Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Apa yang kita cari? (Perjalanan mencari jati diriku)

Gladiator66

Semprot Kecil
Daftar
3 Sep 2020
Post
68
Like diterima
536
Bimabet
Selamat sore suhu suhu sekalian. Izinkan saya yang newbie ini menuangkan buah imajinasi yang telah lama saya renungkan.

Jujur saja ini adalah pertama kalinya saya menulis sebuah cerita. Setelah sekian lama menjadi penikmat cerita yang para suhu suguhkan di forum ini, maka dari itu jika nanti ada kekurangan baik dalam penulisan maupun jalan cerita, jangan sungkan sungkan untuk memberi masukan. Karena satu masukan suhu sama dengan satu kotak nasi bagi saya pribadi, hehehe

Cerita ini hanya fiktif belaka, tidak nyata, cerita ini hanya terjadi didalam pikiran saya. Jika ada kesamaan nama, tokoh, tempat, dan alur cerita maka dapat dipastikan tidak ada unsur kesengajaan.

Sekian dari saya semoga suhu suhu sekalian menikmati cerita yang saya suguhkan ini. Salam semprot!



Indeks chapter

prolog

1. perempuan di ujung jalan

2. aku, perempuan itu, keluarga, dan cita bag. 1

aku, perempuan itu, keluarga, dan cita bag. 2


3. PERGI

4. AWAL

5. Terulang kembali


6. The other side of my world

7. STARTED

8. AM I CRAZY?

9. Here comes revenge
 
Terakhir diubah:


Panggung pementasan





Dea Ananda Mikola

Prolog

".....Bagaimana? Apakah kita akan terus diam saja?
Mahasiswa-mahasiswa ilmu hukum
dianggap sebagai bendera-bendera upacara,
sementar hukum dikhianati berulang kali".
Teriakanku menggema dalam ruangan ini. Para penonton diam khusyuk melihat pertunjukan yang kami bawakan. Yeah, kami sedang bersandiwara dengan mantap, membawakan puisi ciptaan W.S. Rendra yang berjudul sajak anak muda yang telah kami rubah menjadi sebuah pertunjukan teater atau biasa disebut teaterikalisasi puisi.

"Mahasiswa-mahasiswa ilmu ekonomi
dianggap bunga plastik,
sementara ada kebangkrutan dan banyak korupsi".
Setelah satu tarikan nafas dalam. Suaraku kembali mengudara, membuat penonton berteriak-teriak akibat kalimat yang aku ucapkan barusan. Dandanan seperti mayat hidup, tetapi menggunakan setelan pakaian jas, aku berperan menjadi seorang mahasiswa yang sedang mengkritik sistem pendidikan kita. Terdengar pula jeritan "minta kebebasan" oleh 3 orang yang terikat tali, ujung tali tersebut dikendalikan oleh seseorang yang menggambarkan betapa terkekangnya sistem pendidikan kita.

"Kita berada di dalam penjara kabut yang memabukkan.
Tangan kita menggapai untuk mencari pegangan.
Dan bila luput,
kita memukul dan mencakar
ke arah udara".
Kali ini penonton cenderung diam, hanya terdengar bisik bisik beberapa penonton menanyakan arti sajak yang ku utarakan tersebut. Jika kalian juga tak tahu. Kalian bisa mencari nya di web. :")

"Kita adalah angkatan gagap.
Yang diperanakkan oleh angkatan kurang ajar.
Daya hidup telah diganti oleh nafsu.
Pencerahan telah diganti oleh pembatasan.
Kita adalah angkatan yang berbahaya".
Kali ini aku tak berucap sendirian, karena hampir seluruh aktor berteriak terkecuali orang yang memegang tali tersebut, ia digulingkan beramai ramai oleh kami semua. Sampailah kita di penghujung pertunjukan. Penonton memberikan standing applause setelah tirai panggung di tutup.

Hai, namaku Alamsyah Reza. Orang orang biasa memanggil ku Reza, aku mahasiswa semester 3 jurusan manajemen keuangan. Di universitas Garuda Muda. Aku mendapatkan beasiswa kuliah seratus persen gratis ditambah uang tunjangan hidup. Terlahir dari keluarga yang pas pas an dan penuh keruwetan tidak menyurutkan impian ku untuk menjadi pebisnis sukses.
bagaimana pementasanku yang tadi? Itu keren bukan? Aku harap kalian setuju denganku. Itulah pertama kalinya aku unjuk kemampuan di depan ribuan mata orang. Ditambah lagi hampir semua penonton merupakan penggiat seni teater, hal itu membuatku agak bingung. Disamping aku grogi terselip keinginan untuk menunjukkan kemampuanku yang sesungguhnya.
"Well done, Reza! Elu melakukannya dengan baik". Ucap Dea dari belakang ku ketika kami menuju ruang rias.
"Eh, elu juga Hebat! Gue suka ketika Lu berteriak tadi, itu terlihat natural sekali". Balasku dengan hati berbunga bunga karena mendapat sebuah pujian. Dari cewek cantik lagi. Hahaha.
"Iyalah! Hebat kan gue? Udah mirip belum sama Emma stone?". "Emm, lebih hebat elu sedikit lah". Demi mendengar pengakuanku Dea tersenyum dengan manis. Tak bertahan lama wajah nya berubah menjadi kusut setelah aku melanjutkan kalimatku "tapi lebih banyakan hebatnya Emma stone. Kamu sedikit aja hebatnya gausah banyak banyak maksudku". Aku berlari sambil tertawa setelah mengucapkan kalimat itu. "Ih, Reza! Awas lu ya!" Teriak Dea setelah aku sampai di ruang rias. Kemudian aku bersih bersih badan sebelum pulang.Sambil menggendong tas di pundak kulangkahkan kakiku dengan tegap menuju tempat sepedaku terparkir. Sesampainya disana ternyata sudah ada perempuan seumuranku berdiri disamping sepeda motorku. Dia adalah Dea teman kampus sekaligus teman teater retorika paradigma, itulah nama teater ku.
"Berapa uang parkirnya mbak?" Candaku pada Dea. "Yee, emang wajah gue muka muka tukang parkir?". Balas Dea, wajah nya masih di tekuk, sisa sisa sebal kejadian sebelum ke ruang rias tadi. "Agak mirip sih, coba pake topi sama bawa peluit. Pasti udah tak kasih uang parkir tadi!".
"Tapi khusus Lo nanti gue kasih tarif first class bayarnya 100ribu!". Kali ini Dea menanggapi candaanku. "Lu kira naik pesawat pake ada first class segala, tapi btw nanti dapet fasilitas apa aja?". "Kamar mandi dalam, WC duduk, home teather, Makan 3 kali sehari, Uang jajan, free WiFi dan masih banyak lagi!". Wow, panjang lebar Dea menjelaskan udah kayak sales aja, hahaha.
"Udah udah, makin ngaco aja lu! Jadi nebeng pulang apa jaga parkir disini?" Tanyaku menyudahi obrolan yang makin ngelantur ini. " Jadi lah! Capek banget gue, badan rasanya udah gamau diajak kompromi. Pengen rebahaaaaaaann aja". "Yaudah gih naik" tanpa basa basi lagi aku menyuruh Dea naik ke motor ku. Aku starter motorku, kemudian ku tarik koplingnya kumasukkan ke gigi 1 dan melepaskan koplingnya sambil menarik gas nya secara pelan.
Ini adalah motor kesayangan ku, aku membelinya satu tahun yang lalu sebelum aku merantau kuliah ke kota ini dengan uang tabungan hasil dari kerja part-time sebagai pegawai fotokopi setiap sehabis sekolah. Walaupun aku membelinya bekas, namun keadaannya masih mulus, surat surat lengkap dan murah tentunya. Sepeda pabrikan asal Jepang Satr*a F Yu keluaran 2012.

Didepan sebuah rumah bercat kuning telur bergaya minimalis ku hentinkan motorku. Dea turun dari motor dan berpamitan kepadaku, setelah mengantarkan Dea ku pacu sepeda motorku menuju tempat kos yang hanya berjarak 3 gang dari rumah Dea.
Sesampainya di kos ku parkirkan sepedaku di pekarangan kos tentunya. setelah itu aku masuk ke dalam kamar tidur dan merebahkan tubuh diatas kasur yang nyaman ini.

kos ku berjarak 16 Kilo meter dari kampus, aku memilih kos ini karena harga yang sesuai dengan dompetku,hehehe. Walaupun dengan fasilitas dapur seluas 8 meter persegi, dan kamar tidur 8 meter persegi, secara keseluruhan panjangnya 6 meter dan lebar 4 meter, tidak ada kulkas, jangankan kulkas televisi saja tidak ada. Hanya 1 lemari di dapur dan 1 lemari di kamar tidur dengan kipas angin. Kamar mandi? Kamar mandi luar tentunya. Kebanyakan penghuni kos ku adalah buruh pabrik. Hanya 2 orang termasuk aku yang menyandang status mahasiswa.
Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 1 siang. Tak lama kemudian aku tertidur pulas. Tanpa mengganti pakaian, tanpa bersih bersih badan lagi. Nampaknya tubuhku sudah mencapai batas nya. Karena pertunjukan teater tadi ditambah hampir 1 Minggu kemarin aku harus memaksa tubuh untuk kuliah dan persiapan pementasan teater. Lega rasanya
 
Perempuan diujung jalan




Dea Ananda Mikola



Elvira Sagita Mawarni



Kicau merdu kawanan burung bersahut sahutan menyambut pagi ini, sayup sayup terdengar tetangga kos mulai beraktivitas. Perlahan mataku terbuka, aku kumpulkan kesadaranku hingga utuh, jam di smartphone menunjukkan pukul 5:30. Hanya itu, tidak ada pesan ucapan selamat pagi bahkan pesan biasa dari teman temanku pun tak ada. Hufftt, derita orang single. Single loh ya bukan jomblo. Beda, hehehe

(Apa perbedaannya? Kalo jomblo dia berniat cari pasangan tapi gadapet dapet, ngenes wkwkwk. Kalo single dia gaada niatan buat nyari. Ko bisa? Tau darimana? Gatau, itu cuman buah dari pikiran ngawurku jadi kalo ga masuk di akal gaperlu dipercaya. Hehehe).

Tak lama setelah melakukan beberapa gerakan peregangan otot sehabis tidur, aku meraih handuk yang tergantung di belakang pintu kamarku dan peralatan mandi di dalam lemari. Kemudian kulangkahkan kaki menuju kamar mandi, terlihat antrean lumayan panjang. 'bakal lama nih, hemm, mending ditinggal beli makan dulu' batinku setelah melihat antreannya. Kuletakkan peralatan mandiku di antrean setelah itu aku kembali ke dalam kos untuk mengambil uang dan bergegas ke warung pakde langgananku untuk membeli sarapan.



Oh iya saking capeknya kemarin aku sampai lupa menggambarkan betapa asri nya lingkungan kosku. Lingkungan kosku masih dikelilingi oleh pepohonan yang menjulang tinggi tepat dibelakang kos ku terdapat hutan lindung reservasi milik yayasan pelestarian alam. Iya, tempat kos ku berada di pinggiran kota sedangkan kampus ku tepat berada di jantung kota. Maka dari itu ketika pagi pagi suasana di tempat kos ku sangat pas untuk dibuat nyantai sambil ngopi.

Sama seperti yang aku lakukan sekarang setelah mandi dan sarapan aku menyeduh kopi di dapur kemudian ku bawa ke belakang kosku tepat menghadap kearah muncul nya matahari. Enak banget, bukan?

Setelah menghabiskan kopi dan 2 batang rokok S*rya Gudang gula. Tepat pukul 7:00 Aku berangkat menuju kampusku. Aku mengendarai siblack, nama motor kesayangan, dengan pelan. Sayang jika melewatkan pagi yang cerah ini Aku tidak begitu terburu buru karena jam pertama kuliah pukul 8:30.

Injakan kaki kiriku di pedal rem menghentikan laju siblack, akhirnya sampai juga di areal kampus, lalu lalang mahasiswa di pagi hari ini cukup ramai. Aku masih duduk diatas siblack mengamati sekeliling, aku bersyukur karena bisa kuliah di salah satu universitas terbaik di negeri ini. Rasanya masih tidak percaya saja bisa berada disini sebagai mahasiswa, bukan hanya sebagai pengunjung. Lagian ngapain juga ada pengunjung disini, hehehehe.

Tepukan dipundakku membuyarkan lamunan yang sedang aku lakukan. "Pagi pagi udah ngelamun aja lu, nanti kesambet dibilangnya ajaib". Ucap Harun, Harun Gavin Menzies, dia satu kelas denganku sejak awal masuk kuliah. "Ga mungkin lah gue kesurupan, orang gue setannya". Balasku, seenak jidatnya aja dia ngomong.

"Pantes lu gapunya pasangan orang muka lu muka muka horor". Sambil nyengir dia berceloteh.

"Lu juga jomblo kali, berarti muka lu juga horor dong?". Heran juga sama dia wajahnya ganteng, anak orang kaya, masih aja jomblo. "Bukan lah, gua single karena lagi gaada yang pas aja. Pas di kantong pas di hati pas dibagasi,hehehe". "Lu kira mau nyulik orang? Pake pas dibagasi segala?". Tanyaku lagi geleng geleng kepala aku dibuatnya "dahlah, yok masuk kelas udah hampir mulai nih kelasnya". Aku hanya menganggukkan kepala tanda setuju. Kamipun menuju kelas yang terletak di lantai tiga gedung fakultas ekonomi dan bisnis.

Ternyata bangku kelas sudah penuh terisi terkecuali dua bangku yang terletak ditengah, bangku itu adalah tempat dudukku aku duduk berpasangan dengan Harun. Tiap tiap kelas dilengkapi dengan AC dan proyektor yang digunakan sebagai pembelajaran. Pokoknya lengkap deh. Kelasku dihuni oleh 20 mahasiswa. 8 laki laki dan 12 perempuan.
Ketika aku berjalan ke tempat duduk, Andri yang duduk disamping mejaku berpasangan dengan Vira menyapa "Wihhh, pagi pak ketua, gimana semua aman terkendali?". "Amaaann". Jawabku.
"Selamat pagi anak anak" sapa dosen matkul strategi pemasaran diujung pintu. Sebenarnya aku masih ingin ngobrol dengan mereka tapi apalah daya. Dosen sudah masuk kelas. Perkuliahan pun dimulai.

Selepas pelajaran pertama Harun mengajakku pergi kekantin, menyusul sahabat sahabat ku yang sudah terlebih dahulu ke kantin. Andrian Michael Sullivan, Harun Gavin Menzies, Elvira Sagita Mawarni, dan Dea Ananda Mikola. Itulah nama sahabat sahabat ku. Semua adalah teman satu kelas ku. Kecuali Dea, ia berada di jurusan ekonomi pembangunan. Beda jurusan tapi satu fakultas. Kami saling kenal ketika Ospek kampus.
Di kantin setelah memesan minum aku dan Harun langsung menghampiri mereka. "Mana Dea? Belum kesini ya?". Tanya Harun. Virapun menoleh ke belakang. "Eh, elu Har, za. Duduk gih. Iya, Dea belum kesini. Eh, btw gimana za pertunjukan lu kemarin?". Tanya Vira. Acara kemarin memang dibuat tertutup. Khusus untuk undangan saja. Bisa dibilang itu Festival seni teater yang tertutup "Lancar kok. Bahkan dapet apresiasi luar biasa". Sahutku. Andri pun ikut nimbrung dalam obrolan. "berarti kita punya temen artis dong?". Aku hanya diam sambil mengeluarkan rokok S*rya Gudang gula milikku. Dikampus kami diperbolehkan merokok tetapi hanya ketika di dalam kantin.
"Boleh minta tanda tangan sama foto nggak, bang?". Goda Harun. Setelah mengeluarkan asap rokok aku menjawab "Boleh, minta di tanda tangani dimana? Di jidat? Pake spidol permanen mau?". "Pala lu" tukas Harun,dengan muka santai nya kami semua pun tertawa.
"Daripada minta Reza mending minta gue aja". Kata Dea yang baru saja datang dengan menenteng jus buah. "Kalo elu sih gua mau. Jangankan di jidat di hati Abang pun aku izinin dek". Dasar Harun, walaupun jomblo gausah gitu juga kali. "Gue nya yang ogah!" Balas Dea. Kamipun tertawa bersama.
Itulah sahabat sahabat ku mereka selalu bercanda, walaupun ejek mengejek secara habis habisan kita tidak pernah merasa terbully marah ataupun baper.
Acara nongkrong kami terhenti ketika jam pelajaran kedua akan segera dimulai. Sedangkan Dea pamit pulang karena jam pelajaran kedua dosen pengajarnya izin tidak masuk dan hanya memberinya tugas.
-=-
"Selamat datang mas di cafe kami, silahkan, dilihat lihat dulu menu nya". Tanya seorang waitress. "Kopi Gayo Aceh, pesennya samain semua biar kompak". saran Harun. Dengan sopan waitress itu berkata "baik. Silahkan ditunggu ya pesanannya". "Bilang aja lu gamau tekor banyak. Padahal gua mau pesen yang paling mahal disini". Balas Andri "Udah dibayarin ngelunjak" sahut Harun. "Bodo amat, za minta rokok lu dong. Gua lupa belum beli nih" "eh, nih bocah nggak modal amat ya". Kata Harun. "Udahlah Har. Gapapa sekali sekali memberi orang yang tidak mampu". Ucapku menengahi Harun dan Andri. Andri cuman nyengir kuda aja. Bangsat juga nih orang.
Tak lama kemudian pesanan kami pun datang. Cafe ini adalah tempat favorit kami untuk nongkrong biasanya kami berlima. Cafe bernuansa Tempoe doeloe dengan tembok batu bata dan beberapa dekorasi yang membuat kita seakan akan berada di zaman tahun 70-an, tetapi tidak menghilangkan sisi kenyamanan kita ketika duduk disini.
Hari ini hanya aku, Harun dan Andri sedangkan Dea tadi siang sudah pulang, Vira tadi katanya gabisa karena diajak mama nya ke rumah nenek yang diluar kota. Katanya dia mau menginap disana selama beberapa hari. Kami duduk di pojok kanan lantai dua.

Sedang asyik asyiknya kami menikmati pesanan kami. tak sengaja ekor mataku menangkap seseorang yang sepertinya ku kenal masuk kedalam mobil setelah keluar dari sebuah minimarket. Dengan tergesa gesa aku pamit kepada teman temanku.
Aku mengejar mobil tersebut dengan kecepatan penuh. Sayangnya aku ketinggalan jejak ketika ada pejalan kaki yang menyebrang seenak maunya. Untung tidak nabrak, sial juga sih, jadi ketinggalan jejak. Hufftt, pulang aja deh.
 
Selamat siang yang terik ini suhu suhu sekalian.

Khusus kali ini saya akan mengupdate cerita sebanyak 1 part yang dibagi menjadi dua bagian. Saya sudah mencoba menyederhanakan kalimat kalimat saya. Namun tetap saja setelah selesai tenggelam dalam tulisan saya sendiri. Baru sadar bahwa tulisan saya terlalu panjang. Hehehe
 
Aku, Perempuan itu, Keluarga, dan cita


Bagian 1

Empat hari berlalu pasca pengejaran sosok didepan minimarket, tidak membuat otak kecilku melupakan sosok itu, dalam setiap kesendirianku selalu terbayang bayang kejadian malam sebelum aku merantau ke kota ini.

Aku tak tau ada apa dengan diriku, apakah itu hanyalah sebuah keinginan untuk mengulangi kejadian yang sama? Ataukah ada rasa yang lain? Ah, untuk pertanyaan terakhir rasa rasanya tidak. Karena berhari hari aku mencoba mengenali jenis perasaan apa yang kurasakan. Tidak ku temukan keinginan untuk memiliki. Entahlah, yang kurasakan adalah campuran antara rasa penasaran, rasa cemas, dan rasa bersalah. Yeah,walaupun bukan aku yang memulainya.

Jujur aku belum bercerita kepada siapapun, termasuk sahabat sahabatku. Mungkin itu juga yang membuat beban pikiranku terasa berat. Karena aku belum berbagi keluh kesah yang dapat meringankan beban pikiran.
Ditambah lagi aku bukanlah tipe orang yang asal bercerita kepada sembarang orang. Alasanku untuk tidak melakukannya yaitu:

satu, aku tidak suka seseorang menilai jalan hidupku tanpa berusaha memposisikan dirinya sebagai diriku.

Dua, aku akan bercerita kepada seseorang ketika aku merasa nyaman dengannya.

Tiga, Ketika aku bercerita entah tentang kebahagiaanku atau kesedihanku tidak semua orang ikut bahagia atau ikut sedih. Kebanyakan mereka hanya bersimpati lalu pergi. Kebanyakan mereka tak mau berempati. Memang simpati dan empati memiliki arti yang hampir sama, namun keduanya memiliki perbedaan makna yang sangat berpengaruh.

Tapi khusus kalian semua, aku akan menceritakan sebenarnya apa yang mengganggu pikiranku, tentang kejadian satu tahun yang lalu, malam sebelum aku merantau di kota ini, sekalian kita kembali ke masa tahun pertama aku kuliah. dengan satu syarat, kalian harus masuk tiga kriteria yang sudah kutulis tadi. Hehehe.

-==============================-

Debur ombak menghantam bibir pantai, kesiur angin membuat pepohonan kelapa dan tanaman bakau melambai lambai. Kulit ku kering dibuatnya, Maklum angin laut memang selalu seperti itu. Namun aku yang memiliki rumah didaerah pesisir sudah terbiasa dengan ini, karena disinilah tempat aku dan kawan kawan kampung ku bermain menghabiskan hari.
Pantatku nyaman sekali duduk di atas batu karang yang tidak begitu tinggi. Aku terpaku memandangi gelombang ombak yang sedikit tenang. Hanya ditemani rokok S*rya Gudang gula, ingatanku terseret kembali ke masa kecil dimana aku selalu tanpa beban bermain main sesuka hati. Tanpa memikirkan akibat dari perbuatanku. Dimana aku selalu bisa berlindung dirumah kakek nenek dari ibuku ketika aku merasa takut untuk pulang atau aku bisa berbahagia seutuhnya tanpa memikirkan kesulitan apalagi yang sedang menghadangku didepan.

Memikirkan itu semua membuat aku sedikit mempertanyakan tekadku. Mampukah aku menjadi pengangkat derajat keluargaku? Tanyakan ke orang orang kampung siapa yang tak kenal nama bapakku? Tetapi aku tak bangga, karena penyebab bapakku terkenal adalah sifat malas bekerja, lepas tanggung jawab, dan tidak sungkan memukulku ketika ada kesalahan yang kulakukan menurutnya dimana pun tempatnya. Bahkan aku pernah dipukul menggunakan kayu rotan ketika pertandingan sepak bola antar kampung didepan semua warga kampung ku dan warga kampung sebelah, penyebabnya? Sampai sekarang aku tak tahu kenapa aku dipukul, untuk apa pula menanyakannya yang ada nanti aku dapat bonus pukulan lagi.

Semua kebutuhan hidupku dipenuhi oleh ibu dengan membuka toko kelontong didepan rumah, seperserpun aku tak pernah merasakan uang hasil keringat bapak. Itu semua lah yang membuat keluargaku dipandang rendah oleh masyarakat kampungku.

Satu persatu keraguan dalam diriku muncul. Tetapi dengan tegas aku berkata pada diriku. 'kamu tidak akan tau seberapa dalamnya lautan sebelum kamu menyelaminya'. 'Demi ibu pula aku akan melakukannya'
Perlahan bibirku menyunggingkan senyum. Tekadku semakin membulat.


Perempuan yang memanggilku.

"Daripada bengong, mending ikut aku", "Eh".tiba tiba aku dikagetkan dengan suara seorang perempuan. Perempuan itu menaiki sebuah perahu kecil dengan tongkat yang memiliki dua sisi lempeng, untuk mendayung. Kalau bahasa indonesia namanya olahraga "KAYAK".
"Cepetan naik!" Mendengar seruannya tanpa ba-bi-bu aku langsung naik. "Kakekku selalu mengajakku naik perahu ini dan mendayung menyisir tepian pantai ketika aku bersedih atau galau". Lanjut perempuan itu sambil memberikan dayung yang tergeletak disampingnya.
Akupun menerimanya, tapi setelah itu yang kulakukan hanyalah memandang tiap detail dayung tersebut dengan wajah kebingungan. "Kenapa bengong?" Tanya perempuan itu. Sepersekian detik wajah kebingungannya berubah menjadi tawa "Eh, Hahahaha jangan bilang kamu gabisa make nya?". "Gabisa mba, hehehe". Harus kuakui walaupun rumahku pesisir aku tidak biasa mendayung perahu, kalau naik perahu aku pernah. Tapi perahu bertenaga mesin,hehehe.
"Manggilnya nyebut nama aja ya? Namaku Miya" Aku yang sedikit malu karena ketahuan gabisa pake dayungpun hanya bisa meng-iya-kan ucapannya. "I-iya mbak, eh, Miya. Na-nama saya Reza". Padahal kelihatannya dia jauh lebih tua dari aku.
"Yasudah sini aku ajarin cara makenya, kamu pindah depan ya biar gampang aku ngajarnya".
Setelah mengerti bagaimana cara memegangnya akupun mencoba mengaiskan dayungku. Tetapi karena ke kakuan tanganku aku justru membuat perahunya berbelok belok tak karuan.
Beberapa kali percobaan akhirnya aku bisa menjalankan perahunya secara stabil, tapi dengan bantuan mbak Miya. Ia meletakkan dayung miliknya kemudian memegang tanganku untuk membantuku mendayung. Otomatis aku seperti dipeluk dari belakang oleh mbak Miya.
Perasaan aneh aku rasakan disekujur tubuhku. 'Hah? Dede-ku bangun, duhh pasti pengen kencing. Eh, tapi kok gak kebelet ya?' terjadi perundingan antara diriku sendiri didalam batin.
"...hiks,Hiks, Hiks" Lamat Lamat terdengar Isak tangis. pundakku terasa basah. Akupun penasaran kemudian aku membalikkan badan. Tiba tiba mbak Miya memeluk dan menenggelamkan wajahnya di dada ku. Sejenak aku kaget, setelah rasa kagetku hilang. Aku membalas pelukannya dengan sangat erat. Tangisnya pun semakin menjadi jadi. Kubiarkan diriku sebagai sandaran seseorang yang baru aku kenal. Tetapi, Isak tangis dan pelukannya mengatakan ia sedang mengalami masalah yang berat.
"Mbak Miya kenapa?" Tanyaku setelah tangisnya mereda. "Kan, udah aku bilang panggil Miya aja!". Katanya sambil merengek seperti anak kecil sehabis menangis. Akupun membetulkan kalimatku. "Eh, iya. Miya kenapa?". Miya hanya menjawab dengan gelengan kepala.
 
Bagian 2


Mbak Miya

Perlahan lahan aku naikkan kepalanya yang tadi menempel di dadaku. Kutatap kedua matanya.
"Miyaa, apapun masalahnya. Menangis bukanlah solusi. Kamu boleh menangis, karena terkadang tangisan membuat kita merasa tenang. Tetapi jangan berlarut-larut". Kucoba menyemangati mbak Miya.

Mendengar kalimat itu tangisan mbak Miya pun berhenti sepenuhnya. Ia memandang wajahku lekat lekat. Tiba tiba ia mencium bibirku. Aku yang tak tau harus bagaimana. Lagi lagi terbengong. Huftt, dua kali aku terlihat seperti orang bodoh di hadapan mbak Miya.

Mbak Miya terus menempelkan bibirnya. Akupun mempelajari bagaimana mbak Miya dalam ciuman ini, dan kupraktekkan secara langsung. Enak juga rasanya, hehehe.

Ciuman kami bertambah panas ketika mbak Miya memasukkan lidahnya kedalam mulutku, seperti mencari cari sesuatu tetapi tidak kunjung ketemu. Kemudian kedua tanganku diarahkan ke buah dada kencangnya. Rasanya kenyal kenyal empuk gitu. Hehehehe.

Kuremas remas susu mbak miya, secara lembut. Lenguhan mbak Miya tertahan oleh bibirku. Ciuman kami berhenti ketika mbak Miya meloloskan jaket yang dikenakannya. Lagi lagi aku terpaku. Baru kali ini aku melihat buah dada wanita secara langsung. "Jangan diliat doang dong, kan susuku ini bisa dipegang, diremas, dijilat, dipilin. Pokoknya apapun yang kamu mau lakukan. Semua bisa". Ucap mbak Miya dengan bibir bawah digigit.

Keinginan untuk melakukan semua ucapan mbak Miya tiba tiba muncul. Dengan bermodal teknik learning by doing (belajar dengan melakukan) aku menerkam dua gunung kembar mbak Miya. Aku mencoba menyedot seperti seorang bayi yang menyusu. Menggigit gigit puting kanan dan puting kiri mbak Miya secara bergantian. "Shhhh, iyaa gitu zaa, terussshhh, ahh" ternyata mbak Miya suka digituin.

Akupun semakin bersemangat melakukannya. "Shh,stop dulu zaahh". "Kita ke pesisir duluhh". Ucap mbak Miya sambil menahan kenikmatan yang aku berikan. Aktivitasku pun terhenti.

-===========================-
Diantara pohon kelapa yang berjajar kami melanjutkan sesuatu yang sempat tertunda tadi. Kali ini celana dan celana dalamku dilepas oleh mbak Miya, tatapan matanya, semakin membuat Dede ku berdiri se tegak tegak nya. Mbak Miya terdiam sejenak.

"Kok ngelamun mbak?" "Eh, gapapa za, gede juga punyamu sesak deh kayaknya didalem nanti".

"Aku emut ya za" tanpa menunggu persetujuan dari ku Mbak Miya memasukkan Dede ku kedalam mulutnya. Kemudian mbak Miya menggerakkan kepalanya maju mundur. terkadang mbak Miya menyapu ujung Dede dengan jilatan lidah Sensasi nikmat menjalar ke seluruh tubuhku. Rasanya seluruh listrik yang ada di bumi sedang digunakan untuk menyetrumku. Hingga tanpa aku sadari, aku mendesah keenakan.
"Suka ya za?". Tanya mbak Miya disela sela emutannya.


Puas bermain main di dede-ku mbak Miya melepas sendiri semua pakainnya termasuk Celana dalam dan bra yang memiliki warna sama sama pink.

Setelah sepenuhnya "tanpa sehelai benang" mbak Miya tidur telentang. Dia memberi isyarat kepadaku untuk mendekat.

Sesudah didekatnya aku hanya diam mematung tidak tahu harus melakukan apa.
Mbak Miya yang paham akan hal itu segera meraih dede, dan mengarahkannya menuju vagina miliknya. Vagina warna pink dengan bulu bulu halus.

Perlahan tapi pasti Dede mulai melakukan penetrasi kedalam vagina Mbak Miya."ahhh, shh". Pekik mbak Miya.
Setiap Senti permukaan Dede terasa luar biasa ketika bergesekan dengan dinding vagina mbak Miya. 'Blesss'. "Mpfhh, biarin dulu ya, biar adaptasi dulu. Penuh banget rasanya".

Sedangkan aku, sedang sibuk menikmati sisi baru dari surga dunia ini.

"Lebih enak lagihh shh,kalo kamu majuhh mundurin loh zahh". Akupun mencoba memaju mundurkan dengan pelan. Bangsattt, ups maaf ngomong kasar. Kenikmatan yang kurasa bertambah berkali kali lipat.

"Ahh, ouhhhhhh, My God. Enakhh zaa! Cepetin lagihhh". Sebenarnya tanpa disuruh aku sudah berinisiatif menambah kecepatan. Buah dada mbak Miya naik turun bergoyang mengikuti irama, tanpa berlama lama aku melahapnya dan memainkan lidahku diatas puting pink agak kecoklatan itu.

Sedangkan kedua tanganku menjaga keseimbanganku agar tidak terlalu membebani mbak Miya. "Iyah, zahhh. Lebih dalem lagihhh. Ouhhh Sampek mentok zaaahhh".

Plok. Plok. Plok.


Ketika aku menusuknya lebih dalam. Bertambahlah kebisingan suara malam ini, yang tadinya hanya suara desahan mbak Miya. Kini pahaku dan paha mbak Miya ikut andil mengeluarkan suara. Seluruh tubuh kami bermandikan keringat, namun itu tak menyurutkan semangat ku untuk memaju mundurkan Dede. "Ahhh, zaaahh aku mau keluarrrrr". "Aku mau pipis mbaaakkh". Aku tidak menghiraukan ucapan mbak Miya. dengan polosnya tanpa menghentikan penetrasiku, aku mencoba menahan pipisku.

Aku memang merasakan sesuatu yang berbeda semenjak beberapa detik yang lalu.
Rasanya dede-ku dijepit lebih kuat dibanding sebelumnya. Puting mbak Miya pun semakin bertambah mengeras. "Ahhhhhhhhhhhhh" lenguhan panjang dari mbak Miya. Dede-ku rasanya diremas remas didalam. Aku yang tak tahan ingin pipis pun mengeluarkan semua isi Dede didalam vagina mbak Miya. Kira kira 5 kali tembakan. Setiap jeda tembakan memberikan kenikmatan lebih dari sebelumnya. Nafas kami berdua terengah-engah.

Ini adalah pengalaman pertamaku. Maka dari itu jangan heran jika sedari tadi aku sangat pasif. Karena aku benar benar gatau apa yang harus dilakukan ketika berhubungan badan.

"Fyuuu, huuu.. aku tadi pipis didalam gimana dong?". Aku panik

"Kamu nggak pipis za, itu namanya tadi kamu orgasme. Mengeluarkan sperma. Nah kalo aku tadi bilang keluar tadi itu aku juga mengalami orgasme". Setelah mendengar penjelasan mbak Miya akupun paham.
'Iya deng. Kan di pelajaran biologi juga ada, tentang bagaimana manusia berkembang biak. Eh, tapi tunggu. Apa nggak jadi anak nanti?' Batinku.

Aku yang penasaran ingin menanyakannya kepada mbak Miya. Tapi keberadaan mbak Miya tidak ada. Aku pun memakai pakaianku setelah semua baju menempel di tubuhku. Aku menengok kearah pantai.

bahkan perahu nya sudah tidak ada.
Kurogoh saku ku untuk mengambil rokok. Kusulut satu batang, sambil berjalan menuju rumah.

Malam malam begini memang lebih enak jalan kaki, lebih hemat daripada naik sepeda motor. Ketika aku sampai di perkampungan, suasana sunyi menyambut. Para penduduk terlelap ditemani mimpi mimpi mereka.

Sesampainya di depan rumah aku memilih memutar ke samping rumah dan menuju jendela kamar. Karena hari sudah larut.

Aku tidak berani masuk melalui pintu. Bukan karena aku takut mendapat sambutan kekerasan. Aku sudah terbiasa dengan itu. Hanya saja aku tak mau mengganggu ibu dan tetanggaku yang sedang tidur dengan suara suara bentakan bapak.


Rumahku terdiri dari 2 kamar tidur yang terletak di samping ruang keluarga dan satunya lagi disamping dapur yang mana itulah kamar milikku, dapur sekaligus ruang makan, ruang tempat menonton TV sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu. Sedangkan kamar mandi berada dibelakang rumah terpisah dengan bangunan rumahku. Rumah ini merupakan peninggalan kakek nenek atau orang tua bapak. Sedangkan orang tua ibuku. Tinggal di kampung sebelah.

Aku tidak pernah mengunci jendela setiap akan keluar malam. Sebagai antisipasi jika saja aku pulang melebihi jam wajar " menurut bapak" sesampainya di dalam kamar kulihat jam pukul 23:00 setelah membersihkan diri di kamar mandi, aku merebahkan diriku di atas kasur berbahan kapuk.

Anehnya aku tidak merasa ngantuk sama sekali. Ku coba memejamkan mata namun aku tetap terjaga. Berbagai macam posisi telah aku coba agar aku merasa nyaman dan terlelap. Hasilnya nihil.

Kejadian di pantai tadi membuatku tidak bisa tidur. Padahal pagi pagi besok aku harus berangkat menuju stasiun kereta. Untuk mewujudkan cita cita dan mimpi mimpi ku.

Tik, tok, tik, tok.

Kulirik jam sudah menunjukkan pukul 1:00. Aku frustasi, ku putuskan untuk membuka buku buku pelajaran SMA ku dulu. Barangkali dengan sedikit membaca buku pelajaran aku bisa mengantuk.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd