Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA A little perfect life

re_semprot00

Adik Semprot
Daftar
13 Dec 2016
Post
138
Like diterima
122
Bimabet
Maaf numpang gelar cerita lagi padahal yang satu belom kelar:p spoilernya alurnya lambat. jadi updatenya juga mungkin ngikut juga gitu. bakal jarang cerita sampe indehoi. tapi ya salam kenal aja. Diusahakan update tiap page kalau keburu.

part 1,2 page 1
part 3,4 page 2
part 5,6,7 page 3
part 8,9 page 4
part 10 pge 5

update terbaru: part 10

-part1-

POV Rudi si anak pinter kelas 2 SMA.
Menjadi terlalu pintar kadang sedikit bermasalah. Terutama ketika guru-guru menempatkanmu bersama dengan anak-anak bermasalah karena berharap bahwa kehadiran seorang anak pintar bisa menjadi secercah harapan untuk meningkatkan mutu anak-anak yang hampir di cap gagal. Jampir semua guru menganggap begitu bahkan termasuk diantaranya, ibu Ine. Dia adalah guru baru di pelajaran matematika. Ia berpendapat bahwa teman sebaya bisa menjelaskan lebih baik dari para guru yang punya bahasa tingkat tinggi, tentu.. beda generasi.

Aku awalnya berpikir bahwa semua ini akan menjadi mudah. Terutama setelah melihat Firza mendapat pujian dari bu Ine karena berhasil membuat nilai Bono naik pada tes sebelumnya. Bu ine tersenyum pada keduanya juga memberikan kado kepadanya dua buah cokelat batangan. Namun bu Ine juga memberikan hadiah lain berupa siluet BH belahan dada saat dia menunduk cukup lama didepan dua muridnya itu untuk mencari-cari cokelat dari dalam tasnya. Aku yang merasa lebih pintar dari Firza tidak mau kalah darinya. Sehingga aku memutuskan untuk membantu Renata mendapatkan nilai bagus.

Renata sendiri adalah salah satu anak termalas di angkatan kami. Kalau melihat dari wajahnya yang seperti cewek baik-baik, aku berharap hanya perlu memolesnya, meningkatkan semangat belajarnya, juga memberikan banyak tugas maka nilainya akan meroket. Hanya saja, harapanku itu sedikit terlalu tinggi karena Renata sepertinya memang terlalu malas.

Dalam setiap pelajaran Renata akan selalu tertidur sepanjang pelajaran bahkan juga pada setiap waktu istirahat kecuali, ketika mungkin Renata merasa lapar. Saat itu terjadi maka Renata akan membuka kotak bekalnya dan memakan dua sampai empat potong roti yang tidak di bakar ataupun meminum sebotol susu yang diletakkannya dalam botol minum. Selama setengah jam setelah makan inilah dirinya akan tersadar, sebelum tentunya tidur kembali sampai sekolah berakhir.

Tapi sebulan sekali akan ada hari dimana renata benar-benar terjaga lebih dari setengah jam itu. Hari itu adalah hari dimana ia dipanggil oleh bu Reva, tantenya yang menjadi guru BK di sekolah ini biasanya hari itu para guru akan menceramahi Renata, memaksanya untuk memperhatikan pelajaran, mengerjakan tugasnya, atau mungkin lebih serius menghadapi kehidupan.

Hari ini, adalah hari sekali dalam sebulan itu. Pada istirahat pertama ibu Reva telah memanggilnya. Dan kini menjelang pelajaran siang, Renata terlihat sibuk menyalin catatan temannya sambil menahan tangis. Aku pun merasa mendapat kesempatan dan menyodorkan catatanku padanya.

“pake punya aku aja Ren... ada penjelasannya... punya Mona cuma nyalin papan aja kan?”

“eh? jadi lebih panjang dong...” jawabnya berkerut.

Aku pun terdiam tidak bisa berkata-kata. Benar, catatanku sedikit lebih panjang dari seharusnya. Namun untunglah aku mendapat akal lain dan menjawab,

“emangnya kamu mau catatan yang ringkas tapi lengkap?”

“Ada?” ucapnya dengan mata yang berbinar.

“ngg musti aku Salin dulu... sih... tapi bukan ga mungkin...”

“Ru-rudi... to-tolong” serunya sambil menggenggam tanganku.

“bo-boleh... tapi ada bayarannya...” ucapku padanya.

Renata berkerut mendengarnya. Lalu buru-buru ia melepaskan tanganku seraya menunduk lalu melanjutkan catatannya tanpa mencoba mangaggap aku ada. Melihat itu aku dengan cepat berkata kepadanya.

“ga- ga pake duit...”

“ga! pasti mesum!” Ucap Renata buru-buru menolaknya.

“Eh? e-enggak!” jawabku cepat.

“ gu-gue mau dapet kado dari bu Ine. Ta-tapi lo musti dapet nilai bagus di pelajaran doi...” ucapku berbisik takut orang lain mendengarnya.

“Eh? bu Ine?”

“ssst”

“hehehe, apaan itu manggil doi, doi aje...emang itu ga mesum? Dasar cowok!”

Tapi tentu saja karena cerita masih cukup panjang, Renata setuju dengan syarat yang kuberikan, sehingga kami berjabat tangan. Lalu untuk pertama kalinya ia bersenandung melanjutkan catatannya. Untuk pertama kalinya Renata mengikuti pelajaran dengan senyum di wajahnya.Menimbulkan kegemparan di dalam kelas. Untungnya tidak melibatkanku.
 
Terakhir diubah:
Idenya bagus dan cukup fresh...:jempol:

tapi kalo bisa jenjang sekolahnya dijabarin, entah itu SMA, SMP, dsb. Biar nggak ambigu aja ngeliat umur mereka.

Lanjutkan gan...:banzai:
 
:mantap: nih ijin nongkrong om :mabuk:
 
:mantap: nih ijin nongkrong om :mabuk:
 
Hmmmm perpindahan pov'y kok aq jd bingungya, itu sebenarnya pov'y bu ine ato siapa sich :ampun:maaf ane gagal paham
 
Sudah tiga hari sejak aku mulai menyerahkan catatan ringkas pada Renata dan sudah tiga hari juga hujan turun. Apakah Renata tidak boleh belajar? Apalagi sudah dua hari ia mulai batuk-batuk bahkan hari ini dia pun belum kelihatan. Sialnya, bu Ine pun tidak masuk sekolah hari ini sebagaimana Renata yang meungkin sakit. Namun berbeda dengan Renata, bu Ine ternyata tidak masuk sekolah karena mengikuti acara seminar di luar kota. Bersamanya ikut dua orang guru laki-laki, dan satu orang guru wanita. Dan guru wanita itu tidak lain adalah tante dari Renata, Ibu Reva. Karena pelajaran pertama adalah pelajaran bu Ine, aku dan teman-temanku bisa duduk menongkrong di depan kelas.

“hujan terus nih...” gumam Bono menatap langit.

“ga ada bu Ine sepi nih...” lanjutku menambahkan.

“hehehe ” teman-temanku pun tertawa.

Kami menongkrong di depan kelas disamping payung-payung yang bertebaran. Kami menatap titik-titik hujan turun sambil menirukan gaya dan juga pesona bu Ine guru baru itu di depan kelas. Lalu munculah info-info baru mengenai ibu Ine. Dari penyelidikan ke tata usaha, Kupret (bukan nama sebenarnya) mendapatkan info yang menarik. Pertama, ternyata bu Ine sendiri masih baru lulus dari universitasnya jadi umurnya juga baru berkisar 23 tahun. Kedua, ibu Ine sendiri ternyata adalah anak perantauan sehingga otomatis bu Ine sendiri tinggal sendiri di salah satu rumah kontrakan tidak jauh dari komplek rumahku. Itu membuat kami berkhayal terlalu jauh Bahkan mulai tidak segan menyinggung hal-hal dewasa. Aku sungguh malu mengenangnya.

“kalo cewek lebih tua enam tahun ga masalah kan ya?” ucap salah seorang temanku menatap rintik hujan.

“hehehe gila lu ndro, guru woy!”

“eh kampret lu sendiri nyari ukuran badannya bu Ine kan lo? Ngaku!”

“Eh kok lo tau?”

Mendengar ucapan yang sudah semakin memanas aku memutuskan pergi ke UKS untuk tidur. Lagipula sampai nanti istirahat pertama, semua guru yang mengajar tidak hadir karena pergi ke seminar itu. Sebagai anak pintar di kelas, aku mengerti akan bahaya jika di cap mesum oleh anak-anak cewek.

Benar saja setelah aku pergi, anak-anak cewek mulai bergerak melabrak teman-temanku yang sudah gerah mendengar percakapan yang semakin mesum saja. Terlihat Ayu selaku ketua kelas memimpin mereka memarahi cowok-cowok Ine club itu. Sementara aku segera berlari menjauh melewati lorong dan juga lapangan.

“ahhh kalo Renata nilainya bagus pasti gw bakal di peluk bu Ine... hehehe.” gumamku dalam hati.

Sesampainya di ruang UKS aku terkejut karena di tempat tidur sudah tergeletak Renata dengan badan menggigil dan bibir pucat. Nampaknya penyakit yang sudah menderanya dua hari ini semakin parah. Benar saja ketika aku memegang kening dan lehernya terasa sangat panas. Dan ketika aku memegang kerah dan punggungnya terasa sangat basah. Untungnya ia sudah tertidur dengan selimut sehingga aku tidak perlu tergoda melihat tokednya dari sela-sela kancingnya. Namun Renata nampak menatapku lemah mungkin karena mendengar suara pitnu yang terbuka.

“Ren... elo.. bangun... mau teh anget? ” ucapku asal.

Renata mengangguk perlahan sebelum kembali terbaring lemah.

Aku pun segera berlari membeli segelas, tidak dua gelas teh hangat dan juga segelas susu hangat untuk minumku sendiri. Ditengah terpaan hujan aku menerobos masuk membawa ketiga gelas itu dengan berlari. Namun aku tidak perduli, ketidak hadiran Renata disekolah bisa membuat rencanaku mundur banyak dan mimpiku akan berakhir sebelum renata membuktikan kemampuanku . Renata jangan mati!

Namun, sebelum menuju UKS Aku berlari membawa gelas-gelas itu menuju kelas beberapa anak UKS. Sialnya seluruh anak-anak petugas UKS nampak sibuk mengikuti kelas. Akhirnya aku sendirilah yang harus mengurusnya. Dan sekarang aku panik karena nafas Renata tersengal-sengal seperti sedang sekarat.

“Ren... ren.. jangan mati dulu... gu-gue belom di peluk bu Ine nih...”

Namun tangan Renata tiba-tiba jatuh tergantung dari tempat tidur. Dan yang lebih parah ia nampak tidak bernafas. Dadanya tidak lagi bergerak naiki turun.

“Ren- renata! Aduh apa ? apa nafas buatan?” ucapku menggoyang-goyangkan tubuhnya.

“hmmmph... hahaha” tiba-tiba Renata tertawa lirih.

“duk”

Tangan renata yang lemas tiba-tiba memukul tanganku. Dan berkata,

“jangan cari kesempetan ya... ” candanya lemah.

Namun aku yang ketakutan setengah mati hanya bisa takjub akhirnya jatuh terduduk di samping temapt tidur UKS itu.

“haduh gw kira lo mati ren...” jawabku jujur.

Namun renata kemudian berbaring miring menggapaikan kepalan tangannya ke kepala ku dan memukulnya berulang-ulang dengan pukulan yang lemah.

“hehehe, mesum banget sih. Semua cowok gitu ya? baru pura-pura pingsan, eh udah mau maen cium-cium aja...” ucapnya dengan suara bergetar.

“duk, duk , duk” ucapnya memukul-mukul kepalaku.

“set dah, lo udah kaya mau mati gitu, masih becanda...” ucapku beranjak bangkit mengambilkan gelas teh dan susu padanya.

“Ngapain lo ke sekolah kalo sakit parah gini...”

“dirumah ga ada orang... hehehe... tar kalo gue mati, ga ada yang nemuin...”ucap Renata bergerak duduk.

“eh gitu? lo gitu banget... ngomongnya...”

Renata mengangguk dan mengambil gelas susu dan meminumnya dengan lahap.

“doyan banget sama susu...”

“yang ini enak... manis...”

“eh begitukah? Emang yang lo biasa bawa, susu murni?”

“air tajin rud...”

“hah?”

“hehehe, ga mungkin air tajin juga kali... cie ketipu lagi...”

Akhirnya setelah menghabiskan susu, kulihat moodnya semakin membaik. Dan setelah meminum obat, dia pun kembali tidur dengan memakai selimut. Aku pun memutuskan untuk kembali ke kelas dan tidak ingin menganggunya, Selain itu karena di UKS hanya ada satu tempat tidur sehingga aku juga tidak dapat beristirahat. Anehnya, saat aku kembali semua orang memandangku aneh. Terlihat beberapa dari mereka ada yang tersenyum, tertawa, bahkan ada yang memandang jijik.

Aku tidak akan tahu mengenai apa yang terjadi, kalau saja Ratih tidak memberitahu dengan mengisyaratkan kepada rok abu-abu yang ia kenakan. Aku melihat celanaku dan melihat noda basah berwarna putih. Menyadari arti semua pandangan itu, aku dengan segera berteriak,

“susu! ini susu! semua cium! Ini ga seperti yang kalian pikirin...” teriakku panik.

“pok” sebuah tangan menepuk pundakku.

“sama aja mamen... maen pake susu lebih mesum lagi...”

“Firza...”

“sampe tumpe-tumpe gitu...” lanjutnya menyeringai

“Enggak- enggaaaak...”
 
Idenya bagus dan cukup fresh...:jempol:

tapi kalo bisa jenjang sekolahnya dijabarin, entah itu SMA, SMP, dsb. Biar nggak ambigu aja ngeliat umur mereka.

Lanjutkan gan...:banzai:


oh iya makasih suhu, udah di edit
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Yg di akhir itu bikin ketawa wkwkwk
 
verita baru.. siap manteengin suhu.. semoga bu ine nakalin muridnya
 
Bimabet
part 3 POV Rudi

Malam itu bermimpi bahwa Renata datang dan menumpahkan susu dari botol yang biasa di bawanya, ke atas celana seragamku. Lalu dengan tawanya yang manis ia mulai menjilat dan menghisap susu di selangkanganku yang basah. Aku tentu saja panik apalagi ketika ia bergerak menurunkan celanaku menyebabkan kontolku nogol dari balik celana. Takut terjadi hal-hal yang buruk, aku pun mencoba berontak dan berlari pergi namun sayangnya tubuhku tidak mau menuruti perintahku. namun aku tetap memaksa dan kemudian merasakan sakit di kepalaku. Disaat itulah mataku membuka dan melihat lantai kamarku. aku menyadari aku baru saja terjatuh dari tempat tidur. Mimpi buruk?

Aku segera memeriksa celanaku dan mendapati bekas sperma. Ah... tapi kenapa Renata? Apapun alasannya, aku akhirnya memutuskan untuk mandi saja dengan air hangat karena cuaca diluar masih dingin dan langit pun masih sangat gelap. Terdengar bunyi hujan mengguyur seperti air keran sehingga aku tak bisa berolahraga dulu. Dan tanpa menunda lagi, Aku pun segera bergerak turun untuk memasak air. Namun ketika aku bergerak menuju kamar mandi, aku mendengar suara-suara mencurigakan dari arah teras. Suara koran-koran yang bergesekan.

“pa... ma... ” panggilku lirih.

Namun setelah beberapa kali memanggil, aku tidak mendengar jawaban dari kedua orang tuaku. Tersadarlah aku, karena mama saat ini mungkin sedang berada di korea selatan untuk keperluan pekerjaannya, sementara papa sudah berada di Sulawesi karena perlu mengawasi proyek pembangunan pembangkit listrik di daerah pedalaman. Keduanya baru akan pulang minggu depan dan urusan mereka tidak mungkin batal di tengah jalan.

“ma-maling...” panggilku lirih.

“maaliiing... maling...” panggilku lagi dengan mengubah suaraku menjadi sedikit lebih mesra.

Namun suara itu tidak menghilang dan tidak juga menyahut, dan membuatku bertambah panik. Dengan sigap aku membalut kepalan tanganku dengan handuk sebelum bergerak membuka pintu. Begini-begini aku anak karate ban hitam. Akhirnya tiba saatnya melakukan praktek.

“ckrek”

Setelah membuka kunci aku berjalan menuju teras. Aku meneliti di dalam kegelapan malam dan menemukan bahwa ada sesosok tubuh berbalut jaket merah muda tertidur di teras rumahku berselimutkan koran. Aku bergerak diam-diam dan bersiap memukulnya kalau saja aku tidak tersandung oleh sebuah tas ransel cokelat yang terlihat tidak asing. Segurat wajah langsung terbayang dikepalaku dan untuk memastikannya aku segera memutari tubuhnya untuk mendapati wajah yang kukenal baik.

“Renata...” panggilku pelan.

Matanya membuka, namun dia tidak menjawab. Tubuhnya terlihat menggigil kedinginan dan bibirnya juga bergetar bahkan hampir berwarna putih. Ketika aku menempelkan tanganku pada lehernya aku mendapati bahwa panas tubuhnya terasa lebih tinggi dari sebelumnya. Karena takut, aku segera membopongnya masuk. Ternyata ia tidak berat, bahkan cukup ringan. Apa ia cukup makan?

namun tiba-tiba saja Renata bersuara seperti mengigau,

“ma-kasih rud... catatannya” gumamnya dalam kesadaran yang tidak penuh.
 
Terakhir diubah:
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd