Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Oalah meleset dugaan ane kemarin gan, tepuk tangan. Ya kalau soal strata ya susah, ane bae yg sudah jalani ny masih berasa canggung punya mertua jauh berada biarpun dia baik, tapi harus tebal muka menghadapi fitnah orang sekitar. Di tunggu next ny gan..
Mungkin itu juga yang jadi salah satu pertimbangan dari Ibey kenapa dia gak milih Fitri, omongan tetangga.. coba nanti ane tanyain n konformasi sama Ibeynya Hu...
Hehe.. :Peace:
 
A.K.A.R.
bagian Enam​



Satu menit yang telah berlalu, akan menjadi bagian masa laluku. Dan satu menit yang akan datang menjadi bagian misteri untuk masa depanku. Begitupun saat ini, satu menit yang lalu aku tak menyangka akan mendengar sesuatu yang akan membuatku terhenyak.

"Kalau begitu, bercintalah denganku malam ini sampai pagi datang.."

Belum juga hilang kata kata itu dari telinga dan syaraf ingatanku, Fitri memegang kedua pipiku dan berhasil membuatku kembali terhenyak.

"Kalau rasa sayang itu tak mungkin kamu bawa pulang kesana, maka luapkanlah disini bersamaku.. hanya bersamaku."

Satu yang kuhapal dari Fitri ialah, kalau dia sudah menggunakan istilah 'aku' dan 'kamu', artinya itu adalah ucapan tulus dan serius yang keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

Aku segera mengontrol diriku, coba untuk menguasai rasa emosional yang hampir saja membuncah saat ini. Ku pegang balik kedua pipinya.

Bola mata itu.. demi apapun Fit, demi apapun.

Ku kecup keningnya dengan sepenuh penuhnya perasaan yang kumiliki untuknya. Bahkan seingatku, aku tak pernah mengecup kening Sari istriku dengan perasaan sedalam dan seemosional ini. Badannya bergetar karena isak tangis yang ditahan.

"Aku kangen Bey... aku kangen.."

Belum kulepas kecupanku dari keningnya, aku ingin melepas semua rasa ini sekarang sampai tak ada lagi sisa rasa yang akan terbawa pulang nanti. Lebih baik untukku, lebih baik juga untukknya.

Fitri merangkul bahuku erat, sangat erat. Lalu entah bagaimana, atau entah siapa yang memulai lebih dulu, bibir kami mulai bertemu dan saling memagut. Lembut, tak ada paksaan, manis namun menyimpan bara panas dalam jiwa. Dan entah siapa yang lebih dulu memulai, pakaian kami terlempar sebagian di sofa dan sebagian lagi terlempar entah kemana.

"Ssshhhhh... Bey,, ukh sayang..." erang Fitri dan menggidik ketika ku kecup bagian bawah telinganya, titik sensitif wanita ini.


Sekilas, aku teringat Sari. . .

________________¤¤_____________

2.5 tahun yang lalu, di suatu dusun kecil.


"Assalamualaikumm....."
"Alaikumussalaamm....."

Seorang wanita paruh baya menjawab salamku sambil melihatku heran ketika kudekati dia, dengan segera kucium tangannya sebagai tanda hormatku kepada beliau.

"Saha... -siapa- ?" Tanyanya kepada seorang wanita cantik disebelahku.
"Rerencangan Sari ti Jakarta Umii.. -teman Sari dari Jakarta Buu..-" Jawab Sari menjawab pertanyaan Ibunya. Aku hanya terdiam karena jujur aku tak mengerti bahasa asli dari Jawa Barat.

Lalu wanita yang biasa dipanggil Umi oleh anak anaknya itu tersenyum hangat, sungguh hangat dan teduh kepadaku. "Sudah dikasih air minum sama Sari Nak?" Tanya Umi kepadaku dalam bahasa yang dimengerti olehku.

"Sudah Bu.." jawabku sopan sambil tersenyum.
"Panggil Umi saja..." kata Umi kepadaku.

Aku menggenggam tangan Umi yang kurus dan sedikit hitam, namun aku yakin dengan tangan inilah Umi mendidik anak anaknya termasuk Sari menjadi pribadi yang santun dan bermartabat tak mudah menyerah, sabar dan amat menghargai orang lain walau dengan pemikiran yang berbeda.

"Umi cepat sembuh ya Mii.. Bayu pengen kenal sama Umi lebih dekat, pengen kenal lebih jauh sama wanita hebat yang udah ngelahirin dan mendidik wanita luar biasa seperti Sari." Tulus ku ucapkan itu kepada Umi yang sedang terbaring di dipan kayu sederhana ini.

Hari ini adalah pertama kalinya aku nekat pergi ke kota Nanas dan nekat mencari rumah Sari hanya dengan modal alamat yang di SMS Sari kepadaku. Ya, meskipun aku telah berjanji pada Pitcung bahwa aku akan menjauhi Sari dan sebisa mungkin akan melupakannya, tapi hati tetaplah hati. Aku tak bisa berpaling sepenuhnya dari Sari begitu saja, meskipun ku akui hubunganku dengan Pitcung makin kesini makin erat dan dekat. Banyak yang mengira aku dan Pitcung adalah sepasang tunangan yang sedikit lagi pasti akan menikah. Aku hampir saja meng'iya'kan anggapan mereka dan sudah berfikir bahwa aku nikahi saja Pitcung sekalian. Toh kami berdua sudah sering bercinta meskipun tak pernah sedikitpun ku berfikir untuk menjebol perawannya. Hanya saja ketika ku bicarakan hal ini kepada orang tuaku, mereka memintaku untuk berfikir lebih matang dan panjang. Bahwa perkara menikah bukan melulu soal cinta, ada hal lain selain itu. Cinta memang diperlukan, tapi pengaruh akan kelangsungan cinta itu sendiri akan terlihat pada tingkat kebutuhan memenuhi taraf hidup. Cinta memudar seiring bertambahnya kebutuhan dan gaya hidup yang tak akan pernah cukup. Tapi cinta akan terus ada mengiringi mereka yang menerima keadaan pasangannya masing masing dengan apa adanya. Kira kira seperti itulah nasehat kedua orang tuaku saat itu.

Atas dasar dari nasehat itu, aku menimbang nimbang posisiku nanti dengan Pitcung. Apakah dia akan tetap menghargaiku sebagai suaminya nanti yang notabene dari kalangan biasa saja?

Aku bertaruh dengan diri dan nasibku sendiri. Mulai kubuka hubunganku kembali dengan Sari melalui SMS, telpon atau sekedar Inbox di media sosial di belakang Fitri. Aku tak ingin Fitri tahu karena hanya akan merepotkan saja nantinya. Lebih lebih, jatah enakku akan berkurang drastis juga nanti. Haha..

Dan disinilah aku sekarang, dengan sedikit memaksa Sari agar mengizikanku main ke rumahnya dengan alasan 'biar tau dunia luar n biar gak mentok di kampung sendiri' akhirnya Sari memberi lampu hijau untukku main ke rumahnya.

Sebelumnya lewat telepon, Sari memberi tahuku perihal kondisi rumah serta keadaan Uminya yang sudah sakit tahunan. Aku katakan padanya bahwa aku ingin main dan bertemu dengannya, bukan dengan kondisi rumahnya.

"Nama panjangnya siapa Nak?" Tanya Umi kepadaku dengan suara pelan dan lemah.

"Bayu Baskara Mi.." jawabku tetap menggenggam tangan Umi.

"Angin Matahari, bisa hangat bisa juga meneduhkan.." jelas Umi.

Aku yang tak begitu mengerti maksudnya hanya bisa tersenyum.

"Yaudah Umi istirahat ya. Bayu minta izin keluar sebentar minta anter sama Sari buat beli beberapa barang di pasar."

Aku memang sengaja ingin membelikan beberapa kebutuhan pokok untuk Sari, bukan maksudku menghina atau apa, niatku hanya ingin membantu saja. Tentu saja aku beralasan pada Sari minta antar ke pasar untuk beli makan siang untuk Umi, untukku dan juga Sari serta adik adiknya yang berjumlah dua orang, Ratih dan Azam.

Setelah diberi izin oleh Umi, Sari memintaku menunggu sebentar di 'bale' depan rumah sementara dia bersiap siap di dalam kamarnya. Selang 15 menit kemudian, Sari keluar dengan kecantikan luar biasa khas gadis Jawa Barat. Wajahnya hanya beralas bedak tipis, bibirnya yang tipis hanya disentuh dengan polesan lipgloss berwarna pink, rona merah yang tersembul di pipinya akibat sinar matahari menambah kecantikan alami dari wajah Sari. Rambutnya dibiarkan terurai melewati sisi kiri leher jenjangnya yang putih bersih. Matanya yang lembut dan teduh sesekali menunduk dan melirikku diam diam seraya tersenyum manis. Manis sekali anak ini.

Aku terpana... benar benar terpana oleh kecantikan asli gadis ini, tanpa sadar mulutku mengeluarkan bunyi yang mungkin akan dicatat sebagai rencana takdir oleh malaikat seantero jagad langit diatas sana.


"Dia... dialah yang akan menjadi istriku nanti..."


______________¤¤_______________


Kamar 505...


Hatiku tertusuk mengingat pertama kalinya aku mendapat firasat bahwa Sarilah yang akan menjadi istriku kelak. Namun, ciuman ciuman yang semakin panas dari Fitri seolah melenyapkan sakit di hatiku. Meskipun mungkin hanya sementara.

"Akh... Fit... sshh..." aku memekik kecil ketika Fitri menggigit puting dadaku, posisiku kini berbaring di sofa sementara Fitri diatasku dengan posisi seperti merangkak sambil memainkan puting dadaku dengan lidahnya, giginya, bahkan dengan bibirnya. Ngilu dan nikmat yang kurasakan ketika Fitri menghisap dan menjilati puting dadaku. Setelah puas disitu, Fitri membangunkanku agar aku duduk bersandar sementara dia beringsut turun ke arah bawah sofa, dengan mata yang masih sedikit lembab namun dikuasai oleh gairah, Fitri membuka kancing celanaku dan melepasnya berikut dengan celana dalamku. Terpampanglah sudah dihadapan wajahnya penisku yang tegang, digenggamnya dengan lembut, dikocoknya dengan perlahan, Fitri menatap mataku meminta persetujuan. Aku yang sudah terlanjur terjebak dalam romansa panas penuh kenangan ini hanya mengangguk pelan memberi persetujuanku untuknya.

Fitri seolah menemukan kembali miliknya yang hilang. Diusap usapnya penisku di pipi kiri dan kanannya, dihirupnya dalam dalam aroma penisku dan ditempelkannya penisku di bibir seksinya yang terbuka lebar, lalu Fitri mencium cium batang penisku dengan aura nafsu yang amat kentara dan kental.

"Hmmmm....hmmm.. cup... cuph... hmmmm.. ooohhh... " racau Fitri kehilangan kendali begitu penisku ada dalam genggamannya. Tak butuh waktu lama untukku merasakan hangatnya penisku dalam rongga mulut Fitri. Dengan buas dan penuh nafsu, Fitri benar benar melahap penisku habis habisan. Malahan, masih dengan mulut yang penuh Fitri berusaha membuka kaitan Bra nya yang berwarna merah itu.

Gila fikirku.. payudara Fitri bertambah besar dan tak lagi mancung. Melainkan bulat sekal dengan puting berwarna coklat muda. Aku yang melihat payudara Fitri bertambah bulat dan sekal menjadi gemas dibuatnya serta merta meraih payudara bulat itu dan memelintir putingnya dengan kecepatan dan tekanan yang sedang. Mendapat stimulasi di area putingnya, Fitri menambah gairahku dengan kocokan cepat penisku dimulutnya sementara tangannya meremas remas payudaranya sendiri.

"Gghmmm.. hmmm.. hmmm... oookhh.. slurp slurp slurps..."

Makin cepat saja Fitri memompa penisku dengan rongga mulutnya. Aku tak ingin selesai cepat.. kutarik dan kulepas kepala Fitri, kuangkat dan kugendong tubuh Fitri, Fitri menciumku bibirku lagi dengan buas dan aku tak peduli dengan kenyataan bahwa di bibir itu ada bekas penisku sendiri. Fitri melingkarkan kakinya ke pinggangku yang kini sudah benar benar telanjang. Fitri sendiri masih memakai celana dalam model string berwarna senada dengan Bra nya, merah.

"Hhh... hhh...hhh..." dahi kami beradu dan mata kami saling menatap penuh gairah.

"Ranjang..." ucapnya.
"Dimana..?" Tanyaku.

Fitri mengarahkanku sambil mencium bibirku bertubi tubi. Setelah sampai di tepi ranjang tidurnya, Fitri mendorongku sampai aku jatuh terlentang di ranjang empuknya. Kemudian Fitri naik dan berdiri mengangkangi badanku. Tetap dengan nafasnya yang memburu, Fitri menurunkan satu satunya kain yang menempel di tubuhnya. Celana dalam itu kini dilemparnya ke dadaku, Fitri tetap berdiri mengangkangiku dan menatapku nanar. Tak jauh berbeda dengan Fitri, akupun menatap nanar vagina yang kini ada diatas perutku. Bersih dan tanpa bulu.

Fitri mundur satu langkah, kakinya kini ada diarea betisku. Lalu dengan gerakan perlahan, Fitri beringsut turun dan jongkok mengangkang diatas betisku. Penisku mengeras maksimal demi melihat lubang mungil yang terpampang jelas olehku. Tangan lembutnya mengelus pahaku kemudian dengan gerakan erotis, kepalanya turun dan menjilat paha, selangkangan, buah pelir kemudian batang penisku. Tak berhenti sampai situ, Fitri melanjutkan jilatannya ke pusar dan menggerak gerakkan payudara bulatnya sementara penisku tepat berada di tengah tengahnya.

"Ahh... Fit... sshh.." jilatan Fitri turun lagi ke kepala penisku, sebentar disitu kemudian naik lagi ke pusar dan penisku kembali terjebak di belahan nikmat payudaranya. Aku menarik lengan Fitri agar beringsut naik, Fitri menurut tapi hanya sebentar. Karena kemudian, Fitri menggesek vagina gundulnya di batangku yang jelas keras. Maju dan mundur, becek dan hangat cairan yang keluar dari vaginanya.

"Oohhh.. Beeyyy.. gw kangenhh saat saat kaya gini..ouuuhhh...ssshhh.. Ibhheeyyyy....auuuhhh..." racaunya ketika ku ganggu goyangannya pinggulnya dengan pelintiran jariku di putingnya. Sejurus kemudian, Fitri menaikkan pinggulnya melewati perut dan dadaku. Dengan bergoyang maju mundur nafsu, posisinya kini jongkok diatas wajahku. Amat jelas bentuk vagina Fitri di depan mataku. Masih dengan warna dan kesegaran yang tak berubah dengan ingatanku. Atau mungkin hanya itu yang mampu kuingat tentang warna dan tekstur dari vagina Fitri.
Sedikit mengingat ingat aromanya, ku hirup aroma vaginanya. Ada sedikit perbedaan dengan aroma vagina Fitri jaman kami masih single dulu. Aromanya kini lebih tajam dan khas.

"Jilatin Bey..." Fitri menunduk menatapku dan memohon agar aku mau memberikan sedikit oral service pada vaginanya.

Aku mulai dengan mencium lembut bibir vagina Fitri, basah dan hangat. Lanjut dengan ku gelitiki tonjolan kecil diantara bibir basah itu. Fitri menggila dan menggeliat.

"Aaahhh... Bheeyyy.. aahh aahh.. enak Bheeyy.. itil gw gatel Bheey.. garuk Bheey.. aahhh.. pake lidahlu Bheeyy.." desahnya sambil kulirik dan kulihat tangannya meremas remas kencang payudaranya sendiri.

"Ooohhh.. udah lama banget... sshhh.. terus Bhey.. jangan berenti.."
"Ooh oh oh Bheeyyy.. oh oh aahh."

Selama 10 menit mulut dan lidahku diperkosa habis habisan oleh Fitri sebelum akhirnya wajahku hilang ditekan kuat oleh pinggul Fitri yang mencapai orgasme pertamanya.

"Huuuuuuuussshhhh... aaaakkhhh.. akh.. Ouukkhhh...ahssssssshh..." cairan vaginanya keluar sampai melumuri wajah dan sekitar mulutku. Kemudian Fitri melorot turun ke perut dan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku.

"Hosh... hoshh.. hoshh.. tunggu sebentar, 3menit.." katanya.

Aku diam saja sambil mengelus elus rambutnya. Pinggulnya masih terasa berkedut kedut diperutku. Belum habis rupanya, fikirku.

Lebih dari tiga menit aku masih membelai belai rambut Fitri, hampr saja aku berfikir kalau Fitri tertidur sebelum akhirnya kurasakan putingku kembali dikecup kecup lembut olehnya. Kecupan kecupan itu kembali membuat penisku berdiri tegang setelah tadi hampir ikut 'tertidur'. Setelah puas dengan putingku, bibir Fitri naik dan memagut bibirku. Kami berciuman dengan lembut kali ini. Dengan nafas yang kini lebih teratur, Fitri duduk setengah mengangkang ditopang oleh kedua lututnya di sisi perutku. Fitri merapihkan rambutnya yang sudah acak acakkan akibat pertempuran pertama tadi, tubuhnya sedikit melengkung ke depan yang berimbas pada buah dadanya menjadi tambah membusung dan bulat saja. Dengan telapak tanganku, kutelusuri pinggul bulat sempurna dan perut yang rata itu dan tanganku berhenti tepat di atas buah bulat nan sekal milik Fitri lalu meremasnya lembut.

"Hmmmmhh.." Fitri melenguh perlahan sebelum berkata padaku.
"Gantian...."

Kutatap Fitri yang sedang mengelus elus klitoris dan bibir vaginanya sambil beringsut makin turun ke arah batang keras itu berada. Digenggamnya batang itu kemudian di elus elusnya beberapa saat di belahan vagina dan klitorisnya sebelum akhirnya dengan perlahan Fitri memasukkan batang itu ke dalam lubang vaginanya.

Bless... Fitri terpejam meresapi momen momen itu, sementara aku terdiam kaku karena jujur saja aku tak menyangka Fitri akan memasukkan batang kemaluanku kedalam lubang vaginanya. Entah karena aku yang masih takjub atau karena lubang vagina Fitri yang sudah terlalu licin, aku tak sadar bahwa penisku kini sudah tenggelam penuh didalam vagina Fitri.

"Eh.... Fit..." aku hendak mengatakan sesuatu sebelum akhirnya dipotong oleh Fitri.

"Ssstt.. huufftt.. oohh.. tenang Bhey.. tenang.. gw udah gak perawan. Gw udah nikah n udah jadi istri orang..."

Belum hilang rasa terkejutku, Fitri mulai bergerak aktif diatasku. Mulai dari pinggulnya yang berputar, maju mundur dan kini naik turun di atas penisku.

"Ooohh.. ahh..ssshhh ahh ahh.. gw udah gak perawan Bheyy.. gw udah nikah n ud jadi istri orang.."

Gila.. benar benar gila.. ini salah.. ini salah.. bathinku coba mengingatkanku bahwa ini sudah terlalu salah. Sementara nafsuku meraup kesadaranku dan membiarkan kenikmatan dunia bernama Fitri bermain diatas perut dan penisku.

"Ooohhss.. gw udah gak virgin Bhey, n sayangnya bukan lu yang ambil perawan gw.. ooohhh... enak Bhey.. oohh enaakkk bhey..." Fitri terus meracau sambil memutar pinggulnya memelintir penisku dengan cepat.

Tiba tiba kembali ku teringat dengan istriku Sari...


Bunda... apa yang udah ayah lakukan...


_______________¤¤______________


Ciater, 2 tahun silam.


"Sari mau gak jadi calon istri Bayu?" Pertanyaan itu timbul begitu saja dari bibirku setelah 15 menit lamanya kupandangi wajah cantik dan manis milik Sari. Taman asli dan asri di daerah pegunungan ini menjadi pilihanku dan Sari untuk berjalan jalan menikmati libur akhir minggu. Ini adalah ke empat kalinya aku main ke rumah Sari, dan keluarga Sari tak pernah mempermasalahkan kedatanganku karena mereka menilaiku cukup baik untuk takaran seorang pria dari kota. Aku pernah bertanya pada Sari mengenai bapaknya, rupanya pertanyaan itu sempat membuat Sari sedikit sedih. Dari ceritanya, bapak Sari telah meninggal dunia karena sakit stroke dan kini sudah dimakamkan dikampung halamannya di daerah Sleman, Jawa Tengah. Dari situ, aku paham asal dari Triningtyas nama panjang Sari yang mempunyai ciri khas suku Jawa.

"Hmmm..? Gak salah denger? Bayu kan udah punya Fitri.. jangan macem macem deh, Sari gak mau dapet masalah nantinya ah, gara gara becandaan Bayu kaya gitu."
"Lagian.." lanjutnya
"Masa nanyanya cuma jadi 'calon istri' doang.." dia tertawa renyah dan menganggap pertanyaanku sebagai bercandaan semata saja.

"Eiya ya.. salah nanya dong yah Bayu.." jawabku setengah bego.

Sari menutup mulut dengan tangannya menahan tawa. Manis sekali anak ini gumamku tak henti henti.

"Iya dehhh... diganti pertanyaannya.. ehmm.." aku bersiap siap dan Sari hanya tertawa dan menggeleng ringan sambil menepuk nepuk dahi dengan ujung jari jari lentiknya. Masih menganggapku bercanda mungkin.. kuraih jarinya dan kugenggam penuh perasaan sambil kutatap wajahnya.

"Sari Triningtyas binti Pardi Sukarjo, maukah kamu memberiku izin jika nanti kudatangi orang tuamu dengan maksud melamarmu menjadi istriku?" Ucapku sungguh sungguh. Kulihat Sari cukup terkejut dengan kata kataku barusan. Sari memalingkan wajahnya menatap entah kemana, ada sedikit senyum simpul di bibirnya. Dan rona merah itu kembali tersembul di kedua pipinya. Gemas kali aku dibuatnya.

Kemudian dia menoleh kearahku, tersenyum manis dan menatap mataku dengan matanya yang teduh.

"Bayu Baskara bin Pulan..." Aku langsung terkekeh mendengar kata Pulan yang diucapkan oleh Sari.

"Ffffuuuuuuulann..." godaku pada Sari dan berhasil membuat dia malu seraya menghentak hentakkan kakinya di tanah.

"Iiihhhhh Bayu maaahhh... ga jadi lah jawabnya..." katanya cemberut, bibir tipisnya maju dan rona merah itu semakin jelas memapari pipi halusnya. Aku gemas, gemas sekali pada Sari. Dan itu membuatku tambah yakin bahwa dialah yang akan menjadi istriku nanti.

"Iya iya, maap maap.." jawabku sedikit iseng menggodanya.

"Gak LU-CU..."
"Huh..." Fitri melengos membuang muka dan aku semakin geli dibuatnya.

"Haduuuhh ya ampunn Sarii Sari." aku mengatur nafas setelah puas tertawa.

"Oke, serius.. Bayu mau denger jawaban Sari sekarang. Tapi kalo ga bisa jawab sekarang atau ternyata Bayu gak di izinin buat nemuin Umi, yaudah gapapa. Tapiiii... Bayu bakal terus usaha supaya Sari kasih izin buat Bayu nemuin Umi n ngelamar Sari." Ucapku serius kali ini.

"Fitri gimana..?" Tanya Sari tanpa melihatku.

"Fitri gapapa, udah Bayu bilang kan berkali kali kalo Fitri itu cuma sahabat Bayu, gak lebih." Ada perasaan bersalah yang timbul karena ucapanku sendiri barusan. Di satu sisi, aku baru saja mengingkari perasaanku sendiri bahwa sebenarnya akupun masih memiliki rasa untuk Fitri di hatiku kini, meskipun rasa untuk Sari jauh lebih besar dan jauh lebih berwarna.

Sari berdiri dan mengulurkan tangannya

"Jalan jalan sebentar yuk, abis itu kita pulang.." kata Sari mengajakku.

"Ayo..." kataku.

Disepanjang jalan setapak taman asri ini, Sari menggenggam tanganku.

Aneh, bagaimana hanya cuma gandengan tangan saja mampu membuat seluruh dunia dan isinya serasa ikut bergetar mengiringi getaran hatiku kini.

"Bay..." Sari menoleh kemudian menunduk.

"Hmm..?"

"Sari tau gimana deketnya Bayu sama Fitri, terus bukan cuma itu aj siii.. Sari juga udah tau gimana 'deket'nya Bayu sama Fitri dalam tanda kutip.." Kata Sari memberikan gestur kutip pada jarinya.

"Maksud Sari???" Aku bersiap mendengar kemungkinan penolakan atas niatku melamarnya.

"Sari gak mau mentang mentang udah dilamar nanti, terus Bayu ngerasa berhak milikin Sari secara penuh n ngelakuin hal yang biasa Bayu lakuin sama Fitri. Sari mau ngasih semuanya nanti kalo Bayu ud denger ucapan SAH dari saksi saksi pernikahan kita nanti." Ucap Sari menggenggam erat tanganku.

Demi apapun, mendengar ucapan Sari membuat langkahku berhenti, seluruh bulu kudukku berdiri, dan pandangan mataku tak lepas dari senyum manis Sari.

Aku mengontrol emosiku, mengatur nafasku dan berkata, "Bahkan Fitri sekalipunn gak mampu bikin Bayu sebahagia ini Sar... terima kasih ya."

Sari tersenyum dan menjawab, "Pulang yuk..Sari temenin Bayu nemuin Umi. Lamar Sekarang juga.."


_________________¤¤_______________


Kamar 505...


"Aaahh... aahh.. uuuhhh..Enak Beey.. enak..." Fitri terdengar berisik dengan desahannya.

Entah kenapa tiba tiba saja aku menjadi emosi setelah ingatan tentang kenekatanku untuk melamar Sari kala itu datang di fikiranku. Dengan keras kuhentakan penisku berkali kali menghujam vagina Fitri yang semakin belingsatan jongkok diatasku. Ku rebahkan Fitri, kulepas penisku sejenak dan memutar posisi kami hingga aku ada di atasnya sekarang. Kutekuk kakinya dan kutahan dengan lenganku hingga kedua lututnya hampir saja menyentuh payudaranya. Kumasukan kembali penisku kedalam vaginanya.

"Uuugghhh.....sshh.."Fitri mulai mendesah.

Tanpa babibu, langsung kugenjot dengan kecepatan penuh dan tanpa henti. Fitri menjerit keenakan sejadi jadinya,

"Aaaahhh.. aaahh aahh.. mentookk anjiiinng.. aaahh.. ngentot.. aakkhh.. enakh bangsaaattt.. akhh akhhh.. Dikit lagi.. dikit lagi Bheeyy... anjiiiinnggg" Aku tak perduli, terus kugenjot Fitri tanpa menurunkan kecepatanku.

"AKHHHH.. IBHHHHEEEEYYY... HHHHHUUUUUUGGGGGHHH..."

Fitri mengejang, kakinya bergetar hebat, matanya terbuka lebar dengan mulut yang terbuka lebar juga.

Kudiamkan selama 5 detik..

"Hoshh.. hosh.. bentar Bhey.. lemesshh.." Fitri terpejam lunglai.

Aku tak perduli, tubuhnya kini kuputar dan kuposisikan dengan posisi menungging.

"Hhmm.. bentar dulu sayang.. lemeesshh.." kata Fitri.

Aku tak perduli, kembali kuhujam vagina Fitri dari belakang dan kembali dengan kecepatan penuh. Aku tak perduli, benar benar tak perduli dengan desahan desahan Fitri yang memintaku berhenti sebentar.

"Hgg..hgg...hgg... ooohhh.. oohh.. hmmppphh.. Ibey.. oh.. bentaran dulu.. akkkhhhh..."

Fitri jatuh tengkurap karena saking kencangnya sodokan penisku pada vaginanya. Posisi ku kini seperti posisi push up, hanya pinggulku saja yang naik turun tetap dengan tempo cepat.

Fitri menggenggam sprei atau bantal atau apapun yang bisa diraih oleh tangannya, kakinya setengah terbuka dengan pinggul sedikit naik memberiku alasan untuk menampar nampar pantat halus itu dengan selangkanganku. Wajahnya kadang ditekan ke spring bed demi meredam jeritan jeritannya. Wajah Fitri memerah, keringatnyapun sudah membanjir. Aku tak perduli.
Kuputar Fitri menghadapku, Fitri lemah tak berdaya, kakinya kulebarkan dan kuposisikan tubuhku diatasnya. Dengan mata setengah terpejam dan nafas yang sedikit ngos ngosan Fitri tersenyum kepadaku,

"Gila kamu.." katanya.

Penisku kembali masuk dan maju mundur di vaginanya. Dengan tempo sedang ku hujam vagina Fitri.
Fitri hanya bisa mendesah pelan akibat letih yang terlalu sangat.

"Uh.. uhh.. uuuhh.. akhirnya Bey, kontol lu bisa reunian sama memek gw Bhey.."

Emosiku memuncak mendengar itu, tangan kananku mencengkram lehernya sementara tangan kiriku meremas payudaranya dengan kencang. Kunaikkan tempo hujaman penisku kembali dengan tempo cepat, dan Fitri kembali menjerit nikmat..


Reunian...


________________¤¤________________



Aula sekolah, 1 tahun 7 bulan yang lalu..


Aku memaksa Bakal Calon Istriku untuk ikut reunian yang diadakan oleh alumni angkatan sekolahku dengan alasan sekalian jalan jalan dan mengenalkan Sari kepada orang tuaku sebelum mereka datang ke rumahnya dan melamar secara resmi. Awalnya Sari menolak dengan alasan gak tega meninggalkan Umii di rumah. Aku sampai harus meminta izin khusus kepada Umii yang mulai sehat kembali agar mengizinkan Sari ikut denganku ke Jakarta. Umii memberi izin dengan syarat jaga diri baik baik. Tentu saja aku akan menjaga Sari melebihi aku menjaga diriku sendiri.


Kami tiba di Aula sekolah pukul 19:00 malam, Sari tampak Manis setelah sebelumnya mempersiapkan diri di rumahku. Bapak ibuku amat senang terhadap Sari karena sifatnya yang sopan dan ramah serta mudah diajak komunikasi. Aku yakin harapanku untuk mempersuntingnya nanti takkan menemui hambatan pasti, kecuali hambatan dari Fitri.

Sebab itulah aku membawa Sari dalam reunian ini dengan maksud memberitahu teman temanku bahwa aku berencana akan melamar Sari dalam waktu dekat. Disamping itu, ada maksud tersembunyi untuk mendamaikan Fitri dan Sari.
Salah... mendamaikan Fitri akan ketidaksukaannya dengan Sari mungkin akan menjadi istilah yang lebih tepat.

Ruangan aula begitu ramai oleh hiruk pikuk teman teman sekolahku dulu, hingar musik DJ menghantam gendang telinga siapa saja yang masuk ke ruangan ini. Aku dan Sari melangkah masuk sambil sesekali mampir ngobrol dengan teman sekelasku dulu.

Aku melihat Tyo dikejauhan dan segera menghampirinya bersama dengan Sari. Tyo menyalami Sari dan tersenyum, lalu kami mulai terlibat obrolan santai.

Andai saja ku tahu malam ini bakal kacau, tak akan pernah kuinjakkan kakiku dan ku ajak Sari ke acara ini. Ditengah tengah obrolan santai kami, Fitri datang membawa segelas minuman dingin dan tanpa babibu langsung menyiram wajah Sari. Aku yang kaget langsung menahan tangan Fitri, Fitri menatapku tajam dan menamparku sekali di pipi.

Jelas aku marah. Kumaki Fitri dengan makian yang kupunya dan Fitripun membalas dengan makian yang dia punya. Tyo coba melerai namun usahanya percuma. Aku yang terlanjur emosi langsung membentak, "Sekali lagi lu colek calon bini gw Pit, panjang perkara lu sama gw!!"

Fitri menatapku benci, aku tak perduli.

Kulihat Sari yang sudah menangis sedang ditenangkan oleh teman temanku. Aku menatap Tyo dengan pandangan menantang, Tyo menggeleng tanda tak ingin ikut campur. Kuhampiri Sari, kugenggam tangannya. Sebelum pergi meninggalkan acara sialan ini, Fitri memanggilku dengan suara gemetar karena marah.

"Inget Bey, inget baik baik.. sampe mati Pitcung gak bakal pernah mau nerima Ibey lagi sebagai apapun!!"
Aku hanya meliriknya sesaat dan mengajak Sari keluar dari sini.


________________¤¤_______________



Kamar 505...


"Aaahhh.. aaahhh.. amphun Beyy.. ngiluu Beeyy.. memek gw ngiluuuu...." erang Fitri ketika kuhentakkan lebih kencang penisku ke dalam vaginanya.

Mengingat kejadian reuni dulu, emosiku muncul, sekalian saja kulampiaskan di vaginanya. Fitri menahan lututnya dengan kedua tangann dan menatap ke arah penisku yang seolah tak lelah menghajar vaginanya.

Tak lama, aku merasakan penisku berkedut sekali.

Sedikit lagi.. bathinku.

Kupercepat sodokanku pada vagina Fitri, dan seolah olah tahu kondisiku, Fitri memberi perlawanan terakhir dengan memutar mutar pinggulnya membuat penisku serasa semakin dipelintir pelintir. Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi.

Datang....

"Uuuuuggghhhh...." erangku.

Sialnya, ketika ingin kucabut penisku sesaat sebelum kumuntahkan isi kantung zakarku, Fitri mengaitkan kakinya di pinggulku. Ditahannya sebisa mungkin agar aku tak mencabut penisku dari vaginanya. Dia menengadahkan kepalanya sambil terpejam menikmati muncratan muncratan hangat yang meludahi rahimnya.

"Aaahhhh... hangat Beyy... peju lu hangat sayaang..." katanya.

Jujur saja ku akui, meskipun aku tak ingin keluar di dalam vaginanya, tapi rasa ketika muncrat tadi menjadi salah satu rasa muncrat ternikmat yang pernah kurasakan. Kini, kurasakan vagina Fitri memijat mijat penisku, seolah ingin menguras semua cairan yang terkandung di dalamnya.

Rasa lelahku datang.. aku ambruk diatas tubuhnya. Fitri memelukku dan mencium keningku. Tangannya membelai punggungku sementara kelamin kami masih saling terpaut dibawah sana.

"Lu lagi aman kan? Keluar di dalem tadi lho.." kataku sambil tetap bersandar nikmat di daging payudaranya.

"Justru sekarang lagi subur kok, gw mau punya anak dari lu.." ucap Fitri sambil tetap membelai punggungku.


"Hahh..??!!"




Yassallaaaammm.....
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
A.K.A.R.
bagian Enam​



Satu menit yang telah berlalu, akan menjadi bagian masa laluku. Dan satu menit yang akan datang menjadi bagian misteri untuk masa depanku. Begitupun saat ini, satu menit yang lalu aku tak menyangka akan mendengar sesuatu yang akan membuatku terhenyak.

"Kalau begitu, bercintalah denganku malam ini sampai pagi datang.."

Belum juga hilang kata kata itu dari telinga dan syaraf ingatanku, Fitri memegang kedua pipiku dan berhasil membuatku kembali terhenyak.

"Kalau rasa sayang itu tak mungkin kamu bawa pulang kesana, maka luapkanlah disini bersamaku.. hanya bersamaku."

Satu yang kuhapal dari Fitri ialah, kalau dia sudah menggunakan istilah 'aku' dan 'kamu', artinya itu adalah ucapan tulus dan serius yang keluar dari lubuk hatinya yang terdalam.

Aku segera mengontrol diriku, coba untuk menguasai rasa emosional yang hampir saja membuncah saat ini. Ku pegang balik kedua pipinya.

Bola mata itu.. demi apapun Fit, demi apapun.

Ku kecup keningnya dengan sepenuh penuhnya perasaan yang kumiliki untuknya. Bahkan seingatku, aku tak pernah mengecup kening Sari istriku dengan perasaan sedalam dan seemosional ini. Badannya bergetar karena isak tangis yang ditahan.

"Aku kangen Bey... aku kangen.."

Belum kulepas kecupanku dari keningnya, aku ingin melepas semua rasa ini sekarang sampai tak ada lagi sisa rasa yang akan terbawa pulang nanti. Lebih baik untukku, lebih baik juga untukknya.

Fitri merangkul bahuku erat, sangat erat. Lalu entah bagaimana, atau entah siapa yang memulai lebih dulu, bibir kami mulai bertemu dan saling memagut. Lembut, tak ada paksaan, manis namun menyimpan bara panas dalam jiwa. Dan entah siapa yang lebih dulu memulai, pakaian kami terlempar sebagian di sofa dan sebagian lagi terlempar entah kemana.

"Ssshhhhh... Bey,, ukh sayang..." erang Fitri dan menggidik ketika ku kecup bagian bawah telinganya, titik sensitif wanita ini.


Sekilas, aku teringat Sari. . .

________________¤¤_____________

2.5 tahun yang lalu, di suatu dusun kecil.


"Assalamualaikumm....."
"Alaikumussalaamm....."

Seorang wanita paruh baya menjawab salamku sambil melihatku heran ketika kudekati dia, dengan segera kucium tangannya sebagai tanda hormatku kepada beliau.

"Saha... -siapa- ?" Tanyanya kepada seorang wanita cantik disebelahku.
"Rerencangan Sari ti Jakarta Umii.. -teman Sari dari Jakarta Buu..-" Jawab Sari menjawab pertanyaan Ibunya. Aku hanya terdiam karena jujur aku tak mengerti bahasa asli dari Jawa Barat.

Lalu wanita yang biasa dipanggil Umi oleh anak anaknya itu tersenyum hangat, sungguh hangat dan teduh kepadaku. "Sudah dikasih air minum sama Sari Nak?" Tanya Umi kepadaku dalam bahasa yang dimengerti olehku.

"Sudah Bu.." jawabku sopan sambil tersenyum.
"Panggil Umi saja..." kata Umi kepadaku.

Aku menggenggam tangan Umi yang kurus dan sedikit hitam, namun aku yakin dengan tangan inilah Umi mendidik anak anaknya termasuk Sari menjadi pribadi yang santun dan bermartabat tak mudah menyerah, sabar dan amat menghargai orang lain walau dengan pemikiran yang berbeda.

"Umi cepat sembuh ya Mii.. Bayu pengen kenal sama Umi lebih dekat, pengen kenal lebih jauh sama wanita hebat yang udah ngelahirin dan mendidik wanita luar biasa seperti Sari." Tulus ku ucapkan itu kepada Umi yang sedang terbaring di dipan kayu sederhana ini.

Hari ini adalah pertama kalinya aku nekat pergi ke kota Nanas dan nekat mencari rumah Sari hanya dengan modal alamat yang di SMS Sari kepadaku. Ya, meskipun aku telah berjanji pada Pitcung bahwa aku akan menjauhi Sari dan sebisa mungkin akan melupakannya, tapi hati tetaplah hati. Aku tak bisa berpaling sepenuhnya dari Sari begitu saja, meskipun ku akui hubunganku dengan Pitcung makin kesini makin erat dan dekat. Banyak yang mengira aku dan Pitcung adalah sepasang tunangan yang sedikit lagi pasti akan menikah. Aku hampir saja meng'iya'kan anggapan mereka dan sudah berfikir bahwa aku nikahi saja Pitcung sekalian. Toh kami berdua sudah sering bercinta meskipun tak pernah sedikitpun ku berfikir untuk menjebol perawannya. Hanya saja ketika ku bicarakan hal ini kepada orang tuaku, mereka memintaku untuk berfikir lebih matang dan panjang. Bahwa perkara menikah bukan melulu soal cinta, ada hal lain selain itu. Cinta memang diperlukan, tapi pengaruh akan kelangsungan cinta itu sendiri akan terlihat pada tingkat kebutuhan memenuhi taraf hidup. Cinta memudar seiring bertambahnya kebutuhan dan gaya hidup yang tak akan pernah cukup. Tapi cinta akan terus ada mengiringi mereka yang menerima keadaan pasangannya masing masing dengan apa adanya. Kira kira seperti itulah nasehat kedua orang tuaku saat itu.

Atas dasar dari nasehat itu, aku menimbang nimbang posisiku nanti dengan Pitcung. Apakah dia akan tetap menghargaiku sebagai suaminya nanti yang notabene dari kalangan biasa saja?

Aku bertaruh dengan diri dan nasibku sendiri. Mulai kubuka hubunganku kembali dengan Sari melalui SMS, telpon atau sekedar Inbox di media sosial di belakang Fitri. Aku tak ingin Fitri tahu karena hanya akan merepotkan saja nantinya. Lebih lebih, jatah enakku akan berkurang drastis juga nanti. Haha..

Dan disinilah aku sekarang, dengan sedikit memaksa Sari agar mengizikanku main ke rumahnya dengan alasan 'biar tau dunia luar n biar gak mentok di kampung sendiri' akhirnya Sari memberi lampu hijau untukku main ke rumahnya.

Sebelumnya lewat telepon, Sari memberi tahuku perihal kondisi rumah serta keadaan Uminya yang sudah sakit tahunan. Aku katakan padanya bahwa aku ingin main dan bertemu dengannya, bukan dengan kondisi rumahnya.

"Nama panjangnya siapa Nak?" Tanya Umi kepadaku dengan suara pelan dan lemah.

"Bayu Baskara Mi.." jawabku tetap menggenggam tangan Umi.

"Angin Matahari, bisa hangat bisa juga meneduhkan.." jelas Umi.

Aku yang tak begitu mengerti maksudnya hanya bisa tersenyum.

"Yaudah Umi istirahat ya. Bayu minta izin keluar sebentar minta anter sama Sari buat beli beberapa barang di pasar."

Aku memang sengaja ingin membelikan beberapa kebutuhan pokok untuk Sari, bukan maksudku menghina atau apa, niatku hanya ingin membantu saja. Tentu saja aku beralasan pada Sari minta antar ke pasar untuk beli makan siang untuk Umi, untukku dan juga Sari serta adik adiknya yang berjumlah dua orang, Ratih dan Azam.

Setelah diberi izin oleh Umi, Sari memintaku menunggu sebentar di 'bale' depan rumah sementara dia bersiap siap di dalam kamarnya. Selang 15 menit kemudian, Sari keluar dengan kecantikan luar biasa khas gadis Jawa Barat. Wajahnya hanya beralas bedak tipis, bibirnya yang tipis hanya disentuh dengan polesan lipgloss berwarna pink, rona merah yang tersembul di pipinya akibat sinar matahari menambah kecantikan alami dari wajah Sari. Rambutnya dibiarkan terurai melewati sisi kiri leher jenjangnya yang putih bersih. Matanya yang lembut dan teduh sesekali menunduk dan melirikku diam diam seraya tersenyum manis. Manis sekali anak ini.

Aku terpana... benar benar terpana oleh kecantikan asli gadis ini, tanpa sadar mulutku mengeluarkan bunyi yang mungkin akan dicatat sebagai rencana takdir oleh malaikat seantero jagad langit diatas sana.


"Dia... dialah yang akan menjadi istriku nanti..."


______________¤¤_______________


Kamar 505...


Hatiku tertusuk mengingat pertama kalinya aku mendapat firasat bahwa Sarilah yang akan menjadi istriku kelak. Namun, ciuman ciuman yang semakin panas dari Fitri seolah melenyapkan sakit di hatiku. Meskipun mungkin hanya sementara.

"Akh... Fit... sshh..." aku memekik kecil ketika Fitri menggigit puting dadaku, posisiku kini berbaring di sofa sementara Fitri diatasku dengan posisi seperti merangkak sambil memainkan puting dadaku dengan lidahnya, giginya, bahkan dengan bibirnya. Ngilu dan nikmat yang kurasakan ketika Fitri menghisap dan menjilati puting dadaku. Setelah puas disitu, Fitri membangunkanku agar aku duduk bersandar sementara dia beringsut turun ke arah bawah sofa, dengan mata yang masih sedikit lembab namun dikuasai oleh gairah, Fitri membuka kancing celanaku dan melepasnya berikut dengan celana dalamku. Terpampanglah sudah dihadapan wajahnya penisku yang tegang, digenggamnya dengan lembut, dikocoknya dengan perlahan, Fitri menatap mataku meminta persetujuan. Aku yang sudah terlanjur terjebak dalam romansa panas penuh kenangan ini hanya mengangguk pelan memberi persetujuanku untuknya.

Fitri seolah menemukan kembali miliknya yang hilang. Diusap usapnya penisku di pipi kiri dan kanannya, dihirupnya dalam dalam aroma penisku dan ditempelkannya penisku di bibir seksinya yang terbuka lebar, lalu Fitri mencium cium batang penisku dengan aura nafsu yang amat kentara dan kental.

"Hmmmm....hmmm.. cup... cuph... hmmmm.. ooohhh... " racau Fitri kehilangan kendali begitu penisku ada dalam genggamannya. Tak butuh waktu lama untukku merasakan hangatnya penisku dalam rongga mulut Fitri. Dengan buas dan penuh nafsu, Fitri benar benar melahap penisku habis habisan. Malahan, masih dengan mulut yang penuh Fitri berusaha membuka kaitan Bra nya yang berwarna merah itu.

Gila fikirku.. payudara Fitri bertambah besar dan tak lagi mancung. Melainkan bulat sekal dengan puting berwarna coklat muda. Aku yang melihat payudara Fitri bertambah bulat dan sekal menjadi gemas dibuatnya serta merta meraih payudara bulat itu dan memelintir putingnya dengan kecepatan dan tekanan yang sedang. Mendapat stimulasi di area putingnya, Fitri menambah gairahku dengan kocokan cepat penisku dimulutnya sementara tangannya meremas remas payudaranya sendiri.

"Gghmmm.. hmmm.. hmmm... oookhh.. slurp slurp slurps..."

Makin cepat saja Fitri memompa penisku dengan rongga mulutnya. Aku tak ingin selesai cepat.. kutarik dan kulepas kepala Fitri, kuangkat dan kugendong tubuh Fitri, Fitri menciumku bibirku lagi dengan buas dan aku tak peduli dengan kenyataan bahwa di bibir itu ada bekas penisku sendiri. Fitri melingkarkan kakinya ke pinggangku yang kini sudah benar benar telanjang. Fitri sendiri masih memakai celana dalam model string berwarna senada dengan Bra nya, merah.

"Hhh... hhh...hhh..." dahi kami beradu dan mata kami saling menatap penuh gairah.

"Ranjang..." ucapnya.
"Dimana..?" Tanyaku.

Fitri mengarahkanku sambil mencium bibirku bertubi tubi. Setelah sampai di tepi ranjang tidurnya, Fitri mendorongku sampai aku jatuh terlentang di ranjang empuknya. Kemudian Fitri naik dan berdiri mengangkangi badanku. Tetap dengan nafasnya yang memburu, Fitri menurunkan satu satunya kain yang menempel di tubuhnya. Celana dalam itu kini dilemparnya ke dadaku, Fitri tetap berdiri mengangkangiku dan menatapku nanar. Tak jauh berbeda dengan Fitri, akupun menatap nanar vagina yang kini ada diatas perutku. Bersih dan tanpa bulu.

Fitri mundur satu langkah, kakinya kini ada diarea betisku. Lalu dengan gerakan perlahan, Fitri beringsut turun dan jongkok mengangkang diatas betisku. Penisku mengeras maksimal demi melihat lubang mungil yang terpampang jelas olehku. Tangan lembutnya mengelus pahaku kemudian dengan gerakan erotis, kepalanya turun dan menjilat paha, selangkangan, buah pelir kemudian batang penisku. Tak berhenti sampai situ, Fitri melanjutkan jilatannya ke pusar dan menggerak gerakkan payudara bulatnya sementara penisku tepat berada di tengah tengahnya.

"Ahh... Fit... sshh.." jilatan Fitri turun lagi ke kepala penisku, sebentar disitu kemudian naik lagi ke pusar dan penisku kembali terjebak di belahan nikmat payudaranya. Aku menarik lengan Fitri agar beringsut naik, Fitri menurut tapi hanya sebentar. Karena kemudian, Fitri menggesek vagina gundulnya di batangku yang jelas keras. Maju dan mundur, becek dan hangat cairan yang keluar dari vaginanya.

"Oohhh.. Beeyyy.. gw kangenhh saat saat kaya gini..ouuuhhh...ssshhh.. Ibhheeyyyy....auuuhhh..." racaunya ketika ku ganggu goyangannya pinggulnya dengan pelintiran jariku di putingnya. Sejurus kemudian, Fitri menaikkan pinggulnya melewati perut dan dadaku. Dengan bergoyang maju mundur nafsu, posisinya kini jongkok diatas wajahku. Amat jelas bentuk vagina Fitri di depan mataku. Masih dengan warna dan kesegaran yang tak berubah dengan ingatanku. Atau mungkin hanya itu yang mampu kuingat tentang warna dan tekstur dari vagina Fitri.
Sedikit mengingat ingat aromanya, ku hirup aroma vaginanya. Ada sedikit perbedaan dengan aroma vagina Fitri jaman kami masih single dulu. Aromanya kini lebih tajam dan khas.

"Jilatin Bey..." Fitri menunduk menatapku dan memohon agar aku mau memberikan sedikit oral service pada vaginanya.

Aku mulai dengan mencium lembut bibir vagina Fitri, basah dan hangat. Lanjut dengan ku gelitiki tonjolan kecil diantara bibir basah itu. Fitri menggila dan menggeliat.

"Aaahhh... Bheeyyy.. aahh aahh.. enak Bheeyy.. itil gw gatel Bheey.. garuk Bheey.. aahhh.. pake lidahlu Bheeyy.." desahnya sambil kulirik dan kulihat tangannya meremas remas kencang payudaranya sendiri.

"Ooohhh.. udah lama banget... sshhh.. terus Bhey.. jangan berenti.."
"Ooh oh oh Bheeyyy.. oh oh aahh."

Selama 10 menit mulut dan lidahku diperkosa habis habisan oleh Fitri sebelum akhirnya wajahku hilang ditekan kuat oleh pinggul Fitri yang mencapai orgasme pertamanya.

"Huuuuuuuussshhhh... aaaakkhhh.. akh.. Ouukkhhh...ahssssssshh..." cairan vaginanya keluar sampai melumuri wajah dan sekitar mulutku. Kemudian Fitri melorot turun ke perut dan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku.

"Hosh... hoshh.. hoshh.. tunggu sebentar, 3menit.." katanya.

Aku diam saja sambil mengelus elus rambutnya. Pinggulnya masih terasa berkedut kedut diperutku. Belum habis rupanya, fikirku.

Lebih dari tiga menit aku masih membelai belai rambut Fitri, hampr saja aku berfikir kalau Fitri tertidur sebelum akhirnya kurasakan putingku kembali dikecup kecup lembut olehnya. Kecupan kecupan itu kembali membuat penisku berdiri tegang setelah tadi hampir ikut 'tertidur'. Setelah puas dengan putingku, bibir Fitri naik dan memagut bibirku. Kami berciuman dengan lembut kali ini. Dengan nafas yang kini lebih teratur, Fitri duduk setengah mengangkang ditopang oleh kedua lututnya di sisi perutku. Fitri merapihkan rambutnya yang sudah acak acakkan akibat pertempuran pertama tadi, tubuhnya sedikit melengkung ke depan yang berimbas pada buah dadanya menjadi tambah membusung dan bulat saja. Dengan telapak tanganku, kutelusuri pinggul bulat sempurna dan perut yang rata itu dan tanganku berhenti tepat di atas buah bulat nan sekal milik Fitri lalu meremasnya lembut.

"Hmmmmhh.." Fitri melenguh perlahan sebelum berkata padaku.
"Gantian...."

Kutatap Fitri yang sedang mengelus elus klitoris dan bibir vaginanya sambil beringsut makin turun ke arah batang keras itu berada. Digenggamnya batang itu kemudian di elus elusnya beberapa saat di belahan vagina dan klitorisnya sebelum akhirnya dengan perlahan Fitri memasukkan batang itu ke dalam lubang vaginanya.

Bless... Fitri terpejam meresapi momen momen itu, sementara aku terdiam kaku karena jujur saja aku tak menyangka Fitri akan memasukkan batang kemaluanku kedalam lubang vaginanya. Entah karena aku yang masih takjub atau karena lubang vagina Fitri yang sudah terlalu licin, aku tak sadar bahwa penisku kini sudah tenggelam penuh didalam vagina Fitri.

"Eh.... Fit..." aku hendak mengatakan sesuatu sebelum akhirnya dipotong oleh Fitri.

"Ssstt.. huufftt.. oohh.. tenang Bhey.. tenang.. gw udah gak perawan. Gw udah nikah n udah jadi istri orang..."

Belum hilang rasa terkejutku, Fitri mulai bergerak aktif diatasku. Mulai dari pinggulnya yang berputar, maju mundur dan kini naik turun di atas penisku.

"Ooohh.. ahh..ssshhh ahh ahh.. gw udah gak perawan Bheyy.. gw udah nikah n ud jadi istri orang.."

Gila.. benar benar gila.. ini salah.. ini salah.. bathinku coba mengingatkanku bahwa ini sudah terlalu salah. Sementara nafsuku meraup kesadaranku dan membiarkan kenikmatan dunia bernama Fitri bermain diatas perut dan penisku.

"Ooohhss.. gw udah gak virgin Bhey, n sayangnya bukan lu yang ambil perawan gw.. ooohhh... enak Bhey.. oohh enaakkk bhey..." Fitri terus meracau sambil memutar pinggulnya memelintir penisku dengan cepat.

Tiba tiba kembali ku teringat dengan istriku Sari...


Bunda... apa yang udah ayah lakukan...


_______________¤¤______________


Ciater, 2 tahun silam.


"Sari mau gak jadi calon istri Bayu?" Pertanyaan itu timbul begitu saja dari bibirku setelah 15 menit lamanya kupandangi wajah cantik dan manis milik Sari. Taman asli dan asri di daerah pegunungan ini menjadi pilihanku dan Sari untuk berjalan jalan menikmati libur akhir minggu. Ini adalah ke empat kalinya aku main ke rumah Sari, dan keluarga Sari tak pernah mempermasalahkan kedatanganku karena mereka menilaiku cukup baik untuk takaran seorang pria dari kota. Aku pernah bertanya pada Sari mengenai bapaknya, rupanya pertanyaan itu sempat membuat Sari sedikit sedih. Dari ceritanya, bapak Sari telah meninggal dunia karena sakit stroke dan kini sudah dimakamkan dikampung halamannya di daerah Sleman, Jawa Tengah. Dari situ, aku paham asal dari Triningtyas nama panjang Sari yang mempunyai ciri khas suku Jawa.

"Hmmm..? Gak salah denger? Bayu kan udah punya Fitri.. jangan macem macem deh, Sari gak mau dapet masalah nantinya ah, gara gara becandaan Bayu kaya gitu."
"Lagian.." lanjutnya
"Masa nanyanya cuma jadi 'calon istri' doang.." dia tertawa renyah dan menganggap pertanyaanku sebagai bercandaan semata saja.

"Eiya ya.. salah nanya dong yah Bayu.." jawabku setengah bego.

Sari menutup mulut dengan tangannya menahan tawa. Manis sekali anak ini gumamku tak henti henti.

"Iya dehhh... diganti pertanyaannya.. ehmm.." aku bersiap siap dan Sari hanya tertawa dan menggeleng ringan sambil menepuk nepuk dahi dengan ujung jari jari lentiknya. Masih menganggapku bercanda mungkin.. kuraih jarinya dan kugenggam penuh perasaan sambil kutatap wajahnya.

"Sari Triningtyas binti Pardi Sukarjo, maukah kamu memberiku izin jika nanti kudatangi orang tuamu dengan maksud melamarmu menjadi istriku?" Ucapku sungguh sungguh. Kulihat Sari cukup terkejut dengan kata kataku barusan. Sari memalingkan wajahnya menatap entah kemana, ada sedikit senyum simpul di bibirnya. Dan rona merah itu kembali tersembul di kedua pipinya. Gemas kali aku dibuatnya.

Kemudian dia menoleh kearahku, tersenyum manis dan menatap mataku dengan matanya yang teduh.

"Bayu Baskara bin Pulan..." Aku langsung terkekeh mendengar kata Pulan yang diucapkan oleh Sari.

"Ffffuuuuuuulann..." godaku pada Sari dan berhasil membuat dia malu seraya menghentak hentakkan kakinya di tanah.

"Iiihhhhh Bayu maaahhh... ga jadi lah jawabnya..." katanya cemberut, bibir tipisnya maju dan rona merah itu semakin jelas memapari pipi halusnya. Aku gemas, gemas sekali pada Sari. Dan itu membuatku tambah yakin bahwa dialah yang akan menjadi istriku nanti.

"Iya iya, maap maap.." jawabku sedikit iseng menggodanya.

"Gak LU-CU..."
"Huh..." Fitri melengos membuang muka dan aku semakin geli dibuatnya.

"Haduuuhh ya ampunn Sarii Sari." aku mengatur nafas setelah puas tertawa.

"Oke, serius.. Bayu mau denger jawaban Sari sekarang. Tapi kalo ga bisa jawab sekarang atau ternyata Bayu gak di izinin buat nemuin Umi, yaudah gapapa. Tapiiii... Bayu bakal terus usaha supaya Sari kasih izin buat Bayu nemuin Umi n ngelamar Sari." Ucapku serius kali ini.

"Fitri gimana..?" Tanya Sari tanpa melihatku.

"Fitri gapapa, udah Bayu bilang kan berkali kali kalo Fitri itu cuma sahabat Bayu, gak lebih." Ada perasaan bersalah yang timbul karena ucapanku sendiri barusan. Di satu sisi, aku baru saja mengingkari perasaanku sendiri bahwa sebenarnya akupun masih memiliki rasa untuk Fitri di hatiku kini, meskipun rasa untuk Sari jauh lebih besar dan jauh lebih berwarna.

Sari berdiri dan mengulurkan tangannya

"Jalan jalan sebentar yuk, abis itu kita pulang.." kata Sari mengajakku.

"Ayo..." kataku.

Disepanjang jalan setapak taman asri ini, Sari menggenggam tanganku.

Aneh, bagaimana hanya cuma gandengan tangan saja mampu membuat seluruh dunia dan isinya serasa ikut bergetar mengiringi getaran hatiku kini.

"Bay..." Sari menoleh kemudian menunduk.

"Hmm..?"

"Sari tau gimana deketnya Bayu sama Fitri, terus bukan cuma itu aj siii.. Sari juga udah tau gimana 'deket'nya Bayu sama Fitri dalam tanda kutip.." Kata Sari memberikan gestur kutip pada jarinya.

"Maksud Sari???" Aku bersiap mendengar kemungkinan penolakan atas niatku melamarnya.

"Sari gak mau mentang mentang udah dilamar nanti, terus Bayu ngerasa berhak milikin Sari secara penuh n ngelakuin hal yang biasa Bayu lakuin sama Fitri. Sari mau ngasih semuanya nanti kalo Bayu ud denger ucapan SAH dari saksi saksi pernikahan kita nanti." Ucap Sari menggenggam erat tanganku.

Demi apapun, mendengar ucapan Sari membuat langkahku berhenti, seluruh bulu kudukku berdiri, dan pandangan mataku tak lepas dari senyum manis Sari.

Aku mengontrol emosiku, mengatur nafasku dan berkata, "Bahkan Fitri sekalipunn gak mampu bikin Bayu sebahagia ini Sar... terima kasih ya."

Sari tersenyum dan menjawab, "Pulang yuk..Sari temenin Bayu nemuin Umi. Lamar Sekarang juga.."


_________________¤¤_______________


Kamar 505...


"Aaahh... aahh.. uuuhhh..Enak Beey.. enak..." Fitri terdengar berisik dengan desahannya.

Entah kenapa tiba tiba saja aku menjadi emosi setelah ingatan tentang kenekatanku untuk melamar Sari kala itu datang di fikiranku. Dengan keras kuhentakan penisku berkali kali menghujam vagina Fitri yang semakin belingsatan jongkok diatasku. Ku rebahkan Fitri, kulepas penisku sejenak dan memutar posisi kami hingga aku ada di atasnya sekarang. Kutekuk kakinya dan kutahan dengan lenganku hingga kedua lututnya hampir saja menyentuh payudaranya. Kumasukan kembali penisku kedalam vaginanya.

"Uuugghhh.....sshh.."Fitri mulai mendesah.

Tanpa babibu, langsung kugenjot dengan kecepatan penuh dan tanpa henti. Fitri menjerit keenakan sejadi jadinya,

"Aaaahhh.. aaahh aahh.. mentookk anjiiinng.. aaahh.. ngentot.. aakkhh.. enakh bangsaaattt.. akhh akhhh.. Dikit lagi.. dikit lagi Bheeyy... anjiiiinnggg" Aku tak perduli, terus kugenjot Fitri tanpa menurunkan kecepatanku.

"AKHHHH.. IBHHHHEEEEYYY... HHHHHUUUUUUGGGGGHHH..."

Fitri mengejang, kakinya bergetar hebat, matanya terbuka lebar dengan mulut yang terbuka lebar juga.

Kudiamkan selama 5 detik..

"Hoshh.. hosh.. bentar Bhey.. lemesshh.." Fitri terpejam lunglai.

Aku tak perduli, tubuhnya kini kuputar dan kuposisikan dengan posisi menungging.

"Hhmm.. bentar dulu sayang.. lemeesshh.." kata Fitri.

Aku tak perduli, kembali kuhujam vagina Fitri dari belakang dan kembali dengan kecepatan penuh. Aku tak perduli, benar benar tak perduli dengan desahan desahan Fitri yang memintaku berhenti sebentar.

"Hgg..hgg...hgg... ooohhh.. oohh.. hmmppphh.. Ibey.. oh.. bentaran dulu.. akkkhhhh..."

Fitri jatuh tengkurap karena saking kencangnya sodokan penisku pada vaginanya. Posisi ku kini seperti posisi push up, hanya pinggulku saja yang naik turun tetap dengan tempo cepat.

Fitri menggenggam sprei atau bantal atau apapun yang bisa diraih oleh tangannya, kakinya setengah terbuka dengan pinggul sedikit naik memberiku alasan untuk menampar nampar pantat halus itu dengan selangkanganku. Wajahnya kadang ditekan ke spring bed demi meredam jeritan jeritannya. Wajah Fitri memerah, keringatnyapun sudah membanjir. Aku tak perduli.
Kuputar Fitri menghadapku, Fitri lemah tak berdaya, kakinya kulebarkan dan kuposisikan tubuhku diatasnya. Dengan mata setengah terpejam dan nafas yang sedikit ngos ngosan Fitri tersenyum kepadaku,

"Gila kamu.." katanya.

Penisku kembali masuk dan maju mundur di vaginanya. Dengan tempo sedang ku hujam vagina Fitri.
Fitri hanya bisa mendesah pelan akibat letih yang terlalu sangat.

"Uh.. uhh.. uuuhh.. akhirnya Bey, kontol lu bisa reunian sama memek gw Bhey.."

Emosiku memuncak mendengar itu, tangan kananku mencengkram lehernya sementara tangan kiriku meremas payudaranya dengan kencang. Kunaikkan tempo hujaman penisku kembali dengan tempo cepat, dan Fitri kembali menjerit nikmat..


Reunian...


________________¤¤________________



Aula sekolah, 1 tahun 7 bulan yang lalu..


Aku memaksa Bakal Calon Istriku untuk ikut reunian yang diadakan oleh alumni angkatan sekolahku dengan alasan sekalian jalan jalan dan mengenalkan Sari kepada orang tuaku sebelum mereka datang ke rumahnya dan melamar secara resmi. Awalnya Sari menolak dengan alasan gak tega meninggalkan Umii di rumah. Aku sampai harus meminta izin khusus kepada Umii yang mulai sehat kembali agar mengizinkan Sari ikut denganku ke Jakarta. Umii memberi izin dengan syarat jaga diri baik baik. Tentu saja aku akan menjaga Sari melebihi aku menjaga diriku sendiri.


Kami tiba di Aula sekolah pukul 19:00 malam, Sari tampak Manis setelah sebelumnya mempersiapkan diri di rumahku. Bapak ibuku amat senang terhadap Sari karena sifatnya yang sopan dan ramah serta mudah diajak komunikasi. Aku yakin harapanku untuk mempersuntingnya nanti takkan menemui hambatan pasti, kecuali hambatan dari Fitri.

Sebab itulah aku membawa Sari dalam reunian ini dengan maksud memberitahu teman temanku bahwa aku berencana akan melamar Sari dalam waktu dekat. Disamping itu, ada maksud tersembunyi untuk mendamaikan Fitri dan Sari.
Salah... mendamaikan Fitri akan ketidaksukaannya dengan Sari mungkin akan menjadi istilah yang lebih tepat.

Ruangan aula begitu ramai oleh hiruk pikuk teman teman sekolahku dulu, hingar musik DJ menghantam gendang telinga siapa saja yang masuk ke ruangan ini. Aku dan Sari melangkah masuk sambil sesekali mampir ngobrol dengan teman sekelasku dulu.

Aku melihat Tyo dikejauhan dan segera menghampirinya bersama dengan Sari. Tyo menyalami Sari dan tersenyum, lalu kami mulai terlibat obrolan santai.

Andai saja ku tahu malam ini bakal kacau, tak akan pernah kuinjakkan kakiku dan ku ajak Sari ke acara ini. Ditengah tengah obrolan santai kami, Fitri datang membawa segelas minuman dingin dan tanpa babibu langsung menyiram wajah Sari. Aku yang kaget langsung menahan tangan Fitri, Fitri menatapku tajam dan menamparku sekali di pipi.

Jelas aku marah. Kumaki Fitri dengan makian yang kupunya dan Fitripun membalas dengan makian yang dia punya. Tyo coba melerai namun usahanya percuma. Aku yang terlanjur emosi langsung membentak, "Sekali lagi lu colek calon bini gw Pit, panjang perkara lu sama gw!!"

Fitri menatapku benci, aku tak perduli.

Kulihat Sari yang sudah menangis sedang ditenangkan oleh teman temanku. Aku menatap Tyo dengan pandangan menantang, Tyo menggeleng tanda tak ingin ikut campur. Kuhampiri Sari, kugenggam tangannya. Sebelum pergi meninggalkan acara sialan ini, Fitri memanggilku dengan suara gemetar karena marah.

"Inget Bey, inget baik baik.. sampe mati Pitcung gak bakal pernah mau nerima Ibey lagi sebagai apapun!!"
Aku hanya meliriknya sesaat dan mengajak Sari keluar dari sini.


________________¤¤_______________



Kamar 505...


"Aaahhh.. aaahhh.. amphun Beyy.. ngiluu Beeyy.. memek gw ngiluuuu...." erang Fitri ketika kuhentakkan lebih kencang penisku ke dalam vaginanya.

Mengingat kejadian reuni dulu, emosiku muncul, sekalian saja kulampiaskan di vaginanya. Fitri menahan lututnya dengan kedua tangann dan menatap ke arah penisku yang seolah tak lelah menghajar vaginanya.

Tak lama, aku merasakan penisku berkedut sekali.

Sedikit lagi.. bathinku.

Kupercepat sodokanku pada vagina Fitri, dan seolah olah tahu kondisiku, Fitri memberi perlawanan terakhir dengan memutar mutar pinggulnya membuat penisku serasa semakin dipelintir pelintir. Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi.

Datang....

"Uuuuuggghhhh...." erangku.

Sialnya, ketika ingin kucabut penisku sesaat sebelum kumuntahkan isi kantung zakarku, Fitri mengaitkan kakinya di pinggulku. Ditahannya sebisa mungkin agar aku tak mencabut penisku dari vaginanya. Dia menengadahkan kepalanya sambil terpejam menikmati muncratan muncratan hangat yang meludahi rahimnya.

"Aaahhhh... hangat Beyy... peju lu hangat sayaang..." katanya.

Jujur saja ku akui, meskipun aku tak ingin keluar di dalam vaginanya, tapi rasa ketika muncrat tadi menjadi salah satu rasa muncrat ternikmat yang pernah kurasakan. Kini, kurasakan vagina Fitri memijat mijat penisku, seolah ingin menguras semua cairan yang terkandung di dalamnya.

Rasa lelahku datang.. aku ambruk diatas tubuhnya. Fitri memelukku dan mencium keningku. Tangannya membelai punggungku sementara kelamin kami masih saling terpaut dibawah sana.

"Lu lagi aman kan? Keluar di dalem tadi lho.." kataku sambil tetap bersandar nikmat di daging payudaranya.

"Justru sekarang lagi subur kok, gw mau punya anak dari lu.." ucap Fitri sambil tetap membelai punggungku.


"Hahh..??!!"




Yassallaaaammm.....
Update nya mantap kang @Buyuk
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd