Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Suka sama Ibey... Otaknya jalan juga kalau urusan selakangan... Lancrotkan hu! :beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Makasih atas update nya om @Buyuk

Kyknya Fitri mo ngetes Ibey nih dgn ngaku klo udh gak perawan..
 
cerita flash back nya aja udh seru,

skrg ketemu sama fitri yg lbh “mateng” tambah seru lagi
 
Makasih buat suhu suhu yang udah setia mampir dicerita yang minim sama adegan seks ini. Kalo boleh jujur, kalo boleh jujur sejujur jujurnya, dan tanpa mengurangi rasa hormat dan respect ane buat suhu suhu yang udah bersedia baca cerita ane, ane gak begitu peduli sama berapa jumlah pembaca dalam cerita ane. Ane hanya 'menceritakan' kembali oleh apa yang udah diceritakan sebelumnya oleh imajinasi ane tanpa mengharap respon baik dan bagus dari para suhu suhu sekalian. Makanya ane gak pernah nunggu harus ada komen banyak supaya ane bisa update cerita. Ane cuma bisa ngasih apresiasi lebih buat suhu suhu yang udah mau baca cerita asal asalan dari ane dengan ucapan TERIMA KASIH...:beer::beer::beer:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Wah, cerita seru ini. Penulisannya udah bagus. Sebagai pembaca ane menikmati cerita Om @Buyuk, entah ini beneran sekadar imajinasi atau bukan, tapi ane ngerasa cerita ini mungkin berasal dari pengalaman nyata juga. Soalnya ane kebawa sama imajinasi Om @Buyuk, berasa baca cerita real gitu hehe
 
Makasih buat suhu suhu yang udah setia mampir dicerita yang minim sama adegan seks ini. Kalo boleh jujur, kalo boleh jujur sejujur jujurnya, dan tanpa mengurangi rasa hormat dan respect ane buat suhu suhu yang udah bersedia baca cerita ane, ane gak begitu peduli sama berapa jumlah pembaca dalam cerita ane. Ane hanya 'menceritakan' kembali oleh apa yang udah diceritakan sebelumnya oleh imajinasi ane tanpa mengharap respon baik dan bagus dari para suhu suhu sekalian. Makanya ane gak pernah nunggu harus ada komen banyak supaya ane bisa update cerita. Ane cuma bisa ngasih apresiasi lebih buat suhu suhu yang udah mau baca cerita asal asalan dari ane dengan ucapan TERIMA KASIH...:beer::beer::beer:

seneng kalo ada penulis yg ky gini,murni nulis untuk menyalurkan imajinasinya kedalam bentuk tulisan. terus semangat slur
:beer::beer:
 
A.K.A.R
Bagian Lima



16:10. . .


Saat ini aku sudah sampai di kawasan Permata Hijau, kawasan para Elit tinggal dalam rumah mewah dan bercengkrama dengan keluarganya.
Keluarga..
"Raka, Bunda... lagi apa kalian di kontrakan? Doain ayah supaya ayah cepet dapet kerjaan ya sayang.." aku mengingat keluarga kecilku sendiri dan merasa kangen sesaat.
HP bututku berbunyi, kuraih dan kubaca siapa yang menelpon. Tyo..
"Haloo..? Ngapa Yo?"
"Ngapa.. ngapa... udah sampe mana luu?? Ini Fitri nelpon nanyain lu muluu.. kampret lu, kabur lu ya? Mana bawa mobil gw lagi.." aku menjauhkan HP dari telingaku begitu mendengar omelan Tyo disebrang telepon sana.
"Hehehe... sante brooo, gw udah ngelewatin Permata Hijau nih.. 15menit lagi juga sampe kok" jawabku setelah omelannya berhenti.
"Awas aj lu kalo kabur ke Depok, bla bla bla bla..." aku tak begitu memperhatikan omelan Tyo dan hanya menjawab Ok dan Iya.
Sebelum menutup teleponnya, Tyo bicara serius kepadaku.
"Inget Bey, ini tuh pertama kalinya lu ketemu sama Fitri lagi habis kejadian dulu itu. Jangan bikin kacau suasana ya. Ikutin kata hati lu n fikir baik baik apa yang bakal ditawarin Fitri nanti sama lu..."
"......"
Aku terdiam coba memahami perkataan Tyo.
"Woyy... buluk... masih idup kaga lu?!"
"Setan... iya iya iyaaa..." jengkel campur geli juga aku dipanggil buluk.
"Yaudah, hati hati. Terus, beli pulsa ngapa Bey, kabarin gw kalo udah sampe."
Lalu Tyo menutup teleponnya setelah aku mengiyakan ucapannya. Ada benarnya juga Tyo, beli pulsa.

___________________¤¤___________________


Setelah melewati lampu merah kawasan Kebon Jeruk, tujuanku mulai terlihat. Di apartemen itulah aku akan menemui wanita yang pernah mengisi hari hariku dengan canda tawa, susah senang dan bahkan percikan percikan kebencian pernah kami alami meski belum sepenuhnya bisa kami lewati. Meskipun Fitri bukanlah kekasihku dan hanya sahabatku, tapi hanya dialah yang bisa mengisi relung hatiku sebelum aku bertemu dengan Sari, istriku saat ini.

Aku berbelok ke arah kiri hendak memasuki gerbang apartemen sebelum tiba tiba dihalangi oleh petugas security. Dengan nada tegas dan penuh selidik dia bertanya kepadaku.
"Selamat sore pak, mau kemana dan ada keperluan apa pak?" Tanya sang security setelah memberi tanda hormat kepadaku.
"Mau ke dalam pak. Mau ke tempat teman.." jawabku biasa saja, karena memang tak ada yang salah dengan diriku saat ini.
"Mau bertemu dengan siapa pak?" Selidik pak security lebih dalam.
"Dengan ibu Fitri Rania.." jawabku.
"Baik pak.. silahkan bapak maju lagi ke arah gerbang masuk di sebelah barat, karena pintu gerbang masuknya ada disitu pak. Bapak salah arah, karena bapak masuk lewat pintu gerbang keluar. Seperti yang bisa bapak lihat, ada rambu dilarang masuk di sebelah kiri bapak. Silahkan.."
Goblooookkk.... sesalku dalam hati. Mikir apaan aku ini..
"Oohh.. hehehe.. oke pak. Maaf saya gak pokus." Jawabku menanggung malu.
"Gapapa pak. Silahkan maju ke gerbang masuk sebelah barat pak. Terima kasih."


Setelah masuk dan memarkirkan mobil di tempat seharusnya, aku melangkah masuk ke lobby apartemen. Di dalam lobby aku baru teringat sesuatu dan segera menelpon Tyo.
Nada tunggu.. nada tunggu..
"Halo? Nah gitu dong Bey, bisa nelpon gw kan lu kalo udah ada pulsa." Kata Tyo disana.
"Hehe.. pake uang yang lu kasih tadi nih Yo.." jawabku.
"Gapapa, emang buat lu kok itu uangnya... kenapa nih? Udah sampe lu?" Tanya Tyo kemudian.
"Udah. Tapii.. nomor apartemennya Fitri berapa Yo?" Tanyaku balik karena memang Tyo tak mencantumkan nomor kamarnya di alamat yang diSMS Tyo siang tadi.

"Astagfirullah Ibeyy.." katanya.

"Gini gini, lu dimana sekarang?" Tanya Tyo.
"Di lobby.."
"Coba liat di lobby, ada meja yang tulisannya RESEPSIONIS ga? Kalo ada, tanya ke orang yang duduk disitu." Jelas Tyo sedikit jengkel mungkin.
"E iyaya.. hehehehe.. okelah okelah" ucapku malu malu. Benar benar seperti orang bingung aku setelah pertemuanku dengan Tyo tadi.
"Au ah.. dah ya.. dikit lagi acara nontonnya udah mulai nih." Jawabnya sambil menutup telepon tanpa menunggu jawaban dariku. Dan aku menuju ke meja Resepsionis.



Kamar 505..
Kutatap nomor pintu dihadapanku dengan perasaan tak menentu. Aku bersiap menekan bel sambil menyugesti diriku sendiri bahwa tujuanku kesini adalah untuk info pekerjaan. Bukan yang lain.

Ting toong. . .

Sepuluh, sebelas, duabelas, tigabelas. Aku menghitung dalam hati, entah menghitung berapa lama pintu ini akan dibuka atau justru menghitung debar jantungku sendiri.

Cklek..

Dug.. dug.. dug..

Akhirnya terbuka juga pintu itu, berdiri kini dihadapanku seorang wanita cantik, amat cantik dengan tatap mata yang tajam, hidung sedikit mancung dan bibir seksi yang dulunya sering kulumat dengan rakus.


Demi apapun Fit.. demi apapun..

________________¤¤_________________


Fitri memakai dress warna merah super ketat terusan dan berhenti tepat dipertengahan pahanya, aku terpesona oleh kematangan fisik Fitri dihadapanku kini sampai sampai aku hanya bisa terdiam menatap wajahnya. Jantungku berdebar dan tanpa ritme yang teratur lagi.
Fitri menatap mataku dengan tajam dan tersenyum dingin, entah benar atau hanya perasaanku saja, ada cahaya bahagia dalam bola matanya. Namun ketika hendak ku tatap lebih dalam, dia memalingkan wajahnya kesamping.
"Masuk Bey.." ajaknya kepadaku tanpa berpaling kembali padaku dan berbalik melangkah masuk.
"I.. iyah.." jawabku gugup. Auranya sungguh berbeda dengan Fitri yang terakhir kukenal. Aura ketegasan, dingin dan kesan angkuh amat terlihat dalam dirinya kini.
"Silahkan duduk n tunggu sebentar ya, gw ambilin minum dulu." Ujar Fitri menawarkanku duduk.
"Eh, gak usah Fit. Jangan repot repot." Kataku basa basi.
Fitri tersenyum mendengus melirikku, "Sudah seharusnya gw menjamu tamu jauh gw Bey."
Hhh.. aku menghela nafas. Sungguh berbeda dengan Fitri yang dulu. Aura dinginnya sungguh terasa bahkan sampai ke tulang. Apa yang terjadi denganmu Fit?

Fitri kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas -yang aku yakin itu adalah- es teh manis dan segelas minuman berwarna kuning jeruk. Aku bertaruh pada diriku sendiri bahwa minuman itu merupakan minuman sachet rasa jeruk. Itu adalah minuman favoritnya dan es teh manis adalah minuman favoritku. Dulu kami sering memesan minuman ini di kantin sekolah kami. Masih ingat rupanya dia.. bathinku.

Setelah meletakkan dua gelas minuman tadi di meja tamu, dia duduk di sofa seberang dan menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya yang mengakibatkan tepi bawah pakaiannya tertarik keatas menampilkan paha putih nan mulus lagi sekal. Mungkin dua sampai tiga detik aku menatap paha sekal Fitri sebelum akhirnya dia berdehm dan mengagetkanku. Anehnya, Fitri tak berusaha menutupi paha putihnya yang terbuka.

"Apa kabar Bey? Atau harus gw panggil lu dengan nama lu yang asli, Bayu Baskara?"

Hatiku tertusuk, bukan karena masalah dengan nama mana dia memanggilku, melainkan karena sikapnya yang jauh berbeda, amat berbeda dengan Fitri yang kukenal dulu.

Aku memaksakan senyum dan menjawab,

"Baik.. kabar gw baik. Cuma aja gw bingung harus make nama yang mana buat manggil nama lu. Fitri Rania, atau Pitcung yang dulu jadi sahabat deket gw." Aku sengaja menjawab begitu bukan karena ingin membalas pertanyaannya tadi, melainkan sebagai pertanyaan isyarat kepada Fitri 'ada apa denganmu?'

Fitri memalingkan wajahnya dan membuang tatapan kosong entah kemana.

Sekitar 3 menit ruangan ini menjadi sangat hening.

"Pitcung udah lama gak ada Bay, Pitcung udah lama mati." Jawab Fitri tanpa memalingkan wajahnya kembali.
Aku merespon jawaban satire Fitri,
"Kalo gitu, Ibey bakal terus hidup. Ibey bakal terus ada supaya kenangan kenangan bareng Pitcung yang Ibey lalui dulu bakal tetap ada. Sekalipun kenangan itu cuma ada disini, di Jakarta. Bukan di tempat Bayu Baskara hidup dan menetap sekarang bareng anak sama istrinya."

Aku menatap Fitri meskipun wajahnya tetap berpaling dariku.

Tak lama, dia menoleh dan menatapku tajam dengan mata yang sedikit berkaca kaca.

"Seandainya Ibey gak pergi ninggalin Pitcung, Pitcung bakal terus hidup Bay. Pitcung mati karena Ibey lebih milih cewek anak baru yang masuk ke kelas Pitcung padahal dia cewek ga jelas n asalnya dari kampung!!" Air matanya mulai jatuh perlahan meskipun dia menatapku dengan sorot yang tajam.
Aku menarik nafas panjang, aku tak menyalahkan Fitri jika seandainya dia benci kepadaku dan Sari istriku saat ini yang dulu merupakan anak baru di kelas kami. Anak pindahan dari kampung karena mengikuti kakaknya yang bekerja di Jakarta sebagai supir pribadi di salah satu Instansi Pemerintah Pusat.
"Padahal.." sambungnya sambil menyeka air matanya.
"Padahal dulu Ibey janji sama Pitcung kalo Ibey bakal nurutin Pitcung sebagai sahabat dekat, sahabat mesum bahkan sebagai sahabat ngeseks !!"
"Ibey pernah janji kan? Ibey bakal ngebiarin Pitcung nyari tau latar belakang itu cewek kaya gimana. Ibey bakal ngebiarin Pitcung nilai sendiri apa cewek itu cocok apa ngga buat Ibey !!"
"Nyatanya apa?!! Hahh?!!! Nyatanya apa Bey?! Ibey udah janji. Eluu... elu udah janji !!!" Suaranya meninggi seiring dengan mengerasnya isak tangisan Fitri.

Aku memejamkan mata, menahan semua perasaan yang kini bercampur aduk di hatiku. Rasa marah, rasa tak terima dan rasa tak tega untuknya.
Aku paham akan ada pelampiasan lanjutan dari Fitri, dan aku memilih diam...

"Gw paham Bey, gw paham lu gak terima sama gw waktu gw ngetes lu kalo gw udah gak perawan. N gw juga paham kenapa lu ngejauhin gw selama empat bulan. Empat bulan Bey!! Empat bulan lu ngejauhin gw setelah kejadian di rumah bokap. Empat bulan gw mati matian ngerayu lu supaya gak ngambek lagi sama gw." Fitri kembali menyeka air matanya.
"Malahan, malahan gw rela nawarin perawan gw buat lo ambil supaya lu gak ngambek sama gw Bey.. Gw relaaa.. gw relaa Beyy..Hiks..." aku menjauhkan tatapanku dari wajah Fitri. Aku terpukul melihat Fitri seperti ini.

Aku bersiap mendengar lanjutan pelampiasannya kepadaku.

"Gw akuin lo laki laki gentle. Jempol.. hohooo... empat jempol buat lu Bey karna lu milih baikan sama gw asal gw tetep perawan daripada baikan sama gw tapi perawan gw ilang.." ucap Fitri seraya tertawa sinis disela sela tangisnya.
"Terus gw akuin lu tepatin janji lu sama gw buat ngejauhin Sari demi ngejaga perasaan gw yang emang udah gak suka sama Sari dari awal. Lu tepatin janji lu sampe kita lulus, sampe lu udah dapet kerjaan bagus n enak. Sampe lu sama gw bener bener nikmatin hubungan yang gak jelas."
"Berkali kali gw bilang sama lo kalo gw siap 'ditembus' sama lo Bey.. Gw siap lahir bathin supaya lu robek perawan gw setiap kita lagi 'maen'. Tapi dengan gayanya lu malah bertahan dengan alesan perawan gw cuma buat laki gw nanti."

Kemudian Fitri menunjukku tajam dengan telunjuknya yang bergetar.

"Elu itu laki gw Bey.. elu itu laki gw.. anjing lu.!! Elu itu laki laki yang gw mauin buat jadi suami gw." Tangisannya semakin deras dan mataku mulai berkaca kaca karena hatiku benar benar terpukul melihat Fitri seperti ini.

Fitri tertawa sinis sebelum melanjutkan kebenciannya kepadaku.

"Lu pasti tau Bey kalo gw mati matian ngejaga perawan gw cuma buat lu. Banyak laki laki yang dateng buat minta nikah sama gw tapi gw tolak. Lu tau kan? Lu pasti tau karna gw cerita semuanya sama lu!! Tapi apa lu peka? Apa lu ngerti kalo sebenernya gw tuh ngasih sinyal buat lo supaya lu negesin hubungan kita."
"Gw setia nunggu lu Bey.. gw setia sama lu sampe akhirnya lu dateng ke reunian skolah bareng Sari. Dari segitu banyaknya cewek yang bisa lu ajak pergi reunian dengan ijin gw, lu malah milih dateng bareng Sari?!!!"

Nafas Fitri memburu karna marahnya.

"Anjing lu Bey.. anjing!!" Fitri meraung menangis di hadapanku tanpa sanggup ku menahannya.

Kubiarkan Fitri meluapkan amarahnya kepadaku, kubiarkan Fitri melampiaskan kebenciannya kepadaku. Kubiarkan dia begitu karena dulu aku tak membiarkan dia tahu alasanku kenapa aku memilih Sari. Dan mungkin, ini saat yang tepat untuk membiarkannya tahu alasanku.

"Lu bohong Fit.. lu bohong soal Pitcung udah mati. Gw ngeliat ada Pitcung dikemarahan lu barusan. Gw liat ada Pitcung di air mata yang ngalir di pipi lu. Sekarang, bakal gw kasih tau n bakal gw jelasin secara jujur ke Pitcung kenapa Ibey milih Sari.."

Fitri membuang wajahnya entah kemana, ada rona merah di pipinya saat ini. Entah itu rona marah atau rona malu karna perkataanku.

"Karna Ibey sadar diri."

"Ibey sadar diri kalo Ibey gak bakal sanggup bahagiain Pitcung, Ibey cuma orang yang beruntung bisa deket sama Pitcung. Karna Ibey tau takeran strata Ibey setinggi apa n Ibey ngerti takeran strata Pitcung kaya gimana. Ibey sama Pitcung itu udah kaya langit n bumi. Ibey cuma anak biasa dari kalangan biasa yang bisa jadi sahabat deket, sahabat mesum atau sahabat apapun yang mau lu sebut buat Ibey."
"Ibey gak pernah ragu sama perasaan Pitcung buat Ibey. Malahan dulu, Ibey sempet siap buat nikahin Pitcung."
"Tapi apa cuma segitu persoalannya Fit? Enggak.." ucapku lembut.
"Apa lu pernah mikir gimana beban Ibey kalo seandainya Ibey sunting Pitcung buat jadi istri Ibey?"
"Fitri Rania anak gadis dari pengusaha kalangan menengah ke atas mau nikah sama Bayu Baskara anak dari seorang tukang service mesin air?"
"Apa Pitcung peka soal keadaan Ibey? Apa Pitcung tau berapa biaya yang harus Ibey bawa buat ngelamar Pitcung? Sekalipun kerjaan Ibey udah bagus waktu itu, Ibey masih ada tanggungan Rian sama Kiki adik Ibey." Aku berusaha menjelaskan alasanku kepada Fitri dengan lembut. Aku tak ingin menyakiti perasaan wanita ini terlalu dalam.
Fitri diam membisu. Aku bangkit dan pindah duduk disebelah Fitri, ku tatap wajahnya dari samping. Aku yakin Fitri paham maksud penjelasanku kenapa aku memilih Sari yang notabene sederajat denganku dan bukan dirinya yang strata nya satu strip diatasku.

Meskipun begitu, aku masih belum yakin dia bisa menerima semuanya.

"Ibey sayang sama Pitcung, tapi rasa sayang itu cuma ada di Jakarta. Ibey gak mau bawa perasaan sayang Ibey ke kampung n kecampur di rumah tangga Ibey sama Sari. Pitcung pasti ngerti itu. Fitri pasti ngerti." Ucapku tulus sambil mengelus rambut hitam lurus dan wanginya Fitri.


Fitri menoleh dan menatapku dengan mata sembab.

"Kalo begitu, bercintalah denganku malam ini sampai besok pagi datang..."






Yassalaaamm...
 
A.K.A.R
Bagian Lima



16:10. . .


Saat ini aku sudah sampai di kawasan Permata Hijau, kawasan para Elit tinggal dalam rumah mewah dan bercengkrama dengan keluarganya.
Keluarga..
"Raka, Bunda... lagi apa kalian di kontrakan? Doain ayah supaya ayah cepet dapet kerjaan ya sayang.." aku mengingat keluarga kecilku sendiri dan merasa kangen sesaat.
HP bututku berbunyi, kuraih dan kubaca siapa yang menelpon. Tyo..
"Haloo..? Ngapa Yo?"
"Ngapa.. ngapa... udah sampe mana luu?? Ini Fitri nelpon nanyain lu muluu.. kampret lu, kabur lu ya? Mana bawa mobil gw lagi.." aku menjauhkan HP dari telingaku begitu mendengar omelan Tyo disebrang telepon sana.
"Hehehe... sante brooo, gw udah ngelewatin Permata Hijau nih.. 15menit lagi juga sampe kok" jawabku setelah omelannya berhenti.
"Awas aj lu kalo kabur ke Depok, bla bla bla bla..." aku tak begitu memperhatikan omelan Tyo dan hanya menjawab Ok dan Iya.
Sebelum menutup teleponnya, Tyo bicara serius kepadaku.
"Inget Bey, ini tuh pertama kalinya lu ketemu sama Fitri lagi habis kejadian dulu itu. Jangan bikin kacau suasana ya. Ikutin kata hati lu n fikir baik baik apa yang bakal ditawarin Fitri nanti sama lu..."
"......"
Aku terdiam coba memahami perkataan Tyo.
"Woyy... buluk... masih idup kaga lu?!"
"Setan... iya iya iyaaa..." jengkel campur geli juga aku dipanggil buluk.
"Yaudah, hati hati. Terus, beli pulsa ngapa Bey, kabarin gw kalo udah sampe."
Lalu Tyo menutup teleponnya setelah aku mengiyakan ucapannya. Ada benarnya juga Tyo, beli pulsa.

___________________¤¤___________________


Setelah melewati lampu merah kawasan Kebon Jeruk, tujuanku mulai terlihat. Di apartemen itulah aku akan menemui wanita yang pernah mengisi hari hariku dengan canda tawa, susah senang dan bahkan percikan percikan kebencian pernah kami alami meski belum sepenuhnya bisa kami lewati. Meskipun Fitri bukanlah kekasihku dan hanya sahabatku, tapi hanya dialah yang bisa mengisi relung hatiku sebelum aku bertemu dengan Sari, istriku saat ini.

Aku berbelok ke arah kiri hendak memasuki gerbang apartemen sebelum tiba tiba dihalangi oleh petugas security. Dengan nada tegas dan penuh selidik dia bertanya kepadaku.
"Selamat sore pak, mau kemana dan ada keperluan apa pak?" Tanya sang security setelah memberi tanda hormat kepadaku.
"Mau ke dalam pak. Mau ke tempat teman.." jawabku biasa saja, karena memang tak ada yang salah dengan diriku saat ini.
"Mau bertemu dengan siapa pak?" Selidik pak security lebih dalam.
"Dengan ibu Fitri Rania.." jawabku.
"Baik pak.. silahkan bapak maju lagi ke arah gerbang masuk di sebelah barat, karena pintu gerbang masuknya ada disitu pak. Bapak salah arah, karena bapak masuk lewat pintu gerbang keluar. Seperti yang bisa bapak lihat, ada rambu dilarang masuk di sebelah kiri bapak. Silahkan.."
Goblooookkk.... sesalku dalam hati. Mikir apaan aku ini..
"Oohh.. hehehe.. oke pak. Maaf saya gak pokus." Jawabku menanggung malu.
"Gapapa pak. Silahkan maju ke gerbang masuk sebelah barat pak. Terima kasih."


Setelah masuk dan memarkirkan mobil di tempat seharusnya, aku melangkah masuk ke lobby apartemen. Di dalam lobby aku baru teringat sesuatu dan segera menelpon Tyo.
Nada tunggu.. nada tunggu..
"Halo? Nah gitu dong Bey, bisa nelpon gw kan lu kalo udah ada pulsa." Kata Tyo disana.
"Hehe.. pake uang yang lu kasih tadi nih Yo.." jawabku.
"Gapapa, emang buat lu kok itu uangnya... kenapa nih? Udah sampe lu?" Tanya Tyo kemudian.
"Udah. Tapii.. nomor apartemennya Fitri berapa Yo?" Tanyaku balik karena memang Tyo tak mencantumkan nomor kamarnya di alamat yang diSMS Tyo siang tadi.

"Astagfirullah Ibeyy.." katanya.

"Gini gini, lu dimana sekarang?" Tanya Tyo.
"Di lobby.."
"Coba liat di lobby, ada meja yang tulisannya RESEPSIONIS ga? Kalo ada, tanya ke orang yang duduk disitu." Jelas Tyo sedikit jengkel mungkin.
"E iyaya.. hehehehe.. okelah okelah" ucapku malu malu. Benar benar seperti orang bingung aku setelah pertemuanku dengan Tyo tadi.
"Au ah.. dah ya.. dikit lagi acara nontonnya udah mulai nih." Jawabnya sambil menutup telepon tanpa menunggu jawaban dariku. Dan aku menuju ke meja Resepsionis.



Kamar 505..
Kutatap nomor pintu dihadapanku dengan perasaan tak menentu. Aku bersiap menekan bel sambil menyugesti diriku sendiri bahwa tujuanku kesini adalah untuk info pekerjaan. Bukan yang lain.

Ting toong. . .

Sepuluh, sebelas, duabelas, tigabelas. Aku menghitung dalam hati, entah menghitung berapa lama pintu ini akan dibuka atau justru menghitung debar jantungku sendiri.

Cklek..

Dug.. dug.. dug..

Akhirnya terbuka juga pintu itu, berdiri kini dihadapanku seorang wanita cantik, amat cantik dengan tatap mata yang tajam, hidung sedikit mancung dan bibir seksi yang dulunya sering kulumat dengan rakus.


Demi apapun Fit.. demi apapun..

________________¤¤_________________


Fitri memakai dress warna merah super ketat terusan dan berhenti tepat dipertengahan pahanya, aku terpesona oleh kematangan fisik Fitri dihadapanku kini sampai sampai aku hanya bisa terdiam menatap wajahnya. Jantungku berdebar dan tanpa ritme yang teratur lagi.
Fitri menatap mataku dengan tajam dan tersenyum dingin, entah benar atau hanya perasaanku saja, ada cahaya bahagia dalam bola matanya. Namun ketika hendak ku tatap lebih dalam, dia memalingkan wajahnya kesamping.
"Masuk Bey.." ajaknya kepadaku tanpa berpaling kembali padaku dan berbalik melangkah masuk.
"I.. iyah.." jawabku gugup. Auranya sungguh berbeda dengan Fitri yang terakhir kukenal. Aura ketegasan, dingin dan kesan angkuh amat terlihat dalam dirinya kini.
"Silahkan duduk n tunggu sebentar ya, gw ambilin minum dulu." Ujar Fitri menawarkanku duduk.
"Eh, gak usah Fit. Jangan repot repot." Kataku basa basi.
Fitri tersenyum mendengus melirikku, "Sudah seharusnya gw menjamu tamu jauh gw Bey."
Hhh.. aku menghela nafas. Sungguh berbeda dengan Fitri yang dulu. Aura dinginnya sungguh terasa bahkan sampai ke tulang. Apa yang terjadi denganmu Fit?

Fitri kembali ke ruang tamu dengan membawa segelas -yang aku yakin itu adalah- es teh manis dan segelas minuman berwarna kuning jeruk. Aku bertaruh pada diriku sendiri bahwa minuman itu merupakan minuman sachet rasa jeruk. Itu adalah minuman favoritnya dan es teh manis adalah minuman favoritku. Dulu kami sering memesan minuman ini di kantin sekolah kami. Masih ingat rupanya dia.. bathinku.

Setelah meletakkan dua gelas minuman tadi di meja tamu, dia duduk di sofa seberang dan menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kirinya yang mengakibatkan tepi bawah pakaiannya tertarik keatas menampilkan paha putih nan mulus lagi sekal. Mungkin dua sampai tiga detik aku menatap paha sekal Fitri sebelum akhirnya dia berdehm dan mengagetkanku. Anehnya, Fitri tak berusaha menutupi paha putihnya yang terbuka.

"Apa kabar Bey? Atau harus gw panggil lu dengan nama lu yang asli, Bayu Baskara?"

Hatiku tertusuk, bukan karena masalah dengan nama mana dia memanggilku, melainkan karena sikapnya yang jauh berbeda, amat berbeda dengan Fitri yang kukenal dulu.

Aku memaksakan senyum dan menjawab,

"Baik.. kabar gw baik. Cuma aja gw bingung harus make nama yang mana buat manggil nama lu. Fitri Rania, atau Pitcung yang dulu jadi sahabat deket gw." Aku sengaja menjawab begitu bukan karena ingin membalas pertanyaannya tadi, melainkan sebagai pertanyaan isyarat kepada Fitri 'ada apa denganmu?'

Fitri memalingkan wajahnya dan membuang tatapan kosong entah kemana.

Sekitar 3 menit ruangan ini menjadi sangat hening.

"Pitcung udah lama gak ada Bay, Pitcung udah lama mati." Jawab Fitri tanpa memalingkan wajahnya kembali.
Aku merespon jawaban satire Fitri,
"Kalo gitu, Ibey bakal terus hidup. Ibey bakal terus ada supaya kenangan kenangan bareng Pitcung yang Ibey lalui dulu bakal tetap ada. Sekalipun kenangan itu cuma ada disini, di Jakarta. Bukan di tempat Bayu Baskara hidup dan menetap sekarang bareng anak sama istrinya."

Aku menatap Fitri meskipun wajahnya tetap berpaling dariku.

Tak lama, dia menoleh dan menatapku tajam dengan mata yang sedikit berkaca kaca.

"Seandainya Ibey gak pergi ninggalin Pitcung, Pitcung bakal terus hidup Bay. Pitcung mati karena Ibey lebih milih cewek anak baru yang masuk ke kelas Pitcung padahal dia cewek ga jelas n asalnya dari kampung!!" Air matanya mulai jatuh perlahan meskipun dia menatapku dengan sorot yang tajam.
Aku menarik nafas panjang, aku tak menyalahkan Fitri jika seandainya dia benci kepadaku dan Sari istriku saat ini yang dulu merupakan anak baru di kelas kami. Anak pindahan dari kampung karena mengikuti kakaknya yang bekerja di Jakarta sebagai supir pribadi di salah satu Instansi Pemerintah Pusat.
"Padahal.." sambungnya sambil menyeka air matanya.
"Padahal dulu Ibey janji sama Pitcung kalo Ibey bakal nurutin Pitcung sebagai sahabat dekat, sahabat mesum bahkan sebagai sahabat ngeseks !!"
"Ibey pernah janji kan? Ibey bakal ngebiarin Pitcung nyari tau latar belakang itu cewek kaya gimana. Ibey bakal ngebiarin Pitcung nilai sendiri apa cewek itu cocok apa ngga buat Ibey !!"
"Nyatanya apa?!! Hahh?!!! Nyatanya apa Bey?! Ibey udah janji. Eluu... elu udah janji !!!" Suaranya meninggi seiring dengan mengerasnya isak tangisan Fitri.

Aku memejamkan mata, menahan semua perasaan yang kini bercampur aduk di hatiku. Rasa marah, rasa tak terima dan rasa tak tega untuknya.
Aku paham akan ada pelampiasan lanjutan dari Fitri, dan aku memilih diam...

"Gw paham Bey, gw paham lu gak terima sama gw waktu gw ngetes lu kalo gw udah gak perawan. N gw juga paham kenapa lu ngejauhin gw selama empat bulan. Empat bulan Bey!! Empat bulan lu ngejauhin gw setelah kejadian di rumah bokap. Empat bulan gw mati matian ngerayu lu supaya gak ngambek lagi sama gw." Fitri kembali menyeka air matanya.
"Malahan, malahan gw rela nawarin perawan gw buat lo ambil supaya lu gak ngambek sama gw Bey.. Gw relaaa.. gw relaa Beyy..Hiks..." aku menjauhkan tatapanku dari wajah Fitri. Aku terpukul melihat Fitri seperti ini.

Aku bersiap mendengar lanjutan pelampiasannya kepadaku.

"Gw akuin lo laki laki gentle. Jempol.. hohooo... empat jempol buat lu Bey karna lu milih baikan sama gw asal gw tetep perawan daripada baikan sama gw tapi perawan gw ilang.." ucap Fitri seraya tertawa sinis disela sela tangisnya.
"Terus gw akuin lu tepatin janji lu sama gw buat ngejauhin Sari demi ngejaga perasaan gw yang emang udah gak suka sama Sari dari awal. Lu tepatin janji lu sampe kita lulus, sampe lu udah dapet kerjaan bagus n enak. Sampe lu sama gw bener bener nikmatin hubungan yang gak jelas."
"Berkali kali gw bilang sama lo kalo gw siap 'ditembus' sama lo Bey.. Gw siap lahir bathin supaya lu robek perawan gw setiap kita lagi 'maen'. Tapi dengan gayanya lu malah bertahan dengan alesan perawan gw cuma buat laki gw nanti."

Kemudian Fitri menunjukku tajam dengan telunjuknya yang bergetar.

"Elu itu laki gw Bey.. elu itu laki gw.. anjing lu.!! Elu itu laki laki yang gw mauin buat jadi suami gw." Tangisannya semakin deras dan mataku mulai berkaca kaca karena hatiku benar benar terpukul melihat Fitri seperti ini.

Fitri tertawa sinis sebelum melanjutkan kebenciannya kepadaku.

"Lu pasti tau Bey kalo gw mati matian ngejaga perawan gw cuma buat lu. Banyak laki laki yang dateng buat minta nikah sama gw tapi gw tolak. Lu tau kan? Lu pasti tau karna gw cerita semuanya sama lu!! Tapi apa lu peka? Apa lu ngerti kalo sebenernya gw tuh ngasih sinyal buat lo supaya lu negesin hubungan kita."
"Gw setia nunggu lu Bey.. gw setia sama lu sampe akhirnya lu dateng ke reunian skolah bareng Sari. Dari segitu banyaknya cewek yang bisa lu ajak pergi reunian dengan ijin gw, lu malah milih dateng bareng Sari?!!!"

Nafas Fitri memburu karna marahnya.

"Anjing lu Bey.. anjing!!" Fitri meraung menangis di hadapanku tanpa sanggup ku menahannya.

Kubiarkan Fitri meluapkan amarahnya kepadaku, kubiarkan Fitri melampiaskan kebenciannya kepadaku. Kubiarkan dia begitu karena dulu aku tak membiarkan dia tahu alasanku kenapa aku memilih Sari. Dan mungkin, ini saat yang tepat untuk membiarkannya tahu alasanku.

"Lu bohong Fit.. lu bohong soal Pitcung udah mati. Gw ngeliat ada Pitcung dikemarahan lu barusan. Gw liat ada Pitcung di air mata yang ngalir di pipi lu. Sekarang, bakal gw kasih tau n bakal gw jelasin secara jujur ke Pitcung kenapa Ibey milih Sari.."

Fitri membuang wajahnya entah kemana, ada rona merah di pipinya saat ini. Entah itu rona marah atau rona malu karna perkataanku.

"Karna Ibey sadar diri."

"Ibey sadar diri kalo Ibey gak bakal sanggup bahagiain Pitcung, Ibey cuma orang yang beruntung bisa deket sama Pitcung. Karna Ibey tau takeran strata Ibey setinggi apa n Ibey ngerti takeran strata Pitcung kaya gimana. Ibey sama Pitcung itu udah kaya langit n bumi. Ibey cuma anak biasa dari kalangan biasa yang bisa jadi sahabat deket, sahabat mesum atau sahabat apapun yang mau lu sebut buat Ibey."
"Ibey gak pernah ragu sama perasaan Pitcung buat Ibey. Malahan dulu, Ibey sempet siap buat nikahin Pitcung."
"Tapi apa cuma segitu persoalannya Fit? Enggak.." ucapku lembut.
"Apa lu pernah mikir gimana beban Ibey kalo seandainya Ibey sunting Pitcung buat jadi istri Ibey?"
"Fitri Rania anak gadis dari pengusaha kalangan menengah ke atas mau nikah sama Bayu Baskara anak dari seorang tukang service mesin air?"
"Apa Pitcung peka soal keadaan Ibey? Apa Pitcung tau berapa biaya yang harus Ibey bawa buat ngelamar Pitcung? Sekalipun kerjaan Ibey udah bagus waktu itu, Ibey masih ada tanggungan Rian sama Kiki adik Ibey." Aku berusaha menjelaskan alasanku kepada Fitri dengan lembut. Aku tak ingin menyakiti perasaan wanita ini terlalu dalam.
Fitri diam membisu. Aku bangkit dan pindah duduk disebelah Fitri, ku tatap wajahnya dari samping. Aku yakin Fitri paham maksud penjelasanku kenapa aku memilih Sari yang notabene sederajat denganku dan bukan dirinya yang strata nya satu strip diatasku.

Meskipun begitu, aku masih belum yakin dia bisa menerima semuanya.

"Ibey sayang sama Pitcung, tapi rasa sayang itu cuma ada di Jakarta. Ibey gak mau bawa perasaan sayang Ibey ke kampung n kecampur di rumah tangga Ibey sama Sari. Pitcung pasti ngerti itu. Fitri pasti ngerti." Ucapku tulus sambil mengelus rambut hitam lurus dan wanginya Fitri.


Fitri menoleh dan menatapku dengan mata sembab.

"Kalo begitu, bercintalah denganku malam ini sampai besok pagi datang..."






Yassalaaamm...

Nah...apakah bakal ada CLBK? Ditunggu kelanjutannya suhu.
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd