Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT ANCAMAN YANG SEMPURNA

Status
Please reply by conversation.
Bikin kopi dulu.... siap gelar karpet merah buat chapter 3 nya kang. Lhah rokok mana rokok? Uasem tibake entek..... sik kang tak ke warung tuku LA merah...
 
Mantap..suka banget suhu, genre dan alurnya..luar biasa, kalau boleh usul suhu ridwan jgn terlalu kasar juga sama ibunya, kasihan..hehehe..tapi terserah suhu aja :semangat:
 
Iyah, Brader. Trima kasih banyak untuk supportnya buat karya pertamax si hina dina inih...
siap-siap updet ntar malem, Hu... salammmm
yoi brad ,, di antos apdetna :beer: , ulah weungi teuing enjing bagean ka sawah janten momonon :pandaketawa:
 
BAGIAN III

***
Tak lama kemudian, Maya muncul kembali dari ruang belakang, mendorong kursi roda dengan muka menunduk, lewat ke ruang tengah tanpa menoleh.
“Cepat! Aku sudah tak tahan nih!” kata Ridwan yang sedang duduk.
Tapi ibunya tak menjawab, menoleh pun tidak. Hanya Rudi, yang dengan susah payah menoleh heran. Mungkin setelah sekian lama, baru malam ini ia melihat kembali anaknya.
“Nyyiii-waaan,” panggilnya dengan suara tak jelas. Sayangnya kursi roda telah didorong istrinya cepat-cepat. Masuk ke kamar, dengan hati pedih, Maya mengangkat tubuh suaminya yang tinggal kulit pembungkus tulang lalu membaringkannya ke tempat tidur. Masih tanpa berkata-kata, Maya menyelimuti suaminya dengan penuh kasih sayang. Ada isak tertahan yang disembunyikannya melalui batuk pura-pura.
Selesai menyelimuti suaminya, Maya terduduk kebingungan. Bagaimana dia sekarang, langsung ikut tidur atau malah ke luar kamar menghampiri kembali Ridwan yang sedang menunggunya? Kebimbangan berkecamuk di dadanya. Kalau dia ikut berbaring tanpa mempedulikan Ridwan, khawatir anak itu menerobos masuk dan memaksanya kembali di dalam kamar. Tak mampu ia membayangkan kalau itu terjadi, entah apa yang akan dialami Rudi apabila menyaksikan anaknya hendak memperkosa ibunya di dalam kamar ini.
“Lari saja ke luar rumah, minta tolong!” bisik nuraninya memberi saran. Maya berdiri, hampir saja mengikuti kata hatinya, namun langkahnya terhenti saat ia teringat ancaman Ridwan yang memiliki video bukti perselingkuhannya dengan Pak Hendi. Tentulah bukan pertolongan yang dia dapatkan, mungkin cacian bahkan pengusiran yang dia dapatkan. Maya seperti hendak memakan buah simalakama. Serba salah dan mati langkah.
Akhirnya dengan langkah gontai dia menyerah kalah, Maya memilih ke luar kamar menghampiri Ridwan yang sudah menghabiskan tenggakan terakhir dari minuman kerasnya, sambil berniat menyusul ibunya ke kamar karena dirasanya lama sekali. Akhirnya terlihat ibunya telah keluar kamar, sesampainya di samping sofa tempat dia duduk, ibunya masih berdiri dengan muka tertunduk.
“Lama benar! Kemarilah!” gapai Ridwan. Namun ibunya masih berdiri tak bergeming.
“Kemarilah cepat!” bentak Ridwan mulai tak sabar.
Maya melangkah tertahan-tahan, tapi begitu sampai di jangkauan Ridwan, diraihnya tangan ibunya, ditarik hingga terjatuh ke pangkuannya, “Aduh,” seru Maya agak kaget. Bukan kaget karena terjatuh, melainkan saat jatuh mencari pegangan, tangannya malah menyentuh penis anaknya yang mengacung tegak. Jelas sekali bahwa Ridwan telah melepaskan kembali celana kolornya.
Ridwan terkekeh geli, tangan ibunya yang sempat memegang penisnya dan ditarik kembali, cepat disambar, dituntunnya kembali ke penisnya.
“Elus-elus!” perintah Ridwan dengan napas mulai memburu.
“Nak, bisakah kita...,” Maya mendongak menatap wajah Ridwan penuh permohonan.
“Tidak bisa!” potong Ridwan tegas. Dan di saat ibunya mendongak itulah, ia menyambar bibirnya, menciumnya dengan penuh nafsu. Sementara tangannya sudah menarik baju tidur supaya terlepas.
“Jangan di sini, di luar masih ramai, takut ada orang mengintip,” ujar Maya perlahan.
“Hmmm, baiklah, di kamarku saja!” sahut Ridwan sambil bangkit, memeluk pinggang ibunya erat-erat seakan takut ibunya kabur. Sesekali dalam setiap langkahnya, tangan Ridwan meremas-remas pinggul yang padat dan sekal itu, sambil menciumi leher dan pundak ibunya yang sudah dalam keadaan pasrah sekali. Sampai di dalam kamar, Maya mau mematikan lampu, namun cepat dicegah Ridwan, ia ingin menikmati seluruh tubuh ibunya dalam keadaan terang. Dan kembali Maya menurut.
Ridwan menyuruh ibunya tiduran terlentang, setelah itu dia menghambur ke selangkangan ibunya, menyerbu bukit membusung dengan sedikit dihiasi bulu-bulu halus itu. Ridwan ingin mempraktekkan yang barusan ditontonnya di film mesum itu. Jari-jarinya membantu menyibakkan bibir-bibir tebal vagina ibunya, sementara lidahnya menjilat, menyapu seluruh bagian luar dari vagina tersebut yang mulai mengeluarkan cairan pelumas. Begitu bibir-bibir vagina itu disibakkan makin lebar, lidahnya menyapu makin dalam, hingga menemui sebuah benda kecil yang licin, begitu benda tersebut dijilat dan diemut. Terasa pinggul ibunya seperti melambung, diiringi rintihan halus. Ridwan semakin bersemangat mempermainkan benda tersebut, yang akibatnya, tubuh ibunya seperti terhenyak dan terbanting-banting dengan erangan semakin keras.
“Owhhh, enghhhh...,” erangnya, setiap lidah Ridwan menyapu benda yang disebut kelentit itu.
Tangan ridwan pun tak tinggal diam, disaat mulutnya sedang sibuk di vagina, ke dua tangannya naik meremas-remas payudara ibunya. Maya merasakan dua kenikmatan sekaligus yang mendesaknya dan membuatnya melayang kembali ke kenikmatan yang tadi. Tanpa disadarinya, pinggulnya bergerak-gerak mengimbangi jilatan dan hisapan dari mulut Ridwan di vaginanya. Hingga beberapa saat, ke dua pahanya menjepit kepala Ridwan sambil pinggulnya melambung menekan. Ridwan gelagapan, ia merasakan semburan panas ke wajahnya. Semburan dari sebuah puncak orgasme ibunya. Beberapa saat mereka terdiam. Tapi Ridwan yang sudah sangat bernapsu, menarik kepalanya, dari selangkangan lidahnya terus menelusuri perut ramping ibunya, bermain sebentar menggelitik pusarnya, “Owh, ahhh-ahhh,” Ibunya mengerang halus, ia masih melayang-layang menikmati orgasme yang baru saja direguknya kembali. Tapi Ridwan sudah kembali merangsangnya, apalagi ketika sampai ke payudaranya. Putingnya yang mengeras, habis dikulum, disedot, digigit-gigit. Tubuh Maya melenting-lenting menikmatinya, dirasanya, lidah panas Ridwan terus naik, mencucupi lehernya, lalu, “Hmmffh!” lidah itu telah bermain di dalam mulutnya tanpa bisa dicegah.
Sementara vaginanya telah terganjal sesuatu benda yang panas dan berdenyut. Menggeser-geser naik turun, tanpa sadar Maya merenggangkan ke dua pahanya untuk memberi ruang penis anaknya melakukan penetrasi. Pelan tapi pasti, dengan tanpa susah payah seperti yang pertama tadi, penis berhelm baja milik Ridwan telah masuk ke dalam rahim ibunya, rahim yang dua puluh tahun pernah melahirkannya.
Ridwan mengayuh bahtera birahinya dengan bersemangat, penis perkasanya keluar masuk dengan cepat, Maya mencoba mengimbangi kayuhan anaknya dengan goyangan pinggulnya. Ridwan melenguh-lenguh, merasakan kenikmatan tiada tara, batang penisna seperti dipelintir dan diremas-remas. Berkali-kali dalam deru napasnya ia menunduk, menghisap puting lalu bergantian memagut bibir ibunya yang kini membalas ciumannya walau pun masih sedikit malu-malu.
Ditengah kayuhan penis sekeras baja anaknya, tubuh Maya kembali menjengking, lalu mengejang kaku. Luar biasa, ia telah mencapai orgasmenya yang ke duanya secara berturut-turut, yang ke tiga kalau harus dihitung dengan yang tadi. Dia benar-benar kecapaian sekali, seluruh tulang sandinya terasa luluh-lantak oleh hantaman demi hantaman ombak perkasa birahi anaknya.
Ridwan seolah tidak mengetahui bahwa ibunya telah kembali mengalami orgasme, dan kini lunglai pasrah menerima genjotan demi genjotan panas anaknya yang kini menggeram-geram keras. Ridwan merasakan ada yang medesak ke kepala penisnya, ia makin mempercepat genjotannya, tak lama kemudian, sambil meraung ia menekan habis penisnya sampai semuanya melesak ke dalam vagina ibunya, dan menyemburkan lahar panas yang luar biasa banyaknya, sampai meleleh ke luar karena tak tertampung oleh vagina ibunya.
Maya kaget sekali, Ridwan mengeluarkan spermanya di dalam rahimnya, saking lemasnya ia tak mampu menghindar dari semburan sperma Ridwan. Celaka! Hatinya berseru cemas. Sementara Ridwan ambruk menindih tubuhnya, setelah sebelumnya memagut bibir ibunya untuk terakhir kalinya, sebelum dia terguling dan tertidur. Begitu juga Maya, saking lelahnya melayani napsu Ridwan, anaknya, tak lama kemudian dia pun jatuh tertidur, nyenyak dengan senyum kepuasan terukir di bibirnya.
Ke dua ibu beranak itu tidur saling berpelukan dengan tubuh telanjang dan basah oleh keringat.
Tanpa mereka ketahui, bahwa disaat mereka sedang mengayuh birahi, pintu mereka diketuk berulang-ulang oleh Pak Hendi yang mau meminta jatah pada Maya, ibunya Ridwan. Tapi karena tak ada juga yang membukakan pintu, akhirnya dengan kekesalan dan rasa marah, Pak Hendi kembali ke tempat tugas jaganya.
***
Saat pagi menjelang. Maya lah yang bangun duluan. Seluruh tubuhnya terasa hancur luluh, seluruh tulangnya terasa lemas. Dia sempat kebingungan, karena bangun di tempat tidur bukan yang seperti biasanya, juga dalam keadaan telanjang berpelukan dengan..., Ridwan? Maya menjerit kecil melompat dari tempat tidurnya. Pedih hatinya saat teringat kejadian tadi malam, matanya menatap nanar tubuh telanjang Ridwan yang masih tertidur pulas. Hancur sudah hatinya.
“Kotor! Aku telah kotor! Ya Tuhaaan, apa yang aku lakukan? Semoga ini mimpi buruk!” isaknya perih. Tapi itu bukanlah mimpi buruk, itu adalah perbuatan buruk, terburuk. Dengan terhuyung-huyung, lupa bahwa ia sedang dalam kejadian telanjang. Maya ke luar kamar anaknya, menuju kamar mandi dengan maksud membersihkan diri. Selangkangannya terasa seperti masih terganjal sesuatu, bahkan bau sperma dari penis Ridwan masih tercium tajam.
Dalam guyuran dan isak tangis yang tak berkesudahan, Maya seperti ingin agar ingatannya yang semalam musnah bersama hanyutnya air ke lubang pembuangan. Ingatan tetaplah ingatan, semakin berusaha kamu menghapusnya, maka semakin kuat ia menjadi kenangan yang tersimpan dalam memori yang terdalam.
*
Ridwan yang bangun belakangan, masih merasa pusing kepalanya. Dia mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Walau pun terasa samar-samar karena sedang dalam keadaan mabuk berat. Tapi ia masih merasakan kenikmatan yang teramat sangat, bahkan penisnya pun masih terasa ngilu. Otaknya mencoba mengingat-ingat, dengan siapa dia bercinta sedahsyat itu semalam. Samar-samar, sebuah raut wajah membayang. Jantungnya berdebar-debar. Tiba-tiba, deg! Jantungnya terasa berhenti saat mengenal seraut wajah itu. Wajah ibunya!
Mukanya pucat seakan kehabisan darah. Dengan wajah linglung, dia duduk di tepi tempat tidur, sesekali kepalanya digeleng-gelengkan. Berharap dia semalam bermimpi. Tapi itu ternyata kenyataan, saat matanya terbentur seonggok baju tidur di lantai kamarnya. Napasnya terasa sesak. Malu, takut, dan berbagai perasaan lainnya berkacemuk di dadanya. Bagaimana ia punya muka untuk bertemu dengan ibunya setelah kejadian semalam? Gila! Aku sudah sinting! Makinya dalam hati. Telapak tangannya beberapa kali menampar mukanya. Dan itu berhenti saat ada bayangan melintas di balik tirai kamarnya. Bisa dipastikan itu adalah bayangan ibunya, ibu yang semalam disetubuhinya. Bangsat sialaaan! Begitulah caci maki Ridwan dalam hatinya.
Saking takut dan malu ketemu ibunya, Ridwan segera berpakaian diam-diam. Mengintip sejenak, setelah yakin ibunya sedang di dapur, dengan mengendap-endap dia keluar kamar, membuka pintu. Lalu lari lintang pukang, persis seperti dikejar anjing galak. Para tetangganya terheran-heran melihat kelakuan anak itu.
Maya bukan tidak tahu anaknya kabur tanpa pamit bahkan tanpa sempat cuci muka atau mandi besar. Dia malah bersyukur tak perlu bertatap muka dengan Ridwan, sungguh dia merasa tak punya muka, setelah kejadian semalam. Dia hanya berdoa semoga kejadian itu tak lagi terulang, walau kadang hatinya berdebar-debar saat teringat kenikmatan yang baru pertama kali digapainya di persetubuhan semalam. Melayang ke nirwana yang menggelegak panas sampai ke ubun-ubun! Perempuan sundal kau, Maya! Hatinya memaki-maki. Maya akhirnya berusaha menyibukkan dirinya untuk memasak demi melupakan sejenak peristiwa gila malam itu.
Di bengkel tempat kerjanya, Ridwan banyak melamun, dan kembali banyak ditegur oleh Koh Aheng, bosnya.
“Ahhh kau, kerja banyak melamun. Apa yang kau pikir, Wan? Minta kawin?” Banu teman sebengkel, menggoda Ridwan setelah untuk yang ke sekian kalinya kena damprat Koh Aheng.
“Kampret lu ah. Sono pergi!” usir Ridwan sebal.
Banu nyengir, kemudian katanya, “Lu usir gua, lu bakal nyesel. Tadinya gue mo traktir lo minum ntar sampe lo mampus. Tapi karena lo ngusir gue, ga jadi dah!”
Ridwan cepat mengejarr Banu yang sedang bersiul-siul keluar bengkel, hari memang udah menjelang magrib, bengkel memang sudah ditutp.
“Heish, Brader. Jangan gitu ah. Kebetulan gua lagi pengen mabok seedan-edannya, kalo bisa mabok ga sadar-sadar sebulan penuh. Mati bagus buat gue!” keluh Ridwan menjejeri langkah Banu.
“Wow, kenapa gerangan braderku ini? Diputuskan cewek kah? Tapi siapa cewek lu? Masa gue kaga tau!” tukas Banu dengan pandangan menyelidik.
“Kagaaa! Bukan urusan cewek!” Ridwan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Trus ape? Masalah keluarga lu lagi? Diomelin lu ame nyokap lu?” selidik Banu.
Diingatkan kembali kepada ibunya, Ridwan tiba-tiba naik darah.
“Tutup mulut lu, Bangsat! Mendingan cepet bikin gua mabok sampe modar!” bentak Ridwan kasar.
“Sue lu! Minta ditraktir apa malak!” Banu terbahak-bahak.
Begitulah, sesampainya di warung minuman Bang Manap, dua sekawan itu kembali mabuk-mabukan. Bahkan takaran minum Ridwan membuat melongo Banu juga kawan-kawan sepeminumannya.
“Minta mati tu bocah,” komentar Bang manap, berdecak kagum.
Dan luar biasanya, minum banyak seperti itu tak membuat Ridwan kelengar. Cuma mabuk parah.

Dan mabuk parah itu telah berhasil menghabisi rasa malu dan takut dari hatinya, otak mabuknya lupa bahwa ia sudah bertekad tidak akan kembali ke rumahnya. Si Otak mabuknya telah dituntun setan, membujuknya dengan bayangan-bayangan mesum dari tubuh sintal nan padat dari seorang perempuan, dengan menghapus ingatan bahwa perempuan itu adalah ibunya. Yang terus menerus di-replay adalah erangan dan rintihan serta kenikmatan birahi yang panas bergejolak liar. Karena keinginan dan hasrat itulah yang membawa Si Pemabuk sinting itu berdiri di depan pintu rumah kontrakannya. Sesaat otak warasnya muncul, yang membuatnya hampir saja membawa lari kakinya menjauh dari pintu kontrakannya. Namun dengan kelihaian seorang master pembisik, Si Setan berhasil merenggut dan menginjak-injak Si Otak Waras jauh tenggelam di dasar telaga panas menggelegak.

Masuk ke dalam rumah, Ridwan celingak-celinguk. Matanya yang merah nyalang oleh napsu setan mencari-cari Sang Korban. Sayang sekali, Sang Korban tak ditemukan di ruang di mana ia kemarin malam melepaskan napsunya. Rumahnya dalam keadaan sepi, kecuali terdengar dengkur keras dari kamar depan!
Si Setan mabok tersenyum senang. Dengan langkah cepat ia berbalik menuju ke kamar tersebut. Menyingkap tirainya, dan...,
Di pojok ranjang, dalam temaramnya lampu lima watt, Si Korban tengah bersimpuh di pojok ranjang menatap Si Setan Mabok yang menyeringai kejam, pandang matanya terlihat ketakutan dengan wajah pucat pasi. Di samping calon korban, tergeletak tak berdaya, suaminya, terlelap dengan dengkur keras, seolah tak perduli apa yang akan terjadi dengan kehormatan istrinya yang sebentar lagi, kembali akan dikoyak-koyak oleh anaknya sendiri.

“Kemari!” geram Ridwan.
Ibunya menggeleng keras.
“Ampuuun, Nak! Tolong sadarlah! Ibu mohon,” terdengar lebih mirip bisikan. Mungkin khawatir akan membangunkan suaminya, yang tentulah akan menimbulkan masalah baru yang lebih berabe.
Namun Si Pemabuk sudah kehilangan nuraninya, melihat ibunya seakan seperti tikus yang tengah terpojok, dia merasa berubah seperti seekor macan yang mampu mengancam dengan cakar dan taringnya. Dia mulai bermaksud untuk mempermainkan tikus montok itu sebelum melahapnya. Entahlah, mungkin setan selalu mampu memberi siasat yang tak pernah terbayangkan oleh pikiran waras. Siasat itulah yang kini sedang dirajut untuk menjebak Si tikus montok tersebut. Siasat yang menyeramkan. Membayangkan betapa menyenangkannya Sang Tikus di bawah ancamannya, memohon-mohon untuk segera dilahap, Sang Macan tertawa terbahak-bahak.
Si Macan bernama Ridwan, menyeringai sambil mengacung-acungkan handphonenya, “Baiklah! Jangan salahkan aku kalau besok kau dilabrak Mbak Rohanah!”
Sejuta rasa berkecamuk; marah, benci, muak, tak berdaya dan diantara berbagai rasa tersebut, ada sedikit rasa asing menyeruak. Rasa penasaran! Rasa penasaran di antara sekian ketak berdayaan, yang membuatnya tanpa sadar turun dari tempat tidur, dengan hati berdebar-debar. Mengikuti Ridwan yang telah keluar dari kamar.

Sesampainya di luar kamar, Maya tertegun. Ridwan telah duduk di sofa ruang tengah. Duduk santai dan telanjang! Ke dua kakinya mengangkang lebar, seakan sengaja hendak memamerkan penisnya yang tegap berotot, mengacung perkasa. Harga diri Maya yang menyuruhnya untuk berusaha tak menatap tonggak kaku itu. Walau pun dirasanya, seluruh pembuluh darahnya mengembang dengan cepat, mengalirkan darah panas ke seluruh tubuhnya. Tubuh yangg mendadak seperti merinding gemetaran. Bukan gemetar oleh rasa takut! Melainkan oleh gairah yang merambat ke setiap pori-pori tubuhnya. Merayap perlahan. Memenuhi seluruh dadanya, mendesak dan membuat napasnya terengah-engah. Mukanya merona, berusaha menyembunyikan hasratnya yang mulai memberontak.

Ridwan menatapnya dan menyeringai.
“Kemari!” Gapai Ridwan.
“Nak...!”
“Kemari kataku! Buka bajumu!” perintah Ridwan tanpa mempedulikan kata-kata ibunya.
Ini malam yang ke dua Maya merasakan harga dirinya kembali jatuh berkeping-keping. Dihancurkan oleh anaknya sendiri. Dalam keputus asaan dan ke tak berdayaan. Maya masih mencoba menawarkan negosiasi, negosiasi yang ia sendiri tahu akan sia-sia seperti malam yang lalu. Negosiasi tawar hanya untuk berargumen kepada dirinya sendiri, bahwa ia telah berusaha.
Dengan langkah tertahan-tahan Maya datang menghampiri Ridwan, berusaha untuk tidak menatap ke bagian tubuh bawah anaknya yang tengah mengangkang.
“Nak..., ibu mohon....,” kalimat yang sia-sia.
“Tutup mulut! Buka bajumu! Atau aku kembali harus melukaimu dulu hah!” geram Ridwan makin sangar.

Dengan ragu-ragu dan gemetar, di bawah tatapan mata merah anaknya, Maya membuka kancing baju tidurnya satu per satu. Meloloskan tangannya dari baju tidur tersebut, memejamkan mata ketika baju tidurnya meluncur jatuh di kakinya.
Ridwan mengerutkan keningnya. Ibunya kini hanya tinggal celana dalam warna hitam dan bra yang sewarna.
“Buka semuanya!” kata Ridwan lagi dengan nada tidak puas.
Hati Maya benar-benar terluka. Luka yang lebih dalam dari saat ia secara terpaksa melayani Pak Hendi.
Dengan mata masih terpejam, ia melepaskan branya, selepas bra baru ia mulai kesusahan, sebelah tangannya menyilang, berusaha menutupi ke dua payudaranya yang membusung menggiurkan, tangan yang satu lagi berusaha keras untuk menarik turun celana dalamnya.
Ridwan tak bereaksi sama sekali, tak ada keinginan hatinya untuk membantu ibunya yang sedang dalam kesulitan tersebut. Ia malah menikmati setiap gerakan ibunya menanggalkan seluruh apa yang melekat di tubuh sintalnya, bagian demi bagian.
Akhirnya Maya telah benar-benar dalam keadaan telanjang, berdiri dengan ke dua tangan melindungi bagian-bagian yang paling pribadinya. Ke dua kakinya menekuk ke dalam, berusaha menyembunyikan vaginanya yang sudah ditutupi oleh telapak tangannya sendiri.
Terdengar Ridwan mengekeh senang.
“Kemari cepat!” katanya kemudian, dengan suara tidak sesangar tadi.
Maya menghela napas sebelum kemudian ia melangkah dengan kaki tertekuk rapat. Ridwan bangkit berdiri menarik tubuh montok bugil itu ke pelukannya.
“Aihhh...,” Maya menjerit lirih. Ia masih tak berani untuk membuka matanya. Dirasanya tubuhnya melayang jatuh. Ke duanya sama-sama kehilangan keseimbangan, Ridwan jatuh terduduk kembali di atas sofa, diikuti tubuh Maya menimpanya. Tepat dalam pangkuannya.
Terasa oleh Maya, tengkuknya terhembus deru napas panas dari anaknya. Dan pantatnya terasa terganjal sesuatu yang hangat dan keras! Ia mencoba meronta, namun apa daya. Pelukan Ridwan yang sedang terbakar napsu, bagaikan ikatan yang merekat kuat. Rontaan Maya yang sia-sia hanya sebentar saja. Karena selanjutnya ia hanya menggelinjang dan merintih tertahan, saat jari-jari tangan dan bibir dibantu lidah anaknya bergerilya ke seluruh bagian tubuhnya. Dan semua itu masih dalam keadaan mata terpejam.

“Jjja-ngaaan ddissiniii,” desis Maya dalam sela-sela ciuman menggila Ridwan.
Ke dua tangan Ridwan merenggangkan paksa lutut ibunya. Dan batang kaku yang hangat itu kini terselip di pangkal pahanya, menyentuh bibir vaginanya yang sudah basah. Replek tangan Maya turun untuk menghalangi, namun terlambat. Yang tersentuh adalah kepala benda tersebut yang bulat licin karena juga telah mengeluarkan madi.
Maya mulai terengah-engah oleh desakan hasratnya yang telah menggelegak tak tertahan. Seluruh tubuhnya mulai basah oleh keringat bercampur air ludah dari jilatan-jilatan Ridwan. Tanpa dapat ditahan, puting payudaranya telah mengeras, terasa geli saat Ridwan menghisap dan menggit-gigit gemas putingnya tersebut. Berkali-kali tubuhnya mengejang, ketika jari-jari tangan anaknya mencolok-colok, mengusap, mengelus bibir-bibir vaginanya, belum lagi saat merasakan kepala bulat penis Ridwan yang ikut mengeksplor belahan vaginanya. Sekuat tenaga ia menahan agar pantatnya tidak ikut merespon. Saat itu posisi duduknya masih dalam bersimpuh tak sempurna, akibat dari ke dua pahanya yang mulai merenggang.

Cairan pelumas mulai membanjir keluar dari vaginanya, kocokan jari-jari Ridwan mulai mengeluarkan bunyi sampai suatu ketika ;
“Owhhhngnghhh!” ke dua gigi Maya bergeletuk dengan rahang mengeras. Menahan erangannya agar tidak melengking keras. Ia telah mencapai orgasmenya dalam waktu singkat.
Ridwan mulai tak sabar. Ke dua tangannya meremas bongkahan pantat ibunya, mengangkat dan memutar tubuh yang masih melengkung sedang menikmati orgasmenya itu menjadi saling berhadapan.
Memposisikan kepala penisnya tepat di belahan vagina ibunya.
“Jjjangaaan!” Maya berseru panik.
Terlambat.
“Aakhhh!” kepalanya mendongak. Matanya membeliak.
“Hhhh!” Ridwan mendengus keras. Menekan pantat ibunya yang sedikit melawan.
Terasa sesak ulu hati Maya, saat merasakan vaginanya didesak masuk oleh helm besar penis anaknya.
Penis Ridwan merangsek masuk, terbantu cairan orgasme dari ibunya.
Preeettt! Blesekh!
“Sssaa-kiiittt!” Maya melenguh. Pinggangnya menjengking. Dan Ridwan merasakan penisnya seperti disedot dalam-dalam.
“Ugh!” geram Ridwan.

Keduanya terdiam sejenak. Menikmati penyatuan birahi mereka. Terengah-engah sudah napasnya. Pantat Ridwan kini bergerak mendorong ke atas, menekan penisnya agar lebih dalam. Tangannya meremas pantat padat ibunya yang sedang memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Penis Ridwan mulai memompa, tanpa sadar Maya ikut berayun naik turun.
“Plok-plok-plok!” terdengar suara beradunya pangkal paha mereka saat keduanya saling beradu. Ditingkahi erangan dan rintihan yang memabukkan.
Maya telah kehilangan kesadarannya, yang ia inginkan adalah terus memacu dan memacu, menggapai kenikmatan memabukkan yang ingin diraih secepat-cepatnya. Cairan dari vaginanya berleleran membasahi selangkangan dan melumuri batang penis Ridwan sehingga kelihatan berkilat. Mulut Ridwan menjelajahi seluruh bagian payudaya ibunya, bahkan tangan Maya yang asalnya pasif, kini aktif meremas rambut Ridwan kencang-kencang bahkan menekan kepala anaknya itu agar terbenam ke belahan payudaranya. Daging kenyal payudara Maya telah habis digigit Ridwan, meninggalkan banyak tanda merah-merah.

“Engnggnghhh..., ssshhh,” Maya mendesis keras. Vaginanya mengedut kencang ketika jari Ridwan mencolok lubang pantatnya. Maya merasakan sensasi yang luar biasa, perutnya kontraksi, reaksi spontan dari ualh nakal jari anaknya. Orgasme ke dua digapai tanpa dapat ditahannya. Tubuhnya ambruk di atas tubuh Ridwan, menggigit kencang pundak anaknya setelah melepas erangan panjang.

Sementara Ridwan mendengus dan menggeram ketika merasakan remasan ketat dari dinding-dinding vagina ibunya yang tengah orgasme. Tanpa mempedulikan tubuh ibunya yang telah terkulai lemas. Ia memaksa pantat ibunya untuk terus bergerak naik turun dengan cepat seiring hentakan-hentakan dalam dari pantatnya sendiri. Dan tak lama kemudian, Ridwan mendengus keras. Penisnya ditekan sedalam-dalamnya.
“Arrrgggghhh!” geram Ridwan. Semburan sperma yang panas dan luar biasa banyaknya membanjiri lubang vagina Maya yang sudah lemas tak berdaya.

Ke dua tubuh itu saling bertumpuk, terkulai kelelahan setelah mendaki puncak berahi.
Maya yang kini sudah tersadar kembali dari badai gairahnya yang telah surut dan tenang. Terisak penuh penyesalan. Menyembunyikan wajahnya di dada Ridwan yang juga kini sudah setengah sadar. Mungkin reaksi alkohol yang membakar otaknya telah diperas keluar lewat energi yang di-gas poll barusan. Dia tak berani bergerak sedikit pun. Keberanian dan kesangaran saat mabuk tadi, lenyap tak berbekas.
Yang tertinggal hanyalah kebingungan dan rasa malu juga rasa takut.
“Kau tega! Jahat sekali Ridwan! Aku ini ibumu! Ya Tuhaaan, terkutuklah kau!” Maya memukuli dada Ridwan di tengah isak tangisnya yang tertahan-tahan.

Wajah Ridwan pucat pasi, tak berani dia memandang wajah ibunya.
Namun lucunya, di saat ke duanya sedang dalam keadaan serba salah, entah kenapa dua kelamin mereka masih bersatu! Satu sama lain seperti tak menyadarinya, atau mungkin tak berani melepaskannya duluan, khawatir efeknya akan berakibat lain.

Selang beberapa waktu kemudian, Maya yang berinisiatif mengangkat pinggul perlahan-lahan. Dirasakannya dinding-dinding vaginanya terasa geli, digaruk kulit batang penis anaknya yang kasar dan berotot. Ketika tinggal kepalanya, terdengar suara ‘plop!’, dan,
“Ah!” Maya mengerang pendek. Lalu buru-buru dikatupkan mulutnya lagi. Wajahnya tersipu malu. Dari vaginanya menetes cairan sperma Ridwan, meleleh membanjiri selangkangannya. Saking lemasnya, Maya hanya sanggup menggulingkan tubuhnya yang sejak tadi menindih tubuh Ridwan, seluruh tulang-tulangnya terasa ngilu seperti terlolosi dari sendi-sendinya. Ia hanya sanggup meringkuk di atas sofa di samping anaknya. Ridwan sendiri merasa lega begitu penisnya terlepas dari vagina ibunya, dengan terburu-buru ia memungut baju tidur ibunya dan diselimutilah tubuh ibunya yang masih berkeringat dengan baju tidur tersebut. Setelah itu, dia melesat pergi ke kamarnya, tergesa-gesa memakai baju dan celana. Keluar kamar, tanpa berani menengok lagi ke ibunya yang masih meringkuk di atas sofa, dia hanya menaruh setumpuk uang di atas televisi. Dan pergi keluar rumah, entah menuju ke mana.

***

Bagian IV update malam minggu
 
:mantap: Udah update, wah udah dua kali masih suasana perkosaan belum takluk juga Maya ama penis Ridwan, :nenen::coli:. Harus ada pembalasan nih ke Pak Hendi yg berani dg Maya...:adek::beer:
 
Gagal maning... Gagal maning... Awas lu curt @Kurt klo ente dapet partamax lagi, ane potong tuh pentungan bebeb bel, yayang ente.


Mantap suhu updatenya...
Saran dikit suhu. Kalo bisa si Ridwan juga memperkosa istrinya pak hendi dengan ancaman video perselingkuhan suwaminya, dan akan di laporkan ke polisi.
Ada potongan puzzle-na yang hilang, Agan. Kalau soal rekaman video mah. Pan waktu ngintip tak dicritaken Ridwan ngerekam, kalo dipaksain, bisa kena skak mat ane sama yang baca. Tapi tentulah akan ada pembalasan, tunggu tanggal crotnya aja... hehe.
hatur nuhun udah mampir, salam
 
Pertamax :haha:


Pantes tadi bersin sekali diomongin euy ternyata.. :mati:

Ayo om semangat lagi ditunggu updatenya malam minggu.. klo om nggak apdet nanti.. :pandajahat:
















Nggak apa sih.. :Peace:

hahaha... hawa sensitif malem jumat,
sampai saat ini, upcrot masih sesuai jadwal... Siap-siap untuk naik kuda peraaang... :Peace:[/QUOTE]
 
:mantap: mang apdetna :jempol: persetubuhan yg malu2 meong, kalo bisa sih pak hendi jangan di kasih jatah lagi sam ibu maya,,
Gagal maning... Gagal maning... Awas lu curt @Kurt klo ente dapet partamax lagi, ane potong tuh pentungan bebeb bel, yayang ente.


Mantap suhu updatenya...
Saran dikit suhu. Kalo bisa si Ridwan juga memperkosa istrinya pak hendi dengan ancaman video perselingkuhan suwaminya, dan akan di laporkan ke polisi.
kenapa gue di bawa :bata: nungging :pantat: dulu sini :konak:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd