Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Kuhamili Dia Pertama​


Umi dan nenek berebut ingin gue hamili duluan.

"Ah, bagaimana kalau begini saja. Bagaimana kalau kalian berdua bercumbu. Siapa yang mencapai lebih tahan tidak klimaks duluan, itu yang akan Doni…," Glek… gue berdebar-debar mengucapkan kata itu, "Doni hamili duluan…"

Pipi umi memerah. Ia cubit paha gue.

"Aw!" teriak gue, menggosok-gosok bekas cubitan itu.

Kedua anak-beranak itu saling pandang beberapa detik. Meyakinkan diri untuk melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan. Lalu nenek bergerak. Umi menarik nafas cepat sesaat sebelum bibir nenek mendarat di bibirnya. Umi terdesak hingga punggung mendarat di kasur. Nenek mulai gencar mengirimkan serangan. Jemarinya meremas-remas payudara umi dengan bejekan berirama allegro. Umi pun mendesah-desah.

"Sudah Aalifah rileks saja, umi bikin kamu enak," bujuk nenek, "Biar nenek yang pertama dihamilin Doni." Tangannya tuanya menyusur ke bawah melewati pusar, tepian karet CD, hingga mendarat di pusat kenikmatan putrinya.

Umi menggeleng, menolak usulan nenek. Ia masukkan lidahnya ke dalam mulut nenek. Umi tampak dengan ganas melancarkan serangan ke dalam markas lawan. Nenek mengernyit, kesulitan memprediksi gempuran. Lalu umi memutar balik posisi tubuh, layaknya seorang MMA keluar dari kuncian dan berpindah ke posisi atas. Ia jenjangi leher nenek, berakhir di payudara, tepatnya di puting kiri nenek. Ia jilat-jilat dan hisap hingga menegang keras. Giliran nenek yang mendesah-desah keenakan. Umi membetot celana dalam nenek hingga putus. Gantian tangannya yang menjajah daerah kewanitaan nenek. "Ngghhhh," desah nenek dengan pantat terangkat.

Ternyata itu juga momen buat nenek untuk melepaskan diri. Tubuh umi merosot ke samping. Nenek bangun dan membetot CD umi hingga lepas. Kemudian dia tarik dan angkat satu paha umi untuk membuka pertahanannya. Baru setelah itu ia sambar memek umi dengan mulut dan lidahnya. "Wah umi kalah ini, kalau begini," pikir gue dalam hati. Gue tahu betapa mautnya jurus itu. Umi pun langsung mencengkram pantat nenek dan melenguh panjang, "AAahhhh… ah.. ah..aaaaahhhh..." Pinggulnya auto mengayun mengikuti jilatan berirama Vivace yang begitu cepat dan lincah. Umi berusaha melawan, membalas dengan jilatan bertempo Presto menuju Prestissimo yang semakin cepat. Namun nenek terlihat lebih tenang, walau otot bokong mengencang.

Ayunan kepala nenek terlihat lebih anggun, seperti paham bagaimana caranya memainkan sinyal-sinyal kenikmatan dari kemaluan seorang wanita. Berbeda dengan umi yang terlihat asal cepat. Nenek terlihat lebih unggul, terbukti dari sesekali umi terhenti beberapa saat, menggigit bibir. Kala tak mampu bersaing, jemarinya yang menggantikan lidahnya mengusap labia majoria dan minoria nenek, sesekali menembus jalur vagina dengan dua jari. Namun itu juga tak berdampak banyak. Memek nenek memang nampak basah, tapi memek umi sudah mengeluarkan bunyi-bunyi cairan yang becek.

Umi memandang gue dengan wajah cemberut. Sepertinya ia agak bete karena gue yang mengajukan kompetisi yang tak bisa ia menangkan. Gue cuma bisa tersenyum kikuk. Sedikit merasa bersalah. Akhirnya gue kasih unjuk batang gue ke umi, terus gue toel-toel ujungnya sambil komat-kamit tanpa suara berkata, "Nanti anak kita siapa namanya, umi?" Umi dari yang tadi cemberut jadi ketawa. Ia berikan cibiran tersenyum. "Terserah kamu," balasnya tanpa suara. Ia nampak jadi bersemangat. Kemudian dia melepaskan diri. Kali ini dia angkat satu kaki nenek ke udara dia bersimpuh dengan posisi menggunting. Ia peluk kaki nenek yang terangkat, kali ini dia yang pegang kendali. Ia goyang-goyangkan pinggulnya. Mirip goyang bor Inul Daratista. Kadang mengulek cepat dan bertenaga, wus… wus… kadang melambat, berubah cepat lagi. "Ahhh….," lenguh nenek. Kali ini dia yang mencengkram seprai. Alis nenek mengernyit, kepalanya toleh ke kiri dan toleh kanan. Putaran pinggul umi berputar bak spiral yang semakin terpusat dan cepat nenek makin meracau, "Aalifah… aahh…. jangan… nenek duluan…" Memek keduanya sudah terlihat sama-sama basah.

Pertempuran semakin memuncak. Umi mengayun maju mundur dengan gerakan sangat cepat nan pendek-pendek. Pertarungannya tampaknya akan ditentukan pada detik-detik ini. Wajah keduanya sudah tampak keenakan. Siapakah yang akan jadi pemenangnya?
 

Pemenang​


"Aaaa..aaahh…ahhhhh!!!" suara itu semakin tinggi melengking hingga seketika hilang tertahan. Wajahnya merenggut nikmat. Nafasnya tersendat-sendat. Tubuhnya mengejang, bergetar-getar hebat. Seluruh syaraf seksualnya menyalurkan tegangan tertinggi. Jemari mencengkram seprai, berantakan kemana-mana. Ia kelojotan sampai 5 detik. Baru setelah itu terhempas kembali ke bumi. Dua memek melepas cumbu, cairan cinta beruntai. Orang yang satu tersenyum penuh kemenangan. Yang lain menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Lalu membukanya kembali dengan raut kekecewaan.

"Aalifah menang," kata umi tersenyum. Keningnya basah. Sebulir keringat mengalir di pelipis. Wajahnya terlihat puas. Ia memandang gue, menuntut janji. Gue pun deg-degan. Gue akan hamili beliau. Bidadariku. Dia pun mendekati gue.

Tiba-tiba saja nenek menghalang. Dia menyergap gue, menidurkan gue dan memasukkan kontol gue ke dalam vaginanya.

"Loh nek!?" gue kaget.

"Umi!" protes umi.

Tanpa babibu, nenek mengocok penis gue vaginanya. Pok! pok! pok!

"Ahhh… ahh… ahhh…. "

Gue tak bisa berbuat apa-apa.

"Umi, kan Aalifah yang menang…. umi minggir"

Nenek tidak peduli, ia berfokus untuk membuat gue keluar. "Ayo cu… hamilin nenek… hamiliin…. ahhh… ahh… ah…" Memek nenek terasa basah dan licin, rasanya seperti sedang cokbun.

"Aaaa, umi curang!" protes umi sambil mencoba mendorong-dorong nenek ke samping.

Nenek tidak mempedulikan umi. Ia mencium gue dan berbisik. "Ayo, sayang… kita bikin anak-anak yang cantik… nanti kamu bisa pejuin memek mereka, dada mereka, mulut mereka, jilbab mereka, mau kan?"

Umi menarik tangan gue. "Doni… udaaa… kemari sayang… jangan sama nenek… jangan dengarkan nenek." Gue gak bisa apa-apa. Nenek nindih badan gue.

Nenek malah menarik umi ke dalam pelukannya. "Doni sayang, lihat ini…" Lalu ia mencumbu umi di depan gue. Penis gue mulai deh bocor sedikit-sedikit.

"Gak mauuuu," umi menolak. Kepalanya menghindar ke sana kemari. Nenek tersenyum melihat gue makin keenakan setelah menyaksikan adegan tadi. Kemudian dia menindih gue lagi dan bebisik di telinga gue, "Nanti nenek cumbu umimu setiap hari di depan kamu… Kamu mau itu kan?" Nenek terus menggoda gue. Umi langsung menutupi telinga gue dengan kedua telapak tangannya. "Jangan dengarkan, Doni! Jangan dengarkan!" Kabut bayangan akan mereka berdua bermesra-mesraan saat di rumah melayang-layang di kepala gue. Punya istri akur memang sip. Senyum gue tersungging macam orang teler. Umi langsung mencubit pipi gue dan menariknya ke kiri dan ke kanan, disusul sebuah tamparan, "Plak!" Auh. Cukup menyengat. Gue gosok-gosok pipi gue yang kesakitan.

"Kalau kamu keluar, umi gak mau sama kamu," ancam umi. Dia pun berbalik dan duduk di pinggir ranjang membelakangi gue.

Hah? Gimana gak keluar? Dah digoyang-goyang seperti ini.

"Umii…!" panggil gue.

CROTTTT! CROTTT!!! CROTTT!!!

"AAAAHHH" Lenguh gue. Umi melipat tangannya. Tak sudi melihat ke arah gue.

"Ahhhh," desah nenek tersenyum. Saat meriam gue meletuskan beinh-benih anak kami di dalam rahimnya.

"Umi!" panggil gue.

Umi diam tak bergeming.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd