Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA A little perfect life

Bimabet
pendek banget gan, "panjangin" lagi biar ga kentang
 
Ijin ikut menyimak Hu
Itu kok part pertama di page 1 udah part 3 aja judulnya
 
Ok berdasar saran coba di update sekitar 2 halaman ms word, sehalaman ternyata kurang :kacamata:. Maaf kalo jadi agak lama nanti updatenya
 
-part 6- sekitar 1.5 halaman word semoga berkenan.


Setelah aku selesai dengan pengobatan alternatif, aku kembali ke kamarku dan melihat Renata sudah tidur lagi berlapiskan selimut tebal dengan setengah kepalanya menyembul. Wajahnya terlihat kesakitan sehingga aku pun kembali mengompres kepalanya dengan handuk dingin. Wajahnya yang tadinya berkerut kini terlihat lebih santai saat itu juga.

“Ternyata Renata demam melihat otongku...” gumamku lirih.

Lalu karena takut Renata kenapa-napa, Aku kini mengambil buku pelajaran dan belajar di meja belajarku sambil menungguinya. Setelah dua jam dia tertidur, nampaknya ia mulai terbangun. Karena ia mulai membuat suara-suara aneh dan nampak gelisah di dalam selimut. Aku tidak dapat melihatnya dengan jelas namun aku dapat melihat bahwa kakinya bergerak-gerak dari sisi meja belajarku, dan kini menongol keluar dari balik selimut.

“ahh panaaaas” teriak Renata bergerak bangun.

Aku bisa melihat siluetnya dari kaca bingkai foto. Dari awal ia mengipas-ngipaskanbajunya lalu sampai pada gerakan ia menarik bajunya keatas. Namun aku memilih tidak bereaksi karena sibuk menyiapkan catatan ringkas untuk perempuan ini. Namun tindakanku sepertinya membuatnya sedikit jengkel dan berkata kepadaku dengan kasar.

“kamu ga keluar? Aku lagi mau buka baju...”

“bukannya udah? diluar ga enak, ga ada meja yang cocok buat nulis.”

“Eh? ka-kamu liat? Ta-tapi...”

“keliatan dari kaca...”

“eh... ahhhh” seru Renata terdengar panik.

“bukk” sebuah baju tiba dilemparkan hingga mengenai punggungku.

“tuh baju lo...” Ucapnya sambil menarik selimut dan tidur meringkuk di dalamnya.

Aku menarik nafas panjang. Menjelang malam minggu aku hanya berduaan saja dengan seorang wanita cantik yang bertelanjang dada di dalam satu kamar. Wajar jika Renata terdengar marah, dan mencari-cari alasan mengusirku dari kamarku sendiri. Aku pun bergerak membawa beberapa buku yang menjadi rujukanku dan bergerak menuju ruang tengah. Aku sudah memutuskan akan melanjutkan belajarku di ruang tamu.

Namun sebelum keluar dai kama, aku bergerak membuka kunci pintu lemariku dan berkata kepadanya.

“pakai baju gw nih.” ucapku dingin.

***

“Ma-maaf...” ucapnya Renata dari arah tangga.

Aku yang masih sibuk menulis tidak kuasa menolehkan pandanganku kepadanya. Kini terlihat wanita dengan rambut sepinggang itu bergerak menuruni tangga berbalutkan selimut dari kamarku. Sesekali, aku dapat melihat betis dan pahanya yang putih tersembul keluar dari balik selimut seakan-akan Renata tidak mengenakan apa-apa lagi di balik selimut itu. Dia melangkahkan kakinya malu-malu seperti seorang perempuan yang pergi ke pesta dansa. Aku menduga demamnya naik sehingga ia mulai berkhayal hal-hal yang aneh.

Lalu seperti disengaja, tubuh Renata tiba-tiba limbung sebelum akhirnya terlihat berlari menuju bawah seakan-akan tubuhnya jatuh bebas. Meski aktingnya termasuk kelas teri, aku tetap saja berusaha menangkapnya. Bagaimanapun, kalau sampai cewek ini jatuh terguling, masalahnya tidak akan selesai hanya dengan masuk rumah sakit. Namun lagi-lagi aku terjebak karena Renata tiba-tiba terhenti lalu tertawa kearahku.

“hehehe... kena tipu lagi ya?”

Cukup! Kesabaranku habis. Aku pun berteriak kepadanya dengan penuh emosi.

“Renata!” teriakku berlari naik dengan emosi.

“hehehe” ia kembali tertawa sambil berlari menjauh dari kejaranku.

Sayangnya selimut melilit kakinya dan Renata yang belum pulih benar terpleset karenanya.

“Sret”

Renata jatuh meluncur menuruni tangga tanpa sempat berteriak. Untungnya aku sudah siap menyambutnya. Dalam sekejap aku berhasil menangkap badannya. Sialnya, setelah menangkapnya aku juga ikut meluncur jatuh. Kami terdorong sampai menabrak sofa ruang tengah. Sofa itu pun juga bergeser cukup jauh sebelum akhirnya kami berhenti. Ruang tengah pun menjadi berantakan dalam sekejap.

Saat kami terhenti aku tersadar bahwa selimut yang Renata tutupkan ke tubuhnya telah tersingkap. Ternyata di balik selimut itu, Renata tidak mengenakan bawahan sama sekali. Hanya baju kebesaran yang sangat pas-pasan untuk menutupi selangkangannya. Sayangnya kalau aku bisa melihat perutnya yang putih saat ini, tentu aku juga bisa melihat memek mulus tanpa rambut dengan garis kemerahan berkilat basah di bawah sinar lampu.

“Re-renata...kamu ga apa-apa?” panggilku terbata-bata

Renata menggeleng namun ketika aku bertanya lebih lanjut. Renata tetap diam meski nafasnya mulai berubah tidak beraturan. Akhirnya ia menarik tanganku yang memeluknya dan memindahkannya ke dadanya sambil berusaha mengkodekan tanganku untuk meremasnya. Bibirnya kemudian mendekat ke wajahku dan sedetik kemudian, kedua bibir kami bertemu.

Awalnya aku berharap bisa memimpin namun akhirnya aku gelagapan dibawah pilinan lidahnya yang mulai bergerak masuk. Tidak ada lagi permainan anak baik. Aku yang masih ingin mendominasi telah bergerak kasar meremas tokednya dengan gemas sementara Renata sendiri sedang mengesek-gesekan selangakangannya ke kulit pahaku yang tersingkap. Suhu tubuh kami berdua mulai merangkak naik menciptakan sensasi aneh pada kulit-kulit kami yang bersentuhan. Puncaknya tubuh kami berguling dan ciuman kami semakin liar. Renata menang dan dia sekarang menindihku dengan liar. Dengan tatapan sayu ia mulai menyuntikan air liurnya ke dalam mulutku.

Hanya saja, karena suatu alasan, segumpal air liur Renata yang memasuki mulutku membuat nafsuku hilang. Akupun tersadar dan mendorong tubuhnya menjauh. Renata nampak gelagapan dengan air liur menetes kemana-mana. Ia menatapku kaget dan terlihat ingin menangis. Lalu Renata berlari naik dan bergerak mengunci kamarku dari dalam.

Sepertinya ia memang benar-benar menangis karena samar-samar aku dapat mendengar isak tangisnya. Namun itu kamarku dan ia bahkan belum memberitahu alasannya berada di rumahku.

“Renata!” panggilku dengan suara keras.

“crek crek...”

Aku mencoba membuka kunci pintu dari luar dengan kunci cadangan. Sayangnya, kunci cadangan ini tidak bisa masuk karena sepertinya kunci lain masih terpasang disana. Aku hampir saja mendobraknya kalau saja itu membuat kamar yang sekarang Renata tempati tidak memiliki kunci, dan itu akan sangat mungkin menyebabkan terjadi hal-hal yang ingin ku hindari. Akhirnya aku duduk bersandar di depan kamarku dan menunggu Renata dapat menenangkan diri sambil aku mengajaknya bicara dari luar.

“Ren... mungkin... aku takut... karena kamu terlalu cantik ” ucapku memulai pembicaraan.

“jangan menangis... itu ga cocok buat cewek yang suka becanda... Hehehe...”

“maaf...”

Lalu aku beranjak turun sampai Renata tiba-tiba menyelipkan sebuah benda berukuran stik eskrim dengan dua garis merah dari bawah pintu. Lalu bergerak membuka kunci pintu kamarku. Namun aku hanya memilih menarik stik itu dan menggenggamnya erat-erat didadaku tanpa keinginan membuka pintu kamar. Aku bisa merasakan kabut dimataku dan kali ini, akulah yang ingin menangis. Bulir-bulir air mata mengalir turun menuruni pipiku.


maaf emosional TS :kbocor::kbocor: baper
 
Terakhir diubah:
Pertamax dulu

Laaaahh itu?.... Anu...

Testpack?
 
Terakhir diubah:
Part 7 -side story-

“hegh hegh hegh”

Aku terbangun saat menyadari tempat tidurku bergetar. Getaran itu berasal dari tubuh seniorku yang tertidur disampingku. Nampak dadanya yang setidaknya satu cup lebih besar dariku bergerak naik turun seiring irama getaran. Apakah teman sekamarku ini menderita epilepsi? Itukah alasannya terus melajang selama ini? Padahal ia lebih cantik dariku dan tubuhnya juga lebih indah. Sayang sekali... namun karena mataku berat, entah bagaimana aku kembali tertidur.

Entah kenapa aku merasa mengantuk pagi ini. Seluruh tubuhku terasa capek dan pegal. Dan yang lebih aneh, aku merasa bahwa ada sesuatu mengganjal di lubang anusku. Anehnya aku tidak menemukan benda apa pun disana. Seniorku lalu menawarkan sebuah obat pencahar ketika aku menceritakan masalahku. Kuminum obat itu sesuai tutup botol itu dan aku merasa sedikit lebih baik. Mungkin itu karena kotoranku terlalu mengganjal usus besarku.

Siang harinya, sat sedang makan siang bersama para seminar lainnya tiba-tiba tubuhku lunglai. Senior-seniorku segera membopongku kembali ke kamar membuat kami tidak makan bersama para peserta lainnya. Sebelum kesadaranku hilang salah satu dari mereka menyinggung obat pencahar. Senior yang menjadi teman sekamarku nampak terkejut dan mencoba bertanya padaku dan aku tidak menjawab , karena aku pingsan saat itu juga.

Saat terbangun seniorku nampak khawatir kepadaku. Disampingnya terlihat seorang dokter yang mengatakan bahwa pencahar yang dimiliki seniorku sangat kuat. Rupanya seniorku ini sudah kesulitan buang air tanpa bantuan obat. Atas saran dokter, mereka menyuruhku kembali ke rumah dengan segera.

Aku menangis menolaknya. Bagaimanapun juga ini adalah kegiatan penting untukku sebagai batu loncatan untuk mengncar tempat yang lebih tinggi. Terlebih aku dipercayakan untuk diberikan kesempatan berbicara dalam kegiatan ini. Padahal, beberapa senior lain saja tidak pernah mengikuti kegiatan semacam ini apalagi di berikan kesempatan sepertiku. Semua senior ditempat kerjaku mulai memaksaku untuk pulang. Bahkan beberapa dari mereka terdengar sudah memesankan tiket untukku. Namun aku bersikukuh dan tetap ngotot untuk tetap berada di resort ini. Event internasional bukan kegiatan yang terjadi setiap tahunnya.

Teman sekamarku lalu berbisik menanyakan mengenai seberapa kuat keinginanku untuk tetap tinggal. Aku menjawab sangat bahkan mungkin jika itu membahayakan nyawaku. Dia terlihat berpikir sebelum akhirnya mengajarkan cara untuk menolongku. Sebagai gantinya ia memintaku untuk tidak mengecewakannya. Sayangnya saat itu juga kotoranku meleleh tanpa bisa terbendung di atas kasur hotel. Karena malu dan lemas aku kembali tidak sadarkan diri.

Entah berapa lama aku pingsan. Karena saat aku terbangun, aku merasa telah berada di dalam bathub air hangat yang penuh dengan busa sabun. Terasa tubuhku digosok untuk membersihkan benda-benda lengket yang menempel di tubuhku. Aku merasakan geli sehingga tubuhku menggelinjang. Lalu, aku merasakan ada benda lain yang bergerak mengorek-ngorek anusku memberikan pijatan yang memberi rasa nyaman. Aku merasa rileks dan mulai menarik nafas panjang.

Aku pun mulai mengedarkan pandanganku dan melihat senior sekamar sedang sibuk memasukkan tangannya ke dalam bathtub. Terlihat dirinya lah yang membersihkan anusku dengan tangannya. Aku pun terharu dan mulai memanggilnya.Dia menoleh disahut oleh suara senior-senior lainnya.

Aku pun terkejut dan menoleh ke sekeliling. Terlihat salah satu seniorku tengah sibuk menyikat badanku. Sementara seorang senior lainnya terlihat sibuk membersihkan kasur hotel yang terlihat bernoda kecoklatan. Dengan wajah memerah karena malu, aku mulai mencoba berontak. Walau sepertinya mereka tidak berbuat aneh, tetap saja sebagian senior di kamar mandi ini bukanlah perempuan. Tanpa sadar birahiku naik. Aku menyemburkan cairan kewanitaanku di dalam air. di tengah badai orgasme yang tiba-tiba datang, tak terasa kotoranku juga ikut-ikutan keluar dan muali mengapung di dalam bathtub.

Kotoran itu segera membuat air dalam bathtub dengan cepat menjadi cokelat. Sehingga semua orang mulai fokus kepadaku termasuk senior yang terlihat sedang membersihkan tempat tidur. Lalu dua orang yang masih berpakaian lengkap itu menggendongku dan mendudukanku diatas toilet. Dan senior wanitaku yang kini sudah berganti dengan baju kaus mulai menyiramku dengan air dari selang. Aku berusaha menjerit karena dingin, namun suaraku tidak keluar dan tubuhku terasa lemas, dan hanya bisa pasrah dengan sentuhan-sentuhan yang membuat birahiku naik. Kali ini aku tidak pingsan dan terus bertahan sampai akhir.




maaf fillernya agak brutal.
 
Terakhir diubah:
Ini genrenya misteri.. Yg misteri itu pov sama latarnya... Duuuh

Kok seperti sebuah part dalam night shift nurse yaaa
 
Ini genrenya misteri.. Yg misteri itu pov sama latarnya... Duuuh

Kok seperti sebuah part dalam night shift nurse yaaa
eh itu yang mana suhu? nubi malah ga tau...:bingung: kalo liat dari brutalnya... hen*** kah?
 
permohonan maaf karena part 7 timelinenya beda. :ampun::ampun::ampun:



Part 8


“Eh mama sakit perut?” ucapku di telepon.

“Makan kimchi? Hahaha payah nih.”

“iya aku udah makan... Suara cewek? Oh tv... aku lagi di depan tv.”

“tumben? Ih hari minggu iseng tau ma... Lagi pula ga ada PR. Catatan udah banyak yang dikerjain. Mumet nih mumet... ”

“iyaaa... nanti coba masak sayur deh...”

“daghh...”

“trekk.”

Aku pun segera menutup telepon dari ibuku cepat-cepat sebelum ada seseorang yang suka iseng melakukan hal aneh. Benar saja, baru saja aku menutup telepon wanita di depanku ini sudah mulai berisik lagi.

“tante? minta anaknya makan sayur? Kalau gitu aku masakin dulu ya...sayaang...” ucap cewek itu beranjak dari duduknya.

“Eh, duduk! Kamu ini belum selesai ngerjain soal-soalnya udah mau kabur aja. Seharian ini harus bisa ngelarin semua, titik!” sahutku ketus.

Namun cewek dengan ukuran cup B itu kembali cemberut dan terlihat merengangkan tangannya membuat tokednya membusung dengan indah. Nampak ia mulai mencoba melenggak-lenggok membuat gerakan-gerakan yang membuat dadanya bergoyang-goyang dan membusung. Namun aku masih bisa terus memasang wajah serius. Sudah sehari semalam aku menjamahnya, bagaimana aku bisa tergoda lagi? Melihat ekspresiku yang tidak berubah ia pun bergerak menjatuhkan badannya keatas karpet di ruang tengah.

“bosaaaaan” teriaknya sambil berbaring.

Kakinya pun mulai menendang-nendang kakiku. Aku yang gemas pun mulai balas menggelitik kakinya yang menyembul dari bawah meja itu dengan jempol-jempol kakiku.

“Ayo kerjain lagi..” ucapku pelan.

“hihihih ampun pak guru. Jangan perkosa saya...”

“kerjain lagi! ” jawabku menghentikan gerakan kakiku padanya.

“Ih kok berhenti?” tanya Renata sepertinya merasa kentang.

“guru ga boleh merkosa muridnya kali.” Gerutuku padanya.

“ kalo gitu sama ayang rudi aja...”

“Renata, maaf aku ga mau sampai sana... berapa kali harus aku bilang?”

Dia pun bergerak bangkit berusaha memelukku. Namun sebelum aku beranjak menyambut dan mencumbunya. Kali ini bel pintu berbunyi dan membuat kami berdua terkejut. Aku pun menyuruhnya bersikap biasa seolah-olah kami sedang belajar bersama. tapi gawat juga kalau ternyata itu teman sekelasku. Tanpa sadar, kakiku terus melangkah melihat orang di depan pagar.

Aku yang panik tahu-tahu sudah berada diluar rumah tanpa sempat memberikan instruksi lain pada Renata. Padahal, pagi ini, ia lagi-lagi hanya mengenakan kaus kebesaran dan celana pendek tanpa pakaian dalam. Anak itu bahkan tidak membawa baju ganti dalam tasnya.

Namun, kekhawatiranku sepertinya tidak berarti. Orang yang kini berada di balik pagar adalah pemilik testpack dua garis di dalam lemariku. Seorang wanita yang terlihat lebih berisi dari saat kami terakhir bertemu. Seorang wanita yang kini rambutnya hanya sebahu. Ia nampak terlihat santai dalam balutan pakaian kasual dan jaket sport.

“hai rud...” ucapnya saat menyapaku.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd