selayaknya pada Godfather, ayah baptisnya, dengan menempuh perjalanan sejauh tiga ribu mil agar bisa hadir di pesta pernikahan ini. Ia masih menyayangi teman lama seperti Nino Valenti. Banyak di antara hadirin yang pernah melihat Johnny dan Nino bernyanyi bersama sewaktu mereka masih kanak-kanak, sewaktu tidak ada seorang pun yang bermimpi Johnny Fontane setelah dewasa akan merebut hati lima puluh juta wanita.

Johnny Fontane mengulurkan tangan ke bawah dan mengangkat pengantin wanita ke panggung band hingga Connie berdiri di antara dirinya dan Nino. Kedua pria ini membungkuk, berhadapan, Nino memetik mandolin yang berdenting melengking. Itu kebiasaan lama mereka, pertarungan dan adu gertak palsu dalam merayu wanita, menggunakan suara mereka sebagai pedang, masing-masing menyerukan bait demi bait bergantian. Dengan kerendahan hati yang paling halus, Johnny membiarkan suara Nino mengalahkan suaranya sendiri, membiarkan Nino mengambil pengantin wanita dari tangannya, membiarkan Nino melantunkan bait terakhir dengan penuh kemenangan sementara suaranya sendiri menghilang. Semua orang yang menghadiri pesta pernikahan bertepuk tangan dan bersorak-sorai, dan akhirnya mereka bertiga berpelukan. Para tamu meminta mereka melantunkan lagu lagi.

Hanya Don Corleone, yang berdiri di sudut pintu masuk rumah, yang merasakan adanya ketidakberesan. Dengan riang, berpura-pura gembira, sangat hati-hati agar tidak menyinggung perasaan para tamu, ia berseru, "Anak baptisku datang dari tempat sejauh tiga ribu mil untuk memberi kita penghormatan dan tidak seorang pun terpikir untuk membasahi tenggorokannya?"

Seketika selusin gelas penuh anggur disodorkan pada Johnny Fontane. Ia menghirup sedikit dari setiap gelas dan lari untuk memeluk Godfather. Setelah berbuat begitu, Johnny berbisik ke telinga pria tua tersebut. Don Corleone menuntunnya ke rumah.

Tom Hagen mengulurkan tangan ketika Johnny masuk. Johnny menjabatnya dan berkata, "Apa kabar, Tom?", tapi tanpa pesonanya yang biasa, yang mengandung kehangatan sejati terhadap orang lain.

Hagen agak sakit hati oleh sikap dingin ini, tapi mengangkat bahu untuk mengesampingkannya. Inilah salah satu konsekuensi menjadi tukang pukul Don.

Johnny Fontane berkata pada Don, "Ketika mendapat undangan ke pesta pernikahan, aku berkata pada diri sendiri, 'Godfather tidak marah lagi padaku.' Aku menelepon ke sini lima kali sesudah bercerai dan Tom selalu mengatakan kau sedang keluar atau sibuk sehingga aku mengetahui kau marah."

Don Corleone mengisi gelas-gelas dengan isi botol Strega kuning.

"Itu semua sudah dilupakan. Nah. Apakah masih ada yang bisa kulakukan untukmu? Kau sudah terlalu tenar, atau terlalu kaya, hingga aku tidak perlu membantumu lagi?"

Johnny meneguk cairan kuning yang terasa membakar itu, lalu mengulurkan gelas, meminta diisi kembali. Ia berusaha agar suaranya terdengar gembira. "Aku tidak kaya, Godfather. Aku sedang jatuh. Kau benar. Seharusnya aku tidak meninggalkan istri dan anak-anak untuk pelacur yang kunikahi itu. Aku tidak menyalahkanmu karena marah padaku."

Don mengangkat bahu. "Aku mengkhawatirkan dirimu, bagaimanapun juga, kau anak baptisku."

Johnny mondar-mandir dalam ruangan. "Aku tergila-gila pada sundal itu. Bintang terbesar di Hollywood. Ia memiliki wajah secantik bidadari. Dan kau tahu apa yang dilakukannya begitu selesai membuat film? Kalau pria di bagian tata rias melakukan pekerjaan yang baik pada wajahnya, ia bersedia tidur bersamanya. Kalau juru kamera menyebabkan ia tampak lebih cantik, ia mengajak pria itu ke kamar ganti dan menyerahkan dirinya. Setiap orang. Ia menggunakan tubuhnya seperti aku menggunakan uang receh dalam saku untuk memberi tip. Pelacur yang diciptakan untuk iblis."

Don Corleone bergegas menyela, "Bagaimana kabar keluargamu?"

Johnny menghela napas. "Aku membiayai mereka. Sesudah bercerai, kuberi Ginny dan anak-anak lebih banyak daripada yang ditetapkan pengadilan. Kukunjungi mereka seminggu sekali. Aku merasa kehilangan mereka. Terkadang kupikir aku akan jadi sinting." Ia minum lagi. "Sekarang istriku yang kedua menertawakan aku. Ia tidak bisa memahami kecemburuanku. Ia menyebutku kelinci kuno, dan ia mengejek nyanyianku. Sebelum pergi aku memukulinya, tapi tidak di wajah, karena ia sedang membuat film. Aku membuat tubuhnya sakit, kupukuli lengan dan kakinya seperti anak kecil, dan ia terus menertawakan aku." Ia menyulut sebatang rokok. "Jadi, Godfather, hidup sekarang rasanya tidak berguna lagi."

Don Corleone berkata singkat, "Itu kesulitan yang tidak bisa kubantu." Ia terdiam sejenak, lalu bertanya, "Kenapa suaramu?"

Semua pesona penuh keyakinan, ekspresi mengejek diri sendiri, lenyap dari wajah Johnny Fontane. Ia berbicara nyaris seperti orang yang patah hati, "Godfather, aku tidak bisa menyanyi lagi, ada masalah pada tenggorokanku, dokter-dokter tidak mengetahui apa penyebabnya."

Hagen dan Don memandangnya heran. Selama ini Johnny pemuda yang tangguh.

Fontane melanjutkan, "Dua filmku menghasilkan banyak uang. Aku menjadi bintang besar. Sekarang mereka mendepakku. Kepala studio membenciku dan sekarang ia memecatku."

Don Corleone berdiri di hadapan anak baptisnya dan berkata muram, "Kenapa orang ini tidak menyukai dirimu?"

"Aku dulu menyanyikan lagu-lagu untuk berbagai organisasi liberal, kau tahu, semua yang tidak kausukai kalau kulakukan. Nah, Jack Wokz juga tidak menyukainya, la menyebutku komunis, tapi tidak bisa melekatkan sebutan itu padaku. Kemudian aku merebut wanita yang diincarnya bagi dirinya sendiri. Itu hanya kencan semalam dan wanita itu terus mengejarku. Apa yang bisa kulakukan? Kemudian sundal yang menjadi istri keduaku mendepakku. Ginny dan anak-anak tidak mau menerimaku, kecuali aku datang menyembah-nyembah, dan aku tak bisa menyanyi lagi. Godfather, apa yang bisa kulakukan?"

Wajah Don Corleone berubah dingin tanpa simpati sedikit pun. Ia berkata jengkel, "Kau bisa mulai dengan bersikap layaknya laki-laki."

Tiba-tiba kemarahan mengubah wajahnya menjadi kejam. Ia berteriak, "LAYAKNYA LAKI-LAKI!"

Ia mengulurkan tangan di atas meja tulis dan menyambar rambut Johnny Fontane dengan gerakan yang menunjukkan kasih sayang kasar. "Demi Tuhan di surga, bagaimana bisa kau begitu lama bersamanya dan sekarang berubah menjadi orang yang tidak lebih dari ini? Finocchio Hollywood yang menangis dan meratap-tatap minta dikasihani? Yang menangis seperti wanita -'Apa yang harus kulakukan? Oh, apa yang harus kulakukan?'"

Peniruan yang dilakukan Don begitu luar biasa, begitu tidak terduga, sehingga Hagen dan Johnny terkejut lalu tertawa.

Don Corleone merasa senang. Sejenak ia merenungkan betapa ia sangat menyayangi anak baptisnya ini. Bagaimana reaksi ketiga putranya sendiri terhadap cambukan lidah yang begitu tajam? Santino akan merajuk dan berlaku buruk selama tiga minggu berikutnya. Fredo akan ketakutan. Michael akan tersenyum dingin padanya dan pergi dari rumah, tidak terlihat lagi selama berbulan-bulan. Tapi Johnny, ah, ia benar-benar anak yang baik, sekarang ia tersenyum, mengumpulkan kekuatan, sudah mengetahui tujuan Godfather sesungguhnya.

Don Corleone melanjutkan. "Kau merebut wanita milik bos, orang yang lebih berkuasa dari dirimu, kemudian kau mengeluh bosmu tidak mau membantu. Benar-benar tidak masuk akal. Kau meninggalkan keluargamu, anak-anakmu tidak memiliki ayah lagi, untuk mengawini sundal, lalu kau menangis karena mereka tidak mau menerimamu kembali dengan tangan terbuka. Sedangkan si pelacur itu, kau tidak memukul wajahnya karena ia sedang membuat film, kemudian kau heran kenapa ia menertawakan dirimu. Kau hidup seperti orang tolol dan kau akan mengakhiri hidupmu seperti orang tolol."

Don Corleone berhenti bicara, kemudian bertanya dengan suara yang sabar, "Kau bersedia menerima nasihatku kali ini?"

Johnny Fontane mengangkat bahu. "Aku tak bisa menikahi Ginny lagi, bukan itu yang diinginkannya. Aku terpaksa berjudi, aku terpaksa minum, aku terpaksa pergi bersama teman-teman pria. Sundal-sundal cantik mengejarku dan aku tidak bisa menolak. Kemudian aku merasa seperti orang tolol ketika kembali menemui Ginny. Ya Tuhan, aku tidak bisa mengalami semua itu lagi."

Jarang sekali Don Corleone memperlihatkan keputus-asaan. "Aku tidak menyuruhmu menikah lagi. Lakukan apa yang kauinginkan. Kau baik sekali ingin menjadi ayah dari anak-anakmu. Pria yang tidak menjadi ayah bagi anak-anaknya tak pernah menjadi pria sejati. Tapi lalu kau harus membuat ibu mereka menerima dirimu. Kata siapa kau tidak bisa menemui mereka setiap hari? Kata siapa kau tidak bisa tinggal serumah dengan mereka? Kata siapa kau tidak bisa menuntut kehidupan tepat seperti yang kauinginkan?"

Johnny Fontane tertawa. "Godfather, tidak semua wanita seperti ibu rumah tangga Italia yang sudah tua. Ginny tidak akan mau."

Sekarang Don mengejek. "Sebab kau bertingkah seperti finocchio. Kau memberinya lebih daripada yang ditentukan pengadilan. Kau tidak memukul wajah istrimu yang lain karena ia sedang membuat film. Kau membiarkan wanita mendikte tindakanmu padahal mereka tidak cakap di dunia ini, walau pasti akan menjadi orang kudus di surga sementara para pria dibakar di neraka. Lalu aku sudah mengawasimu selama bertahun-tahun ini."

Suara Don berubah tulus. "Kau anak baptis yang baik, kau sangat menghormati diriku. Tapi bagaimana dengan teman-teman lamamu yang lain? Satu tahun kau bergaul dengan satu orang, tahun berikutnya dengan orang lain. Anak Italia yang begitu lucu dalam film-film ditimpa kemalangan, tapi kau tidak pernah menemuinya lagi karena kau lebih terkenal. Dan bagaimana dengan sahabat karibmu yang bersekolah bersamamu, yang menjadi pasanganmu bernyanyi? Nino. Ia minum terlalu banyak karena kecewa, tapi ia tidak pernah mengeluh. Ia bekerja keras menjadi sopir truk pengangkut batu dan menyanyi di akhir pekan untuk mendapatkan beberapa dolar. Ia tak pernah menjelekkan dirimu. Kau tidak bisa menolongnya sedikit pun? Kenapa tidak? Ia pandai bernyanyi."

Johnny Fontane berkata dengan disabar-sabarkan. "Godfather, ia tidak cukup berbakat. Ia cukup baik, tapi bukan penyanyi besar."

Don Corleone memejamkan mata dan berkata, "Dan kau, anak baptisku, kau tidak cukup berbakat sekarang. Apakah kau perlu kuberi pekerjaan menyopiri truk angkutan batu bersama Nino?"

Ketika Johnny tidak menjawab, Don meneruskan. "Persahabatan adalah segalanya. Persahabatan melebihi bakat. Persahabatan hampir setara dengan keluarga. Melebihi pemerintah. Jangan pernah melupakannya. Seandainya sudah membangun dinding persahabatan, kau tidak perlu meminta bantuanku. Sekarang katakan padaku, kenapa kau tidak bisa bernyanyi? Kau bernyanyi dengan baik di taman tadi. Sebaik Nino."

Hagen dan Johnny tersenyum mendengar sindiran itu.

Sekarang giliran Johnny bersikap sabar. "Suaraku lemah. Aku bernyanyi satu atau dua lagu, kemudian tidak bisa bernyanyi lagi selama berjam-jam atau berhari-hari. Aku tidak berhasil dalam latihan atau perekaman suara kembali. Suaraku lemah, kena semacam penyakit."

"Jadi kau punya masalah wanita. Suaramu sakit. Sekarang katakan padaku soal kesulitanmu dengan pezzonovante Hollywood yang tidak mau memberimu kesempatan kerja ini." Don mulai serius menangani masalah.

"Ia lebih besar daripada pezzonovante mana pun yang kaumiliki," kata Johnny. "Ia memiliki studio. Ia menjadi penasihat Presiden dalam film propaganda perang. Baru sebulan yang lalu ia membeli hak cipta film untuk novel terbesar tahun ini. Novel yang paling laris. Dan pemeran utamanya pria seperti diriku. Aku bahkan tidak perlu bernyanyi. Aku mungkin bahkan bisa memenangkan Academy Award. Setiap orang tahu peran itu sempurna bagiku dan aku bisa menjadi orang besar lagi. Sebagai aktor. Tapi si bangsat Jack Woltz itu mendepakku, ia tak mau memberikan peran itu padaku. Aku menawarkan melakukannya tanpa menuntut apa pun, dengan bayaran minimum, tapi ia tetap menolak. Ia menyebarkan berita kalau aku datang dan mencium pantatnya di studio, mungkin ia akan mempertimbangkannya."

Don Corleone mengesampingkan omong kosong yang emosional itu dengan lambaian tangan. Di antara orang-orang yang waras pikirannya, masalah bisnis selalu bisa dipecahkan. Ia menepuk-nepuk bahu anak baptisnya. "Kau tidak memiliki semangat. Tidak ada yang mempedulikan dirimu, begitu kaukira. Dan kau kehilangan banyak berat badan. Kau banyak minum, eh? Kau kurang tidur dan mengkonsumsi pil?" Ia menggeleng tidak senang.

"Sekarang aku ingin kau mematuhi perintahku," kata Don. "Kuminta kau tinggal di rumahku selama sebulan. Aku ingin kau menyantap makanan yang bergizi, istirahat, dan banyak tidur. Aku ingin kau menjadi temanku, aku senang kautemani, dan mungkin ada yang bisa kaupelajari tentang dunia ini dari ayah baptismu yang mungkin akan membantumu di Hollywood yang hebat. Tapi kau tidak boleh bernyanyi, tidak boleh minum, dan tidak boleh main perempuan. Pada akhir bulan kau pulang ke Hollywood dan kembali menemui pezzonovante ini, kaliber 90 ini akan memberimu peran yang kauinginkan. Setuju?"

Johnny Fontane sama sekali tidak percaya Don memiliki kekuasaan yang begitu besar. Tapi Godfather tidak pernah mengatakan ini atau itu bisa dilakukan kalau tidak benar-benar bisa melakukannya.

"Orang ini sahabat karib J. Edgar Hoover," kata Johnny. "Orang bahkan tidak berani bicara dengan suara tinggi pada orang ini."

"Ia pengusaha," kata Don datar. "Akan kuberi ia penawaran yang tidak bisa ditolaknya."

"Terlambat," kata Johnny. "Semua kontrak telah ditandatangani dan mereka akan memulai pengambilan gambar seminggu lagi. Benar-benar mustahil."

Don Corleone berkata, "Pergilah, kembalilah ke pesta. Teman-temanmu menunggu. Serahkan semua padaku." Ia mendorong Johnny Fontane keluar kamar.

***

Hagen duduk di belakang meja tulis, membuat catatan. Don menghela napas dan bertanya, "Ada yang lain?"

"Sollozzo tidak bisa ditunda lagi. Kau harus menemuinya minggu ini." Hagen memegang pena di atas kalender.

Don mengangkat bahu. "Sekarang sesudah pernikahan selesai, kapan saja kau mau."

Jawaban ini memberitahu Hagen dua hal. Yang paling penting, jawaban bagi Virgil Sollozzo adalah tidak. Yang kedua, Don Corleone, karena tidak mau menjawab sebelum pernikahan anaknya, mengharapkan penolakannya tidak menimbulkan kesulitan.

Hagen bertanya hati-hati, "Aku perlu memberitahu Clemenza agar memerintahkan beberapa anak buahnya tinggal di rumah ini?"

Don menukas tidak sabar, "Untuk apa? Aku tidak menjawab sebelum pernikahan karena pada hari penting seperti ini tidak boleh ada awan gelap, bahkan di kejauhan. Sebelumnya aku juga ingin tahu apa yang akan dibicarakannya. Kita sekarang mengetahuinya. Yang akan diusulkannya itu informal.

Hagen bertanya, "Kalau begitu kau akan menolaknya?"

Setelah Don mengangguk, Hagen berkata, "Kurasa kita harus membicarakannya -dengan seluruh keluarga- sebelum kau memberikan jawaban."

Don tersenyum. "Menurutmu begitu? Bagus, kita akan membicarakannya. Setelah kau kembali dari California. Aku ingin kau terbang ke sana besok pagi dan menyelesaikan masalah Johnny. Temui pezzonovante film itu. Beritahu Sollozzo, aku akan menemuinya sepulang kau dari California. Ada lagi?"

Hagen berkata dengan nada formal, "Rumah sakit menelepon. Consigliori Abbandando sudah sekarat, ia tidak akan mampu bertahan melewati malam ini. Keluarganya sudah diberitahu agar datang dan menungguinya."
 
Hagen memegang kedudukan consigliori selama setahun terakhir, sejak kanker memaksa Genco Abbandando berbaring di ranjang rumah sakit. Sekarang ia menunggu Don Corleone mengatakan dirinya menduduki jabatan itu secara permanen. Kemungkinannya sangat tipis. Kedudukan yang begitu tinggi biasanya hanya diberikan pada orang-orang yang kedua orangtuanya Italia. Kesulitan sudah timbul sejak ia menduduki jabatan itu untuk sementara. Selain itu, usianya baru tiga puluh lima tahun, belum cukup tua, mungkin, untuk memiliki pengalaman dan kecerdikan yang diperlukan agar menjadi consigliori yang berhasil.

Tapi Don tidak memberinya harapan apa pun. Ia bertanya, "Kapan putriku akan pergi bersama suaminya?"

Hagen memandang arloji. "Beberapa menit lagi mereka akan memotong kue pengantin dan setengah jam sesudah itu."

Hal itu mengingatkannya pada masalah lain. "Menantumu yang baru. Apakah kita akan memberinya kedudukan penting dalam Keluarga?"

Ia terkejut mendengar jawaban Don yang tegas. "Tidak."

Don menghantam meja tulis dengan telapak tangannya. "Tidak. Beri ia pekerjaan agar bisa mendapatkan nafkah untuk keluarganya, kehidupan yang layak. Tapi jangan sekali-kali memberitahu dirinya mengenai bisnis Keluarga. Kabarkan pada yang lain, Sonny, Fredo, Clemenza."

Don terdiam sejenak. "Perintahkan putraku, ketiganya, bahwa mereka akan menemaniku ke rumah sakit untuk mengunjungi Genco yang malang. Aku ingin mereka memberikan penghormatan yang terakhir. Minta Freddie mengemudikan mobil besar dan tanyakan pada Johnny apakah ia mau ikut dengan kami, sebagai penghormatan istimewa bagiku."

Ia melihat Hagen memandangnya dengan ekspresi bertanya.

"Kuminta kau pergi ke California malam ini juga. Tapi jangan berangkat sebelum aku kembali dari rumah sakit dan berbicara denganmu. Mengerti?"

"Mengerti," jawab Hagen. "Pukul berapa Fred harus siap dengan mobilnya?"

"Sesudah tamu-tamu pulang," kata Don Corleone. "Genco akan menungguku."

"Senator menelepon," kata Hagen. "Ia meminta maaf karena tidak bisa datang sendiri, tapi katanya kau akan mengerti. Mungkin yang dimaksudkannya adalah kedua orang FBI di seberang jalan, yang mencatat nomor pelat mobil-mobil. Tapi ia mengirimkan hadiah melalui utusan khusus."

Don mengangguk. Ia tidak merasa perlu memberitahu Hagen bahwa ia sendiri yang memperingatkan Senator agar tidak datang. "Ia mengirimkan hadiah yang bagus?"

Hagen menunjukkan ekpresi senang dan terkesan yang anehnya khas Italia meskipun wajahnya asli Jerman-Irlandia.

"Barang antik dari perak, sangat mahal. Anak-anak bisa menjualnya seharga minimal seribu dolar. Senator membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hadiah yang tepat. Bagi orang-orang seperti mereka, hal itu lebih penting daripada harganya."

Don Corleone tidak menyembunyikan kegembiraannya karena orang sepenting Senator memperlihatkan penghargaan yang setinggi itu padanya. Senator, seperti Luca Brasi, adalah salah satu tonggak penting dalam struktur kekuasaan Don -dan ia pun, dengan hadiah ini, telah menyatakan kembali kesetiaannya.

***

Ketika Johnny Fontane muncul di taman, Kay Adams seketika mengenalinya. Ia benar-benar terkejut.

"Kau tidak pernah mengatakan padaku keluargamu mengenal Johnny Fontane," katanya. "Sekarang aku yakin mau menikah denganmu."

"Kau ingin bertemu dengannya?" tanya Michael.

"Jangan sekarang," jawab Kay. Ia mendesah. "Aku jatuh cinta padanya selama tiga tahun. Aku biasa pergi ke New York setiap kali ia menyanyi di Capitol dan menjerit-jerit histeris. Ia begitu hebat."

Setelah Johnny selesai bernyanyi dan menghilang ke dalam rumah bersama Don Corleone, Kay berkata dengan nada takjub pada Michael, "Jangan katakan bintang film besar seperti Johnny Fontane datang untuk meminta bantuan ayahmu."

"Ia anak baptis ayahku," kata Michael. "Dan kalau bukan karena ayahku, mungkin ia tidak akan menjadi bintang film besar hari ini."

Kay Adams tertawa gembira. "Kedengarannya seperti kisah seru lagi."

Michael menggeleng. "Aku tidak bisa menceritakan kisah yang ini," katanya.

"Percayalah padaku," kata Kay.

Michael bercerita padanya. Ia bercerita tanpa niat bergurau. Ia bercerita tanpa kebanggaan. Ia bercerita tanpa penjelasan apa pun kecuali bahwa delapan tahun yang lalu ayahnya lebih impulsif, dan karena berkaitan dengan anak baptisnya, Don memandang persoalan tersebut menyangkut kehormatan pribadi.

Kisahnya diceritakan dengan cepat. Delapan tahun yang lalu Johnny Fontane mencapai kesuksesan yang luar biasa, bernyanyi dengan band populer pengiring dansa. Ia menjadi atraksi radio yang terkenal. Sayang sekali pemimpin band, tokoh bisnis pertunjukan terkenal Les Halley, memaksa Johnny menandatangani kontrak hubungan kerja pribadi selama lima tahun. Itu praktik bisnis pertunjukan yang lazim. Kini Les Halley bisa meminjamkan Johnny ke pihak lain dan mengantongi sebagian besar uangnya. Don Corleone sendiri yang melakukan negosiasinya. Ia menawarkan uang dua puluh ribu dolar pada Les Halley untuk membebaskan Johnny dari kontrak hubungan kerja pribadi itu. Halley menawarkan mengambil hanya lima puluh persen dari penghasilan Johnny Fontane. Don Corleone senang. Ia menurunkan tawarannya dari dua puluh ribu menjadi sepuluh ribu dolar. Pemimpin band, jelas sekali tak mengerti apa-apa di luar dunia bisnis pertunjukan, tak mengetahui arti penting penurunan tawaran itu. Ia menolak. Keesokan harinya Don Corleone menemui sendiri si pemimpin band. Ia mengajak kedua sahabat karibnya, Genco Abbandando, consigliori-nya, dan Luca Brasi. Tanpa saksi lain, Don Corleone membujuk Les Halley menandatangani dokumen pelepasan hak atas semua layanan Johnny Fontane dengan pembayaran dalam bentuk cek sebesar sepuluh ribu dolar. Don Corleone melakukannya dengan menodongkan pistol ke dahi si pemimpin band dan meyakinkannya dengan sangat serius bahwa entah tanda tangannya atau otaknya yang akan berada di atas dokumen itu dalam waktu tepat satu menit. Les Halley menandatanganinya. Don Corleone mengantongi pistolnya dan menyerahkan cek. Sisanya merupakan sejarah. Johnny Fontane berkembang menjadi sensasi nyanyi paling hebat di seluruh negeri. Ia membuat film-film musikal Hollywood yang menghasilkan banyak uang bagi studionya. Rekamannya menghasilkan uang berjuta-juta dolar. Kemudian ia menceraikan kekasih masa kanak-kanaknya yang telah menjadi istrinya dan meninggalkan kedua anaknya, untuk menikahi bintang film berambut pirang yang menggiurkan. Ia segera mengetahui perempuan berambut pirang itu "sundal". Ia mabuk-mabukan, berjudi, mengejar wanita-wanita lain. Ia kehilangan suara. Rekamannya tidak lagi laku. Studio tidak memperpanjang kontrak. Maka sekarang ia kembali menemui Godfather.

***
 
Thanks bro Caezar,nanti ane boleh ya numpang makan ke apartemennya.

On progress bro buat cermis.lgan yg di forsup pd asli semua.ini mau bikin yg lebih panjang gitu,nyampur2 sama pengalaman asli.doakan berhasil bro

asyikk.. Mdah2an sukses slalu brada biar cpet d rilis. Aminn :banzai:

#moga berkenan sama suguhannya cheers :cendol:
 
Bab 1 c


Kay berkata sambil berpikir, "Kau yakin tidak mencemburui ayahmu? Segala sesuatu yang kauceritakan padaku mengenai ayahmu menunjukkan ia bertindak untuk membantu orang lain. Hatinya pasti sangat baik." Ia tersenyum datar. "Tentu saja metodenya tidak selalu konvensional."

Michael menghela napas. "Kurasa begitulah kedengarannya, tapi kuberitahu kau. Kau tahu para penjelajah Kutub Utara yang menyebar makanan di rute menuju Kutub Utara? Untuk menjaga kemungkinan suatu hari nanti mereka memerlukannya? Begitu pula bantuan yang diberikan ayahku pada orang lain. Suatu hari nanti ia akan mendatangi rumah setiap orang yang pernah ditolongnya dan mereka sebaiknya balas menolong dirinya."

Senja nyaris turun saat kue pengantin dihidangkan, dikagumi, dan disantap. Kue itu dibuat khusus oleh Nazorine, dihiasi kulit-kulit kerang yang tetbuat dari krim yang begitu lezat hingga pengantin wanita dengan serakah mencomotinya dari badan kue sebelum ia dibawa suaminya pergi berbulan madu. Don dengan sopan mempercepat kepergian para tamu, sambil memperhatikan bahwa sedan hitam berisi orang-orang FBI tidak terlihat lagi.

Akhirnya satu-satunya mobil yang masih ada di tempat parkir hanyalah Cadillac panjang dengan Freddie di belakang kemudinya. Don masuk dan duduk di kursi depan, bergerak dengan koordinasi cepat bagi orang seusianya dan bertubuh sebesar dirinya. Sonny, Michael, dan Johnny Fontane duduk di kursi belakang.

Don Corleone berkata pada putranya Michael, "Kekasihmu, ia tidak apa-apa pulang ke kota sendirian?"

Michael mengangguk. "Kata Tom, ia akan menanganinya."

Don Corleone mengangguk, puas atas efisiensi Tom Hagen.

Karena penjatahan bensin masih berlaku, hanya sedikit lalu lintas di Belt Parkway yang menuju Manhattan. Dalam waktu kurang dari satu jam, Cadillac itu memasuki jalan ke Rumah Sakit Prancis. Dalam perjalanan, Don Corleone bertanya pada putra bungsunya apakah kuliahnya lancar. Michael mengangguk. Kemudian Sonny di kursi belakang bertanya pada ayahnya, "Kata Johnny, kau akan membereskan masalahnya di Hollywood. Kau mau aku ke sana untuk membantu?"

Jawaban Don Corleone singkat. "Tom ke sana malam ini. Ia tidak membutuhkan bantuan. Ini masalah sepele."

Sonny Corleone tertawa. "Menurut Johnny, kau tidak akan berhasil membereskannya. Itu sebabnya kupikir kau ingin aku ke sana."

Don Corleone berpaling. "Kenapa kau meragukan diriku?" tanyanya pada Johnny Fontane. "Bukankah ayah baptismu ini selalu menepati janji? Pernahkah aku dianggap sebagai orang tolol?"

Johnny meminta maaf dengan gelisah. "Godfather, orang yang menangani masalah ini pezzonovante kaliber 90 yang sesungguhnya. Kau tidak akan bisa mengubah pendapatnya, bahkan dengan uang. Ia memiliki koneksi yang luas. Dan ia membenciku. Aku hanya tidak mengetahui bagaimana kau akan melakukannya."

Don berbicara dengan nada geli bercampur sayang, "Kukatakan padamu: kau akan mendapatkannya." Ia menyikut Michael. "Kita tidak akan mengecewakan anak baptisku, eh, Michael?"

Michael, yang tidak pernah meragukan ayahnya sedetik pun, mengangguk.

Sementara mereka berjalan ke pintu masuk rumah sakit, Don Corleone meraih lengan Michael hingga yang lain berjalan di depan lebih dulu.

"Sesudah kuliahmu selesai, temui aku," kata Don. "Ada beberapa rencana yang pasti akan kausukai."
Michael tidak mengatakan apa pun. Don Corleone menggeram putus asa. "Aku memahami watakmu. Aku tidak akan memintamu melakukan apa yang tidak kausukai. Ini istimewa. Lakukanlah sesukamu sekarang, bagaimanapun juga kau pria dewasa. Tapi temui aku sebagaimana layaknya anak yang baik sesudah pendidikanmu selesai."

***

Keluarga Genco Abbandando, istri dan ketiga putrinya yang berpakaian hitam-hitam, berkumpul seperti sekelompok gagak gemuk di lorong rumah sakit yang berlantai putih. Ketika melihat Don Corleone keluar dari lift, mereka bagai terbang ke arah Don Corleone dari lantai yang putih karena dorongan naluri untuk meminta perlindungan. Si ibu tampak tegap dan anggun dalam gaun hitam, anak-anaknya gemuk dan tidak cantik. Mrs. Abbandando mengecup pipi Don Corleone, terisak, meratap, "Oh, kau benar-benar baik, datang ke sini pada hari pernikahan putrimu."

Don Corleone mengabaikan ungkapan terima kasih wanita itu. "Bukankah aku harus menghormati sahabat, sahabat yang sudah menjadi tangan kananku selama dua puluh tahun?" Ia segera memahami bahwa wanita yang segera akan menjadi janda ini tidak mengetahui suaminya akan meninggal malam ini.

Genco Abbandando dirawat di rumah sakit ini hampir setahun lamanya karena kanker dan istrinya sudah menganggap penyakit yang mematikan itu nyaris sebagai bagian dari hidupnya. Malam ini hanyalah krisis yang sama seperti krisis-krisis lain.

Mrs. Abbandando terus berceloteh, "Masuklah dan temui suamiku yang malang. Ia menanyakan dirimu. Kasihan, ia ingin datang ke pesta pernikahan untuk menunjukkan rasa hormat, tapi dokter tidak mengizinkan. Kemudian ia berkata kau akan datang mengunjunginya di hari besar ini, tapi aku tidak percaya hal itu mungkin terjadi. Ah, kaum pria lebih memahami persahabatan daripada wanita. Pergilah ke dalam, kau akan membuatnya bahagia."

Perawat dan dokter keluar dari kamar pribadi Genco Abbandando. Dokternya pria yang masih muda dan berwajah serius, dengan sikap orang yang dilahirkan untuk memerintah, atau dengan kata lain, orang yang kaya raya sepanjang hidupnya. Salah seorang putri Abbandando bertanya malu-malu, "Dokter Kennedy, boleh kami mengunjunginya sekarang?"

Dr. Kennedy memandang rombongan besar itu dengan putus asa. Apakah orang-orang ini tidak menyadari bahwa pria yang ada di dalam tengah sekarat dengan kesakitan yang menyiksa? Jauh lebih baik kalau setiap orang membiarkan ia mengembuskan napas terakhir dengan damai.

"Saya rasa hanya keluarga dekat yang boleh menemuinya," kata Dokter dengan suara yang sangat sopan. Ia heran ketika istri dan para putri Abbandando berpaling memandang si pria pendek besar, bersetelan jas yang tidak pas, dan tampak kikuk, seakan menunggu keputusannya.

Pria berbadan besar itu berbicara. Hanya sedikit aksen Italia dalam suaranya. "Dokter yang baik," kata Don Corleone, "benarkah ajalnya hampir tiba?"

"Ya," jawab Dr. Kennedy.

"Kalau begitu tidak ada lagi yang perlu kaulakukan," kata Don Corleone. "Kami akan menanggung bebannya. Kami akan menghiburnya. Kami akan menutupkan matanya. Kami akan memakamkannya dan menangisi dirinya pada upacara pemakaman. Setelah itu kami akan menjaga istri dan anak-anaknya."

Begitu mendengar kata-kata tersebut, yang begitu terus terang, memaksanya untuk mengerti, Mrs. Abbandando mulai menangis.

Dr. Kennedy mengangkat bahu. Mustahil baginya untuk menjelaskan pada orang-orang awam ini. Pada saat yang sama ia merasakan kebenaran yang kasar dalam omongan pria besar itu. Perannya telah selesai. Dengan suara yang masih sangat sopan, dokter itu berkata, "Silakan tunggu sampai perawat mengantar kalian masuk, ada beberapa hal yang perlu dilakukannya pada pasien."
Lalu ia berjalan meninggalkan mereka ke ujung lorong, jas putihnya berkibar mengikuti gerakannya. Perawat kembali masuk ke ruangan dan mereka menunggu. Akhirnya perawat keluar kembali, memegangi pintu yang tetap terbuka agar mereka bisa masuk. Ia berbisik, "Ia meracau karena sakit dan demam, usahakan tidak mengusik perasaannya. Dan kalian hanya boleh menemuinya selama beberapa menit, kecuali istrinya."

Perawat itu mengenali Johnny Fontane ketika Johnny melewatinya dan matanya membelalak. Johnny tersenyum samar padanya sebagai tanggapan dan perawat tersebut menatap dengan pandangan yang terang-terangan mengundang. Johnny mengingatnya untuk kesempatan di masa datang, kemudian mengikuti yang lain masuk ke kamar si sakit.

Genco Abbandando sudah lama berlomba dengan maut, dan sekarang, kalah, ia terbaring kelelahan di ranjang yang ditinggikan. Tubuhnya menyusut hingga tidak lebih dari tulang terbalut kulit, dan rambut yang dulunya hitam lebat kini tipis; kaku, dan buruk. Don Corleone berkata riang, "Genco, sahabatku yang baik, aku mengajak anak-anakku untuk menyampaikan penghormatan, dan lihat, bahkan Johnny, yang jauh-jauh datang dari Hollywood."

Pria yang hampir menemui ajalnya itu mengangkat pandangan matanya yang diberati demam dengan penuh rasa terima kasih, memandang Don. Dibiarkannya anak-anak muda itu menjabat tangannya yang tinggal tulang dengan tangan mereka yang masih berdaging. Istri dan putri-putrinya berdiri berjajar di samping ranjang, bergantian mencium pipinya, memegang tangannya yang lain.

Don menggenggam tangan sahabat karibnya. Ia berkata untuk nada menghibur, "Cepatlah sembuh dan kita akan melancong ke Italia bersama-sama, ke kampung halaman kita dulu. Kita akan bermain boccie di depan kedai anggur seperti para leluhur kita."

Pria yang hampir meninggal tersebut menggeleng. Ia memberi isyarat pada para pemuda dan keluarganya agar menjauhi ranjang; dengan tangannya yang lain, yang sama kurus keringnya seperti tangan yang satu lagi, ia memegangi Don erat-erat. Ia mencoba berbicara. Don menundukkan kepala, kemudian duduk di kursi di dekat ranjang.

Genco Abbandando berceloteh mengenai masa kanak-kanak mereka. Kemudian matanya yang sehitam arang memancarkan kelicikan. Ia berbisik. Don menunduk lebih rendah.

Orang-orang lain dalam ruangan keheranan melihat air mata mengaliri wajah Don Corleone saat ia menggeleng. Suara bergetar itu terdengar semakin keras memenuhi ruangan. Dengan kekuatan yang melebihi kekuatan manusia biasa dan penuh rasa sakit, Abbandando mengangkat kepala dari bantal, pandangannya hampa, dan mengarahkan telunjuk yang tinggal kerangka pada Don.

"Godfather, Godfather," panggilnya tak sadar, "selamatkan aku dari maut, kumohon padamu. Dagingku terbakar dari tulang dan aku bisa merasakan ulat memakan otakku. Godfather, sembuhkanlah aku, kau yang memiliki kekuatan, keringkan air mata istriku yang malang. Di Corleone kita bermain bersama sewaktu masih kecil dan sekarang kau akan membiarkan aku mati sementara aku takut pada neraka karena dosa-dosaku?"

Don membisu. Abbandando berkata, "Ini hari pernikahan putrimu, kau tidak bisa menolak permintaanku."

Don berbicara perlahan-lahan, dengan sedih, untuk menembus igauan yang menghujat itu. "Sahabat karibku," katanya. "Aku tidak memiliki kekuatan seperti itu. Seandainya kumiliki, aku akan lebih pengampun daripada Tuhan, percayalah. Tapi jangan takut pada kematian dan jangan takut pada neraka. Aku akan menyelenggarakan misa untuk arwahmu setiap malam dan setiap pagi. Istri dan anak-anakmu akan mendoakan dirimu. Mana bisa Tuhan menghukummu kalau ada begitu banyak doa untuk memohon pengampunan bagimu?"

Wajah yang bagaikan tengkorak itu memancarkan kelicikan yang buruk. Abbandando bertanya curiga, "Kalau begitu semua sudah diatur?"

Ketika Don menjawab, suaranya dingin, tanpa nada menghibur. "Kau menghujat. Pasrahkanlah dirimu."

Abbandando kembali berbaring di ranjang. Matanya kehilangan pancaran harapan. Perawat masuk kembali ke kamar dan mulai mengusir mereka keluar dengan sangat tegas.

Don bangkit tapi Abbandando mengulurkan tangan. "Godfather," katanya, "tinggallah di sini bersamaku dan bantu aku menyambut kematian. Mungkin kalau melihatmu di dekatku, Ia akan ketakutan dan membiarkan aku. Atau kau bisa membicarakannya, mengatur segala sesuatunya, eh?"

Pria yang hampir mari tersebut mengerjapkan mata seakan
mengejek Don, yang sekarang tidak benar-benar serius. "Lagi pula kita saudara sedarah."

Kemudian, seolah takut Don tersinggung, ia menggenggam erat-erat tangannya. "Tinggallah bersamaku, biarlah aku memegang tanganmu. Kita akan menipu bangsat itu seperti kita menipu yang lain. Godfather, jangan tinggalkan aku."

Don memberi isyarat agar orang-orang meninggalkan kamar. Mereka pun pergi. Ia memegangi tangan Genco Abbandando yang menyusut dengan kedua tangannya yang besar. Dengan lemah lembut, menenangkan, ia menghibur sahabatnya, sambil mereka menanti kedatangan malaikat maut bersama-sama -seakan Don benar-benar bisa merebut kembali nyawa Genco Abbandando dari pengkhianat yang paling busuk dan paling jahat bagi manusia itu.

***

Hari pernikahan Connie Corleone berakhir dengan baik baginya. Carlo Rizzi menunaikan tugasnya sebagai pengantin pria dengan penuh kekuatan dan keahlian, dipacu isi tas hadiah pengantin wanita yang jumlah totalnya mencapai lebih dari dua puluh ribu dolar. Tapi ternyata pengantin wanita menyerahkan keperawanannya jauh lebih mudah daripada menyerahkan tas hadiahnya. Untuk mendapatkan yang kedua, pengantin pria terpaksa membuat sebelah mata pengantin wanita bengkak.

Lucy Mancini menunggu telepon dari Sonny Corleone di rumahnya, yakin Sonny akan mengajaknya kencan. Akhirnya Lucy menelepon ke rumah Sonny dan ketika mendengar suara wanita menjawab, ia meletakkan telepon kembali. Ia sama sekali tidak mengetahui hampir setiap orang di pesta pernikahan menyadari menghilangnya dirinya dan Sonny selama setengah jam yang fatal itu, dan tersebar isu bahwa Santino Corleone telah menemukan korban lagi. Bahwa Sonny telah "menggarap" pendamping pengantin adiknya sendiri.

***
 
Amerigo Bonasera mendapat mimpi buruk yang mengerikan. Dalam mimpinya ia melihat Don Corleone, memakai topi lancip, celana terusan, dan sarung tangan tebal, menurunkan mayat-mayat penuh lubang peluru di ruangan kantor pemakamannya sendiri dan berseru, "Ingat, Amerigo, jangan bicara pada siapa pun, dan makamkan mereka dengan segera."

Ia mengerang begitu keras dan lama dalam tidur hingga istrinya mengguncang tubuhnya untuk membangunkannya. "Hah, kau pria sialan," istrinya menggerutu. "Bermimpi buruk padahal barusan menghadiri pesta pernikahan."

***

Kay Adams dikawal Paulie Gatto dan Clemenza ke hotelnya di New York City. Mobilnya besar, mewah, dan dikemudikan Gatto. Clemenza duduk di kursi belakang dan Kay duduk di kursi depan bersama pengemudi. Ia berpendapat kedua pria itu sangat eksotis. Cara bicara mereka seperti orang-orang Brooklyn dalam film dan mereka memperlakukan dirinya dengan kesopanan yang berlebihan. Dalam perjalanan Kay bercakap-cakap santai dengan kedua pria tersebut dan heran mendengar mereka membicarakan Michael dengan sayang dan hormat yang mencolok. Michael membuat ia percaya pria itu merupakan orang asing dalam dunia ayahnya.

Sekarang Clemenza meyakinkan dirinya dengan suara berat mendengus-dengus bahwa "pak tua" berpendapat Mike putra yang paling baik, anak yang pasti akan mewarisi bisnis keluarga.

"Bisnis apa itu?" tanya Kay dengan sikap yang dibuat sangat wajar.

Paulie Gatto melirik sekilas sambil memutar kemudi. Di belakangnya, Clemenza berkata dengan nada keheranan. "Michael belum memberitahu dirimu? Mr. Corleone importir minyak zaitun Italia terbesar di Amerika Serikat. Sekarang sesudah perang berakhir, bisnis itu pasti akan ramai sekali. Ia akan membutuhkan anak yang cerdas seperti Mike."

Di hotel, Clemenza memaksa ikut ke resepsionis bersamanya. Ketika Kay memprotes, ia hanya berkata, "Bos memerintahkan diriku memastikan kau pulang dengan selamat tanpa kurang suatu apa pun. Aku harus mematuhi perintahnya."

Setelah menerima kunci kamar, Kay diantarkan Clemenza ke lift hingga masuk Kay melambai padanya, tersenyum, dan heran melihat Clemenza membalas dengan senyum gembira yang sungguh-sungguh. Untunglah Kay tidak melihat Clemenza kembali menemui resepsionis hotel dan bertanya, "Wanita tadi mendaftar dengan nama apa?"

Resepsionis hotel memandang Clemenza dengan dingin. Clemenza mengulurkan uang kertas yang digulung ke seberang meja panjang kepada si resepsionis, yang menerimanya dan berkata, "Mr. dan Mrs. Michael Corleone."

Sekembalinya di mobil, Paulie Gatto berkata, "Gadis yang manis."

Clemenza menggerutu. "Mike mengerjainya." Kecuali, pikirnya, mereka benar-benar sudah menikah. "Jemput aku besok pagi-pagi sekait," katanya pada Paulie Gatto. "Kata Hagen, ada masalah yang harus segera dibereskan."

***

Baru menjelang tengah malam di hari Minggu itu Tom Hagen bisa memberikan ciuman selamat tinggal pada istrinya dan pergi dengan mobil ke bandara. Dengan prioritas nomor satu istimewa (hadiah dari perwira umum staf Pentagon yang sangat berterima kasih) ia tidak sulit mendapatkan pesawat ke Los Angeles.

Hari itu sangat sibuk tapi memuaskan bagi Tom Hagen. Genco Abbandando meninggal pada pukul tiga pagi. Dan, sekembalinya Don Corleone dari rumah sakit, ia memberitahu Tom Hagen bahwa sekarang dirinya resmi menjadi consigliori keluarga. Ini berarti Hagen akan kaya raya, juga berkuasa.

Don Corleone melanggar adat istiadat yang sudah berlaku sangat lama. Consigliori selama ini selalu harus orang Sisilia asli, dan kenyataan bahwa Hagen dibesarkan sebagai anggota keluarga Don sama sekali tidak bisa mengubah tradisi itu dari masalah darah. Hanya orang Sisilia yang lahir dengan mewarisi cara-cara omerta, hukum tutup mulut, yang bisa dipercaya menduduki jabatan kunci sebagai Consigliori.

Di antara kepala keluarga, Don Corleone, yang mendiktekan kebijaksanaan, dan orang-orang di tingkat operasional yang melaksanakan perintah Don, ada tiga lapisan, atau sekat. Dengan cara itu tidak ada yang bisa dilacak hingga puncak. Kecuali Consigliori berbalik menjadi pengkhianat.

Pada hari Minggu itu, Don Corleone memberikan sejumlah perintah eksplisit mengenai apa yang harus dilakukan terhadap dua pemuda yang menganiaya putri Amerigo Bonasera. Tapi ia memberikan perintah itu secara pribadi pada Tom Hagen. Kemudian, masih hari itu juga, Hagen memberikan perintah pada Clemenza, juga secara pribadi dan tanpa saksi. Pada gilirannya Clemenza memerintahkan Paulie Gatto melaksanakan tugas tersebut. Paulie Gatto sekarang akan mengumpulkan tenaga kerja yang dibutuhkan dan melaksanakan perintah yang diterimanya. Paulie Gatto dan anak buahnya tidak mengetahui kenapa tugas khusus ini dilaksanakan atau siapa yang mulanya memberi perintah. Setiap mata rantai bisa berbalik menjadi pengkhianat bagi Don, dan sekalipun hal itu belum pernah terjadi, kemungkinannya selalu ada. Obat untuk mengatasi kemungkinan itu juga telah diketahui. Hanya satu mata rantai yang harus dilenyapkan.

Consigliori juga berfungsi sebagaimana namanya. Ia penasihat bagi Don, tangan kanannya, otak daruratnya. Selain itu, ia sahabat Don yang paling dekat. Dalam perjalanan yang penting ia selalu mengemudikan mobil Don. Di konferensi ia bertugas mengambilkan minuman dingin atau kopi dan roti isi, atau cerutu yang masih baru. Ia mengetahui segala sesuatu yang diketahui Don atau nyaris semuanya, semua sel kekuasaan. Ia satu-satunya orang di dunia yang bisa menyebabkan keruntuhan Don. Tapi tidak ada consigliori yang pernah mengkhianati seorang Don, sepanjang ingatan keluarga Sisilia manapun yang berkuasa dan menetap di Amerika. Tidak ada masa depan untuk orang seperti itu. Dan setiap consigliori mengetahui kalau ia bisa menjaga kepercayaan, ia akan kaya, berkuasa, dan dihormati. Jika nasib sial menimpa, istri dan anak-anaknya akan dilindungi dan dijaga kesejahteraannya seakan ia masih hidup atau bebas. Kalau ia menjaga kepercayaan.

Dalam beberapa masalah consigliori harus bertindak bagi Don dengan cara yang lebih terbuka tapi tetap tidak melibatkan atasannya. Hagen terbang ke California untuk menangani masalah yang persis seperti itu. Ia menyadari karirnya sebagai consigliori akan sangat ditentukan berhasil tidaknya misi ini. Menurut standar bisnis keluarga, apakah Johnny akan mendapatkan peran yang diinginkannya dalam film perang itu hanyalah masalah kecil. Yang jauh lebih penting adalah pertemuan yang harus diatur Hagen dengan Virgil Sollozzo pada hari Jumat yang akan datang. Tapi Hagen mengetahui bahwa bagi Don, kedua masalah itu sama pentingnya, dan itulah yang harus diingat consigliori yang baik.

Guncangan pesawat mengganggu perut Hagen yang sudah mulas karena gelisah dan ia meminta martini pada pramugari untuk menenangkan diri. Don maupun Johnny memberinya informasi mengenai sifat produser film itu, Jack Woltz. Berdasarkan semua yang dikatakan Johnny, Hagen mengetahui ia tidak akan bisa membujuk Woltz. Tapi ia juga sama sekali tidak meragukan Don akan memenuhi janjinya pada Johnny. Ia sendiri berperan sebagai perunding dan penghubung.

Sambil menyandar di kursi, Hagen mengingat kembali semua informasi yang diberikan padanya hari itu. Jack Woltz salah satu dari tiga produser paling terkemuka di Hollywood, pemilik studionya sendiri, dengan puluhan bintang film di dalam kontraknya. Ia menjadi anggota Dewan Penasihat Presiden Amerika Serikat untuk Informasi Perang, Divisi Sinematik, yang berarti ia turut membantu pembuatan film propaganda. Ia pernah diundang menghadiri jamuan makan di Gedung Putih. Ia pernah menjamu J. Edgar Hoover di rumahnya di Hollywood. Tapi tidak satu pun dari semua informasi ini yang sama mengesankan seperti kesan yang ditimbulkannya. Semua ini hanyalah hubungan resmi. Woltz tidak memiliki kekuasaan politik, terutama karena ia reaksioner ekstrem, dan juga karena sifat megalomanianya yang senang menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenang tanpa mempedulikan kenyataan bahwa dengan melakukannya, ia menciptakan musuh yang bermunculan bagai jamur di musim hujan.

Hagen menghela napas. Tidak ada cara apa pun untuk "mengendalikan" Jack Woltz. Ia membuka tas dan mencoba menyelesaikan sedikit pekerjaan, tapi terlalu lelah. Ia memesan martini lagi dan merenungkan hidupnya. Ia tidak menyesal, bahkan merasa dirinya sangat beruntung. Apa pun alasannya, jalan hidup yang dipilihnya sepuluh tahun yang lalu terbukti sesuai baginya. Ia berhasil, ia sebahagia yang bisa diharapkan orang dewasa mana pun, dan ia menganggap kehidupan ini menarik.

Tom Hagen berusia tiga puluh lima tahun, bertubuh jangkung dengan rambut dipotong pendek, sangat ramping, dengan penampilan sangat biasa. Ia pengacara tapi tidak menangani masalah hukum bagi bisnis keluarga Corleone, walau ia sempat membuka praktik hukum tiga tahun setelah lulus.
Pada usia sebelas tahun ia menjadi teman main Sonny Corleone yang juga berusia sebelas tahun. Ibu Hagen buta, kemudian meninggal ketika usianya tepat sebelas tahun. Ayah Hagen pemabuk berat. Sebagai tukang kayu yang suka bekerja keras, ayahnya tak pernah melakukan pekerjaan yang tidak jujur seumur hidupnya. Tapi kesenangannya bermabuk-mabukan menghancurkan keluarganya dan akhirnya membunuh dirinya. Tom Hagen menjadi yatim piatu dan menggelandang di jalan, tidur di depan toko-toko. Adik perempuannya dimasukkan ke panti asuhan, tapi pada tahun 1920-an, dinas sosial tidak mau repot-repot menangani masalah bocah laki-laki berusia dua belas tahun yang begitu tidak tahu berterima kasih hingga melarikan diri dari lembaga sosial yang menampungnya. Hagen juga menderita sakit mata karena infeksi. Para tetangga berbisik-bisik ia mewarisi penyakit itu dari ibunya dan dengan begitu berarti penyakit tersebut bisa menular pada orang lain. Ia diusir dari lingkungannya. Sonny Corleone, bocah sebelas tahun yang baik hati dan berkemauan keras, membawa sahabatnya ke rumah dan meminta ia diterima di sana. Tom Hagen diberi sepiring spaghetti panas dengan saus melimpah, ia tidak pernah melupakan rasanya. Kemudian ia diberi ranjang lipat untuk tempat tidurnya.

Dengan cara yang paling alamiah, tanpa mengucapkan sepatah kata pun atau membicarakan masalah itu, Don Corleone mengizinkan si bocah tinggal di rumahnya. Don Corleone sendiri yang membawa anak itu ke dokter spesialis dan infeksi matanya pun sembuh. Ia mengirim Tom ke college, kemudian sekolah hukum. Dalam hal ini Don tidak bertindak sebagai ayahnya, tapi lebih sebagai wali. Don sama sekali tidak memperlihatkan kasih sayang padanya, tapi anehnya ia memperlakukan Hagen lebih hormat dibandingkan anak-anaknya sendiri, dan tidak pernah memaksakan kehendak seperti orangtua pada umumnya. Hagen sendiri yang ingin masuk ke sekolah hukum setelah lulus college. Ia pernah mendengar Don Corleone berkata, "Pengacara dengan tasnya bisa mencuri lebih banyak daripada seratus orang bersenjata api." Sementara itu, yang sangat menjengkelkan ayahnya, Sonny dan Freddie berkeras ingin memasuki bisnis keluarga setelah tamat SMU. Hanya Michael yang kuliah di college, dan ia mendaftarkan diri ke Marinir setelah pengeboman Pearl Harbour.

Setelah lulus ujian sebagai pengacara, Hagen menikah untuk membina keluarganya sendiri. Pengantinnya gadis Italia muda lulusan college dari New Jersey, yang pada masa itu masih langka. Sesudah pernikahan, yang tentu saja dilangsungkan di rumah Don Corleoine, Don menawarkan mendukung Hagen dalam usaha apa saja yang akan dilakukannya, dan mengirimkan klien hukum padanya, melengkapi perabotan kantornya, dan memulai bisnis real estate baginya.

Tom Hagen menunduk dan berkata pada Don, "Aku ingin bekerja padamu."

Don terkejut, tapi senang. "Kau tahu siapa aku?" tanyanya.

Hagen mengangguk. Ia tidak mengetahui seberapa besar kekuasaan Don, waktu itu ia belum mengetahuinya. Ia tidak benar-benar tahu selama sepuluh tahun berikutnya hingga diangkat menjadi pejabat sementara Consigliori setelah Genco Abbandando jatuh sakit. Tapi ia mengangguk dan menatap lurus mata Don. "Aku akan bekerja untukmu seperti anak-anakmu," kata Hagen, artinya dengan loyalitas penuh, dengan penerimaan penuh Don sebagai orangtua.

Don, dengan pengertian yang waktu itu pun sudah mendasari legenda kebesarannya, memperlihatkan pada anak muda itu tanda kasih sayang kebapakan yang pertama sejak Hagen masuk rumah tangganya. Ia memeluk Hagen sekilas dan setelah itu memperlakukannya sebagai anak sendiri, meskipun terkadang ia mengatakan, "Tom, jangan pernah melupakan orangtuamu sendiri," seakan untuk mengingatkan dirinya sendiri selain Hagen.

Hagen tidak mungkin melupakan orangtuanya. Ibunya nyaris hilang ingatan dan tak sadarkan diri, penyakit anemia menggerogotinya begitu parah hingga ia tidak punya perasaan sayang terhadap anak-anaknya maupun berpura-pura begitu. Hagen membenci ayahnya. Kebutaan yang diderita ibunya sebelum meninggal menakutkannya dan infeksi matanya merupakan pukulan nasib sial yang keras, yakin dirinya sendiri akan menjadi buta. Sewaktu ayahnya meninggal, pikiran Tom Hagen sebagai bocah sebelas tahun terguncang dengan cara yang aneh. Ia berkeliaran di jalan-jalan seperti hewan, menunggu tibanya kematian hingga hari yang menentukan ketika Sonny menemukan dirinya tidur di depan toko dan membawanya pulang. Apa yang terjadi setelah itu merupakan mukjizat.

Tapi selama bertahun-tahun Hagen diganggu mimpi buruk, bermimpi dirinya menjadi pria dewasa yang buta, mengetuk-ngetuk jalanan dengan tongkat putih, anak-anaknya yang buta mengetuk-ngetuk dengan tongkat putih kecil sementara mereka mengemis di jalan. Beberapa kali, saat ia terjaga di pagi hari, wajah Don Corleone melintas dalam benaknya ketika ia baru tersadar dan ia pun merasa aman.

Tapi Don berkeras ia menjalankan praktik hukum umum sebagai pengacara selama tiga tahun, selain melakukan tugas bagi bisnis keluarga. Pengalaman ini ternyata sangat berharga di kemudian hari, juga menyingkirkan keraguan yang masih ada dalam pikiran Hagen mengenai bekerja pada Don Corleone. Kemudian ia melewatkan waktu dua tahun latihan di kantor pengacara pidana top yang berada di bawah pengaruh Don. Jelas sekali bagi setiap orang bahwa ia punya bakat untuk cabang hukum tersebut. Ia bekerja dengan baik, dan ketika ia kemudian terjun total ke dalam bisnis keluarga, selama enam tahun berikutnya Don Corleone tidak bisa mencelanya sekali pun.

Ketika ia dijadikan pejabat consigliori, keluarga-keluarga Sisilia lain yang berkuasa dengan sebal menyebut keluarga Corleone "geng Irlandia". Ini menggelikan bagi Hagen. Ini juga memberitahunya ia tidak bisa berharap akan menggantikan Don sebagai kepala bisnis keluarga. Tetapi ia sudah puas. Itu tidak pernah menjadi tujuannya. Ambisi seperti itu akan merupakan "penghinaan" terhadap pengasuhnya dan keluarga kandung pengasuhnya.

***
 
Hari masih gelap ketika pesawat mendarat di Los Angeles. Hagen mendaftar di hotel, mandi dan bercukur, kemudian melihat fajar merekah di kota itu. Ia memesan sarapan dan koran untuk dikirim ke kamar dan bersantai hingga tiba waktu untuk janji temu pukul sepuluh pagi dengan Jack Woltz.

Janji temu itu ternyata bisa didapatnya dengan mudah.
Sehari sebelumnya, Hagen menelepon orang yang paling berkuasa dalam serikat buruh film, pria bernama Billy Goff. Bertindak sesuai instruksi Don Corleone, Hagen memberi tahu Goff agar mengatur segala sesuatu pada hari berikutnya sehingga Hagen akan bisa menghubungi Jack Woltz, memberi isyarat pada Woltz bila Hagen tidak senang dengan hasil pembicaraan, akan ada pemogokan pekerja di studio. Satu jam kemudian Hagen menerima telepon dari Goff. Janji temu ditetapkan pada pukul sepuluh pagi. Woltz memahami pesan tentang kemungkinan pemogokan, tapi agaknya tidak terpengaruh kata-kata Goff. Ia menambahkan; "Kalau pemogokan benar-benar terjadi, aku akan berbicara dengan Don sendiri."

"Kalau itu sampai terjadi, Don akan bicara denganmu," tukas Hagen. Dengan kata-kata ini ia menghindari memberikan janji apa pun. Ia tidak heran Goff begitu mematuhi keinginan Don. Kerajaan keluarga itu, secara teknis, tidak melebihi kawasan New York, tapi Don Corleone dahulu menjadi kuat dengan membantu para pemimpin buruh. Banyak di antara mereka yang masih berutang persahabatan dengannya.

Tapi janji tema pukul sepuluh pagi merupakan pertanda buruk. Itu berarti Hagen berada pada urutan pertama daftar janji temu, bahwa ia tidak akan diundang makan siang. Goff kurang terasa mengancam, mungkin karena namanya ada dalam daftar pembayaran suap Woltz. Dan terkadang keberhasilan Don dalam mempertahankan dirinya tetap di luar pusat perhatian malah merugikan bisnis keluarga, dalam arti namanya tidak berarti apa-apa bagi kalangan luar.

Analisisnya terbukti benar. Woltz membiarkan ia menunggu setengah jam lebih dari jadwal janji temu. Hagen tidak merasa keberatan. Ruang tamunya begitu mewah, begitu nyaman, dan di sofa krem di hadapannya duduk anak perempuan paling cantik yang pernah dilihat Hagen. Usianya tidak lebih dari sebelas atau dua belas tahun, berpakaian sangat mahal tapi sederhana seperti wanita dewasa. Rambutnya keemasan, matanya biru laut dan lebar, dengan bibir merah alami. Ia dijaga wanita yang jelas ibunya, yang mencoba memandang Hagen dengan sikap dingin meremehkan hingga Hagen ingin menamparnya. Anak bidadari dan ibu naga, pikir Hagen, membalas tatapan si ibu dengan tidak kalah dingin.

Akhirnya wanita paro baya yang gemuk tapi berpakaian bagus datang untuk mengantarnya melewati deretan kantor menuju ruangan si produser film. Hagen terkesan pada keindahan kantor dan kecantikan orang-orang yang bekerja di sana. Ia tersenyum. Mereka semua cerdik, berusaha memasuki dunia film dengan menerima pekerjaan kantor, dan sebagian besar dari mereka akan tetap bekerja di kantor itu sepanjang sisa hidup mereka atau hingga mereka mengaku kalah dan kembali ke kampung halaman.

Jack Woltz pria jangkung dan tegap, dengan perut besar yang nyaris berhasil disembunyikan setelan jas berpotongan sempurna. Hagen mengetahui riwayat hidupnya. Pada usia sepuluh tahun, Woltz bekerja mendorong tong anggur kosong dan gerobak dorong di East Side. Pada usia dua belas tahun, ia membantu ayahnya mengawasi para pekerja pabrik pakaian jadi. Pada usia tiga puluh tahun, ia meninggalkan New York dan pindah ke Pantai Barat, menanamkan modal di bioskop dan memelopori pembuatan film. Pada usia empat puluh delapan tahun, ia menjadi raja film yang paling berkuasa di Hollywood, tetap kasar bicaranya, rakus terhadap wanita, serigala ganas yang memangsa kawanan domba bintang film muda yang tidak berdaya. Pada usia lima puluh
tahun, ia mengubah dirinya. Ia mengikuti kursus bicara, belajar cara berpakaian dari valet Inggris dan cara bertingkah laku yang baik dalam masyarakat dari butler Inggris. Setelah istri pertamanya meninggal, ia menikahi aktris cantik yang terkenal di seluruh dunia tapi tidak menyukai akting. Kini pada usia enam puluh tahun, ia menjadi kolektor lukisan seniman dunia, anggota Komite Penasihat Presiden, dan mendirikan yayasan bernilai jutaan dolar atas namanya untuk mempromosikan seni dalam film. Putrinya menikah dengan lord Inggris, dan putranya dengan putri bangsawan Italia.
Kegemarannya yang terbaru, seperti yang dilaporkan setiap kolumnis film Amerika dengan patuh, adalah mengelola bisnis pacuan kudanya sendiri, yang menyebabkan ia mengeluarkan uang sepuluh juta dolar tahun lalu. Ia menjadi berita besar karena membeli kuda pacuan Inggris yang terkenal, Khartoum, seharga enam ratus ribu dolar -harga yang luar biasa tinggi- kemudian mengumumkan kuda pacuan yang tak terkalahkan itu akan dipensiunkan dan dijadikan pejantan khusus di istal Woltz.

Ia menerima Hagen dengan sopan. Wajahnya yang cokelat rata dan terawat memperlihatkan seringai yang dimaksudkan sebagai senyuman. Sekalipun ia menghabiskan banyak uang, sekalipun ia menggunakan teknisi yang paling pandai, usianya tetap kelihatan; daging wajahnya seakan disatukan dengan jahitan. Tapi ada vitalitas besar dalam gerakannya, dan ia memiliki apa yang dimiliki Don Corleone, wibawa orang yang berkuasa mutlak di dunianya.

Hagen langsung membicarakan pokok persoalan. Bahwa dirinya utusan teman Johnny Fontane. Bahwa teman ini seseorang yang sangat berkuasa dan menjanjikan rasa terima kasih dan persahabatan kekal pada Mr. Woltz kalau Mr. Woltz sudi memberikan bantuan kecil. Bantuan kecil itu
adalah memberikan peran pada Johnny Fontane dalam film perang yang rencananya akan mulai dibuat studionya minggu depan.

Ekspresi Woltz tetap pasif, sopan. "Apa yang bisa dilakukan temanmu itu untukku?" tanyanya. Ada nada meremehkan dalam suaranya.

Hagen tidak mempedulikan sikapnya. Ia menjelaskan, "Kau menghadapi kemungkinan masalah perburuhan. Temanku bisa menjamin sepenuhnya kesulitan itu akan lenyap. Ada salah satu aktor topmu yang menghasilkan banyak uang bagimu, tapi ia baru saja meningkat dari mariyuana ke heroin. Temanku akan menjamin aktor tersebut tidak akan bisa lagi mendapatkan heroin. Dan kalau ada hal-hal kecil yang mengganggu di kemudian hari, kau hanya perlu meneleponku dan masalah itu akan teratasi."

Jack Woltz mendengarkan kata-katanya seperti mendengar bualan anak kecil. Kemudian ia berkata kasar, suaranya sengaja dibuat beraksen East Side, "Kau mencoba mengancamku?"

Hagen berkata tenang, "Sama sekali tidak. Aku datang untuk minta tolong sebagai sahabat. Aku sudah berusaha menjelaskan kau tidak akan rugi apa-apa kalau memberikan pertolongan yang kuminta."
Seakan hampir dipaksa, Woltz mengubah wajahnya menjadi topeng kemarahan. Bibirnya dilengkungkan, alisnya yang tebal hitam membentuk garis di atas matanya yang berkilat-kilat. Ia mencondongkan badan di meja tulis ke arah Hagen. "Baiklah, bangsat licin, akan kujelaskan padamu dan bosmu, siapa pun dia. Johnny Fontane tidak akan mendapatkan peran dalam film itu. Aku tidak peduli berapa banyak bajingan Mafia yang akan keluar dari hutan." Ia menyandar kembali ke kursi. "Sepotong nasihat untukmu, Kawan. J. Edgar Hoover, kurasa kau pernah mendengar namanya" -Woltz tersenyum sinis sekali- "adalah sahabat karibku. Kalau aku memberitahu dia bahwa aku ditekan, kalian tidak akan mengetahui apa yang menimpa diri kalian."

Hagen mendengarkan dengan sabar. Ia mengharapkan sikap yang lebih baik dari orang sepenting Woltz. Mungkinkah orang yang bertindak sebodoh ini bisa menjadi pemimpin perusahaan bernilai jutaan dolar? Ia perlu memikirkannya karena Don tengah mencari tempat baru untuk menanamkan uang, dan kalau otak tertinggi dalam industri ini begitu tolol, mungkin film merupakan sasaran yang tepat. Kemarahan Woltz sendiri sama sekali tidak meresahkannya. Hagen mempelajari seni bernegosiasi dari Don sendiri. "Jangan marah," kata Don saat mengajarinya. "Jangan mengancam. Bicaralah baik-baik dengan orang lain."

Bicara baik-baik kedengaran jauh lebih enak dalam bahasa Italia, rajunah, yang berarti bergabung. Seni dalam melakukan ini adalah mengabaikan semua penghinaan, semua ancaman, memberikan pipi kiri kalau pipi kanan kita ditampar. Hagen pernah melihat Don duduk di meja perundingan selama delapan jam, menelan penghinaan, berusaha membujuk orang berkuasa yang terkenal jahat dan gila hormat agar memperbaiki tingkah lakunya. Pada akhir periode delapan jam, Don Corleone membentangkan lengan sebagai isyarat tidak berdaya dan berkata pada pria yang duduk di seberang meja, "Tapi tidak ada yang bisa berbicara baik-baik dengan orang ini," dan keluar dari ruang pertemuan. Si orang kuat berubah pucat ketakutan. Utusan dikirim untuk meminta Don kembali masuk ruangan. Persetujuan dicapai, tapi dua bulan kemudian orang kuat itu ditembak mati di tukang cukur langganannya.

Jadi Hagen mulai berbicara lagi, dengan suara yang terdengar sangat biasa. "Lihat kartu namaku," katanya. "Aku pengacara. Apakah aku mau mempertaruhkan batang leherku? Apakah ada ancaman yang kulontarkan? Biar kukatakan bahwa aku siap memenuhi syarat apa pun yang kauminta, asalkan Johnny Fontane bisa mendapatkan peran itu. Kurasa aku sudah mengajukan banyak tawaran untuk satu pertolongan kecil. Bantuan yang aku tahu sangat menarik bagimu. Johnny mengatakan kau pernah mengakui peran itu cocok sekali baginya. Dan, baiklah, kukatakan aku tidak akan meminta bantuan ini seandainya tidak begitu kenyataannya. Bahkan, kalau kau mengkhawatirkan investasimu, klienku bersedia membiayai film ini. Tapi izinkan aku menerangkan sejelas-jelasnya. Kami mengetahui kalau kau menjawab tidak, jawabannya akan tetap tidak. Tidak seorang pun bisa memaksamu atau berusaha memaksamu. Kami mengetahui persahabatanmu dengan Mr. Hoover, kalau boleh kutambahkan, dan bosku sangat menghormati dirimu karenanya. Ia sangat menghormati hubungan itu."

Sejak tadi Woltz mencoret-coret dengan pena bulu merah yang besar. Demi mendengar kata uang, ketertarikannya tergelitik dan ia berhenti mencoret-coret. Ia berkata dengan nada sok, "Anggaran film ini mencapai lima juta."

Hagen bersiul pelan untuk menunjukkan kekaguman. Lalu ia berkata sangat santai, "Bosku memiliki banyak teman yang akan mendukung keputusannya."

Untuk pertama kalinya Woltz tampak menganggap serius masalah ini. Ia memperhatikan kartu nama Hagen. "Aku tidak pernah mendengar tentang dirimu," katanya. "Aku kenal hampir semua pengacara besar di New York, tapi kau siapa?
"Aku salah seorang pengacara perusahaan besar yang bagus," kata Hagen singkat. "Aku hanya menangani perusahaan ini." Ia bangkit. "Aku tidak akan membuang waktumu lebih lama lagi." Ia mengulurkan tangan dan Woltz menjabatnya.

Hagen berjalan beberapa langkah ke pintu, lalu berbalik memandang Woltz lagi. "Aku tahu kau sering berhadapan dengan orang yang berusaha tampak lebih penting daripada yang sebenarnya. Dalam hal diriku, yang terjadi adalah kebalikannya. Bagaimana kalau kau mengeceknya melalui teman yang sama-sama kita kenal? Kalau kau mau mempertimbangkan usulku, hubungi aku di hotel."

Hagen berhenti sejenak. Lalu ia berkata, "Mungkin ini menyinggung perasaanmu, tapi klienku bisa melakukan hal-hal yang bahkan Mr. Hoover sendiri tidak mampu." Ia melihat mata produser film itu menyipit. Woltz akhirnya memahami pesannya.

"Omong-omong, aku sangat mengagumi filmmu," kata Hagen dengan nada seramah mungkin. "Kuharap kau bisa mempertahankan mutu karyamu. Negara kita membutuhkannya."

***

Menjelang senja hari itu, Hagen menerima telepon dari sekretaris si produser yang memberitahu akan ada mobil yang menjemputnya satu jam lagi untuk mengantarnya ke rumah Woltz di pedalaman untuk makan malam. Si sekretaris berkata padanya perjalanan akan memakan waktu tiga jam, tapi mobil dilengkapi bar dan makanan kecil. Hagen mengetahui Woltz menempuh perjalanan itu dengan pesawat terbang pribadi, dan bertanya-tanya dalam hati kenapa ia tidak diajak naik pesawat kesana. Sekretaris itu menambahkan dengan sangat sopan, "Mr. Woltz menyarankan Anda membawa tas berisi pakaian ganti dan akan mengantar Anda ke bandara besok pagi."

"Baik," kata Hagen. Itu juga menyebabkan ia keheranan.

Bagaimana Woltz tahu ia akan menggunakan penerbangan pagi untuk kembali ke New York? Ia memikirkannya sejenak. Penjelasan yang paling masuk akal adalah Woltz menggunakan detektif swasta untuk menguntit dirinya dan mendapatkan semua informasi. Maka Woltz pasti mengetahui ia mewakili Don, yang berarti ia tahu tentang Don, dan pada gilirannya berarti sekarang ia siap menanggapi masalah ini dengan serius. Akhirnya mungkin ada yang jadi beres juga, pikir Hagen. Dan mungkin Woltz lebih cerdik daripada yang terlihat tadi pagi.

Rumah Woltz tampak seperti setting film mewah. Rumah besarnya bertipe perkebunan, tanahnya luas dengan jalan setapak dari tanah hitam yang subur, kandang dan padang rumput untuk kawanan kuda. Pagar hidup, taman bunga, dan rumput dirawat secermat kuku bintang film.

Woltz menyambut Hagen di serambi berdinding kaca yang ber-AC. Si produser berpakaian tidak tesmi dengan kemeja sutra biru yang terbuka di bagian leher, celana panjang jingga, dan sandal kulit lembut. Dengan segala warna dan bahan pakaian yang mewah itu, wajahnya yang keras tampak mengejutkan. Ia mengulurkan segelas besar martini pada Hagen dan mengambil gelas untuk dirinya sendiri dari baki yang tersedia. Ia tampak lebih ramah daripada tadi pagi. Dipegangnya bahu Hagen dan berkata, "Ada sedikit waktu sebelum makan malam, ayo kita lihat kuda-kudaku."

Dalam perjalanan ke kandang Woltz berkata, "Aku sudah memeriksa dirimu, Tom. Seharusnya kau memberitahu aku bahwa bosmu Corleone. Kukira kau hanya penipu kelas tiga yang dikirim Johnny untuk menggertak diriku. Dan aku tidak bisa digertak. Bukan karena aku ingin mencari musuh, tapi karena aku tidak pernah suka digertak. Tapi marilah kita bersenang-senang sekarang. Kita bisa membicarakan bisnis sesudah makan malam."

Sungguh mengherankan, ternyata Woltz tuan rumah yang sangat memperhatikan tamunya. Ia menjelaskan metode-metode barunya, inovasi yang diharapkannya bisa menjadikan penangkaran kudanya paling sukses di Amerika. Semua kandangnya tahan api, dengan sanitasi tingkat tinggi, dan dijaga pasukan pengamanan khusus yang terdiri atas para detektif swasta.

Akhirnya Woltz mengajak Hagen ke kandang dengan papan perunggu besar di dinding luarnya. Pada papan itu tercetak nama "Khartoum".

Kuda di dalam kandang itu, bahkan bagi mata Hagen yang awam, adalah hewan yang cantik; bulu Khartoum hitam legam, hanya ada bercak putih berbentuk intan di kepalanya yang besar. Mata cokelatnya yang besar berkilau-kilau seperti apel emas, bulu hitam di luar tubuhnya yang kekar bagaikan terbuat dari sutra.

Woltz berkata dengan kebanggaan kekanak-kanakan, "Kuda pacuan yang paling hebat di dunia. Aku membelinya di Inggris tahun lalu dengan harga enam ratus ribu. Aku berani bertaruh bahkan Tsar Rusia tidak berani membayar sebanyak itu untuk seekor kuda. Tapi aku tidak akan mengikutkan hewan ini dalam pacuan, aku akan menjadikannya pejantan. Aku akan mendirikan penangkaran kuda pacuan yang paling besar di negara ini." Ia membelai surai kuda itu dan memanggil perlahan, "Khartoum, Khartoum."

Ada kasih sayang yang sesungguhnya dalam suaranya dan binatang itu menanggapi.

Woltz berkata pada Hagen, "Kau tahu, aku penunggang kuda yang baik, dan pertama kali menunggang kuda ketika berumur lima puluh tahun." Ia tertawa. "Mungkin salah seorang nenekku di Rusia diperkosa orang Cossack dan aku mewarisi darahnya."

Ia menggelitik perut Khartoum dan berkata dengan kekaguman yang tulus, "Lihat kemaluannya. Mestinya aku memiliki kemaluan seperti itu."

Mereka kembali ke rumah untuk makan malam. Hidangan
disajikan tiga pelayan di bawah komando seorang kepala pelayan. Taplak meja dan perabotan dihiasi benang emas dan perak, tetapi Hagen berpendapat hidangannya biasa saja. Woltz jelas sekali hidup seorang diri, sama jelasnya bahwa ia bukan orang yang memperhatikan makanan.

Hagen menunggu sampai mereka berdua menyalakan cerutu Havana besar, kemudian bertanya pada Woltz, "Johnny akan mendapatkannya atau tidak?"

"Aku tidak bisa," jawab Woltz. "Aku tidak bisa mengikutsertakan Johnny dalam film sekalipun aku menginginkannya. Semua kontrak sudah ditandatangani dan pembuatan film akan dimulai minggu depan. Tidak mungkin aku mengubahnya."

Hagen berkata tidak sabar, "Mr. Woltz, keuntungan besar berurusan dengan orang di puncak adalah dalih seperti itu tidak kuat. Kau bisa melakukan apa saja yang ingin kaulakukan." Ia mengembuskan asap cerutu. "Kau tidak percaya klienku bisa menepati janji?"

Woltz berkata datar, "Aku percaya aku akan menghadapi masalah perburuhan. Goff si keparat meneleponku untuk memberitahukan hal itu. Caranya berkata padaku seakan aku tidak pernah diam-diam membayarnya seratus ribu setahun. Dan aku yakin kau bisa membuat tentang filmku tidak mendapatkan heroin. Tapi aku tidak mempedulikan hal itu dan aku bisa membiayai filmku sendiri. Sebab aku benci si bangsat Fontane itu. Katakan pada bosmu, satu pertolongan ini tidak bisa kuberikan, tapi ia bisa mencobaku lagi dengan masalah Isis. Masalah apa saja."

Hagen berpikir, bangsat licik, lalu kenapa kau membawaku jauh-jauh ke sini? Si produser pasti punya rencana tertentu.

***
 
asik sayang bngt tuk smentara stop ditengah jln dunia mafia yg penuh intrik
 
Akhirnya kelar jga bacanya.. Pnuh intrik dan tipu muslihat, entah kenapa ane selalu cuek pas Alpacino tayang d tivi..:galau:

#ayo ganRock tmbh lagi, msh penasaran ini. Berhasilkan negosiasi pertamanya c Tom? :semangat::banzai:
 
:kopi::cool:
ikutan di sini nampang
sperti jeda iklan di pasang
biar mata tak berkunang-kunang
baca halaman yang terentang panjang
:pusing:

di temani secangkir kopi hangat
dengan potongan roti yang nikmat
sinar mentari mulai menyengat
awali hari membakar semangat
:beer:
 
Terakhir diubah:
Bab 1d

Hagen berkata dingin, "Kurasa kau-tidak memahami situasinya. Mr. Corleone ayah baptis Johnny Fontane. Itu hubungan keagamaan yang sangat dekat, sakral sekali."

Woltz menundukkan kepala tanda hormat ketika mendengar urusan ini menyangkut masalah keagamaan.

Hagen meneruskan, "Orang Italia punya lelucon kecil, bahwa dunia ini begitu kejam hingga seorang pria harus memiliki dua ayah untuk menjaganya, dan itu sebabnya mereka memiliki ayah baptis. Sejak ayah Johnny meninggal, Mr. Corleone merasa kewajibannya jadi lebih besar lagi. Sedangkan mengenai mencoba dirimu lagi, Mr. Corleone jauh lebih peka. Ia tidak pernah meminta bantuan untuk kedua kalinya kalau permintaan pertama ditolak."

Woltz mengangkat bahu. "Maaf. Jawabannya tetap tidak. Tapi karena kau sudah datang kemari, berapa uang yang harus kukeluarkan agar masalah perburuhan itu bisa dicegah? Tunai. Sekarang juga."

Kata-kata itu memecahkan teka-teki Hagen. Kenapa Woltz menyediakan waktu begitu banyak bagi dirinya padahal ia sudah memutuskan tidak akan memberikan peran itu pada Johnny. Dan itu tidak bisa diubah dalam pertemuan sekarang. Woltz merasa aman; ia tidak takut pada kekuasaan Don Corleone. Dan tentu saja Woltz dengan koneksi politik nasionalnya, hubungannya dengan direktur FBI, kekayaan pribadinya yang besar, dan kekuasaannya yang mutlak dalam industri perfilman, tidak merasa terancam oleh Don Corleone. Menurut setiap orang yang cerdas, bahkan menurut Hagen, tampaknya Woltz telah memperkirakan posisinya dengan tepat. Bentengnya tidak bisa ditembus Don jika ia bersedia menderita kerugian akibat masalah perburuhan. Hanya ada satu kesalahan dalam perhitungannya. Don Corleone telah berjanji pada anak baptisnya bahwa ia akan mendapatkan peran itu dan Don Corleone tidak pernah, sepanjang pengetahuan Hagen, mengingkari janji dalam masalah seperti itu.

Hagen berkata pelan, "Kau sengaja salah memahami kata-kataku. Kau berusaha melibatkan diriku dalam pemerasan. Mr. Corleone berjanji akan berbicara memihakmu dalam masalah perburuhan ini hanya sebagai tanda persahabatan untuk balas budi atas bantuanmu pada klienku. Pertukaran pengaruh yang bersahabat, tidak lebih. Tapi aku tahu kau tidak menganggap serius diriku. Secara pribadi, menurutku itu kesalahan."

Woltz, seakan sudah menunggu datangnya kesempatan seperti itu, membiarkan dirinya marah. "Aku paham sepenuhnya," ia berkata. "Itu gaya Mafia, bukan? Pembicaraan yang lancar dan manis sementara yang sebenarnya kaulakukan adalah mengancam. Kutegaskan sekali lagi. Johnny Fontane tidak akan mendapatkan peran tersebut sekalipun ia sempurna untuk itu. Peran tersebut akan menjadikan dirinya bintang besar. Tapi ia tidak akan mendapatkannya karena aku benci si brengsek itu dan aku akan menyingkirkannya dari dunia film. Ia merusak salah satu anak asuhku yang paling berharga. Selama lima tahun aku melatih gadis itu, mendidiknya menyanyi, menari, dan akting. Kuhabiskan hingga ratusan ribu dolar. Aku akan menjadikan dirinya bintang. Aku bahkan bersedia lebih berterus terang, untuk menunjukkan padamu aku bukan orang yang tak berperasaan, bahwa gadis itu bukan murahan. Gadis tersebut cantik dan memiliki tubuh paling bagus yang pernah kunikmati, padahal aku sudah berkelana ke seluruh dunia. Kemampuannya juga luar biasa. Kemudian Johnny datang dengan suaranya yang merdu dan pesonanya yang hebat dan gadis itu pun lari dari tanganku. Ia membuang semuanya hanya agar aku tampak menggelikan. Orang dengan kedudukan seperti diriku, Mr. Hagen, tidak boleh dianggap menggelikan. Aku harus memaksa Johnny menanggung akibatnya.''

Untuk pertama kalinya, Woltz berhasil menyebabkan Hagen heran. Ia tidak habis pikir bagaimana orang dewasa yang memiliki kedudukan setinggi itu bisa membiarkan masalah sesepele itu mempengaruhi penilaiannya dalam masalah bisnis, masalah yang begitu penang pula. Di dunia Hagen, di dunia Don Corleone, keindahan fisik, kekuatan seksual wanita, sama sekali tidak memiliki bobot dalam masalah-masalah duniawi. Itu merupakan masalah pribadi, kecuali, tentu saja, yang mempermalukan pernikahan dan keluarga.

Hagen memutuskan untuk mencoba yang terakhir kalinya.

"Kau benar sekali, Mr. Woltz," kata Hagen. "Tapi apakah dendammu sebesar itu? Kurasa kau tidak mengerti betapa penting arti bantuan kecil ini bagi klienku. Mr. Corleone menggendong si bayi Johnny sewaktu ia dibaptis. Sesudah ayah Johnny meninggal, Mr. Corleone mengambil tanggung jawab sebagai orangtua. Memang, banyak orang yang memanggilnya 'Godfather', banyak yang ingin menunjukkan penghormatan dan rasa terima kasih atas bantuan yang diberikannya pada mereka. Mr. Corleone tidak pernah mengecewakan teman-temannya."

Woltz berdiri tiba-tiba. "Sudah cukup aku mendengar kata-katamu. Penjahat tidak memerintah diriku, aku yang memerintah mereka. Kalau kuangkat telepon ini, nanti malam kau akan menginap di penjara. Dan kalau Mafia sialan itu mencoba berbuat kasar padaku, ia akan mengetahui aku bukan pemimpin band. Yeah, aku sudah mendengar cerita ku. Dengar, Mr. Corleone-mu tidak akan mengetahui apa yang menimpa dirinya. Bahkan bila aku harus menggunakan pengaruhku di Gedung Putih."

Si bangsat yang tolol, sangat tolol. Bagaimana ia bisa menjadi pezzonovante, Hagen bertanya dalam hati. Penasihat Presiden, kepala studio film paling besar di dunia. Don betul-betul harus memasuki bisnis perfilman. Dan orang ini menerima kata-katanya dengan menggunakan perasaan saja. Ia tidak menangkap inti pesannya.

"Terima kasih untuk makan malam dan sore yang menyenangkan ini," kata Hagen. "Bisa kau mengantarku ke bandara? Kurasa aku tidak akan bermalam di sini." Ia tersenyum dingin pada Woltz. "Mr. Corleone orang yang berkeras ingin mendengar kabar buruk secepatnya."

Sementara menunggu di ruang tamu rumah besar yang terang benderang hingga mobilnya tiba, Hagen melihat dua wanita akan memasuki limusin panjang yang diparkir di jalan taman. Mereka adalah gadis pirang berusia dua belas tahun yang cantik bersama ibunya, yang ditemui Hagen di kantor Woltz tadi pagi. Tapi sekarang bibir indah si gadis tampak berubah menjadi gumpalan daging tebal merah jambu. Matanya yang biru tampak berkaca-kaca ketika menuruni tangga menuju mobil yang pintunya terbuka, kakinya yang panjang gemetar seperti kaki anak kuda yang timpang. Ibunya menggandeng si anak, membantunya masuk ke mobil, mendesiskan perintah ke telinganya. Si ibu berpaling sekilas memandang Hagen dan Hagen melihat matanya menyala-nyala penuh kemenangan seperti mata elang. Kemudian wanita tua itu pun menghilang ke dalam mobil.

Jadi itu sebabnya ia tidak diajak naik pesawat terbang dari Los Angeles, pikir Hagen. Gadis itu dan ibunya ikut dengan si produser film. Dengan begitu Woltz memiliki cukup banyak waktu senggang sebelum makan malam dan menggarap si gadis cilik. Dan Johnny ingin hidup di dunia seperti itu? Semoga ia beruntung, dan semoga Woltz beruntung.

***

Paulie Gatto membenci pekerjaan kecil, terutama kalau melibatkan kekerasan. Ia senang merencanakan segala sesuatu sebelumnya. Dan seperti malam ini, meskipun tampak sepele, pekerjaannya bisa berubah menjadi masalah gawat kalau ada yang melakukan kesalahan. Sekarang, sambil minum bir, ia memandang sekelilingnya, melihat bagaimana kedua bajingan muda itu menyibukkan diri dengan dua pelacur kecil di bar.

Paulie Gatto sudah mengetahui segala sesuatu yang harus diketahuinya mengenai kedua pemuda brengsek tersebut. Mereka bernama Jerry Wagner dan Kevin Moonan. Keduanya berusia dua puluh tahun, tampan, berambut cokelat, jangkung, bertubuh tegap. Keduanya harus kembali ke akademi di luar kota dua minggu lagi, keduanya memiliki ayah yang berpengaruh di bidang politik, dan itu, ditambah klasifikasi sebagai mahasiswa, sejauh ini berhasil menyebabkan mereka bebas dari wajib militer. Mereka berdua juga berada di bawah hukuman yang ditangguhkan karena menganiaya putri Amerigo Bonasera.

Dasar keparat busuk, pikir Paulie Gatto. Menghindari wajib militer, melanggar hukuman percobaan dengan minum-minum di bar lewat tengah malam, dan mengejar pelacur. Bajingan muda.

Paulie Gatto sendiri juga dibebaskan dari wajib militer karena dokternya memberi panitia pendaftaran dokumen yang menunjukkan pasien ini, pria, kulit putih, berumur dua puluh enam tahun, tidak menikah, pernah diobati dengan setrum listrik karena gangguan mental. Tentu saja semua itu palsu, tetapi Paulie Gatto merasa ia layak dikecualikan dari wajib militer. Semuanya diatur Clemenza setelah Gatto membuktikan diri dalam bisnis keluarga.

Clemenza jugalah yang mengatakan padanya bahwa pekerjaan ini harus diselesaikan secepatnya, sebelum bocah-bocah itu kembali ke akademi. Sialan, kenapa harus dilakukan di New York? Gatto bertanya-tanya sendiri.

Clemenza selalu memberikan perintah tambahan, bukan sekadar memberi tugas. Sekarang kalau kedua pelacur kecil itu keluar bersama kedua pemuda itu, berarti satu malam lagi terbuang sia-sia. Ia bisa mendengar salah seorang gadis tertawa dan berkata, "Kau sudah sinting ya, Jerry? Aku tidak mau bermobil denganmu. Aku tidak ingin dirawat di rumah sakit seperti gadis malang itu." Suaranya penuh kepuasan.

Cukup sudah bagi Gatto. Ia menghabiskan bir dan melangkah ke jalan yang gelap. Sempurna. Waktu telah lewat tengah malam. Hanya ada satu bar lain yang lampunya masih menyala. Toko-toko sudah tutup. Mobil patroli polisi telah dibereskan Clemenza. Mereka tidak akan melintas sebelum mendengar panggilan radio, kedatangan mereka pun akan lambat.

Ia menyandar ke mobil sedan Chevy empat pintu. Di kursi belakang duduk dua pria, nyaris tidak terlihat walaupun bertubuh besar. Paulie berkata, "Sikat mereka begitu keluar."

Ia masih beranggapan semuanya direncanakan terlalu cepat. Clemenza memberikan duplikat foto polisi yang menampakkan kedua pemuda itu dari depan dan samping, bar tempat kedua pemuda tersebut minum setiap malam dan mengambil pelacur. Paulie merekrut dua tukang pukul dari kalangan keluarga dan menunjukkan kedua pemuda tersebut pada mereka. Ia juga memberikan instruksi pada mereka. Tidak boleh memukul bagian atas atau belakang kepala, tidak boleh membuat luka yang fatal. Setelah melakukan tugasnya mereka boleh pergi secepat mungkin. Ia hanya memberi mereka satu peringatan, "Kalau kedua pemuda itu bisa meninggalkan rumah sakit dalam waktu kurang dari satu bulan, kalian kembali menjadi sopir truk."

Kedua pria bertubuh besar itu keluar dari mobil. Keduanya mantan petinju yang tidak berhasil meningkat dari klub-klub kecil dan oleh Sonny Corleone diberi tugas menangani usaha lintah darat agar bisa hidup layak. Tentu saja mereka ingin memperlihatkan rasa terima kasih.

Setelah Jerry Wagner dan Kevin Moonan keluar dari bar, rencana mereka sempurna. Ejekan gadis-gadis bar tadi menyinggung harga diri keduanya.

Paulie Gatto, yang menyandar pada spatbor mobil, berseru kepada mereka sambil tertawa mengejek, "Hai, hidung belang, pelacur-pelacur itu menolak kalian mentah-mentah."

Kedua pemuda tersebut berpaling, memandangnya dengan senang. Paulie Gatto tampak seperti sasaran yang sempurna untuk pelampiasan penghinaan yang mereka terima. Berwajah musang, pendek, bertubuh kecil, dan sikapnya sok tahu. Mereka menerkamnya dan seketika merasakan lengan mereka diringkus dua pria dari belakang. Pada saat yang sama Paulie Gatto memasang di tangannya alat khusus dari kuningan yang dilengkapi paku-paku besi 1/16 inci. Pemilihan waktunya tepat, ia berlatih di gimnasium tiga kali seminggu. Paulie Gatto menghajar pemuda bernama Wagner tepat di hidung. Pria yang memegangi Wagner mengangkatnya dari tanah dan Paulie mengayunkan tinju, menghantam pangkal paha yang telah ditepatkan posisinya. Wagner langsung terkulai dan pria besar yang memeganginya melepaskannya. Kejadiannya berlangsung tidak lebih dari enam detik.

Sekarang mereka berdua mengalihkan perhatian pada Kevin Moonan, yang mencoba berteriak. Pria yang mencengkeramnya dari belakang meringkusnya dengan mudah hanya menggunakan satu tangan yang kekar berotot. Tangan yang lain mencengkeram tenggorokan Moonan untuk menghalangi teriakannya.

Paulie Gatto melompat ke mobil dan menghidupkan mesin. Kedua pria besar itu menghajar Moonan hingga babak-belur. Mereka melakukannya dengan ketenangan yang mengerikan, seakan memiliki banyak waktu. Mereka tidak tergesa-gesa mengayunkan tinju, melainkan dengan gerakan teratur dan perlahan, yang memanfaatkan berat badan mereka sepenuhnya. Setiap pukulan mendarat diiringi suara kulit robek. Gatto melihat sekilas wajah Moonan. Wajah pemuda itu tidak bisa dikenali lagi.

Kedua pria tersebut meninggalkan Moonan tergeletak di trotoar dan mengalihkan perhatian pada Wagner. Wagner berusaha bangkit, dan mulai menjerit minta tolong. Seseorang keluar dari bar dan kedua pria itu sekarang harus bekerja lebih cepat. Mereka menghajar Wagner hingga jatuh berlutut. Salah seorang dari kedua pria itu mencengkeram lengannya dan memuntirnya, kemudian menendang tulang punggungnya. Terdengar derakan dan jerit kesakitan Wagner yang menyebabkan jendela-jendela di sepanjang jalan dibuka. Kedua orang itu bekerja sangat cepat. Salah satu dari mereka mengangkat Wagner dengan mencengkeram kepalanya menggunakan dua tangan. Rekannya menghantamkan tinju yang besar ke sasaran yang telah disiapkan itu.

Semakin banyak orang-orang yang keluar dari bar, tapi tidak satu pun mencoba ikut campur. Paulie Gatto berseru, "Ayo, sudah cukup!"

Kedua pria itu melompat masuk ke mobil dan Paulie menjalankan mobil dengan cepat. Akan ada yang mendeskripsikan: mobil itu dan memberitahukan nomor pelatnya, tapi tidak menjadi masalah. Nomor pelatnya dicuri dari California dan ada seratus ribu sedan Chevy hitam yang berkeliaran di New York City.

***
 
Bimabet
asik sayang bngt tuk smentara stop ditengah jln dunia mafia yg penuh intrik

Iya bro.maaf agak kesendat updatenya.jadwal ngamen lg padet.tp ane usahain minim seminggu ada 4 bab.
Thanks sudah gelar tiker disini
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd