Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Makasih atas updatenya om @Buyuk

Yah semoga aja sih Ibey bisa mikir jernih krn sbg kepala rumah tangga mau gak mau emg harus menafkahi kluarganya..Toh,klopun dia harus kerja dgn Fitri setidaknya nanti klo udh mapan kan Sari dan anaknya bisa diboyong ke kota..
 
Makasih atas updatenya om @Buyuk

Yah semoga aja sih Ibey bisa mikir jernih krn sbg kepala rumah tangga mau gak mau emg harus menafkahi kluarganya..Toh,klopun dia harus kerja dgn Fitri setidaknya nanti klo udh mapan kan Sari dan anaknya bisa diboyong ke kota..
Terima kasih kembali suhu @Sonic110 .

Doain Ibey aja supaya jadi laki laki tegas dalam mengambil sikap. :beer:
 
Update dong hu:semangat:
Hehehe... OTW gan.. maafin yaa..
Bukan karena 'ingin didesak biar update'. Tapi murni kalo sabtu minggu gak mungkin bisa buka buka HP. Maklum, family time.. :beer:
N mohon maf juga buat suhu suhu semua, belum ada SS di bagian delapan ini. Ane usahain nanti di bagian sembilan. :ampun:
 
Hehehe... OTW gan.. maafin yaa..
Bukan karena 'ingin didesak biar update'. Tapi murni kalo sabtu minggu gak mungkin bisa buka buka HP. Maklum, family time.. :beer:
N mohon maf juga buat suhu suhu semua, belum ada SS di bagian delapan ini. Ane usahain nanti di bagian sembilan. :ampun:
Santuy Hu. Kalo pngn rame threadnya kalo boleh saran coba judul nya di ganti Hu. Hehe pngalaman ane dlu tau thread keren ini gara² asal pencet judul sih :D
 
A.K.A.R
Bagian Delapan​




Aku tiba di tempatku mengontrak sekitar pukul 9 malam. Pintu kontrakan tertutup dan pasti sudah dikunci. Kuketuk perlahan sambil mengucap salam.
Terdengar Sari istriku menjawab salam dari dalam. Perasaan ini sama seperti ketika aku menunggu Fitri di depan pintu Apartemennya kemarin, berdebar dan gelisah. Hanya bedanya, perasaanku kini berdebar oleh perasaan bersalah kepada Sari karena telah berselingkuh dibelakangnya, lebih lebih perselingkuhanku itu ternyata dengan Fitri, orang nomor satu yang mungkin akan sulit dimaafkan oleh Sari. Sementara perasaan gelisah karena aku bingung harus cerita apa aku ke Sari tentang hasilku mencari info pekerjaan di Jakarta? Tak mungkin aku ceritakan bahwa aku bertemu Fitri, bahkan menginap di apartemennya meskipun Fitri sudah menitipkan amanah permintaan maafnya yang tulus untuk Sari. Tetap saja tak mungkin kuceritakan sekarang. Aku masih mencari cara untuk menyampaikan hal itu tanpa harus menyakiti perasaan Sari mengetahui aku menemui Fitri. Dan itu membuatku serba salah. Belum lagi masalah 'uang jajan' dari Fitri dan Tyo, bagaimana aku menjelaskan asal uang itu?

'Cklek'... pintu terbuka, kutatap wajah bangun tidur Sari sejenak sebelum dia mencium tanganku.

"Masuk Yah.." ajaknya tetap memegang tanganku. Sakit, hatiku sakit.

Didalam, kulihat Raka sudah tertidur pulas dengan posisi tengkurap dan liur yang mengalir halus di sudut bibirnya. Seharusnya ini menjadi hal lucu dan menggemaskan bagiku. Tapi justru sakit, hatiku sakit.

"Bersih bersih dulu Yah.. jangan dipegang dulu anaknya. Takut kena hawa dingin dari luar.." kata Sari melihatku. Aku memang selalu membiasakan diri untuk bersih bersih sebelum menggendong atau memegang anakku setiap aku baru pulang kerja atau pergi jauh, agar hawa atau aura negatif yang menempel ditubuhku setidaknya tak ikut menempel di tubuh anakku. Hal ini baru ku ketahui setelah Raka dilahirkan. "Kebiasaan turun temurun dikeluarga Sari." Jelas Sari waktu itu.

Setelah cuci muka, tangan dan kaki, aku duduk bersandar di dinding berwarna hijau lusuh disamping kasur lipat dimana Raka tertidur. Ku belai kepalanya yang plontos, kembali hatiku sakit.

Pandanganku kini mengelilingi ruang depan kontrakan, dinding dinding yang sebagian besar sudah terkelupas lapisan cat nya, permukaan yang bergelombang akibat plesterannya yang sudah retak dan pintu yang terbuat dari bahan seadanya, hanya kaso dan triplek tanpa adanya handle kunci yang menempel disitu. Kunci pintu itu hanya sepotong bambu yang dipaku longgar agar bisa diputar menghalangi sisi pintu. Sakit, hatiku sakit ketika pandanganku kembali ke kasur lipat Raka.

Sari keluar dari ruang dapur membawa semangkuk mie rebus dan segelas kopi hitam untukku, setelah meletakkan sajian di depanku, Sari duduk sambil mengikat rambutnya.

"Makan dulu Yah, maaf ya Yah adanya cuma mie doang.." katanya sambil mengusap matanya mengusir kantuk. Sakit, hatiku sakit.

Ku tekuk lututku menutupi dada dan kulipat kedua lenganku disitu. Gestur ini, entah karena berharap agar rasa sakit ini tak terlihat oleh Sari atau bentuk ketakutanku menghadapi Sari yang tersenyum lembut kepadaku.

"Gimana Yah? Ada hasil soal info kerjaannya?" Tanyanya penuh harap.

Aku menunduk, tak kuat menatap Sari lama lama sampai akhirnya aku menangis, benar benar menangis tersedu dan dengan isak yang tak dapat kutahan lagi. Sari jelas kaget melihatku tiba tiba menangis seperti ini. Dipeluknya tubuhku sambil berkata cemas.

"Kenapa Yah? Kenapaa?" Suaranya mulai bergetar seperti ingin ikut menangis. Dia mengusap punggungku dengan lembut sampai akhirnya kudengar isak tangis darinya.

Aku menarik nafas panjang, dan kuatkan hati.

"Gapapa Bund, Ayah cuma kasian liat kamu malem2 gini masih sempet sempetnya bikinin mie. Padahal tadi kamu lagi tidur. Jadi keganggu tidurnya gara gara Ayah.." ucapku berbohong menutupi rasa bersalahku pada Sari.

"Ya Allah Ayaaahh.. gak ada sedikitpun aktifitas Ayah yang ngeganggu Bunda. Jangankan lagi tidur, lagi sakitpun Bunda bakal tetep ngelayanin Ayah. Bukti bakti Bunda buat Ayah." Katanya sambil mengusap air matanya. Sakit, hatiku sakit.

Air mataku tak lagi dapat kutahan demi mendengar ucapan Sari. Aku marah, entah kepada siapa aku patut merasa marah.

Apakah Kau lihat Sari Tuhan?!! Bukankah Kau Engkau Yang Maha Melihat?!!
Apakah Kau dengar Sari Tuhan?!! Bukankah Engkau Yang Maha Mendengar?!!
Apakah Kau rasakan ketulusan Sari Tuhan?!! Bukankah Engkau Yang Maha Mengetahui Segala Rahasia Langit?!!
Mengapa Kau biarkan aku melakukan kesalahan besar dengan Fitri sementara bakti Sari begitu besar untukku Tuhaaannn??!!!

Sari membelai rambutku dan mengecup keningku. Segala cara dia coba untuk menenangkanku, bahkan dia menyuapi mie yang tadi dia siapkan agar ku makan.

"Kaya anak kecil aja pake disuapin.." katanya berusaha bercanda. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tertawa menanggapi candaan Sari, meskipun sebenarnya hatiku justru bertambah sakit.

Hatiku baru bisa tenang setelah satu jam kemudian. Sari amat pintar menghiburku dengan candaan candaan kecil yang dia punya. Sedikitpun tak disinggungnya tentang usahaku di Jakarta mencari pekerjaan dari teman temanku.

Di akhir candaan candaannya, barulah aku berbicara sedikit serius dengannya setelah beberapa saat terdiam.

"Ayah bawa dua kabar buat Bunda, kabar yang mungkin bagus dua duanya buat bunda atau justru malah buruk dua duanya buat bunda. Tergantung bunda nanggepinnya kaya gimana."

Sari menghela nafas dan memejamkan matanya sambil mengucap bismillah tanpa suara di bibirnya.

"Berita apa Yah?" Katanya menatapku.

Kukuatkan hatiku dan bersiap menerima segala resiko yang mungkin akan terjadi nanti.

"Ayah udah ketemu sama Tyo, ngomong ngomong dia titip salam buat bunda."

"Waalaikum salam." Jawabnya tanpa bertanya lebih lanjut.

"Di kantornya Tyo bukannya gak ada lowongan, cuma aja lowongan itu buat lulusan minimal D3. Tyo udah usaha nelpon ke bagian HRD nya supaya ayah bisa kerja ditempatnya dia. Tapi gak bisa kata orang HRD nya."

-kebohongan pertama-

"Selain Tyo?" Tanya Sari.

"Selain Tyo... huufftt... gini, ayah mau kamu janji dulu. Janji supaya gak marah sama ayah.." Kuputuskan untuk bercerita tentang Fitri.

Sari memejamkan matanya, kuyakin dia sudah tahu jawaban yang keluar dari mulutku atas pertanyaannya tadi.

"Insya Allah.." jawabnya sambil menatapku.

"Selain Tyo, ada juga lowongan kerja di tempatnya Fitri..." aku menunggu respon dari Sari.

"Terus..?" Terlihat sekali Sari mengontrol perasaan hatinya saat kusebut nama Fitri.

"Ada lowongan yang bisa diisi sama ayah.. tapi ayah tolak."

-kebohongan kedua-

"Kenapa ditolak?" Pancing Sari.

" Karna Ayah sayang Bunda.." ucapku sambil menggenggam tangannya.

"Ayah gak mau kamu terus terusan nahan perasaan sakit hati seandainya ayah terima tawaran kerja di tempatnya Fitri." Kali ini aku jujur kepadanya tentang perasaanku padanya.

Sari menunduk diam kemudian bertanya kepadaku, "Kok bisa ada Fitri waktu kamu ketemuan sama Tyo?"

Aku sudah menduga, benar benar sudah menduga kalau Sari akan bertanya begitu.

"Karna Fitri dan Tyo itu suami istri. Mereka nikah taun kemaren.." jawabku melanjutkan kebohongan yang ketiga.

"Oohh.. syukur deh.." Ucap Sari entah bersyukur karena mendengar Fitri dan Tyo sudah menikah atau bersyukur karena aku menolak tawaran kerja dari Fitri. Yang mana kedua duanya adalah kebohongan yang keluar dari mulut bejatku.

Sari melanjutkan omongannya, "Rejeki kita masih panjang Yah. Mungkin rejeki kamu bukan kerja di tempat temen kamu, bisa jadi rejeki kamu ada ditempat lain selain ditempat mereka."

"Iya.." jawabku singkat sambil tersenyum.

"Terus kabar yang kedua itu apa?" Tanyanya lanjut.
Kuceritakan kebohonganku yang selanjutnya

Sebenarnya, tak semuanya bohong. Kuceritakan bahwa Tyo memberi uang jajan kepada Raka dan entah uang apalagi yang entah pula berjumlah berapa. Kuambil tas ku dan kucari amplop pemberian dari Fitri -yang kuakui pada Sari bahwa itu pemberian dari Tyo-. Aku cukup kaget namun langsung kututupi kaget itu ketika ku pegang amplop coklat dari Fitri tersebut.
Tebel juga.... bathinku.

"Ini bund.. ini dari Tyo.. yang 500 ribu itu buat keperluan kita katanya, yang 300 ribu buat jajan Raka.. itu amanah Tyo. " kuserahkan uang pemberian Tyo hasil pinjaman Tyo pada Fitri waktu di mobil tadi siang dan sisa pemberiannya kepadaku yang sebelumnya sudah kutaruh kembali di laci mobilnya.

Sari menerima uang itu, "Ini bukan hasil Ayah minjem sama dia?"

"Bukan bund.. itu Tyo ngasih.." kataku.
"Alhamdulillah.." barulah Sari mengucap syukur mengetahui uang itu bukanlah hasil pinjaman.

"Terus.." kataku.

"Yang diamplop ini, ayah juga gak tau isinya berapa. Tyo bilang sih buat modal atau buat apa aja terserah kita. Awalnya Tyo gak mau kalo uang ini dihitung sebagai utang, tapi ayah 'kekeuh' gak mau nerima uang ini kalo bukan sebagai utang. Yaudah akhirnya Tyo bilang terserah n bilang gantiinnya kapan kapan aja kalo kita udah punya uang lebih." Jelasku berbohong lagi kepada Sari. Aku tak mau Sari tau kalau dia tahu bahwa uang yang kelihatannya berjumlah lebih dari satu juta itu adalah pemberian dari Fitri. Yang ada, akan ditolaknya mentah mentah dan pasti Sari akan menyuruhku mengembalikan uang itu besok pagi.

Sari terdiam sambil menatap mataku, aku tahu bahwa dia sedang mencari kebenaran atau justru kebohongan atas ucapanku barusan. Makanya, sebelum Sari sadar buru buru kualihkan pandangannya dengan bertanya,

"Gimana bund? Mau dibuka sekarang atau besok?" Tanyaku agar perhatiannya tak lagi kepada bola mataku. Aku takut, takut ketahuan bohong.

"Huufft.. yaudah besok aja. Sekarang istirahat aj dulu. Kasian ayah cape.."

Aku tak berani membantah, Sari sepertinya masih curiga kepadaku. Makanya, lebih baik aku nurut saja dulu daripada nanti malah ketahuan semuanya. Tinggal satu hal lagi, kataku dalam hati. Amanah Fitri yang sudah benar benar tak tertahan ingin kuucapkan kepada Sari daritadi. Sambil merebahkan diri disamping Raka, aku nekat memberitahu Sari.

"Bund.."

"Yaa?" Kata Sari sambil membereskan tasku dan membawa pakaian kotorku ke belakang. Hp bututku diletakkan di meja kecil tempat Sari biasa menaruh nasi dan lauk pauknya.

"Ada salam khusus buat kamu.." ucapku hati hati sekali.

"Salam khusus..?" Tanyanya memiringkan wajah ketika masuk kembali ke ruang depan. Sari merebahkan diri seraya memintaku bergeser kepinggir. Posisinya kini ada ditengah tengah antara aku dan Raka.

"Dari Fitri, dia minta maaf secara khusus ke kamu. N dia juga bilang titip salam sayang buat Raka.. juga buat kamu." Hatiku berdebar menunggu responnya. Kulirik Sari, tampak dia sedang menatap langit2 kontrakan yang tak berplafon.

"Waalaikumsalam.." katanya tanpa panjang lebar.
"Dah bobo Yah.. besok banyak kegiatan." Kata Sari.

"Iya.." jawabku tanpa bertanya kegiatan banyak apa yang dimaksud Sari itu. Dan aku
pun mulai mengantuk karena lelahku....


Ditengah malam, aku merasa Sari seperti beranjak dari kasur. Dengan mata setengah terpejam setengah sadar, aku melihat Sari mengambil HP dan berjalan ke belakang. Tak lama, seperti terdengar suara Sari sedang menghubungi seseorang. Karena saking ngantuknya aku, aku tak menghiraukan hal itu dan kembali terlelap.



Pagi.. adalah hal kusuka dari tempat ini. Dimana ayam saling berkokok bersahutan dan kicau burung Love Bird milik tetanggapun seolah ingin mengalahkan kokok sang ayam jantan.
Diantara suara kokok dan kicau burung itu, aku menjemur badanku sambil menggendong Raka. Segelas kopi dan beberapa potong ubi sudah tersaji di meja kecil depan kontrakanku. Seperti inilah aktifitasku kalau aku sedang 'nganggur' dan tak ada panggilan kerja dari orang orang yang membutuhkan tenaga kasarku.

"Yaahh.." Sari memanggilku dari balik pintu, kuhampiri Sari dan kulihat dia sudah rapi dan cantik. Aku heran, mau kemana dia?

"Mo kemana bund?" Tanyaku heran.

"Mau ke rumah Fauzi, semalem bunda nelpon dia karna tiba tiba aja bunda keingetan sama dia. Bunda nanya sama dia apa ada lowongan buat kamu, kata dia bunda disuruh ke rumahnya sekarang. Yaaa barangkali ditempat dia ada lowongan buat kamu."

Aku teringat kejadian semalam.. Hatiku terenyuh melihat Sari sampai sebegitunya agar aku mendapat pekerjaan. Fauzi adalah saudara jauh Sari, hubungan saudara mereka terletak pada neneknya yang merupakan adik dan kakak. Sementara Fauzi sendiri tinggal di wilayah yang tak terlalu jauh dari kontrakanku. Sekitar 30 menit menggunakan angkot.

"Ayah anterin ya.." kataku pada Sari.

"Gausah, Bunda sendiri aj. Gantian bunda yang usaha. Kemarin kan kamu tuh yang usaha.. kamu di rumah aja ya, main sama Raka." Katanya sambil tersenyum.

"Yaudah.." kataku mengiyakan.

"HPnya Bunda bawa ya Yah, biar nanti bisa nelpon Uzi nya kalo udah sampe depan gang rumahnya. Semalem dia bilang mau jemput disitu."

"Iya bawa aj.. tau banget kalo HP udah ada pulsanya" kataku bercanda dibalas juluran lidah Sari.

"Iy dong.. haha" Kata Sari tertawa.

"Ongkosnya ambil aja dari uang yang Tyo kasih kemarin bund. Yang diamplop coklat gimana? Udah dibuka?" Tanyaku tiba tiba teringat soal ongkos untuk Sari naik angkot.

"Iya bunda ambil 100 ribu dari situ. Gapapa yaa?? Yang diamplop coklat belom bunda buka, gak berani. Nanti aj sore bareng kamu bukanya, soalnya kayanya bunda sampe sore Yah, gak enak juga kalo gak bantu bantu di rumah bibi sebentar, apalagi kan rumah Uzi sebelahan banget sama rumah bibi.."

"Yaudah.." kataku kemudian.

Kemudian aku mengantar Sari sampai jalan raya dan sampai dia naik angkot. Aku berdoa semoga saja tak terjadi apa apa dan semoga saja ada hasil baik setelah kepulangan Sari nanti sore. Akupun kembali ke rumah dan mengasuh Raka, putra kebanggaanku.


_______________¤¤_____________




Sore hari, kusiapkan jajanan kecil dan segelas minuman segar untuk Sari jika dia pulang nanti. Rasanya tak adil kalau tak kubalas bakti Sari semalam kepadaku.
Sambil menunggu, aku bergegas mandi bareng Raka. Raka terlihat senang hari ini, tawanya seolah anakku ini sedang benar benar gembira akan suatu hal, entah karena apa. Selesai mandi kupakaikan Raka baju yang menurutku bagus, kudandani anakku ini seganteng mungkin.

"Assalamualaikum.." terdengar salam Sari dari luar kontrakan. Bergegas kubuka pintu dan menyambut istri solehahku ini dengan senyuman hangat.

"Waalaikumsalam.." jawabku membalas salam sambil tanganku dicium olehnya.

"Udah mandi nih ganteng gantengnya bunda semua?" Kata Sari melihatku dan Raka sudah rapih.

"Udah doong.. tinggal bunda aja tuh masih bau aceem.. ya Kaa??" Ujarku bercanda sambil menutup hidung. Raka menggapai gapai tangannya seperti ingin digendong oleh bundanya.

"Bentar ya sayang, bundanya mandi dulu.." kata Sari bergegas masuk dan segera mandi.

Sekilas, kuperhatikan wajah Sari. Nampak lelah, kupanggil dan kudekati kemudian kukecup keningnya.

"Makasih ya Bunda, udah mau sabar hidup bareng sama ayah.. maafin ayah karna blom bisa bahagiain bunda kayak semestinya.." ujarku tulus untuknya.

Mata Sari berkaca kaca, dia menunduk sambil menjawab.
"Gapapa Yah, malah bunda yang minta maaf karna belum bisa jadi istri yang baik buat ayah.. udah ah.. bunda mandi dulu, ntar malah baper lagi.." ujarnya sambil berlalu.



Lepas maghrib, aku Sari dan Raka bercengkrama di ruang depan. Sedikitpun tak kusinggung soal hasil Sari ke rumah Uzi saudaranya itu. Aku tak ingin menjadi suami yang seolah memang mengharapkan pekerjaan atas campur tangan bantuan dari istriku. Meskipun pada kenyataannya saat ini, memang itulah yang terjadi. Sampai pada akhirnya, Sari melontarkan pertanyaan itu kepadaku.

"Ayah gak penasaran sama hasil Bunda nyari info soal kerjaan di tempatnya Uzi?"

"Hmm.. bukan gak penasaran bund, ayah cuma gak mau mulai nanya, ayah gak pengen kok kesannya suami ngarepin ditolong sama istrinya. Padahal, ayahlah yang harusnya nanggung tanggung jawab buat Bunda n Raka. Bukan kebalikkannya." Ujarku lembut menjelaskan.

"Ishh.. ayah mah gitu terus.. yaudah bunda kasih tau hasilnya." Katanya sedikit merajuk.

"Ditempatnya Uzi ada lowongan, cumaaaa posisinya itu OB ngerangkap kurir gitu Yah, kalo pagi beres beres kantor, selesai beres beres nanti kamu antar barang barang ke customer customernya dia. Nah, kamu mau gak? Soalnya kata Uzi, takutnya kamu gak mau kalo jadi OB. Itukan kerjaan rendahan katanya." Jelas Sari kepadaku soal hasil yang dia dapat dari rumah saudaranya itu.

Aku balik bertanya kepada Sari, "Menurut kamu gimana? Kira kira gimana perasaan kamu kalo ayah jadi OB plus plus gitu?" Sengaja kupancing Sari untuk mengetahui reaksinya jika nanti aku benar benar menerima tawaran kerja menjadi OB tersebut.

"Bunda bakal bersyukur, gak peduli jabatan ayah apa. Yang penting Ayah punya kerjaan tetap n gak lagi kebanyakan nganggurnya. Justru, bunda yang harusnya nanya gitu, ayah mau gak jadi OB plus plus kayak gitu.."

Aku tersenyum lega.. bangga rasanya mempunyai istri seperti Sari.

"Jangankan OB, jadi tukang semir sepatunya para karyawanpun ayah mau, yang penting bunda ikhlas, bunda ridho buat semua hasil kerjaan yang ayah kerjain nanti." Kataku.

"Tapi ada satu lagi yang jadi ganjelan Yah.." kata Sari sedikit merubah mimik wajahnya.

"Apa tuh..? Pasti minta uang ya kantornya Uzi.. kantornya dimana sih"

"Iya.. kantornya di Cikarang sana n minta uangnya juga gak gede sih.. cuma tiga juta, trus kata Uzi bisa dicicil tiap bulan, itu sih gak masalah menurut bunda. Terus kamu juga paling gak harus punya SIM A, karna nganter nganternya pake mobil gitu.. nah ini yang bikin bingung bunda, bikin SIM nya pake uang darimana.." jelas Sari.

Aku sudah menduga. Benar benar sudah menduga akan ada 'uang pelicin' untuk kerjaan ini. Aku terdiam, memikirkan langkah apa yang harus kuambil berikutnya. Sampai tiba tiba...

"Eiya bund... amplop coklat yang kemaren dari Tyo mana?" Tanyaku pada Sari. Aku benar benar lupa dengan uang yang diberikan Fitri -yang kuakui pada Sari bahwa itu adalah pemberian dari Tyo- tempo hari.

"Ooohhh iyaaaa..... Alhamdulillaaaahhh.." kata Sari gembira. Lupa juga dia ternyata soal amplop itu.

Sari bergegas mengambil amplop itu di lemari dan memberikannya kepadaku. Dengan segera, ku buka dan aku terkejut. Kuhitung berdua dengan Sari, ada 5 juta dalam genggamanku saat ini. Aku terkejut bukan karna apa, kalau mengingat masa kerjaku dulu sebelum aku menikah, mungkin jumlah ini termasuk jumlah yang 'biasa saja'. Tapi jika dilihat dari kondisiku saat ini, jumlah ini terasa besar sekali. Bahkan sanggup membuat jantungku berdebar.

"Banyak banget Yah.. beneran ini dari Tyo.." kata Sari tak percaya.

"Iya, ayah juga gak ngira segini banyaknya. Alhamdulillah bund.." kataku menanggapi.

"Ngaturnya gimana nih uang segini banyak?" Tanya Sari kemudian.

Aku berfikir sejenak, lalu kukatakan pada Sari bagaimana seandainya bayar uang pelicinnya setengah dulu dan sisanya dicicil per bulan. Sisanya, untuk biaya bikin SIM A, bayar hutang segala macam dan pegangan kami untuk beberapa waktu ke depan. Tanpa banyak berfikir, Sari setuju denganku.

Aku menarik nafas dan merasakan sesuatu dalam hatiku. Sedikit.. meskipun cuma sedikit saja, aku bisa merasakan angin perubahan untuk kami.

Tanpa harus kembali ke Jakarta, ke Tyo..... dan juga ke Fitri.



Mungkin ini lebih baik untuk kami semua.





Alhamdulillah...
 
Santuy Hu. Kalo pngn rame threadnya kalo boleh saran coba judul nya di ganti Hu. Hehe pngalaman ane dlu tau thread keren ini gara² asal pencet judul sih :D
Ada alasan tersendiri kenapa cerita ini diberi judul A.K.A.R huu... tanpa mengurangi rasa hormat ane buat suhu @Pnmnxx96, nanti akan tiba waktu yang pas untuk A.K.A.R disebutkan dalam cerita. :ampun: :ampun: :ampun:
 
"Gapapa Yah, malah bunda yang minta maaf karna belum bisa jadi istri yang baik buat ayah..

Semoga tidak ada apa apa dengan sari..
Makasih updatenya hu..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd