Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Miliki Diriku Seutuhnya​


Nenek berbaring, tertawa geli melihat perilaku umi. Ia toel-toel paha gue menyuruh gue membujuk anaknya. Huh! nenek yang bikin masalah, gue yang disuruh membereskan.

Gue hampiri umi. Gue sentuh pundaknya. "Jangan sentuh!" tukasnya dingin dan menampik tangan gue.

"Umi," panggil gue lagi dan menyentuh pundak satunya.

"Ih!" diputar pundaknya dan ditepak tangan gue seperti menepak lalat buah yang jeleknya kebangetan dan mengganggu.

"Umi marah?"

"Gak tahu! Pikir saja sendiri!"

"Ngomong donk…"

"Ish…!"

"Umi…"

Hening…

"Umi… Umi…!"

"Apa sih!?"

Gue peluk pinggangnya seraya membujuk, "Umi please jangan marah…. maafin Doni ya…"

"Ihhh…" Tubuhnya bergoyang-goyang tapi tidak berniat melepaskan diri. Hanya seolah-olah saja.

"Kamu gak sayang umi…"

"Gak sayang bagaimana?"

"Umi bukan yang pertama… Padahal umi sudah menunggu lama… kamu malah sama nenek duluan…"

"Ya… itu kan di luar kendali Doni, umi. Umi ngerti kan." Dia diam saja. Gue lanjut berbisik di telinganya di samping jilbab, "Tapi yang pasti umi selalu yang pertama di hati Doni…. Umi… jangan marah lagi ya…"

"Hem," itu saja jawabnya singkat dengan mulut manyun.

"Umi cantik…."

"Hem."

"Umi…. bidadariku…"

"Hem."

Tubuh umi terasa menghangat.

"Doni sayang umi…"

Umi menengok, menatap gue dan berkata, "Gombal!"

"Beneran, umi, sayang…"

"Tapi umi sudah tua"

Gue berpindah dan berlutut di depannya. Gue letakkan kepala gue di atas lututnya seperti kala dulu gue masih kanak-kanak dan tersenyum. "Umi, berapa kali pun umi mengatakan umi sudah tua, umi jelek, umi begini dan begitu, di mata Doni, umi tiada duanya, ya….," puji gue.

"Umi masih marah…," tukasnya sambil mendorong jidat gue, lalu melipat tangan dan memalingkan muka ke kiri.

Gue pindah duduk ke sisi kirinya. Gue angkat dagunya. "Shhh… sudahlah istriku jangan marah lagi." Gue lepas lipatan tangannya dan gue genggam tangannya. "Umi… Doni sangat menginginkan umi malam ini…." Usai berkata begitu umi melirik batang gue yang tadinya lemas perlahan mengeras jadi seperti menara Pisa yang tegak kembali. Ia menatap gue. Gue cuma tersenyum kikuk. Sudah dua kali keluar, tapi kalau dekat umi, ya tegak lagi. Gue juga gak tahu kenapa batang gue selalu bereaksi seperti ini.

"Tanggung jawab," ucap gue terkekeh.

"Enak saja tanggung jawab, umi gak apa-apain…"

"Please…"

Umi melirik batang gue lagi, lalu berbalik lagi menatap gue dengan tatapan marah dibuat-buat, ia berkata, "Baiklah… Tapi sperma kamu pasti sudah tinggal sedikit."

"Tak apa sedikit, kan yang penting kan bisa jadi anak … betul gak? Umi… plis jangan marah lagi…," bujuk gue. Gue merapat, "Umi… anakmu sange dengan tubuhmu…," bisik gue. Gue kecup pipinya dan pinggir bibirnya. Kelopak matanya menyayu. "Umi… anakmu ingin hamilin kamu…," bisik gue. Jemari gue menyelinap ke antara pangkal pahanya. Nafas umi perlahan memberat.

"Kan umi ibu kandungmu… kok dihamilin," tanya umi.

"Karena Doni sayang umi," jawab gue.

Tangan umi perlahan menyentuh, lalu memijat penis gue. "Memangnya boleh begitu?"

Gue menggeleng, "Gak boleh…"

"Terus?"

"Tapi Doni belum merasa memiliki umi sepenuhnya, kalau belum menghamili umi."

"Kamu ingin memiliki umi seutuhnya?

"Iya umi… hati, jiwa dan raga."

Tubuh gue menekan tubuh umi tiduran di ranjang. Ia menurut saat gue memposisikannya sedemikian. Gue hisap payudaranya bergantian kiri dan kanan. Umi melenguh dan menggigit ujung telunjuknya saat gue bermain-main dengan kedua bukit kembarnya, "Ahh… nghhh…. ahhh…" Gue pijat bukitnya dengan gerakan memutar. Putingnya menonjol dan mengeras. Gue jilat-jilat, gue hisap-hisap, "Slrrrppp!" "Ngghh…" Umi pun melebarkan kedua pahanya. Gue tekan sedikit palkon masuk, terus gue keluarin lagi. Masuk, keluar lagi. "Nghh… Don…," lenguh umi.

"Ya… umi," jawab gue sambil memberikan kecupan lembut di pipinya.

"Milikilah umi seutuhnya sekarang…. umi khawatir kalau menunggu lebih lama lagi… gagal lagi, seperti dulu…"

"Iya umi… bidadariku."

Gue pun menusukkan penis gue masuk sampai full ke dalam vagina umi.

"Aaahhh….," desah umi.

"Enak sayang?"

"Enak, Don…"

Pinggul gue mengayun-ayunkan maju mundur.

"Mmmhhh…." Pipi umi memerah.

"Umi… ahhhh," desah gue.

"Panggil nama saja, Don…"

"Umi mau Doni panggil dengan nama saja?"

Umi mengangguk.

"A…Aalifah…," panggil gue. Menyebut namanya membuat gue merasa semakin intim dengan wanita di depan gue.

"Ya, anakku…nggghhh…"

"Doni lepas ya jilbabnya…"

"Iya lepas saja…."

Gue menarik jilbab umi lepas. Dia membukat pengikat rambutnya dan membiarkan rambut hitam dengan beberapa helai yang sudah memutih jatuh tergerai panjang. Indah. Tak ada lagi yang mengahalangi keindahan fisik umi gue dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

"Umi… eh Aalifah cantik…"

"Sungguh?" tanya umi.

Gue sambar bibirnya dan gue remas-remas dadanya gemas. Gue pun makin cepat dan bertenaga mengentot umi. "Sungguh!"

"Ahh… Ahh… kok jadi nafsu gini?"

"Dah kelamaan puasa, gak ngentot Aalifah…"

Gue balik posisi umi menungging. Penis gue menempel di depan memeknya. Umi meraih penis gue dan berkata, "Aalifah menginginkannya…." Dia pun memasukkan batang gue ke memeknya, dan gue turut mendorongnya ke dalam. "NGgghhh…!" desah kami berdua.

Gue cengkram pinggulnya dan gue tahan saat gue sodok-sodok mekinya. Pok! Pok! Pok! Bunyi tubuh gue menepuk-nepuk pantat umi.

"Ahh…ahhh…ahhh… Doni… Aaaahh…. anakku…"

"Aahhhh…. Aalifah…."

Memek umi terlihat sangat becek. Batang dan peler gue pun sudah berlumur cairan kelamin.

Gue pun berkejab-kejab, nikmatnya sudah sampai ke ubun-ubun. Nafas tersenggal-senggal. Gak dah hampir-hampir gak bisa berpikir. "Umi…umi… dah mau keluar…..," desah gue.

"Sudah mau keluar, ya." Umi berbalik badan, posisi misionaris. Dia memeluk gue. Dia menekan pantat gue dengan kedua kakinya. "Ayo.. keluarin sini, sayang… jangan sampai gagal lagi…."

"Selamat mengandung, Aalifah," bisik gue. Kami berciuman mesra. Sedetik kemudian meletuslah meriam gue. Crottt! Crooottt!! Crotttt!!!! Crroott!!! Croottt! Crotttt!! Segenap isi zakar terkuras keluar ke lubang umi. Umi pun semakin menekan pantat gue. Seakan ingin memastikan semuanya masuk ke rahimnya. Gue penuhi lubang wanita tercantik sejagat itu dengan bibit-bibit anak gue. Akhirnya…. akhirnya… gue berhasil keluar di dalam.

Umi memagut magut bibir gue lembut. "Kamu sudah memiliki Aalifah seutuhnya, nak…"

"Doni bahagia sekali…"

Cinta kami terasa semakin bertambah-tambah saat itu. Hati gue berbunga-bunga.

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd