Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Walau nggak ada sex scene nya tapi bagus update nya Suhu.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Perjalanan hidup suami istri ya memang seperti itu, suka duka ny. Tinggal gimana menghadapi ny, kalau bisa lulus naik kelas, tapi kalau gagal akan hancur. Apalagi di dalam ny ada penghianatan baik suami ataupun istri suatu saat pasti bakalan ketahuan. "Tiada kejahatan yg sempurna" . Sehat selalu gan biar bisa nulis sampe tamat..
 
Salute dengan ceritanya, ane jadi seperti flasback juga.. Sehat terus bro.. 2 jempol buat ente
 
Makasih atas updatenya om @Buyuk

Semoga aja Sari juga tidak memberikan "pelicin" buat Fauzi agar mau ngasih kerjaan buat Ibey..Semoga..
 
A.K.A.R
Bagian Delapan​




Aku tiba di tempatku mengontrak sekitar pukul 9 malam. Pintu kontrakan tertutup dan pasti sudah dikunci. Kuketuk perlahan sambil mengucap salam.
Terdengar Sari istriku menjawab salam dari dalam. Perasaan ini sama seperti ketika aku menunggu Fitri di depan pintu Apartemennya kemarin, berdebar dan gelisah. Hanya bedanya, perasaanku kini berdebar oleh perasaan bersalah kepada Sari karena telah berselingkuh dibelakangnya, lebih lebih perselingkuhanku itu ternyata dengan Fitri, orang nomor satu yang mungkin akan sulit dimaafkan oleh Sari. Sementara perasaan gelisah karena aku bingung harus cerita apa aku ke Sari tentang hasilku mencari info pekerjaan di Jakarta? Tak mungkin aku ceritakan bahwa aku bertemu Fitri, bahkan menginap di apartemennya meskipun Fitri sudah menitipkan amanah permintaan maafnya yang tulus untuk Sari. Tetap saja tak mungkin kuceritakan sekarang. Aku masih mencari cara untuk menyampaikan hal itu tanpa harus menyakiti perasaan Sari mengetahui aku menemui Fitri. Dan itu membuatku serba salah. Belum lagi masalah 'uang jajan' dari Fitri dan Tyo, bagaimana aku menjelaskan asal uang itu?

'Cklek'... pintu terbuka, kutatap wajah bangun tidur Sari sejenak sebelum dia mencium tanganku.

"Masuk Yah.." ajaknya tetap memegang tanganku. Sakit, hatiku sakit.

Didalam, kulihat Raka sudah tertidur pulas dengan posisi tengkurap dan liur yang mengalir halus di sudut bibirnya. Seharusnya ini menjadi hal lucu dan menggemaskan bagiku. Tapi justru sakit, hatiku sakit.

"Bersih bersih dulu Yah.. jangan dipegang dulu anaknya. Takut kena hawa dingin dari luar.." kata Sari melihatku. Aku memang selalu membiasakan diri untuk bersih bersih sebelum menggendong atau memegang anakku setiap aku baru pulang kerja atau pergi jauh, agar hawa atau aura negatif yang menempel ditubuhku setidaknya tak ikut menempel di tubuh anakku. Hal ini baru ku ketahui setelah Raka dilahirkan. "Kebiasaan turun temurun dikeluarga Sari." Jelas Sari waktu itu.

Setelah cuci muka, tangan dan kaki, aku duduk bersandar di dinding berwarna hijau lusuh disamping kasur lipat dimana Raka tertidur. Ku belai kepalanya yang plontos, kembali hatiku sakit.

Pandanganku kini mengelilingi ruang depan kontrakan, dinding dinding yang sebagian besar sudah terkelupas lapisan cat nya, permukaan yang bergelombang akibat plesterannya yang sudah retak dan pintu yang terbuat dari bahan seadanya, hanya kaso dan triplek tanpa adanya handle kunci yang menempel disitu. Kunci pintu itu hanya sepotong bambu yang dipaku longgar agar bisa diputar menghalangi sisi pintu. Sakit, hatiku sakit ketika pandanganku kembali ke kasur lipat Raka.

Sari keluar dari ruang dapur membawa semangkuk mie rebus dan segelas kopi hitam untukku, setelah meletakkan sajian di depanku, Sari duduk sambil mengikat rambutnya.

"Makan dulu Yah, maaf ya Yah adanya cuma mie doang.." katanya sambil mengusap matanya mengusir kantuk. Sakit, hatiku sakit.

Ku tekuk lututku menutupi dada dan kulipat kedua lenganku disitu. Gestur ini, entah karena berharap agar rasa sakit ini tak terlihat oleh Sari atau bentuk ketakutanku menghadapi Sari yang tersenyum lembut kepadaku.

"Gimana Yah? Ada hasil soal info kerjaannya?" Tanyanya penuh harap.

Aku menunduk, tak kuat menatap Sari lama lama sampai akhirnya aku menangis, benar benar menangis tersedu dan dengan isak yang tak dapat kutahan lagi. Sari jelas kaget melihatku tiba tiba menangis seperti ini. Dipeluknya tubuhku sambil berkata cemas.

"Kenapa Yah? Kenapaa?" Suaranya mulai bergetar seperti ingin ikut menangis. Dia mengusap punggungku dengan lembut sampai akhirnya kudengar isak tangis darinya.

Aku menarik nafas panjang, dan kuatkan hati.

"Gapapa Bund, Ayah cuma kasian liat kamu malem2 gini masih sempet sempetnya bikinin mie. Padahal tadi kamu lagi tidur. Jadi keganggu tidurnya gara gara Ayah.." ucapku berbohong menutupi rasa bersalahku pada Sari.

"Ya Allah Ayaaahh.. gak ada sedikitpun aktifitas Ayah yang ngeganggu Bunda. Jangankan lagi tidur, lagi sakitpun Bunda bakal tetep ngelayanin Ayah. Bukti bakti Bunda buat Ayah." Katanya sambil mengusap air matanya. Sakit, hatiku sakit.

Air mataku tak lagi dapat kutahan demi mendengar ucapan Sari. Aku marah, entah kepada siapa aku patut merasa marah.

Apakah Kau lihat Sari Tuhan?!! Bukankah Kau Engkau Yang Maha Melihat?!!
Apakah Kau dengar Sari Tuhan?!! Bukankah Engkau Yang Maha Mendengar?!!
Apakah Kau rasakan ketulusan Sari Tuhan?!! Bukankah Engkau Yang Maha Mengetahui Segala Rahasia Langit?!!
Mengapa Kau biarkan aku melakukan kesalahan besar dengan Fitri sementara bakti Sari begitu besar untukku Tuhaaannn??!!!

Sari membelai rambutku dan mengecup keningku. Segala cara dia coba untuk menenangkanku, bahkan dia menyuapi mie yang tadi dia siapkan agar ku makan.

"Kaya anak kecil aja pake disuapin.." katanya berusaha bercanda. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tertawa menanggapi candaan Sari, meskipun sebenarnya hatiku justru bertambah sakit.

Hatiku baru bisa tenang setelah satu jam kemudian. Sari amat pintar menghiburku dengan candaan candaan kecil yang dia punya. Sedikitpun tak disinggungnya tentang usahaku di Jakarta mencari pekerjaan dari teman temanku.

Di akhir candaan candaannya, barulah aku berbicara sedikit serius dengannya setelah beberapa saat terdiam.

"Ayah bawa dua kabar buat Bunda, kabar yang mungkin bagus dua duanya buat bunda atau justru malah buruk dua duanya buat bunda. Tergantung bunda nanggepinnya kaya gimana."

Sari menghela nafas dan memejamkan matanya sambil mengucap bismillah tanpa suara di bibirnya.

"Berita apa Yah?" Katanya menatapku.

Kukuatkan hatiku dan bersiap menerima segala resiko yang mungkin akan terjadi nanti.

"Ayah udah ketemu sama Tyo, ngomong ngomong dia titip salam buat bunda."

"Waalaikum salam." Jawabnya tanpa bertanya lebih lanjut.

"Di kantornya Tyo bukannya gak ada lowongan, cuma aja lowongan itu buat lulusan minimal D3. Tyo udah usaha nelpon ke bagian HRD nya supaya ayah bisa kerja ditempatnya dia. Tapi gak bisa kata orang HRD nya."

-kebohongan pertama-

"Selain Tyo?" Tanya Sari.

"Selain Tyo... huufftt... gini, ayah mau kamu janji dulu. Janji supaya gak marah sama ayah.." Kuputuskan untuk bercerita tentang Fitri.

Sari memejamkan matanya, kuyakin dia sudah tahu jawaban yang keluar dari mulutku atas pertanyaannya tadi.

"Insya Allah.." jawabnya sambil menatapku.

"Selain Tyo, ada juga lowongan kerja di tempatnya Fitri..." aku menunggu respon dari Sari.

"Terus..?" Terlihat sekali Sari mengontrol perasaan hatinya saat kusebut nama Fitri.

"Ada lowongan yang bisa diisi sama ayah.. tapi ayah tolak."

-kebohongan kedua-

"Kenapa ditolak?" Pancing Sari.

" Karna Ayah sayang Bunda.." ucapku sambil menggenggam tangannya.

"Ayah gak mau kamu terus terusan nahan perasaan sakit hati seandainya ayah terima tawaran kerja di tempatnya Fitri." Kali ini aku jujur kepadanya tentang perasaanku padanya.

Sari menunduk diam kemudian bertanya kepadaku, "Kok bisa ada Fitri waktu kamu ketemuan sama Tyo?"

Aku sudah menduga, benar benar sudah menduga kalau Sari akan bertanya begitu.

"Karna Fitri dan Tyo itu suami istri. Mereka nikah taun kemaren.." jawabku melanjutkan kebohongan yang ketiga.

"Oohh.. syukur deh.." Ucap Sari entah bersyukur karena mendengar Fitri dan Tyo sudah menikah atau bersyukur karena aku menolak tawaran kerja dari Fitri. Yang mana kedua duanya adalah kebohongan yang keluar dari mulut bejatku.

Sari melanjutkan omongannya, "Rejeki kita masih panjang Yah. Mungkin rejeki kamu bukan kerja di tempat temen kamu, bisa jadi rejeki kamu ada ditempat lain selain ditempat mereka."

"Iya.." jawabku singkat sambil tersenyum.

"Terus kabar yang kedua itu apa?" Tanyanya lanjut.
Kuceritakan kebohonganku yang selanjutnya

Sebenarnya, tak semuanya bohong. Kuceritakan bahwa Tyo memberi uang jajan kepada Raka dan entah uang apalagi yang entah pula berjumlah berapa. Kuambil tas ku dan kucari amplop pemberian dari Fitri -yang kuakui pada Sari bahwa itu pemberian dari Tyo-. Aku cukup kaget namun langsung kututupi kaget itu ketika ku pegang amplop coklat dari Fitri tersebut.
Tebel juga.... bathinku.

"Ini bund.. ini dari Tyo.. yang 500 ribu itu buat keperluan kita katanya, yang 300 ribu buat jajan Raka.. itu amanah Tyo. " kuserahkan uang pemberian Tyo hasil pinjaman Tyo pada Fitri waktu di mobil tadi siang dan sisa pemberiannya kepadaku yang sebelumnya sudah kutaruh kembali di laci mobilnya.

Sari menerima uang itu, "Ini bukan hasil Ayah minjem sama dia?"

"Bukan bund.. itu Tyo ngasih.." kataku.
"Alhamdulillah.." barulah Sari mengucap syukur mengetahui uang itu bukanlah hasil pinjaman.

"Terus.." kataku.

"Yang diamplop ini, ayah juga gak tau isinya berapa. Tyo bilang sih buat modal atau buat apa aja terserah kita. Awalnya Tyo gak mau kalo uang ini dihitung sebagai utang, tapi ayah 'kekeuh' gak mau nerima uang ini kalo bukan sebagai utang. Yaudah akhirnya Tyo bilang terserah n bilang gantiinnya kapan kapan aja kalo kita udah punya uang lebih." Jelasku berbohong lagi kepada Sari. Aku tak mau Sari tau kalau dia tahu bahwa uang yang kelihatannya berjumlah lebih dari satu juta itu adalah pemberian dari Fitri. Yang ada, akan ditolaknya mentah mentah dan pasti Sari akan menyuruhku mengembalikan uang itu besok pagi.

Sari terdiam sambil menatap mataku, aku tahu bahwa dia sedang mencari kebenaran atau justru kebohongan atas ucapanku barusan. Makanya, sebelum Sari sadar buru buru kualihkan pandangannya dengan bertanya,

"Gimana bund? Mau dibuka sekarang atau besok?" Tanyaku agar perhatiannya tak lagi kepada bola mataku. Aku takut, takut ketahuan bohong.

"Huufft.. yaudah besok aja. Sekarang istirahat aj dulu. Kasian ayah cape.."

Aku tak berani membantah, Sari sepertinya masih curiga kepadaku. Makanya, lebih baik aku nurut saja dulu daripada nanti malah ketahuan semuanya. Tinggal satu hal lagi, kataku dalam hati. Amanah Fitri yang sudah benar benar tak tertahan ingin kuucapkan kepada Sari daritadi. Sambil merebahkan diri disamping Raka, aku nekat memberitahu Sari.

"Bund.."

"Yaa?" Kata Sari sambil membereskan tasku dan membawa pakaian kotorku ke belakang. Hp bututku diletakkan di meja kecil tempat Sari biasa menaruh nasi dan lauk pauknya.

"Ada salam khusus buat kamu.." ucapku hati hati sekali.

"Salam khusus..?" Tanyanya memiringkan wajah ketika masuk kembali ke ruang depan. Sari merebahkan diri seraya memintaku bergeser kepinggir. Posisinya kini ada ditengah tengah antara aku dan Raka.

"Dari Fitri, dia minta maaf secara khusus ke kamu. N dia juga bilang titip salam sayang buat Raka.. juga buat kamu." Hatiku berdebar menunggu responnya. Kulirik Sari, tampak dia sedang menatap langit2 kontrakan yang tak berplafon.

"Waalaikumsalam.." katanya tanpa panjang lebar.
"Dah bobo Yah.. besok banyak kegiatan." Kata Sari.

"Iya.." jawabku tanpa bertanya kegiatan banyak apa yang dimaksud Sari itu. Dan aku
pun mulai mengantuk karena lelahku....


Ditengah malam, aku merasa Sari seperti beranjak dari kasur. Dengan mata setengah terpejam setengah sadar, aku melihat Sari mengambil HP dan berjalan ke belakang. Tak lama, seperti terdengar suara Sari sedang menghubungi seseorang. Karena saking ngantuknya aku, aku tak menghiraukan hal itu dan kembali terlelap.



Pagi.. adalah hal kusuka dari tempat ini. Dimana ayam saling berkokok bersahutan dan kicau burung Love Bird milik tetanggapun seolah ingin mengalahkan kokok sang ayam jantan.
Diantara suara kokok dan kicau burung itu, aku menjemur badanku sambil menggendong Raka. Segelas kopi dan beberapa potong ubi sudah tersaji di meja kecil depan kontrakanku. Seperti inilah aktifitasku kalau aku sedang 'nganggur' dan tak ada panggilan kerja dari orang orang yang membutuhkan tenaga kasarku.

"Yaahh.." Sari memanggilku dari balik pintu, kuhampiri Sari dan kulihat dia sudah rapi dan cantik. Aku heran, mau kemana dia?

"Mo kemana bund?" Tanyaku heran.

"Mau ke rumah Fauzi, semalem bunda nelpon dia karna tiba tiba aja bunda keingetan sama dia. Bunda nanya sama dia apa ada lowongan buat kamu, kata dia bunda disuruh ke rumahnya sekarang. Yaaa barangkali ditempat dia ada lowongan buat kamu."

Aku teringat kejadian semalam.. Hatiku terenyuh melihat Sari sampai sebegitunya agar aku mendapat pekerjaan. Fauzi adalah saudara jauh Sari, hubungan saudara mereka terletak pada neneknya yang merupakan adik dan kakak. Sementara Fauzi sendiri tinggal di wilayah yang tak terlalu jauh dari kontrakanku. Sekitar 30 menit menggunakan angkot.

"Ayah anterin ya.." kataku pada Sari.

"Gausah, Bunda sendiri aj. Gantian bunda yang usaha. Kemarin kan kamu tuh yang usaha.. kamu di rumah aja ya, main sama Raka." Katanya sambil tersenyum.

"Yaudah.." kataku mengiyakan.

"HPnya Bunda bawa ya Yah, biar nanti bisa nelpon Uzi nya kalo udah sampe depan gang rumahnya. Semalem dia bilang mau jemput disitu."

"Iya bawa aj.. tau banget kalo HP udah ada pulsanya" kataku bercanda dibalas juluran lidah Sari.

"Iy dong.. haha" Kata Sari tertawa.

"Ongkosnya ambil aja dari uang yang Tyo kasih kemarin bund. Yang diamplop coklat gimana? Udah dibuka?" Tanyaku tiba tiba teringat soal ongkos untuk Sari naik angkot.

"Iya bunda ambil 100 ribu dari situ. Gapapa yaa?? Yang diamplop coklat belom bunda buka, gak berani. Nanti aj sore bareng kamu bukanya, soalnya kayanya bunda sampe sore Yah, gak enak juga kalo gak bantu bantu di rumah bibi sebentar, apalagi kan rumah Uzi sebelahan banget sama rumah bibi.."

"Yaudah.." kataku kemudian.

Kemudian aku mengantar Sari sampai jalan raya dan sampai dia naik angkot. Aku berdoa semoga saja tak terjadi apa apa dan semoga saja ada hasil baik setelah kepulangan Sari nanti sore. Akupun kembali ke rumah dan mengasuh Raka, putra kebanggaanku.


_______________¤¤_____________




Sore hari, kusiapkan jajanan kecil dan segelas minuman segar untuk Sari jika dia pulang nanti. Rasanya tak adil kalau tak kubalas bakti Sari semalam kepadaku.
Sambil menunggu, aku bergegas mandi bareng Raka. Raka terlihat senang hari ini, tawanya seolah anakku ini sedang benar benar gembira akan suatu hal, entah karena apa. Selesai mandi kupakaikan Raka baju yang menurutku bagus, kudandani anakku ini seganteng mungkin.

"Assalamualaikum.." terdengar salam Sari dari luar kontrakan. Bergegas kubuka pintu dan menyambut istri solehahku ini dengan senyuman hangat.

"Waalaikumsalam.." jawabku membalas salam sambil tanganku dicium olehnya.

"Udah mandi nih ganteng gantengnya bunda semua?" Kata Sari melihatku dan Raka sudah rapih.

"Udah doong.. tinggal bunda aja tuh masih bau aceem.. ya Kaa??" Ujarku bercanda sambil menutup hidung. Raka menggapai gapai tangannya seperti ingin digendong oleh bundanya.

"Bentar ya sayang, bundanya mandi dulu.." kata Sari bergegas masuk dan segera mandi.

Sekilas, kuperhatikan wajah Sari. Nampak lelah, kupanggil dan kudekati kemudian kukecup keningnya.

"Makasih ya Bunda, udah mau sabar hidup bareng sama ayah.. maafin ayah karna blom bisa bahagiain bunda kayak semestinya.." ujarku tulus untuknya.

Mata Sari berkaca kaca, dia menunduk sambil menjawab.
"Gapapa Yah, malah bunda yang minta maaf karna belum bisa jadi istri yang baik buat ayah.. udah ah.. bunda mandi dulu, ntar malah baper lagi.." ujarnya sambil berlalu.



Lepas maghrib, aku Sari dan Raka bercengkrama di ruang depan. Sedikitpun tak kusinggung soal hasil Sari ke rumah Uzi saudaranya itu. Aku tak ingin menjadi suami yang seolah memang mengharapkan pekerjaan atas campur tangan bantuan dari istriku. Meskipun pada kenyataannya saat ini, memang itulah yang terjadi. Sampai pada akhirnya, Sari melontarkan pertanyaan itu kepadaku.

"Ayah gak penasaran sama hasil Bunda nyari info soal kerjaan di tempatnya Uzi?"

"Hmm.. bukan gak penasaran bund, ayah cuma gak mau mulai nanya, ayah gak pengen kok kesannya suami ngarepin ditolong sama istrinya. Padahal, ayahlah yang harusnya nanggung tanggung jawab buat Bunda n Raka. Bukan kebalikkannya." Ujarku lembut menjelaskan.

"Ishh.. ayah mah gitu terus.. yaudah bunda kasih tau hasilnya." Katanya sedikit merajuk.

"Ditempatnya Uzi ada lowongan, cumaaaa posisinya itu OB ngerangkap kurir gitu Yah, kalo pagi beres beres kantor, selesai beres beres nanti kamu antar barang barang ke customer customernya dia. Nah, kamu mau gak? Soalnya kata Uzi, takutnya kamu gak mau kalo jadi OB. Itukan kerjaan rendahan katanya." Jelas Sari kepadaku soal hasil yang dia dapat dari rumah saudaranya itu.

Aku balik bertanya kepada Sari, "Menurut kamu gimana? Kira kira gimana perasaan kamu kalo ayah jadi OB plus plus gitu?" Sengaja kupancing Sari untuk mengetahui reaksinya jika nanti aku benar benar menerima tawaran kerja menjadi OB tersebut.

"Bunda bakal bersyukur, gak peduli jabatan ayah apa. Yang penting Ayah punya kerjaan tetap n gak lagi kebanyakan nganggurnya. Justru, bunda yang harusnya nanya gitu, ayah mau gak jadi OB plus plus kayak gitu.."

Aku tersenyum lega.. bangga rasanya mempunyai istri seperti Sari.

"Jangankan OB, jadi tukang semir sepatunya para karyawanpun ayah mau, yang penting bunda ikhlas, bunda ridho buat semua hasil kerjaan yang ayah kerjain nanti." Kataku.

"Tapi ada satu lagi yang jadi ganjelan Yah.." kata Sari sedikit merubah mimik wajahnya.

"Apa tuh..? Pasti minta uang ya kantornya Uzi.. kantornya dimana sih"

"Iya.. kantornya di Cikarang sana n minta uangnya juga gak gede sih.. cuma tiga juta, trus kata Uzi bisa dicicil tiap bulan, itu sih gak masalah menurut bunda. Terus kamu juga paling gak harus punya SIM A, karna nganter nganternya pake mobil gitu.. nah ini yang bikin bingung bunda, bikin SIM nya pake uang darimana.." jelas Sari.

Aku sudah menduga. Benar benar sudah menduga akan ada 'uang pelicin' untuk kerjaan ini. Aku terdiam, memikirkan langkah apa yang harus kuambil berikutnya. Sampai tiba tiba...

"Eiya bund... amplop coklat yang kemaren dari Tyo mana?" Tanyaku pada Sari. Aku benar benar lupa dengan uang yang diberikan Fitri -yang kuakui pada Sari bahwa itu adalah pemberian dari Tyo- tempo hari.

"Ooohhh iyaaaa..... Alhamdulillaaaahhh.." kata Sari gembira. Lupa juga dia ternyata soal amplop itu.

Sari bergegas mengambil amplop itu di lemari dan memberikannya kepadaku. Dengan segera, ku buka dan aku terkejut. Kuhitung berdua dengan Sari, ada 5 juta dalam genggamanku saat ini. Aku terkejut bukan karna apa, kalau mengingat masa kerjaku dulu sebelum aku menikah, mungkin jumlah ini termasuk jumlah yang 'biasa saja'. Tapi jika dilihat dari kondisiku saat ini, jumlah ini terasa besar sekali. Bahkan sanggup membuat jantungku berdebar.

"Banyak banget Yah.. beneran ini dari Tyo.." kata Sari tak percaya.

"Iya, ayah juga gak ngira segini banyaknya. Alhamdulillah bund.." kataku menanggapi.

"Ngaturnya gimana nih uang segini banyak?" Tanya Sari kemudian.

Aku berfikir sejenak, lalu kukatakan pada Sari bagaimana seandainya bayar uang pelicinnya setengah dulu dan sisanya dicicil per bulan. Sisanya, untuk biaya bikin SIM A, bayar hutang segala macam dan pegangan kami untuk beberapa waktu ke depan. Tanpa banyak berfikir, Sari setuju denganku.

Aku menarik nafas dan merasakan sesuatu dalam hatiku. Sedikit.. meskipun cuma sedikit saja, aku bisa merasakan angin perubahan untuk kami.

Tanpa harus kembali ke Jakarta, ke Tyo..... dan juga ke Fitri.



Mungkin ini lebih baik untuk kami semua.





Alhamdulillah...
Koq ane jadi baperan ya..hikss..hikss:((
 
A.K.A.R.
bagian Sembilan.



Setelah merencanakan langkah langkah yang akan kami ambil nanti ke depan, aku dan Sari bergegas untuk tidur. Kulihat Raka sudah tertidur pulas dan akupun mengecup kepala plontosnya sebagai ucapan selamat tidur ganteng. Tak lama, aku mengganti celana kolorku dan memakai sarung sebagai gantinya. Begitupun Sari, Sari melepas semua pakaian dalamnya dan hanya memakai daster seadanya. Seperti inilah 'seragam dinas' kami setiap kami hendak tidur.

Beralas kasur lusuh ini, aku terdiam menatap langit langit tak berplafon diatas kami. Kulihat Sari, matanya sudah terpejam. Kutelusuri tubuh sampingnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, sekilas kuperhatikan kalau ternyata puting Sari terlihat menyembul dari balik daster tipisnya.

Cepat sekali tidurnya.. tumben fikirku. Ah, mungkin dia lelah setelah seharian di luar tadi. Akupun kembali melamun memikirkan masa depanku dan keluarga kecilku.

Bayang bayang seperti apa kerjaanku nanti sudah terlihat di otakku, kalau hanya bersih bersih kantor, kecil lah fikirku. Fisik dan ketahanan tubuhku sudah lumayan teruji oleh banyaknya pekerjaan kasar yang kulakoni selama aku tinggal disini. Tinggal masalah kirim kirim barang yang artinya butuh ingatan yang kuat dalam menghapal rute jalan, dimana aku belumlah hafal rute Cikarang dan sekitarnya. Dan tentu saja SIM A yang rencananya baru besok akan kubuat.
Sedang asiknya melamun tiba tiba kurasakan penis dibalik sarungku dibelai oleh seseorang, kulirik manusia di sebelahku. Matanya terpejam namun bibir tipisnya tersenyum, sengajakah? Atau mimpikah? Kubiarkan sejenak sampai penisku menegang, tak lama kemudian tangan lembut itu menelusup masuk melalui ujung sarung di perutku dan menggenggam penisku dengan lembut, kemudian dikocoknya perlahan. Kulirik Sari lagi, nafasnya mulai sedikit berat. Ini sih sengaja namanya, hanya saja mungkin Sari ingin bermain 'sex dalam tidur' seperti yang sesekali kami lakukan beberapa bulan terakhir ini. Kubiarkan tangan lembut itu mengocok penisku dengan intens. Sambil berpura pura tidur, aku merubah posisi tanganku. Yang tadinya ada disamping perutku, kini ada diatas payudaranya yang berukuran pas setelapak tanganku. Kuremas lembut payudara Sari, Sari merespon dengan mendongakkan kepalanya namun tetap dengan mata terpejam. Aku merubah posisiku menjadi sedikit miring menghadap Sari. Tangan kananku tetap 'nyangkut' di dadanya sementara tangan kiriku berusaha meraih kemaluannya. Kutarik sedikit demi sedikit daster yang dikenakan istriku sampai perut. Kugapai mahkota yang sudah menjadi milikku itu.

Dapat...

Tangan kiriku sedikit sulit dalam memainkan kemaluan Sari, tapi Sari sepertinya mengerti kesulitanku dan dia memiringkan sedikit badannya menghadapku seraya membuka kakinya sedikit. Kuraba vagina Sari yang berbulu tak lebat namun tetap indah dipandang mata itu dengan gerakan satu arah, dari ujung bibir vagina bawah menuju klitoris atasnya. Gerakan itu kulakukan selembut dan dengan tekanan sedang sedang saja. Area itu sudah basah sejak pertama kali kusentuh. Itu artinya dia sedang benar benar bergairah malam ini. Tumben fikirku, apa mungkin karena faktor perasaannya yang sedang senang karena tak lama lagi aku akan segera mendapat pekerjaan baru? Ah, sebodo amat. Yang penting, Fitri puas malam ini fikirku.

Eh... kenapa jadi Fitri yang timbul diotakku? Buru buru kubuang sosok Fitri dari fikiranku dan kembali Fokus ke Sari.

Karena tangan kiriku sudah lumayan pegal, tangan kananku mengambil alih mengusap usap vaginanya, sementara tugas di wilayah gunung kembar dialihkan kepada bibir dan lidahku. Posisi ini cukup membuatku leluasa dalam bermain di area payudara dan vaginanya. Sekitar 5 menit tak kurubah posisi ini sampai akhirnya aku beringsut turun menjilati belahan payudara sampai perut bawah Sari. Mulai kudengar erangan Sari yang tertahan.. seksi sekali kedengarannya di telingaku..

"Uhh...emmhh.."

Kini lidahku kuturunkan sedikit lagi ke area bulu pubisnya. Kuberanikan diri untuk bermain sampai area sini, karena biasanya Sari tak mengizinkan bibirku masuk sampai ke area bawahnya dengan alasan risih. Sekalinya mau, biasanya tak sampai 2 menit dia akan menarik kepalaku kembali ke atas. Tapi kini, seperti tak ada protes dari Sari, yang ada Sari malah meremas dan memelintir putingnya sendiri dengan gerakan yang tampak erotis dimataku. Meski sedikit heran, aku tetap menurunkan jilatanku kini tepat diatas bagian bibir vaginanya. Sejenak aku berhenti dan melirik ke atas, Sari menatapku sayu dan mendorong pinggulnya seolah butuh tekanan dari lidahku seraya mendesah merdu..

"Huuummmm... Hayaaahh maahh.... ayooo.." katanya seraya menaikkan pinggulnya demi tersentuh bibirku.
Dengan perlahan mulai kujilati bagian atas vagina Sari, kulirik jam dinding di samping atas kepalaku.

22:13.. pasti takkan lama bathinku.

Tak seperti Fitri yang begitu menikmati setiap momen ketika kuberikan service oral kepadanya...

Sial, wajah Fitri yang sedang mengeluh keenakkan muncul di otakku. Aku mengumpat dalam hati, teringat olehku waktu aku bercinta dengan Fitri tempo hari, ingatan ingatan akan Sari selalu muncul dikepalaku seolah mengingatkan posisiku yang notabene telah memiliki istri. Kini disaat aku sedang bercinta oleh istriku sendiri, bayang bayang kenikmatan yang muncul malah dengan wanita lain alias Fitri. Akibat geram, aku tak sadar menjilati vagina istriku dengan tempo sedikit cepat dan sedikit kasar hingga Sari mengangkat pinggulnya tinggi tinggi sambil menjerit kecil.

"Aaakkhhh... Ayahhhhh... uuuuggggghhhhh..." badannya gemetar, jarang kusaksikan pemandangan ini di depan mataku. Pemandangan Sari yang orgasme dengan begitu hebatnya dihadapanku. Tak sadar kembali kulirik jam dinding.

Pukul 22:32 !!

Gila.. hampir 20menit aku menjilat vagina Sari dan tanpa ada protes darinya?! Edan fikirku, entah kerasukan apa istriku ini. Biasanya, setiap kujilati vaginanya, tak sampai 2 menit dia akan minta stop dengan alasan risih dan tak nyaman.

Ini kemajuan.. fikirku dalam hati.

Dalam diam, kutatap Sari yang sedang menghabiskan sisa sisa orgasmenya. Lepas itu, setengah terpejam Sari beringsut bangun dan duduk dihadapanku. Diciumnya bibirku dengan lembut seraya memeluk leherku. Kemudian Sari menjorongkan tubuhnya sehingga otomatis tubuhku rebah ke bawah. Sari membuang sarungku ke belakang pintu masuk kontrakan dan menduduki pahaku. Matanya menatap mataku dan tangan kanannya menggenggam penisku dengan lembut dan dikocoknya perlahan. Lalu seperti posisi setengah merangkak, Sari mengarah ke wajahku dan mencium bibirku dengan panas. Tangan kanannya tetap menggenggam penisku sementara tangan kirinya meremas payudaranya sendiri. Nafasnya memburu seolah tak ada lagi waktu yang pas untuk melepas semua gairah yang memuncak dan bercinta kecuali malam ini. Dahi kami beradu dan Sari melepas ciumannya, ditatapnya mataku tetap dengan nafas yang cepat.

Kini, dapat kurasakan penisku digesek gesek diantara belahan vaginanya. Gesekan itu sedikit ditekan dan dipercepat dibagian klitoris Sari kemudian diseretnya kembali penisku menelusuri bagian bawah belahan bibir vagina Sari seolah tak ada niat untuk dimasukkan ke dalam lubang surgawi miliknya. Meskipun sedikit ngilu, aku ambil sikap diam. Kubiarkan Sari memegang kendali dan membiarkan dia berbuat semau hatinya kini. Disamping itu, aku penasaran karena baru kali ini aku lihat Sari begitu agresif dalam bercinta denganku.

"Hhhhh..hhhh..hhhh.. Yah, enak gak?" Tanyanya dalam nafsu.

"Apanya yang enak bunda..?" Kupancing Sari dengan pertanyaan kecil namun memancing birahi.

"Iihhss.. Ayah mah... ughh.. mau dimasukkin gak yah?" Kata Sari sambil memutar mutar kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya.
Ingin bermain rupanya.. seperti Fitri.
Wajah Iblis Cantik itu kembali hadir dikepalaku, permainan merangsang seperti ini sering kami lakukan dulu sejak jaman sekolah.

Sial... kadung jengkel, sekalian saja kupakai gaya permainanku dengan Fitri dulu untuk menguji istriku, seberapa kuat dan seberapa lama dia mampu bertahan untuk tak memasukkan penisku kedalam vaginanya.

"Ssshhhh... ayaahh.. kok dieem? Mau dimasukkin apa ngga?" Katanya mengulangi godaannya untukku.

Oke, kuraih payudaranya, kupelintir kedua putingnya kemudian aku berbalik bertanya kepada Sari.

"Apanya yang dimasukkin bunda? Dimasukkin kemana??"

Tubuhnya seperti tersetrum, tersentak sentak karena gesekan penis di vagina dan pelintiran pelintiran di putingnya.

"Ukh.. uuukhh ukh...akh.. Ininya Ayaah.. dimasukin kesiniii.." Jelas Sari sambil meremas penisku ketika berkata 'Ininya Ayah' dan memutar kepala penisku didepan lubang vaginanya ketika berkata 'dimasukin kesini'.

Hampir saja kudorong pinggulku naik keatas. Kalau itu terjadi, penisku tentu masuk kedalam vaginanya dan tentu saja aku kalah, padahal sekarang aku bermain ini bukan dengan Fitri, kenapa harus merasa kalah?

"Ininya itu tuh apa Bunda, yang jelas atuh kalo ngomong.." pelintiranku diputingnya sengaja sedikit kupercepat.

"Akh.. khontol Ayah.. masukkinh ke hhmmmmemek bundaaa..."

Tiba tiba Sari menggelinjang, kepalanya mendongak keatas, bagian tubuhnya melengkung sedikit kedepan bahkan lutut dan pahanya gemetar hebat.

"Aaakkkhh... ssshhhhh.. oooohhh ayaaaahhh...." Orgasme besar yang kedua telah didapat oleh Sari. Padahal, kami belumlah bersenggama tapi Sari sudah orgasme dua kali. Aku benar benar takjub oleh Sari. Semua gairah tumpah ruah malam ini. Bahkan gairah Fitripun tak pernah semeledak ini.

Ah.. masih saja Fitri lalu lalang di otakku. Kapan wanita berbibir seksi itu bisa hengkang dari otakku.

Sari masih 'ngedeprok' lemas diatasku, nafasnya ngos ngosan dengan ritme yang teratur. Kini, giliranku yang bermain. Kupeluk Sari, kuputar tubuhnya agar dia dibawahku.

Sari menjerit manja,

"Auwwwhh... " dia menutup mulutnya dan melihat kearah Raka. Akupun langsung menempelkan telunjukku di bibir, takut Raka terbangun. Kami terdiam sesaat kemudian cekikikan bersama.

"Ayah isssh... berisik tauuu" kata Sari sambil mencubit ujung hidungku.

"Lah, yang teriak kan kamu, masa ayah yang disalahin?" Kataku sambil memencet putingnya.

"Aduduhh.. isshhh ayah mah..hmmm iseng ish.." katanya pura pura merajuk.

Aku tersenyum menggelengkan kepala. Ku tatap matanya, ada sinar bahagia disana. Namun entah kenapa seperti ada rasa yang tak bisa untuk kutembus dan kubaca dari sinar bahagia itu. Kelamin kami belum lagi menyatu, hanya bibir kami saja yang kini mulai memagut mesra dan bertukar lidah. Sari menjulurkan tangannya melalui sela sela perut kami berdua dan menggenggam penisku. Sari berkata sambil menggesek kepala penisku di vaginanya.

"Masukin Yah kontolnya, memek bunda udah nyut nyutan banget minta disodok sodok.."

Lagi.. sekelebat bayangan Fitri yang gemar berbicara vulgar kembali melintas diotakku. Aku tak mau begini terus, kubuang jauh jauh bayang bayang Fitri dengan cara melahap payudara Sari dan mengecup ngecupnya rakus.

"Ssshhh aahh.. hayu atuh Ayah, masukiinnh.." katanya seraya menarik penisku ke arah lubang vaginanya.

"Hmm?? Apa yang dimasukin bunda sayang?" Kulempar pancingan terakhir untuk Sari. Jujur akupun tak ingin lama lama lagi hanya bermain main seperti ini. Penisku pun butuh gesekan dinding sempit berlendir milik Sari.

"Duuhhhh.. sshh.. ayah ihhhh.. kontol ayah masukin ke memek bundaaaa.. hayuuu.." Sari menaruh kepala penisku tepat didepan lubang vaginanya. Sepertinya dia sudah sangat tak sabar untuk pertempuran yang sesungguhnya.

"Beginii..?" Kataku langsung mendorong masuk seluruh batang penisku.

"Aaahhh...iyaahh.. kayak gitu.. hufftt... goyang Yah goyang.." katanya sambil melihat ke arah kelamin kami. Aku sengaja diam, tak kugubris permintaan Sari tadi. Aku sengaja memancing lagi.

"Hhh..hhh.. ayah mah becanda mulu ihhh..." kelihatan sekali kalau Sari benar benar tak sabar dengan tingkahku. Lalu seolah tak mempedulikanku Sari mulai menggerakkan pinggulnya naik turun dan memelintir penisku didalam rongga kelaminnya. Rasa nikmat akibat 'remetan' dinding vaginanya membuatku ikut bergerak menusuk keluar dan masuk. Ada saat saat Sari menutup mulutnya agar tak membangunkan Raka, dan ada saat saat Sari menjerit kecil ditengah berisiknya suara tamparan selangkanganku dan selangkangannya. Bahkan kini, Sari menarik kedua lututnya ke atas sampai tertekuk dan terbuka penuh disamping pinggangku yang masih tetap melakukan gerakan keluar masuk. Kulihat Sari megap megap dibawah sana, sesekali matanya terpejam menikmati rasa nikmat yang mengalir keseluruh tujuh lapisan kulit kami berdua.

Aku berhenti sejenak, kuputar tubuhnya dan kuatur posisi tubuhnya dengan posisi nungging. Kembali kumasuki penisku dari belakang, Sari tambah belingsatan menahan suara desahan dengan menutup mulutnya. Tak lama kemudian,

"Hhmmppp.. hhmmpp.. hhmmmpp.. oohh...ayah ayah ayah.. bunda nyampee Yah bunda..." kupercepat dan kunaikkan tekanan sodokan penisku di vagina Sari, aku ingin bareng fikirku..

"Hmp.hmp.hmph.hemph.. OOOOGGHHHHHH... Aaahhh ssshhhhh... Ayaaahhhh... oooooooohhhhhhhhh...."
Ketika Sari mendapat orgasme ketiganya, penisku serasa dijepit erat dan seperti ada efek hisap dibawah sana. Aku kelojotan mengatasi hisapan dan jepitan di penisku yang jujur saja tak kuduga sebelumnya, dan satu satunya perlawananku untuk membalas itu semua hanya dengan menyodok sekeras kerasnya vagina Sari dan menyemprotkan seluruh spermaku didalam sana.

"Aaarrrgghhh.. grmmmhhh.. hoohh.." aku mengerang nikmat, rupanya sodokan kerasku yang terakhir membuat Sari tersungkur sampai tengkurap di kasur lusuh ini.

Aku merebahkan diri dipunggungnya, kukecup tengkuk leher Sari yang direspon dengan desahan kecil.


"Hmmmhhh.. hhh..hh.." Sari lemas..




________________¤¤_________________



Pagi ini, aku bersiap pergi ke kota untuk pembuatan SIM A ku. Aku pergi itemani oleh temanku yang biasa 'nyalo' SIM. Lumayan dapat boncengan gratis fikirku
Aku merapihkan kemejaku, Sari membantu dengan ikut merapihkan kerah kemeja.

"Dah... udah ganteng Ayah sekarang.." katanya, entah memuji entah meledekku. Aku tersenyum dan menjawab,

"Iyalah harus ganteng, kan istrinya juga 'geulis'."

"Huuu.. gombal. " kata Sari menanggapi.

"Dih.. serius. Kalo gak percaya, tanya sama Raka sana.." kataku sambil melihat Raka yang sedang serius dengan dunianya sediri.

Sari menoleh sebentar ke arah Raka kemudian menatapku sendu dan berkata penuh harap,

"Moga aja, Raka gak ngalamin apa yang kita alamin ya Yah.."

Aku terdiam sebelum akhirnya menjawab aamiin.

"Eiya bund, kamu kok tumben bener sih semalem bisa ganas gitu? Ayah sempet kaget lho.. gak biasanya kamu sampe betah dimainin itunya sama ayah... 20menit lho bund ayah maininnya.." kataku bertanya pada Sari tentang pertempuran semalam.

Sari mengalihkan pandangannya kesamping dan menjawab,

"Bunda pengen nyenengin ayah seutuhnya. Bunda gak pengen ayah bosen sama gaya bunda yang gitu gitu aj setiap kita nyampur, bunda gak mau dijadiin bahan perbandingan nantinya sama Fitri." Katanya langsung menatapku ketika mengucapkan kata Fitri.


"Hahh..??"






Yassallaaammm....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
A.K.A.R.
bagian Sembilan.



Setelah merencanakan langkah langkah yang akan kami ambil nanti ke depan, aku dan Sari bergegas untuk tidur. Kulihat Raka sudah tertidur pulas dan akupun mengecup kepala plontosnya sebagai ucapan selamat tidur ganteng. Tak lama, aku mengganti celana kolorku dan memakai sarung sebagai gantinya. Begitupun Sari, Sari melepas semua pakaian dalamnya dan hanya memakai daster seadanya. Seperti inilah 'seragam dinas' kami setiap kami hendak tidur.

Beralas kasur lusuh ini, aku terdiam menatap langit langit tak berplafon diatas kami. Kulihat Sari, matanya sudah terpejam. Kutelusuri tubuh sampingnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, sekilas kuperhatikan kalau ternyata puting Sari terlihat menyembul dari balik daster tipisnya.

Cepat sekali tidurnya.. tumben fikirku. Ah, mungkin dia lelah setelah seharian di luar tadi. Akupun kembali melamun memikirkan masa depanku dan keluarga kecilku.

Bayang bayang seperti apa kerjaanku nanti sudah terlihat di otakku, kalau hanya bersih bersih kantor, kecil lah fikirku. Fisik dan ketahanan tubuhku sudah lumayan teruji oleh banyaknya pekerjaan kasar yang kulakoni selama aku tinggal disini. Tinggal masalah kirim kirim barang yang artinya butuh ingatan yang kuat dalam menghapal rute jalan, dimana aku belumlah hafal rute Cikarang dan sekitarnya. Dan tentu saja SIM A yang rencananya baru besok akan kubuat.
Sedang asiknya melamun tiba tiba kurasakan penis dibalik sarungku dibelai oleh seseorang, kulirik manusia di sebelahku. Matanya terpejam namun bibir tipisnya tersenyum, sengajakah? Atau mimpikah? Kubiarkan sejenak sampai penisku menegang, tak lama kemudian tangan lembut itu menelusup masuk melalui ujung sarung di perutku dan menggenggam penisku dengan lembut, kemudian dikocoknya perlahan. Kulirik Sari lagi, nafasnya mulai sedikit berat. Ini sih sengaja namanya, hanya saja mungkin Sari ingin bermain 'sex dalam tidur' seperti yang sesekali kami lakukan beberapa bulan terakhir ini. Kubiarkan tangan lembut itu mengocok penisku dengan intens. Sambil berpura pura tidur, aku merubah posisi tanganku. Yang tadinya ada disamping perutku, kini ada diatas payudaranya yang berukuran pas setelapak tanganku. Kuremas lembut payudara Sari, Sari merespon dengan mendongakkan kepalanya namun tetap dengan mata terpejam. Aku merubah posisiku menjadi sedikit miring menghadap Sari. Tangan kananku tetap 'nyangkut' di dadanya sementara tangan kiriku berusaha meraih kemaluannya. Kutarik sedikit demi sedikit daster yang dikenakan istriku sampai perut. Kugapai mahkota yang sudah menjadi milikku itu.

Dapat...

Tangan kiriku sedikit sulit dalam memainkan kemaluan Sari, tapi Sari sepertinya mengerti kesulitanku dan dia memiringkan sedikit badannya menghadapku seraya membuka kakinya sedikit. Kuraba vagina Sari yang berbulu tak lebat namun tetap indah dipandang mata itu dengan gerakan satu arah, dari ujung bibir vagina bawah menuju klitoris atasnya. Gerakan itu kulakukan selembut dan dengan tekanan sedang sedang saja. Area itu sudah basah sejak pertama kali kusentuh. Itu artinya dia sedang benar benar bergairah malam ini. Tumben fikirku, apa mungkin karena faktor perasaannya yang sedang senang karena tak lama lagi aku akan segera mendapat pekerjaan baru? Ah, sebodo amat. Yang penting, Fitri puas malam ini fikirku.

Eh... kenapa jadi Fitri yang timbul diotakku? Buru buru kubuang sosok Fitri dari fikiranku dan kembali Fokus ke Sari.

Karena tangan kiriku sudah lumayan pegal, tangan kananku mengambil alih mengusap usap vaginanya, sementara tugas di wilayah gunung kembar dialihkan kepada bibir dan lidahku. Posisi ini cukup membuatku leluasa dalam bermain di area payudara dan vaginanya. Sekitar 5 menit tak kurubah posisi ini sampai akhirnya aku beringsut turun menjilati belahan payudara sampai perut bawah Sari. Mulai kudengar erangan Sari yang tertahan.. seksi sekali kedengarannya di telingaku..

"Uhh...emmhh.."

Kini lidahku kuturunkan sedikit lagi ke area bulu pubisnya. Kuberanikan diri untuk bermain sampai area sini, karena biasanya Sari tak mengizinkan bibirku masuk sampai ke area bawahnya dengan alasan risih. Sekalinya mau, biasanya tak sampai 2 menit dia akan menarik kepalaku kembali ke atas. Tapi kini, seperti tak ada protes dari Sari, yang ada Sari malah meremas dan memelintir putingnya sendiri dengan gerakan yang tampak erotis dimataku. Meski sedikit heran, aku tetap menurunkan jilatanku kini tepat diatas bagian bibir vaginanya. Sejenak aku berhenti dan melirik ke atas, Sari menatapku sayu dan mendorong pinggulnya seolah butuh tekanan dari lidahku seraya mendesah merdu..

"Huuummmm... Hayaaahh maahh.... ayooo.." katanya seraya menaikkan pinggulnya demi tersentuh bibirku.
Dengan perlahan mulai kujilati bagian atas vagina Sari, kulirik jam dinding di samping atas kepalaku.

22:13.. pasti takkan lama bathinku.

Tak seperti Fitri yang begitu menikmati setiap momen ketika kuberikan service oral kepadanya...

Sial, wajah Fitri yang sedang mengeluh keenakkan muncul di otakku. Aku mengumpat dalam hati, teringat olehku waktu aku bercinta dengan Fitri tempo hari, ingatan ingatan akan Sari selalu muncul dikepalaku seolah mengingatkan posisiku yang notabene telah memiliki istri. Kini disaat aku sedang bercinta oleh istriku sendiri, bayang bayang kenikmatan yang muncul malah dengan wanita lain alias Fitri. Akibat geram, aku tak sadar menjilati vagina istriku dengan tempo sedikit cepat dan sedikit kasar hingga Sari mengangkat pinggulnya tinggi tinggi sambil menjerit kecil.

"Aaakkhhh... Ayahhhhh... uuuuggggghhhhh..." badannya gemetar, jarang kusaksikan pemandangan ini di depan mataku. Pemandangan Sari yang orgasme dengan begitu hebatnya dihadapanku. Tak sadar kembali kulirik jam dinding.

Pukul 22:32 !!

Gila.. hampir 20menit aku menjilat vagina Sari dan tanpa ada protes darinya?! Edan fikirku, entah kerasukan apa istriku ini. Biasanya, setiap kujilati vaginanya, tak sampai 2 menit dia akan minta stop dengan alasan risih dan tak nyaman.

Ini kemajuan.. fikirku dalam hati.

Dalam diam, kutatap Sari yang sedang menghabiskan sisa sisa orgasmenya. Lepas itu, setengah terpejam Sari beringsut bangun dan duduk dihadapanku. Diciumnya bibirku dengan lembut seraya memeluk leherku. Kemudian Sari menjorongkan tubuhnya sehingga otomatis tubuhku rebah ke bawah. Sari membuang sarungku ke belakang pintu masuk kontrakan dan menduduki pahaku. Matanya menatap mataku dan tangan kanannya menggenggam penisku dengan lembut dan dikocoknya perlahan. Lalu seperti posisi setengah merangkak, Sari mengarah ke wajahku dan mencium bibirku dengan panas. Tangan kanannya tetap menggenggam penisku sementara tangan kirinya meremas payudaranya sendiri. Nafasnya memburu seolah tak ada lagi waktu yang pas untuk melepas semua gairah yang memuncak dan bercinta kecuali malam ini. Dahi kami beradu dan Sari melepas ciumannya, ditatapnya mataku tetap dengan nafas yang cepat.

Kini, dapat kurasakan penisku digesek gesek diantara belahan vaginanya. Gesekan itu sedikit ditekan dan dipercepat dibagian klitoris Sari kemudian diseretnya kembali penisku menelusuri bagian bawah belahan bibir vagina Sari seolah tak ada niat untuk dimasukkan ke dalam lubang surgawi miliknya. Meskipun sedikit ngilu, aku ambil sikap diam. Kubiarkan Sari memegang kendali dan membiarkan dia berbuat semau hatinya kini. Disamping itu, aku penasaran karena baru kali ini aku lihat Sari begitu agresif dalam bercinta denganku.

"Hhhhh..hhhh..hhhh.. Yah, enak gak?" Tanyanya dalam nafsu.

"Apanya yang enak bunda..?" Kupancing Sari dengan pertanyaan kecil namun memancing birahi.

"Iihhss.. Ayah mah... ughh.. mau dimasukkin gak yah?" Kata Sari sambil memutar mutar kepala penisku tepat di depan lubang vaginanya.
Ingin bermain rupanya.. seperti Fitri.
Wajah Iblis Cantik itu kembali hadir dikepalaku, permainan merangsang seperti ini sering kami lakukan dulu sejak jaman sekolah.

Sial... kadung jengkel, sekalian saja kupakai gaya permainanku dengan Fitri dulu untuk menguji istriku, seberapa kuat dan seberapa lama dia mampu bertahan untuk tak memasukkan penisku kedalam vaginanya.

"Ssshhhh... ayaahh.. kok dieem? Mau dimasukkin apa ngga?" Katanya mengulangi godaannya untukku.

Oke, kuraih payudaranya, kupelintir kedua putingnya kemudian aku berbalik bertanya kepada Sari.

"Apanya yang dimasukkin bunda? Dimasukkin kemana??"

Tubuhnya seperti tersetrum, tersentak sentak karena gesekan penis di vagina dan pelintiran pelintiran di putingnya.

"Ukh.. uuukhh ukh...akh.. Ininya Ayaah.. dimasukin kesiniii.." Jelas Sari sambil meremas penisku ketika berkata 'Ininya Ayah' dan memutar kepala penisku didepan lubang vaginanya ketika berkata 'dimasukin kesini'.

Hampir saja kudorong pinggulku naik keatas. Kalau itu terjadi, penisku tentu masuk kedalam vaginanya dan tentu saja aku kalah, padahal sekarang aku bermain ini bukan dengan Fitri, kenapa harus merasa kalah?

"Ininya itu tuh apa Bunda, yang jelas atuh kalo ngomong.." pelintiranku diputingnya sengaja sedikit kupercepat.

"Akh.. khontol Ayah.. masukkinh ke hhmmmmemek bundaaa..."

Tiba tiba Sari menggelinjang, kepalanya mendongak keatas, bagian tubuhnya melengkung sedikit kedepan bahkan lutut dan pahanya gemetar hebat.

"Aaakkkhh... ssshhhhh.. oooohhh ayaaaahhh...." Orgasme besar yang kedua telah didapat oleh Sari. Padahal, kami belumlah bersenggama tapi Sari sudah orgasme dua kali. Aku benar benar takjub oleh Sari. Semua gairah tumpah ruah malam ini. Bahkan gairah Fitripun tak pernah semeledak ini.

Ah.. masih saja Fitri lalu lalang di otakku. Kapan wanita berbibir seksi itu bisa hengkang dari otakku.

Sari masih 'ngedeprok' lemas diatasku, nafasnya ngos ngosan dengan ritme yang teratur. Kini, giliranku yang bermain. Kupeluk Sari, kuputar tubuhnya agar dia dibawahku.

Sari menjerit manja,

"Auwwwhh... " dia menutup mulutnya dan melihat kearah Raka. Akupun langsung menempelkan telunjukku di bibir, takut Raka terbangun. Kami terdiam sesaat kemudian cekikikan bersama.

"Ayah isssh... berisik tauuu" kata Sari sambil mencubit ujung hidungku.

"Lah, yang teriak kan kamu, masa ayah yang disalahin?" Kataku sambil memencet putingnya.

"Aduduhh.. isshhh ayah mah..hmmm iseng ish.." katanya pura pura merajuk.

Aku tersenyum menggelengkan kepala. Ku tatap matanya, ada sinar bahagia disana. Namun entah kenapa seperti ada rasa yang tak bisa untuk kutembus dan kubaca dari sinar bahagia itu. Kelamin kami belum lagi menyatu, hanya bibir kami saja yang kini mulai memagut mesra dan bertukar lidah. Sari menjulurkan tangannya melalui sela sela perut kami berdua dan menggenggam penisku. Sari berkata sambil menggesek kepala penisku di vaginanya.

"Masukin Yah kontolnya, memek bunda udah nyut nyutan banget minta disodok sodok.."

Lagi.. sekelebat bayangan Fitri yang gemar berbicara vulgar kembali melintas diotakku. Aku tak mau begini terus, kubuang jauh jauh bayang bayang Fitri dengan cara melahap payudara Sari dan mengecup ngecupnya rakus.

"Ssshhh aahh.. hayu atuh Ayah, masukiinnh.." katanya seraya menarik penisku ke arah lubang vaginanya.

"Hmm?? Apa yang dimasukin bunda sayang?" Kulempar pancingan terakhir untuk Sari. Jujur akupun tak ingin lama lama lagi hanya bermain main seperti ini. Penisku pun butuh gesekan dinding sempit berlendir milik Sari.

"Duuhhhh.. sshh.. ayah ihhhh.. kontol ayah masukin ke memek bundaaaa.. hayuuu.." Sari menaruh kepala penisku tepat didepan lubang vaginanya. Sepertinya dia sudah sangat tak sabar untuk pertempuran yang sesungguhnya.

"Beginii..?" Kataku langsung mendorong masuk seluruh batang penisku.

"Aaahhh...iyaahh.. kayak gitu.. hufftt... goyang Yah goyang.." katanya sambil melihat ke arah kelamin kami. Aku sengaja diam, tak kugubris permintaan Sari tadi. Aku sengaja memancing lagi.

"Hhh..hhh.. ayah mah becanda mulu ihhh..." kelihatan sekali kalau Sari benar benar tak sabar dengan tingkahku. Lalu seolah tak mempedulikanku Sari mulai menggerakkan pinggulnya naik turun dan memelintir penisku didalam rongga kelaminnya. Rasa nikmat akibat 'remetan' dinding vaginanya membuatku ikut bergerak menusuk keluar dan masuk. Ada saat saat Sari menutup mulutnya agar tak membangunkan Raka, dan ada saat saat Sari menjerit kecil ditengah berisiknya suara tamparan selangkanganku dan selangkangannya. Bahkan kini, Sari menarik kedua lututnya ke atas sampai tertekuk dan terbuka penuh disamping pinggangku yang masih tetap melakukan gerakan keluar masuk. Kulihat Sari megap megap dibawah sana, sesekali matanya terpejam menikmati rasa nikmat yang mengalir keseluruh tujuh lapisan kulit kami berdua.

Aku berhenti sejenak, kuputar tubuhnya dan kuatur posisi tubuhnya dengan posisi nungging. Kembali kumasuki penisku dari belakang, Sari tambah belingsatan menahan suara desahan dengan menutup mulutnya. Tak lama kemudian,

"Hhmmppp.. hhmmpp.. hhmmmpp.. oohh...ayah ayah ayah.. bunda nyampee Yah bunda..." kupercepat dan kunaikkan tekanan sodokan penisku di vagina Sari, aku ingin bareng fikirku..

"Hmp.hmp.hmph.hemph.. OOOOGGHHHHHH... Aaahhh ssshhhhh... Ayaaahhhh... oooooooohhhhhhhhh...."
Ketika Sari mendapat orgasme ketiganya, penisku serasa dijepit erat dan seperti ada efek hisap dibawah sana. Aku kelojotan mengatasi hisapan dan jepitan di penisku yang jujur saja tak kuduga sebelumnya, dan satu satunya perlawananku untuk membalas itu semua hanya dengan menyodok sekeras kerasnya vagina Sari dan menyemprotkan seluruh spermaku didalam sana.

"Aaarrrgghhh.. grmmmhhh.. hoohh.." aku mengerang nikmat, rupanya sodokan kerasku yang terakhir membuat Sari tersungkur sampai tengkurap di kasur lusuh ini.

Aku merebahkan diri dipunggungnya, kukecup tengkuk leher Sari yang direspon dengan desahan kecil.


"Hmmmhhh.. hhh..hh.." Sari lemas..




________________¤¤_________________



Pagi ini, aku bersiap pergi ke kota untuk pembuatan SIM A ku. Aku pergi itemani oleh temanku yang biasa 'nyalo' SIM. Lumayan dapat boncengan gratis fikirku
Aku merapihkan kemejaku, Sari membantu dengan ikut merapihkan kerah kemeja.

"Dah... udah ganteng Ayah sekarang.." katanya, entah memuji entah meledekku. Aku tersenyum dan menjawab,

"Iyalah harus ganteng, kan istrinya juga 'geulis'."

"Huuu.. gombal. " kata Sari menanggapi.

"Dih.. serius. Kalo gak percaya, tanya sama Raka sana.." kataku sambil melihat Raka yang sedang serius dengan dunianya sediri.

Sari menoleh sebentar ke arah Raka kemudian menatapku sendu dan berkata penuh harap,

"Moga aja, Raka gak ngalamin apa yang kita alamin ya Yah.."

Aku terdiam sebelum akhirnya menjawab aamiin.

"Eiya bund, kamu kok tumben bener sih semalem bisa ganas gitu? Ayah sempet kaget lho.. gak biasanya kamu sampe betah dimainin itunya sama ayah... 20menit lho bund ayah maininnya.." kataku bertanya pada Sari tentang pertempuran semalam.

Sari mengalihkan pandangannya kesamping dan menjawab,

"Bunda pengen nyenengin ayah seutuhnya. Bunda gak pengen ayah bosen sama gaya bunda yang gitu gitu aj setiap kita nyampur, bunda gak mau dijadiin bahan perbandingan nantinya sama Fitri." Katanya langsung menatapku ketika mengucapkan kata Fitri.


"Hahh..??"






Yassallaaammm....
Yasallam...ketahuan kau yah..nalur istri emg kuat
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd