Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Alana

CHAPTER 5



POV Alana



“Kenapa tadi kamu menangis?” kini tinggallah aku dan Andi berdua di depan kosan, bermodalkan kursi plastik, menikmati malam sembari menunggunya untuk berpamitan pulang.

Aku hanya menggeleng, sambil menyeruput teh panas yang baru saja ku buat bersama secangkir kopi untuk lelaki di sebelahku ini.

“Al… aku tahu kamu pasti mengingat ayahnya Rafa kan? Sejujurnya aku tak ingin ikut campur terlalu jauh, cuma, bukankah ini sudah berlalu cukup lama… tapi mengapa kamu masih belum juga menceritakan padaku, siapa dia, dan dimana dia sekarang?”

“Andai aku mempunyai kemampuan itu, mungkin kamu tak akan pernah melihatku menangis seperti tadi, Ndi”

Aku menarik nafas dalam-dalam. Sejujurnya juga, sebulan setelah dia pergi begitu saja meninggalkanku, aku mencoba untuk mencari tahu keberadaannya, namun, di negara sebesar ini, dengan jumlah penduduk yang ratusan juta jumlahnya, belum lagi, siapa aku yang hanya orang biasa dan tidak memiliki kemampuan untuk mencari lebih jauh keberadaan seseorang, akhirnya menemukan jalan buntu. Akhirnya hanya berserah diri pada yang maha kuasa, apabila memang ini adalah jalan terbaik untukku, maka aku ikhlas menjalaninya.

“Jadi kamu belum tahu dimana dia sekarang?”

Aku menggeleng.

Sedih sih. Cuma mau gimana lagi, aku harus tetap melangkah ke depan kan? Dan tidak terus menerus hidup dalam bayang-bayang masa lalu.

“Hmm, boleh aku nanya sesuatu? Tapi, apabila kamu tak ingin menjawabnya, jangan di jawab saja, al”

Aku sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, menoleh pada lelaki di sebelahku ini. “Tanyakan saja, kalo aku bisa jawab, aku akan menjawabnya.”

“Kenapa kalian berpisah?” tiba-tiba Andi bertanya demikian. Aku belum siap. Tapi, tidak seharusnya juga aku menyimpannya terlalu lama. Setidaknya aku harus berbagi dengannya.

Kini, tarikan nafasku sangat panjang. Ingatanku kembali berputar pada kejadian kala itu. Aku sama sekali sulit untuk melupakannya. Andai aku bisa, aku malah bisa menjalani hidup jauh lebih bahagia lagi dari yang sekarang.

“Aku membohonginya, Ndi. Dimata dia, aku adalah penipu dan wanita yang jahat. Yang demi uang bisa menghalalkan apa saja, bahkan….” Alana, kamu harus kuat. Jangan dulu mengeluarkan air mata saat ini.

Kamu harus kuat.

Kamu harus kuat.

Berulang-ulang ku ucapkan dalam hati buat penyemangat sambil ku tengadahkan kepala ke atas, mencoba untuk bertahan. Mencoba untuk membendung telaga di kedua mata ini.



Namun….

Nyatanya aku gagal menahannya.

“.…….. hiks… hiks, bahkan rela memberikan tubuhnya pada seorang pria demi uang, Ndi… hiks… hiks, itulah yang dia pikirkan tentangku. Itulah mengapa dia pergi meninggalkanku Ndi. Hiks… hiks”

“Ya Allah Alana. Kenapa kamu menangis lagi?” Andi kini mencoba untuk menenangkanku, tapi aku tetap terus mengeluarkan air mata ketika mengingat setiap kata yang terucap dari ‘dia’ kala itu.

“Gak apa-apa Ndi. Aku memang wanita yang jahat Ndi. Aku memang tega menipunya. Hiks… hiks. Ya Allah, sakit sekali hati ini. Hiks hiks….”

Andi terus menerus menenangkanku, hingga tak berapa lama akhirnya aku bisa mengontrol diri. Dan tersadar, jika posisiku kini berada di pelukan lelaki itu.

“Astagfrullah… Ndi, maaf!” ujarku dan spontan melepaskan diri darinya.

“Gak apa-apa, al. Selama kamu tenang, aku rela menjadikan diriku sebagai tumpuan kesedihanmu,”

“Bahkan aku re-” segera ku sela, sambil menggeleng.

“Udah Ndi. Jangan pernah berharap apapun dariku. Karena, seberusaha apapun kamu, akhirnya kamu sendiri yang akan terluka”

Andi menarik nafas dalam-dalam. “Ya, aku tahu al. Aku tahu posisiku. Aku juga tahu bagaimana perasaanmu padaku”

“Maafkan Alana ya Ndi”

“Its oke.”

Kami tersenyum. Tapi aku tahu, dalam hati lelaki ini pasti rasanya seperti teriris-iris. Tapi, aku juga tak bisa memaksakan diri untuk menerima perasaannya. Karena aku sendiri memang tidak memiliki perasaan apa-apa padanya. Hatiku sudah membeku seperti batu.

“Boleh nanya lagi?”

“Hmm tanya aja, selama aku bisa jawab. Aku pasti jawab, Ndi”

“Katakanlah kamu menipunya, boleh aku tahu… kamu menipu dalam hal apa?”

Aku menggeleng lemah. Kenapa harus hal itu di tanyakan sih?

“Gak usah di jawab, al”

“Gak apa-apa Ndi. Aku akan jawab….”

Andi menatapku. Aku tersenyum, mencoba untuk meyakinkannya jika aku sudah baik-baik saja sekarang.

“Aku menipunya dengan menyamar sebagai sosok perempuan yang selama ini dia cari”

Andi langsung speechless mendengarku.

“Aku tahu, aku memang jahat Ndi. Tapi… aku punya alasan mengapa aku melakukan itu semua”

“Dan kamu sudah bercerita padanya, mengenai alasanmu itu?” aku sekali lagi menggeleng.

“Itulah kebodohanku yang ku sesali hingga saat ini” aku bergumam, karena memang, sampai detik ini, penyesalan ku yang teramat mendalam adalah - tidak berterus terang pada sosok yang sedang kami bahas saat ini lebih cepat kala itu. Malah terbawa arus terus menerus dengan melakoni sosok yang bahkan hingga saat ini pun, tak ku ketahui siapa dia sebenarnya.

Ahhh, kalo di ingat-ingat, aku malah semakin membenci nama itu. Nama yang ku gunakan selama 3 bulan lamanya kala itu, sebelum, kejadian dimana kami baru saja berpisah dengan alasan, jika ‘dia’ sedang ada pekerjaan di Jerman - lantas tiba-tiba dia kembali dan detik itupulalah aku kehilangan ‘dia’ untuk selama-lamanya.



Ingatan ini.

Ingatan yang amat sangat ku benci hingga detik ini, aku masih bernafas, kan sulit untuk melupakannya.







Oh iya, patut di ingat. Kala itu, aku juga masih belum menutup diri dengan hijab seperti sekarang ini.

Hari itu. Aku baru saja melepaskan kepergian pria itu.

Aku juga khawatir, ada sesuatu yang terjadi padaku ini, karena belakangan ini aku sering mual-mual. Haidku pun sepertinya terlambat.

Belum lagi sesuatu yang masih menghantuiku sampai sekarang, dan telah ku niatkan dalam hati, sepulangnya dia dari Jerman, aku harus berterus terang padanya jika aku bukan Amisya. Aku adalah Alana. Aku ingin menjadi diriku sendiri, sudah cukup aku bersandiwara mengikuti keinginan paman dan sosok wanita yang hanya sebentar ku lihat keberadaannya kala itu di Rumah Sakit. Kala, pria itu sedang mengalami kecelakaan. Ya! Setidaknya seperti itulah informasi yang ku dapatkan kala itu, serta, di benarkan juga oleh pria itu sendiri kala kami sedang mengobrol santai di satu waktu.

Aku tak akan pernah lupa kejadian kala itu.

Kejadian dimana, pamanku Anto mendatangiku di rumah saat kami berdua - aku dan ibu sedang putus asa menerima takdir yang mengharuskan kami segera meninggalkan rumah kami karena tak mampu membayar hutang almarhum ayah kepada rentenir yang rupanya, sertifikat rumah digunakan sebagai penjamin saat ayah mengajukan hutang yang nilainya gak sedikit. Apalagi kala itu aku baru saja lulus kuliah dan belum mendapatkan pekerjaan sama sekali.

“Paman?” aku lebih dulu tersadar saat pamanku, adik ibu datang ke rumah. Pamanku ini bekerja sebagai supir di sebuah perusahaan besar dan lumayan ternama. Aku juga lupa nama perusahaannya. Namun yang aku ketahui jika pamanku ini sebagai supir salah satu bos di sana.

“Kak Ratna… aku ingin berbicara sebentar denganmu”

“A… ada apa Nto? Kami harus siap-siap mengatur barang-barang kami, karena kami harus segera keluar dari rumah ini”

“Aku menemukan jalan keluar agar kakak dan Alana tetap bisa tinggal di sini”

Betapa senangnya aku mendengar penuturan dari pamanku itu. Bahkan ibu, wajahnya langsung ceria.

Akhirnya, mereka ku biarkan mengobrol di depan. Sedangkan aku hanya menunggu ibu dan paman di kamar serta menghentikan aktivitasku mengatur barang-barang yang ingin kami bawa pergi dari sini. Aku berdoa dalam diamku, semoga kami benar-benar menemukan jalan keluar detik ini juga. Ya Allah. Berikan mukjizatmu pada kami - aku dan ibu.

Dan Alhamdulillah….

Benar saja, pamanku memberikan ibu uang sejumlah 20 juta rupiah yang amat sangat cukup untuk membayar semua hutang ayah beserta bunganya sekalian. Bukan hanya itu saja, kami juga masih memiliki kelebihan 5 juta untuk kami gunakan ke depannya.

“Ini masih 50% pembayarannya kak Rat. Dan aku berharap Alana bisa menyetujuinya”

“Eh tunggu… jangan bilang…” belum juga ku selesaikan ucapan ini, ibuku segera menyela.

“Kalo itu ibu juga tidak akan membiarkan kamu melakukannya nak. Tapi, ini hanya kerjaan yang dimana tujuannya untuk membantu seseorang yang lagi terkena musibah”

“Jadi gini ceritanya al….” penjelasan paman Anto pun mengalir dengan perlahan.

Ternyata bosnya di kantor meminta tolong padanya untuk di carikan seorang gadis yang umurnya berkisar 20 sampai 22 tahun. Awalnya aku mengira aku akan di jual, tapi rupanya aku salah. Yang ternyata, kerjaan yang di tawarkan padaku hanya berpura-pura saja menjadi seorang gadis bernama Amisya Larasati.

Lalu aku di suruh untuk bertemu dengan seseorang yang saat itu sedang di rawat di Rumah Sakit. Intinya aku di sini, akan membantu bos pamanku untuk membantu kesehatan si sosok yang di ceritakan ini, karena sejak dulu dia terus dan terus mencari gadis bernama Amisya tapi tetap saja menemui jalan buntu. Maka dari itu, pihak keluarga pun telah putus asa untuk mengajak si sosok ini untuk berobat keluar negeri, dengan alasan, jika sosok tersebut tidak akan pergi meninggalkan Indonesia sebelum dia bertemu dengan gadis bernama Amisya itu. Aku juga penasaran, apa iya segitunya si pria itu sampai-sampai harus mengorbankan dirinya?

Alhasil kami pun menyetujuinya. Dengan catatan, apabila ada hal-hal aneh yang akan di lakukan oleh sosok pria tersebut padaku, maka aku dan ibu berhak untuk membatalkan perjanjian kerja kami itu.

Singkat cerita…

Aku ikut bersama paman ke rumah sakit.

Aku di pertemukan dengan sosok wanita yang sangat cantik sekali. Yang ku ketahui sih, namanya bu Devita. Cuma detailnya aku gak begitu paham.

Tak begitu lama, pamanku pamitan dan langsung meninggalkanku bersama ibu Devita ini. Aku semakin lega, karena apa yang di ceritakan pamanku terbukti benar semua. Tapi entahlah nanti. Intinya, aku tak perlu khawatir dengan pikiran-pikiran hororku sejak tadi. Apalagi, kak Devita menunjukkan sikap yang begitu ramah padaku.

“Kamu sudah di beritahukan pak Anto sebelum kesini, dek?”

“Su… sudah kak”

“Baguslah, jadi saya tak perlu bercerita ulang padamu lagi kan?”

Aku mengangguk.



Dan disinilah aku berada.

Sosok yang di ceritakan oleh pamanku, kini tengah terbaring lemas di atas ranjang.

Tak begitu lama, pria itu tersadar jika ia tak sendirian di ruangan ini. Dia membuka matanya.

Satu kata yang langsung terbersik di pikiranku.

Duhh ganteng banget. Sumpah!

Hehehe…. Alana apa-apaan sih. Ihhh!

“K… kak Dev?” ujar pria itu.

“Kamu sudah sadar dek” balas kak Devita.

“Erga mana, kak Dev?” pria itu mencoba untuk melihat ke sekitar. Sepertinya dia sedang mencari seseorang.

“Dia lagi kakak utus ke pusat buat gantiin kakak untuk sementara. Karena kakak akan menemanimu di sini”

“Ohh…”

Aku dan pria itu sempat bersitatap, namun itu hanya sebentar. Karena dia teralihkan saat kak Devita berbicara lagi. “Makanya kamu cepetan sembuh, biar Erga gak kerepotan. Bukan cuma ngurusin kamu tau. Inget… kamu masih jadi Wakil Direktur loh. Wakil kakak di kantor. Ingat itu. Hehe”

Pria itu hanya tersenyum. Duh, sumpah, ganteng banget. Dan kini, pandangan pria itu beralih kepadaku.

Aku gugup.

Sedikit ada rasa ketakutan di dalam sana.

“S… siapa… siapa dia kak?”

“Ha? Astagaaaaa dek, setelah bertahun-tahun kamu mencarinya, kamu gak kenal sama dia? Luar biasa kamu itu….”

Pria itu hanya mengernyit.

“Ka… kamu…. A… Ami… Amisya?”

Aku harus menjawabnya sekarang.

Bismillah, ya Allah, semoga keputusanku hari ini tidak menimbulkan masalah besar di kemudian hari. Dan pada akhirnya, akupun mengangguk menjawabnya. “Iya… a… aku Amisya. Amisya Larasati.”



Tapi….

Sepertinya, aku salah dalam mengambil keputusan kala itu.

Masalah yang memang sejak awal ku khawatirkan, ku takutkan akhirnya datang juga. Bom waktu yang telah lama detiknya mulai berjalan sedari awal ku putuskan untuk menerima tawaran itu, akhirnya detik itu juga menunjukkan ledakannya yang teramat sangat menyesakkan dada ini.

Kejadian itu, benar-benar tak akan pernah terlupakan. Kejadian di saat aku sedang duduk melamun di depan rumah, merindukan sosoknya padahal baru juga beberapa menit berlalu.



Tiba-tiba saja….



“Alana……..”

Aku….

Mengenal suara itu. Suara berat dan berserak itu, sangat dekat dari posisiku berada.

Aku mengangkat wajahku. Dan, betapa tubuhku langsung membeku tanpa dapat ku gerakkan, saat menemukan sosok yang baru saja berpamitan padaku beberapa menit yang lalu, kini berdiri berjarak dua meter dariku.

Tubuhku merinding. Jantungku pun nyaris berhenti berdetak. Sambil menahan nafas, sambil menahan perasaanku yang tiba-tiba hancur dalam sana, aku lantas berdiri, “Ka… aku bisa jelaskan”

“Jangan mendekat. Cukup berdiri di situ”

Ekspresi itu.

Ekspresi yang baru pertama kali ku lihat di wajahnya.

“Alana… nama kamu Alana, bukan?” wajahnya. Ekspresinya. Tenang, tapi menyimpan misteri yang menakutkan di dalamnya.

“Ka… maafin aku. Aku… aku bisa jelaskan.” tanpa sadar. Mataku mulai berkaca-kaca. Inilah neraka bagiku. Inilah bencana yang memang telah menungguku sedari awal.

“Kamu selalu dan selalu mengatakan, membenci sebuah kebohongan. Kamu selalu dan selalu mengatakan padaku, jangan pernah berbohong, bukan? Namun, nyatanya, kamu tidak hanya sekedar membohongi saya, melainkan. Menipu saya, Alana.” wajahnya tersenyum. Tersenyum dalam duka.

Aku mencoba untuk maju, “Saya sudah katakan jangan mendekat. Paham tidak dengan bahasa indonesia?”

“Ka… hiks… hiks” aku akhirnya tak bisa menahan lagi. Akhirnya aku menangis.

Ku tatap wajah itu untuk terakhir kalinya.

Wajah yang begitu berarti sekali dalam hidupku ini. Wajah sang pemilik yang kini, menahan dendam yang begitu besar padaku. Bodohnya, aku seakan tak mampu untuk menjelaskan lagi padanya apa yang sebenarnya terjadi. Dan hanya bisa menanti penghakiman diriku atas apa yang telah ku lakukan padanya.

“Saya… tidak akan pernah melupakan hal ini.”

“Alana… terima kasih, atas kenangan 3 bulan ini yang telah kamu tanamkan dalam ingatan saya. Meski, tak bisa saya pungkiri, kamu hanya bersandiwara saja. Haha…. betapa bodohnya saya selama ini,”

“Ka… hiks… hiks….”

“Mundur… jangan mendekat!”

Anak tombak baru saja di lemparkan ke arahku. Menancap dengan keras di dada ini, menghancurkan semua mimpi-mimpiku yang telah ku bangun bersamanya.

Aku pasrah, aku ikhlas menerima semua cacian darimu. Tapi, aku tak rela untuk engkau tinggalkan, ka.

“Kamu benar-benar mengecewakan saya. Terima kasih untuk segalanya.”

Belum cukupkah engkau menyakitiku, ka?

Apakah kekecewaanmu itu, karena telah ku bohongi selama ini, tidak bisa tergantikan dengan kenangan kita selama tiga bulan ini?

Namun sayangnya, semua perkataan itu hanya terjadi dalam hati saja. Aku benar-benar membeku. Bibirku pun sulit untuk ku gerakkan, untuk mengatakan sesuatu lagi padanya.

Hingga….

“Selamat tinggal… Alana. Jangan pernah sama sekali mencari saya, karena saya - berjanji… mulai detik ini, mulai hari ini tidak akan pernah mau melihat wajah munafikmu itu di hadapanku. Paham?” Sepasang kaki bercelana jeans denim, bersepatu sneakers mulai bergerak melangkah meninggalkanku dalam kesakitan yang teramat sangat ini. “Permisi”

Sakit Arka. Kamu berhasil menyakiti perasaanku. Dan tahu kah kamu, sepertinya aku sedang mengandung anakmu.
 
Terakhir diubah:
Pernah baca yg hampir mirip, tapi tetep saja jalan cerita seperti ini.
Terima kasih untuk updatenya semoga tetap lancar sampai ketemu titel tamat di akhir ceritanya
Boleh spil dikit hu judul crita yg pernah hu baca? Pengen tahu juga hehe biar nanti kalo misal bener sama mungkin ane bakal buat berbeda.
 
Dulu sempat baca cerita tapi lupa dimana, karena juga sudah lama. Cerita tentang gadis miskin yg disuruh pura" jadi org lain, lalu ditinggalkan saat ketahuan.
Ga ada maksud apapun dikomen saya, tapi lebih mengungkapkan kalo saya suka dengan genre cerita drama seperti ini
Silahkan dilanjut, karena selalu ikut menantj lanjutan ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd