Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Terima kasih buat suhu suhu semua. :ampun:

Mudah mudahan gak buntu ide. Garis besarnya udah dapet, tapi tetep aj butuh garis kecil supaya garis garis besarnya bisa sambung menyambung menjadi satu.:Peace:
 
Malam ini Update Huu.. tinggal ngeberesin dikit dikit aj. :beer:

Tapi mohon maaf sebelumnya, belum ada 'adegan ranjang' di bagian tujuh ini. Ane belom mau kehilangan feel dari cerita si Ibey. Harap maklum :ampun::ampun::beer:
 
A.K.A.R.
Bagian Tujuh.​




Fitri tersenyum disela rasa letihnya setelah bertempur habis habisan denganku. Fitri memeluk tubuhku dari samping kanan dan kepalanya bersandar di bahuku.

"Toh belum tentu jadi juga kan? Pede bener jadi orang.." kata Fitri coba menenangkanku dari rasa khawatir karena sudah 'keluar' di dalamnya.

"Hhh... au dah Fit.." jawabku sambil menerawang langit langit apartemen.


Hening. . .


"Udah lama tau gak dipanggil Pitcung.." kata Fitri memecah keheningan.

Aku mendelik.. Fitri tersenyum dan menowel hidungku.

"Sekarang bukan Pitcung Fit, tapi Pitbul.." jawabku asal.

"Pitbul? Lu nyamain gw sama guguk?" Tanyanya seraya memencet hidungku.

"Hehehe.. bukan,, " kataku sambil mulai mengelus perut sampingnya dan berhenti di bawah gumpalan payudaranya.

"Pitbul, alias Pitri toket bulet.." kataku seraya meremas buah dadanya yang sekal.

Fitri melenguh nikmat, terus kuremas daging bulat itu sambil sesekali mencubit cubit pelan putingnya. Fitri menarik kepalaku kembali ke arah payudaranya.
Malam itu, kami bercinta dengan panas sekali lagi. Dan diakhir percintaan, tanpa ragu dan tanpa perlu ditahan aku menyemburkan sisa sisa spermaku menembus dinding dinding rahimnya.


Sekitar jam 23:00 Sebelum tidur, aku baru ingat akan mobil Tyo yang dipinjamkan olehku, kuambil HP jadulku dan kulihat barangkali ada missed call atau SMS dari Tyo. Tak ada..
Fitri bertanya kepadaku,
"Kenapa Bey?"

Kujelaskan persoalan mobil Tyo kepadanya.

"Ooohh.. bentar.." Fitri mengambil HP miliknya dan bilang akan menelpon Tyo.
Aku gelapan berusaha melarangnya sambil meletakkan telunjukku di bibir sebagai isyarat jangan beritahu Tyo kalo aku masih disini. Dan Fitri hanya terkekeh kecil.

"Halooo... Yooo, mobil lu masih ditempat gw yaa............... iya Ibey terpaksa nginep katanya...........hahaha, kaya gak tau Ibey aja lu..............oke deh nanti gw bilangin ke dia...... oke sip, bye Yoo...." Tut.. ditekannya tombol merah yang terletak di layar HP miliknya.


Aku hanya bisa meraup wajahku dengan telapak kananku.


_________________¤¤________________



05:00 pagi.


"HUAHH..!!! KESIANGAN GW..!!" Karena kaget aku langsung terduduk dikasur nan empuk, namun kemudian aku sadar bahwa aku sedang tidak di rumah, melainkan sedang di apartemen Fitri. Entah harus merasa lega atau justru merasa masih ngantuk, aku kembali merebahkan diri dan menarik selimut menutupi seluruh tubuhku. ACnya dingin banget. Entah diangka berapa Fitri menyetel suhu AC ini. Kupandangi Fitri yang tidur disampingku, wajahnya damai dan tetap cantik sekalipun dalam tidur. Ku belai pipinya sampai aku kembali tertidur.


Aku terbangun lagi pukul 8 pagi dan Fitri sudah tak ada disampingku. Ku beranjak dari kasur dan segera mandi sampai akhirnya Fitri mengajakku sarapan di meja makan ruang tengah. Luas juga apartemennya fikirku.

"Boleh nanya gak Bul??" Tanyaku disela sela sarapanku dengannya. Fitri membuatkan nasi goreng sosis tanpa telur yang cukup enak menurutku.

"Bul..? Fitri mendelik kearahku.

"Bul.... bulet..." kataku sambil memonyongkan bibirku menunjuk kearah payudara tak ber Bra nya dan hanya ditutup kimono berbahan satin, tonjolan puting yang kenyang sudah kuhisap semalam terlihat sedikit menggoda.

"Sialan lu, aset berharga nih. Lumayan buat nyeneng nyenengin laki gw."

"Uhukk...." aku terbatuk mendengar Fitri berkata seperti itu, sepertinya Fitri sengaja memancingku supaya aku bertanya 'siapa sih laki lu?'.

"Minum Bul minum.." kataku terbatuk batuk tapi tetap memanggilnya Bul.

Fitri tertawa sambil memberiku teh hangat. Segera kuminum teh hangat dari Fitri, setelah batukku reda, Fitri malah memberiku pertanyaan.

"Sari apa kabarnya Bey?

Hampir saja teh hangat yang baru melewati tenggorokanku berbalik dan menyembur keluar lagi.
Aku menatapnya kesal, Fitri hanya menggeleng gelengkan kepalanya sambil menusuk sosis dengan garpu dan melahapnya dengan santai dan senyum menatapku.

"Emangnya lu gak kepikiran sama Sari waktu semalem lu ngewe sama gw?"

Pertanyaan itu sukses membuat selera makanku hilang. Aku meletakkan sendokku dan menyandarkan tubuhku di kursi dan terdiam beberapa saat.

Hatiku teriris... Suami macam apa aku yang enak enakan menikmati sarapan lezat di apartemen bersama dengan wanita yang pernah bermasalah dengan istrinya. Lebih lebih, wanita itupun dicumbunya pula tadi malam. Sedangkan, belum tentu istri dan anakku bisa sarapan seperti ini layaknya aku disini

Aku menarik nafas panjang, Fitri sepertinya paham akan perasaanku dan mengatakan maaf kepadaku. Suasana dalam ruangan ini menjadi sedikit canggung dan kaku bagi kami berdua.

"Hhhhh...***papa Fit.. mau gimana lagi.. ya kan? Semua udah kejadian kok. Bukan salah lu, bukan juga salah gw, kejadian semalem itu karna kondisi kita yang emang udah lama gak ketemu. Ketambah..." aku menggantung ucapanku sambil menatap Fitri.

"Ketambah apa..?" Tanya Fitri serius.

"Ketambah lu juga makin jadi aj cakepnya n makin bulet aj tuh itunya.." candaku sedikit serius sambil memonyongkan bibirku menunjuk payudara bulatnya coba menghilangkan rasa canggung dan kekakuan diantara kami.

"Kampret lu.." kata Fitri.

Aku tertawa kecil dan Fitri menatapku sesekali dengan pandangan ceria.

"O iya Fit, lu bilang kan kalo lu udah nikah n ud jadi istri orang, lu gak kepikiran apa kalo semalem tiba tiba laki lu pulang?" Baru kepikiran hal ini aku.

Fitri menggeleng, "Nggak, n gw gak perlu khawatir sekalipun misalnya dia tau ada lu nginep disini."

"Jangan gila lu.." kataku sedikit tersinggung. Bagaimana tidak, perbuatan kami semalam saja sudah teramat salah menurutku, harusnya Fitri bisa berfikir sama denganku. Ini kok malah santai dan bilang tak perlu khawatir seandainya suaminya tahu ada aku menginap disini.

"Udeh lah, jangan mikirin gw n laki gw.. mending mikirin diri lu sendiri deh.. lu ada disini karena satu hal kan? Hal yang sebelumnya udah lu tolak dari Tyo. Apa mungkin bisa lu terima kalo seandainya hal itu datengnya dari gw? Okelah anggep lu bisa nerima, tapi apa Sari bisa nerima kalo seandainya dia tau kenyataannya lu kerja satu kantor sama gw? N pake bantuan gw juga malah masuk kerjanya." Entah karena rasa kesal atau karena rasa kasihan Fitri berkata seperti itu kepadaku. Meskipun aku tak terima dengan adanya nada sedikit meremehkan yang terkandung dari kata kata Fitri barusan, tapi aku juga tak bisa membantah semua perkataannya.

Semuanya tepat.

Hanya saja ada yang membingungkan ku, darimana Fitri tahu kalau aku menolak tawaran Tyo untuk bekerja ditempatnya?
"Tau darimana lu kalo gw nolak kerjaan dari Tyo?"

Fitri memutar bola matanya ke atas.
"Hellloooo... Ibey sayang.... gw sama elu tuh udah 'keliling dunia' berkali kali. Jelas hapal lah gw sama sifat lu yang gak mau dibantu sama orang lain kecuali pake pamrih."

Kiasan Fitri dengan memaka kata 'keliling dunia' untuk menggambarkan kedekatan kami baik secara fisik maupun fikiran membuatku sedikit tersenyum. Namun kata 'kecuali pake pamrih' cukup membuatku terdiam kembali. Aku memang tipikal yang tak ingin dibantu secara cuma cuma. Harus ada sesuatu yang bisa kukembalikan nantinya kepada si pemberi bantuan. Aku menyebutnya 'hutang jasa'.

"Demi apapun bakal gw bantu lu Bey, biarpun gw sempet benci sama lu gara gara lu kawin ama Sari, tapi gw lebih benci ngeliat lu kek gini sekarang. Nganggur, nanggung beban dua perut, perut bini lu sama perut anak lu, belom lagi perut lu tuh.. perlu gw tambah ingetan lu soal beban kontrakan? Gak perlu kan??"

Aku terdiam mendengarkan Fitri. Sekarang yang ada di fikiranku adalah Istri dan Anakku yang menunggu kabar baik dariku. Tapi, ucapan Fitri tentang apakah Sari mau menerima kenyataan jika nanti dia tahu bahwa aku kerja satu kantor dengannya membuat dilema tersendiri untukku. Sari adalah tipikal orang yang susah melupakan sesuatu hal yang menyakiti perasaannya. Berbeda dengan Fitri, Fitri adalah tipikal yang masih bisa melupakan sesuatu hal yang dibencinya atau yang menyakiti hatinya. Dalam kasus ini, aku adalah bukti nyata tentang sifat Fitri itu.

"Coba lu fikir mateng mateng Bey, fikir kondisi ekonomi keluarga kecil lu tuh. Saran gw, coba lu jelasin ke Sari kalo ini bukan lagi soal masa lalu, tapi masa depan lu n keluarga lu. Gak mungkin kan lu hidup terus terusan ngontrak disana? Emangnya gak kepengen punya rumah sendiri gitu?" Fitri memberi motivasi kepadaku, meskipun aku tahu usahanya itu percuma. Hati istriku lembut, tapi bisa menjadi keras. Kalau dia bilang tidak, maka tak ada yang bisa merubahnya sekalipun itu suaminya sendiri.

"Sebenernya gw mau kasih saran mending lu bohong aj sama Sari, bilang aj lu dapet kerjaan lewat info yang dikasih Tyo atau Rian ade lu. Tapi gak jadi, gw batalin saran kaya gitu, karna gw gak mau lu jadi suami pembohong, apalagi bohongnya masih ada sangkutannya sama rejeki. Yaaaa.. kalo bohong buat kejadian semalem mah gpp siihh.."
Fitri mengetuk ngetukkan sendok di sisi piring nasi gorengnya.

"Hhhhh... emang lu mau kasih gw kerjaan apaan sih Fit? Sampe segini ribetnya.."

"Ck.... masalah lu kerja apa nanti, itu urusan belakangan Bey. Urusan yang paling penting itu soal Sari. Ngijinin apa ngga kalo kerjaannya tuh dari gw !!!" Sepertinya Fitri mulai jengkel denganku karena aku terkesan tak paham paham dengan maksudnya.

Aku bingung..

"Aaarrghh.. tau ah.. lu kaya gak paham Sari aj sih Pit, mana mungkin dia ngijinin gw kalo kerjaannya bareng sama lu.." aku stress.

Fitri menyandarkan tubuhnya dikursi dan melipat tangannya di dada.
"Kalo dari Tyo? Dia nerima atau ngijinin gak?" Tanya Sari kemudian.

"Kalo dari Tyo mah dia pasti nerima nerima aj.. pasti ngijinin juga sih.." aku garuk garuk kepala.

"Terus kenapa lu tolak tawaran kerja dari Tyo kemaren n malah milih kesini, ke tempat gw? Meskipun diliat dari sisi gw, memang gw yang nyuruh Tyo supaya ngundang lu kesini. N meskipun dari sisi lu, lu kesini dengan alasan info kerjaan, gw yakin lu udah tau kalo nantinya Sari gak bakal ngijinin lu kerja bareng sama gw. Tapi lu tetep ngedatengin gw kan Bey...."

Fitri mengarahkan jarinya yang dibentuknya seperti sebuah pistol ke arah wajahku.

"Dorr..." tembaknya dengan suara pelan tapi sanggup menembus wajahku yang tegang.

Bahkan aku sendiripun tidak sadar kalau ternyata seperti itu kejadiannya. Aku jadi teringat ledekan Tyo kemarin...

"Halah.. tai lah.. kalo cuma masalah kerjaan yang ada diotak lu sekarang, gak mungkin lu nolak tawaran kerja dari gw tadi monyeet..".
Kata kata Tyo kemarin terngiang kembali di kepalaku.

Apa Tyo juga sudah mengira kalo kejadiannya akan seperti ini? Sebegitu kangennya kah aku dengan Fitri hingga alam bawah sadarku sanggup mengajak sang takdir untuk bekerja sama dan mengatur strategi dengan sedemikian rupa?

Aku diam mematung..

"Hhh.. Ibeeyy ibey.. gini aja deh, lu balik dulu ke kampung lu sana, ajak ngomong deh tuh Sari bae bae.. jelasin ke dia semua kalo ini bukan lagi soal masa lalu. Tapi soal masa depan.." Saran dari Fitri kuterima dengan satu pertanyaan untuknya.

"Lu udah gak benci sama Sari?"

Fitri menatapku dan tersenyum sambil mendengus, "Gw n Sari itu ibarat Malaikat sama Iblis yang berebut cinta dari seorang manusia. Kalo salah satunya menang, apa lu fikir yang kalah bakal serta merta berubah jadi baik begitu aj sama yang menang?" Fitri kembali tersenyum sinis.

Entah siapa yang dimaksud Malaikat dan Iblis diantara mereka berdua menurut Fitri, tapi aku cukup jelas dan paham dengan maksud dari jawaban itu.

"Kalo gitu, pemenang bakal tetap memiliki cinta dari manusia tadi Fit, dan sang manusiapun gak bakal nyakitin perasaan dari sang pemenang. Sekalipun itu harus ditebus pake resiko berjauhan dengan yang kalah." Aku yakin Fitri menangkap maksudku.

Fitri terdiam beberapa saat sampai akhirnya berdiri membawa piring kotor ke wastafel yang berada dekat dengan meja makan.
"Sebelum lu pulang, gw mau nitip jajan buat Raka anak lu, jangan lu tolak atau sumpah bakal gw cari alamat lu disana n bakal gw ganggu rumah tangga lu sampe berantakan." Fitri seperti mengancamku sambil mencuci piring kotor tadi di wastafel.

Setelah ini, akan ku telpon Rian dan memarahinya karena sudah seenaknya menyebar luaskan nama Raka anakku.

"Dan itu serius Bey..." katanya kemudian menoleh kearahku.

"Ck.. gak Tyo gak elu, sama aj sukanya ngancem." Namun Fitri tak menjawab dan tetap mencuci piring kotor.


Lepas jam 12 siang aku bersiap pulang kembali ke tempat tinggalku, sebenarnya Fitri ingin mengantarku sampai Cikampek, tapi aku dengan ngotot menolak tawaran Fitri, bukan Fitri namanya kalau tak ngotot juga. Dia ngotot mengantarku setidaknya sampai Kp. Rambutan, aku tetap ngotot menolaknya. Setelah otot otottan, akhirnya kami sepakat sampai Tol Kebon Jeruk. Tol khusus yang mempunyai lajur sendiri untuk menaik turunkan penumpang. Khususnya penumpang Antar Kota Antar Provinsi. Sampai situlah Fitri mengantarku.
"Sampe lu naek bus pokoknya. Nolak lagi gw hajar lu..!!" Ucapnya sambil mengepalkan tangan didepan wajahku.

Aku menyerah, "Yaudeh iyeee..."

Sebelum berangkat, Fitri memasukkan amplop ke dalam tas gendongku dan berkata jangan disentuh sampai nanti tiba di rumah. Aku tak bisa apa apa lagi bahkan untuk sekedar menolak.

Fitri mengantarku menggunakan mobil Tyo, sekalian dia yang antar mobil Tyo katanya.

Diperjalanan kutelpon Tyo dan pamit kepadanya dan tak lupa mengucapkan terima kasih banyak atas semua bantuan dan pulsanya. Kujelaskan pula bahwa saat ini aku diantar oleh Fitri menggunakan mobilnya yang kubawa dari kemarin. "Kalem.. " ucap Tyo kepadaku.

Kata Tyo lagi, "Uang yang kemaren masih ada gak Bey?"

"Ada, udah gw taro di dashboard.." jawabku.

"Hhmm.. gini, HP lu ada loadspeakernya gak?" Tanya Tyo, entah polos entah tanpa perasaan.

"Ngeledek amat lu monyet.." jawabku jengkel.

"Hahaa.. sorry broo.. coba lodspik" katanya.

Ku tekan tombol speaker..

"Udah nih.." kataku, kulirik Fitri berbarengan pas saat dia melirikku juga.

"Fit..." kata Tyo diseberang sana.

"Oooiyyy..." kata Fitri setengah teriak.

"Coba cek laci dashboard, liat ada uang gak? Kalo ada, ambil Fit, terus kasihin ke Ibey. Gw ngasih tuh uang dari kemaren buat pegangan dia. Cuma dianya kebangetan belagu aj ogah nerima uang dari gw. Trus Bey, kalo lu gak mau nerima uang dari gw, yaudah kasih buat jajan Raka aj. Salam dari oom Yoyo gitu.."

"Om Yoyo?? Najis.." cela ku buat Tyo. Fitri menarik laci dashboard dan memeriksa isinya. Tentu saja ada uang dari Tyo kemarin karena memang tak ada niatku untuk mengambilnya kecuali untuk beli pulsa kemarin.

"Ada nih bosss... kasih semua apa perlu gw tambahin nih?" Fitri malah memperkeruh suasana. Sontak mataku langsung melotot padanya.
Kupotong obrolan bernada merendahkan mereka,
"Udah udaahh.. jangan pada gitu sama gw. Gw bisa ketemu lu orang aja udah rejeki banget buat gw. Jangan gara gara gw, lu berdua jadi jatoh miskin mendadak."

Tyo diam, mungkin dia paham kalo aku tak suka cara mereka yang sebenarnya ingin membantuku. Tyo diam, tapi tidak dengan Fitri.

"Gapapa kita kita jatoh miskin, asal lu mau nerima semua bentuk rejeki dari kita. Yang kita kasih ke elu itu bukan bantuan sosial Bey, tapi uang jajan buat anak lu. Gapapa kalo lu gak mau make itu uang, karena niat kita emang ngasih jajan buat Raka. Bukan buat lu, bukan buat bini lu.."

Gantian aku yang terdiam, aku tak bisa membantah kalau Fitri yang bicara.

"Fit.." Tyo memanggil Fitri.

"Ngapa?" Jawab Fitri.

"Pinjem gope. Kalo yang di laci dadhboard buat jajan anaknya, yang ini buat keperluan bininya. Lu deh yang atur gimana cara ngomongnya ke Ibey. Gw udah nyerah ngomong sama dia." Kata Tyo seolah tak ada aku disini.

"Siap boss.. tenang aj.. gantinya tujuh ratus yaa" aku paham Fitri berusaha mencairkan suasana.

"Palalu peyang.." timpal Tyo diseberang sana.

Hhh.. aku menarik nafas dan akhirnya hanya bisa menerima semua kebaikan mereka tanpa mampu menolak lagi. Awalnya aku ingin bilang kalau semua pemberian mereka pasti akan ku ganti. Tapi mengingat sifat mereka yang sudah 'melanglang buana' bersamaku sedari dulu, kuurungkan niatku dan kujadikan janji dalam hatiku sendiri.
Kami terjebak sedikit kemacetan di Jl. Panjang, Fitri menatapku dan mengelus pipiku.

"Gapapa.. terima aja.." katanya berbisik.

"Hhh.. Yo.." panggilku untuk Tyo.

"Yap.."

"Makasih ya. Mudah mudahan umur lu panjang, rejeki lu nambah, sehat terus n cepet punya bini."

Tiba tiba Fitri terkikik menahan tawa sampai sampai dahinya menyentuh stir mobil. Untung posisi mobil sedang berhenti karena macet. Aku menatapnya bingung sebelum akhirnya Tyo menjawab doa doaku.

"Aamiin.. kecuali buat yang 'cepet punya bini'. Gw udah punya satu coy." Jawab Tyo disambut tawa pingkal dari Fitri.

"Ooo udah kawin toh.." bloon saja jawabanku.
"Makanya GAUULLL.." ledek Fitri, dan aku hanya cengengesan.

Tujuanku sudah dekat dan Tyo mengakhiri telepon dengan ucapan Titidije serta salam untuk anak istriku.

"Bye Bey.. sampe jumpa lain waktu" katanya.

"Sip.." balasku.

Tiba tiba saja suasana menjadi sangat hening sampai Fitri memarkirkan mobil di parkiran gedung samping Tol. Perasaanku menjadi gundah, seolah tak ingin melangkah keluar dan pergi meninggalkan kota ini, meninggalkan suasana seperti obrolan di telpon tadi dan seolah enggan meninggalkan Fitri. Fitri menyadarkanku dengan satu lagu yang dia nyanyikan. Suaranya terdengar lembut di telingaku.


"Tak pernah kusangka ini terjadi
Kisah cinta yang suci ini
Kau tinggalkan begitu saja
Sekian lamanya kita berdua

Tak kusangka begitu cepat berlalu
Tuk mencari kesombongan diri
Lupa sgala yang pernah kau ucapkan
Kau tinggalkan daku

Pergilah kasih
Kejarlah keinginanmu
Selagi masih ada waktu
Jangan hiraukan diriku
Aku rela berpisah demi untuk dirimu
Smoga tercapai segala keinginanmu...."
Pergilah Kasih - Chrisye

Fitri mengakhiri nyanyiannya dengan menggenggam tanganku dan menciumnya lama.

Hatiku teriris dengan situasi ini.

Tuhan.. jangan biarkan diriku terjebak dalam situasi yang terlalu sulit untukku. Bukankah Engkau yang mengatur garis jalanku? Bukankah Engkau yang mengatur Malaikat CintaMu meniupkan angin surga menerpa hatiku dan hati Sari sehingga kami menikah dulu? Dan bukankah Engkau yang meniupkan ruh ke dalam janin anakku sewaktu dia masih dikandungan dulu? Lalu kenapa Kau biarkan rasa yang sempat hilang untuk Fitri kembali hadir justru ditengah tengah tanggung jawabku yang makin membesar untuk anak dan istriku? Tak mungkin kutinggalkan mereka Ya Tuhan. Tapi sulit bagiku untuk dapat langsung melupakan Fitri. Harus bagaimana aku menyembahMu agar Kau mau menerima dan mengabulkan doa doaku Ya Tuhan? Doa doa dalam setiap ibadahku? Doa doa agar Sari menjadi kunci bagiku menuju SurgaMu sementara kau biarkan Fitri tetap bersemayam dihatiku? Tuhan. . .

Fitri mengelus pipiku dan mengatakan hal yang membuat air mata hangat keluar dari kelopak mataku...

"Sampaikan permintaan maaf Fitri untuk Sari.. Sampaikan bahwa Fitri Ikhlas.. dan sampaikan juga salam sayang Fitri untuk Raka.. dan juga Sari." Fitri kembali mengecup tanganku.




Alhamdulillah. . .
 
Mantapppp..apik banget nih..

Penasaran dengan bey..ada 2 pilihan yang jadi simalakama.
terima bantuan dari tyo dan fitri, harga diri dan prinsip yang jadi taruhan.belum nanti bakalan clbk ama fitri.
Menolak bantuan tyo dan fitri, kebutuhan dan masa depan keluarga bey jadi ndak jelas lagii..

Yakin hu..harus dilanjut cerita bagus ini..
Terimakasih super updatenya hu..
:ampun: :ampun::ampun:
 
Terima kasih buat dukungannya suhu @harimau_sore :ampun: :ampun::ampun:


Jujur aj ane jadi baper sendiri sama bagian tujuh ini. Padahal ane yang nulis, tapi ini ane baru aja kelar baca lagi untuk yang kedua kalinya setelah ane posting tadi.
Serius jadi mikirin Raka anaknya si Ibey ..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd