Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Masukan suhu untuk cerita ini dengan akhir yang seperti apa?


  • Total voters
    46
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Part two


Alun alun Gwanghwamun

Suasana di sekitar tempat itu cukup ramai dikunjungi pengunjung, bahkan tidak sedikit yang berasal dari mancanegara. Memang tempat ini memiliki nilai sejarah yang teramat penting bagi negeri Korea. Sebuah patung berdiri kokoh di bagian selatan alun-alun sebagai penggambaran pahlawan perang negeri ini, yang di kenal sebagai Laksamana Yi sun Shin.

Di dekat patung sang Laksamana terdapat air mancur dua belas dua puluh tiga (12:23) yg melambangkan dua belas kapal perang di bawah pimpinan Laksamana Yi sun Shin yang telah mengalahkan puluhan kapal perang Jepang dalam perang laut myeongryang . Sedang angka dua puluh tiga melambangkan jumlah pertempuran yang telah di menangkan oleh sang Laksamana untuk mempertahankan negerinya dari serangan musuh. Sebuah simbol patriotisme dan kepahlawanan yang luar biasa semangat pengorbanan dan perjuangan yang di sertai tetesan darah ribuan jiwa jiwa pemberani. Semua darah dan luka itu semata untuk masa depan negeri yang mereka cintai.

Jeong Gyeko, wanita tua berusia hampir tujuh puluh lima tahun itu, berdiri belasan meter di hadapan patung Laksamana Yi Sun Shin. Pakaian nya yang terbuat dari bahan pilihan berkualitas serta dua pengawal pribadi yang berdiri tak jauh di belakang nya menunjukkan bahwa ia bukan lah wanita biasa. Mendiang suami Jeong Gyeko adalah pendiri perusahaan HUNG-GYEKO dan sudah puluhan tahun lama nya mereka berjuang untuk membesarkan HUNG-GYEKO hingga akhirnya perusahaan itu menjadi salah satu perusahaan pilih tanding di Korea Selatan dan kini dikenal sebagai HUNG-GYEKO Group.


Jeong Gyeko memandang wajah Laksamana Yi Sun Shin dengan tatapan kosong. Pikirannya menerawang jauh ke masa lalu, hari hari dmna ia dan mendiang suaminya berhiaskan kebahagiaan dalam kesederhanaan dengan hanya di temani seorang bayi laki-laki hasil kasih sayang mereka berdua. Betapa rindunya ia akan hari-hari itu. Di dalam kesederhanaan itu lah, ia dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya, cinta seorang suami dan hangatnya pelukan kasih sayang seorang anak. Namun seiring berjalannya waktu, segalanya dapat berubah karena pada dasarnya setiap insan pasti di bayangi oleh ambisi yang menjadi sumber dari sebuah kekhilafan.

Nyonya Jeong memejamkan matanya. Tanpa disadari tetes air mata penyesalan mengalir dari sela-sela mata keriput yang terpejam itu. Dadanya serasa sesak bagaikan terhujam pasak. Wajahnya yang telah di penuhi kerutan tak mampu menutupi bayang bayang kepedihan yang tengah ia rasakan. Melalui perjalanan panjang, HUNG-GYEKO berhasil meraih puncak kejayaan, mencapai apa yang di impikan oleh nya dan mendiang suaminya.

HUNG-GYEKO Group adalah simbol perjuangan dan kerja keras mereka, sebuah kejayaan yang di raih dengan tetesan keringat, darah dan pengorbanan. Ia seperti halnya Laksamana Yi Sun Shin, hanya saja berharap bahwa apa yang telah mereka raih tidak lah sia sia. Ia menyadari kelak dirinya akan menyusul sang Laksamana dan mendiang suaminya sendiri, menjadi bagian dari sejarah yang secara perlahan akan tergerus oleh perkembangan jaman.

Kini, Nyonya Jeong berdiri dalam kehampaan, meratap dalam kesunyian batin dihadapan sang perkasa Yi Sun Shin. Satu persatu orang yang ia cintai pergi meninggalkan nya. Mendiang sang suami meninggal karena sakit kanker yang di deritanya, sementara putra satu-satunya Chang Gyeko juga pada akhirnya menutup mata di usia muda. Chang Gyeko adalah harapan satu-satunya yang diharapkan menjadi penerus HUNG-GYEKO Group, putra satu-satunya yang amat ia sayangi. Namun Chang Gyeko jugalah putra yg telah mengandaskan sumua harapannya.

Setelah pengorbanan yang dilakukan bersama sang suami, Chang muda memilih jalan hidup yang berbeda, menjalin kasih dengan gadis penghuni panti dan memupuskan impian sang Ibunda untuk memimpin HUNG-GYEKO. Jeong Gyeko tidak pernah mengakui pernikahan putranya itu dan ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya. Penyesalan yang tiada berarti karena membuatnya kembali kehilangan harta yang paling berharga dalam hidup ini.

Tiga tahun setelah pernikahan nya, Chang Gyeko meninggal dalam sebuah kecelakaan bersama sang istri di provinsi Gangwon. Saat itu Jeong Gyeko masih terlalu angkuh untuk mengakui pernikahan mereka. Namun tahun terus berjalan dan dunia terus berputar. Perjalanan waktu yang panjang itu pada akhirnya telah mengikis kekerasan hati Jeong Gyeko.

Kini di usia senja nya, Jeong Gyeko kembali merasakan betapa berartinya sebuah keluarga. Rasa rindu dan kehampaan yang membelenggu hari-hari nya membuatnya resah dan terus di landa kegelisahan tiada akhir.

Mata yang semula terpejam itu mulai terbuka, berpandangan tepat dengan sang Laksamana yang terdiam membisu penuh arti. Sebuah tekad kuat semakin terpatri dalam hati Jeong Gyeko, sebuah tekad untuk menebus segala kesalahan di masa lalu. Satu tugas harus terselesaikan sebelum batas akhir riwayat kehidupan nya di ambil sang penguasa langit.

"Nyonya! Hari semakin siang . Anda memiliki janji dengan dokter Hio." Seorang laki-laki berkumis tipis berusia sekitar empat puluh tahun dan mengenakan jas hitam datang mendekat. Suaranya setengah berbisik, seakan enggan mengusik lamunan Jeong Gyeko. Dia asisten kepercayaan yang loyal dengan keluarganya. Tuan Sung Ji.

Jeong Gyeko tiada menoleh, ia masih memandang patung sang Laksamana Yi Sun Shin didepan sana, bukannya memberikan jawaban yang di harapkan, justru Jeong Gyeko berbalik mengajukan pertanyaan yang berbeda.

"Menurut ku, sudah saatnya untuk mengirim mereka ke Cheonan. Gimana pendapat mu?" Suara Jeong Gyeko terdengar berat seakan masih menahan beban.

Mendengar pertanyaan itu, Sung Ji tidak langsung menjawab. Dia menghela nafas panjang terlebih dahulu seakan berusaha menyelami alam pikiran Nyonya Jeong Gyeko sebelum akhirnya memutuskan berbicara.

"Saya rasa juga demikian Nyonya."

"Bagaimana status mereka saat ini? Apakah mereka masih pekerja kontrak?"

"Benar Nyonya, dapat di katakan mereka bekerja masih bagian dari HUNG-GYEKO, namun berada di luar sistem manajemen kita, Nyonya?"

"Apakah mereka sungguh dapat di percaya? Karena untuk sementara , aku tidak ingin para pemegang kebijakan dan manajemen di perusahaan mengetahui masalah ini."

"Mereka tidak memiliki kedekatan dengan manejemen perusahaan, bahkan saya rasa mereka termasuk kelompok yang keberadaannya sedikit terabaikan. Dan dari hasil penyelidikan , sepertinya mereka orang baik baik yang dapat kita percaya, Nyonya" jelas Sung Ji kepada Nyonya Jeong.

"Terabaikan. Aku tidak pernah terpikir ada kondisi semacam itu di perusahaan kita!"

"Maafkan saya, Nyonya!" Sung Ji segera membungkukan badan karena sadar ucapannya dapat menyinggung kepemimpinan nya.

"Lupakan, aku percaya padamu"

"Terima kasih Nyonya. Saya akan berusaha sebaik mungkin agar segala sesuatu nya berjalan sebagaimana yang anda harapkan."

Mendengar penuturan asistennya, Jeong Gyeko menarik nafas panjang mencoba melepas semua beban yang masih tersisa di dada.

"Kita berangkat sekarang. Jangan sampai dokter Hio menunggu terlalu lama" ucap Jeong Gyeko seari membalikkan badannya dan melangkah menuju mobilnya yang di ikuti oleh Sung Ji dan kedua pengawal nya.

*******


So_Ye_Jin_Umur_30_an.jpg
:)
Hyun In

Ditempat yang berbeda.....

"
Bagaimana nona Hyun in? Bisakah kau menjelaskan maksud ucapan mu tadi?" Ujar manajer Kim Lee bicara dengan nada yang tetap lembut.

Pemuda tampan yang usianya tidak terpaut jauh dengan Hyun in itu tidak menunjukkan rasa tersinggung. Bahkan sebaliknya, suaranya sedemikian tenang dengan senyum yang terus terukir di bibir. Namun caranya dia memandang Hyun in membuat gadis itu tak mampu berkata sepatah kata pun. Tenggorokan nya serasa tercekat dan pipi nya memerah menahan rasa malu yang tidak tertahankan.

"Nona Hyun in..." Manajer Kim Lee kembali membuka suara.

"Sa... Saya, emm..., ta... tadi saya...." Hyun in semakin panik . Rohnya seakan lepas dri raga. Di hadapan nya, manajer Kim Lee bagaikan pangeran dari langit dan dia adalah peri kecil yang tidak berdaya.

"Oh, manajer Kim, anda sudah datang. Terima kasih, mari kita ke ruangan. Ada yang ingin saya bicarakan." Tiba-tiba manajer Choi datang dan menyela.

Perhatian Kim Lee teralihkan. Dia menyambut jabatan tangan dari manajer Choi dan tak sempat untuk berbicara banyak karena manajer Choi langsung mengajaknya ke ruang kerjanya.

Hyun in tidak berani memandang ketika manajer Kim Lee berjalan melintasi nya.
Dengan lemas Hyun in kembali terduduk. Walau jantungnya masih berdetak kencang, setidaknya ia dapat bernapas lega. Kedatangan manajer Choi telah menyelamatkan nya. Shin Eun dan beberapa rekannya yang sejak tadi memperhatikan langsung datang mendekat.

"Wuih, hampir saja!" Seru Shin Eun setengah berbisik.

"Kenapa kau tidak mengatakan kalau dia ke sini!"

"Aku sudah memberikan isyarat. Kau saja yang tidak menyadari."

"Ah... Kau ini, selalu begitu!"

"Maaf" ujar Shin Eun.

"Kurasa ini bukanlah hari yang baik untukku" gumam Hyun in.

"Ah, sudah lupakan saja?"

Walaupun sudah terselamatkan , Hyun in tetap merasa resah. Ia yakin Manajer Kim Lee tidak mungkin melupakan kejadian tadi begitu saja.

"Heiii! Lihat ini. Desainer ternama Angelina Khan bersama empat desainer Asia lainnya akan bertandang ke Seoul bulan depan. Mereka menjadi tamu kehormatan dalam launching buku dari David Hurtman di Grand paradise hotel!" Salah satu anggota tim pemasaran tiba-tiba menyeruak masuk sembari membawa artikel yang baru saja di cetak dari internet dan membuat perhatian semua orang tertuju padanya.

Shin Eun yang berada paling dekat dengannya langsung meraih artikel tersebut.

"Angelina Khan...! Bukankah saat ini tim kita hendak melakukan pendekatan dengannya terkait rencana busana terbaru HUNG-GYEKO!? Kebetulan sekali jika ia datang ke Seoul." Ucap Shin Eun.

" Tidak, ini bukan kebetulan. David Hurtman memiliki jaringan relasi yang kuat dengan Donghae Group. Jangan-jangan.....?" Nada bicara Hyun in menunjukkan kecurigaan.

"Apa kau pikir Donghae Group juga bermaksud mendekati Angelina Khan? Kalau benar maka rencana yang sudah kita persiapkan sejak tahun lalu bisa berantakan! Tidak bisa kita biarkan.!"


Shin Eun mulai membaca arah pemikiran Hyun in. Beberapa rekan lain nya juga mengerutkan dahi, pertanda sedang berfikir keras. Memang Donghae Group adalah salah satu kompetitor terbesar HUNG-GYEKO. Tidak tertutup kemungkinan mereka berusaha menjalin kerjasama terlebih dahulu dengan Angelina Khan dan tentu hal ini akan merusak semua rencana yang telah di persiapkan oleh HUNG-GYEKO.

"Kawan-kawan , segera selidiki proyek apa yang sedang di lakukan oleh Donghae Group selama beberapa bulan terakhir ini!! Aku akan mencoba mendekati David Hurtman" seru Hyun in penuh semangat.

"Mari kita lakukan !" Shin Eun dan yang lainnya menyambut penuh antusias.


___________________________________________

(Bersambung)

Jgn lupa kripik nya suhu ....
 
Terakhir diubah:
Ijin bangun tenda di tepi sungai Han, suhu 234. Tamatin lho ya ini ntar...
Btw, dari segimanapun, banyak kemajuan nih penulisannya.
Nubie pantau terus nih, Semangat lanjutinya ya. . . ! ! !
:semangat:
:pandaketawa:
Thanks ya suhu.. motifasinyaa

Ane masih belajar Om suhu..
Masih berantakan...
Mohon bimbingan nya untuk nubii
 
Wah asyik udah update lagi. Makasih hu
Apa Jeong Gyeko punya cucu ga ya untuk jadi CEO nerusin usaha HUNG-GYEKO Group.. menunggu lanjutannya hu
 
Part Three


Hari yang indah di Seoul, hari dimana semua insan bertarung dengan takdir, mencoba menggapai impian dan bermain dengan hasrat dunia. Manusia tidak pernah merasa lelah dengan ambisinya, namun sang Surya yang menjadi saksi bisu segala aktivitas manusia pada hari ini yang perlahan mulai merasa lelah.

Dengan iringan senyuman terakhir di penghujung barat, ia serahkan segala kuasa pada sang rembulan yang telah menanti waktunya tiba. Matahari dan rembulan, keduanya senantiasa menempati janji masing-masing, saling memahami dan saling menghargai. Keduanya tiada berharap untuk saling memiliki seakan mereka memang di takdirkan untuk terpisahkan. Namun dalam keterbatasan itu, mereka justru saling mengasihi. Kebersamaan di antara keduanya tak pernah terkekang oleh ruang dan waktu. Sebuah keindahan dalam ketulusan yang di tunjukkan oleh alam sebagai hikmah untuk segenap insan di dunia.

Malam belumlah larut, namun udara dingin telah terasa merasuk hingga ke dalam tulang. Di salah satu sudut kota, tampak sebuah rumah makan sederhana di penuhi oleh pengunjung. Rumah makan itu terkenal dengan menu masakan ‘ kimchi’ dan ‘doenjang’ yang istimewa, banyak pengunjung yang mampir ke tempat itu. Ada yang sepulang dari kantor untuk sekedar makan dan bincang-bincang sebelum pulang ke rumah.

Andra duduk bersandar sembari memandang ke luar melalui kaca jendela yang ada di sampingnya . Masih seperti yang ia lakukan tadi pagi di pabrik, pikiran nya menerawang , menembus dimensi ruang dan waktu.

"Apa sebenarnya yang kau pikirkan?" Tanya Satria yang duduk di hadapannya. Pemuda berambut pendek itu nampak santai menyantap hidangan yang tersaji di meja. Tidak sedikitpun kesan gundah di wajahnya, padahal saat ini mereka berdua dalam bayang bayang pemecatan. Jauh berbeda dengan Andra yang memang sejak beberapa hari terakhir sudah nampak sering murung.

"Kau khawatir kita di pecat?" Kembali Satria bertanya.

"Entahlah...., Sebenarnya aku tidak ingin memikirkan hal itu." Barulah Andra membuka suara, namun tatapannya tidak berubah, bahkan hidangan di atas meja sama sekali belum ia sentuh.

"Baguslah kalau begitu" sahut Satria santai sembari menengguk minuman nya.

"Aku merindukan rumah"

Suara Andra nyaris tak terdengar, namun cukup untuk membuat Satria menghentikan aktivitasnya. Dalam benak Andra , terbayang ibu dan kedua adiknya yang masih kecil. Jauh jauh dia merantau ke negeri ginseng ini untuk mereka. Namun entah kenapa semenjak menginjakkan kaki di negeri ini , hatinya terbelenggu dalam kehampaan dan kerinduan.

Semakin lama kerinduan itu semakin menghimpit dada dan membuatnya merasa jenuh dengan hari hari yang ia habiskan selama ini. Keinginan untuk pulang itu sedemikian mendalam. Betapa rindu nya akan pelukan hangat seorang ibu dan betapa rindunya ia melihat senyum manis kedua adik kecilnya. Andra tidak pernah menyesali keputusannya untuk bekerja di negeri itu. Namun ia tak mungkin memungkiri betapa hampa jiwanya saat ini.

Ia mendapatkan apa yang ia inginkan, uang, bahkan jauh lebih banyak dari yang ia dapatkan di negeri sendiri. Untuk semua itu, ia rela kebahagiaan nya hilang. Hari hari yang dulu ia jalani bersama ibu dan kedua adiknya sirna, terpisah oleh samudra yang terbentang luas, terpisah oleh harapan yang semu untuk sebuah masa depan.

Adakah semua itu sepadan , antara hasrat, ambisi dan keinginan hati? Semua pertentangan dalam batin itu menciptakan prahara dalam jiwanya. Apakah harta dan uang harus menjadi tolak ukur masa depan seseorang? Adakah kebahagiaan dapat tercapai dengan harta serta kemewahan dunia? Tidak adakah kebahagiaan tercipta dalam sebuah kesederhanaan? Tidak adakah keindahan terlukis dalam sebuah keterbatasan?

Satria memandang sahabatnya. Walau tampak tidak peduli, pemuda berkaca mata hitam itu seakan memahami perasaan Andra.

"Kau membuat selera makan ku hilang!" Gerutunya dengan melempar senyum kecut.

"Jika kita memang di pecat , aku akan langsung pulang ke Bekasi. Aku masih ada sedikit tabungan . Mungkin aku bisa buka bengkel kecil di rumah." Andra berbicara tanpa menoleh ke arah Satria.

Mendengar ucapan sahabatnya , Satria hanya tersenyum kecil. Dia menuang minuman ke dalam gelas Andra.

"Sudah lupakan saja, sekarang minumlah dan nikmati malam ini. Jangan membuatku kesal dengan sikap mu yang menyedihkan itu." Walau sedikit menyindir , nada bicara Satria mengandung gurauan. Ia memang bersikap semaunya dan tidak memandang serius segala masalah.

Untuk pertama kalinya Andra menatap langsung wajah sahabatnya itu. Dia menerima gelas pemberian Satria, namun ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.

"Bagaimana denganmu?" Tanya Andra tiba-tiba ke arah Satria.

"Aku?"

"Ya kamu! Ya apa yang kamu lakukan jika kita benar-benar di pecat?"

Satria yang mendapat pertanyaan tak terduga itu hanya tersenyum kecil sembari menggaruk-garuk kepalanya. "Entahlah..., aku suka tempat ini. Mungkin aku akan tinggal di sini sementara waktu."

Jawaban itu tentu saja keluar tanpa pertimbangan dan tanpa pemikiran apa pun. selama ini, tak ada yang benar-benar memahami jalan pikiran nya, bahkan Andra sekalipun.

"Kau punya tabungan?" Tanya Andra.

"Tabungan, hahaha....! Pertanyaan macam apa itu. Kau kan tahu, aku tidak pernah menabung" jawabnya tanpa beban apapun.

Andra menggeleng gelengkan kepala nya seakan sulit memahami sahabatnya itu. Dia tahu kebiasaan buruk Satria yang selalu menghabiskan uangnya untuk bersenang senang.

"Tetapi dalam kondisi seperti ini, apakah sedikit pun Satria tak merasakan kekhawatiran? Apa yang akan di lakukan nya tanpa uang dan pekerjaan di tempat ini? Sungguh pemikiran yang tak masuk akal ," pikir Andra dalam hatinya.

"Apa kau bermaksud untuk bekerja dan tinggal di negeri ini secara ilegal!" Hendra kembali bertanya sembari mencoba menerka jalan pikir sahabatnya itu.

" Tentu saja tidak"

"Lalu...?"

"Heiii... Lihat lah mereka. Cantik sekali kedua wanita itu. Bagaimana kalau kita berkenalan.?" Satria memotong kalimat yang di ucapkan andra.

"Jangan mencari masalah."

"Tenang saja"

Jelas sekali Satria berusaha mengalihkan perhatian. Rupanya saat ini, ia enggan membahas kehidupan pribadi nya. Belum sempat Andra menyadari apa yang akan dilakukan oleh sahabat nya itu, mendadak Satria bangkit dari kursi dan menuju sebuah meja yang di tempati oleh dua orang gadis berparas cantik.

"Ukhh...., Maaff...!" Satria melangkah mendekat secara mendadak menjadi limbung seakan kehilangan kendali dan langsung duduk di samping salah satu gadis itu.

"Hei... Kau kenapa?" Gadis cantik yang memakai blus putih itu nampak terkejut ketika Satria mendadak duduk di sampingnya.

"Maaf, Sepertinya aku terlalu banyak minum" ucap Satria ringan tanpa perasaan canggung.

"Oh begitu, kalau tidak terbiasa sebaiknya jangan minum terlalu banyak" dengan polos gadis di samping Satria menanggapi.

"Namaku Satria dan di meja sebelah sana temanku, namanya Andra."

"Aku Shin Eun dan ini Hyun in."

"Jadi apakah kalian sering makan di sini?" Tanya Satria mulai mencoba mengakrabkan diri.


"Sudahlah, Shin Eun tak perlu di tanggapi" Hyun in yg semula diam memperhatikan, mendadak berbicara sembari menatap tajam ke arah Satria.

"Hei, Hyun in. Kenapa kau bersikap seperti itu?" Shin Eun nampak belum memahami situasi yang sedang terjadi.

"Ini taktik kuno para pemuda. Pertama, mereka mencari alasan untuk mendekati kita. Setelah berkenalan, mereka kemudian mencoba menarik simpati mu secara perlahan. Bukan begitu , tuan Satria?". Kalimat Hyun in datar namun langsung mengena di hati Satria.

"Hahaha.... Kau bisa saja, nona!" Satria tertawa kecil sembari menggaruk-garuk . Ada rona kemerahan di pipinya, saat Hyun in memandangnya sedemikian rupa , namun pemuda itu bersikap tenang seakan tak peduli walau pun rencananya sudah ketahuan.

"Permisi, tuan Satria, kami harus pulang. Ayo Shin Eun." Ucap Hyun in tenang dengan senyum mengejek , sembari bangkit berdiri dan menarik lengan Shin Eun.

"Hati hati di jalan ya" ucap Satria setengah menggoda, sementara Andra yang duduk di meja lain merasa malu dengan tingkat sahabat nya itu. Ia mengalihkan pandangan, berpura-pura tidak mengenal Satria.


*********


Hari ini di salah satu pabrik milik HUNG-GYEKO seperti biasanya puluhan pekerja tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Sebagian bermain dengan mesin serta peralatan canggih, sementara sebagian lagi bekerja secara manual. Disebelah Utara pabrik , beberapa orang tampak sibuk mengemasi produk produk yang hendak di kirim ke berbagai penjuru negeri maupun luar negeri. Sama seperti rekan rekan kerja yang lain, Andra dan Satria sigap mengangkut produk yang sudah dikemas rapi masuk ke dalam truck.

Beberapa hari ini mereka harus bekerja lebih keras lagi karena jumlah pesanan semakin meningkat sementara proses produksi mengalami keterlambatan. Pengiriman harus berja sesuai jadwal agar tidak merusak sistem pemasaran yang telah berjalan meskipun untuk hal itu, perusahaan harus menambah jam kerja para pekerja pabrik.

"ANDRAA...?"

Suara Sudirman membuat Andra menghentikan aktivitasnya.

"Ada apa Paman!"

Pemuda berjaket kelabu itu memandang wajah Sudirman yang memanggil nya. Ada kesan muram tergambar di wajah lelaki tua itu , membuat Andra merasa tidak nyaman.

"Kau dan Satria diminta menghadap manajer Jung. " Suara Sudirman terdengar berat dan lirih , menunjukkan kecemasan yang mendalam.

Beberapa pekerja yang mendengar juga secara perlahan menghentikan aktivitasnya. Raut wajah mereka seketika ikut berubah. Baika Andra maupun Satria menyadari pemanggilan itu pasti berhubungan dengan insiden yang terjadi lusa kemarin dengan tuan Han dong.

Mengingat kedekatan antara tuan Han dong dengan manajer Jung, besar kemungkinan hari ini mereka akan mendapat surat pemberhentian secara sepihak. Andra menghela nafas panjang, berusaha meyakinkan diri bahwa apa pun yang terjadi hari ini adalah terbaik bagi dirinya. Berbeda dengan sahabatnya, Satria justru berlaku sebaliknya, dengan senyum kecil ia menyeka keringat di kening dan melangkah mendekat Andra.

"Ayo kita selesaikan. Lebih cepat lebih baik!" Ucapnya santai sembari menepuk pundak Andra.

Melihat sikap sahabatnya itu Andra hanya menggelengkan kepala. Dia sempat melempar pandangan pada Sudirman dan beberapa rekannya yang lain sesama dari tanah air. Mereka semua memandang dengan penuh kecemasan.

"Jangan khawatir kami akan baik baik saja!" Ucap Andra dengan sedikit senyum yang di paksakan sebelum kakinya melangkah menyusul kepergian Satria.

Selalu ada hikmah yang tersirat stiap pergantian siang dan malam , namun hanya sedikit insan yang mampu merasakan arti di balik semua itu. Terkadang segala sesuatu tiada berjalan sebagaimana yang di rencanakan. Namun ada kalanya sebuah kesalahan mendatang kan anugrah terindah yang tidak pernah terbayangkan.

Andra dan Satria berdiri di hadapan manajer Jung yang memandang dengan wajah dingin dari kursi jabatan nya. Supervisor Han dong berdiri angkuh di samping keduanya, senyum sinis terukir di bibir supervisor itu seakan ia merasakan kepuasan dan kemenangan.

"Aku sudah mendapatkan laporan atas perbuatan kalian dari tuan Han dong" ucap manajer Jung yang memimpin divisi produksi sekaligus tujuh pabrik utama milik HUNG-GYEKO. Entah apa saja laporan yang di sampaikan oleh supervisor Han dong. Namun yang jelas, seperti nya hal tersebut akan berdampak negatif bagi keduanya.

Sebenarnya manajer Jung adalah seorang pemimpin yang tangguh serta profesional. Dia memilih memindahkan ruang kerja beserta seluruh tim nya dri kantor pusat ke pabrik tersebut semata-mata agar dapat mengontrol sistem produksi dan meningkatkan fungsi manajemen. Namun sayang hubungan nya dengan tuan Han dong yang masih memiliki hubungan kekerabatan telah menjadikan kebijakannya terasa kurang berpihak pada pekerja rendahan. Hal ini disadari benar oleh Andra dan Satria sehingga keduanya telah mempersiapkan diri untuk keputusan terburuk yang akan mereka terima.

"Aku juga sudah mendapatkan masukan dan pertimbangan dari beberapa supervisor lainnya" kembali manajer Jung berbicara dengan tetap berwajah dingin.

Satria yg berada di samping kanan Andra tampak kurang antusias mendengarkan penjelasan itu. Dengan kedua tangan masuk kedalam saku celana, sesekali dia melirik kearah supervisor Han dong dan melontarkan senyum mengejek seakan ingin menunjukkan bahwa dia tidak peduli dengan apa pun keputusan yang di berikan sang pemimpin. Tentu saja sikap Satria tersebut membuat tuan Han dong meradang. Ia merasa semakin dilecehkan. Jika tidak memandang manajer Jung tentu saat itu juga ia ingin mendamprat pemuda di hadapannya itu.

"Bagaimana! Adakah pembelaan diri yang ingin kalian sampai kan?" Manajer Jung menutup kalimat nya dengan sebuah pertanyaan.

Andra menarik nafas dalam-dalam dan menoleh ke arah Satria. Melihat sikap sahabatnya yang tidak begitu menanggapi serius ucapan manajer Jung membuatnya semakin mantap untuk mengakhiri semua masalah itu dengan cepat.

"Tidak ada, kami akan menerima keputusan perusahaan." Ucap Andra mewakili sikap keduanya.

Manajer Jung menaikkan wajah dan memandang lebih seksama dua pemuda di hadapannya, berusaha memahami isi pikiran mereka . Beberapa saat ia hanya terdiam dan akhirnya kembali membuka suara.

"Menimbang semua yang telah terjadi, atas sikap kalian yang telah melecehkan serta melawan seorang supervisor, maka sangsi yang ingin ku berikan adalah memberhentikan kalian sebagaimana permintaan tuan Han dong." Ucap manajer Jung yang di sambut dengan senyum kemenangan sang supervisor.

Andra dan Satria yang sudah menduga keputusan tersebut tidak sedikit pun menapakkan keterkejutan.

"Namun sayangnya, aku tidak dapat melakukan hal itu." Mendadak manajer Jung menyambung kalimat nya.

Lali ini barulah Andra dn Satria terkejut dengan ucapan manajer Jung. Meraka tidak yakin dengan apa yang mereka dengar . Supervisor Han dong yang juga mendengarnya sontak berkesiap.

"Apa!?" Suara supervisor Han dong terdengar jelas.

"Aku tidak akan memberhentikan kalian." Kembali manajer Jung memberikan penegasan yang disertai penekanan nada lebih tinggi.

"Manajer Jung.... Apa maksud anda?" Kali ini supervisor Han dong benar-benar terkejut dan langsung mempertanyakan keputusan tersebut.

Andra dan Satria yang semakin tidak mengerti . Mereka hanya saling melempar pandangan, mereka benar-benar tidak paham maksud manajer Jung. Sedang sikap tuan Han kang menunjukkan bahwa keputusan itu bertentangan dengan keinginan nya.

"Manajer Jung, apa maksud semua ini? Mohon dipertimbangkan kembali! Mereka telah keterlaluan dan harus diberhentikan untuk memberi pelajaran bagi pekerja lainnya." Supervisor Han dong kembali bersuara. Dia terus berargumentasi dan berusaha mengubah keputusan sang pemimpin.

"Manajer Jung, anda harus....."

"SUPERVISOR HAN DONG!!!!" suara manajer Jung mendadak terdengar lantang dan seketika membungkam kalimat tuan Han dong.

"Sss... saya... ,Tuan...!" Sahut tuan Han dong dengan lirih. Sadar bahwa keputusan yang diambil Manajer Jung tidak mungkin bisa di ubah lagi.

"Tinggalkan kami! Ada hal yang ingin ku bicara kan dengan mereka berdua!" Kalimat manajer Jung terdengar tegas dan penuh penekanan.

Batin supervisor Han dong bergejolak , dia tidak memahami jalan pikir manajer Jung dan tidak bisa menerima keputusan itu. Namun sebagai bawahan ia menyadari bahwa tidak mungkin pula baginya membantah sang pimpinan. Dengan menahan kecewa serta kekesalan tiada tara, ia membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan dan keluar meninggalkan ruangan tersebut.

Andra yang tidak kalah terkejut memandang wajah manajer Jung dalam-dalam seakan mencoba mencari arti semua kejadian itu. Bahkan raut wajah Satria yang biasanya tak acuh ini kini nampak jauh lebih serius. Keduanya menanti dengan penuh tanda tanya sembari mencoba menerka apa yang sebenarnya ada dalam benak manajer Jung.

Andra dan Satria masih terbungkam oleh keheningan dan tatapan dingin dari manajer Jung. Setelah kepergian dari tuan Han dong, untuk beberapa saat lamanya, sang manajer hanya membisu dengan dahi berkerut seakan tengah memikirkan sesuatu.

" Manajer Jung...." Suara Andra tertahan karena sang manajer mengangkat telapak tangan nya sebagai isyarat bagi mereka berdua untuk menahan diri.

Perlahan manajer Jung membetulkan posisi duduknya , kemudian tangan kanannya mengeluarkan sebuah amplop besar dri dalam laci dan meletakkan nya di atas meja, tepat di hadapan mereka berdua.

"Kalian di tugaskan ke Cheonan!" Ucapnya dengan dingin namun penuh ketegasan.

"Cheonan? " Kalimat penuh tanya itu terucap oleh Andra dan Satria nyaris bersama an.

Dua pemuda bertubuh ramping dan tinggi itu saling menoleh satu sama lain seakan mencoba menjajaki pikiran masing-masing. Tidak ada di keluarkan oleh perusahaan adalah sesuatu yang mengejutkan, kini di tambah lagi mereka mendapatkan tugas lain.

"Di dalamnya ada uang, tiket, serta alamat yang harus kalian tuju" manajer Jung kembali memberikan penjelasan.

"Apa yang bakal kami kerjakan di Cheonan? Apakah di sana juga ada pabrik milik HUNG-GYEKO? " Andra berusaha mencari kejelasan dari tugas baru nya, sementara Satria memilih diam dan berfikir.

"Jangan banyak bertanya karena aku tak memiliki jawaban nya?"

"Saya tidak paham. Apa maksud anda, tuan!"

"Perintah ini datang dari kantor pusat dan kalian harus berangkat siang ini juga." Suara manajer Jung terdengar bersungguh-sungguh dan membuat Andra dan Satria semakin tidak mengerti dengan tugas barunya.

"Cheonan... Seperti nya tempat itu menarik " gumam Satria dalam hati .

Entah apa yang ada di dalam pikiran nya, namun sepertinya pemuda itu cukup antusias untuk berangkat ke Cheonan meskipun dia sendiri belum paham tugas barunya di sana.

"Pergi lah sekarang sebelum aku berubah pikiran." Kalimat manajer Jung mengakhiri pembicaraan mereka.

Hidup adalah sebuah pilihan dan perjalanannya membutuhkan perencanaan serta pemikiran yang mendalam. Namun terkadang tidak semua berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terkadang bentangan pilihan hanya menyudutkan seseorang dalam labirin masalah yang tak berujung.
Andra dan Satria tidak menyadari tugas semacam apa yang menanti mereka di Cheonan. Tetapi bagi keduanya , pilihan itu lebih baik dari pada berakhir dalam sebuah keterpurukan dengan diberhentikan dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Dalam batin Andra ia merasa ingin pulang ke tanah air, namun ia menyadari bahwa apa yang ia miliki saat ini belum lah cukup untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk ibu dan kedua adiknya yang masih sekolah. Dengan memantapkan hati untuk sebuah harapan, ia berangkat ke Cheonan. Sedang Satria yg tiada pernah memperdulikan masa depan serta kehidupan nya hanya berharap dapat bersenang-senang di kota itu.

__________________________________________


(Bersambung)

Jangan lupa tinggalkan kripiknya suhu
Setelah membaca....
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd