Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Bosenin nggak sih?

  • Nggak sih, ceritain sampai ke akarnya dan seluruh kejadiannya walau nggak banyak adegan panasnya

    Votes: 74 85,1%
  • Bosenin, kelamaan, langsung ke intinya aja.

    Votes: 13 14,9%

  • Total voters
    87
  • Poll closed .
Bab 5
SEGITIGA CINTA ALDA


Segera kuraih silet yang ada sitangannya dan membuang jauh-jauh benda itu,terlambat, darah Alda mengucur deras. Panik, bingung, marah, dan kecewa bercampur menjadi satu. "Kamu naif mas" kata alda lirih. Sudah kutakpedulikan semua omongan Alda, hanya rasa panik yang melandaku. Segera kukenakan pakaianku dan pakaian Alda sekenanya. Ku bebat tangan kirinya dengan baju seadanya. Aku menangis sejadi-jadinya berusaha meyakinkan diriku bahwa itu tidak nyata. Tapi apa daya, semua itu nyata akupun berlari dengan panik menuju kamar kost terdekat meminta pertolongan. Penghuni kamar lain pun berdatangan melihat Alda yang bersimbah darah, beruntung ada seorang penghuni kost yang istrinya adalah seorang perawat, diberinya pertolongan pertama ditekannya nadi tangan kiri Alda, sambil menyuruhku segera menyiapkan motor untuk membawa Alda segera ke UGD terdekat. Kami pun berboncengan tiga dan berangkat menuju rumah sakit tempat mbak-mbak yang membantu Alda itu bekerja, disana dia langsung berlari menuju IGD dan aku mengikutinya sambil membopong Alda yang sudah lemas dan berwajah pucat. Dengan sigap perawat dan dokter disana memberikan pertolongan pada Alda. Ditutupnya gordyn warna coklat itu sehingga membuatku semakin overthinking membayangkan bagaimana nasib Alda. Akupun terduduk lemas, tak tau apa yang harus kulakukan. Aku hanya bisa menangis sambil menunggu kabar dari dokter yang menunggu Alda. Tak lama, mbak-mbak tadi menghampiriku dan menyodorkan sebuah
Masker dan air mineral. "Dipake mas maskernya, nanti kena covid" kata mbak itu.
Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mata yang ada di wajahku.
"Itu tadi pacarnya ya?" Tanya mbak- mbak itu.
Aku hanya menggelengkan kepala menjawabnya
"Aku Dian, aku perawat bagian bersalin di rumah sakit ini, sebenernya ini rumah sakit ibu dan anak lho, tempat melahirkan" kalakarnya berusaha untuk menghiburku.
Memang dia tahu betul cara untuk menenangkan mental seseorang yang sedang diterjang badai musibah. "namanya juga RSIA mbak" timpalku dengan sedikit tersenyum.
"Udah tenang aja, ceweknya pasti gapapa kok, belum banyak darah yang keluar. Tadi yang iket tangannya itu kamu?" Tanya mbak Dian.
Aku mengangguk menjawab pertanyaanya.
"Iketanmu amburadul gitu, masa iya iketnya di ketiak." Jawab mbak Dian sambil tertawa.
"Iya mbak, saya gak tau, beruntung ada mbaknya tadi" jawabku.
"Kok bisa sampai begitu ceweknya?" Tanya mbak dian lagi.
"Iya mbak, tadi bertengkar sama saya. Dia stress soalnya dibawa pergi kesini sama teman saya." Aku berusaha berdalih menjawab pertanyaan mbak Dian.
"Coba kamu telepon temen kamu deh, kabarin kondisi pacarnya" kata mbak Dian.
Deg!! Serasa jantungku seakan-akan copot. Gimana kalau Putra tau... Aku harus bilang apa?..... Kenapa jadi gini??... Aku pun bingung memikirkan kata-kata apa yang harus kuucapkan pada Putra. "Permisi mas, tolong administrasinya segera diurus di resepsionis." Seorang perawat datang menghampiriku sambil menunjuk arah resepsionis. "Iya mbak"
Jawabku. Aku pun menuju resepsionis dan disana tertulis nominal yang benar-benar tak masuk akal. Semahal ini, dapet uang darimana aku... Pekikku dalam hati. Nanti aja mas bayarnya, didaftarkan dulu aja pasiennya, nanti kami rujuk ke rumah sakit umum terdekat menggunakan ambulans kami, baru nanti mas mengurus pembayarannya. Kata seorang perawat disana. Aku pun bingung darimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu. Perbuatan kejiku ditambah kekonyolan Alda membuatku terseret sejauh ini... Mampus.... . Akupun kembali duduk memikirkan cara untuk membayar biaya perawatan Alda, cara untuk berbicara kepada putra, dan kebohongan apa yang harus kukatakan pada orangtua Alda mengenai anaknya yang melakukan percobaan bunuh diri.

Jarum jam menunjukkan pukul tiga pagi. Sudah empat jam sejak Alda kubawa ke rumah sakit bersalin ini. Tidak ada tanda-tanda ataupun kabar dari dokter yang merawat Alda. Mbak Dian pun sudah tak lagi terlihat, mungkin sudah pulang pikirku. Aku mencoba menelepon Putra tapi tak ada jawaban. Lupa, hapenya kan ditinggal di kos pikirku sambil menepok jidat. Ingin ku telepon orangtua Alda, aku tak punya nomor teleponnya. Akhirnya terpikirkan satu jalan yang mau tak mau harus kuambil demi menyelesaikan semua masalah yang kubuat.
Akupun berjalan menuju parkiran, kufoto motorku dari segala arah dan segera ku posting ke marketplace facebook sambil berharap segera ada yang membeli motorku.

Tak lama akupun kembali kedalam, kulihat dokter yang menangani Alda berjalan
Menuju kearah resepsionis. Akupun segera berlari kearah IGD untuk melihat Alda. Tampak Alda terbaring lemas, pucat, masih tak bergerak. Melihatnya seperti itu aku merasa sangat bersalah. Dokter pun datang dan menyuruh menunggu diluar. Ambulans yang sudah disiapkan pun tiba dan akupun melihat Alda yang tangannya penuh dengan perban dimasukkan ke ambulan. Aku pun meninggalkan KTP ku di resepsionis dan segera menyusul ambulan tersebut, lampu bahaya kupasang untuk memudahkan mengikuti Ambulan yang membawa Alda. 10 menit perjalanan akupun tiba di Rumah Sakit Mitra Keluarga Waru. Tampak Alda masih dengan muka pucat nya digledek menuju ruang UGD disana.
"Keluarganya pak" tanya seorang perawat disana
"Iya mbak" jawabku
"Silahkan didaftarkan dulu pasiennya"
Setelah mendaftar, akupun segera mengecek hp ku siapa tau ada yang memberikan tawaran mengenai motorku yang ku posting. disana akupun akhirnya mendapatkan pelanggan dan berhasil menjualnya. Singkat cerita akupun kembali ke RS kemarin tempat Alda mendapatkan pertolongan pertama dan mengurus pembayarannya.

Dua hari kemudian Putra menelepon "Bojoku nangdi?"(pacarku dimana?")
"Rumah sakit, percobaan bunuh diri" jawabku spontan.
"Kok isoo??? Terus piye?? Ket kapan?? ( Kok bisa? Terus gimana?? Dari kapan??) Putra menyerangku dengan berbagai pertanyaan.
"Yo mbuh, mreneo"(gatau, kesini aja) jawabku

Akupun dengan hati dag dig dug memberikan share lokasi pada Putra. Sambil berharap-harap cemas karena takut ketahuan akan kebejatanku pada kekasihnya.
Tak lama Putra pun datang. Dengan tergopoh-gopoh, lari mencari kamar tempat Alda dirawat.
Syukur pada saat itu bukanlah jam besuk, sehingga Putra tidak diperbolehkan untuk membesuk Alda. Nyawaku terselamatkan...

Maka kami berduapun berbincang bincang sambil menyeruput segelas kopi di warung kopi depan rumah sakit. Disini Putra banyak bercerita tentang kasusnya. Sedangkan aku sendiri sama sekali tidak menyimak cerita Putra dan hanya memikirkan Alda. Karena kami sama sekali tidak diperbolehkan untuk menjenguk Alda. Aku sangat menyesali perbuatanku pada Alda selama ini.. maka akupun menatap Putra dan membulatkan tekad untuk mengatakan yang sebenarnya pada Putra, apa yang selama ini terjadi.
"Emmm ngene... Aku oleh njaluk nomer wong tuwone Alda ra?" (Emm gini... Aku boleh minta nomer hp orang tuanya Alda nggak?) Tanyaku pada Putra...
Arepe lapo?? Ojok... Aku iki dilaporno kasus penculikan.. lek mbok telpon, aku kenek laan cok, wes dowo kenek tabrakan tambah mbulet kenek wong tuwone... ( mau ngapain?? Jangan... Aku inj dilaporkan atas kasus penculikan, .. kalau misalnya kamu telefon orang tuanya, pasti kan aku kena... Sudah panjang karena masalah tabrakan, skrg jadi tambah rumit karena orang tuanya) timpal Putra. Benar... Jawaban Putra seakan-akan ingin lari dari masalah yang ada dan ini menjadi kesempatanku untuk mendapatkan hati
Alda, pikirku.
Tak lama, Putra berpamitan untuk beristirahat di kos, sedangkan aku tetap menunggu sambil bermain game di warung tersebut.
Tak terasa jarum jam menunjukan pukul 4 sore, jam besuk, pikirku, segera aku beranjak pergi dari warung itu dan berlari kecil menuju kamar Alda.
Disana aku melihat Alda masih tertidur pucat dengan jarum infus dan kantung darah yang menancap di nadi nya yang penuh dengan perban bekas jahitan. Aku pun duduk disampingnya, kubelai wajahnya yang pucat, seakan kecantikannga redup dan hilang. Tanpa kusadari, air mataku meleleh dan aku menangis sejadi-jadinya disana karena merasa sangat bersalah dan berdosa sudah memperlakukan Alda dengan bejatnya.. hanya menuruti Ego dan nafsu semata, kurusak masa depan anak orang.

Tangan halus itu membelai kepalaku,
"Kenapa mas nangis?" Suara halus lirih itu membuat aku terkaget, Alda sudah sadar. Segera kupanggil perawat dengan memencet bel yang menjuntai di disebelah kasur Alda berkali-kali sampai 3 orang perawat datang dengan wajah kesal.
Melihat Alda yang sudah siuman, segera perawat itu memanggil dokter yang menangani Alda, dokter Purwanto namanya. Dokter ini sekali pernah kudengar namanya sebagai dokter bedah terbaik dan paling berkompeten di rumah sakit ini. Segera saja dokter itu memeriksa keadaan Alda maka akupun disuruh keluar kamar.

Tak lama perawat dan dokter itu keluar dan kembali mempersilahkan aku masuk. Padahal di luar pikiranku tadi sudah lari entah kemana membayangkan yang tidak-tidak.
Bisa jadi setelah keluar, dokter itu berkata "mohon maaf pak, kami sudah berusaha semaksimal mungkin". Menanggapi pikiranku yang mengada-ada, aku hanya tertawa kecil setelahhya. Aku pun masuk kembali ke tempat Alda.
"Meme laper?" Tanyaku reflek
Alda hanya menggelengkan kepala tanda ia tak mau makan, hanya matanya mengisyaratkanku untuk mengambilkan remote tv di dekat meja samping tempat tidur Alda.
"Oke sekarang aku babu mu" gurauku dengan tertawa kecil.
Alda hanya melengos sambil melihat kearah lain, tapi di wajahnya aku melihat senyuman itu.... Senyuman yang sebelumnya hanya dia berikan pada Putra... Sekarang dia berikan padaku.
"Mas beliin roti yah?" Tanyaku...
Alda hanya menggelengkan kepala menjawabku
"Maunya apa?" Tanyaku lagi.
"Yoshinoya" tiba-tiba kata-kata mengerikan itu keluar dari mulut Alda. Whew restoran jepang kekinian dengan harga fantastis per mangkoknya.
"Waduh" reflek mulutku merespon jawaban Alda itu.
"Oke, nanti tak belikan, maunya yang mana?" Tanyaku lagi.
"Karage beef" jawabnya sambil matanya masih melihat kearah tv
"Ada lagi?" Tanyaku
"Emang punya duit banyak?" Boleh deh tambah creamy ori beef sama minumnya matcha latte.
"Wik.... Ni anak ngrampok gw bgst...." Pikirku. Alda yang sepertinya bisa membaca pikiranku hanya tersenyum sinis.

Akupun segera ngeluyur pergi sambil berpikir, kenapa bisa setelah kejadian seperti ini Alda masih bisa berpikir se santai itu, apakah memang dia orang yang sering dan biasa melakukan selfharm? Padahal hanya orang
Yang benar-benar depresi bisa melakukan selfharm tapi setelah itu dia tidak akan bisa sesantai ini... Pikiranku semakin kemana-mana,
"Lho by? Kamu kok disini? Siapa yang sakit?" Tiba-tiba Elvina memotong jalanku. Gelagapan bukan kepalang aku dibuatnya. Emmm.... Ada temen sesama ngojol keserempet mobil" jawabku menghindari cecaran pertanyaan Elvina.
"Ini mau kemana?" Tanya Elvina lagi.
"Ke yoshinoya ada orderan, duluan ya nanti tak telpon" jawabku sambil ngeloyor pergi.
Memang, bukan kebetulan aku bertemu Elvina disini. Kakeknya yang memiliki penyakit ginjal, cukup sering melakukan hemodialis disini. Berberapa kali aku pernah mengantarkannya dikala Elvina sibuk dengan kuliahannya, atau dikala dia sedang ada ujian. Karena aku sudah kenal cukup dekat dengan keluarga Elvina. Memang mereka tak serumah dengan keluarganya, tetapi sebagian besar keluarga Elvina hidup di kota Surabaya juga.
Singkat cerita setelah perjuangan yang sangat menguras semua isi dompetku dari yoshinoya CITO, akupun kembali ke rumah sakit tempat Alda dirawat. Sesampainya di kamar Alda ternyata sudah ada Putra yang menyambutku.
Entah api cemburu tiba-tiba membakar diriku sehingga membuatku tidak merespon sapaan putra. Segera kuletakkan makanan Alda di meja dan segera kutinggalkan tempat itu. Akupun tak habis pikir, bagaimana bisa aku seperti ini. Cemburu terhadap sahabatku berduaan dengan kekasihnya. Sedangkan calon tunanganku ada di ruang Hemodialis di rumah sakit ini.

Keeseokan harinya, sekitar jam 9 pagi, hpku terus berdering. Panggilan masuk melalui whatsapp, tanpa foto profil. Hanya nomor yang tidak kukenali yang muncul di layar hp ku.
"Halo, selamat pagi"
"Hai mas" terdengar suara Alda dari balik telepon.
"Lho dapet nomerku darimana?"tanyaku penasaran
"Ngambil diem-diem dari kontak mas Putra" jawabnya
"Lho Putra kemana?" Tanyaku lagi
"Kemarin pamitnya mau ke Rembang, katanya mau ngurus." Jawab Alda
"Oalah, terus kenapa telpon?" Tanyaku
"Gak papa... Kangen...." Suara Alda terdengar lirih dsn menjauh...
Mendengar kata-kata Alda saat itu juga hatiku gembira bukan main, tapi aku tetap berusaha bersikap biasa supaya Alda tidak curiga dan sedikit menjaga image sebagai laki-laki.
"Hmmm... Biasa aja, bilang aja mau ditemenin disana" jawabku
"Hihihi" suara Alda terkekeh tedengar sangat manis.
"Mau dibawain apa?" Tanyaku
"Aku pingin jus Alpukat sih cuma nggak usah gapapa, mas kesini aja aku mau cerita"
"Oke" jawabku sambil menutup telepon Alda.
Motorku sudah laku, uang hasil jual motor ku keluarkan untuk biaya pengobatan Alda. Hanya tersisa motor peninggalan kakekku yang selalu ku pakai sebelum aku memiliki sepeda motor sendiri.
Cukup susah kunyalakan karena sudah lama tidak dirawat, akhirnya setelah perjuangan yang cukup lama akhirnya hidup juga. Itupun aku harus kembali menuntun ke depan jalan yang jaraknya lumayan jauh untuk isi angin ban.
Kutempuh perjalanan ke rumah sakit tempat Alda. sebelumnya aku mampir untuk membeli jus Alpukat. Sesampainya disana, aku melihat Alda duduk terdiam, dan didepannya ada Elvina....
Bersambung.....
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd