Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Am I Wrong

Kira-kira bakal berakhir kayak mana?


  • Total voters
    215
  • Poll closed .
PART 5 (S2)
POV Ricky

Lega!

Akhirnya setelah berjam-jam perjalanan udara yang melelahkan dan transit dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain, aku telah menginjakkan kakiku di kota kelahiranku beberapa menit yang lalu. Sekarang aku telah keluar dari pintu gerbang bandara dan dijemput oleh utusan ayahku.

"Halo, Pak Ricky," sapa pria tersebut yang umurnya berkisar 40an. Walau ia tampak lebih tua dariku, entah kenapa dia malah menyapaku dengan panggilan Pak.

"Halo juga, Pak."

"Kenalan dulu, nama saya Juna. Saya adalah salah satu sales di perusahaan ayah anda."

"Oh gitu."

"Mari, Pak. Saya bantuin angkat kopernya," tawarnya sembari menunjuk ke koperku.

"Oh tidak perlu repot-repot, Pak. Saya bisa angkat sendiri."

Setelah memasukkan koper dan juga travel bag milikku, kami masuk ke dalam mobil untuk memulai perjalanan. Di dalam perjalanan, kami hanya diam tanpa berbincang hingga aku mulai membuka percakapan.

"Ayah gak bisa ngejemput ya?"

"Iya, Pak. Dia sedang ada urusan di kantornya. Jadi saya dibebastugaskan dulu untuk beberapa jam dan diberi sedikit kompensasi hehe…."

"Oh gitu. Kalau bisa jangan panggil saya Pak ya, kan saya lebih muda dari Bapak."

"Waduh, takut gak sopan saya mah. Kan nanti anda bakal diangkat jadi kepala bagian pergudangan."

Sebenarnya aku sudah tahu kalau aku bakal diberi posisi di perusahaan ayahku. Tapi aku benar-benar tak nyangka kalau aku diberi posisi yang tinggi. Kukira hanya menjadi sales atau paling tinggi sales executive officer.

"Wow."

"Anda emang gak dikasih tahu ya sama beliau?"

"Gak ada, Pak. Kirain cuma bakal dijadiin sales."

"Oh gitu. Artinya nanti ada 2 anak beliau yang jadi kepala bagian di perusahaannya."

Apakah Kak Kimi juga bekerja di perusahaannya ayah? Sudah pasti iya, karena siapa lagi anak ayah yang sudah masuk usia kerja selain diriku dan Kak Kimi. Billy seharusnya masih di tahun terakhir SMP kalau ia tak punya kepintaran yang luar biasa sehingga bisa loncat-loncat kelas.

"Kak Kimi juga kerja di tempat ayah, Pak?"

"Iya, Pak Ricky. Itu Bu Kimi Marcella jadi kepala administrasi. Bagus sih kerjanya, gak sekadar titipan doang dia mah."

"Oh gitu."

"Gak kangen ya sama kakaknya?" tanya Pak Juna yang membuat jantungku berdegup agak sedikit lebih keras.

"Aku? Gak sih," jawabku dengan setenang mungkin.

"Gak kangen rumah ya?"

"Gimana mau kangen rumah, orang saya cuma setahun di sini kok pas SMA. Kuliah sama kerjanya di Amerika sampai saya dipanggil pulang sama ayah."

"Enak ya, udah punya pengalaman di negeri orang. Kalau saya mah boro-boro, merantau ke sini aja modal nekat," katanya dengan nada yang menunjukkan kalau ia ingin berada di posisiku.

"Tapi lumayan ya, Pak?" tanyaku untuk menguatkan kembali dirinya.

"Iya lumayan sih. Lebih baik lah dibanding kerja di kota saya."

"Sudah menikah, Pak?" tanyaku untuk mengalihkan topik.

"Oh ya, sudah. Anak istri saya di kota saya. Istri saya sih kerja jadi guru SD, jadi lumayanlah buat bantu kiriman saya yang gak seberapa."

"Istri Bapak mulia tuh kerjanya, mencerdaskan masa depan bangsa."

"Hehe… makasih, Pak Ricky."

"Jangan panggil saya Pak dong. Berasa tua nih. Panggil nama aja, anggap aja sohib Bapak."

"Ya udah, tapi di kantor mau gak mau saya harus manggil Bapak."

"Kalau di kantor serah deh. Saya juga gak masalah kok soal panggilan asal kerjanya becus aja."

"Memang Bapak cocok nih jadi leader yang baik."

"Makasih, Pak. Saya juga lagi belajar."

Kini aku tiba di sebuah apartemen yang cukup wah. Kukira Ayah hanya bakal memberiku sebuah rumah kontrakan yang sederhana. Benar-benar beyond my expectation.

"Ayo, Rick. Saya anterin ke kamarnya."

"Ok deh, Pak."

Sesampainya di depan kamarku, ia memberiku kunci kamar apartemen dan akulah yang membuka pintu kamarnya. Setelah tampak isi dalam dari apartemen milikku, aku cukup terpana. Kamarnya begitu luas, kira-kira hampir seukuran rumah kontrakan tempat aku tinggal bersama Kak Kimi dulu. Isi dalamnya sudah lengkap. Mulai dari kulkas, microwave, AC, lemari pakaian, kabinet, meja kerja lengkap dengan lampu meja, televisi, dispenser, kompor dan sebagainya. Benar-benar lengkap sampai ujung-ujungnya.

Pak Juna berpamitan denganku karena ia ingin cepat kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda karena menjemputku. Tak lupa, ia meletakkan sebuah kunci mobil pabrikan Eropa di atas meja kerjaku sehingga aku cukup terkejut.

"Titipan dari Ayah anda," ujarnya sembari tersenyum.

"Wow, makasih banyak, Pak."

"Berterima kasih sama beliau dong. Kan saya cuma numpang ngasih doang."

"Ok deh."

Setelah Pak Juna meninggalkan diriku, aku langsung merebahkan tubuhku di ranjangku yang sangat empuk ini. Awalnya sih aku hanya ingin mengistirahatkan tubuhku dulu sejenak, tapi nyatanya malah aku kebablasan sampai tanpa sadar aku terbawa ke dalam dunia bawah sadar.
.
.
.
.
.
.
Hoam! Aku terbangun dari tidurku pada pukul 6 sore. Menyadari kalau aku belum berberes-beres, maka aku mengeluarkan semua barang bawaanku dari koper dan travel bag milikku. Selesai mengeluarkan semua barang bawaanku, aku segera menuju ke kamar mandi. Bahkan untuk segala peralatan mandi dari handuk, sabun, dan sebagainya saja sudah disiapkan di sini.

Kamar mandiku ini juga luas. Isinya yaitu sebuah bath tub yang cukup besar, sebuah kloset duduk, sebuah ruangan kecil untuk mandi yang berisikan shower, dan tak lupa cermin serta wastafel. Warna di dalam kamar mandiku dominan putih, sangat mirip sekali dengan kamar mandi hotel. Syukurnya permukaan lantai yang ada di kamar mandi ini gak terlalu licin ketika basah sehingga aku tak perlu was-was. Alasanku agak paranoid dengan lantai kamar mandi yang basah adalah karena salah satu tetangga rumah pamanku di Cleveland meninggal setelah tergelincir dan kepalanya membentur lantai kamar mandi.

Tubuhku menjadi lebih segar setelah selesai mandi tentu saja. Aku memakai pakaianku yaitu sebuah kaos berwarna kuning polos dengan garis-garis hitam di sebagian atas bajuku. Untuk celana, aku mengenakan celana jeans biasa berwarna biru. Aku merapikan rambutku dan mengecek ponselku yang masih belum ada notifikasi masuk dari kekasihku, Claire.

Aku menuju ke parkiran apartemen dan memencet kunci mobil baruku ini. PIT… PIT! Salah satu sedan buatan Jerman berwarna hitam yang terparkir di sana berbunyi menyambut transmisi sinyal dari kunci remotku ini. Aku membuka pintu mobilku dan menghirup aromanya dalam-dalam. Benar-benar aroma yang sangat kusuka!

Berhubung jalanan agak sepi karena masih maghrib, aku dapat leluasa melajukan mobilku di jalanan kotaku yang sudah 4 tahun tak kujajal. Senang rasanya bisa menempelkan ban mobil ke aspal kota ini, terlebih ini adalah ban mobil milikku sendiri. Syukur saja SIM A yang pernah kubuat baru berumur 4 tahun lebih, belum lewat masa berlakunya yang adalah 5 tahun. Kurasa mulai besok, aku akan memperpanjang semua dokumen yang kurasa perlu diperpanjang.

Aku secara iseng melaju ke kantor ayahku. Aku udah lama gak kesini, mungkin saja ada yang berubah. Namun setibanya di sana, kulihat gak ada perubahan yang signifikan. Gedungnya masih tetap sama saja dengan beberapa tahun yang lalu.

Kulihat banyak karyawan yang sudah mulai pulang jam segini. Mereka berjalan pulang tanpa memerdulikan diriku. Aku juga cuek saja dengan mereka, toh mereka besok juga akan tahu siapa diriku.

"Selamat malam, Mas," sapa seorang resepsionis wanita kepadaku.

"Selamat malam juga."

"Mau cari siapa ya, Mas?"

"Oh, saya cuma mau lihat-lihat kantornya aja. Apakah diperkenankan demikian?"

"Alangkah baiknya sih kalau Mas konfirmasi aja dulu dengan tujuan yang jelas."

"Oh gitu ya. Ya udah kalau begitu."

Aku melangkah lebih dekat ke meja resepsionis. Aku memberikannya namaku dan ia menjadi sangat terkejut begitu menyadari kalau aku adalah anak dari pemilik gedung ini. Ia langsung mencoba untuk menghubungi ayahku yang masih ada di ruangannya, namun kucegah dirinya karena aku sedang tak ingin mengganggu dirinya.

"Maafkan saya, Pak. Saya tidak mengenali Bapak," ucapnya dengan wajah yang sedikit ketakutan.

"Santai aja, Mbak. Kan saya cuma main-main doang ke sini," ujarku menenangkannya.

"Beneran loh, saya kira siapa yang keluyuran ke kantor ini pas dah mau tutup. Rupanya anaknya si bos."

"Jangan begitu deh, Mbak. Saya gak mau dianggap anak bos. Saya gak suka diperlakukan spesial cuma karena status bawaan saya."

"Wah, bijak juga ya, Mas. Idaman banget deh," kata resepsionis ini sembari tersenyum padaku. Aku melirik ke kartu pengenal di dadanya yang bertuliskan nama Diana Hariwati.

"Kode ya, Mbak Diana?" tanyaku menggodanya.

"Hehe… bercanda doang kok, Mas." Ia mengklarifikasi perkataannya tersebut dengan sebuah senyuman kikuk.

"Ya udah, saya pamit jalan dulu ya."

"Oh ya, silakan." Ia melayangkan sebuah senyuman dari bibirnya dan kubalas pula dengan senyumanku.

Saat aku sedang berjalan di lobi kantor ini, tiba-tiba saja tanganku ditahan oleh sebuah tangan yang halus. Aku masih ingat jelas dengan sentuhan ini. Aku membalikkan tubuhku untuk melihat siapa yang menahan tanganku ini, hingga aku sangat terkejut dengan sosok yang berdiri di sampingku saat ini.

~~~~~​

POV Kimi

Hari ini, seluruh pekerjaanku telah beres! Kini saatnya aku pulang ke rumah dan beristirahat. Aku mengemas seluruh pekerjaanku dan memakai kembali blazer-ku. Tak lupa aku mengunci pintu ruanganku agar tak ada orang yang masuk ke dalam ruanganku untuk niat yang tidak baik.

Aku menuruni lift menuju ke lobi utama kantorku. Sekeluarnya dari lift, aku disapa oleh rekan-rekan kerjaku maupun bawahanku. Dengan ramah, aku meladeni sapaan mereka walau rasa lelah mendera diriku. Prinsipku ialah dalam kerja, kita harus tetap menjaga sikap kita apapun kondisi pribadi kita saat ini. Itu adalah prinsip dasar dari yang namanya profesionalisme.

Saat aku akan menuju ke pintu keluar, kulihat ada seorang laki-laki yang tampak gak asing bagiku. Ia sedang berbincang resepsionis di mejanya. Postur tubuhnya mengingatkanku akan seseorang. Tiba-tiba saja aku merasa familiar walaupun aku hanya melihat wajahnya dari samping.

Sekarang ia sudah berbalik dan berjalan menuju ke dalam kantorku. Gak… aku lagi gak mimpi kan? Atau jangan-jangan aku berhalusinasi setelah capek bekerja seharian? Aku masih belum percaya seutuhnya dengan penglihatanku sendiri. Tapi setelah mengucek-ngucek mataku berkali-kali, laki-laki itu masih tampak berjalan. Aku yakin banget kalau aku gak salah lihat karena ini.

Dengan sedikit berlari, aku mengejar laki-laki itu. Saat aku sudah dekat dengan dirinya, aku langsung menahan tangannya tersebut. Masa bodoh kalau aku salah orang, yang penting ia jangan sampai lolos dulu dari hadapanku.

Ia langsung sangat terkejut ketika melihat diriku. Aku juga sangat terkejut dengan dirinya. Aku masih belum percaya kalau ini semua nyata. Hatiku menjadi berdebar-debar begitu aku kembali melihat wajahnya tersebut.

"Kak… Kak Kimi?" tanya Ricky yang kini sudah berada di hadapanku.

"Ayo ikut aku!" Aku menarik tangannya secara paksa menuju ke luar kantor. Aku gak peduli dengan semua orang kantor yang melihat kami. Yang aku pentingkan saat ini adalah aku ingin melampiaskan semua kerinduan yang sudah kutahan selama ini.

Setelah kami sampai di parkiran yang agak sepi, aku langsung memeluk dirinya. Aku menumpahkan semua air mata yang sudah sangat ingin aku luapkan kepada dirinya. Aku benar-benar rindu kepada satu-satunya lelaki tercintaku ini.

"Hiks… RICKY! KAMU TEGA BANGET NINGGALIN AKU!" bentakku dengan keras kepada Ricky.

"Maafkan aku, Kak. Aku terpaksa melakukan semua ini. Ini demi kebaikan kita, Kak," ucapnya sembari tertunduk.

"KAMU JAHAT, RICKY! KENAPA KAMU TEGA BOHONG SAMA AKU? KENAPA?" teriakku di depan wajahnya itu.

"Kak… gak enak tahu marah-marah di sini. Yuk kita ngobrol aja di tempat lain."

"Hiks… aku kangen banget sama kamu, Ricky! Aku masih sayang banget sama kamu!"

"Ya, Kak. Aku tahu. Gimana kalau kita ke kafe aja dekat sini?"

"Hiks… terserah kamu. Yang penting kita bisa ngobrol lagi, Ricky."

"Yuk ikut aku, Kak."

Kini kami telah tiba di salah satu kafe yang terletak tak jauh dari kantorku. Kami memesan sebuah ruangan pribadi agar kami lebih leluasa mengobrol. Saat di dalam sana, aku langsung kembali memeluk dirinya dan menangis terisak-isak di dalam dekapannya.

"Hiks… Ricky, kamu kemana aja selama ini? Aku kangen banget tahu sama kamu."

"Aku baru pulang dari Ohio, Kak. Maafkan aku kalau aku gak memberi tahu Kakak dulu."

"Padahal kamu udah janji buat bersama dengan diriku. Tapi kamu malah pergi diam-diam meninggalkan aku."

"Mama hanya memberi waktu beberapa hari untuk merawat Kakak waktu itu. Setelah Kakak sembuh, aku terpaksa harus pergi karena itu adalah perintah Mama."

"Ricky, pokoknya aku gak pengen kamu pergi lagi. Aku bakal ngikutin kamu kemanapun kamu pergi!"

"Kak, jangan gitu dong. Gimana kalau Papa dan Mama tahu kalau kita ketemuan lagi? Bisa-bisa aku diusir lagi, Kak."

"Aku gak mau tahu lagi, Ricky. Kalau kamu diusir, aku siap kok buat nemenin kamu."

"Aku gak tega ngeliat karir Kakak yang udah bagus harus hancur karena kedatangan diriku ini. Lagian aku udah punya pacar di Amerika."

"APA KAMU BILANG? KAMU UDAH PUNYA PACAR LAGI?" sergahku dengan hati yang membara setelah mendengar perkataannya. Kulihat pengunjung lain langsung melihat ke arah kami tetapi aku tak menghiraukannya.

"Maafkan aku, Kak. Kukira aku gak bakal bertemu Kakak lagi."

PLAK! Sebuah tamparan keras dariku melayang ke pipinya tersebut. Ia hanya diam saja walau pipinya itu langsung memerah sesaat setelah telapak tanganku menempel di sana. Ia kembali tertunduk merasa bersalah.

Huhuhu…. Aku langsung menangis deras karena Ricky telah melupakan diriku. Aku merasa tak dihargai lagi oleh dirinya. Walau aku sudah menyerahkan segalanya kepada Ricky, ia masih saja melupakan cinta yang sudah kami bangun dengan kuat ini. Ia meruntuhkan pengharapanku dan membuatku merasa seperti gadis bodoh yang menjadi korban cintanya.

"KAMU JAHAT, RICKY! KAMU GAK NGANGGEP CINTAKU SELAMA INI!"

Sambil terus menangis, aku beranjak dan pergi meninggalkan Ricky yang masih menatap penuh sesal pada diriku. Aku langsung menuju ke parkiran dan membawa mobilku pergi jauh dari kafe ini. Di balik kemudi setirku ini, aku menumpahkan air mataku seiring dengan laju kendaraanku yang terus bertambah kencang. Aku tak lagi peduli dengan keselamatanku, aku hanya ingin membuang semua cintaku yang telah dihancurkan menjadi debu oleh perbuatan Ricky yang kukira bakal setia menunggu sama seperti diriku.

"KAMU BAJINGAN, RICKY!" teriakku sekencang-kencangnya di dalam mobil.
 
Ricky emang bajingan, Kimi Marcella.. Aku tidak..!!
 
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Ichbineinbuch ..
Waduh koq malah jadi marah Kak Kimmy..
Ga sesuai ekspektasiku, hehe..
Gmn neh jadinya,
Mana sekantor, bisa professional ga yak?
Semoga bisa lekas baikan..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 
Thanx upnya Hu.....:baca:
Yoi gan
Kimmeeeehhhh
Sassskkkeeeehhh
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Ichbineinbuch ..
Wah Ricky yak yg jd kepala gudang, bakalan CLBK lg dunk sama Kak Kimmy..
Btw Gila yak si Ricky, dmn2 bisa bikin cewek klepek2, trus di crootin dech, hehe ..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu...
The power of Ricky dong, iri gak?
Thanks for update suhu
Makasih updatenya om @Ichbineinbuch,
:mantap: :mantap: :mantap:

terimakasih updetnya suhu @Ichbineinbuch
keep posting dan sehat selalu :beer:
Yoi agan semua, sama-sama :beer:
Ga sabar nunggu ricky sampe jakarta..
Btw, kotanya si Ricky bukan di jakarta loh hehe...
 
Bimabet
ternyata kak kimi setia :kk:
gimana reaksinya setelah tau ricky berpacaran diamerika dan sekarang juga belum putus :fiuh:

eh, kenapa pada ga kepo yah, intip sosial media masing2 :)
Kan Ricky sama Kimi lost contact waktu itu, jadi Ricky benar-benar non aktifin semua medsos lamanya
Di tunggu kelanjutan nya
Tenang gan hehe
Menunggu ricky dibandara;):Peace:
Sudah sampai dong
up suhu up
Gass
Keren suhu
Makasih gan
Thanx upnya Hu... :baca: dulu yach
Silakeun gan
2x update dong omm hahah
Haha... Ane mulai sibuk gan sekarang
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd