Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

The GODFATHER - original by Mario Puzo

Bimabet
Akhirnya kelar jga bacanya.. Pnuh intrik dan tipu muslihat, entah kenapa ane selalu cuek pas Alpacino tayang d tivi..:galau:

#ayo ganRock tmbh lagi, msh penasaran ini. Berhasilkan negosiasi pertamanya c Tom? :semangat::banzai:

Belum kelar bro,tamatnya sampe bab 32.
Kalo di tivi,filmnya judul Godfather juga.beda sama film mafianya alpacino.
Maaf update agak tersendat.tp tiap minggu pasti ane update sebanyak2nya dan dalam waktu yang sesingkat2nya
 
Iya bro.maaf agak kesendat updatenya.jadwal ngamen lg padet.tp ane usahain minim seminggu ada 4 bab.
Thanks sudah gelar tiker disini

selow saja bro real life must go on
dan patut tuk diutamakan :)
 
:kopi::cool:
ikutan di sini nampang
sperti jeda iklan di pasang
biar mata tak berkunang-kunang
baca halaman yang terentang panjang
:pusing:

di temani secangkir kopi hangat
dengan potongan roti yang nikmat
sinar mentari mulai menyengat
awali hari membakar semangat
:beer:

Hati ingin mengupdate cepat,
Apa daya tetap tersendat.
Tapi demi ente ane merapat,
Biarpun lewat nikmat malam jumat.

Paling enak bicara kopi,
Apalagi kalo dibagi.
Thanks sudah mampir disini,
Semoga ane dan ente tampan abadi

Heahahahah
 
BAB 2a

Tom Hagen pergi ke kantor pengacaranya di kota pada hari Kamis pagi. Ia merencanakan membereskan administrasi yang telantar dan mempersiapkan pertemuan dengan Virgil Sollozzo pada hari Jumat. Pertemuan itu begitu penting hingga ia meminta waktu sepanjang sore untuk berbicara dengan Don guna mempersiapkan diri menghadapi usul yang mereka tahu pasti akan diajukan Sollozzo terhadap bisnis Keluarga. Hagen ingin semua rincian yang sekecil-kecilnya dibereskan hingga ia bisa pergi ke pertemuan awal dengan pikiran tenang.

Don rupanya tidak tampak heran ketika Hagen kembali dari California Selasa malam dan menceritakan padanya hasil perundingan dengan Woltz. Ia menyuruh Hagen menceritakan semua detailnya dan meringis jijik ketika Hagen menceritakan gadis cilik yang cantik bersama ibunya. Ia menggumamkan kata "infamita", yang menunjukkan celaan paling hina. Ia mengajukan pertanyaan terakhir pada Hagen. "Apakah orang ini punya nyali?"

Hagen memikirkan apa yang sesungguhnya dimaksud Don dengan pertanyaan itu. Selama bertahun-tahun ia tahu nilai-nilai Don begitu berbeda dengan kebanyakan orang sehingga kata-katanya juga mempunyai arti yang berbeda. Apakah Woltz punya watak? Apakah ia punya kemauan yang keras? Mungkin sekali punya, tapi bukan itu yang ditanyakan Don. Apakah produser film itu punya keberanian sehingga tak mempan digertak? Apakah ia bersedia menderita kerugian finansial besar yang ditimbulkan film-filmnya, skandal akibat bintang besarnya dipaparkan sebagai pencandu heroin? Sekali lagi jawabannya ya. Tetapi sekali lagi bukan itu yang dimaksud Don.

Akhirnya Hagen menafsirkan pertanyaan Don dengan tepat di dalam pikirannya. Apakah Jack Woltz punya keberanian mempertaruhkan semuanya, menghadapi kemungkinan kehilangan semua karena persoalan prinsip, karena persoalan kehormatan; membalas dendam?

Hagen tersenyum. Ia jarang tersenyum tetapi sekarang ia tidak bisa melawan godaan untuk bergurau dengan Don. "Kau menanyakan apakah ia orang Sisilia."

Don mengangguk senang, mengakui kecerdikan dan kebenaran yang dikandungnya.

"Tidak," kata Hagen.

Bereslah sudah. Don merenungkan pertanyaannya sampai hari berikutnya. Pada Rabu petang ia menelepon Hagen di rumah dan memberikan perintah padanya. Perintah itu menyita sisa hari kerja Hagen dan menyebabkan ia takjub. Tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa Don telah memecahkan masalah, bahwa Woltz akan meneleponnya pagi itu untuk mengabarkan Johnny Fontane akan mendapatkan peran dalam film perangnya yang baru.

Pada saat itu telepon berdering, tetapi dari Amerigo Bonasera. Suara si pengurus mayat bergetar penuh rasa terima kasih. Ia ingin Hagen menyampaikan pada Don persahabatannya yang kekal. Don hanya perlu meneleponnya. Ia, Amerigo Bonasera, akan mengorbankan nyawa demi Godfather yang diberkati Tuhan. Hagen meyakinkannya bahwa Don akan diberitahu.

Surat kabar Daily News memuat di halaman tengah berita Jerry Wagner dan Kevin Moonan yang terkapar di jalan. Dengan ahli, foto-fotonya dibuat mengerikan -mereka tampak begitu babak-belur sehingga tidak bisa dikenali lagi. Ajaibnya, kata Daily News, mereka berdua masih hidup walaupun harus dirawat di rumah sakit berbulan-bulan dan memerlukan operasi plastik. Hagen mencatat bahwa ia harus memberitahu Clemenza tentang kehebatan Paulie Gatto. Orang itu "bisa bekerja".

Hagen bekerja dengan cepat dan efisien selama tiga jam berikutnya, mengumpulkan laporan pemasukan dari perusahaan real estate Don, demikian pula bisnis impor minyak zaitun dan perusahaan konstruksi miliknya. Tidak satu pun cukup baik, tetapi dengan berakhirnya perang mereka semua akan menjadi pengusaha kaya. Ia hampir melupakan masalah Johnny Fontane ketika sekretaris mengatakan padanya ada telepon dari California. Ia merasakan getaran ketegangan ketika mengangkat telepon dan berkata, "Hagen di sini."

Suara yang terdengar melalui telepon tidak dikenalinya karena mengandung kebencian dan kemarahan. "Dasar bangsat keparat!" jerit Woltz. "Akan kujebloskan kalian semua ke penjara selama seratus tahun. Aku akan menghabiskan setiap sen uangku untuk menghancurkanmu. Akan kepotong burung si Johnny Fontane, kau dengar aku, kunyuk Italia?"

Hagen berkata lembut, "Aku Jerman-Irlandia."

Lama sekali Woltz tidak mengatakan apa-apa, kemudian terdengar telepon diletakkan.

Hagen tersenyum. Tidak sekali pun Woltz mengucapkan ancaman terhadap Don Corleone sendiri. Kejeniusan mendapatkan imbalannya.

***

Jack Woltz selalu tidur sendirian. Ia punya ranjang yang cukup besar untuk sepuluh orang dan kamar tidurnya cukup luas untuk adegan dansa dalam film, tetapi ia tidur sendirian sejak istri pertamanya meninggal sepuluh tahun lalu. Bukan berarti ia tidak memakai perempuan lagi. Secara fisik ia laki-laki yang kuat walaupun usianya sudah lanjut; tetapi sekarang ia hanya bisa terangsang karena gadis-gadis yang masih muda belia, dan mengetahui hanya beberapa jam di malam harilah yang bisa ditanggung tubuh dan kesabarannya.

Pada Kamis pagi itu, entah mengapa, ia bangun pagi-pagi sekali. Cahaya fajar membuat kamar tidurnya yang besar remang-remang seperti padang rumput diselimuti kabut. Jauh di kaki tempat tidurnya ada bentuk yang tidak asing lagi baginya dan Woltz bertelekan pada siku untuk bisa melihat lebih jelas. Itu kepala kuda. Masih pusing, Woltz mengulurkan tangan dan menyalakan lampu di sisi tempat tidur.

Kejutan akibat apa yang dilihatnya membuat Woltz sakit secara fisik. Seakan palu godam besar menghantam dadanya, jantungnya tersendat-sendat, dan ia menjadi mual. Ia muntah ke permadani tebal.

Kepala hitam Khartoum yang halus seperti sutra dipotong dari tubuhnya dan menempel di lapisan tebal darah. Tampak urat-urat berwarna putih. Busa memenuhi moncongnya dan matanya yang sebesar apel, yang berkilat-kilat seperti emas, sekarang berwarna apel busuk karena dialiri darah mati. Woltz dilanda kengerian hewani murni dan karena itu ia menjerit memanggil para pelayan. Dan akibat kengerian itu juga ia menelepon Hagen untuk menyampaikan ancamannya yang tak terkendali. Kemarahannya yang seperti orang gila membuat kepala pelayan ketakutan; ia menelepon dokter pribadi Woltz dan orang tangan kanannya di studio. Tetapi Woltz sudah kembali waras sebelum mereka datang.

Ia benar-benar sangat terguncang. Orang macam apa yang tega membunuh hewan seharga enam ratus ribu dolar? Tanpa peringatan. Tanpa perundingan apa pun untuk membatalkan tindakan itu, perintah itu. Kekejaman dan ketidakpedulian total terhadap norma apa pun seperti itu menimbulkan kesan bahwa pelakunya orang yang menganggap dirinya hukum, bahkan Tuhan. Dan orang yang mendukung kecenderungan itu dengan kekuatan dan kelicikan yang membuat pengamanan kandangnya tak berarti. Karena kini Woltz mengetahui kudanya diberi obat bius yang kuat sebelum seseorang dengan santai memenggal kepalanya yang besar dan berbentuk segitiga dengan kapak. Orang-orang yang jaga malam mengatakan tidak mendengar apa-apa. Bagi Woltz ini terasa mustahil. Mereka harus dipaksa bicara. Mereka telah dibeli dan mereka harus mengatakan siapa yang membeli mereka.

Woltz tidak tolol, ia hanya orang yang sangat mementingkan diri sendiri. Ia keliru menilai kekuasaan yang digenggamnya di dunianya sendiri lebih besar daripada kekuasaan Don Corleone. Ia hanya memerlukan bukti bahwa dugaan itu keliru. Ia memahami pesannya. Bahwa sekalipun ia memiliki begitu banyak kekayaan, sekalipun memiliki koneksi dengan Presiden Amerika Serikat, sekalipun mengaku bersahabat dengan direktur FBI, importir minyak zaitun Italia yang tidak berarti bisa saja membunuhnya. Ya, ia benar-benar bisa dibunuh! Karena ia tidak mau memberikan peran yang diinginkan Johnny Fontane dalam sebuah film. Ini sulit dipercaya. Orang tidak berhak berbuat seperti itu.

Tidak ada dunia di mana orang boleh bertindak begitu. Ini sinting. Ini berarti orang tidak bisa melakukan apa yang diinginkannya dengan uangnya, dengan perusahaan yang dimilikinya, kekuasaan yang kaumiliki untuk memerintah. Ini sepuluh kali lebih buruk daripada komunisme. Ini harus dihancurkan. Tidak boleh dibiarkan begitu saja.

Woltz menurut sewaktu dokter memberinya obat penenang ringan. Obat itu membantunya tenang kembali dan berpikir dengan akal sehat. Yang benar-benar mengguncang jiwanya adalah begitu mudahnya orang bernama Corleone itu memerintahkan membunuh kuda yang terkenal di seluruh dunia dan bernilai enam ratus ribu dolar.

Enam ratus ribu dolar! Dan itu baru awalnya. Woltz bergidik. Ia memikirkan kehidupan yang telah dibangunnya. Ia kaya raya. Ia bisa mendapatkan wanita yang paling cantik di dunia dengan menjentikkan jari dan menjanjikan kontrak. Ia pernah diterima para raja dan ratu. Ia menjalani kehidupan sesempurna yang bisa diraih uang dan kekuasaan. Gila saja, kalau ia mau mempertaruhkan semua ini karena dorongan hati. Mungkin ia bisa menghajar Corleone. Apa ganjaran hukum bagi orang yang membunuh kuda pacuan? Ia tertawa seperti orang gila sehingga dokter dan para pelayannya memandanginya dengan gelisah. Pikiran lain melintas dalam benaknya. Ia akan ditertawakan orang-orang California hanya karena seseorang berani menantang kekuasaannya dengan cara yang demikian pongah. Ini menyebabkan ia mengambil keputusan. Selain itu ia juga berpikir bahwa mungkin, mungkin, mereka tidak akan membunuhnya. Bahwa mereka memiliki sesuatu yang jauh lebih cerdik dan menyakitkan.

Woltz memberikan perintah-perintah yang diperlukan. Staf kepercayaan pribadinya langsung bertindak. Para pelayan dan dokternya disumpah tutup mulut dengan ancaman disakiti dan dijadikan musuh Woltz untuk selamanya. Berita dikirim kepada pers bahwa kuda pacuan Khartoum mati karena penyakit yang menjangkitinya di kapal dalam perjalanan dari Inggris. Perintah dikeluarkan untuk mengubur bangkainya di tempat rahasia miliknya.

Enam jam kemudian Johnny Fontane menerima telepon dari produser eksekutif film, menyuruhnya melapor dan mulai bekerja hari Senin berikutnya.

Sore hari itu, Hagen ke rumah Don untuk mempersiapkannya menghadapi pertemuan penting besok dengan Virgil Sollozzo. Don memanggil anaknya yang tertua agar hadir, dan Sonny Corleone, muka lebarnya yang berbentuk Cupido pucat karena kelelahan, minum segelas air. Ia mungkin masih meniduri pendamping pengantin itu, pikir Hagen. Masalah lagi.

Don Corleone duduk di kursi berlengan sambil mengisap cerutu Di Nobill. Hagen menyimpan sekotak cerutu ini di kamarnya. Ia berusaha membujuk Don untuk ganti mengisap cerutu Havana, tetapi Don bilang cerutu itu membuat tenggorokannya sakit.

"Kita sudah mengetahui semua yang perlu diketahui?" tanya Don.

Hagen membuka map berisi catatan. Catatan itu tak berarti apa-apa, hanya coretan-coretan tak jelas untuk mengingatkannya pada berbagai rincian penting yang harus disinggungnya.

"Sollozzo datang menemui kita untuk minta bantuan," kata Hagen. "Ia akan minta keluarga kita menyediakan paling sedikit satu juta dolar dan semacam kekebalan hukum. Untuk itu kita akan mendapatkan bagian dari kegiatan, tidak ada yang tahu berapa banyak. Kegiatan itu adalah narkotika. Sollozzo punya kontak di Turki, tempat mereka menanam candu. Dari sana ia mengapalkannya ke Sisilia. Tidak ada kesulitan. Di Sisilia ia punya pabrik untuk mengolahnya menjadi heroin. Ia punya operasi katup pengaman untuk menurunkannya menjadi morfin dan menaikkannya menjadi heroin kalau perlu. Tetapi pabrik pengolah di Sisilia sudah dilindungi dengan segala cara. Yang agak merepotkan hanyalah membawanya ke negara ini, kemudian mengedarkannya. Juga modal awal. Satu juta dolar tunai tidak bisa dipetik dari pohon."

Hagen melihat Don mengernyit. Orang tua itu tidak menyukai kata-kata berbunga yang tidak perlu dalam masalah bisnis. Ia cepat-cepat meneruskan. "Mereka menyebutnya Sollozzo si Turki. Ada dua alasan. Ia melewatkan banyak waktu di Turki dan dikabarkan memiliki istri dan anak-anak Turki. Kedua. Ia diduga sangat cekatan menggunakan pisau, atau begitulah ketika masih muda. Tapi hanya dalam masalah bisnis, dan dengan keluhan yang cukup masuk akal. Orang yang sangat cakap dan merupakan majikan bagi dirinya sendiri. Ia memiliki catatan kepolisian, dan pernah dua kali dipenjara, sekali di Italia dan sekali di Amerika Serikat. Ia dikenal pihak berwajib sebagai aktivis narkotika. Ini bisa menguntungkan kita. Ini berarti ia tidak bisa mendapatkan kekebalan untuk menjadi saksi karena dianggap lapisan atas, dan tentu saja, karena catatannya. Ia juga memiliki istri Amerika dan tiga anak, dan merupakan kepala keluarga yang baik. Ia mau menerima hukuman apa saja asalkan tahu keluarganya ditangani dengan baik sehingga punya uang untuk biaya hidup."

Don mengembuskan asap cerutu dan berkata, "Santino, bagaimana pendapatmu?"

Hagen mengetahui apa yang akan dikatakan Sonny. Sonny tidak senang berada di bawah bayang-bayang Don. Ia ingin melakukan operasi besarnya sendiri. Operasi seperti ini akan tampak sempurna baginya.

Sonny berlambat-lambat meneguk scotch. "Banyak uang yang terlibat dalam bubuk putih itu," katanya. "Tapi itu bisa berbahaya. Ada orang yang akhirnya dipenjara selama dua puluh tahun. Menurutku, kalau kita menjauhi akhir operasi, membatasi diri pada perlindungan dan pembiayaan saja, mungkin itu gagasan yang baik."

Hagen memandang Sonny dengan ekspresi sependapat. Sonny memainkan kartunya dengan baik. Ia berpegang pada hal-hal yang sudah jelas, cara yang paling baik baginya.

Don mengisap cerutu. "Dan kau, Tom, bagaimana pendapatmu?"

Hagen memilih bersikap sejujurnya. Ia menarik kesimpulan Don akan menolak usul Sollozzo. Tapi yang lebih buruk lagi, Hagen yakin ini satu dari hanya beberapa kali sepanjang pengalamannya bahwa Don tidak memikirkan masalah ini masak-masak. Ia tidak memandang cukup jauh ke depan.

"Teruskan, Tom," Don memberi dorongan. "Bahkan Consigliori Sisilia pun tidak selalu sependapat dengan bosnya."

Mereka semua tertawa.

"Menurutku, sebaiknya kau bilang ya," kata Hagen. "Kau tahu semua alasan yang jelas. Tapi inilah yang paling penting. Uang dalam narkotika lebih banyak daripada dalam bisnis apa pun. Kalau kita tidak masuk ke sana, orang lain yang akan mengambilnya, mungkin keluarga Tattaglia. Dengan pemasukan yang mereka peroleh, mereka bisa mengumpulkan lebih banyak polisi dan kekuasaan politik. Keluarga mereka akan lebih kuat daripada keluarga kita. Akhirnya mereka akan mengejar kita untuk merampas apa yang kita miliki. Ini sama dengan negara-negara. Kalau mereka mempersenjatai diri, kita juga mempersenjatai diri. Kalau secara ekonomi mereka menjadi lebih kuat, mereka menjadi ancaman bagi kita. Sekarang kita punya perjudian serta serikat buruh, dan saat ini keduanya bisnis paling baik untuk dimiliki. Tapi kurasa narkotika akan penting di masa depan. Kurasa kita harus ambil bagian dalam kegiatan itu, kalau tidak, kita mempertaruhkan segala yang kita miliki. Tidak sekarang, tapi mungkin sepuluh tahun lagi."

Don tampak sangat terkesan. Ia mengembuskan asap cerutu dan menggumam, "Tentu saja itu yang paling penting." Ia menghela napas dan bangkit. "Pukul berapa aku harus menemui si murtad ini besok?"

Hagen menjawab penuh harap. "Ia akan tiba di sini pukul sepuluh pagi." Mungkin Don akan menerimanya.

"Aku ingin kalian berdua mendampingiku," kata Don. Ia berdiri, menggeliat, dan menggandeng putranya. "Santino, kau perlu tidur malam ini, wajahmu mirip setan. Jaga dirimu, kau tidak akan muda selamanya."

Sonny, keberaniannya bangkit karena tanda-tanda perhatian kebapakan ini, mengajukan pertanyaan yang tidak berani diajukan Hagen. "Pop, apa jawabanmu?"

Don Corleone tersenyum. "Bagaimana aku tahu sebelum mendengar persentase dan rincian lainnya? Di samping itu, aku harus punya waktu untuk memikirkan saran-saran yang diberikan padaku malam ini. Bagaimanapun juga, aku bukan orang yang biasa melakukan segalanya tergesa-gesa."

Sementara berjalan keluar ia berkata sambil lalu pada Hagen, "Apakah kau punya informasi di buku catatanmu bahwa si Turki mencari nafkah dari pelacuran sebelum perang? Seperti yang dilakukan keluarga Tattaglia sekarang. Tulis itu sebelum kau lupa."

Ada nada kesal dalam suara Don yang menyebabkan wajah Hagen memerah. Ia sengaja tidak menyebutkan hal itu, yang sebetulnya bukan masalah karena tidak ada kaitannya, tapi ia takut hal itu berpengaruh buruk pada keputusan Don. Dalam masalah seksual, Don benar-benar "lurus".

***

Virgil "si Turki" Sollozzo pria berperawakan sedang tapi kekar, dengan wajah hitam dan bisa keliru dianggap orang Turki yang sebenarnya. Hidungnya seperti golok melengkung dan mata hitamnya memancarkan kekejaman. Ia juga memiliki keangkuhan yang mengesankan.

Sonny Corleone menyambutnya di pintu dan mengantarnya ke ruangan tempat Hagen dan Don menanti. Hagen berpikir ia belum pernah melihat orang yang tampangnya lebih berbahaya, kecuali Luca Brasi.

Mereka semua berjabat tangan dengan sopan. Kalau Don bertanya padaku apakah orang ini bernyali, aku harus menjawab ya, pikir Hagen. Ia belum pernah melihat kekuatan yang begitu besar pada diri satu orang, bahkan pada diri Don. Pada kenyataannya, Don tampak sangat buruk. Ia terlalu sederhana, agak seperti orang desa ketika menyambutnya.

Sollozzo segera ke pokok permasalahan. Bisnisnya narkotika. Semua sudah disiapkan. Ladang-ladang candu tertentu di Turki menjanjikan jumlah yang pasti setiap tahun. Ia memiliki pabrik yang terlindung di Prancis, untuk mengubah candu menjadi morfin. Ia memiliki pabrik yang aman sepenuhnya di Sisilia untuk mengolahnya menjadi heroin. Menyelundupkan barang itu ke kedua negara positif aman. Memasukkannya ke Amerika Serikat akan menimbulkan kerugian lima persen karena FBI tidak bisa dikorup, seperti yang mereka berdua ketahui. Tapi keuntungannya besar sekali, sedangkan risikonya tidak ada.

"Kalau begitu kenapa kau menemuiku?" tanya Don sopan. "Kenapa aku pantas menerima kebaikanmu?"

Wajah hitam Sollozzo tetap pasif. "Aku membutuhkan uang tunai dua juta dolar," katanya. "Sama pentingnya, aku juga membutuhkan orang yang memiliki banyak teman berkuasa di posisi penting. Kurir-kurirku akan ada yang tertangkap di tahun-tahun mendatang. Itu tidak terelakkan. Mereka semua memiliki catatan yang bersih, itu bisa kujamin. Dengan begitu, logis bagi hakim untuk menjanjikan hukuman yang ringan. Aku membutuhkan teman yang bisa menjamin bahwa saat orang-orangku mendapat kesulitan, mereka tidak akan dipenjara lebih dari satu atau dua tahun. Maka mereka tidak akan buka mulut. Tapi kalau mereka mendapat hukuman sepuluh atau dua puluh tahun, siapa tahu? Di dunia ini banyak orang yang lemah. Mereka bisa membuka mulut, mereka bisa membahayakan orang yang lebih penting. Perlindungan hukum merupakan keharusan. Don Corleone, kudengar kau menguasai hakim sama banyaknya seperti hiasan paku perak di sepatu bot hitam."

Don Corleone tidak mempedulikan pujian itu. "Berapa persen untuk keluargaku?" tanyanya.

Mata Sollozzo berkilat-kilat. "Lima puluh persen." Ia diam sejenak, lalu berkata dengan suara membelai, "Pada tahun pertama bagianmu tiga atau empat juta dolar. Sesudah itu akan meningkat."

Don Corleone bertanya, "Berapa persen untuk Keluarga Tattaglia?"

Untuk pertama kalinya Sollozzo tampak gelisah. "Mereka akan menerima sedikit dari bagianku. Aku membutuhkan sedikit bantuan dalam operasi."

"Jadi," kata Don, "aku menerima lima puluh persen hanya untuk pembiayaan dan perlindungan hukum. Aku tidak perlu memusingkan operasionalnya, itu maksudmu?"

Sollozzo mengangguk. "Kalau menurutmu dua juta dolar hanya pembiayaan, kuucapkan selamat padamu, Don Corleone."

Don berkata dengan suara pelan, "Aku bersedia menemui dirimu karena penghormatanku pada Keluarga Tattaglia dan karena kudengar kau orang yang serius hingga mesti diperlakukan dengan hormat juga. Aku harus mengatakan tidak kepadamu, tapi aku harus memberi alasan. Keuntungan bisnismu besar sekali, tapi begitu juga risikonya. Operasimu, seandainya aku ikut ambil bagian, bisa merusak kepentinganku yang lain. Memang benar aku memiliki banyak teman dalam politik, tapi mereka tidak akan seramah biasanya kalau aku berbisnis narkotika, bukan perjudian. Mereka berpikir judi hanyalah sesuatu yang mirip minuman keras, pelanggaran yang tidak membahayakan, dan menurut mereka narkotika bisnis yang kotor. Tidak, jangan memprotes. Aku menyampaikan pendapat mereka padamu, bukan pendapatku sendiri. Bagaimana cara orang mencari nafkah bukanlah urusanku. Dan yang kukatakan padamu adalah bisnismu ini terlalu besar risikonya. Semua anggota keluargaku hidup layak selama sepuluh tahun terakhir, tanpa bahaya, tanpa gangguan. Aku tidak bisa membahayakan jiwa atau nafkah mereka karena keserakahan."

Satu-satunya pertanda kekecewaan Sollozzo hanyalah matanya yang dengan cepat memandang ke sekeliling ruangan, seakan berharap Hagen atau Sonny akan berbicara mendukungnya. Kemudian ia berkata, "Kau mengkhawatirkan keamanan uang dua jutamu?"

Don tersenyum dingin. "Tidak," jawabnya.

Sollozzo mencoba lagi. "Keluarga Tattaglia juga akan menjamin investasimu."

***
 
Belum kelar bro,tamatnya sampe bab 32.
Kalo di tivi,filmnya judul Godfather juga.beda sama film mafianya alpacino.
Maaf update agak tersendat.tp tiap minggu pasti ane update sebanyak2nya dan dalam waktu yang sesingkat2nya

:bingung: entahlah ganRock, mgkin krena gk fokus makanya ane gk ngerti sama filmnya..wkwkwkwk :bata:

#lebih senang baca ceritanya aja dah. low apdet sesempetnya aja ganRock, jngan trlalu d paksakan...:semangat::jempol:
 
Bab 2b


Saat itulah Sonny Corleone melakukan kesalahan menyangkut penilaian dan prosedur yang tidak bisa dimaafkan. Ia berkata penuh semangat, "Keluarga Tattaglia menjamin kembalinya investasi kami tanpa persentase apa pun dari kami?"

Hagen ngeri mendengarnya. Ia melihat Don mengarahkan pandangan yang dingin dan galak pada putra tertuanya, yang terpaku karena heran dan tidak mengerti. Mata Sollozzo yang liar kembali berkeliling, tapi kali ini dengan ekspresi kepuasan. Ia telah menemukan kelemahan dalam benteng Don Corleone. Saat Don berbicara lagi, suaranya mengandung nada pengusiran. "Orang-orang muda memang serakah," katanya. "Dan zaman sekarang mereka tidak memiliki sopan santun. Tapi aku memiliki kelemahan sentimental terhadap anak-anakku dan aku memanjakan mereka. Sebagaimana yang bisa kaulihat sendiri. Signor Sollozzo, jawaban tidak yang kukatakan tadi merupakan keputusan final. Biar kukatakan bahwa secara pribadi aku berharap semoga kau beruntung dalam bisnismu. Bisnismu tidak bertentangan dengan bisnisku sendiri. Aku minta maaf terpaksa mengecewakan dirimu."

Sollozzo membungkuk, menjabat tangan Don, kemudian membiarkan Hagen mengantar dirinya ke mobil di luar. Tidak ada ekspresi apa pun di wajahnya saat ia mengucapkan selamat berpisah pada Hagen.

Setelah ia kembali ke kantor, Don Corleone bertanya pada Hagen, "Bagaimana pendapatmu mengenai orang itu?"

"Ia orang Sisilia," jawab Hagen singkat.

Don mengangguk sambil berpikir. Lalu ia berpaling pada putranya dan berkata lemah lembut, "Santino, jangan sekali-kali membiarkan orang di luar keluarga kita mengetahui apa yang kaupikirkan. Jangan biarkan mereka mengetahui apa yang ada di bawah kukumu. Kurasa otakmu menjadi beku akibat komedi yang kaumainkan dengan gadis muda itu. Hentikan komedimu dan pusatkan perhatianmu pada bisnis. Sekarang pergilah dari sini."

Hagen melihat keheranan terpancar di wajah Sonny, lalu kemarahan akibat teguran ayahnya. Apakah ia benar-benar mengira Don tidak mengetahui petualangannya? Hagen bertanya dalam hati. Dan apakah ia benar-benar tidak mengetahui betapa berbahaya kesalahan yang dilakukannya pagi ini? Kalau semua itu benar, Hagen sama sekali tidak ingin menjadi consigliori bagi Don Santino Corleone.

Don Corleone menunggu hingga Sonny meninggalkan kantornya. Kemudian ia menyandar di kursi kulit berlengan yang empuk dan memberi isyarat dengan cepat untuk meminta minuman. Hagen menuangkan segelas anisette. Don mendongak memandangnya. "Panggil Luca Brasi kemari," katanya.

***

Tiga bulan kemudian, Hagen tergesa-gesa menyelesaikan pekerjaan administrasi di kantornya di kota, berharap bisa pulang cukup cepat untuk berbelanja Natal bagi istri dan anak-anaknya. Pekerjaannya disela telepon dari Johnny Fontane yang berceloteh penuh semangat. Filmnya telah mulai dibuat. Rush-nya, apa pun itu, pikir Hagen, bagus. Johnny mengatakan akan mengirim hadiah Natal yang sangat mengejutkan Don. Seharusnya ia sendiri yang mengantarnya, tapi ada hal-hal kecil yang harus diselesaikan dalam pembuatan film itu. Ia akan tinggal jauh dari Pantai. Hagen berusaha menyembunyikan ketidaksabarannya. Pesona Johnny Fontane sejak dulu tidak berarti baginya. Tapi minatnya bangkit. "Apa hadiahnya?" tanyanya.

Johnny Fontane terkekeh dan berkata, "Aku tidak bisa mengatakannya, itulah serunya hadiah Natal."

Hagen segera kehilangan minat sama sekali dan akhirnya berhasil, dengan sopan, menutup telepon. Sepuluh menit kemudian sekretarisnya memberitahu Connie Corleone menelepon dan ingin berbicara dengannya. Hagen menghela napas.

Sebagai gadis cilik Connie begitu manis, tapi sebagai wanita yang telah menikah, ia merepotkan. Connie mengeluh tentang suaminya. Suaminya selalu pulang menengok ibunya selama dua atau tiga hari. Dan Carlo Rizzi ternyata orang yang selalu gagal. Ia diberi bisnis kecil yang bagus tapi ia membangkrutkannya. Ia juga suka minum, berselingkuh dimana-mana, berjudi, dan terkadang memukuli istrinya. Connie tidak menceritakan hal itu pada keluarganya tapi memberitahu Hagen. Hagen bertanya-tanya sendiri kisah sedih apa yang akan diceritakan Connie padanya sekarang.

Tapi semangat hari Natal agaknya menggembirakan Connie. Ia hanya ingin menanyakan pada Hagen apa yang benar-benar disukai ayahnya sebagai hadiah Natal. Dan Sonny, Fred, dan Mike. Ia sudah mengetahui apa yang harus dicarinya sebagai hadiah untuk ibunya. Hagen menyampaikan beberapa saran, semuanya dianggap Connie konyol. Akhirnya Connie memutuskan telepon.

Sewaktu telepon berdering lagi, Hagen mengembalikan kertas-kertas ke dalam keranjang. Persetan semuanya. Ia akan pulang. Sekalipun begitu, tidak pernah terlintas dalam benaknya untuk menolak menerima telepon. Ketika sekretarisnya memberitahu bahwa telepon itu dari Michael Corleone, ia menerimanya dengan senang hati. Ia selalu menyukai Mike.

"Tom," kata Michael Corleone. "Aku akan pergi ke kota besok pagi dengan Kay, bermobil. Ada urusan penting yang ingin kuberitahukan pada si tua sebelum Natal. Apa ia ada di rumah besok malam?"

"Tentu saja," kata Hagen. "Ia tidak akan pergi ke luar kota sampai sesudah Natal. Ada yang bisa kubantu?"

Michael tidak mudah membuka mulut, seperti ayahnya. "Tidak," katanya. "Kurasa akan kutemui kau pada hari Natal nanti, semua orang akan pergi ke Long Beach, kan?"

"Benar," jawab Hagen. Ia merasa geli setelah Mike menutup telepon tanpa berbasa-basi.

Ia memerintahkan sekretaris menelepon istrinya dan memberitahukan ia akan pulang agak terlambat tapi minta disiapkan makan malam.

Di luar gedung ia melangkah tergesa-gesa menuju toko Macy's di pusat kota. Ada yang menghalangi jalannya. Ia terkejut ketika melihat orang itu Sollozzo.

Sollozzo memegang lengannya dan berkata dengan suara pelan, "Jangan takut. Aku hanya ingin berbicara denganmu."

Mobil yang diparkir di tepi jalan tiba-tiba terbuka pintunya. Sollozzo berkata dengan nada mendesak, "Masuklah, ada yang ingin kubicarakan denganmu.''

Hagen menyentakkan lengannya untuk membebaskan diri. Ia belum merasa takut, hanya jengkel. "Aku tidak ada waktu," katanya.

Pada saat itu dua pria menghampirinya dari belakang. Hagen merasakan kakinya tiba-tiba lemas. Sollozzo berkata pelan, "Masuklah ke mobil. Kalau aku ingin membunuhmu, kau sudah mati sekarang. Percayalah."

Tanpa percaya sedikit pun Hagen masuk ke mobil.

***

Michael Corleone membohongi Hagen. Ia sudah berada di New York, dan menelepon dari kamar di Hotel Pennsylvania yang jaraknya tidak sampai sepuluh blok dari kantor Hagen. Setelah ia meletakkan telepon, Kay Adams mematikan rokok dan berkata, "Mike, kau pandai berbohong."

Michael duduk di sampingnya di tempat tidur. "Semua demi dirimu, Sayang. Kalau aku memberitahu keluargaku bahwa kita sudah berada di kota ini, kita harus langsung ke sana. Dan kita tidak bisa keluar makan malam, tidak bisa ke teater, dan kita tidak bisa tidur bersama malam ini. Di rumah ayahku tidak bisa, kalau kita belum menikah."

Michael memeluk Kay dan mencium bibirnya dengan lemah lembut. Bibir Kay terasa manis dan Michael perlahan-lahan menariknya turun ke ranjang. Kay memejamkan mata, menunggu Michael bercinta dengannya dan Michael merasakan kebahagiaan yang sangat besar.

Michael bertahun-tahun berperang di Samudra Pasifik, dan di pulau-pulau yang berlumuran darah di sana ia memimpikan gadis seperti Kay Adams. Memimpikan kecantikan seperti yang dimiliki Kay. Tubuh yang indah dan ramping, kulit yang halus dan mengandung gairah yang bagaikan arus listrik.

Kay membuka mata, kemudian menarik kepala Michael turun untuk menciumnya. Mereka bercinta hingga tiba waktunya untuk makan malam dan pergi ke teater.

Setelah makan malam mereka berjalan melewati toserba yang terang benderang dan penuh orang yang berbelanja Natal. Michael berkata pada Kay, "Apa yang perlu kuberikan sebagai hadiah Natal bagimu?"

Kay merapatkan tubuh ke Michael. "Hanya dirimu," katanya. "Menurutmu ayahmu akan bersedia menerimaku?"

Michael berkata lembut, "Sebenarnya bukan itu yang menjadi masalah. Apakah orangtuamu mau menerima diriku?"

Kay mengangkat bahu. "Aku tidak peduli," katanya.

Michael berkata, "Aku bahkan berpikir untuk mengganti nama, secara sah, tapi kalau terjadi apa-apa, tindakan itu tidak benar-benar membantu. Kau yakin ingin menjadi Corleone?" Ia mengatakannya dengan nada setengah bergurau.

"Ya," kata Kay tanpa tersenyum.

Mereka saling merapat. Mereka telah memutuskan untuk menikah pada minggu Natal, dengan upacara sipil tanpa keramaian di Balai Kota, dengan hanya dua teman sebagai saksi. Tapi Michael berkeras memberitahu ayahnya terlebih dulu. Ia menjelaskan ayahnya sama sekali tidak akan keberatan selama pernikahannya tidak dilakukan diam-diam.

Kay ragu. Ia mengatakan tidak bisa bercerita pada orangtuanya sendiri sebelum mereka benar-benar menikah. "Tentu saja mereka akan menduga aku sudah hamil," katanya.

Michael nyengir. "Begitu juga orangtuaku," katanya.

Apa yang tidak mereka katakan adalah bahwa Michael harus memutuskan hubungannya yang erat dengan keluarganya. Mereka berdua menyadari Michael sudah melakukan hal itu hingga batas tertentu, tapi mereka tetap merasa bersalah mengenai kenyataan tersebut. Mereka merencanakan menyelesaikan kuliah, bertemu setiap akhir pekan, dan hidup bersama selama liburan musim panas. Rasanya kehidupan seperti itu merupakan kehidupan yang bahagia.

Yang mereka saksikan adalah pertunjukan musik berjudul Carousel dan kisahnya yang sentimental tentang pencuri sombong menyebabkan mereka saling tersenyum geli. Setelah mereka keluar dari teater cuaca sudah berubah dingin. Kay merapatkan tubuh ke Michael dan berkata, "Sesudah kita menikah, apakah kau akan memukulku dan mencuri bintang sebagai hadiah?"

Michael tertawa. "Aku akan menjadi profesor matematika," katanya. Lalu ia bertanya, "Kau mau makan sebelum kita kembali ke hotel?"

Kay menggeleng. Ia menengadah menatap Michael dengan pandangan penuh arti. Seperti biasa Michael selalu tersentuh oleh gairah Kay untuk bercinta, Michael tersenyum padanya, dan mereka berciuman di jalan yang dingin.

Michael merasa lapar, dan memutuskan memesan roti isi untuk dikirim ke kamar.

Di lobi hotel, Michael mendorong Kay ke arah kios penjual koran dan berkata, "Beli koran sementara kuambil kunci kamar."

Ia harus menunggu dalam antrean pendek; hotel masih kekurangan tenaga sekalipun perang sudah berakhir. Michael mendapatkan kunci kamarnya dan memandang sekeliling dengan tidak sabar, mencari-cari Kay.

Kay berdiri di depan kios koran, menunduk memandang koran yang dipegangnya. Michael melangkah ke arahnya. Kay menengadah. Matanya dipenuhi air mata. "Oh, Mike," katanya, "oh, Mike."

Michael mengambil koran dari tangan Kay. Yang pertama dilihatnya adalah foto ayahnya yang terkapar di jalan, kepalanya di tengah genangan darah. Seorang pria berdiri di tepi jalan sambil menangis seperti anak kecil. Pria itu kakaknya, Freddie.

Michael Corleone merasakan tubuhnya bagai berubah menjadi es. Tidak ada kesedihan, tidak ada ketakutan, hanya kemarahan yang dingin. Ia berkata pada Kay, "Pergilah ke kamar."

Tapi Michael harus memegangi lengan Kay dan membimbingnya ke lift. Mereka naik bersama-sama sambil berdiam diri.

Di kamar, Michael duduk di ranjang dan membuka koran tadi. Berita utamanya berjudul, VITO CORLEONE TERTEMBAK ORANG YANG DIDUGA SEBAGAI KEPALA PENJAHAT INI LUKA PARAH. DIOPERASI DI BAWAH PENJAGAAN KETAT KEPOLISIAN. DIKHAWATIRKAN AKAN TERJADI PERANG ANTARKELOMPOK BERDARAH.

Michael merasakan kakinya lemas. Ia berkata pada Kay, "Ayahku tidak mati, keparat-keparat itu tak berhasil membunuhnya."

Ia membaca beritanya lagi. Ayahnya ditembak pada pukul lima sore. Itu berarti terjadi sewaktu ia bercinta dengan Kay, makan malam, menikmati pertunjukan teater -dan ayahnya nyaris tewas. Michael mual karena perasaan bersalah.

Kay bertanya, "Kita ke rumah sakit sekarang?"

Michael menggeleng. "Biar aku menelepon ke rumah dulu. Orang yang melakukan ini sudah gila dan sekarang karena ayahku masih hidup, mereka pasti panik. Siapa yang tahu apa yang akan mereka lakukan selanjutnya."

Kedua telepon di rumah Long Beach sibuk dan hampir dua puluh menit kemudian barulah Michael bisa menghubungi keluarganya. Ia mendengar suara Sonny berkata, "Yeah."

"Sonny, ini aku," kata Michael.

Ia bisa mendengar kelegaan dalam suara Sonny. "Ya Tuhan, Mike, kau menyebabkan kami semua khawatir. Di mana saja kau? Aku sudah mengirim orang-orang ke kotamu untuk memeriksa keadaan."

"Bagaimana keadaannya?" tanya Michael. "Separah apa lukanya?"

"Sangat parah," kata Sonny. "Mereka menembaknya lima kali. Tapi ia tangguh." Suara Sonny terdengar penuh kebanggaan. "Dokter mengatakan ia akan selamat. Dengar, Mike, aku sibuk, tidak bisa bercakap-cakap, kau di mana?"

"Di New York," kata Michael. "Tom tidak memberitahu aku akan datang?"

Suara Sonny terdengar lebih pelan. "Mereka menculik Tom. Itu sebabnya aku mengkhawatirkan dirimu. Istri Tom ada di sini. Ia tidak tahu dan polisi juga tidak. Aku tidak ingin mereka mengetahuinya. Keparat-keparat yang melakukan ini pasti sinting. Aku ingin kau segera kemari dan tutup mulutmu. Oke?"

"Oke," kata Michael. "Kau tahu siapa yang melakukan ini?"

"Tentu," kata Sonny. "Dan begitu Luca Brasi mulai bertindak, mereka tamat. Kita masih memiliki semua kuda."

"Aku akan berangkat satu jam lagi," kata Mike. "Naik taksi." Ia meletakkan telepon.

Koran telah beredar lebih dari tiga jam. Pasti ada berita di radio. Hampir mustahil Luca Brasi tidak mendengar beritanya. Michael merenungkan masalah ini dalam-dalam. Di mana Luca Brasi?

Pertanyaan itu pulalah yang diajukan Tom Hagen pada dirinya sendiri saat itu. Dan masalah yang sama meresahkan Sonny Corleone di Long Beach.

Pada pukul lima kurang seperempat sore itu, Don Corleone baru saja selesai memeriksa surat-surat yang disiapkan manajer kantor perusahaan minyak zaitun miliknya. Ia mengenakan jas dan mengetukkan buku jarinya ke kepala Freddie untuk memerintahkan pemuda itu berhenti membaca koran sore.

"Suruh Gatto mengeluarkan mobil dari tempat parkir," katanya. "Aku akan pulang beberapa menit lagi."

Freddie menggerutu. "Aku harus mengambilnya sendiri. Paulie menelepon, memberitahukan ia sakit, tadi pagi. Pilek lagi."

Don Corleone tampak berpikir sejenak "Ini yang ketiga kalinya bulan ini. Kurasa sebaiknya kau mencari orang yang lebih sehat untuk pekerjaan ini. Katakan pada Tom."

Fred memprotes. "Paulie anak yang baik. Kalau ia mengatakan dirinya sakit, ia sakit. Aku tidak keberatan mengambil mobil."

Ia meninggalkan kantor. Don Corleone mengawasi dari jendela sementara anaknya menyeberangi Ninth Avenue ke area parkir. Ia berhenti mengawasi untuk menelepon kantor Tom Hagen, tapi tidak ada jawaban. Ia menelepon ke rumah di Long Beach, tapi sekali lagi tidak ada yang menerima. Dengan jengkel ia memandang ke luar jendela. Mobilnya telah diparkir tepat di depan gedung kantor miliknya. Freddie menyandar ke spatbor, tangan dilipat, memandang orang-orang yang berbelanja untuk Hari Natal.

Don Corleone mengenakan jasnya. Manajer kantor membantunya mengenakan mantel luar. Don Corleone menggeramkan ucapan terima kasih dan keluar melalui pintu, lalu menuruni tangga.

Di jalan, cahaya siang awal musim dingin mulai pudar. Freddie bersandar santai ke spatbor mobil Buick yang besar. Sewaktu melihat ayahnya keluar dari gedung, Freddie masuk ke mobil. Don Corleone mendekati mobil, tapi lalu ragu-ragu dan berbalik ke kios panjang buah-buahan yang terbuka di dekat sudut jalan. Itu kebiasaannya akhir-akhir ini; ia menyukai buah-buah yang sedang tidak musim itu, persik laming dan jeruk, yang bagai bersinar dalam kotaknya yang berwarna hijau.

Penjual buah seketika bangkit untuk melayaninya. Don Corleone tidak memegang buah. Ia menunjuk. Si penjual buah menentang keputusannya hanya sekali, untuk menunjukkan salah satu pilihannya busuk di bagian bawah.

Don Corleone menerima kantong kertas dengan tangan kiri dan membayar orang itu dengan uang lima dolar. Ia menerima kembaliannya, dan sewaktu berbalik ke mobil yang menunggu, dua pria melangkah keluar dari balik tikungan jalan. Don Corleone seketika mengetahui apa yang akan terjadi.

Kedua pria tersebut mengenakan mantel luar dan topi hitam yang ditarik serendah-rendahnya untuk menyembunyikan wajah mereka dari saksi mata. Mereka tidak menduga reaksi Don Corleone yang waspada. Don Corleone menjatuhkan kantong buah dan berlari ke mobil yang diparkir dengan kecepatan yang mengejutkan untuk orang segemuk dirinya. Pada saat yang sama ia berseru, "Fredo, Fredo!"

Baru setelah itulah kedua pria tadi mencabut senjata dan menembak. Peluru pertama mengenai punggung Don Corleone. Ia merasakan hantaman seperti pukulan palu, tapi memaksa diri terus mendekati mobil. Dua peluru berikutnya mengenai bokong dan menyebabkan ia tersungkur ke tengah jalan.
 
Sementara itu kedua penembak, yang berhati-hati agar tidak terpeleset buah yang bertebaran, mengikutinya agar bisa menghabisi nyawanya. Tepat pada saat itu, mungkin tidak lebih dari lima detik setelah Don Corleone memanggil putranya, Frederico Corleone keluar dari mobil, menjulang tinggi. Kedua penyerang menembak dua kali lagi dengan tergesa-gesa ke arah Don yang terkapar di selokan. Sebutir peluru mengenai bagian lengannya yang berdaging dan peluru kedua mengenai betis kanannya. Walaupun luka-luka ini yang paling ringan, tapi justru mengeluarkan banyak darah, membentuk genangan-genangan kecil di sisi tubuhnya. Tapi Don telah pingsan.

Freddie mendengar teriakan ayahnya, memanggilnya dengan panggilan masa kanak-kanaknya, kemudian mendengar dua dentuman pertama yang keras.

Pada saat keluar dari mobil, ia sangat terguncang hingga tidak ingat untuk mencabut pistolnya sendiri. Kedua pembunuh itu bisa menembaknya hingga tewas dengan mudah. Tapi mereka juga panik. Mereka pasti mengetahui putra Don membawa senjata, di samping itu telah terlalu banyak waktu yang terbuang. Mereka lenyap di sudut, meninggalkan Freddie sendirian dengan tubuh ayahnya yang terus mengeluarkan darah.

Orang yang berduyun-duyun di jalan menghambur ke pintu-pintu atau tiarap di tanah, yang lain berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil.

Freddie masih belum mencabut senjata. Ia tampak tertegun. Ia melayangkan pandangan ke bawah, melihat tubuh ayahnya yang menelungkup dalam apa yang tampak seperti telaga darah kehitaman. Freddie benar-benar terguncang.

Orang-orang mulai bubar dan seseorang, melihat Freddie akan roboh, membimbingnya ke tepi jalan dan mendudukkannya. Orang banyak mengerumuni tubuh Don Corleone, lingkaran yang bubar begitu mobil polisi pertama menerobos mereka dengan sirene meraung-raung. Tepat di belakang mobil itu muncul mobil radio Daily News, dan bahkan sebelum mobil itu berhenti, fotografer melompat keluar dan memotret tubuh Don Corleone yang berlumuran darah.

Beberapa saat kemudian ambulans datang. Si fotografer mengalihkan perhatiannya pada Freddie Corleone, yang sekarang menangis terang-terangan. Pemandangan ini sangat menggelikan, sebab wajahnya mirip Cupido dan tampak tangguh, hidungnya yang besar dan bibirnya yang tebal berlumur ingus.

Beberapa detektif menyebar di tengah orang banyak sementara mobil-mobil polisi yang lain berdatangan. Seorang detektif berlutut di samping Freddie, menanyainya. Tapi Freddie begitu terguncang hingga tidak bisa menjawab. Si detektif memasukkan tangan ke saku Freddie dan mengambil dompetnya. Ia melihat kartu identitas di dalam dompet dan bersiul memanggil rekannya.

Dalam waktu beberapa detik Freddie telah dipisahkan dari orang-orang lain oleh sekelompok polisi berpakaian preman.

Detektif pertama menemukan pistol Freddie di sarung bahu dan mengambilnya. Kemudian mereka menarik Freddie hingga berdiri dan mendorongnya memasuki mobil yang tidak bertanda. Setelah mobil itu berjalan, mobil radio Daily News mengikutinya. Fotografer masih mengambil foto setiap orang dan segalanya.

Setengah jam setelah peristiwa penembakan ayahnya, Sonny Corleone menerima lima telepon yang berturut-turut dengan cepat. Yang pertama dari Detektif John Phillips, yang berada dalam daftar suap keluarga dan duduk di mobil polisi berpakaian preman yang terdepan di tempat peristiwa penembakan. Yang pertama dikatakannya pada Sonny melalui telepon adalah, "Kau mengenali suaraku?"

"Yeah," jawab Sonny. Ia baru bangun tidur siang, dipanggil ke telepon oleh istrinya.

Phillips mengatakan dengan cepat tanpa pembukaan, "Ada orang menembak ayahmu di luar kantornya. Lima belas menit yang lalu. Ia hidup, tapi luka parah. Mereka membawanya ke Rumah Sakit Prancis. Adikmu Freddie mereka bawa ke kantor polisi Chelsea. Sebaiknya kau memanggil dokter setelah mereka membebaskannya. Sekarang aku akan pergi ke rumah sakit untuk ikut menanyai ayahmu, kalau ia bisa bicara. Kau akan selalu kukabari."

Di seberang meja, istri Sonny, Sandra, memperhatikan wajah suaminya memerah karena darahnya naik. Matanya berkilat-kilat. Ia berbisik, "Ada apa?"

Sonny melambai tidak sabar, menyuruhnya menutup mulut, dan memutar tubuh memunggungi istrinya. Ia bertanya ke telepon, "Kau yakin ia masih hidup?"

"Yeah, aku yakin," jawab detektif itu. "Banyak mengeluarkan darah, tapi kurasa keadaannya tidak separah kelihatannya."

"Terima kasih," kata Sonny. "Datanglah ke rumah besok tepat pukul delapan. Kau akan menerima seribu."

Sonny masih memegangi telepon. Ia memaksa dirinya duduk diam. Ia menyadari kelemahannya yang terbesar adalah kemarahannya dan inilah saat ketika kemarahan akan berakibat fatal. Yang pertama harus dilakukan adalah menghubungi Tom Hagen. Tetapi sebelum ia mengangkat telepon, telepon itu berdering. Yang meneleponnya penjual kupon lotre yang diizinkan Keluarga beroperasi di distrik kantor ayahnya. Ia menelepon untuk mengatakan padanya bahwa Don dibunuh, ditembak mati di jalan. Setelah mengajukan beberapa pertanyaan untuk memastikan informan si penjual lotre tidak dekat dengan tubuh ayahnya, Sonny menganggap informasi itu tidak benar. Berita dari Phillips pasti lebih akurat.

Telepon berdering hampir seketika untuk ketiga kalinya. Ia reporter Daily News. Begitu ia memberitahukan identitasnya, Sonny Corleone meletakkan telepon. Ia memutar nomor telepon rumah Tom Hagen dan bertanya pada istri Hagen, "Tom sudah pulang?"

Istri Hagen menjawab, "Belum," bahwa Hagen baru pulang kira-kira dua puluh menit lagi, tetapi ia mengharapkan Hagen pulang untuk makan malam.

"Suruh ia menelepon aku," kata Sonny.

Sonny mencoba memikirkan semuanya. Ia berusaha membayangkan bagaimana ayahnya akan bereaksi dalam keadaan seperti ini. Ia seketika tahu itu serangan dari Sollozzo. Tetapi Sollozzo tidak akan berani menyingkirkan pemimpin yang begitu tinggi peringkatnya seperti Don kalau tidak didukung orang berkuasa lain.

Telepon yang berdering untuk keempat kalinya mengganggu pikirannya. Suara di ujung sana sangat lunak, lemah lembut.

"Santino Corleone?" suara itu bertanya.

"Yeah," kata Sonny.

"Kami menahan Tom Hagen," kata suara itu. "Kira-kira tiga jam lagi ia akan dibebaskan dengan membawa usul kami. Jangan lakukan apa pun dengan tergesa-gesa sebelum kau mendengarkan apa yang akan dikatakannya. Kau hanya akan menimbulkan banyak kesulitan. Apa yang sudah terjadi, biarkanlah. Semua orang harus bersikap bijaksana sekarang. Jangan kehilangan kesabaran, itu kelemahan sifatmu yang sudah terkenal."

Suara tersebut agak bernada mengejek. Sonny tidak yakin sekali, tapi kedengarannya itu suara Sollozzo. Ia membuat suaranya teredam, tertekan. "Aku akan menunggu," katanya. Ia mendengar gagang telepon di ujung sana diletakkan. Ia melihat ke jam tangannya yang berantai emas dan mengingat waktu terjadinya telepon tadi, lalu menuliskannya di taplak meja. Ia duduk menghadapi meja dapur, mengerutkan kening.

Istrinya bertanya, "Sonny, ada apa?"

Ia memberitahu istrinya dengan tenang, "Mereka menembak ayahku."

Ketika melihat ekspresi terkejut pada wajah istrinya, ia berkata kasar, "Jangan khawatir, ia tidak mati. Dan tidak ada lagi yang akan terjadi." Ia tidak bercerita pada istrinya tentang Tom Hagen.

Kemudian telepon berdering untuk kelima kalinya. Dari Clemenza. Suara laki-laki gendut itu di telepon terdengar mendesis tersengal-sengal. "Kau sudah dengar tentang ayahmu?" ia bertanya.

"Yeah," jawab Sonny. "Tapi ia tidak mati."

Lama sekali tidak ada yang berbicara di telepon, lalu terdengar suara Clemenza penuh perasaan, "Syukurlah ya Tuhan, syukurlah ya Tuhan." Kemudian dengan gelisah, "Kau yakin? Aku mendengar kabar ia mati di jalan."

"Ia hidup," kata Sonny. Ia mendengarkan dengan cermat setiap intonasi dalam suara Clemenza. Emosinya terasa tulus, tapi itu bagian dari profesi si laki-laki gendut sebagai aktor yang pintar.

"Kau yang harus membawa bola, Sonny," kata Clemenza. "Apa yang kaukehendaki untuk kulakukan?"

"Datanglah ke rumah ayahku," kata Sonny. "Ajak Paulie Gatto."

"Hanya itu?" tanya Clemenza. "Kau tidak ingin aku mengirim beberapa orang ke rumah sakit dan ke tempatmu?"

"Tidak, aku hanya ingin kau datang bersama Paulie Gatto," kata Sonny.

Keduanya lalu membisu cukup lama. Clemenza bisa menangkap pesan yang diberikan padanya.

Agar sedikit lebih wajar, Sonny bertanya, "Di mana Paulie? Sialan, apa yang dilakukannya?"

Tidak terdengar lagi desisan di ujung seberang. Suara Clemenza terdengar terkendali. "Paulie sakit, ia pilek, jadi tinggal di rumah. Ia memang agak sakit sepanjang musim dingin."

Sonny seketika waspada. "Berapa kali ia tinggal di rumah selama dua bulan terakhir?"

"Mungkin tiga atau empat kali," kata Clemenza. "Sudah kutanyakan pada Freddie apakah ia ingin menggantinya dengan orang lain, tapi ditolak. Tidak ada alasan, sepuluh tahun terakhir semua berjalan lancar, bukan?"

"Yeah," kata Sonny. "Akan kutemui kau di rumah ayahku. Jangan lupa mengajak Paulie. Jemput ia dalam perjalanan kemari. Aku tidak peduli sesakit apa dirinya. Kau mengerti?"

Ia membanting telepon tanpa menunggu jawaban.

Istrinya menangis pelan. Sejenak Sonny menatapnya, lalu berkata kasar, "Kalau ada orang kita yang menelepon, suruh mereka menghubungi aku di rumah ayahku melalui telepon khusus. Kalau ada orang lain yang menelepon, katakan kau tidak mengetahui apa-apa. Kalau istri Tom menelepon, katakan Tom sementara tidak bisa pulang, ia ada urusan bisnis," Ia berpikir sejenak. "Dua orang kita akan datang untuk tinggal di sini."

Ia melihat istrinya tampak ketakutan dan berkata tidak sabar, "Kau tidak perlu takut, aku hanya ingin mereka berada di sini. Patuhi perintah mereka. Kalau kau ingin berbicara denganku, hubungi aku melalui telepon khusus Pop, tapi jangan menelepon kecuali sangat penting. Dan jangan khawatir." Ia keluar dari rumah.

Kegelapan telah turun dan angin bulan Desember bertiup kencang. Sonny tidak takut berjalan di luar pada malam hari. Kedelapan rumah di sekelilingnya milik Don Corleone. Di mulut kompleks ada dua rumah yang keduanya disewa sahabat keluarga bersama keluarga masing-masing dan para bujangan yang tinggal di lantai dasar. Dari enam rumah lain yang membentuk setengah lingkaran, satu dihuni Tom Hagen dan keluarganya, rumahnya sendiri, dan yang paling kecil dan paling tidak menonjol dihuni Don. Tiga rumah lain dihuni secara gratis oleh teman-teman Don yang sudah pensiun, dengan saling pengertian bahwa rumah harus dikosongkan kapan saja diminta. Kompleks yang sederhana itu sesungguhnya merupakan benteng yang kokoh. Kedelapan rumah tersebut dilengkapi lampu-lampu sorot yang menerangi lahan sekitarnya dan menyebabkan kompleks itu tidak bisa dimasuki diam-diam. Sonny menyeberang jalan ke rumah ayahnya dan masuk menggunakan kuncinya sendiri. Ia berseru, "Ma, kau di mana?"

Ibunya keluar dari dapur. Di belakang ibunya tercium bau paprika goreng. Sebelum ibunya sempat bicara, Sonny memegang lengannya dan memaksanya duduk. "Aku baru saja menerima telepon," katanya. "Tapi jangan khawatir. Pop di rumah sakit, ia terluka. Sekarang ganti pakaian dan bersiaplah pergi ke sana. Akan kuambilkan mobil dan kucarikan sopir untuk mengantarmu. Oke?"

Ibunya memandang Sonny dengan mantap, kemudian bertanya dalam bahasa Italia, "Apakah mereka menembaknya?"

Sonny mengangguk. Ibunya menunduk sejenak. Lalu ia kembali ke dapur. Sonny mengikutinya. Ia mengawasi ibunya mematikan kompor di bawah wajan yang penuh paprika dan keluar, naik ke kamar tidur. Sonny mengambil paprika dari penggorengan dan roti dari keranjang di meja, dan membuat roti isi yang tidak rapi dengan minyak zaitun panas menetes-netes dari sela jemarinya.

Kemudian ia pergi ke kamar sudut besar yang menjadi kantor ayahnya, mengambil telepon khusus dari laci lemari yang dikunci. Telepon itu dipasang khusus, terdaftar atas nama dan alamat palsu. Orang pertama yang diteleponnya adalah Luca Brasi. Tidak ada jawaban. Kemudian ia menelepon caporegime katup pengaman di Brooklyn, pria yang kesetiaannya pada Don tidak diragukan lagi. Nama pria itu adalah Tessio. Sonny menceritakan padanya apa yang telah terjadi dan apa yang diinginkannya. Tessio harus merekrut lima puluh orang yang benar-benar bisa diandalkan. Ia harus mengirim penjaga ke rumah sakit, dan ia juga harus mengirim orang ke Long Beach untuk bekerja di sini.

Tessio bertanya, "Mereka juga mendapatkan Clemenza?"

Sonny berkata, "Aku tidak ingin menggunakan orang-orang Clemenza sekarang ini."

Tessio seketika memahami, sejenak mereka membisu, lalu ia berkata, "Maaf, Sonny, kukatakan ini sebagaimana ayahmu akan mengatakannya: Jangan mengambil tindakan tergesa-gesa. Aku tidak percaya Clemenza mengkhianati kita."

"Terima kasih," kata Sonny. "Aku tidak berpikir begitu, tapi aku harus hati-hati. Benar?"

"Benar," jawab Tessio.

"Satu hal lagi," kata Sonny. "Adikku Mike kuliah di Hanover, New Hampshire. Perintahkan beberapa orang yang kita kenal di Boston untuk ke sana dan menemuinya, serta membawanya kemari sampai semua ini selesai. Akan kutelepon dia agar ia mengetahui mereka akan datang. Sekali lagi aku hanya menduga-duga, hanya untuk memastikan."

"Oke," kata Tessio. "Aku akan ke rumah ayahmu secepat mungkin, sesudah semua mulai bergerak. Oke? Kau kenal anak buahku, bukan?"

"Yeah," kata Sonny. Ia meletakkan telepon. Lalu pergi ke lemari besi kecil di dinding dan membuka kuncinya. Dari dalam ia mengambil buku yang dijilid dengan kulit biru. Ia membuka pada indeks T hingga menemukan catatan yang dicarinya. Catatan itu berbunyi, "Ray Farrel $5.000 malam Natal."

Catatan tersebut diikuti nomor telepon. Sonny memutar nomor itu dan berkata, "Farrell?"

Pria di ujung seberang menjawab, "Ya."

Sonny berkata, "Ini Santino Corleone. Aku membutuhkan bantuanmu dan aku membutuhkannya sekarang juga. Kuminta kau memeriksa dua nomor telepon dan memberitahuku semua hubungan telepon yang mereka terima dan lakukan selama tiga bulan terakhir."

Ia memberitahu Farrell nomor telepon rumah Paulie Gatto dan Clemenza. Lalu ia berkata, "Ini penting. Beritahu aku sebelum tengah malam dan kau akan mendapat ucapan Selamat Natal tambahan."

Sebelum kembali memikirkan segala sesuatunya, ia sekali lagi mencoba menghubungi Luca Brasi. Lagi-lagi tidak ada jawaban. Hal ini membangkitkan keresahannya, tapi ia mengesampingkan masalah itu dari pikiran. Luca Brasi akan datang ke rumah begitu mendengar beritanya.

Sonny kembali menyandar di kursi putar. Satu jam lagi rumah akan penuh orang Keluarga dan ia akan memberitahu mereka semua yang harus dilakukan. Dan sekarang, setelah akhirnya mendapat kesempatan berpikir, ia menyadari betapa berbahaya situasinya. Ini merupakan tantangan pertama terhadap Keluarga Corleone dan kekuasaan mereka selama sepuluh tahun. Tidak ada keraguan lagi bahwa Sollozzo yang mendalanginya, tapi ia tidak akan berani mencoba menyerang seperti ini kalau tidak mendapat dukungan sedikitnya dari salah satu di antara lima keluarga besar di New York. Dan dukungan itu pasti berasal dari keluarga Tattaglia. Berarti akan terjadi perang habis-habisan atau perhitungan seketika terhadap Sollozzo.

Sonny tersenyum muram. Si Turki yang licik itu menyusun rencana dengan baik, tapi ia tidak beruntung. Ayahnya masih hidup dan sebagai akibatnya perang akan berkobar. Dengan adanya Luca Brasi dan sumber daya yang dimiliki Keluarga Corleone, hasilnya sudah bisa dipastikan. Tapi sekali lagi ada kekhawatiran yang mengganggunya. Di mana Luca Brasi?

***
 
Luca Brasi sipenjagal, apakah berkhianat atwa sudah terlebih dahulu d amankan oleh Solozzo.. Makin menarik nih ganRock, feel yg ane dpet dari bab ini adalah: keluarga Corleone tampak rapuh tanpa adanya Luca Brasi dan Tom Hagen...:jempol:
wajib d pantengin trus nih, smgat trus ganRock:banzai:
 
Luca Brasi sipenjagal, apakah berkhianat atwa sudah terlebih dahulu d amankan oleh Solozzo.. Makin menarik nih ganRock, feel yg ane dpet dari bab ini adalah: keluarga Corleone tampak rapuh tanpa adanya Luca Brasi dan Tom Hagen...:jempol:
wajib d pantengin trus nih, smgat trus ganRock:banzai:

Feelnya keren bro.tp tetep bukan itu nanti jadinya.heahahah.
Ane agak lambat bro.posisi masih di bali.besok pagi harus udah ke sby lagi.
Thanks masih mengikuti disini
 
Feelnya keren bro.tp tetep bukan itu nanti jadinya.heahahah.
Ane agak lambat bro.posisi masih di bali.besok pagi harus udah ke sby lagi.
Thanks masih mengikuti disini

lbh complicated trnyata,.:D
santai aja brada, hati2 dijalan n sukses slalu. Amin..:semangat: :banzai:
 
Ijin lesehan dimari gan,, :baca: besok aja,,mata udah prepet prepet ini :)
 
BAB 3

Ada empat pria di dalam mobil bersama Hagen, termasuk si pengemudi. Mereka menempatkanya di kursi belakang, di antara dua pria yang mendekatinya dari belakang di jalan tadi. Sollozzo duduk di depan. Pria di sebelah kanan Hagen mengulurkan tangan keatas dirinya dan menurunkan topi Hagen hingga menutupi mata, hingga ia tidak bisa melihat. "Jangan sekali-kali berani bergerak," katanya.

Perjalanan mereka tidak jauh, tak lebih dari dua puluh menit, dan setelah turun dari mobil Hagen tidak mengenali sekitarnya karena kegelapan telah turun. Mereka menuntunnya ke lantai bawah sebuah apartemen dan memerintahkan dirinya duduk di kursi dapur yang bersandaran tegak. Sollozzo duduk di seberang meja dapur menghadapinya. Wajahnya yang gelap tampak sangat galak.

"Aku tidak ingin kau merasa takut," katanya. "Aku tahu kau bukan tukang pukul Keluarga. Aku ingin kau membantu keluarga Corleone dan aku ingin kau membantuku."

Tangan Hagen gemetaran ketika ia menyelipkan sebatang rokok ke mulut. Salah seorang anak buah Sollozzo membawakan sebotol rye dan memberinya minum dari cangkir kopi porselen. Hagen menenggak minuman panas itu dengan penuh rasa syukur. Minuman tersebut menenangkan tangannya dan mengembalikan tenaga di kakinya.

"Bosmu sudah mati," kata Sollozzo. Ia diam sejenak, terkejut melihat Hagen berlinang air mata. Kemudian ia melanjutkan, "Kami menyikatnya di luar kantornya, di jalan. Begitu mendapat beritanya, kujemput dirimu. Kau harus mendamaikan aku dan Sonny."

Hagen tidak menjawab. Ia heran pada kesedihannya sendiri. Dan kesedihan itu bercampur ketakutan terhadap kematian.

Sollozzo kembali berbicara. "Sonny sangat bernafsu pada bisnisku. Benar? Kau tahu itu langkah yang sangat cerdik. Narkotika adalah barang masa depan. Banyak sekali uang yang terlibat di dalamnya hingga tiap orang akan menjadi kaya hanya dalam waktu dua tahun. Don hanya 'Pete Kumis' tua dan masa jayanya sudah berakhir, tapi ia tidak menyadarinya. Sekarang ia sudah tewas, tidak ada yang bisa menghidupkan dirinya lagi. Aku siap membuat perjanjian baru, dan aku ingin kau membujuk Sonny menerimanya."

Hagen berkata, "Kau tidak akan memiliki kesempatan. Sonny akan memburumu dengan segala yang dimilikinya."

Sollozzo berkata tidak sabar, "Itu akan menjadi reaksi pertamanya. Kau harus mengingatkan dirinya agar menggunakan akal sehat. Keluarga Tattaglia ada di belakangku bersama seluruh anak buahnya Keluarga-Keluarga New York lain akan ikut dengan segenap kemampuan mereka untuk menghentikan perang habis-habisan di antara kita. Perang kita akan menghancurkan mereka dan bisnis mereka. Kalau Sonny menerima tawaran kami, Keluarga-Keluarga di negara ini akan menganggap masalah ini bukan urusan mereka, bahkan teman-teman Don yang paling lama."

Hagen menunduk memandang tangannya, tidak menjawab.

Sollozzo melanjutkan dengan nada membujuk. "Don melemah. Di masa lalu aku tidak mungkin bisa mendekatinya. Keluarga-Keluarga lain tidak mempercayainya karena ia mengangkat dirimu menjadi consigliori, padahal kau bahkan bukan orang Italia, apalagi Sisilia. Kalau sampai terjadi perang besar-besaran, Keluarga Corleone akan dihancurkan dan setiap orang menderita kerugian, termasuk aku sendiri. Aku membutuhkan kontak politik yang dimiliki Keluarga, bahkan melebihi kebutuhanku akan uang. Jadi bicaralah pada Sonny, bicaralah pada para caporegime; kau bisa mencegah banyak pertumpahan darah."

Hagen mengulurkan cangkir porselennya untuk minta minum lagi. "Akan kucoba," katanya. "Tapi Sonny keras kepala. Dan bahkan Sonny tidak akan bisa menyuruh Luca mundur. Kau harus mengkhawatirkan Luca. Aku pasti akan mengkhawatirkan Luca seandainya tawaranmu kuterima."

Sollozzo berkata pelan, "Akan kutangani Luca. Kautangani Sonny dan kedua anak lainnya. Dengar, kau bisa memberitahu mereka bahwa Freddie mestinya tewas hari ini bersama ayahnya, tapi anak buahku mendapat perintah tegas agar tidak menembaknya. Aku tidak menginginkan kesusahan lebih daripada yang dibutuhkan. Kau bisa mengatakan itu pada mereka, Freddie sekarang masih hidup berkat diriku."

Akhirnya pikiran Hagen bekerja. Untuk pertama kalinya ia benar-benar percaya Sollozzo tidak berniat membunuh atau menyandera dirinya. Kelegaan yang tiba-tiba akibat terbebas dari rasa takut mencengkeram dirinya hingga wajah Hagen memerah karena malu. Sollozzo mengawasinya sambil tersenyum tipis penuh pengertian.

Hagen mulai memikirkan segala sesuatunya. Kalau ia tidak setuju memperjuangkan masalah Sollozzo, ada kemungkinan ia akan dibunuh. Tapi lalu ia menyadari Sollozzo hanya berharap ia menyampaikan tawarannya dan menyampaikannya dengan benar, seperti yang harus dilakukannya sebagai consigliori yang bertanggung-jawab. Dan sekarang, setelah memikirkannya, ia juga menyadari bahwa Sollozzo benar. Perang tak terbatas antara Keluarga Tattaglia dan Corleone harus dicegah dengan segala cara dan dana. Keluarga Corleone harus mengubur yang tewas dan melupakan apa yang sudah terjadi, lalu mengadakan perjanjian. Setelah itu, kalau saatnya tepat, mereka bisa bergerak melawan Sollozzo.

Tapi ketika menengadah, ia menyadari Sollozzo mengetahui dengan tepat apa yang dipikirkannya. Si Turki itu tersenyum. Kemudian Hagen menyadarinya. Apa yang telah terjadi pada Luca Brasi sehingga Sollozzo begitu tidak peduli? Ia ingat bahwa pada malam Don Corleone menolak Sollozzo, Luca Brasi dipanggil ke kantor untuk berunding secara pribadi dengan Don.

Tapi sekarang bukan saatnya meresahkan detail seperti itu. Ia harus kembali ke benteng Keluarga Corleone yang aman di Long Beach. "Akan kuusahakan sebaik-baiknya," katanya pada Sollozzo. "Aku yakin kau benar, bahkan itulah yang pasti diinginkan Don untuk kami lakukan."

Sollozzo mengangguk muram. "Bagus," katanya. "Aku tidak menyukai pertumpahan darah, aku pengusaha dan darah terlalu banyak menghabiskan uangku."

Pada saat itu telepon berdering dan salah seorang pria yang berdiri di belakang Hagen berlalu untuk menerimanya.

Ia mendengarkan, lalu berkata singkat, "Oke, akan kusampaikan padanya."

Ia meletakkan telepon, melangkah ke sisi Sollozzo, dan berbisik di telinga si Turki. Hagen melihat wajah Sollozzo memucat, matanya berkilat penuh kemarahan. Ia sendiri merasa ketakutan. Sollozzo memandangnya dengan penuh spekulasi dan tiba-tiba Hagen menyadari dirinya tidak akan dibebaskan. Ada yang telah terjadi, dan kejadian itu mungkin berarti kematiannya.

Sollozzo berkata, "Orang tua itu masih hidup. Lima butir peluru di tubuh Sisilia-nya dan ia masih hidup." Ia mengangkat bahu dengan pasrah. "Sial," katanya pada Hagen. "Sial bagiku. Sial bagimu."

***
 
BAB 4

Sewaktu Michael Corleone tiba di rumah ayahnya di Long Beach, ia mendapati jalan masuk yang sempit ke kompleks dirantai. Kompleks itu sendiri terang benderang karena lampu-lampu sorot dari semua rumah yang jumlahnya delapan menerangi sedikitnya sepuluh mobil yang diparkir di sepanjang jalan taman dari semen yang melingkar. Dua pria yang tidak dikenalnya bersandar ke rantai. Salah seorang dari mereka bertanya dengan aksen Brooklyn, "Kau siapa?"

Ia memberitahu mereka. Seorang pria lain keluar dari rumah terdekat dan mengamati wajahnya. "Ini anak Don," katanya. "Akan kuantarkan ke dalam."

Mike mengikuti pria ini ke rumah ayahnya, di mana dua pria di pintu membiarkan dirinya dan pengawalnya masuk.

Rumah penuh orang yang tidak dikenalinya, hingga ia tiba di ruang duduk. Di sana Michael melihat istri Tom Hagen, Theresa, duduk kaku di sofa, sambil mengisap rokok. Di meja kopi di depannya ada segelas wiski. Di sisi lain sofa, Clemenza yang gendut duduk. Wajah caporegime itu tidak memancarkan ekspresi apa pun, tapi ia berkeringat dan cerutu di tangannya hitam karena ludahnya.

Clemenza mendekat dan meremas tangan Michael untuk menghiburnya, bergumam, "Ibumu ada di rumah sakit menunggui ayahmu, tapi ayahmu akan sembuh seperti sediakala."

Paulie Gatto berdiri untuk menjabat tangannya. Michael memandangnya curiga. Ia mengetahui Paulie pengawal pribadi ayahnya, tapi tidak mengetahui bahwa hari itu Paulie tinggal di rumah karena sakit. Tapi Michael merasakan ketegangan pada mukanya yang hitam dan kurus. Ia tahu reputasi Gatto sebagai orang yang cekatan, orang yang cepat bertindak dan tahu cara melakukan pekerjaan sulit dengan rapi, dan sekarang ia gagal dalam tugasnya.

Ia memperhatikan beberapa orang lain di sudut ruangan tapi tidak mengenali mereka. Mereka bukan anak buah Clemenza. Michael menyatukan semua fakta ini dan mengerti. Clemenza dan Gatto merupakan tersangka.

Mengira Paulie ada di tempat kejadian, ia bertanya pada pemuda yang bermuka seperti musang itu, "Bagaimana Freddie? Ia baik-baik saja?"

"Dokter menyuntiknya," kata Clemenza. "Ia tidur."

Michael menghampiri istri Hagen dan membungkuk untuk mencium pipinya. Mereka sejak dulu saling menyukai. Ia berbisik, "Jangan khawatir, Tom baik-baik saja. Kau sudah bicara dengan Sonny?'

Theresa memeluknya sesaat dan menggeleng. Ia wanita yang mungil dan cantik sekali, lebih Amerika daripada Italia, dan sangat ketakutan. Michael memegang tangannya dan mengajaknya berdiri dari sofa. Kemudian ia menuntunnya ke ruang kantor ayahnya di sudut.

Sonny menyandar ke kursi di belakang meja tulis, memegang buku catatan kuning di satu tangan dan pensil di tangan lain. Satu-satunya orang lain di dalam kamar bersamanya adalah caporegime Tessio, yang dikenali Michael dan membuatnya seketika sadar anak buah pria itulah yang ada di rumah dan membentuk pengawal istana yang baru. Ia juga memegang catatan dan pensil. Sewaktu Sonny melihat mereka, ia beranjak dari belakang meja tulis dan memeluk istri Hagen. "Jangan khawatir, Theresa," katanya. "Tom baik-baik saja. Mereka hanya ingin mengajukan usul padanya, mereka mengatakan akan membebaskan dirinya. Ia bukan orang operasional, ia hanya pengacara kita. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mencelakakan dirinya."

Sonny melepaskan Theresa, kemudian Michael keheranan karena ia juga mendapat pelukan dan ciuman di pipi. Ia mendorong Sonny, menjauhkannya, dan berkata sambil tersenyum, "Sesudah aku biasa kaupukuli, sekarang ini yang kudapatkan?"

Mereka sering berkelahi sewaktu masih kecil.

Sonny mengangkat bahu. "Dengar, kid. Aku khawatir sewaktu tidak bisa menghubungimu di kotamu. Bukan karena aku mengira mereka juga menghabisimu, tapi aku tidak senang menyampaikan berita ini pada ibu kita. Aku harus memberitahunya tentang Pop."

"Bagaimana reaksinya?" tanya Michael.

"Baik," jawab Sonny. "Ia pernah mengalami kejadian seperti ini. Aku juga. Kau masih terlalu kecil, jadi tidak mengetahui kejadiannya. Lalu keadaan berjalan lancar sementara kau tumbuh dewasa." Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan, "Ia ada di rumah sakit menunggui Pop. Pop akan sembuh."

"Bagaimana kalau kita ke sana?" tanya Michael.

Sonny menggeleng dan berkata singkat, "Aku tidak bisa meninggalkan rumah sebelum semua selesai."

Telepon berdering. Sonny mengangkatnya dan mendengarkan. Sementara ia mendengarkan, Michael berjalan ke meja tulis dan melirik buku catatan kuning yang ditulisi Sonny. Ada tujuh nama di sana. Tiga yang pertama adalah Sollozzo, Phillip Tattaglia, dan John Tattaglia.

Michael sangat terkejut menyadari ia mengganggu Sonny dan Tessio di saat mereka menyusun daftar orang-orang yang akan dibunuh.

Setelah meletakkan telepon, Sonny berkata pada Theresa Hagen dan Michael, "Kalian bisa menunggu di luar? Aku punya urusan yang harus kuselesaikan dengan Tessio."

Istri Hagen berkata, "Apakah telepon tadi mengenai Tom?" Ia mengajukan pertanyaan itu dengan nada yang hampir kasar, tapi ia menangis ketakutan.

Sonny memeluknya dan membimbingnya ke pintu. "Aku bersumpah ia akan baik-baik saja," katanya. "Tunggulah di ruang duduk. Aku akan keluar begitu mendapat kabar."

Ia menutup pintu di belakang Theresa. Michael duduk di salah satu kursi berlengan besar yang berlapis kulit. Sonny melontarkan pandangan tajam sekilas, kemudian duduk di balik meja tulis. "Kalau terus berada di dekatku, Mike," katanya, "kau akan mendengar hal-hal yang tidak ingin kaudengar."

Michael menyulut sebatang rokok. "Aku bisa membantu," katanya.

"Tidak, tidak bisa," kata Sonny. "Pop akan marah besar kalau kubiarkan kau ikut campur urusan ini."

Michael berdiri dan berteriak. "Keparat kau, ia ayahku! Apa aku tidak boleh membantunya? Aku bisa membantu. Aku tidak mau membunuh orang, tapi aku bisa membantu. Berhentilah memperlakukan diriku seperti anak kecil. Aku pernah ikut perang. Aku pernah ditembak, ingat? Aku membunuh beberapa orang Jepang. Menurutmu apa yang akan kulakukan kalau kau menghabisi orang? Pingsan?"

Sonny tersenyum padanya. "Oke, kau boleh tetap di sini, kau bisa menangani telepon." Ia berpaling pada Tessio. "Telepon itu memberitahukan apa yang kuperlukan." Ia berpaling memandang Michael. "Ada yang mengkhianati Pop. Mungkin Clemenza, mungkin Paulie Gatto, yang sangat kebetulan sakit hari ini. Aku sudah mengetahui jawabannya, sekarang mari kita lihat secerdas apa dirimu, Mike, kau mahasiswa. Siapa yang menjual Pop pada Sollozzo?"

Michael duduk lagi dan dengan santai menyandar ke kursi berlapis kulit. Ia memikirkan segalanya dengan cermat. Clemenza caporegime dalam struktur Keluarga Corleone. Don Corleone menjadikan dirinya jutawan dan mereka bersahabat karib selama lebih dari dua puluh tahun. Ia menduduki salah satu jabatan yang paling berkuasa dalam organisasi. Apa keuntungan yang bisa diperoleh Clemenza dengan mengkhianati Don? Uang lebih banyak? Ia sudah cukup kaya, tapi manusia selamanya memang serakah. Kekuasaan yang lebih besar? Pembalasan dendam karena merasa dihina atau diremehkan? Karena Hagen dijadikan consigliori? Atau mungkin keyakinan sebagai pengusaha bahwa Sollozzo akan menang? Tidak, Clemenza tidak mungkin berkhianat, lalu Michael berpikir dengan sedih bahwa hal itu mustahil karena ia tidak menginginkan Clemenza mati. Pria gendut itu selalu membelikan dirinya hadiah saat ia tumbuh dewasa, dan terkadang mengajaknya pergi kalau Don terlalu sibuk. Ia tidak bisa percaya Clemenza berkhianat. Tapi, di sisi lain, Sollozzo akan ingin menguasai Clemenza lebih daripada orang lain mana pun dalam Keluarga Corleone.

Michael memikirkan Paulie Gatto. Paulie sekarang belum kaya. Ia dianggap baik, peningkatannya dalam organisasi berjalan pasti, tapi ia harus menjalani masa kerja tertentu seperti setiap orang lain. Ia juga memiliki impian tentang kekuasaan yang lebih besar, seperti yang dilakukan anak muda pada umumnya. Pasti Paulie orangnya. Lalu Michael teringat bahwa Paulie teman sekelasnya di kelas enam dan ia juga tidak menginginkan Paulie sebagai si pengkhianat.

Ia menggeleng. "Tidak seorang pun di antara mereka," katanya. Tapi ia mengatakan begitu hanya karena Sonny mengaku telah memiliki jawabannya. Seandainya saat itu merupakan pemungutan suara, ia akan memilih Paulie sebagai orang yang bersalah.

Sonny tersenyum padanya. "Jangan khawatir," katanya. "Clemenza oke. Paulie pengkhianatnya."

Michael bisa melihat Tessio merasa lega. Sebagai sesama caporegime, ia pasti bersimpati pada Clemenza. Selain itu, keadaan sekarang tidaklah terlalu berbahaya kalau pengkhianatannya tak dilakukan orang yang berkedudukan tinggi.

Tessio berkata hati-hati, "Kalau begitu, aku bisa memerintahkan anak buahku pulang besok pagi?"

Sonny menjawab, "Lusa. Aku tidak ingin ada yang mengetahui hal ini sebelum lusa. Dengar, ada masalah keluarga yang ingin kubicarakan dengan adikku, secara pribadi. Kau bisa menunggu di ruang duduk? Kita bisa menyelesaikan daftarnya nanti. Kau dan Clemenza akan membereskannya bersama."

"Baik," kata Tessio. Ia keluar.

"Bagaimana kau bisa mengetahui dengan pasti Paulie pelakunya?" tanya Michael.

Sonny berkata, "Kita memiliki orang di perusahaan telepon dan mereka melacak semua hubungan telepon Paulie baik yang keluar maupun masuk. Juga telepon Clemenza. Tiga hari sewaktu Paulie sakit bulan ini, ia mendapat telepon dari telepon umum di seberang kantor Pop. Hari ini juga. Mereka mengecek apakah Paulie yang turun atau orang lain yang dikirim untuk menggantikan dirinya. Atau untuk alasan lain. Tidak penting." Sonny mengangkat bahu. "Syukurlah Paulie pengkhianatnya. Kita sangat membutuhkan Clemenza."

Michael bertanya ragu-ragu, "Ini akan menjadi perang habis-habisan?"

Sonny menatap tajam. "Begitulah tindakanku sesudah Tom pulang. Sebelum Pop memberikan perintah untuk bertindak lain padaku."

Michael bertanya, "Kenapa kau tidak menunggu hingga Pop bisa mengatakannya padamu?"

Sonny menatapnya dengan pandangan menyelidik. "Bagaimana kau bisa mendapatkan medali pertempuran itu? Kita dibawah todongan senjata, man, kita harus bertempur. Aku hanya khawatir mereka tidak bersedia membebaskan Tom."

Michael terkejut mendengarnya. "Kenapa?"

Sekali lagi suara Sonny terdengar sabar. "Mereka menculik Tom karena menurut perhitungan mereka Pop tewas dan mereka bisa membuat persetujuan denganku, dan Tom akan menjadi perantara pada tahap pendahuluan, membawa usulannya. Sekarang, karena Pop masih hidup, mereka mengetahui aku tidak bisa membuat persetujuan dan dengan begitu Tom tidak berguna bagi mereka. Mereka bisa membebaskannya atau menghabisinya, tergantung suasana hati Sollozzo. Kalau mereka menghabisinya, itu hanya untuk menunjukkan pada kita bahwa mereka tidak main-main dalam usaha menghabisi kita."

Michael berkata tenang, "Apa yang menyebabkan Sollozzo mengira ia bisa membuat persetujuan denganmu?"

Wajah Sonny memerah dan sejenak ia tidak menjawab. Lalu ia berkata, "Kami mengadakan pertemuan beberapa bulan yang lalu, Sollozzo datang menemui kita dengan usul mengenai obat terlarang. Pop menolak. Tapi dalam pertemuan aku berbicara sedikit, menunjukkan aku menginginkan bisnis itu. Tindakan yang salah; Pop sering menekankan padaku untuk tidak bertindak seperti itu, membiarkan orang lain mengetahui ada perbedaan pendapat dalam Keluarga. Sollozzo mendapat gagasan untuk menyingkirkan Pop, agar aku ikut dengannya dalam bisnis narkotika. Sesudah Pop tidak ada, kekuatan Keluarga sedikitnya berkurang separo. Bagaimanapun, aku harus berjuang untuk kelangsungan hidupku dan meneruskan semua usaha yang dikelola Pop. Narkotika adalah barang masa depan, kita harus terjun ke sana. Dan percobaan pembunuhan terhadap Pop hanyalah bisnis semata, bukan masalah pribadi. Untuk masalah bisnis aku akan bergabung dengannya. Tentu saja ia tidak akan membiarkan diriku terlalu dekat, ia akan memastikan aku tidak bisa menjangkau dirinya, untuk menjaga segala kemungkinan. Tapi ia juga mengetahui bahwa begitu aku menerima persetujuan, Keluarga-Keluarga lain tidak akan membiarkan aku memulai perang hanya untuk membalas dendam beberapa tahun lagi. Selain itu, Keluarga Tattaglia mendukung Sollozzo."

"Seandainya mereka berhasil membunuh Pop, apa yang akan kaulakukan?" tanya Michael.

Sonny menjawab sangat santai, "Sollozzo pasti mati. Aku tidak peduli akibatnya. Aku tidak peduli kita harus memerangi kelima keluarga di New York sekaligus. Keluarga Tattaglia akan disapu bersih. Aku tidak peduli kita ikut binasa atau tidak."

Michael berkata dengan suara pelan, "Bukan begitu cara Pop melakukannya."

Sonny memberi isyarat yang menunjukkan kekerasan. "Aku tahu aku bukan seperti Pop. Tapi akan kuberitahukan ini padamu dan Pop pasti juga akan mengatakannya. Saat tindakan yang sebenarnya diperlukan, aku bisa beroperasi sebaik siapa pun juga, dari jarak dekat. Sollozzo juga mengetahuinya, begitu pula Clemenza dan Tessio. Aku sudah membuktikan diri sewaktu masih berusia sembilan belas tahun, saat terakhir kali Keluarga melancarkan perang, dan aku merupakan bantuan besar bagi Pop. Jadi aku tidak khawatir sekarang. Dan keluarga kita memiliki semua yang dibutuhkan untuk masalah seperti ini. Aku hanya menyayangkan terputusnya hubungan kita dengan Luca."

Michael bertanya dengan penasaran, "Apa Luca begitu tangguh, seperti yang dikatakan orang? Benarkah ia sebaik itu?"

Sonny mengangguk. "Ia memiliki kelas tersendiri. Aku akan memerintahkannya mengejar tiga Tattaglia. Aku sendiri yang akan membereskan Sollozzo."

Michael duduk gelisah di kursinya. Ia memandang kakaknya. Ia ingat Sonny terkadang brutal, tapi pada dasarnya ia baik hati. Rasanya tidak wajar mendengarnya berbicara seperti ini. Michael merinding melihatnya mendaftar nama-nama orang yang akan dieksekusinya, seakan ia Kaisar Romawi yang baru saja dinobatkan. Ia bersyukur karena tidak benar-benar terlibat dalam semua ini, bahwa ayahnya masih hidup dan ia tidak harus melibatkan diri dalam pembalasan dendam. Ia akan membantu, menjawab telepon, disuruh ke sana kemari untuk menyampaikan pesan. Sonny dan ayahnya mampu menjaga diri, terutama dengan adanya Luca di belakang mereka.

Pada saat itu mereka mendengar wanita menjerit di ruang duduk. Ya Tuhan, pikir Michael, kedengarannya seperti suara istri Tom. Ia menghambur ke pintu dan membukanya. Setiap orang di ruang duduk berdiri. Dan di dekat sofa, Tom Hagen memeluk Theresa erat-erat, wajahnya menunjukkan perasaan malu. Theresa menangis tersedu-sedu, dan Michael menyadari jeritan yang didengarnya tadi adalah seruan Theresa memanggil nama suaminya dengan gembira.

Sementara ia memperhatikan, Tom Hagen melepaskan pelukan istrinya dan mendudukkan wanita itu ke sofa. Ia tersenyum pada Michael dengan wajah muram. "Senang bertemu denganmu, Mike, benar-benar menyenangkan."

Ia berjalan ke kantor tanpa berpaling lagi pada istrinya yang masih terisak-isak. Tidak sia-sia ia hidup bersama Keluarga Corleone selama sepuluh tahun, pikir Michael dengan kebanggaan yang aneh. Beberapa sifat ayahnya menurun pada Tom, seperti pada Sonny, dan, dengan heran ia berpikir, bahkan pada dirinya sendiri.

***
 
BAB 5

Waktu menunjukkan hampir pukul empat pagi sewaktu mereka semua duduk di ruang kantor di sudut -Sonny, Michael, Tom Hagen, Clemenza, dan Tessio.

Theresa Hagen berhasil dibujuk untuk pulang ke rumahnya sendiri di sebelah. Paulie Gatto masih menunggu di ruang duduk, tidak mengetahui anak buah Tessio telah diperintahkan untuk tak membiarkannya lepas dari pandangan mereka.

Tom Hagen menyampaikan kesepakatan yang ditawarkan Sollozzo. Ia bercerita bahwa setelah mengetahui Don masih hidup, jelas sekali Sollozzo berniat membunuh Hagen.

Hagen tersenyum. "Kalau aku pernah memohon pada Mahkamah Agung, aku tidak pernah memohon dengan cara yang lebih meyakinkan daripada yang kulakukan pada Turki keparat itu malam ini. Kukatakan padanya aku akan membujuk Keluarga untuk terjun ke dalam bisnisnya walaupun Don masih hidup. Kukatakan padanya aku bisa menundukkan dirimu dengan mudah, Sonny. Bagaimana kita bersahabat ketika masih kanak-kanak; dan jangan marah, aku berhasil membuatnya mengira kau tidak begitu menyesal telah merebut bisnis ayahmu, semoga Tuhan mengampuni diriku."

Ia tersenyum meminta maaf pada Sonny, yang memberi isyarat yang menyatakan ia paham, ia tidak keberatan.

Michael, yang menyandar di kursi berlengan dengan telepon di tangan kanan, memperhatikan kedua pria itu. Sewaktu Hagen masuk ke ruangan, Sonny bergegas menyambut dan memeluknya. Michael menyadari dengan sedikit iri bahwa dalam banyak hal hubungan Sonny dengan Tom Hagen lebih dekat daripada hubungannya dengan kakaknya sendiri.

"Mari kita membicarakan permasalahannya," kata Michael, "Freddie harus hadir."

Sonny berkata muram, "Freddie tidak ada gunanya bagi kita. Dokter mengatakan ia begitu terguncang hingga harus istirahat total. Aku tidak mengerti. Freddie selama ini tangguh. Kurasa melihat Pop ditembak berakibat sangat berat pada dirinya, sebab selama ini ia menganggap Don itu Tuhan. Ia tidak seperti kau dan aku, Mike."

Hagen tergesa-gesa berkata, "Oke, kita lupakan saja Freddie. Jangan libatkan ia dalam segala hal, sama sekali. Nah, Sonny, sebelum semua ini berakhir, kurasa kau harus tetap tinggal di rumah. Maksudku, jangan sekali-kali meninggalkan rumah. Kau aman di sini. Jangan meremehkan Sollozzo, ia pasti pezzonovante, kaliber .90 yang sebenarnya. Rumah sakit sudah dijaga?"

Sonny mengangguk. "Polisi menguncinya dan anak buahku menunggui Pop sepanjang waktu. Bagaimana pendapatmu mengenai daftar ini, Tom?"

Hagen mengernyit sambil menunduk memandang daftar nama itu. "Ya Tuhan, Sonny, kau benar-benar menganggap semua ini masalah pribadi. Don akan menganggap masalah ini semata-mata perselisihan bisnis. Sollozzo kuncinya. Singkirkan Sollozzo, maka yang lain akan mengikuti. Kau tidak perlu memburu Keluarga Tattaglia."

Sonny memandang kedua caporegime.

Tessio mengangkat bahu. "Sulit," katanya.

Clemenza sama sekali tidak menjawab.

Sonny berkata pada Clemenza, "Ada satu hal yang bisa kita bereskan tanpa membicarakannya. Aku tidak ingin Paulie ada di sini lagi. Jadikan itu yang pertama dalam daftarmu."

Si caporegime gendut mengangguk.

Hagen bertanya, "Bagaimana dengan Luca? Sollozzo tampak tidak meresahkan Luca. Itu membuatku gelisah. Kalau Luca menjual kita, kita benar-benar dalam kesulitan. Itulah masalah pertama yang harus kita ketahui. Ada yang bisa menghubungi dirinya?"

"Tidak ada," jawab Sonny. "Aku sudah meneleponnya sepanjang malam. Mungkin ia menginap entah di mana."

"Tidak," kata Hagen. "Ia tidak pernah tidur dengan pelacur. Ia selalu pulang sesudah selesai. Mike, terus hubungi nomornya hingga kau mendapat jawaban."

Michael dengan patuh mengangkat telepon dan memutar nomornya. Ia bisa mendengar telepon berdering di ujung sana, tapi tidak seorang pun menerimanya. Akhirnya ia meletakkan telepon.

"Terus coba lima belas menit sekali," kata Hagen.

Sonny berkata tidak sabar, "Oke, Tom, kau consigliori, apa pendapatmu? Menurutmu apa yang harus kita lakukan?"

Hagen mengambil botol wiski di meja. "Kita berunding dengan Sollozzo hingga ayahmu pulih dan bisa mengambil alih pimpinan. Kita mungkin menerima persetujuan kalau terpaksa. Sesudah ayahmu turun dari ranjang, ia bisa menyelesaikan seluruh masalah tanpa keributan dan seluruh keluarga akan mengikutinya."

Sonny berkata marah, "Menurutmu aku tidak bisa membereskan Sollozzo?"

Tom Hagen menatap lurus matanya. "Sonny, kau bisa mengalahkannya. Keluarga Corleone memiliki kekuatan. Kau memiliki Tessio dan Clemenza dan mereka bisa mengerahkan seribu orang kalau sampai terjadi perang habis-habisan. Tapi pada akhirnya kita semua akan menjadi keluarga yang berantakan di Pantai Timur dan keluarga-keluarga lain akan menimpakan kesalahan pada Keluarga Corleone. Kita akan mendapat banyak musuh. Dan itu yang tidak disukai ayahmu."

Michael, sambil mengawasi Sonny, merasa abangnya itu menerima pendapat tersebut. Tapi kemudian Sonny berkata pada Hagen, "Bagaimana kalau Pop meninggal, bagaimana saranmu dalam hal itu, Consigliori?"

Hagen berkata pelan, "Aku tahu kau tidak akan melakukannya, tapi menurutku sebaiknya kau mengadakan persetujuan yang sesungguhnya dengan Sollozzo mengenai narkotika. Tanpa kontak politik dan pengaruh pribadi ayahmu, Keluarga Corleone kehilangan separo kekuatan. Tanpa ayahmu, Keluarga-Keluarga New York lain akan mendukung Keluarga Tattaglia dan Sollozzo hanya untuk memastikan tidak terjadi perang berkepanjangan yang menghancurkan. Kalau ayahmu meninggal, buat perjanjian. Sesudah itu tunggu dan lihat perkembangannya."

Wajah Sonny memucat karena marah. "Mudah bagimu mengatakan begitu, sebab bukan ayahmu yang mereka bunuh."

Hagen berkata cepat dan penuh kebanggaan, "Aku bagai anak baginya, sama seperti dirimu dan Mike, mungkin lebih dari itu. Kuberi kau pandangan profesional. Secara pribadi, aku sendiri ingin menghabisi semua keparat itu."

Emosi dalam suara Hagen menyebabkan Sonny merasa malu. Ia berkata, "Ya Tuhan, Tom, bukan itu yang kumaksud."

Tapi sebenarnya memang itu yang dimaksudnya. Darah adalah darah dan tidak ada yang bisa disetarakan dengannya.

Sonny cemberut sejenak sementara yang lain menunggu dengan perasaan malu. Kemudian ia menghela napas dan berkata pelan, "Oke, kita akan menunggu sampai Pop bisa memimpin kita kembali. Tapi, Tom, kuminta kau juga tetap tinggal dalam kompleks. Jangan mengambil risiko apa pun. Mike, kau harus hati-hati, walau kurasa Sollozzo sekalipun tidak akan membawa Keluarga ke dalam perang. Pasti setiap orang akan menentangnya kalau begitu. Tessio, tahan anak buahmu sebagai cadangan tapi perintahkan mereka menyelidiki sekeliling kota. Clemenza, sesudah kaubereskan masalah Paulie Gatto, pindahkan anak buahmu ke rumah dan kompleks untuk menggantikan anak buah Tessio. Tessio, anak buahmu biar tetap menjaga rumah sakit. Tom, mulailah berunding dengan Sollozzo dan Keluarga Tattaglia melalui telepon atau utusan besok pagi-pagi sekali. Mike, besok ajak dua anak buah Clemenza dan pergilah ke rumah Luca, tunggu sampai ia muncul atau temukan di mana ia berada. Keparat gila itu mungkin sedang memburu Sollozzo sekarang ini, kalau ia sudah mendengar beritanya. Aku tidak percaya ia bisa mengkhianati Don, tidak peduli apa pun yang ditawarkan si Turki."

Hagen berkata enggan, "Mungkin Mike tidak boleh dilibatkan selangsung itu dalam masalah ini."

"Benar, kata Sonny. "Lupakan saja, Mike. Lagi pula aku membutuhkan bantuanmu menjaga telepon di sini di rumah. Itu lebih penting."

Michael tidak mengatakan apa-apa. Ia merasa canggung, nyaris malu. Ia menyadari Clemenza dan Tessio begitu menjaga wajah masing-masing agar tetap pasif hingga ia yakin mereka menyembunyikan kebencian. Ia mengangkat telepon dan memutar nomor Luca Brasi, dan terus menempelkan gagang telepon di telinga sementara telepon di ujung sana terus berdering.

***
 
BAB 6

Peter Clemenza tidak bisa tidur nyenyak malam itu. Keesokan harinya ia terjaga pagi-pagi sekali dan membuat sendiri sarapan yang terdiri atas segelas grappa, sesayat tebal salami Genoa dengan sepotong roti Italia segar, yang masih diantarkan ke rumahnya seperti masa lalu. Lalu ia minum kopi panas, yang dicampur sedikit anisette, dalam cangkir porselen besar. Tapi sambil berkeliaran di dalam rumah mengenakan mantel mandi tua dan sandal beludru merah, ia merenungkan pekerjaan yang harus diselesaikannya hari ini. Semalam Sonny Corleone menyatakan dengan sangat jelas bahwa Paulie Gatto harus segera dibereskan. Ia harus melakukannya hari ini.

Clemenza risau. Bukan karena Gatto anak didiknya dan telah berkhianat. Itu tidak termasuk dalam perhitungannya sebagai caporegime yang baik. Bagaimanapun juga, latar belakang Paulie sempurna. Ia berasal dari keluarga Sisilia, tumbuh di lingkungan yang sama seperti anak-anak Corleone, bahkan satu sekolah dengan salah seorang putra Corleone. Paulie dibesarkan melalui setiap tingkat dengan cara yang semestinya. Ia diuji dan terbukti tidak memiliki kekurangan apa pun. Dan setelah membuktikan diri, ia mendapat kehidupan yang baik dari Keluarga, persentase dari penjualan kupon lotre East Side, dan mendapat bayaran dari serikat buruh.

Tadinya Clemenza tidak menyadari Paulie Gatto menambah penghasilannya dengan penodongan freelance, yang sangat bertentangan dengan aturan Keluarga, tapi tindakan ini pun menunjukkan mutu dirinya. Pelanggaran peraturan seperti itu dipandang sebagai tingginya semangat, seperti yang diperlihatkan kuda pacuan yang bagus saat menyentak-nyentak kekangnya. Dan Paulie tidak pernah menimbulkan masalah dengan aksi penodongannya. Aksinya selalu direncanakan dengan cermat dan dilakukan dengan sesedikit mungkin keributan serta kesulitan, tanpa ada yang terluka: pembayaran dari perusahaan pakaian jadi di Manhattan sebesar tiga ribu dolar, pembayaran dari pabrik porselen kecil di Brooklyn. Bagaimanapun juga, anak muda selalu membutuhkan sedikit uang saku tambahan. Semua itu sesuai pola.

Siapa yang dapat meramalkan Paulie Gatto bisa berubah menjadi pengkhianat?

Yang memusingkan Peter Clemenza pagi itu adalah masalah administratif. Pelaksanaan hukuman mati bagi Gatto merupakan tugas yang sudah jelas. Yang menjadi masalah, caporegime mana yang bisa diangkat untuk menggantikan posisi Gatto dalam Keluarga? Langkah itu merupakan promosi penting, dan tidak mudah menggantikan seseorang yang berkedudukan sepenting itu. Penggantinya harus tangguh juga cerdik. Ia harus aman, bukan orang yang akan membuka mulut pada polisi kalau mendapat kesulitan, orang yang benar-benar mematuhi hukum omerta, hukum tutup mulut. Lalu, apa yang akan diterimanya untuk tugas baru ini?

Clemenza sudah beberapa kali berbicara dengan Don tentang imbalan yang lebih baik bagi orang-orang kunci yang berada di garis depan kalau ada masalah, tapi Don menolak. Seandainya mendapat uang lebih banyak, Paulie mungkin bisa menolak bujukan si Turki yang licik, Sollozzo.

Clemenza akhirnya berhasil memperkecil daftar calonnya menjadi tiga orang. Yang pertama adalah pelaksana yang bekerja sama dengan para bankir yang melayani orang-orang kulit berwarna di Harlem, pria tinggi besar dengan tenaga fisik yang luar biasa, orang yang memiliki pesona pribadi yang sangat besar dan mudah bergaul, tapi kalau perlu bisa menanamkan rasa takut terhadap dirinya dalam diri orang lain. Clemenza mencoretnya dari daftar setelah mempertimbangkan namanya selama setengah jam. Orang ini berhubungan terlalu baik dengan orang-orang kulit hitam, yang menyiratkan cacat pada karakternya. Selain itu ia juga sulit digantikan dalam posisinya yang sekarang.

Nama kedua yang dipertimbangkan Clemenza dan nyaris dipilihnya adalah pekerja keras yang mengabdi dengan setia dan baik pada organisasi. Orang ini penagih utang macet bagi lintah darat yang memiliki izin dari Keluarga di Manhattan. Ia memulai kariernya sebagai pesuruh penjual kupon lotre. Tapi ia belum siap untuk mendapatkan promosi setinggi itu.

Akhirnya ia menetapkan pilihan pada Rocco Lampone. Lampone belum lama bekerja, tapi prestasinya selama magang di Keluarga mengesankan. Ia terluka dalam perang di Afrika dan dibebastugaskan pada tahun 1943. Karena kekurangan anak muda, Clemenza mengambilnya sekalipun Lampone agak cacat karena luka-lukanya dan timpang. Clemenza menggunakan dirinya sebagai kontak pasar gelap di pusat industri pakaian jadi dan dengan karyawan pemerintah yang mengontrol kartu makanan OPA. Dari sana Lampone ditingkatkan menjadi ahli mengatasi masalah bagi seluruh operasi. Yang disukai Clemenza pada dirinya adalah penilaiannya yang baik. Ia tahu tidak ada gunanya bersikap keras mengenai sesuatu yang hanya mengakibatkan denda besar atau hukuman penjara enam bulan, harga murah yang harus dibayarkan untuk keuntungan yang akan diterima. Ia memiliki indra yang bagus untuk mengetahui kapan harus menggunakan ancaman berat dan kapan harus menggunakan ancaman ringan. Ia menangani seluruh operasi tanpa menonjolkan diri, dan memang tepat seperti itulah yang dibutuhkan.

Clemenza merasakan kelegaan sebagai administrator bijaksana yang berhasil memecahkan masalah personalia rumit. Ya, Rocco Lampone-lah yang dipilihnya membantu dirinya. Sebab Clemenza merencanakan menangani pekerjaan ini sendiri, bukan hanya untuk membantu orang baru yang tidak berpengalaman untuk membuktikan diri, tapi juga untuk menyelesaikan masalah pribadi dengan Paulie Gatto. Selama ini Paulie Gatto anak asuhnya. Ia menaikkan pangkat Paulie melebihi banyak pimpinan lain yang lebih layak dipromosikan dan lebih setia, dan ia membantu Paulie membuktikan diri dan meningkatkan kariernya dalam segala hal. Paulie bukan hanya mengkhianati Keluarga, tapi juga mengkhianati padrone-nya, Peter Clemenza. Kurangnya rasa hormat ini harus diganjar.

Segalanya sudah diatur. Paulie Gatto diperintahkan menjemputnya pukul tiga sore, dan dengan mobilnya sendiri, jangan menggunakan mobil yang menarik perhatian. Sekarang Clemenza meraih telepon dan menghubungi Rocco Lampone. Ia tidak mengatakan siapa dirinya. Ia hanya berkata, "Datanglah ke rumahku, ada tugas untukmu."

Ia merasa puas ketika menyadari bahwa sekalipun hari masih pagi, suara Lampone tidak terdengar heran atau diberati kantuk. Lampone hanya berkata, "Oke."

Orang yang baik. Clemenza menambahkan, "Tidak perlu tergesa-gesa, sarapan dan makan siang dulu sebelum menemuiku. Tapi jangan lebih dari pukul dua siang."

Ada jawaban oke yang singkat sekali lagi dari ujung seberang dan Clemenza meletakkan telepon. Ia telah mengingatkan anak buahnya untuk menggantikan orang-orang caporegime Tessio di kompleks Corleone, jadi masalah itu sudah beres. Ia memiliki bawahan yang cakap dalam bekerja dan tidak pernah mencampuri operasi mekanis seperti ini.

Ia memutuskan mencuci mobil Cadillac-nya. Ia sangat menyayangi mobil itu. Mobil itu memberinya rasa aman dan tenang dalam berkendara, dan bagian interiornya begitu mewah hingga ia terkadang duduk di dalamnya selama satu jam sewaktu cuaca cerah karena lebih menyenangkan daripada duduk di dalam rumah. Dan mobil itu selalu membantunya berpikir saat ia merawatnya. Ia ingat ayahnya di Italia juga berbuat begitu dengan keledainya.

Clemenza bekerja dalam garasi yang diberi pemanas ruangan, ia membenci hawa dingin. Ia memikirkan kembali rencananya. Orang harus berhati-hati kalau menghadapi Paulie, ia seperti tikus, mampu mengendus bahaya. Dan sekarang, tentu saja, walaupun begitu tangguh, ia akan terkencing-kencing di celana karena Pak Tua masih hidup. Ia akan gelisah seperti keledai yang pantarnya digigit semut.

Tapi Clemenza telah terbiasa menghadapi keadaan seperti itu, yang tidak aneh dalam pekerjaannya. Mula-mula, ia harus memiliki alasan yang tepat untuk menjelaskan kenapa Rocco ikut bersama mereka. Lalu ia harus memiliki misi yang masuk akal untuk diselesaikan mereka bertiga. Tentu saja, bisa dipastikan hal itu tidak perlu. Paulie Gatto bisa dibunuh tanpa semua kerepotan tersebut. Ia sudah terkurung, tidak bisa melarikan diri. Tapi Clemenza merasakan pentingnya mempertahankan kebiasaan kerja yang baik dan tidak boleh memberi peluang pada kegagalan sedikit pun. Orang tidak mengetahui apa yang mungkin terjadi, dan bagaimanapun juga ini masalah hidup-mati.

Sambil mencuci mobil Cadillac biru mudanya, Peter Clemenza memikirkan dan melatih kalimat yang akan diucapkannya, ekspresi wajahnya. Ia harus bersikap ketus pada Paulie, seakan tidak senang padanya. Menghadapi orang yang begitu peka dan mudah curiga seperti Gatto, sikap itu akan menyebabkan ia kebingungan atau setidaknya menyebabkan ia tidak yakin. Sikap ramah akan membuatnya curiga. Tapi tentu saja sikap ketusnya tidak boleh mengesankan kemarahan yang terlalu besar. Sikapnya harus lebih menunjukkan kejengkelan yang tak disadari. Dan kenapa Lampone? Paulie pasti khawatir, terutama karena Lampone harus duduk di kursi belakang. Paulie tidak suka merasa tidak berdaya di belakang kemudi sementara Lampone duduk di belakangnya.

Clemenza menggosok dan memoles tubuh mobil Cadillac sekuat-kuatnya. Ini sulit. Sangat sulit. Sejenak ia berdebat sendiri apakah akan merekrut orang lain, tapi memutuskan tidak melakukannya. Di sini ia mengikuti pertimbangan akal sehat yang mendasar. Di tahun-tahun mendatang mungkin akan ada situasi ketika lebih menguntungkan bagi salah satu partnernya untuk memberikan kesaksian yang memberatkan dirinya. Kalau hanya ada satu kaki-tangan, yang dihadapi hanyalah kata-kata satu orang terhadap orang lainnya.

Tapi perkataan orang kedua yang membantu akan mengubah keseimbangan. Tidak, mereka akan tetap berpedoman pada prosedur. Yang mengganggu pikiran Clemenza adalah eksekusi itu harus dilakukan "di depan umum". Artinya, mayatnya akan ditemukan.

Ia lebih suka kalau mayatnya menghilang. (Tempat penguburan yang biasa adalah laut yang tidak begitu jauh atau daerah rawa-rawa New Jersey di tanah milik sahabat Keluarga atau dengan metode yang lebih rumit.) Tapi hukuman mati itu harus dilakukan di depan umum agar calon-calon pengkhianat ketakutan dan musuh bisa diperingatkan bahwa Keluarga Corleone sama sekali tidak berubah menjadi bodoh atau lunak. Sollozzo harus dibuat gelisah oleh penemuan mata-matanya yang begitu cepat. Keluarga Corleone akan merebut kembali gengsinya. Keluarga pasti tampak bodoh dengan tertembaknya si Tua.

Clemenza menghela napas. Cadillac-nya telah mengilap seperti sebutir telur baja biru, tapi ia belum juga berhasil memecahkan masalahnya.

Lalu pemecahannya datang dengan sendirinya, begitu logis dan langsung pada tujuan. Ini akan menjelaskan kenapa Lampone, ia sendiri, dan Paulie harus pergi bersama-sama dan memberi mereka misi yang cukup rahasia dan penting. Ia akan memberitahu Paulie bahwa tugas mereka hari ini adalah mencari apartemen untuk berjaga-jaga seandainya Keluarga memutuskan "membuka kamar".

Setiap kali perang di antara Keluarga-Keluarga menghebat, pihak-pihak yang bermusuhan akan mendirikan markas besar di apartemen yang dirahasiakan, tempat para "prajurit" bisa tidur di kasur yang dibentangkan di lantai. Ini bukan untuk menghindarkan anak dan istri mereka dari bahaya, sebab serangan terhadap keluarga yang tidak ikut bertempur tak pernah terpikirkan. Semua pihak terlalu berisiko menghadapi pembalasan yang sama. Tapi selalu lebih cerdik untuk tinggal di suatu tempat rahasia, di mana gerakan sehari-hari tidak bisa diamati lawan atau polisi yang atas kemauannya sendiri memutuskan ikut campur.

Gatto mengangkat bahu. "Harus kupikirkan," katanya.

Clemenza menggeram. "Menyetirlah sambil berpikir, aku ingin tiba di New York hari ini."

Paulie pengemudi yang andal dan lalu lintas ke kota tidak begitu padat di sore hari seperti sekarang, sehingga kegelapan awal musim dingin baru mulai turun saat mereka tiba. Tidak ada basa-basi di dalam mobil. Clemenza memberikan petunjuk pada Paulie untuk mengarahkan mobil ke daerah Washington Heights. Ia memeriksa beberapa gedung apartemen dan memerintahkan Gatto memarkir mobil dekat Arthur Avenue dan menunggu. Ia juga meninggalkan Lampone di mobil.

Clemenza pergi ke restoran Vera Mario dan menyantap makan malam ringan yang terdiri atas daging sapi dan salad, memberi salam dengan anggukan kepada beberapa kenalan. Setelah satu jam ia berjalan kaki sejauh beberapa blok ke tempat mobil diparkir dan masuk. Gatto dan Lampone masih menunggu.

"Sialan," kata Clemenza. "Mereka memerintahkan kita kembali ke Long Beach. Ada tugas lain untuk kita sekarang. Kata Sony, kita bisa menunda tugas ini. Rocco, kau tinggal di kota, kau bisa kuturunkan di sini?"

Rocco berkata lambat, "Mobilku ada di rumahmu dan istriku membutuhkannya pagi-pagi sekali."

"Benar," kata Clemenza. "Kalau begitu kau terpaksa kembali bersama kami."

Sekali lagi dalam perjalanan kembali ke Long Beach tidak ada yang dibicarakan.

Di tengah perjalanan dari kota, Clemenza tiba-tiba berkata, "Paulie, tepikan mobilnya, aku mau buang air kecil."

Karena telah lama bekerja sama, Gatto mengetahui caporegime gendut ini memiliki kandung kemih yang lemah. Ia sering mengajukan permintaan seperti itu.

Gatto mengeluarkan mobil dari jalan ke tanah lunak yang menuju rawa. Clemenza turun dari mobil dan masuk beberapa langkah ke semak-semak. Ia benar-benar buang air kecil. Lalu, saat membuka pintu mobil untuk masuk, ia dengan cepat memandang ke kedua ujung jalan raya. Tidak ada cahaya apa pun, jalan gelap gulita.

"Lakukan," kata Clemenza. Sedetik kemudian bagian dalam mobil bergetar oleh dentuman pistol.

Paulie Gatto seperti melompat ke depan, tubuhnya terempas ke roda kemudi, kemudian merosot di kursi. Clemenza mundur dengan cepat agar tidak terkena serpihan tengkorak dan darah.

Rocco Lampone turun dari kursi belakang. Ia masih memegang pistol dan melemparkannya ke rawa. Bersama Clemenza, ia melangkah tergesa-gesa ke mobil yang diparkir tidak jauh dari sana dan masuk. Lampone mengulurkan tangan ke bawah kursi dan menemukan kunci yang sengaja ditinggalkan untuk mereka. Ia menjalankan mobil dan mengantarkan Clemenza pulang.

Kemudian, bukannya mengambil jalan yang sama, ia menggunakan Jones Beach Causeway melalui kota Merrick dan memasuki Meadowbrook Parkway hingga tiba di Northern State Parkway. Ia melajukan mobil memasuki Long Island Expressway, lalu menyeberangi Whitestone Bridge, terus ke Bronx dan rumahnya di Manhattan.

***
 
BAB 7

Pada malam sebelum peristiwa penembakan Don Corleone, bawahannya yang paling kuat, paling setia, dan paling ditakuti bersiap-siap menemui musuh. Luca Brasi mengadakan kontak dengan anak buah Sollozzo beberapa bulan sebelumnya. Ia melakukannya atas perintah Don Corleone sendiri. Ia melakukannya dengan sering mendatangi kelab malam yang dikendalikan Keluarga Tattaglia dan bergaul dengan salah seorang gadis panggilan paling top di sana. Di tempat tidur bersama gadis panggilan ini, ia menggerutu kariernya terhambat dalam Keluarga Corleone, betapa keahliannya tidak dihargai. Setelah seminggu berhubungan dengan gadis panggilan itu, Luca didekati Bruno Tattaglia, manajer kelab malam. Bruno putra termuda, dan diatur hingga seolah usahanya tidak berhubungan dengan bisnis pelacuran Keluarga. Tapi kelab malamnya yang terkenal dengan lantai dansa yang penuh wanita cantik sebenarnya merupakan tempat pendidikan akhir bagi banyak pelacur di kota.

Pertemuan pertama dilakukan secara terbuka, Tattaglia menawarkan pekerjaan pelaksana dalam bisnis Keluarga kepadanya. Usaha membujuknya berlangsung terus hingga hampir sebulan. Luca memainkan peran sebagai pria yang tengah mabuk kepayang pada gadis muda yang cantik, dan Bruno Tattaglia memainkan peran sebagai pengusaha yang berusaha merekrut eksekutif cakap dari perusahaan saingan. Pada salah satu pertemuan itu, Luca berpura-pura terpengaruh, kemudian berkata, "Tapi satu hal harus dipahami. Aku tidak akan mengkhianati Godfather. Don Corleone orang yang kuhormati. Aku mengerti ia harus mendahulukan anak-anaknya dalam bisnis Keluarga."

Bruno Tattaglia salah satu anggota generasi baru dengan kebencian yang nyaris tak tersembunyi pada Pete Kumis tua seperti Luca Brasi, Don Corleone, bahkan ayahnya sendiri. Ia menunjukkannya dengan bersikap agak terlalu hormat. Sekarang ia berkata, "Ayahku tidak akan mengharapkan kau mencelakakan keluarga Corleone. Buat apa? Semua orang sekarang baik pada satu sama lain, tidak seperti zaman dulu. Ini hanya seperti kalau kau mencari pekerjaan baru, aku bisa menyampaikan pesannya pada ayahku. Orang seperti dirimu selalu dibutuhkan dalam bisnis kami. Ini bisnis yang berat dan membutuhkan orang yang tangguh agar bisa berjalan lancar. Beritahu aku kalau kau sudah mengambil keputusan."

Luca mengangkat bahu. "Sebenarnya, keadaan di tempatku tidak begitu buruk."

Dan mereka menghentikan pembicaraan. Tujuan utama Luca Brasi adalah meyakinkan Keluarga Tattaglia bahwa ia tahu tentang operasi narkotika besar-besaran dan ingin mendapat bagian sebagai pekerja lepas. Dengan cara itu ia mungkin bisa mendengar rencana Sollozzo kalau memang si Turki itu memiliki rencana, atau apakah ia siap menantang Don Corleone berperang.

Setelah menunggu selama dua bulan tanpa kejadian apa pun, Luca melapor pada Don bahwa Sollozzo menerima kekalahannya dengan baik. Don memerintahkan dirinya terus berusaha, tapi hanya sebagai sambilan, bukan lagi sebagai kegiatan utama.

Luca Brasi singgah di kelab malam pada sore hari sebelum Don Corleone ditembak. Hampir seketika Bruno Tattaglia mendatangi mejanya dan duduk.

"Ada temanku yang ingin bicara denganmu," katanya.

"Bawa ia kemari," kata Luca. "Aku akan bicara dengan siapa pun yang menjadi temanmu."

"Tidak," kata Bruno. "Ia ingin bertemu denganmu secara pribadi."

"Siapa orang itu?" tanya Luca.

"Hanya temanku," kata Bruno Tattaglia. "Ada yang ingin diusulkannya padamu. Kau bisa bertemu dengannya nanti malam?"

"Tentu saja," jawab Luca. "Pukul berapa dan di mana?"

Tattaglia berkata dengan suara pelan, "Kelab tutup pukul empat pagi. Bagaimana kalau kalian bertemu di sini saja sementara pelayan membersihkan tempat ini?"

Mereka mengetahui kebiasaanku, pikir Luca, mereka pasti sudah memeriksaku. Ia biasanya bangun tidur sekitar pukul tiga atau empat sore dan sarapan, sesudah itu menghibur diri dengan berjudi bersama teman-temannya dalam Keluarga atau main perempuan. Terkadang ia menonton film tengah malam, kemudian mampir di salah satu kelab untuk minum.Ia tidak pernah tidur sebelum fajar. Jadi saran untuk bertemu pada pukul empat pagi sama sekali tidak seaneh kedengarannya.

"Baik, baik," katanya. "Aku akan kembali pukul empat."

Ia meninggalkan kelab dan naik taksi ke kamarnya di Tenth Avenue. Ia menyewa kamar di rumah keluarga Italia kerabat jauhnya. Kedua kamarnya terpisah dari bagian lain apartemen dekat rel kereta itu oleh pintu khusus. Ia menyukai pengaturan tersebut karena memberinya kehidupan keluarga sekaligus perlindungan terhadap kejutan di tempat ia paling lemah.

Si rubah Turki yang licik akan memperlihatkan ekornya yang berbulu tebal, pikir Luca. Kalau perkembangannya sampai sejauh itu, kalau Sollozzo sendiri bertindak malam ini, mungkin semuanya bisa digulung dan dibungkus seperti hadiah Natal bagi Don.

Dalam kamarnya, Luca membuka peti di bawah tempat tidur dan mengeluarkan rompi antipeluru. Benda itu berat. Ia menanggalkan pakaian dan mengenakan rompi itu di atas pakaian dalam wol, lalu mengenakan kemeja dan jas di atasnya. Sejenak terlintas dalam benaknya untuk menelepon rumah Don di Long Beach dan memberitahukan perkembangan baru ini. Tapi ia mengetahui Don tidak pernah berbicara lewat telepon, kepada siapa pun, dan Don telah memberinya tugas ini secara rahasia -jadi ia tidak ingin siapa pun, bahkan Hagen atau putra tertua Don, mengetahui tentang hal itu.

Luca selalu membawa pistol. Ia memiliki izin untuk membawanya, mungkin surat izin kepemilikan senjata api paling mahal yang pernah dikeluarkan di mana pun, kapan pun. Total biaya yang harus dikeluarkan sepuluh ribu dolar, tapi akan mencegahnya masuk ke penjara kalau ia ditangkap polisi. Sebagai pejabat top operasi eksekutif Keluarga, ia layak memiliki surat izin. Tapi malam itu, dengan adanya kemungkinan ia bisa menuntaskan pekerjaan, ia menginginkan pistol yang "aman". Pistol yang tidak mungkin dilacak kepemilikannya.

Tapi setelah memikirkan lagi masalah itu, ia memutuskan hanya akan mendengarkan usul yang disampaikan padanya malam ini dan melapor kembali pada Godfather, Don Corleone.

Ia kembali ke kelab tapi tidak minum lagi. Ia malah keluyuran ke 48th Street, tempat ia makan malam dengan santai di Patsy's, rumah makan Italia yang paling disukainya. Setelah tiba waktu untuk janji pertemuan, ia kembali ke kelab.

Penjaga pintu sudah tidak ada ketika ia masuk. Gadis bagian penitipan topi telah pulang. Hanya Bruno Tattaglia yang menunggu untuk menyambutnya dan mengantarkannya ke bar kosong di sisi ruangan. Di hadapannya ia bisa melihat meja-meja kecil yang sudah ditinggalkan dan lantai dansa kayu berwarna kuning yang dipoles mengilap seperti intan di tengah ruangan. Di tempat yang gelap ada panggung musik yang kosong, dan di sana terdapat tiang besi tempat mikrofon.

Luca duduk di bar dan Bruno Tattaglia pergi ke belakang. Luca menolak minuman yang ditawarkan padanya dan menyalakan rokok. Mungkin ada yang lain yang akan muncul, bukan si Turki. Tapi lalu ia melihat Sollozzo keluar dari kegelapan di ujung seberang ruangan.

Sollozzo menjabat tangannya dan duduk di bar di sisinya. Tattaglia meletakkan gelas di depan si Turki, yang mengangguk sebagai ucapan terima kasih.

"Kau tahu aku siapa?" tanya Sollozzo.

Luca menggangguk. Ia tersenyum muram. Tikus-tikus sudah digusur dari lubangnya. Ia akan senang kalau bisa membereskan berandalan Sisilia ini.

"Kau tahu apa yang akan kuminta darimu?" tanya Sollozzo.

Luca menggeleng.

"Ada bisnis besar yang akan ditangani," kata Sollozzo. "Yang kumaksud uang jutaan bagi setiap orang di tingkat atas. Pada pengiriman pertama aku bisa menjamin limapuluh ribu dolar sebagai bagianmu. Aku berbicara tentang narkotika. Itu barang masa depan."

Luca bertanya, "Mengapa menemui aku? Kau ingin aku membicarakannya dengan Don?"

Sollozzo menyeringai. "Aku sudah berbicara dengan Don. Ia tidak ingin ikut ambil bagian. Baiklah, aku bisa jalan sendiri tanpa dia. Tapi aku memerlukan seseorang yang kuat untuk melindungi operasi secara fisik. Aku tahu kau tidak bahagia dengan Keluarga-mu, mungkin kau ingin pindah."

Luca mengangkat bahu. "Kalau tawarannya cukup baik."

Sollozzo dari tadi mengawasinya dengan cermat dan tampaknya telah mengambil keputusan.

"Pikirkan tawaranku selama beberapa hari dan sesudah itu kita bicara lagi," katanya. Ia mengulurkan tangan, tapi Luca pura-pura tidak melihat dan sibuk menaruh rokok di mulut.

Di belakang bar, Bruno Tattaglia tiba-tiba mengeluarkan korek api dan mendekatkan benda itu ke rokok Luca. Kemudian ia melakukan hal yang aneh. Ia menjatuhkan korek api ke bar dan menangkap tangan kanan Luca, memeganginya erat-erat.

Luca langsung bereaksi, tubuhnya merosot dari kursi bulat dan menggeliat berusaha membebaskan diri. Tapi Sollozzo menangkap pergelangan tangan yang satunya. Sekalipun begitu Luca masih terlalu berat bagi mereka berdua dan ia hampir berhasil melepaskan diri kalau saja tidak muncul seorang pria dari kegelapan di belakangnya dan membelitkan seutas tali tipis sehalus sutra pada lehernya. Tali itu ditarik kencang, mencekik jalan pernapasan Luca. Muka Luca jadi ungu, kekuatan pada lengannya lenyap. Tattaglia dan Sollozzo kini bisa memegangi tangannya dengan mudah, dan mereka berdiri di situ seperti anak-anak, sementara pria di belakang Luca menarik tali yang melingkari leher Luca semakin erat.

Tiba-tiba lantai menjadi basah dan licin. Dubur Luca, tidak bisa dikendalikan lagi, membuka, dan isi perutnya keluar berceceran. Tidak ada kekuatan lagi pada dirinya dan kakinya terlipat, tubuhnya lemas. Sollozzo dan Tattaglia melepaskan tangannya dan hanya si pencekik yang terus bersama korban, berlutut untuk mengikuti tubuh Luca yang merosot, menarik tali begitu kuat sampai menembus daging lehernya dan tidak kelihatan lagi.

Mata Luca menggembung di kepalanya dalam keheranan yang sangat besar, keheranan inilah satu-satunya pertanda manusiawi
yang masih tersisa pada dirinya. Ia pun tewas.

"Aku tidak ingin ia ditemukan," kata Sollozzo. "Penting sekali agar ia tidak ditemukan sekarang ini." Ia berbalik dan pergi, menghilang kembali dalam kegelapan.

***
 
BAB 8

Sehari sesudah penembakan Don Corleone merupakan saat-saat yang sibuk bagi Keluarga. Michael terus menunggui telepon dan meneruskan berita kepada Sonny. Tom Hagen sibuk berusaha menemukan penengah yang memuaskan bagi kedua belah pihak agar perundingan dengan Sollozzo bisa dilaksanakan. Si Turki tiba-tiba sulit dihubungi, mungkin ia mengetahui orang-orang kunci Keluarga, Clemenza dan Tessio, menjelajahi seluruh kota dalam usaha menemukan jejaknya.

Tapi Sollozzo tidak pernah jauh dari tempat persembunyiannya, seperti juga semua anggota puncak Keluarga Tattaglia. Sonny telah menduga hal ini, tindakan kewaspadaan mendasar yang diketahuinya akan diambil musuh.

Clemenza sibuk dengan Paulie Gatto. Tessio ditugaskan melacak keberadaan Luca Brasi. Luca belum pulang ke rumahnya sejak malam sebelum penembakan, pertanda buruk. Tapi Sonny tidak percaya Brasi bisa berkhianat atau disergap tiba-tiba.

Mama Corleone tinggal di kota bersama teman-teman Keluarga, jadi tidak harus menempuh perjalanan jauh ke rumah sakit. Carlo Rizzi, menantunya, menawarkan jasa tapi diperintahkan menangani bisnisnya sendiri, bisnis pemberian Don Corleone padanya, di daerah penjualan lotre yang makmur di kawasan Italia Manhattan. Connie tinggal bersama ibunya di kota agar ia juga bisa mengunjungi ayahnya di rumah sakit.

Freddie masih berada di bawah pengaruh obat bius di kamarnya sendiri di rumah ayahnya. Sonny dan Michael baru saja menjenguknya dan terkejut melihat wajahnya yang pucat, yang menunjukkan Freddie benar-benar sakit.

"Ya Tuhan," kata Sonny pada Michael setelah mereka meninggalkan kamar Freddie, "keadaannya lebih buruk daripada Pop."

Michael mengangkat bahu. Ia pernah melihat prajurit yang sama keadaannya di medan tempur. Tapi ia tidak pernah menduga Freddie akan mengalaminya. Ia ingat secara fisik kakaknya ini yang paling tangguh dalam keluarga sewaktu mereka masih kecil. Tapi ia juga anak yang paling patuh pada ayahnya. Walau begitu semua orang mengetahui Don menganggap putra keduanya ini tidak cocok bagi bisnis. Freddie tidak cukup cerdas, juga tidak cukup kejam. Freddie terlalu pasrah, tidak memiliki cukup semangat.

Menjelang senja hari itu, Michael mendapat telepon dari Johnny Fontane di Hollywood. Sonny mengambil alih telepon. "Tidak, Johnny, tidak usah kemari untuk menjenguk Pop. Ia terlalu sakit dan tindakan itu akan menjadi publikasi yang buruk bagimu. Dan aku tahu Pop tidak akan senang karenanya. Tunggulah hingga ia lebih sehat dan kami bisa membawanya pulang ke rumah. Sesudah itu jenguklah dia. Oke, akan kusampaikan salam hormatmu."

Sonny meletakkan telepon. Lalu ia berpaling pada Michael dan berkata, "Itu akan membuat Pop bahagia, bahwa Johnny ingin terbang dari California untuk melihatnya."

Malam hari itu juga Michael dipanggil ke telepon yang terdaftar di dapur oleh salah seorang anak buah Clemenza. Kay yang menelepon.

"Ayahmu baik-baik saja?" tanya Kay. Suaranya agak tegang, agak tidak wajar. Michael mengetahui Kay belum mempercayai sepenuhnya apa yang terjadi, bahwa ayahnya benar-benar apa yang disebut koran-koran sebagai gangster.

"Ia akan sembuh," kata Michael.

"Boleh aku ikut denganmu kalau kau menjenguknya di rumah sakit?" tanya Kay.

Michael tertawa. Kay teringat Mike pernah mengatakan padanya betapa penting untuk melakukan tindakan-tindakan seperti itu kalau ingin bisa menyesuaikan diri dengan orang-orang Italia lanjut usia.

"Ini kasus khusus," kata Michael. "Kalau orang-orang koran mendapatkan nama dan latar belakangmu, kau akan masuk ke halaman tiga koran Daily News. Gadis dari keluarga Yankee tua bergaul dengan putra kepala Mafia. Bagaimana tanggapan orangtuamu nanti?"

Kay berkata singkat, "Orangtuaku tidak pernah membaca Daily News."

Sekali lagi Kay terdiam sejenak dengan kikuk, lalu berkata, "Kau baik-baik saja, bukan, Mike, kau tidak terancam bahaya?"

Mike tertawa lagi. "Aku dikenal sebagai si banci dalam keluarga Corleone. Bukan ancaman. Jadi mereka tidak akan bersusah payah mengejarku. Tidak, semua sudah berakhir, Kay, tidak akan ada bahaya lagi. Lagi pula semua ini hanya semacam kecelakaan. Akan kujelaskan saat kita bertemu."

"Kapan?" tanya Kay.

Michael berpikir. "Bagaimana kalau nanti malam? Kita bisa minum dan makan malam di hotelmu, lalu aku akan ke rumah sakit menjenguk ayahku. Aku bosan di rumah menjawab telepon. Oke? Tapi jangan katakan pada siapa pun. Aku tidak ingin wartawan memotret kita bersama-sama. Tidak main-main, Kay, itu akan sangat memalukan, terutama bagi orangtuamu."

"Baiklah," kata Kay. "Akan kutunggu. Boleh aku berbelanja Natal untukmu? Atau yang lain?"

"Tidak," jawab Michael. "Kau bersiap-siap sajalah."

Kay tertawa gembira. "Aku akan siap," katanya. "Bukankah aku selalu siap?"

"Ya, kau memang selalu siap," kata Michael. "Itu sebabnya kau menjadi kekasihku."

"Aku mencintaimu," kata Kay. "Bisakah kau mengatakannya?"

Michael memandang keempat bajingan yang duduk di dapur. "Tidak," katanya. "Nanti malam, oke?"

"Oke," jawab Kay. Ia meletakkan telepon.

***

Clemenza akhirnya kembali dari tugas harian dan sibuk di dapur, memasak sepanci besar saus tomat. Michael mengangguk padanya dan pergi ke ruangan sudut, di mana ia menemukan Hagen dan Sonny menunggu dirinya dengan tidak sabar.

"Clemenza ada di luar?" tanya Sonny.

Michael tersenyum. "Ia sedang memasak spaghetti untuk seluruh pasukan, seperti di kemiliteran."

Sonny berkata tidak sabar. "Perintahkan ia menghentikan tugas sepele itu dan datang kemari. Ada pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukannya. Perintahkan Tessio ke sini bersamanya."

Beberapa menit kemudian mereka semua berkumpul di ruangan. Sonny berkata ketus pada Clemenza, "Kau sudah membereskannya?"

Clemenza mengangguk. "Kau tidak akan melihatnya lagi."

Dengan perasaan seperti disengat listrik, Michael menyadari yang mereka maksudkan adalah Paulie Gatto dan bahwa si kecil Paulie telah tewas, dibunuh pedansa periang di pesta pernikahan, Clemenza.

Sonny bertanya pada Hagen, "Ada kemajuan dengan Sollozzo?"

Hagen menggeleng. "Rupanya ia sudah melupakan masalah perundingan. Lagi pula tampaknya ia tidak terlalu bersemangat. Atau mungkin ia hanya terlalu berhati-hati agar orang kunci kita tidak bisa menangkapnya. Selain itu aku tak bisa menemukan perantara tingkat tinggi yang dipercayanya. Tapi ia pasti mengetahui bahwa harus berunding sekarang. Ia kehilangan kesempatan sewaktu membiarkan Don lolos dari tangannya."

Sonny berkata, "Ia orang yang cerdik, orang paling cerdik yang pernah dihadapi Keluarga kita. Mungkin ia menganggap kita hanya mengulur-ulur waktu hingga Pop sehat kembali dan kita memiliki kesempatan memburunya."

Hagen mengangkat bahu. "Tentu saja ia sudah memperhitungkan kemungkinan itu. Tapi ia tetap harus berunding. Ia tidak memiliki pilihan lain. Aku akan merencanakannya besok pagi. Itu pasti."

Salah seorang anak buah Clemenza mengetuk pintu kantor, kemudian masuk, ia berkata pada Clemenza, "Kami baru saja mendengarnya dari radio, polisi menemukan Paulie Gatto. Tewas di mobilnya."

Clemenza mengangguk dan berkata pada orang itu, "Lupakan saja."

Orang itu memandang sang caporegime dengan keheranan, lalu ekspresinya berubah mengerti, sebelum ia kembali ke dapur.

Konferensi berlangsung lagi seakan tidak ada gangguan. Sonny bertanya pada Hagen, "Ada perubahan pada kondisi Don?"

Hagen menggeleng. "Ia baik-baik saja, tapi baru bisa bicara beberapa hari lagi. Ia masih belum sadar. Masih memulihkan kondisinya sesudah operasi. Ibumu menunggui hampir sepanjang hari, Connie juga. Polisi ada di mana-mana di rumah sakit dan anak buah Tessio juga ada di sana, untuk berjaga-jaga. Dua hari lagi Don akan sadar dan sesudah itu kita akan mengetahui apa yang ia inginkan kita lakukan. Sementara itu kita harus menjaga jangan sampai Sollozzo melakukan kebodohan. Itu sebabnya aku ingin kau mulai membicarakan kesepakatan dengannya.

Sonny menggeram, "Sebelum ia bertindak, akan kuperintahkan Clemenza dan Tessio mencarinya. Siapa tahu kita beruntung dan bisa menyelesaikan seluruh masalah."

"Kau tidak akan seberuntung itu," kata Hagen. "Sollozzo terlalu cerdik"

Hagen terdiam sejenak. "Ia mengetahui bahwa begitu muncul di meja perundingan, ia harus mematuhi sebagian besar keinginan kita. Itu sebabnya ia mengulur-ulur waktu. Kuduga ia berusaha mendapatkan dukungan dari Keluarga-Keluarga New York lain agar kita tidak bisa memburunya bahkan kalau Don memerintahkan begitu."

Sonny mengerutkan kening. "Kenapa mereka akan mendukungnya?"

Hagen berkata sabar, "Untuk menghindari perang besar-besaran yang akan mencelakakan setiap orang dan mendorong koran dan pemerintah bertindak. Selain itu, Sollozzo akan memberi mereka bagian dari operasinya. Dan kau mengetahui berapa banyak uang yang terlibat dalam bisnis narkotika. Keluarga Corleone tidak memerlukannya, kita memiliki perjudian, bisnis paling baik untuk dimiliki. Tapi Keluarga-Keluarga yang lain kelaparan. Sollozzo orang yang sudah terbukti keahliannya, mereka mengetahui ia mampu mengadakan operasi dalam skala besar. Dalam keadaan hidup ia merupakan uang dalam saku mereka, dalam keadaan mati ia merepotkan."

Wajah Sonny memperlihatkan ekspresi yang belum pernah dilihat Michael. Mulut Cupido-nya yang tebal dan kulitnya yang cokelat berubah kelabu. "Aku tidak peduli apa yang mereka inginkan. Sebaiknya mereka tidak mencampuri pertempuran ini."

Clemenza dan Tessio duduk gelisah di kursi, seperti komandan pasukan infanteri yang mendengar jenderalnya berceloteh mengenai keinginan menyerbu benteng yang sangat kuat tanpa mempedulikan sebesar apa jumlah korbannya.

Hagen berkata dengan nada agak tidak sabar, "Sudahlah, Sonny, ayahmu tidak akan senang kalau kau berpikiran begitu. Kau tahu apa yang selalu dikatakannya, 'Itu hanya penyia-nyiaan.' Tentu saja kita tidak akan membiarkan siapa pun menghentikan kita kalau Don mengatakan kita harus memburu Sollozzo. Tapi ini bukan masalah pribadi, ini bisnis. Kalau kita memburu si Turki dan Keluarga-Keluarga lain turut campur, kita akan membicarakan masalah itu. Kalau Keluarga-Keluarga melihat kita bertekad mendapatkan Sollozzo, mereka akan membiarkan kita. Don akan membuat konsesi di bidang-bidang lain untuk menenangkan keadaan. Tapi jangan haus darah dalam masalah seperti ini. Ini bisnis semata. Bahkan penembakan terhadap ayahmu merupakan masalah bisnis, bukan masalah pribadi. Seharusnya kau mengetahuinya sekarang."

Pandangan Sonny masih keras. "Oke, aku mengerti semua itu. Selama kau paham bahwa tidak seorang pun bisa menghalangi kalau kita menginginkan Sollozzo."

Sonny berpaling pada Tessio. "Ada petunjuk mengenai Luca?"

Tessio menggeleng. "Sama sekali tidak ada. Sollozzo pasti sudah menyikatnya."

Hagen berkata pelan, "Sollozzo tidak mengkhawatirkan Luca, yang menurutku aneh. Ia terlalu cerdik hingga tidak mungkin menyepelekan orang seperti Luca. Kurasa ia mungkin sudah menyingkirkan Luca, dengan satu atau lain cara."

Sonny menggumam, "Ya Tuhan, kuharap mudah-mudahan Luca tidak berbalik menentang kita. Itu satu-satunya yang kutakutkan. Clemenza, Tessio, bagaimana pendapat kalian?"

Clemenza berkata pelan, "Siapa pun bisa melakukan kesalahan, lihat saja Paulie. Tapi Luca, ia orang yang hanya bisa berjalan mengikuti satu jalur. Hanya Godfather satu-satunya yang dipercayainya, satu-satunya orang yang ditakutinya. Tapi bukan hanya itu, Sonny, ia menghormati ayahmu jauh melebihi orang-orang lain menghormati ayahmu, padahal Godfather pantas mendapat penghormatan dari semua orang. Tidak, Luca tidak mungkin mengkhianati kita. Dan aku sulit percaya orang seperti Sollozzo, selicik atau selicin apa pun dirinya, bisa menyergap Luca tiba-tiba. Luca selalu mencurigai setiap orang dan segala sesuatu. Ia selalu siap menghadapi yang terburuk. Kurasa Luca hanya pergi entah ke mana selama beberapa hari. Kita akan mendapat kabar dari dirinya tidak lama lagi."

Sonny berpaling pada Tessio. Caporegime Brooklyn ini mengangkat bahu. "Siapa saja bisa berubah menjadi pengkhianat. Luca mudah tersinggung. Mungkin Don menyinggung perasaannya, entah bagaimana. Itu bisa saja terjadi. Meskipun begitu, kurasa Sollozzo memberinya sedikit kejutan. Itu cocok dengan apa yang dikatakan Consigliori. Kita harus menduga kemungkinan yang terburuk."

Sonny berkata pada mereka semua, "Sollozzo akan segera mendapat kabar mengenai Paulie Gatto. Bagaimana berita itu akan berpengaruh pada dirinya?"

Clemenza berkata muram, "Berita itu akan memaksanya berpikir. Ia mengetahui Keluarga Corleone bukan orang-orang tolol. Ia akan menyadari dirinya sangat beruntung kemarin."

Sonny berkata tajam, "Itu bukan keberuntungan. Sollozzo merencanakannya selama berminggu-minggu. Mereka pasti mengikuti Pop ke kantornya setiap hari dan mengawasi kegiatan rutinnya. Lalu mereka membeli Paulie dan mungkin juga Luca. Mereka menculik Tom dengan mudah. Mereka melakukan segala sesuatu yang mereka inginkan. Mereka sial, bukan beruntung. Orang-orang kunci yang mereka gunakan tidak cukup baik dan Don bergerak terlalu cepat. Seandainya mereka berhasil membunuhnya, aku terpaksa mengadakan persetujuan dan Sollozzo akan menang. Untuk saat ini. Mungkin untuk mendapatkannya aku harus menunggu lima atau sepuluh tahun dari sekarang. Tapi jangan menyebut dirinya beruntung, Pete, itu sama saja dengan meremehkannya. Dan kita terlalu sering meremehkan orang akhir-akhir ini."

Salah satu orang kunci masuk membawa semangkuk besar spaghetti dari dapur, lalu beberapa piring, garpu, dan anggur. Mereka makan sambil bercakap-cakap. Michael memandang takjub. Ia tidak makan, Tom juga. Tapi Sonny, Clemenza, dan Tessio segera melahap hidangan, menyapu saus dengan potongan roti. Lucu juga. Mereka meneruskan pembicaraan. Tessio tidak sependapat bahwa hilangnya Paulie Gatto menyebabkan Sollozzo panik, bahkan menurutnya si Turki sudah memperhitungkannya, mungkin malah menyambutnya dengan baik. Satu nama yang tidak berharga bisa dicoret dari daftar gaji. Dan ia sama sekali tidak akan takut karenanya, lagipula, apakah mereka akan takut dalam situasi yang sama?

Michael mengungkapkan pendapatnya dengan tenang. "Aku tahu aku masih amatiran dalam hal ini, tapi dari semua yang kalian katakan mengenai Sollozzo, ditambah kenyataan bahwa Tom tiba-tiba tidak bisa menghubunginya, kupikir ia masih memiliki kartu as yang disembunyikan. Mungkin ia siap mengambil tindakan yang benar-benar cerdik dan akan mengembalikan dirinya ke puncak. Kalau kita bisa menebak tindakan apa yang akan diambilnya, kita bisa menguasai keadaan."

Sonny berkata enggan, "Yeah, aku sudah memikirkan hal itu dan satu-satunya yang bisa kuperkirakan hanyalah Luca. Pesan sudah dikirim bahwa ia harus dibawa kemari sebelum ia boleh menggunakan hak-haknya yang dulu dalam Keluarga. Satu-satunya kemungkinan lain yang bisa kupikirkan adalah Sollozzo sudah mengadakan perjanjian dengan Keluarga-Keluarga di New York dan kita akan mendapat berita besok pagi bahwa mereka akan menentang kita dalam perang. Bahwa kita harus menyetujui tawaran si Turki. Benar, Tom?"

Hagen mengangguk. "Aku juga berpendapat begitu. Dan kita tidak bisa menghadapi tentangan seperti itu tanpa ayahmu. Hanya ia satu-satunya orang yang bisa menghadapi Keluarga-Keluarga lain. Ia memiliki koneksi politik yang mereka butuhkan dan ia bisa menggunakannya sebagai alat tukar. Kalau ia sangat membutuhkannya."

Clemenza berkata, sedikit angkuh untuk orang yang baru saja dikhianati pembantunya sendiri, "Sollozzo tidak akan bisa mendekati rumah ini, Bos, kau tidak perlu mengkhawatirkan kemungkinan itu."

Sejenak Sonny menatapnya sambil berpikir. Lalu ia berkata pada Tessio, "Bagaimana dengan rumah sakit, anak buahmu menjaganya?"

Untuk pertama kali sepanjang konferensi, Tessio tampak yakin sepenuhnya. "Luar-dalam," katanya. "Dua puluh empat jam sehari. Polisi juga menjaga rumah sakit dengan baik. Para detektif berada di depan pintu kamarnya, menunggu kesempatan menginterogasi Don. Menginterogasi Don. Menggelikan sekali. Don masih diinfus, tidak makan, jadi kita tidak usah mengkhawatirkan masalah dapur, yang sebetulnya perlu dikhawatirkan karena orang-orang si Turki senang menggunakan racun. Mereka tidak bisa mencelakai Don, dengan cara apa pun."

Sonny kembali menyandar ke kursi. "Mereka juga tidak ingin mencelakai diriku, mereka harus berbisnis denganku, mereka membutuhkan mesin Keluarga." Ia tersenyum pada Michael. "Kupikir jangan-jangan kau. Mungkin Sollozzo berpikir untuk menculik dan menyandera dirimu agar bisa mendapatkan kesepakatan."

Michael berpikir sedih, hilang sudah kesempatan kencanku dengan Kay. Sonny tidak akan mengizinkan dirinya keluar rumah.

Tapi Hagen berkata tidak sabar, "Tidak, ia bisa menculik Mike kapan saja kalau ia menginginkan jaminan. Tapi setiap orang mengetahui Mike tak terlibat dalam bisnis Keluarga. Ia orang sipil dan kalau Sollozzo menculiknya, ia akan kehilangan simpati dari semua Keluarga New York. Bahkan Keluarga Tattaglia akan ikut memburunya. Tidak, masalahnya cukup sederhana. Besok pagi kita akan menerima utusan dari semua Keluarga yang meminta kita berbisnis dengan si Turki. Itu yang ditunggunya. Itulah kartu as yang disembunyikannya."

Michael menghela napas lega. "Bagus," katanya. "Aku harus ke kota malam ini."

"Kenapa?" tanya Sonny.

Michael tersenyum. "Kurasa aku akan mampir di rumah sakit dan menjenguk Pop, melihat bagaimana keadaan Ma dan Connie. Dan ada urusan lain yang harus kuselesaikan."

Seperti Don, Michael tidak pernah mengatakan urusannya yang sebenarnya dan sekarang ia tidak ingin memberitaku Sonny bahwa ia akan menemui Kay Adams. Sebenarnya tidak ada alasan untuk tak memberitahu Sonny, itu hanya kebiasaannya.

Terdengar bisik-bisik keras dari dapur. Clemenza keluar untuk melihat apa yang terjadi. Sewaktu kembali ia membawa rompi antipeluru Luca Brasi. Di dalam rompi itu terdapat seekor ikan besar yang telah mati.

Clemenza berkata singkat. "Sekarang kita mengetahui apa yang terjadi pada Luca Brasi."

Sonny menyulut cerutu dan meneguk wiski.

Michael, dengan ngeri, bertanya, "Apa arti ikan itu?"

Hagen, si consigliori Irlandia, yang menjawab. "Itu berarti Luca Brasi sudah tidur di dasar laut," katanya. "Itu pesan Sisilia kuno."

***
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd