Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA ANAK SMA MENIKAHI BU DOSEN

Status
Please reply by conversation.

jangkarbuaya

Semprot Kecil
Daftar
15 Oct 2017
Post
52
Like diterima
604
Bimabet
sorii
newbie
moga dapet respon

Coba kukasih index
moga bisa:

Bagian Satu, halaman ini (1)
Bagian Dua, halaman ini (1)
Bagian Tiga, halaman ini (1)
Bagian EMpat, halaman ini (1)
Bagian Lima: https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-3
Bagian Enam: https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-5

Bagian tujuh:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-11

Bagian delapan dan sembilan:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-17

Bagian sepuluh:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-18

Bagian sebelas:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-19

Bagian duabelas:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-20

Bagian tigabelas:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-33



Bagian limabelas:
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-38

Bagian enambelas
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-39


Bagian delapanbelas
https://www.semprot.com/threads/anak-sma-menikahi-bu-dosen.1248410/page-42


Bagian Satu

Prolog



“Cik, mana? Katanya ada kerjaan buatku?” kata Ardi sambil menghampiri teman akrabnya Cici di kantin. Si Cici ini seorang temen sekolahnya yang paling menyenangkan buat Ardi. Mukanya imut, bermata agak sipit, dan berkulit putih. Belum lagi rambutnya yang poni kemerahan, sangat menggemaskan. Cici orangnya periang, ceplas-ceplos, dan gampang bergaul dengan siapa saja, termasuk Ardi yang kurus, bertampang ndeso dan kampungan. Setahu Ardi, Cici termasuk murid yang tidak kekurangan duit.

“Entarlah. Kamu tuh itu aja yang ditanyain”, jawab Cici ketus sambil menyedot es tehnya.

“Ini serius Cik. Aku butuh duit nih. Aku gak bisa sekolah kalau gak kerja”.

“Lha kamu ngapain ke kantin, kalau gak punya duit?”

Ardi cengar-cengir.

“Lha khan ada kamu Cik?”

Kedua anak itu entah kenapa cepat akrab sejak awal masuk sekolah. Walau mereka baru beberapa bulan di SMA itu, mereka sudah akrab dan saling goda satu sama lain. Keduanya sama sama masuk kelas satu. Bedanya Cici berasal dari kota itu, sedang Ardi pindahan dari SMP dari kampung.

“Kamu tuh pengen kerja apa, nyet?”

“Apa aja Cik. Gak halal juga gak papa”

“Anjing lu. Kerja yang halal dong”

“Makanya cariin Cik. Daripada aku masuk neraka. Entar kamu nyesel lagi, jauhan sama anak ganteng ini”

“Enak aja. Gak ngefek, kalii” goda Cici.

“Serius dong Cik. Ini aku kere banget”, kata Ardi dengan wajah yang memelas. Wajah ndeso dan kurus itu tambah nelongso.

“Ihh.. kasihan juga. Apa ya? Kerja aja sama mamaku” jawab Cici asal.

“Lho emang apa perusahaan mamamu?”

“Hihihi, mau pa? Salon kecantikan! Kamu bisa gak crimbat sama ngeramas?”

“Wow, mamamu punya salon? Pantesan kamu cantik banget Cik”

Cici menjitak kepala Ardi, “gombal kamu! Mau gak?”

“Mau sih, bisa megang-megang cewek cewek cantik khan?”

“Gundul! Mesum lu!” jawab Cici tertawa.

“Tanyain aja mamamu Cik, ya kerja apalah. Sapu-sapu, ngepel, mandiin pasien, khan juga perlu”.

“Kamu ke rumah aja, Nyet. Ingat khan jalannya?”

Ardi pernah lewat rumah Cici waktu awal masuk SMA.

“Siap ndan. Kapan?”

“Ya terserah kamulah. Entar sore aja. Salonnya juga cuma samping rumah”.



Sorenya Ardi mengayuh sepeda ke rumah Cici.

Wajah segar cewek itu menyambutnya di halaman.

“Hai cantik!”

“Hai monyet!”

“Edan! Rumahmu kayak istana Cik” kata Ardi sambil melongo melihat rumah besar Cici.

“Makanya hormati aku dong Nyet”

“Siap, Ndan. Itu salonnya ya?” kata Ardi sambil menunjuk sebuah bangunan di samping rumah itu.

“Iyalah, emang kamu gak bisa baca?”

Di dinding berkaca bangunan itu emang terpampang besar tulisan “Salon Wulan”.

“Kok Salon Wulan, itu punya Wulan Guritno ya?”

“Bukaaaan! Dasar monyet. Wulan itu nama mamaku!”

“Yaah, gitu aja nyablak. Emang kamu dah cerita ke mamamu soal aku?”

“Santai, men. Udah kubilangin mama, kalau ada temenku yang perlu dikasihani butuh kerjaan, dia bilang oke kok”

“Kok gitu Cik, ngenalinnya memelas banget”

“Lha khan emang gitu?”

“Iya deh, asal dapet kerjaan aja deh. Halal khan?”

“Asem, emangnya mamaku buka salon plus plus?”

Ilustrasi:
%24RBZJIBV.jpg

Cici

(Bersambang)
 
Terakhir diubah:
292570_06.jpg

kira kira ginilah tante Wulan

Bagian Dua

Kenalan dengan Mamanya Cici



Cici lalu mengajak Ardi ke Salon Wulan. Salon itu tidak terlalu besar, tapi bangunannya tertata rapi dan cantik. Di dalam ruangan juga peralatannya nampak lengkap dan terlihat bersih dan baru. Ruangan itu juga dingin, berbau wangi, dan nyaman.



Mamanya Cici cantik dan terawat. Bodynya montok dan tinggi besar. Beda jauh sama Cici yang imut dan mugil. Apalagi mama Cici saat itu pakai baju ketat lengan pendek warna hitam, dengan renda-renda di bagian kerah dan ujung lengan. Pinggangnya yang montok tapi membentuk lekuk terlihat indah dibalut celana jins ketat. Kulitnya juga putih seperti punya Cici, hanya saja mama Cici terlihat sudah berusia sekitar 35an tahun, namun terawat dan pintar berdandan. Wajahnya cantik dengan bibir tebal merah dan rambut berombak sebahu agak pirang. Alisnya dibentuk dengan gaya kekinian, dengan make up yang elegan. Namanya juga pengusaha salon, pantaslah berdandan dengan maksimal. Lengkap dengan asesoris anting, gelang, dan kalung yang glamour.

Ardi sampai melongo melihatnya. Cici langsung mencubit pinggangnya, hingga Ardi jadi tersipu-sipu. Ardi merasa kecut karena tingginya hanya sedikit di atas bahu mama Cici. Heran juga dia, kenapa Cici tidak setinggi mamanya.

“Oyaa.. ini temenmu yang butuh kerja itu ya?” tanya mama Cici.

Dia mengulurkan tangan, “kenalin, aku Wulan, mamanya Cici”.

Ardi cengar-cengir malu, “eh.. saya Ardi, tante”.

Lali Cici dan mamanya ngobrolin tentang kerjaan Ardi.

Sambil nunggu, Ardi duduk mengamati kegiatan di salon. Nampak ada beberapa pelanggan yang sedang menunggu, dan 5 orang yang sedang ditangani pegawai mama Cici.

Lalu mama Cici memanggil Ardi.

“Gini aja, siapa namamu tadi? Ardi ya. Salon mama khan gak besar. Cuma butuh 4 kapster dan dua hair stylist. Kamu bantu-bantu mereka aja, nyiapin keperluan, kebersihan salon, sama jagain kasir. Kebetulan yang jaga kasir selama ini ditangani mama sendiri atau gantian sama mbak Yayuk yang kemarin pindah. Gimana? Bisa khan?” .

“Eh iya tante. Saya siap.. Matur nuwun sekali tant”, jawab Ardi gelagepan.

“Kamu anaknya jujur khan?” goda mama Cici.

Cici tertawa di belakangnya.

Ardi mengangguk cepat-cepat, “iya tante. Itu satu-satunya modal saya..”

“Ada lagi modalmu, Nyet. Wajah melas! Hahaha”, cerocos Cici. Ardi cuma senyum kecut.

“Soal gaji kamu gimana?”, tanya mama Cici alias tante Wulan. Ardi bingung.

“Terserah tante aja. Kalau saya yang penting bisa makan dan hidup di perantauan ini, tant”, jawab Ardi malu-malu.

(Bersambang)
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bagian Tiga

Kerja di Salon Tante Wulan



Jadilah Ardi kerja di Salon Wulan, punya mama Cici. Hari selanjutnya Ardi dengan semangat mengayuh sepedanya ke Salon Wulan. Hari pertama itu Ardi diberi pengarahan oleh tante Wulan mengenai apa yang harus dikerjakannya. Dia juga dikenalkan dengan para pegawai yang lain. Salah satunya Mas Bimbo yang juga kepercayaan Tante Wulan. Orangnya agak melambai dan cerewet. Mas Bimbo ini penata rambut yang jadi andalan Tante Wulan.



Dengan antusias, Mas Bimbo mengajari berbagai hal soal salon ke Ardi. Dia juga mengomeli penampilan Ardi.

“Ini salon mas, besok lagi rapian dikit deh. Pakai baju kekinian, jangan kayak mas-mas debt collector gitu, ihh..” omelnya ke Ardi.

“Dan jangan panggil aku mas ya, panggil aja Kak” lanjut Mas Bimbo, eh Kak Bimbo.

Dan mulailah kehidupan baru Ardi sebagai pegawai salon. Dan mulai pulalah Ardi terlibat dalam kehidupan aneh keluarga Cici. Sepulang sekolah, Ardi langsung meluncur ke salon.



Tante Wulan tidak selalu menunggui salonnya. Apalagi semenjak ada Ardi. Dia kadang hanya datang di pagi, dan sore menjelang salon tutup. Memang tante Wulan banyak kegiatan, termasuk sosialita, arisan-arisan, yoga, senam dan sebagainya. Ardi pun hanya sesekali bisa ngobrol dengan wanita itu. Kalau kebetulan tante Wulan di salon, dia pasti banyak curhat masalah pribadinya. Tante Wulan senang dengan kejujuran Ardi. Banyak hal yang dipercayakannya pada Ardi.

(bersambang)
 
Terakhir diubah:
gue gasspoll dulu yah, mumpung ada koneksi

ini bagian yang agak mulai hot:

Bagian Tiga

Makan Malam



Lama-lama Ardi mengenal kehidupan rumit di balik keceriaan Cici. Ternyata mama Cici adalah istri kedua seorang pengusaha kaya. Hanya sesekali Ardi melihat sebuah mobil mewah parkir di depan rumah Cici. Mobil itu milik Om Cokro, suami tante Wulan. Tante Wulan dulunya adalah janda muda yang menikah terlalu muda di usia 17 tahun, karena mengandung Cici. Setelah bercerai, tante Wulan dinikahi oleh Om Cokro, pengusaha kaya yang sekarang menjadi papa tiri Cici. Karena istri kedua, suami tante Wulan hanya sesekali ke rumah, dan kadang tidak sampai menginap. Setahu Ardi, Cici bahkan tidak akrab dengan papa tirinya itu.



Tapi ada hal lain yang mengesalkan bagi Cici soal mamanya. Di samping Om Cokro, Tante Wulan juga punya pacar yang kadang datang ke rumah. Tiap pria yang lebih muda dari tante Wulan itu datang, Cici selalu terlihat gusar.



Malam itu sebelum Ardi menutup pintu salon, Cici datang dengan wajah masam.

“Huh dasar tante-tante gatel!” omelnya tiba-tiba sambil membanting duduk di samping Ardi yang sedang mengemasi peralatan salon.

“Apaan sih, Cik? Sama mamanya sendiri kok gitu?”

“Kesel aku, mama tuh gak tahu kalau diporotin bajingan itu!” muka Cici memerah menahan marah.

Ardi juga bingung bersikap. Itu juga khan masalah keluarga. Ardi sendiri juga punya latar keluarga yang tidak harmonis. Apalagi dia masih kelas satu SMA, apa yang bisa dilakukan? Masak memberi nasehat?

Dari Cici, Ardi tahu kalau pacar mamanya itu seorang pemuda tidak jelas, entah dia mahasiswa atau pengangguran. Dan menurut Cici, mamanya selalu menuruti permintaan cowok itu terutama soal uang. Walau kesal, Cici juga tidak berani melaporkan itu pada suami mamanya.

Suatu ketika, Ardi pernah juga memergoki cowok itu. Wajahnya memang gagah dan tampan, namun kelihatan tidak jujur. Ya, type-type cowok yang jualan tampang gitu. Pakaiannya trendi dan berpenampilan wangi. Pokoknya keren. Motornya juga motor ninja yang gagah. Badannya tinggi dan besar, serasi dengan tante Wulan.



Sore itu hari sabtu. Besok libur sekolah, jadi Ardi bisa agak sampai malam di salon. Pelanggan juga lagi ramai-ramainya. Ardi hanya melihat mobil honda jazz tante Wulan di halaman rumah. Berarti tidak ada suami tante atau pun pacar tante yang ke rumah. Tapi tiba-tiba Ardi mendengar ribut-ribut di rumah Cici. Dia lalu melihat Cici keluar rumah dengan motornya. Mamanya mengejar di belakangnya. Tapi Cici nekat dan kabur dari rumah. Dengan wajah memerah, tante Wulan kembali masuk rumah.

Menjelang salon tutup, tante Wulan masuk ke salon. Wajahnya terlihat lelah walau masih terlihat cantik. Pakaiannya juga asal, tidak seperti biasanya kalau ke salon selalu dandan maksimal. Dia hanya mengenakan kaos ketat lengan pendek, dan celana legging. Mas Bimbo sibuk membuat suasana menjadi riang, walau kelihatannya gagal untuk tante Wulan.

Setelah mengurus semua hal, para pegawai pun pamit pulang. Tinggal Ardi dan tante Wulan.

“Kamu tadi lihat ya, Cici kesal sama mama”

“Iya tant. Cici ke mana tant?” tanya Ardi kawatir.

“Gak usah kawatir, dia ke rumah neneknya”

“Oh syukurlah”

“Kamu tahu masalahku sama Cici?”, tanya tante Wulan.

“Eh.. masalah apa tant?”

“Huh? Kamu pura-pura bego apa emang bego?”, dengus tante Wulan.



Ardi diam saja. Dia tak tahu harus bersikap gimana di depan mama temennya itu.

Tapi nampaknya tante Wulan justru yang butuh teman curhat. Dia lalu meneruskan sendiri keluhannya, “Cici tidak mau mengerti masalah mama. Dia gak ngerti sih gimana kalau dalam posisi mama”. Dari awal, tante Wulan memang selalu menyebut dirinya mama di depan Ardi, walau Ardi tetap memanggilnya tante.

Tante Wulan menoleh ke arah Ardi, “kamu juga gak bakalan mengerti. Ini masalah orang dewasa”.

Masalah orang dewasa! Duh, Ardi gelagepan, karena sebenarnya tanpa sengaja dia sedang melirik dada besar tante Wulan. Iya, tante Wulan memang berdada sangat montok, dan saat itu sedang duduk bersandar di sofa salon dengan membusungkan dadanya. Kaos ketatnya itu seperti mau meledak menahan dua gunung raksasa itu. Ardi kawatir mama temennya itu tahu dia sedang melirik dadanya.

Tapi ternyata tidak, tante Wulan melanjutkan keluhannya sambil menghela nafas, “mama khan juga punya kebutuhan, yang Cici gak bakal ngerti.. Tapi mama juga gak mau Cici marah seperti ini…”.



Tante mengeluh seperti putus asa.



Ardi tiba tiba berdebar, dan batang di celananya yang semula agak tegang mulai menggeliat. Kebutuhan orang dewasa! Ardi paham maksud tante Wulan dan hubungannya dengan pacar gelapnya itu. Tapi Ardi diam saja sambil meneruskan mengemasi barang-barang salon. Beberapa saat suasana diam. Ardi melanjutkan sibuk menyapu lantai salon, sedang tante Wulan asyik dalam kediamannya. Masih tetap duduk bersandar lunglai di sofa. Sesekali Ardi melirik ke body montok tante.

“Di, habis ini kamu ke mana?” tanya tante tiba-tiba.

“Paling pulang, tant” kata Ardi sambil melirik tante.

“Makan yuk! Belum makan khan?” ajak tante tiba-tiba.

Ardi melongo. Tante mengajaknya makan malam?

“Ayolah, gak usah malu. Belum makan khan? Mama males makan di rumah sendirian”

“Eh iya tant”, Ardi mengangguk cepat cepat.

“Oke, mama tunggu ya di depan rumah” kata tante sambil bangkit dan beranjak ke rumah. Ardi sempat melirik pantat semok tante Wulan yang dibalut legging hitam. Pantat yang besar itu terlihat padat dan kencang waktu melenggak-lenggok jalan keluar salon. Ardi menelan ludahnya. Batangnya mengeras penuh dalam celananya.

Di mobil Ardi nampak grogi. Di sampingnya sedang menyetir mobil, seorang tante-tante dengan busana elegan, berbadan wangi, dan cantik tinggi serta montok. Sementara dirinya, hanya mengenakan kaos hitam lawas, dan celana jins yang sudah kusam. Betul-betul kontras.



Mereka berjalan beriringan masuk ke restoran bergaya klasik itu. Di samping Ardi, tante Wulan nampak tinggi besar dan montok dengan dandanan yang sangat mengundang perhatian.

“Kamu pernah ke sini?”

“Belumlah, tant”, jawab Ardi sambil tersenyum kecut. Mana mungkin dia masuk ke restoran kayak gini.

Dalam keremangan lampu restoran mereka duduk berhadapan.

Tante Wulan yang banyak membuka percakapan. Nampaknya dia sangat butuh teman curhat. Ardi lebih banyak diam dan menjawab sesekali. Matanya lebih banyak sibuk menikmati dandanan tante dengan belahan dada yang mengintip di dadanya.

Nampaknya tante tahu pandangan Ardi yang fokus ke tubuhnya, tapi membiarkannya.



“Mama tuh butuh teman, Di. Itu yang Cici gak mau ngertiin. Ya mungkin dia memang gak ngerti. Mungkin kamu ngerti maksud mama”.



Teman? Bukannya tante punya suami? Apa masih perlu pacar gelap? Bathin Ardi.

Tapi Ardi diam mendengarkan.



“Kamu mungkin juga gak ngerti..”



“Maksud tante? Khan di salon juga ada mas Bimbo? Tante banyak teman juga di mana-mana? Saya khan juga bisa jadi teman”, jawab Ardi bingung.



Tante menghela nafas. Dadanya terlihat indah membusung sesaat. Ardi tercekat.



“Mama khan wanita dewasa. Papa Cici datangnya gak mesti seminggu sekali. Kamu tahu khan?” tanya tante setengah berbisik.



Ardi terdiam, matanya justru tertubruk pada belahan dada tante Wulan. Kulit putih itu terlihat indah dengan celah yang mengundang.



“Kamu ngeliatin apa sih? Dasar laki-laki sama aja” kata tante tiba-tiba.

Derrr!! Ardi merasa terbating tiba-tiba. Duuh, citra dirinya yang kemarin-kemarin dianggap karyawan teladan bisa hancur deh malam ini. Sama dengan laki-laki lain berarti kesempatannya untuk dianggap istimewa pudar begitu saja.

“Ehh… maaf tant..” katanya gelagepan.

“Hihi.. Gak papa, wajar kok puber kayak kamu”, tante tertawa kecil.

Ardi menunduk malu.



Sehabis makan, tante mengajak Ardi menemaninya mampir ke mall untuk berbelanja sebentar.

Selesai belanja, mereka masuk ke lift. Malam minggu lift penuh sesak apalagi ini menjelang tutupan mall. Ardi terpojok di dinding lift, sementara tante Wulan bediri di depannya. Karena berdesakan, tante Wulan tanpa sengaja menempelkan pantatnya ke selangkangan Ardi. Blaik! Batang Ardi langsung merespon. Batang tegang itu menempel tepat di celah belahan pantat. Karena Ardi lebih pendek dari tante, maka batangnya seakan langsung mengarah ke selangkangan tante dari belakang. Malam itu tante Wulan mengenakan gaun yang berbahan tipis. Ardi menahan nafas. Sementara tante Wulan nampak santai saja dengan situasi itu. Pantat besar tante seperti menjepit tonjolan di selangkangan Ardi.

Ardi diam tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Tiba-tiba tante melirik ke belakang, “santai Di, gak usah tegang gitu”.

Aduuuh, Ardi salah tingkah.

Sesampai di lantai dasar, mereka menunggu pengunjung lain keluar lift. Lalu tante menoleh sebentar sambil terseyum simpul dan melirik selangkangan Ardi, seolah menyuruh, “betulin dulu tuh batangmu”. Otomatis Ardi membetulkan letak batangnya yang nampak menonjol dalam celana dengan gugup. Tante justru terkikik sambil berlalu menuju mobil.

Di mobil, Ardi diam malu.

Dengan lincah tante memegang kemudi seolah tidak terjadi apa-apa.

Tante malah tersenyum-senyum geli melihat Ardi salah tingkah.

“Gede juga ya..” kata tante tiba-tiba sambil menyetir mobil.

“Hhhh.. apanya tante..” gelagepan Ardi menjawab.

“Tuh..!” tante Wulan menunjuk selangkangan Ardi dengan dagunya. Waaaaa…

Ardi tak bisa berkata-kata. Apa kata dunia? Celananya memang nampak membungkah menahan batang raksasanya yang mengeliat kelaparan.

Ardi diam gugup sambil menatap jalanan gelap di depannya.

“Sakit gak?” tanya tante sambil terkikik.

“Ee… sakit?”

“Tuh, di celana jinsmu. Kasihan tuh. Dikeluarin aja, daripada nanti sakit kejepit celana..”

“Ehh.. gak papa kok tant..” gugup Ardi.

“Alaaaah.. Keluarin aja. Mama tahu kok kalau kayak gitu gak nyaman”

“Ah.. masak dikeluarin..” jawab Ardi malu.

“Ayolah. Gak usah malu sama mama”, kata Tante Wulan terkikik.

“EH.. iya tant. Gak papa tant? Di sini?” jawab Ardi ragu-ragu.

“Iyalah! Maumu di mana? Kamar mama? Enak aja” ledek tante.

Jantungnya berdegub hebat. Gila juga. Mengeluarkan batang di depan tante Wulan? Wanita cantik yang juga mama Cici teman akrabnya? Bosnya di salon dan istri seorang pengusaha kaya? Pacar seorang pemuda ganteng dan gagah? Duuuh, mimpi apa dia semalam.

Tapi pikiran normal sudah hilang dari kepalanya. Ardi sudah konak hebat. Tanpa berpikir panjang, dengan gemetar dibukanya resliting celananya. Daaaann..

Tuing..! Batang panjang dan hitam besar itu melenting ke atas hingga pusarnya.

“Wow..” kata tante sambil menoleh ke batang Ardi. Sebatang kontol yang sudah tegang maksimal dengan ukuran yang membanggakan.

Tante mengeleng-geleng tak percaya.

“Bener-bener deh. Gak nyangka mama. Hebat juga punyamu, Di”.

Mungkin itulah satu-satunya yang bisa dibanggakan dari Ardi. Remaja kurus dan ndeso itu memang punya kontol yang di atas normal. Gede, gemuk, dan panjang. Jauh berbeda dari badannya yang agak kurus dan pendek.

“Eit, mau diapain? Biarin aja gitu sampai rumah!” perintah tante waktu melihat Ardi mau memasukkan kembali kontolnya. Ardi mematuhinya. Dibiarkannya kontolnya itu tegang menjulang di antara pahanya.

“Kamu tuh, mungkin semua makanmu yang banyak itu masuk ke situ. Pantesan badanmu kurus tapi makanmu banyak, haha” keliatannya tante mulai ceria.

Ardi cuma senyum tak bisa berkata apa-apa. Benar-benar hal yang tak disangkanya, bisa memamerkan batangnya ke wanita yang seperti tante Wulan.

Tante Wulan hanya senyum-seyum sambil sesekali melirik selangkangan Ardi.

“Haha.. Masukin batangmu, Di! lampu merah. Tuh ada polisi”.

Dengan gugup Ardi segera memasukkan batangnya ke celana. Tante Wulan tertawa. Ternyata tidak ada apapun di depan mereka.

Sampai di rumah tante, mereka turun.

“Makasih, Di, sudah nemenin mama”.

“Eh.. Iya tant, makasih juga” Ardi masih gugup dengan peristiwa di dalam mobil.



Lalu Ardi pamit.

“Lho mana ciumannya? Teman kencan masak gak dicium?” goda tante.

“Eh… Iyyaaa tant..”

Tante Wulan menundukkan mukanya. Ardi mencium pipi wangi tante. Bener-bener harum dan halus. Mungkin bakalan menjadi mimpi-mimpi Ardi di mingu-minggu ini.

“Udah sana, besok masuk khan?” suruh tante.

Ardi mengangguk dan berpamitan. Lalu dikayuhnya sepeda sambil bingung memikirkan kejadian sebelumnya. Pikirannya dipenuhi bayangan tubuh montok tante Wulan.
 
Terakhir diubah:
ijin ikut memantau
 
Bimabet
Bagian Empat


Tembakan Ardi



Besoknya Ardi tidak melihat tante di salon. Mobil mewah suaminya nampak di parkiran depan. Ardi juga tidak melihat Cici hingga hari senin di sekolah.



Kejadian selanjutnya berlangsung biasa.

Sekolah, main, terus mampir kantin.

Dia mencari Cici.

“Sini kau Nyet!” teriak Cici sebelum Ardi sempat menemukannya. Gadis manis itu nampak duduk santai di pojok kantin.

“Hai Cik, kangen ya sama cah ganteng ini?”

“Wong edan kamu ya. Nekat juga kencan sama mamaku!” ceracau Cici tanpa tedeng aling-aling.

“Hush! Ngomong apa kamu?” gugup Ardi.

“Hihihi.. gak usah berlagak bloon. Mama udah cerita kok semalam”

“ Cerita apaa.. Cik?” jawab Ardi gugup. Jangan-jangan..? Ah gila, gak mungkinlah.

“Katanya kamu keliatan kelaparan, terus mama ngajak kamu ke restoran favorit mama itung-itung sedekah untuk anak terlantar, hahaha” jawab Cici.

“Apaan sih Cik?” dengus Ardi walau lega. Takut juga kalau tahu kejadian setelah makan malam.

“Asyik gak malming sama mamaku?” goda Cici.

“Seru Cik, mamamu seksiii” jawab Ardi asal.

“Nah gitu dong, ngaku!”

“Gak usah keras-keras ngapa?”

“Hihihihi..”

Ardi duduk sambil minum es teh di sebelah Cici.

“Tapi seru juga kalau kamu jadi pacar mamaku. Biar si bejat itu gak usah ke rumah lagi” kata Cici tiba-tiba.

“Ngawur kamu. Mana mau mamamu. Lagian pacarnya itu ganteng dan gagah gitu Cik. Lha aku? Cuman anak SMA kelas satu dan buluk gini”

“Eh, ngaku juga akhirnya. Udah ngaca ya?”

Ardi cuma nyengir kecut.

“Mamaku kayaknya simpati sama kamu, Di. Apa-apa nyuruh kamu. Apa-apa ngajak kamu. Heran deh, kamu punya ajian apa sih?”

“Biasa sih, resiko anak ganteng”

“Kumat deh. Sadar diri ngapa?”

“Ya gak tahu Cik. Kamu juga yang bisa nilai aku. Emang mamamu cerita gimana?”

“Dia suka aja sama kerjaanmu. Kamu jujur katanya. Belum tahuuu diaaa..” canda Cici.

“Iyalah Cik, itu khan modal utamaku. Emang kalau aku jadi pacar mamamu, kamu gak marah-marah kayak sama cowoknya itu?”

Cici melotot.

“Dia mah jahat Di. Gak kayak kamu. Lugu. Kalau mau morotin pun paling kamu tahunya uang ribuan”

“Asyik juga ya kalau jadi pacar mamamu”, balas Ardi sambil mengingat kejadian malam minggu itu. Jantungnya tiba-tiba berdesir. Seandainya beneran, apa ya sikap Cici? Dan apa benar mama Cici bisa menerimanya?

“Hahaha… gila juga kamu” kata Cici, “tapi seru juga sih..” lanjutnya sambil menuju kelas. Bel sudah berbunyi, saatnya belajar giat menuju masa depan gemilang.



Sorenya kejadian berlangsung menyenangkan bagi Ardi. Tante Wulan keliatan tambah bersikap hangat padanya. Hampir semua hal, dimintanya bantuan Ardi. Sesorean itu tante Wulan berada di salon dan banyak ngobrol dengan Ardi dan mas Bimbo. Mas Bimbo pun menggodanya, “tumben nih, tante mami bahagia banget”

Ardi pun tambah berbunga-bunga. Semangat kerjanya maksimal. Apa saja yang disuruh tante, langsung dikerjakannya seperti komando militer.

Sambil bekerja, Ardi nekat untuk menggoda tante. Pelan, biar tidak terdengar mas Bimbo dan yang lain.

“Tant. Masih nyari teman?”

“Teman apa, Di?”

“Yang kemarin ituu.. temen dewasa..”

Tante agak kaget.

“Hihihi… ngerti pa kamu?”

“Iyalah tant. Gimana?”

“Lha iya, gimana apanya? Kamu ada yang mau kenalin ke mama?”

“Gak tant, saya aja gimana?” jawab Ardi nekat.

“E.e… Hahaha. Kamu emang dah dewasa?”

“Khan tante dah lihat? Kurang ‘dewasa’ ya dibanding om Cokro?”, Ardi sengaja memberi penekanan beda saat mengucapkan kata ‘dewasa’.

“Hihihih.. jujur kamu jauh lebih ‘dewasa’, Di” jawab tante sambil mengedipkan mata ke arah selangkangan Ardi. Kontol Ardi menegang. Dia tambah nekat.

“Lha kalau sama teman tante yang itu?” tanyanya penuh kode.

“Hahaha… terus terang masih ‘dewasa’ punyamu. Duuuh mama juga masih heran. Kok bisa kamu segitu?” jawab tante terkikik pelan.

“Beneran tant?” Ardi berdebar. Dia juga tidak tahu kontolnya itu sebesar apa kalau dibandingkan dengan punya rata-rata umumnya.

“Hush kamu itu, entar mama lagi sibuk. Nanti ya kita bahas”, balas tante sambil tersenyum. Ardi berdebar menerima senyum itu. Sesorean itu Ardi seperti di awan-awan, menunggu waktu salon ditutup. Sesekali mata Ardi dan tante bertatapan sambil tersenyum.



Salon sudah ditutup. Semua sudah pulang. Tante yang semula ke rumah sebentar kembali masuk ke salon lewat pintu samping. Ardi hampir menyelesaikan bersih-bersih dan kemas-kemas barang salon. Tante memberi kode melambai ke Ardi.

“Sini, kamu”

“Siap, tant”

Tante menatapnya serius. Ardi malah gugup.

“Kamu tadi paham apa yang kamu ucapkan?”

“Eh.. iya tant..”

“Yakin?”

“Hmm… yy yakin tant..”

“Yaaaahh… ragu ragu..”

“Gak tant, yakin kok, yakin seratus persen” jawab Ardi cepat-cepat.

Tante tertawa kecil.

“Ini serius lho Di. Jujur sama mama, kamu pernah begituan?”

“Bbbbelum sih tant…”

“Bohong. Kayaknya kamu dah pengalaman”

“Beneran tant. Ya pernah sih pakai mulut”

“Hah.. sama siapa?”

“Temen kakak di kampung”

“Edan. Cuma itu?”

“Sama dikocok”

“Sama dia juga?”

“Iya tant”

“Hmmm… ini beda lho, temenan sama mama. Lebih jauh dari itu. Gimana? Kamu serius?”, tanya tante dengan muka serius.

“Iya tant. Serius saya” Ardi berdebar hebat. Ini langkah penting dalam hidupnya.



Tante diam sambil menatap Ardi lekat-lekat. Ardi berdebar kencang.

Pandangan tante berubah sendu. Matanya menatap tajam ke mata Ardi.





Dengan gemas, tiba-tiba tante Wulan melumat bibir Ardi. Hummmhhhh..

Bibir mereka saling melumat. Ardi gelagepan tapi membalas. Lidah tante ganas menerobos mulut Ardi. Ardi terengah. Ini cipokan ganas yang paling liar dirasakannya. Mereka saling pagut di ruangan salon itu. Tubuh montok tante memeluk erat tubuh kurus Ardi.

“Ardi… mmmm.. mama pengen kamu.. tau khaann…”, bisik tante.

Mereka berpelukan erat..



(besambung)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd