Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Antara Aku, Kamu dan Pemilik Kita

liburan semester enam datang, setengah tahun berlalu begitu saja tanpa adanya Luh lagi. tak ada yang spesial disetengah tahun ini. tak ada kabar darinya, tak ada juga kabar dariku. Luh sudah mematikan segalanya, nomor telephon, email, frienster, semuanya.

tiga tahun aku dikamar ini, tidak tahun aku dinegeri orang. liburan ini lumayan panjang, liburan semester sekalian penerimaan mahasiswa baru ditambah puasa dan lebaran.
tiga kali puasa, tiga kali lebaran aku tidak bertemu keluargaku, orang tuaku, kedua adikku, teman-temanku.

sebuah buku tabungan aku pandangi, tertulis nominal saldo hasil tabunganku dari berhemat jatah beasiswa. nominal yang cukup untuk mudik dan kembali lagi. keinginanku cukup kuat, karena setelah ini aku akan menempuh matakuliah utama, juga penelitian dan skripsi. sebagian sudah aku siapkan, menyadur dan menguatkan laporan Luh. sampai sekarang kamupun masih kubutuhkan.

sebenarnya aku memiliki alamat lengkap Luh, namun aku yakin kedatanganku hanya akan merusak semua yang telah kita bangun, dan yang telah Luh kuatkan. aku hanya bisa mengenang dan melupakan.

dan akhirnya satu buah tiket bus aku beli, perjalanan yang panjang siap aku tempuh.

==

aku pulang kampung.

ibuku memelukku sangat lama, hangatnya kasih sayang bercampur rindu mengalirkan air mata kami. bapakku yang juga tak kalah senang hanya mengelus rambutku, sesekali menyeka airmatanya dengan ujung lengan baju. kedua adikku hanya melihat sambil membantu membawa koper dan oleh oleh kedalam rumah.
kehangatan yang aku rindukan kini aku rasakan kembali, aku merasa hidup. masakan ibuku, dinginnya kasur di kamarku, lantunan Ayat Suci dari surau tempatku dulu menimba ilmu.

pagi menjelang, selepas ibadah subuh aku jalan mengelilingi pekarangan. rumahku berada di lereng bukit, rumah tetangga berjarak beberapa petak tanah pekarangan, dan begitu ke tetangga yang lainnya. kami biasa berkomunikasi dengan teriak, tidak ada gibah, semua lantang dibicarakan.

satu persatu kawan dan tetangga aku temui, mereka kebanyakan akan berangkat kekebun. kebun kami berada di lereng bukit sebelah satunya.

aku tinggal di dusun, sebuah dusun yang luasnya mencakup satu bukit, lereng sebelah selatan dipakai untuk permukiman, sedang lereng sebelah lainnya adalah perkebunan kami. bukit kami tidak terlalu tinggi, cukup datar namun sedikit curam. walaupun bukit namun dekat dengan pantai selatan, berjalan kaki hanya menghabiskan waktu sekitar satu jam. lebih pun tak banyak.

pagi semakin tinggi, burung burung mulai keluar dari sarangnya, kicauan yang khas dipagi hari, membuat rindu siapapun yang pernah tinggal disini. udara segar perbukitan dipadu bau asin dari debur ombak laut selatan.

para wanita rumah tangga juga mulai keluar dari rumahnya, mencari sayuran juga lauk untuk menyenangkan suaminya sekembalinya dari ladang sore nanti untuk berbuka. satu persatu menyapaku, aku menyapanya, tetangga yang ramah seperti biasanya.

hingga satu ibu rumah tangga mengejutkanku. aku terkejut bukan karena dikejutkan, namun terkejut dengan keadaannya.

rima namanya. dia seumuran denganku. dia pacar pertamaku.

rima, gadis yang aku tinggalkan tiga tahun yang lalu, kini telah menggendong anak.

tiga tahun yang lalu, rima memutuskan hubungan denganku, karena aku tidak mau melamarnya selepas lulus sekolah, aku lebih memilih pergi kuliah daripada memperistrinya. kini dia telah jadi milik orang.

rima tersenyum padaku, akupun senyum kepadanya. pelan aku datangi dia yang sedang membatu didepan pintu rumahnya

“ anakmu ?” tanyaku
“ iya “
“ berapa tahun “
“ dua lebih “
“ emm, bapaknya ?”

rima terdiam, dia menyebutkan sebuah nama yang aku tidak kenal, kata rima suaminya pekerja bangunan, bukan tukang, hanya kernet tukang, sering pergi lama ketika ada borongan ikut tukang yang mau pakai jasanya.

baik sekarang maupun dulu, rima bukan gadis yang cantik apalagi kembang desa, wajahnya standar wanita pedesaan, coklat tua kulitnya, kurus badannya, kecil dadanya, juga kecil pantatnya. dulu rambutnya panjang lurus hingga sepunggung, kini hanya sepundak saja, hanya sebatas bisa diikat dengan karet.

kini Rima semakin kurus, namun dadanya membesar karena sepertinya dia masih menyusui.

“ bapaknya ada ? “
“ pergi, hampir sebulan, katanya habis lebaran baru pulang “
“ oh, kasian, siapa namanya “ kuusap pipi anak itu, dia bermanja dipundak ibunya, memainkan ikatan rambut rima hingga hampir lepas.
“ namanya ******** “ jawab Rima

tak banyak pembicaraan yang kami lakukan. ibu Rima datang dari dalam rumah, dia menyapaku, aku menyapanya. ibu Rima sangat ramah, kami bercengkrama cukup banyak, dia sama sekali tidak menyinggung hubunganku dengan Rima maupun hubungan Rima dengan suaminya. semua pembicaraan hanya seputar dusun dan hal yang ada didalamnya.

waktu itu. aku berpacaran dengan Rima pun bukan karena parasnya, melainkan karena tak tahan diejek jomblo ketika di tongkrongan. semua kawan sudah pernah atau sedang punya pacar, sedang aku tidak dan belum pernah. akhirnya aku tembak Rima yang juga tetanggaku. dia mau. dua tahun kami berpacaran, dari awal kelas dua SMK hingga lulus. Rima sendiri mau menerimaku karena aku anak sekolahan.

didusunku, juga di dusun lain di desaku, juga didesa lain di kecamatan ku, hampir semua anak laki laki hanya putus di SMP, hanya segelintir yang mempu mengenyam SMA. sedang anak wanitanya hanya lulusan SD, jarang yang sampai SMP apalagi lebih tinggi. sehingga berhubungan dengan anak sekolahan memiliki gengsi tersendiri. kami berpendidikan rendah bukan masalah biaya. namun memang sudah membudaya. anak usia SMA sudah bisa diberi tanggungjawab mengolah lahan, menghasilkan penghidupan. anak wanita usia SMP sudah bisa mengurus rumah yang ditinggal orang tuanya berkebun. dan itulah, kebun yang luas di dusun kami tak akan habis dibagi ke anak keturunan kami.

lahan yang kami miliki bersifat sewa ke pemangku desa, dua persen dari hasil bumi bersih adalah bayarannya. dari uang itu desa kami memiliki dua sekolah dasar, satu masjid raya, satu surau setiap dusun, irigasi merata, satu puskesmas pembantu dan balai warga yang luas. juga kami setiap tahun diberi hiburan rakyat yang sangat menghibur.

siangnya aku bertanya kepada ibu perihal Rima. kata ibu, Rima menikah hampir setahun setelah aku pergi. sebulan kemudian anaknya lahir. ibu bercerita dengan sedikit mentertawai bekas calon mantunya, tapi juga kadang tersirat kasian kepada Rima. kata ibu suaminya kurus kering tinggi juga suka mabuk. ibu tidak tau darimana mereka ketemu hingga bisa menikah. padahal Rima baik juga rajin dan cekatan, kata ibu.


=

hari berlalu, malam datang. sore tadi berbuka dengan dogan dan manu utamanya ibu masak ikan kecap kesukaanku dulu, enak, dimasak dengan bumbu kasih, ditaburi banyak sayang.

selesai makan bersama aku bersantai diteras, memandangi langit yang hitam kebiruan, bertabur bintang membentuk gugusan.

kesendirianku terusik, ibu Rima datang, menemuiku.
“ kenapa buk ?” tanyaku penasaran
“ punya minyak kayuputih? si anu kayaknya masuk angin, mau dikerokin “ jawab ibunya Rima menerangkan cucunya yang sakit
“ ada Bu, bentar aku cari dulu “
“ syukurlah, mau kewarung sudah malam, paling juga sudah tutup “

warung disini memang hanya sampai sore, jarang buka malam apalagi pemiliknya pada pergi ke surau untuk menunaikan tarawih.

“ aku Carikan dulu Bu, ada kok, nanti aku antar “
“ iya nak, terimakasih “

tak lama dari ibu Rima beranjak, minyak itu ketemu, rumapanya tertindih baju-bajuku.

“ mau kemana mas ?” tanya ibuku
“ kerumah Rima, tadi ibunya minta minyak, anu masuk angin mau dikerokin
“ ya sudah, bawain ini juga sana “ pinta ibuku sambil membungkus ikan kecap untuk dibawakan.
“ iya Bu “
“ jangan kemalaman “
“ iya “ jawabku sambil berlalu

sesampai dirumah Rima, kuberikan minyak itu ke Rima, anaknya baru selesai muntah-muntah. langsung dibuka bajunya, dibalur minyak lalu dikerok dengan bawang merah dibelah. aroma bawang dan kayu putih semerbak, Rima sangat telaten. punggung anak itu merah semerah-merahnya.

aku duduk dikursi tamu, ibunya Rima membuatku teh panas tanpa gula. lalu memberesi lauk yang aku bawakan.

setengah gelas teh aku habiskan, yang tadinya panas kini tinggal hangatnya. Rima keluar dari kamarnya.

“ makasih minyaknya tok “
“ gimana anakmu “
“ sudah tidur, sudah enakan, makasih ya “
“ iya “
“ aku mandi sebentar ya, badanku penuh muntahan “
“ iya rim “

Rima berlalu kebelakang, kini ibunya Rima yang datang.

“ mau makan mas ?” aku memang dipanggil mas sama ibunya Rima sedari dulu
“ tidak Bu, baru saja tadi, yasudah aku pamit ya Bu, “
“ nanti lah, buru buru, rumah dekat juga, tu “ ibu Rima menunjuk rumahku yang terlihat dari pintu yang terbuka.

akupun kembali meneguk teh suguhan ibu Rima yang langsung meninggalkanku. ia masuk kekamar Rima sepertinya melihat kondisi cucunya.

“ sudah tidur dia, sudah enakan “
“ iya bu, syukurlah “
“ iya “ jawab ibu yang kembali masuk kekamar Rima dan anaknya.

Rima datang, hanya berbalut handuk, dada kecilnya habis dililit handuk. tubuh kurusnya tak bisa ditutupi lagi. Rima lebih kurus dari waktu itu. Rima masuk kamar. lalu keluar mengenakan daster tanpa lengan.

“ ibu Makah tidur sama anu “
“ capek dia “
“ iya, tadi seharian ikut buruh panen di ladang tetangga “
“ ya udah, aku pulang ya “
“ nanti tok, “ cegak Rima sambil duduk di sebelahku
“ tidak enak kalo dilihat orang rim “

Rima beranjak, “ sini “ ajaknya
Rima berpindah ke kursi tamu disebelah kamar, kursi lebih kecil namun tersembunyi dari pandangan orang.
aku ikuti maunya Rima, aku berpindah, duduk dikursi itu disebelahnya.

“ dulu kita sering disini sampai malam kan “
“ iya “
“ maaf tok “
“ kenapa “
“ aku salah, aku seharusnya menunggumu, bukan … “
“ sudah lah, semua sudah berlalu “
Rima terdiam, air matanya berkucuran tanpa suara.

dulu dikursi ini aku menghabiskan hari bersama Rima, disini juga ciuman pertamaku diambilnya, katanya itu juga ciuman pertamanya.

“ kamu pasti sudah juga dapat yang baru kan disana “ tanya Rima sambil mulai sesengguan
“ aku mau fokus lulus cepat biar bisa cepat dapat kerja “
“ kamu hebat tok, harusnya aku menunggumu “ Rima memandangku, aku memandangnya, air matanya terus berkucuran
“ jangan disesali kamu sudah ada yang punya “
“ maaf, iya, tapi aku menyesal, dia jahat tok, dia kasar, tidak sepertimu. dia pemalas, dia pemaksa, dia pemabok, aku menyesal tok “

Rima mencurahkan isi hatinya, kuusap air matanya, tapi tak kunjung kering. Rima menggenggam tanganku dengan kedua tangannya, tangan yang tak sehalus dulu.

“ andai saja tok “
“ sudahlah, semua sudah terjadi “

Rima sedikit bergeser, direbahkannya badannya ke badanku, Rima memelukku, aku peluk dia, dia menangis didadaku cukup lama.

“ makasih tok, aku sedikit lega “ ucap Rima sembari menegakkan wajahnya
“ sama sama rim “

Rima membelai pipiku. “ kamu masih lembut seperti dulu tok “
“ aku masih aku “ jawabku

Rima menutup matanya, mendekatkan wajahnya ke wajahku. kami berciuman, Rima memainkan lidahnya, memutar menelusuri liang mulutku.

“ Rim…. “
“ tokkkkk “

Rima jauh lebih mahir dari tiga tahun yang lalu.
Rima mengelus pipiku, turun ke dadaku, perlahan turun kepangkuanku. Rima mengelus pelan tonjolan dicelanaku, pelan mengelus penisku dari balik celana.

“ rimmm “

ciuman kami terus berlangsung. Rima mendekatkan badannya hingga menempel padaku. kuelus pundak Rima, lalu punggungnya, perlahan berpindah kedepan, mengelus gundukan dadanya yang sudah dua kali lebih besar dari waktu itu. Rima membiarkan kenakalanku, dan aku membiarkan kenakalannya.

“ kamu memang lembut tok, lain sekali dengan dia “
“ sudahlah “
“ dulu kamu tak pernah memaksaku, tak pernah minta apa yang aku tidak mau. sedang dia, selalu paksa aku, baju jadian aku dipaksa harus buka baju, setiap ketemu aku dipaksa susui dia, setiap ketemu aku dipaksa kulum batangnya, hingga aku dipaksa serahkan semuanya.tak lama akhirnya aku hamil, untung dia mau tanggung jawab. kini hanya anakku yg kuatkan aku tok “
“ iya rim, kamu bisa kok “

Rima berdiri, melepas dasternya hingga terjatuh kelantai.

“ dulu kamu pernah minta lihat kan, tapi aku tolak, terus kamu tidak pernah minta lagi, maaf tok, harusnya aku kasih kamu dulu waktu aku masih suci “

Rima berdiri di depanku, dasternya terurai dilantai. Rima memperlihatkan tubuhnya yang kurus, memperlihatkan apa yang memang dulu pernah aku minta, memperlihatkan gundukan dadanya. dada sebesar kepalan kedua tangan, dengan puting hitam besar.

tubuh Rima benar-benar kurus, tulang iganya tergambar jelas, pinggangnya kecil dengan tulang menyembul jelas. vaginanya masih tertutup CD berwarna putih kecoklatan, CD yang telah lapuk, terlihat sedikit robekan dibeberapa sisinya.

“ maafkan aku yang dulu ya “
“ rima ”

Rima maju selangkah, dia berjongkok di depanku yang sedang duduk dikursi. Rima menarik celana pendekku, mengeluarkan penisku. Rima memandanginya sebentar, lalu menangkapnya, mengocoknya, lalu mengulumnya.

“ ahhhh rimmmm…. “

Rima tak menjawab, dikulumnya terus penisku, kepalanya naik turun,idahnya melingkar menyusuri setiap jengkal milikku. lidah Rima lumayan lembut, tak selembut lidah Luh apalagi milik kak Ida.

kedua tanganku mengelus kepala Rima yang terus naik turun memberiku kenikmatan. elusanku berpindah kepunggungnya yang kecil, terasa tulang rusuknya, terlihat batas buku tulang punggungnya, kuputar elusanku, kudekap dada Rima, kuremas pelan, kupilin putingnya. tanganku basah. Rima sedikit mendesah sambil mengulum penisku.

“ tok “ panggil Rima sayu

Rima berdiri, melepas CD lapuknya, memelukku, memberikan dadanya untuk aku sedot. aku menolak, aku yakin air susunya masih keluar, aku tidak suka.

Rima memutar badannya, memunggungiku, sedikit berjongkok, dan mengarahkan penisku ke lubang senggamanya. Rima berusaha agar tidak meleset, aku bantu dengan mengangkat pahaku. Rima menemukannya, diturinkannua pelan, Rima sedikit menjerit. penisku masuk ke lubang senggamanya perlahan.

“ ahhhhikkkkkhhh tokkkkk “

sempit vagina Rima, hangat. Rima berpegangan pada lututnya, mulai menggoyangkan pinggulnya, mengeluarkan penisku sedikit lalu memasukkannya lagi.

“ ahhh rimmm “
“ iyaaaaahhh tooookkk “

Rima terus bergoyang, kucengkram dadanya, aku remas agak kuat, Rima semakin meracau, semakin mendesah. kukecup tengkuknya, kupingnya. Rima menoleh, kukecup bibirnya, kami berciuman kembali.

Rima sangat ahli dalam bergoyang, penisku terasa diperas dalam vagina sempitnya.

Rima berhenti, melepas ciumannya. dia berdiri lalu menungging bersandar pada tembok. aku tau maksudnya.

“ ayo tok “

aku bangkit kulebarkan kedua pantatnya, lubang vagina Rima langsung terlihat, juga lubang satunya terlihat sangat menganga. kuarahkan penisku ke lubang vagina Rima. sekali hentak langsung masuk tanpa hambatan. kudorong hingga pangkal paha kami beradu. Rima mendesis, aku genjot vagina Rima, penisku keluar masuk dengan kencang.

Rima tak mau kalah, pantatnya menyambut kedatangan penisku, diimbnaginya sodokanku dengan goyangan pantatnya. Rima benar benar sudah ahli dalam bidang ini.

“ took. aku mau sampai…. “

Rima menegang, kakinya dirapatkan, tangannya mencengkram tembok dengan kuat.

serrrrrrr

Rima menyemburkan air kenikmatannya. tak banyak tapi sangat terlihat.

kulepas penisku, Rima terjatuh, dia bersandar di kedua kakiku.

“ enak tok, kamu hebat “ puji Rima sambil terengah.

Rima bergeser, sekarang dia duduk bersandar pada dinding, dibukanya pahanya lebar lebar, terlihat vaginanya yang basah, diatasnya rambut hitam lebar dan rimbun.

“ lagi tok “

kudatangi Rima, aku berjongkok, kuarahkan penisku ke lubang yang masih berkedut.

“ ahhh “ desah Rima ketika kelamin kami beradu.

Rima mengangkat lalu menggoyangkan pinggulnya, aku imbangi dengan memaju mundurkan penisku. Rima kembali mendesah, dada kecilnya bergoyang seirama goyangan pinggulnya.

Rima mendorongku, aku terduduk, kini Rima duduk di pangkuanku dengan penis tertancap di vaginanya. Rima kembali bergoyang, kembali dia mengaduk kenikmatan. dadanya aku sambar, kau remas, aku pilin. Rima tak peduli, dia terus bergoyang, terus mendesah.

“ aku mau keluar rimm “ kataku
“ aku juga tokk “
“ didalam ? “

Rima tidak menjawab, dia mempercepat goyangnya.

“ tookkkk… ahhh… “ Rima mendapat kenikmatannya lagi, air Rima membasahi kaos di dadaku, percikannya sampai ke mukaku.

Rima langsung beranjak, bersimpuh diatas kakiku, mulutnya terbuka, dimasukkannya penisku.

“ ahhh rimmm “ desahku

Rima mengumumkan cepat, kepalanya kembali naik turun, sedotan mulutnya diperkuat, lidahnya menyapu kepala penisku.

“ ahhhhh aku keluar… “ aku memuntahkan maniku di mulut Rima, banyak. ditelannya semua.

Rima menjilati penisku hingga bersih, lalu terbaring tepat disamping penisku.

“ makasih tok, harusnya aku kasih kamu ini sejak dulu “
“ kamu hebat rim, bisa seperti ini puaskan aku “
“ aku selalu dipaksa tok, sampai terbiasa seperti ini, “

Rima kembali menangis, tak banyak pembicaraan setelahnya. aku benahi celanaku, lalu pamit pulang. beberapa ciuman dan pelukan kita lakukan, Rima mengantarku sampai dekat pintu tanpa berpakaian, lalu menguncinya.

sampai rumah, aku langsung tertidur dikamar.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd