Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT CINTA SAYUR ASEM (by Arczre)

Anik dan Rahma akhirnya berbagi, pacaran dg Rian hingga menikah.
Kan Suhu Arczre Master of Poligami.
 
@Br4m
Kali ini beda. Ceritanya bener2 sedih.
Ini kisah tentang persahabatan, cinta, dan persaudaraan serta pengkhianatan. Habis ini ane posting bagian yang menarik.
 
BAB X

Boleh Nyicip?


Ular itu berbisa
Dan bisanya kadang mematikan


#Pov Rian#

UTS dan kalau saja hari itu nggak ada kabar buruk, mungkin aku tak akan menyaksikan pemandangan yang mengharukan. Ketika hari pertama UTS, aku dapat kabar kalau Pak Abdul Karim kena stroke dan harus dibawa ke rumah sakit. Anik tidak konsen mengerjakan soal-soalnya. Aku tahu kalau Anik ini yang paling disayang oleh bapaknya. Selama UTS dia nangis. Ia segera memintaku untuk dianter ke rumah sakit setelah ngerjain soal. Aku pun ikut menungguinya di rumah sakit.

Mbak Rahma pun ada di sana. Mereka berdua menunggui bapak mereka. Suasana hening. Karena aku hanya bisa mendo'akan kesehatan Pak Karim saja, akhirnya aku pun pulang. Aku sempat berpapasan dengan bapak dan ibuku yang mau menjenguk Pak Karim.

"Loh, kamu sudah di sini to le?" tanya ibu.

"Nggih bu, tadi nganter Anik dari sekolah langsung ke sini," jawabku.

"Ohh..gitu."

"Yowis, bapak mau ke kamarnya dulu," kata bapak meninggalkan kami.

"Kamu pacaran ya ama Anik?" tanya ibuku. Lho, tahu dari mana?

"Ibu tahu dari mana?"

"Masmu yang cerita."

"I..iya sih bu."

"Ya udah, ibu setuju koq kamu pacaran ama dia, asal nggak kebablasan. Ngerti nggak?"

"Ngerti bu, ngerti."

"Ibu sudah suka ama Anik sejak dulu, juga Rahma. Ibu kepengen salah satu putri Pak Karim jadi menantu ibu. Kalau kamu dapet salah satunya ya ibu bersyukur."

"Hehehehe," koq aku jadi malu sendiri.

"Ya udah, ibu nyusul bapak dulu," kata ibu.

"Iya bu," kataku.

Aku makin seneng aja. Ibuku merestui hubunganku ama Anik. Ahh...akhirnya dari keluargaku nggak ada halangan. Aku makin mantab cinta ama Anik. Karena ia sedang sedih. Aku harus ada saat dia down. Sebaiknya aku pulang dululah. Besok masih UTS. Mungkin nanti aku BBM-an ama Anik. Tanya-tanya ia butuh apa.

***

Singkat cerita aku sudah di rumah. Hari sudah maghrib. Mas Yogi sudah pulang dari kantor. Dan, lho koq ada sepatu cewek. Waah...ini sepatunya Mbak Salsa nih. Begitu aku masuk koq sepi? Aku pun mengendap-endap, kudekati kamar Mas Yogi. Kupingku kutajamkan. Jangan-jangan mereka berdua sedang indehoi. Nah, bener kan.

"Ahh...ssshhh...Yogg...enak ...terus yog....sodok yang kenceng!" kudengar bisikan Mbak Salsa di kamar Mas Yogi. Ooo dasar, memanfaatkan kesempatan. Selagi kami nggak ada di rumah Mas Yogi kentu ama ceweknya di kamar. Karena penasaran aku coba mengintip mereka. Satu-satunya tempat mengintip adalah di jendela kamar. Aku kemudian mengendap-endap lagi pergi keluar rumah.

Aku kemudian mrepet ke tembok samping rumah menuju ke jendela kamarnya Mas Yogi. Dan ternyata kebuka sedikit. Tirainya nggak tertutup. Mungkin karena nggak menghadap jalan raya, makanya Mas Yogi nggak nutup tirai jendelanya. Aku ngintip dan iya, aku lihat Mbak Salsa sedang disodok pantatnya oleh Mas Yogi. Mereka telanjang bulat, kecuali Mbak Salsa yang masih pake kerudung.

Pantat Mas Yogi maju mundur dengan cepat sambil sesekali meremas toketnya mbak Salsa. Mbak Salsa merintih-rintih keenakan. Mas Yogi menampar pantat Mbak Salsa. PLAK!

"Ahhh....enak Yogg...terus...lagi!" pinta Mbak Salsa.

PLAK! Sekali lagi.

Kemudian Mas Yogi membalikkan badan Mbak Salsa. Kini pacarnya Mas Yogi itu terlentang. Senjatanya Mas Yogi yang tegang berat itu mengkilat. Dan kemudian dengan perlahan dimasukkannya ke dalam memek Mbak Salsa yang bulunya alus, eh nggak ada bulu. Dicukur ya? Dada Mbak Salsa bergoyang-goyang karena sodokan Mas Yogi. Gila, dadanya gedhe. Putingnya coklat. Mbak Salsa merintih-rintih, tapi ketika ia menoleh ke kanan ia melihatku.

Kedua mata kami bertemu. Mas Yogi nggak tahu kalau Mbak Salsa sedang menatapku. Mbak Salsa tahu aku ada di jendela mengintipnya. Aku ingin menghindar tapi entah kenapa rasanya aneh saja. Aku suka ketika Mbak Salsa menatapku, ia mengedipkan matanya kepadaku dan melenguh. Gila, buset dah, bikin konak.

Akhirnya aku keluarkan pionku yang udah tegang gara-gara peristiwa yang ada di hadapanku ini. Aku pun mengocoknya. Mas Yogi memeluk pacarnya ini sekarang sambil menindihnya. Ia benamkan wajahnya ke samping. Mbak Salsa masih melihatku. Ia tersenyum kapadaku. AKU makin cepat mengocok penisku.

"Sa, aku keluar! Aku keluar!" kata Mas Yogi.

"AKu juga Yog, ohhh...barengan yuk!" katanya.

Aku juga mau keluar nih. Dan akhirnya CROOOTT CROTTT! Ingusku keluar muncrat ke tembok. Gila bener. Aku baru kali ini coli langsung di hadapan orang yang sedang bersenggama. Mereka berdua berciuman setelah merengkuh kenikmatan bersama. Aku buru-buru pergi. Kumasukkan batangku lagi dan pura-pura baru datang.

"Mas Yogi!?" panggilku.

Dari kamar Mas Yogi menjawab, "Lapo(Ada apa)?"

"Oh, kirain nggak ada orang. Mbak Salsa di dalem ya? Soalnya sepatunya ada di luar," tanyaku.

"Iya," jawabnya.

"Awas loh ya digerebek ntar," sindirku.

"Urusanku, weekkk....,"

Aku langsung masuk ke kamarku. Gile bener Mas Yogi. Berani ya ngelakuin begituan di rumah ama pacarnya. Aku langsung bersih-bersih diri. Mandi dan ganti baju. Setelah itu aku BBM-an ama Anik.

Me: Nik, gimana? Ada yang bisa aku lakukan?

Anik: Do'ain bapak aja deh.

Me: Kamu masih di rumah sakit?

Anik: Sebentar lagi pulang. Makasih ya, ortumu tadi ke sini.

Me: Iya.

Anik: Koq ibumu tahu aku pacaran ama kamu?

Me: Mas Yogi yang cerita.

Anik: Untung Mbak Rahma nggak tahu.

Me: Lho, kan nggak apa-apa to kalau Mbak Rahma tahu.

Anik: Kamu nggak ngerti sih. Udah ah. Aku mau pulang ke rumah. Persiapan buat UTS besok. Sekarang ibu sudah ada di rumah sakit.

Me: Oke deh. Semangat yah cinta.

Anik: <3 u

Perutku keroncongan belum makan dari tadi siang. Aku tak melihat ada apapun di meja makan. Waduh. Alamat beli nasi goreng nih.

AKu lihat Mas Yogi sudah ada di ruang tamu ama Mbak Salsa. Mereka udah pake baju lagi. Mbak Salsa menatap ke arahku dengan pandangan penuh arti. Shit! Mengingat cara dia menatapku pas berhubungan intim jadi konak aku. Untuk menghindari hal yang nggak-nggak aku segera keluar.

"Arep nang endhi?(mau kemana)" tanya Mas Yogi.

"Beli nasi goreng mas," jawabku.

"Beliin kami juga dong. Mas juga belum makan."

"Oke, pedes nggak?"

"Pedes deh."

"Yog, kamu itu koq seenaknya sendiri nyuruh adikmu. Sesekali mbok ya kamu yang beliin!" kata Mbak Salsa.

"Hehehehe, lah itu kan gunanya adik," kata Mas Yogi.

"Pergi sana! Jangan susahin adikmu!" kata Mbak Salsa.

"Ya udah deh. Kamu tunggu di sini ya brother. Jaga itu bidadariku, awas kalo sampe lecet."

Aku mengangkat bahu.

"Duitnya?" tanya Mas Yogi.

"Aku belum ngambil duit mas, tadi kepengen ngambil dulu di ATM," jawabku.

"Yah, koq sama. Yawis aku ngambil ke ATM aja kalau gitu," kata Mas Yogi.

Dia lalu keluar rumah. Dan sudah pergi begitu saja dengan sepeda motornya. Aku lalu duduk di kursi sofa di ruang tamu.

"Enak dek colinya?" tanya Mbak Salsa.

Waduh...langsung menohok ini Mbak Salsa.

"Apaan sih mbak?"

"Udah deh, aku tahu koq kamu tadi ngintip kita, hihihihi."

"Sorry mbak, yang tadi,..."

"Nggak apa-apa, sante aja," ia mengedipkan matanya ke aku.

Waduh aku jadi konak nih. Aku berusaha menyembunyikan ini.

"Kenapa? Masih konak?" tanya Mbak Salsa.

"Nggak mbak,"

"Udah, kamu nggak usah malu. Kalau mau ngocok lagi ya sana ngocok."

"Ih, mbak deh, koq ngegodain aku? Sejak kapan sih gituan ama Mas Yogi?"

"Mau tahu apa emang mau tahu banget?"

"Kalau nggak mau jawab juga nggak apa-apa," kataku.

"Sudah setahun ini sih," mendengar jawabannya ini aku kaget. Setahun?

"Setahun ini mbak?"

Ia mengangguk.

"Koq bisa ya Mas Yogi dapetin mbak itu gimana ceritanya?"

"Panjang ceritanya, yang jelas Masmu itu orangnya asyik diajak ngobrol trus lucu."

Aku manggut-manggut. Tiba-tiba Mbak Salsa duduk di sampingku. Mau apa dia?

"Boleh mbak tanya sesuatu?"

"Apa mbak?"

"Udah punya pacar?"

"Udah."

"Ohh... cakep?"

"Cakep dong."

"Ngapain aja ama pacarmu?"

"Yahh..macem-macem mbak."

"Udah pernah ML?"

"Ih mbaknya koq menyelidik gitu?"

"Jadi belum ML nih ceritanya?"

Aku menggeleng.

"Masih perjaka dong."

Aku mengangguk.

"Mbak, minta tolong ama kamu boleh?"

"Apa mbak?"

"Mbak kepengen lihat otongmu."

"Ih, mbak ini apaan sih? Ntar kalau Mas Yogi lihat gimana?"

"Udah deh, Mas Yogi lama koq. Lagian aku tadi yang nyuruh dia pergi, ayolah bentar aja."

"Nggak deh mbak."

Aku mau beranjak.

"Ya udah deh, ntar aku bilang ke Masmu kalau kamu tadi ngintip kita."

"Waahh...jangan mbak! Jangan!" aku kembali duduk.

"Naah...boleh ya?"

Aku menghela nafas. Akhirnya entah kenapa mbak Salsa yang aku kenal ini sekarang menjadi binal. Ia mengelus-elus otongku dari luar celanaku. Tangannya lembut. Gila otongku langsung keras. ia membuka resleting celanaku dan menurunkannya. TUING!

"Kalian ini, kakak adek, sama-sama punya pusaka gedhe," kata Mbak Salsa. Otongku diremasnya. Ooohh...ini baru pertama kali otongku dipegang seperti ini.

"Mbak, katanya cuma dilihat? Udah mbak. Ntar kalau Mas Yogi tahu aku bisa digorok ama dia," kataku.

"Wistalah, awakmu menengo! (udahlah kamu diam aja)" kata Mbak Salsa. Ajaibnya aku menurut.

Mbak Salsa melakukan urutan-urutan ke batangku yang semakin mengeras itu. Begitu saja udah enak. Gila nih cewek. Jilbaban tapi binal banget. Dan gerakan selanjutnya aku tak pernah bayangkan sebelumnya. Di menjilati kepala pionku. Mateng aku. Langsung seluruh syarafku menyuruhku untuk menyerah. Dah, aku nggak kuat. Aku pasrah sekarang. Lidah Mbak Salsa menari-nari di lubang kencingku.

Aseeemm....Ia basahi otongku dengan lendirnya. Cewek ini berbahaya. Kalau dibiarkan aku bisa muncrat beneran ini.

"Rian, kamu perkasa banget," katanya sambil melirik ke arahku. Ia masukkan pionku ke mulutnya. Ini baru pertama aku dioral seorang cewek.

"Mbaak, jangan dong...hhmmfff...uuhhh..," keluhku.

Gimana ia bisa melakukan ini? Dia profesional banget ngulum penisku. Duh, mana sampe basah banget tuh otong dikulum. Plus dalem banget. Aku makin keenakan. Apalagi ia selusuri otongku sampai ke pangkalnya, lalu dihisapi bola-bolanya. Ahh....brengsek nih cewek.

"Kamu kalau mau grepe-grepe ke dadanya mbak nggak apa-apa koq," katanya.

Dia menaikkan bajunya dan kemudian meloloskan branya sehingga buah dadanya mencuat. Aku pun memegangnya. Gila, empuk banget, putingnya mengeras. Kepala mbak Salsa naik turun lagi. Aduh mas bro, kalau begini terus aku bisa muncrat nih. Dia ngisapnya gila nggak tanggung-tanggung kuat banget nyedotnya.

sllurrrupp! Clop clop clopp! sluurrruppp! clop clop clop!

"Mbak, aku nggak tahan mbak!" kataku. "Udah dong, mau muncrat ini!"

Tapi Mbak Salsa makin cepet. Aku makin keras meremas dadanya. Kakiku pun menegang. Dan CROOOOTTT! CROOOTT! CROOOTT! Aku keluar, aku keluar di mulut Mbak Salsa. Ahhh....banyak...aahhh....Mbak Salsa menampung semuanya. Uhh...ia jilati sisa-sisa spermaku.

Aku segera memasukkan kembali penisku setelah ia puas.

"Mbak Salsa ini keterlaluan," kataku.

"Tapi kamu suka kan? Buktinya sampai remas-remas dada mbak," kata Mbak Salsa.

"Nggak, itu tadi naluriah. Siapapun juga bakal melakukan hal yang sama," kataku.

"Hihihihi, manimu enak lho Rian. Mbak suka," katanya. "Lain kali mbak boleh ya minta lagi?"

"Nggak, aku sudah punya pacar mbak. Aku nggak mau mengkhianati pacarku," kataku.

Mbak Salsa hanya tersenyum. "Ya nggak apa-apa, mbak juga nggak maksa koq. Tapi mbak nanti bakal cerita lho ke Masmu."

Brengsek ini perempuan. Binal banget. AKu nggak nyangka Mbak Salsa bisa seperti ini sifatnya.

"Cerita aja deh, aku nggak takut," kataku.

"Termasuk aktivitas oral kita barusan?"

Aku menatap tajam matanya. Dia benar-benar ular. Aku sudah masuk ke perangkapnya. Apa yang harus aku lakukan? Ia mau menghancurkan hubungan kakak dan adik?

"Selama kamu nurutin mbak. Nggak masalah koq Rian," kata Mbak Salsa. "Kamu aman, kita aman. Kamu dan aku bisa melakukan ini kapan pun. Asal nggak ketahuan ama Masmu. OK?"

Aku menghela nafas. Menyerah. Dia terlalu licik. Brengsek. Ia tertawa sekarang. Tertawa jahat. Dari mana Mas Yogi kenal perempan brengsek kaya' gini?
 
BAB XI

Kamu Sedih Aku Sedih



Cinta adalah
bagaimana kamu bisa berbagi tawa dan kesedihan

Hari itu Anik menangis. Aku tak nganter dia karena dia ada di rumah sakit sejak tadi malam. UTS hari terakhir. Dan dia langsung meluk aku.

"Kenapa Nik? Kenapa?" tanyaku.

"Bapak...bapak.....bapak..," ia sesenggukan.

"Kenapa bapak?" tanyaku.

"Bapak hari ini udah tiada," tangisnya pecah.

Ia meluk aku erat.

"Bapak udah nggak ada Rian, Bapak udah nggak ada....huuaaaaaaa....," tangisnya menghebohkan teman-teman yang lain.

Semua anak-anak mencoba menenangkan dirinya. Walaupun tahu bapaknya meninggal kenapa ia masih masuk aja.

"Kenapa kamu masih masuk kalau bapakmu tiada?" tanyaku.

"Ini hari terakhir UTS, ibu suruh aku ke sini tadi, aku nggak boleh dapet nilai jelek gara-gara ini. Tapi... tapi... bapak Yan, bapak...huaaaa," tangisnya makin membuatku mengiba. Aku jadi ikut nangis. Duh air mataku juga tak bisa dibendung.

Setelah itu UTS itu jadi UTS yang memilukan. Guru menyuruh Anik untuk pulang tapi ia tak mau. Ia ingin menyelesaikan UTS hari ini. Gila ini anak. Dia ngerjain soal UTS itu sambil nangis. Aku jadi trenyuh. Aku juga seakan-akan bisa merasakan apa yang dia rasakan. Aku pun segera menyelesaikan UTS itu dan mengantarnya pulang.

Dengan gemetar tangan Anik mengumpulkan hasil jawaban UTS. Kulihat lembar jawabannya sampai basah oleh air matanya. Aku pegang tangannya. Dia menatapku. Aku memberi isyarat tak apa-apa. Ada aku. Aku akan bersedih kalau kamu bersedih. Kami segera keluar dari ruangan kelas itu dan pulang. Ia merangkulku. Mendekapku erat sambil nangis. Aku tak akan melupakan hari ini. Kuantar dia pulang ke rumah dalam keadaan seperti itu.

Sesampainya di rumah Anik aku pun ikut berkabung. Anik segera masuk ke dalam rumah sambil nangis. Tampak orang-orang sudah ada di sana semua. Termasuk ayahku. Mereka kemudian mengiringi jenazah untuk dimakamkan. Rupanya jenazah baru saja disholati, sekarang sedang diantar ke peraduan terakhir. Aku mengantar jenazah hingga ke kuburan. Aku pun membantu orang-orang untuk mengubur ayahnya Anik ini.

Selamat jalan Pak Abdul Karim. Aku janji akan menjaga Anik pak. Sebab aku sangat cinta kepada putri bapak itu. Entah kenapa, aku juga ikut sedih.

****

Malam minggu aku ke rumah Anik. Di sana sedang ada tahlilan. Yah, sambil ikutan tahlilan aku pun mencoba menghiburnya. Anik terpukul. Matanya masih bengkak karena menangis. Tapi aku tak melihat Rahma.

"Mbak Rahma kemana Nik?" tanyaku.

"Dia di kamar nggak keluar-keluar. Tampaknya ia lebih terpukul daripada aku, Yan," jawabnya.

"Oh, ya udah nggak usah diganggu. Toh nanti keluar sendiri," kataku.

"Sekarang bapak udah nggak ada Yan, padahal bapak baik banget ama kita."

"Aku belum pernah kehilangan orang Nik, jadi nggak tahu perasaanmu sekarang seperti apa. Tapi, aku ikut sedih Nik. Setiap tangisanmu aku bisa merasakannya. Sakit di sini," Aku memegang dadaku.

"Oh Rian...," ia memegang lenganku.

Iya, aku bisa merasakan kepedihan Anik hari itu. Pilu sekali. Minggu pagi pun aku sudah ada saja di rumahnya. Ia merasa senang aku temani. Paling tidak ia sudah bisa senyum. Aku menghiburnya dengan menceritakan kembali kenangan-kenangan masa kecil kita. Bagaimana kita semua pernah main di sawah. Numpang cikar sampai gerobak yang ditarik oleh sapi itu berguling karena masuk got. Untung kita semua nggak kenapa-napa. Ia sudah bisa tertawa.

"Mbak Rahma koq belum keluar?" tanyaku.

"Dia nggak mau keluar," jawabnya.

"Kamarnya dikunci?"

"Nggak koq. Kami bisa masuk, tapi dianya nggak mau keluar."

"Aku mau bicara ama dia. Mau menghibur dia," kataku.

"Yuk!"

Kami pun menuju ke kamarnya. Setelah di depan pintu kami diam. Anik mengetuk pintunya.

"Mbak? Mbak? Aku boleh masuk?" tanya Anik.

"Iya, masuk aja," jawabnya.

"Tapi aku ama Rian masuknya, nggak apa-apa?" tanya Anik.

"Sebentar!" katanya. Setelah tak ada jawaban selam kurang lebih satu menit, ia kemudian bersuara lagi. "Masuk aja!"

Aku dan Anik masuk ke kamarnya. Aku pernah masuk kamar Rahma waktu aku kecil. Tapi sekarang kondisi kamarnya sudah berubah. Jelas berubah. Dia udah gedhe. Aku juga penasaran bagaimana kamarnya Anik. Pasti nggak kalah jauh beda ama kakaknya.

Aku melihat Rahma ada di atas ranjang. Bersandar. Tatapannya kosong. Ia melihat ke arahku. Memaksakan senyum.

"Mbak Rahma koq nggak keluar?" tanyaku.

"Iya mbak, udah yuk keluar yuk!?" ajak Anik.

"Mbak kepengen sendiri Nik," jawabnya.

"Weeh...nggak boleh itu. Kami akan temeni, aku akan temani Mbak. Sampai mbak udah nggak sedih lagi. Udahlah mbak, ikhlaskan saja. Yang namanya hidup pasti ada kematian," kataku.

"Iya, Rian. Mbak udah tahu, mbak hanya masih shock. Padahal mbak belum ngasih bukti ke bapak bahwa mbak bisa sampai kuliah dengan dapetin beasiswa. Padahal mbak sudah janji akan bikin bapak bangga. Trus siapa sekarang yang bisa lihat mbak?" Rahma nangis lagi.

Ohh...jadi ini toh alasannya Rahma kerja keras banget selama ini. Bahkan ketika nilainya jelek (yah nggak jelek-jelek amat sih. Ia anggap nilai 80 itu jelek) ia nangis.

"Udah deh, gini aja. Kamu janji ama aku," kataku.

Rahma menoleh ke arahku. Pandangannya sekarang fokus.

"Janji apaan?"

"Kamu harus janji kepadaku dalam waktu 4 tahun kamu harus jadi dokter. Kamu katanya kepengen jadi dokter kan dulu?" tanyaku.

"I..itukan cuma cita-citaku waktu aku kecil, Yan," katanya.

"Nggak, aku ingin kamu janji. Kamu harus lulus dengan cumlaude, jadi dokter! Buat aku bangga!" kataku.

"Ah, kamu ngaco. Emangnya aku apamu?"

"Karena kamu adalah temanku, sahabatku, mbak juga sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri. Janjilah! Dan aku akan janji nyusul mbak. Aku nggak tahu nanti jadi apa, pokoknya aku juga bakal lulus jadi sarjana suatu saat nanti. Aku bakal nyusul mbak juga nanti," kataku.

"Dasar!" Rahma mulai tersenyum.

"Nah, gitu dong mbak, tersenyum," Anik tampak senang. "Kita hadapi bersama ya mbak."

Rahma mengangguk. Aku menghela nafas lega. Aku melihat dua orang ini berangkulan. Semoga mereka tabah terhadap ujian ini.
 
Kasian amat baru aja jadian udah kena cobaan berat, jd keinget almarhumah ibu ane kalo kayak gini
 
Siiip.......udh mlai aja skandal nya ne......rian mlah maen api sama si binal salsa......ckckckck.....
Abis ne ada kejutan apa lgi ya.....?
 
Perjanjiannya masih belum sebulan khan bro? Semoga ada perlawanan dari Anik dan Rian sehingga perjanjian konyol itu batal..
Melihat track record bro Acrzre.. Alamat alamat poligami lagi nih :haha: :bata:

Semoga tidak...
 
@chapista:
Sayangnya ane bakal ngecewain ente. Ini soalnya ane angkat dari kisah nyata. Dan sedih emang. Sorry ya. :)
 
Perjanjiannya masih belum sebulan khan bro? Semoga ada perlawanan dari Anik dan Rian sehingga perjanjian konyol itu batal..
Melihat track record bro Acrzre.. Alamat alamat poligami lagi nih :haha: :bata:

Semoga tidak...

setuju suhu, ane juga ngeliat gelagat kaya gitu deh...
hehehehe..
but, nice update gan chad..
 
Perjanjiannya masih belum sebulan khan bro? Semoga ada perlawanan dari Anik dan Rian sehingga perjanjian konyol itu batal..
Melihat track record bro Acrzre.. Alamat alamat poligami lagi nih :haha: :bata:

Semoga tidak...

setuju suhu, ane juga ngeliat gelagat kaya gitu deh...
hehehehe..
but, nice update gan Acrzre...
 
@chapista:
Sayangnya ane bakal ngecewain ente. Ini soalnya ane angkat dari kisah nyata. Dan sedih emang. Sorry ya. :)
Gitu ya? :bingung:
Oh iya.. Lupa aku, dari pertama khan ente bilang cerita kali ini lain daripada yang lain..
Tapi its ok.. Aku khan generasi penikmat :ha: jadi terserah TS mau dibawa ke mana nih kisah
 
Perasaan nubi mengatakan Anik akan menyerahkan Rian untuk kk nya :suhu:
 
enjoy ajalah. :)

aku nggak mau ngasih sopiler :p
 
BAB XII

Time's up!


Andai seorang manusia bisa mengembalikan waktu
Akan banyak yang akan dia lakukan untuk kebaikan

#Pov Anik#

Sebulan sudah perjanjian aku dengan Elok. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Waktuku sudah habis. Kenapa cepat sekali berlalu? Perjanjianku dengan Elok. Waktuku sudah habis. Sekarang saatnya aku harus memutuskan hubungan ini ama Rian. Apa yang harus aku lakukan?

"Rian, kita nggak masuk yuk hari ini," kataku ketika dibonceng Rian.

"Kenapa?" tanyanya.

"Udah deh, nggak usah masuk yuk," kataku.

"Kamu masih sedih soal ayahmu? Kan udah seminggu."

"Iya, tapi...bukan itu koq. Temenin aku Yan."

"Mau kemana?"

"Ke Gua Selomangleng aja."

Akhirnya kami berdua ke sana. Aku sengaja berbuat demikian agar tidak ketemu ama Elok. Setelah sampai kami jalan-jalan di sekitar tempat wisata ini. Aku dan Rian pun naik sampai ke puncak. Tempat di mana dia bilang suka ama aku. Berat hatiku kali ini.

"Kamu kenapa? Nggak apa-apa kan?" tanyanya.

"Rian, aku cintaaaaaa banget ama kamu," kataku sambil memegang pipinya.

"Aku tahu koq, Nik. Aku tahu."

"Aku nggak ingin kamu pergi, sungguh. Aku ingin kamu selalu di sisiku, selamanya."

"Aku juga."

"Terus terang, sekarang ini kamu adalah orang yang mau mengisi hari-hariku disaat bapak udah pergi. Kamu baik Rian. Kamu sangaaaat baik. Aku tak tahu apakah aku bisa membalas kebaikanmu ataukah tidak."

"Kamu tak perlu membalasnya, aku ikhlas koq Nik. Sangat ikhlas."

"Bukan itu masalahnya Rian. Aku...aku takut kehilangan kamu."

"Aku juga."

"Kamu tidak mengerti Rian," aku langsung berbalik kemudian duduk diatas sebuah batu. AKu tutup mukaku. Aku bingung mengatakannya.

"Kamu kenapa sih? Koq nggak jelas gitu. Kalau kamu punya perasaan ama aku, aku sudah tahu. AKu sudah tahu kamu suka ama aku, sudah tahu."

"Tapi, bukan itu maksudku," air mataku mengalir. Aku nggak kuat lagi.

"Katakan dong, kalau kamu tak bilang mana aku bisa tahu?"

Maafkan aku Rian, aku harus jujur.

"Begini....aku akan cerita dari awal.."

Aku pun menceritakan semuanya kepada Rian dengan air mata bercucuran. Aku bahkan tak berani menatap wajahnya. Aku jujur kepadanya. Aku jujur tentang perjanjianku dengan Elok. Aku menangis saat itu, menangis sejadi-jadinya. Aku tutupi wajahku. AKu tak mampu melihat Rian. Aku tak mampu.

Rian diam. Ia telah mendengarkan seluruh penjelasanku. Tapi kenapa diam? Ia marah? Ia pantas marah.

"Ayo, kita kembali!" katanya.

Eh? Aku menoleh ke arahnya. Ia sudah membelakangiku. Punggungnya menjauh dariku. Tidak, Rian...maafkan aku.

"Rian, maafin aku! Maafin aku Rian!" aku mengiba kepadanya.

"Sudahlah, ayo kita masuk sekolah!" katanya.

Akhirnya aku dibonceng lagi olehnya. Kembali ke sekolah kami. Walaupun terlambat aku tetap masuk kelas. Itu pun dengan ijin dari Guru BP. Rian beralasan bahwa ia masih menemaniku yang lagi shock. Akhirnya setelah tahu aku sedang menangis, mereka mengijinkanku masuk ke kelas. Tentu saja teman-teman di kelas kaget melihat aku dan Rian yang baru masuk. Untung saat itu sedang nggak ada guru. Aku langsung melabrak ke Elok sambil sesenggukan.

Aku gebrak mejanya. BRAK! Semua anak menoleh ke arahku.

"Puas kamu? Puas?? Kamu kalah! Kalau sampai nanti aku nggak lihat kamu nyium Pak Sapto awas kamu!" kataku sambil menangis.

Aku menoleh ke arah Rian. Ia tanpa ekspresi. Tak menoleh ke arahku sama sekali. Aku tahu sekarang hatinya pasti hancur. Maafkan aku Rian. Maafkan aku. Elok gemetar melihatku yang sedang emosi. Aku kembali ke mejaku dan langsung menutupi mukaku dengan lengan. Kutundukkan kepalaku di meja dan menangis. Tak ada yang berani menenangkanku. Biasanya Rian yang menenangkanku ketika aku menangis. Sekarang ia pasti membenciku. Ia pasti membenciku. Aku sudah berjanji kalau aku tobat dari kelakuanku, tapi aku mengkhianatinya.

****

Aku sudah kehilangan bapak. Sekarang aku kehilangan Rian. Elok benar-benar brengsek. Hari itu dia benar-benar mencium Pak Sapto di hadapan banyak orang. Sukses hari itu dia dijuluki lonte. Rasain. Dia mengaku kalah. Aku menang. Tapi di sisi lain, aku kalah. Kalah segala-galanya. Tapi inilah keputusanku. Aku sudah tahu segala resikonya. Ini adalah resikonya. Resiko yang harus aku pilih. Resiko yang sudah aku pilih untuk aku hadapi seumur hidupku.

Mulai saat itu Rian tidak lagi menyapaku. Melihatku saja tidak. Ia tidak lagi main ke rumahku seperti biasanya. BBM pun nggak pernah dibalas. Tiap hari aku mengirim pesan "Maafkan aku". Dia tak pernah membacanya. Entah berapa kali aku mengirimkannya pesan. Dia sekarang menjadi dingin kepadaku. Seolah-olah dia adalah pangeran dari negeri es.

Aku mengirimkan pesan ke BBM-nya, juga SMS kepadanya. Pesan yang sangat panjang.

"Rian. Maafkan perbuatanku ya. Aku tahu kamu pasti marah sama aku. Aku tahu sifatmu kalau sudah marah nggak bakal maafin orang itu. Aku tahu semuanya. Kan kita sudah sahabatan sejak lama.

Aku ingin jujur kepadamu. Aku ingin tumpahkan seluruhnya kepadamu. Kamu baca atau tidak itu terserah kamu. Aku tak pernah berharap pula pesan ini kamu baca. Karena sampai sekarang pun BBM-ku nggak pernah kamu baca.

Rian. Perasaanku jujur ama kamu. Aku beneran cinta ama kamu. Aku ingin bisa bersamamu. Aku jujur jatuh cinta kepadamu. Aku yang selama ini menaklukkan banyak laki-laki sekarang malah takluk kepadamu. Cara kamu menciumku, cara kamu memegang tanganku, cara kamu memperlakukanku. Semuanya. Itulah yang membuatku jatuh cinta kepadamu.

Rian, seandainya kamu bilang kepadaku sejak awal. Sejak dulu. Mungkin sekarang kita sudah jadi sepasang kekasih. Mungkin sekarang kita tak akan seperti ini. Aku hanya ingin pacaran dengan satu orang lelaki. Yaitu kamu. Aku sudah bersumpah, aku sudah bertekad. Aku tak akan menyerahkan diriku ke lelaki manapun. Aku akan menunggumu Rian. Aku akan menunggumu. Walaupun sakit diriku. Walaupun lama. Aku tetap berharap kepadamu. Aku bersumpah tidak akan menikahi laki-laki manapun. Aku hanya ingin kamu. Aku hanya ingin kamu. Beratkah permintaanku ini bagimu?

Rian. Jangan pergi. Tolong Rian, jangan pergi. Maafkan aku Rian. Rian....."

Setelah mengirim pesan panjang itu, aku menangis. Kamarku sekarang berisi aura kesedihan. Aura kesedihan seorang Anik. Yang menyesal terhadap apa yang telah dilakukannya. Inilah hukumanku. Setelah itu, aku jauh dari Rian. Jauuuuhhh sekali.

Apalagi setelah kenaikan kelas. Ia masuk ke IPS, sedangkan aku ke IPA. Dia tidak lagi peduli kepadaku. Walaupun kami berpapasan, tapi menoleh kepadaku saja tidak. Sebegitu bencinyakah dia kepadaku?

Rian tak pernah datang lagi ke rumahku. Mbak Rahma sudah kuliah. Aku sendirian sekarang. Di rumah hanya ditemani ibu. Kadang aku sendiri karena ibu pergi mencari nafkah untuk kami. Aku termenung di dalam kamarku. Kupandangi foto Rian yang ada di laptopku. Kuusap-usap foto itu. Aku masih ingat bagaimana dia menciumku. Aku tak akan pernah melupakannya. Rianku. Engkaulah pangeranku, cintaku, kekasihku. Maafkan aku Rian.

#Pov Rian

Sungguh hatiku terkoyak mendengar pengakuan Anik. Teganya dia melakukan itu. Dan kenapa dia mengingkari janjinya. Kenapa aku yang jadi targetnya. Hari itu setelah kami kembali ke sekolah, dia melabrak Elok. Dan hari itu Elok dipermalukan dengan mencium Pak Sapto satpam sekolah.

Aku benci sekarang ama Anik. Pupus sudah harapanku kepadanya. Cinta yang selama ini aku berikan. Sayang yang selama ini aku berikan. Entah kenapa aku tak mau lagi melihat dia. Aku tak mau lagi menegur dia. Entah dia nangis, entah ia tersenyum aku tak pernah lagi peduli. Semenjak itu, aku menempuh jalur lain. Kalau dulu aku berjuang agar bisa masuk IPA. Sekarang aku ingin ke tujuanku sendiri ke IPS.

Naik ke kelas 3 aku pun masuk IPS. Berpisah dengan Anik. Aku tahu dia berkali-kali mengirimkan BBM bahkan ada SMS dari dia. Tapi aku tak pernah membacanya. Bahkan aku pun membuang nomorku. Kujual ponselku. Dia tak tahu lagi nomorku sekarang. Aku benci ama dia. Aku tak memaafkan dia.

Mas Yogi sampai heran kenapa aku melakukan itu. Aku hanya bilang "Bukan urusan mas". Ibu juga heran dengan sikapku yang tiba-tiba memutuskan Anik. Anik, apakah engkau hanya sebuah pelangi? Yang hanya muncul sesaat setelah hujan reda? Padahal harapanku kepadamu ibarat bintang di langit. Mungkin kita nggak berjodoh Nik. Aku tak memaafkan dosamu ini. Sakit rasanya Nik, sakiiit.

Kabar terakhir, Mbak Rahma mendapatkan beasiswanya dan sekarang sudah kuliah. Entah si Anik. Aku tak peduli lagi kepadanya. Sudah kering air mataku untuknya. Andai ia tahu perasaanku kepadanya. Sesungguhnya aku pun berkorban untuk Anik. Kalau aku tak berpisah dengannya ia pasti akan disuruh mencium Pak Sapto itu. Satpam tua yang kumisnya lebar dan mata keranjang ke anak-anak sekolah. Aku tak mau dia menciumnya, maka aku pun berkorban untuk itu. APalagi cinta adalah pengorbanan.

Namun karena itu pula aku benci kepadanya. Benci dan cinta. Bedanya emang tipis. Tapi aku lebih memilih benci ama dia. Toh sampai sekarang aku masih kuat. Aku bisa berdiri sendiri. Aku bisa berjalan sendiri tanpa dia. Menikmati waktu-waktuku sendiri.

Tapi...tidak lama.
 
BAB XIII

Ular Berbisa



Ketika sang ular sudah mematuk korbannya
Maka tinggal menunggu waktu baginya untuk menelan korbannya hidup-hidup

#Pov Rian#

"Rian?!" aku kenal suara itu Mbak Salsa. Ngapain dia di sini?

"Ada apa mbak? Cari Mas Yogi?" tanyaku.

"Nggaklah, aku kepengen nyari kamu koq," jawabnya.

Bapak, ibu ama Mas Yogi sedang ke rumah kerabat karena ada acara ngunduh mantu. Mereka ke Madiun selama dua hari.

"Aku tahu koq kamu di rumah sendirian, makanya aku ke sini," katanya. "Nggak boleh ya?"

AKu tak menjawab. Ngapain si binal ini ke sini?

"Kalau aku tak bolehin kamu toh tetep bakal masuk juga," kataku ketus.

"Hehehehe, makasih," katanya.

Aku duduk di sofa ruang tamu. Tampak Mbak Salsa duduk juga. Dan hei, dia ngelepas jilbabnya. Aku baru tahu kalau rambutnya berombak dan disemir merah. Bajunya memakai kemeja kotak-kotak dan jeans ketat. Aku tak tahu apa maksudnya dengan mencari aku.

"Ada urusan apa mbak?"

Tiba-tiba dia berdiri dan langsung nemplok di sebelahku.

"Rian, kamu jahat ya? Masa' sama aku begitu?"

"Mbak, jangan mbak! Udahlah, aku sudah melupakan yang kemarin itu. Jangan begini. Mbak ini punyanya Mas Yogi. Aku nggak mau mbak."

"Aku dengar kamu sudah putus sama pacarmu. Artinya kamu sendiri kan? Ya kaaan?"

"Iya, tapi bukan berarti aku juga mau sama mbak," aku menyingkirkan tangannya yang menggelayut ke lenganku.

"Riaannn..." katanya manja.

"Pergi mbak, atau aku akan ngusir mbak," kataku.

"Ngusir aku, yang benar aja Rian. Kamu nggak takut ama masmu? Berani nyakitin pacarnya yang tercinta ini?" katanya dengan menjulurkan lidahnya ke aku. Ini sih dia levelnya sudah lonte lagi bukan lagi wanita baik-baik. Sepertinya Mas Yogi ini salah milih cewek.

"Keluar mbak! Keluar!" bentakku.

"Halah Rian, kamu ini lho dikasih enak nggak mau. Ya sudah deh, aku kelar tapi buka baju ya," katanya.

Ia membuka kancing kemejanya satu per satu, setelah itu dia melepaskan kemejanya dan disobek. Lalu dibuang ke lantai. Salsa sekarang hanya memakai bra berwarna putih. Dia berdiri sekarang.

"Kalau aku keluar begini gimana, Rian?" tanyanya. "Apalagi kalau aku sambil teriak minta tolong. Kira-kira mereka akan beranggapan apa? Cewek seksi sedang diperkosa oleh seorang cowok SMA. Mungkin besok akan jadi headline koran."

"Mbak, udah. OKe aku menyerah, maumu apa?" tanyaku sambil menelan ludah.

"Kamu kan masih perjaka. Gimana kalau kita begituan di sini? Mumpung sepi," katanya.

"Ini gila! AKU nggak mau."

"Oke, aku akan keluar..."

"Baiklah baik! Aku akan menurut."

"Naah, begitu dong. Ayo sayang kita ke kamarmu. Aku kepengen menghabiskan isi kantongmu itu," Salsa maju dan langsung meremas buah zakarku.

Aku digeretnya. Menuju ke kamarku. Langsung saja aku diserang olehnya. Bibirku diciumi dihisap.

"Balas dong Rian, masa' aku aja yang pasif? Aku buka semua bajumu yah?"

Aku tak menjawab. Kaosku diangkatnya. Celanaku pun di lepaskannya. Salsa juga membuka seluruh bajunya. Kini ia telanjang. Aku juga telanjang. Ia merangkulku. Badannya sintal, bener-bener seksi. Wajarlah penisku langsung berdiri. Toh aku tahan juga percuma.

"Wuiiih...udah berdiri aja, kamu terangsang ya?" Salsa bicara seperti itu sambil mengocoknya. Punyaku tiba-tiba ditarik. Aku jadi tertatih-tatih berjalan menurut kepadanya hingga Salsa merebahkan diri di atas ranjangku. Penisku ditarik hingga aku terus menurut saja. Kini penisku ada di depan mulutnya. Ia menciumi batangnya.

"Mbak, jangan lakukan ini ya, kumohon!" kataku.

Kepala pionku dijilatinya. Wanita binal ini menggelitiki penisku. Aku pun geli geli sedap. Sialan aku tak bisa melawan. Nafsuku sudah ada diubun-ubun. Aku juga bisa nafsu ama cewek ini. Ya udah deh. Udah terlanjur basah. Aku nikmati saja. Salsa dengan ganas kemudian mengulum penisku. Awwww...gila ini cewek profesional banget. Aku ragu cewek ini cuma beginian ama Mas Yogi. Yang seperti ini sudah terlalu pro, jam terbangnya tinggi.

"Rian, ciumi memekku dong. Jilat kek," katanya.

Aku menurut. Kurebahkan diriku dalam posisi 69, Posisinya aku ada di atas dan Salsa ada di bawah. Kulihat permukaan vaginanya. Ada bulu-bulu yang mulai tumbuh. Bulunya halus. Ini pertama kalinya aku melihat memek seorang cewek. Bibirnya merah ada sebuah lipatan di bibirnya itu. Di sekitarnya warnanya coklat kehitaman. Tapi bentuknya tembem. Ujung memek itu ada sebuah tonjolan kecil seperti kutil. Nggak deh, aku nggak mau.

"Riaann...ayo dong!" kata Salsa. Ia sampai menaikkan pantatnya.

Akhirnya aku pun menjulurkan lidahku. Menyapu bibir memeknya.

"Aahhh...iya...begitu. Terus Rian!" katanya.

Aku menjilati, setiap bagian memeknya. Menjilatinya sampai beberapa cairan keluar dan mengenai lidahku. Rasanya asem, kecut, asin. Bau memeknya memang menggiurkan dan menyebabkan birahi. Aaarrgghhh...fuuuccckk! Persetan. Mas Yogi, maaf ya. Aku terpaksa. Segera deh, kulumat memek itu. Aku praktekkan seperti yang aku lihat di film bokep.

"Aoohhh....hhmmmhhh...Iya Rian begitu...hhmmm...sluurrrrppp!" Salsa menikmati penisku dengan mengulumnya dan aku mengkobel memeknya dengan lidahku.

Cukup lama aku menjilati memeknya, mengkobel memeknya. kujilati juga klitorisnya. Entah berapa kali dia keluar. Ia pun sampai minta ampun agar memasukkan penisku ke miliknya. Akhirnya aku pun ada di atasnya.

"Mbak Salsa, aku kepengen ngentot ama mbak," kataku.

"Iya Rian, masukin aja!" katanya.

Aku menciumi dadanya dulu. Putingnya yang menonjol itu aku hisap.

"Aahh...Rian...hmmmmhh...Ohhhkkkk!" Ia tersentak ketika batang pionku sudah melesak ke dalam memeknya. Ini pertama kalinya penisku masuk ke memek seorang cewek. Hangat. Nikmat. Seperti inikah rasanya masuk ke kemaluan wanita? Punaku seperti disedot-sedot. Gila memeknya ini, enak banget.

"Enak Rian? Legit?" tanya Salsa. "Goyang aja! Aku tahu koq nanti kamu bakal cepat keluar. Maklum perjaka. Hehehehe."

Dan memang benar, aku goyang sedikit saja. Aku sudah merasakan gelombang kenikmatan yang tak penah aku rasakan sebelumnya. Enak banget. Seperti inikah rasanya bercinta? Dan beneran. Aku baru menggoyang beberapa saat saja udah mau klimaks.

"Nah...kan...udah keras banget ini mau ngecrot. Crotin aja di dalem RIan. Ayo!" kata Salsa.

AKu makin cepat menggenjotnya, bersamaan itu aku menghisap puting susunya. Gesekan kulit kemaluan kami menyebabkan rasanya nikmat tak terkira dan...jebol juga pertahananku. Kuhujamkan sedalam-dalamnya kemaluanku. Milyaran sel sperma membasahi rahim milik Salsa. Dia juga mengeluh, sepertinya ia juga orgasme. Aku lalu memeluk tubuhnya.

"Enak ya Rian?" tanyanya.

Aku mengangguk.

"Istirahat dulu aja, habis ini kita lanjutin lagi yah? AKu belum puas soalnya," kata Salsa.

Salsa si binal. Awal mula aku melihat dia sebagai seorang cewek yang anggun. Cantik, badannya seksi, walaupun pakai kerudung aku tak menyangka kalau ternyata ia sebinal ini. Aku selalu menghormati cewek-cewek yang berkerudung. Seperti Anik dan Rahma, aku menghormati mereka. Aku kira semua cewek berkerudung seperti mereka. Tapi aku salah.

Yang satu ini ular berbisa. Dia benar-benar sudah mematukku. Aku tak bisa lari lagi sekarang. Aku sudah terlanjur basah ngentot ama dia. Maafkan aku Mas Yogi. Cewek ini nggak bakal berhenti sampai memeknya puas.

Istirahat? Nggak, dasar wanita jalang. Kamu kepingin muasin memekmu bukan? Aku akan buat memekmu ngilu.

Aku memanggutnya. Satu-satunya biar aku bisa menyetubuhinya lagi adalah aku tak boleh mikirin dia sebagai Salsa. Dan lucunya adalah aku menganggap wanita ini adalah Anik. Aku tak boleh melihat matanya. Nggak boleh. Aku panggut bibirnya. Setelah itu aku ciumi lehernya.

"Ahhh..Rian, kamu masih mau? Ahh....!" desahnya.

Anik, aku bisa rasakan tubuhmu. Dadamu. Aku hisap putingmu Nik. Sluuurrpp....

"Aaahh....Riaaan....enak ....teruss...ssshhh...!"

Aku gelitiki dengan lidahku. Kusedot-sedot. Bibirku sudah ke perutnya, lalu ke pinggang. Kuselusuri tubuhnya bagian samping. Lalu ke atas, ke sebelah ketiak. Kemudian aku berlutut. Kubalikkan tubuhnya, Pionku masih mengeras, belum loyo.

"Rian...mau doggy style ya? Ayo...nih....sodok pantat mbak!"

Kupejamkan mataku, ini adalah pantat Anik. Aku usap-usap pantatnya sebentar. Kuarahkan pionku di lubangnya yang sudah becek oleh cairanku tadi. SLEBBB! Kusodok dengan tiba-tiba.

"Ahhhk...pelan-pelan sayang....ahhh..awwww...mau main kasar rupanya. Ayo deh...ahhh....ahhh...ahhh."

Pantatku bergoyang lagi. Nik, rasanya nikmat banget. Anikku....ahh....kugoyang pantatku terus dan terus. Aku masih membayangkan Anik. Makin lama aku bayangkan kenapa aku jadi sedih? Kenapa aku makin sedih? Tak terasa air mataku keluar. Tapi yang di bawah sana aku masih saja nyodok. Ini adalah teraneh dalam hidupku. Aku sedang ngentot ama si Ular ini sambil aku bayangin Anik tapi air mataku keluar.

"Kamu ingin dipuaskan bukan? Aku akan buat tulangmu rontok hari ini!" kataku kepada Salsa.

"Ayo Rian, buat tulangku rontok," kata Salsa.

Hari itu seharian aku terus ngentot ama dia bahkan aku tak berikan waktu istirahat untuk Salsa. Semuanya karena Anik. Aku bayangkan senyumannya. Aku bayangkan dirinya. Aneh. Sangat aneh. Si Ular sudah terkapar. Ia menyerah. Bercinta selama lima jam tanpa henti, bukan saja aku yang capek. Dia juga capek pasti. Dia lebih banyak keluarnya daripada aku.

Setelah bercinta hebat itu. Aku paksakan diri untuk bangun dan mengguyur tubuhku dengan air di kamar mandi.

Apakah aku masih cinta ama Anik? Nggak. Aku nggak maafin dia. Dia sudah menghancurkan hatiku. Tapi, makin banyak aku bilang nggak maafin dia perasaanku makin hancur. Aku makin ingat ama dia. Dan kenapa si Ular ini bisa ada di tengah kami. Mulai saat itulah, aku melihat semua wanita berkerudung itu tak seperti Anik dan Rahma. Kesalahan terbesarku adalah aku harus menyerah kepada keadaan. Dan hal ini membuat semuanya hancur berantakan.

#Pov Anik#

Rian? Dia manggil aku? Rian. Aku tahu kamu manggil aku. Walaupun aku tidak dengar aku bisa merasakannya. Kamu masih mencintaiku bukan?

Dadaku tiba-tiba berdebar kencang. Seperti ada sesuatu yang menyentuhnya. Lagi. Dentumannya makin keras. Aneh. Aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya.

DEG! Ini bukan asmaku, beda. Aku seperti disentuh. Lagi dan lagi. Aku tahu, kamu manggil aku bukan, Rian? Aku lihat ponselku. Aku ciumi fotonya. Aku menyesal Rian, aku menyesal. DEG! Nah kan. Lagi. Aku yakin sekarang ini kamu manggil namaku. Kamu ingat aku.

(bersambung....)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd