Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG (Copas + Remake) Serial Pendekar Rajawali Sakti Episode 3

Status
Please reply by conversation.
Weitt episod 3 lapak baru tohh, mantap Nisanak :jempol:
 
Terakhir diubah:
Dalam keremangan bias cahaya rembulan, sepasang jemari lentik gadis itu mulai merangkul kepala Rangga. Dinginnya udara malam pun, kian membuat gairahnya mulai bangkit perlahan-lahan. Bibir ranum yang merah merekah indah itu juga, mulai tampak bergerak pelan. Menyusuri celah-celah bibir pemuda idamannya itu, bergerak menyapu dan memagutnya dengan mesra.

“Slurrppp…, cup…, cup,,,. Slurrppphhhh…,” desah suara mesra dari kecipak ke dua bibir yang tengah saling beradu.

Sedangkan Rangga yang memang sama sekali masih mentah dalam hal bercumbu dan bercinta, masih terlihat pasif. Pemuda tampan itu hanya bisa balas memagut saja tanpa berbuat hal lain lagi, namun lambat laun dirinya juga mulai merasakan panas dingin. Bulu kuduknya pun mulai terasa berdiri, manakala di rasakannya bibir gadis itu mulai merambat turun ke leher. Tubuhnya semakin gemetar bagaikan terkena setrum, ketika di rasakannya, rasa hangat, lembut, dan basah. Dari sapuan lidah gadis cantik itu yang terasa mulai bergerak menyapu bagian lehernya. Suara-suara jangkrik yang terdengar saling bersahutan, memenuhi seluruh penjuru hutan. Seolah menjadi saksi bisu, percumbuan ke dua pendekar muda dan gagah itu. Setelah puas bermain-main dengan leher Rangga, kali ini gadis itu bergerak pelan mendorong tubuh pemuda tampan tersebut dari atas tubuhnya. Ke duanya kini dalam posisi duduk berhadap-hadapan, dengan jarak yang begitu sangat dekat sekali. Bagian atas pakaian gadis itu juga terlihat sudah melorot turun, hingga memperlihatkan perutnya yang putih mulus, dan ramping tanpa lemak. Sementara kondisi Rangga juga tak jauh berbeda, rompi putihnya sudah terlihat tergeletak tidak jauh dari tempat ke duanya duduk. Dadanya yang bidang dan kekar, di tambah tonjolan otot-otot perutnya yang bersembulan. Membuat gadis mana pun akan terpesona, dan kagum jika melihatnya. Dalam keremangan cahaya rembulan malam itu, raut wajah Saka Lintang juga mulai tampak menyemburat merah. Saat sepasang matanya memandang lekat, bentuk tubuh pemuda idamannya itu. Terbesit rasa syukur dan kagum dalam diri gadis itu, karena dialah yang beruntung menjadi kekasihnya. Lalu perlahan lahan gadis itu mulai kembali bergerak maju, dan mendudukkan pinggulnya yang montok dan padat di atas paha Rangga. Hingga kejadian di sebuah sungai di Bukit Tengkorak setahun yang lalu, kini kembali terulang lagi malam itu. Dalam keremangan cahaya malam, terlihat jelas sepasang buntalan padat yang membusung indah di dada gadis itu. Yang kini tepat terpampang di hadapan wajah Rangga. Sepasang buah dada yang berukuran cukup besar, namun terlihat mancung dan kencang, berdiri indah menantang. Meski pun gadis itu sudah tidak suci lagi, namun bentuk buah dadanya masih terlihat indah, sekal, padat dan mancung. Karena Saka Lintang memang rajin dan mahir merawat bagian-bagian tubuhnya, terutama di bagian vagina. Pemuda tampan itu hanya bisa menelan ludah sesaat, menyaksikkan keindahan yang terpampang di hadapan wajahnya itu. Tubuhnya pun semakin terlihat bergetar hebat, di barengi dengan mulai menggeliatnya batang penisnya yang berukuran cukup besar dan panjang. Berdenyut-denyut dan meronta-ronta, di balik celana pangsinya yang berwarna putih itu. Sepasang buntalan kenyal dan padat di dada gadis itu, seolah-olah sedang menggodanya. Memamerkan kulitnya yang putih mulus bagaikan sutra, di hiasi dengan sepasang puting mungil yang berwarna merah jambu. Yang juga terlihat telah berdiri tegak dan kaku, mencuat dan menantang dengan indahnya.

“Kakang?.” bisik gadis itu dengan suara pelan dan merdu di telinga Rangga.

“I…, iya..,” sahut Rangga masih terlihat gugup.

“Hisap ya?.” bisik Saka Lintang lagi mesra.

“I…, iya…,” sahut Rangga lagi dengan gugup.

Pelan-pelan gadis itu mulai menekan wajah Rangga ke buah dadanya yang mancung dan tegak itu, Rangga pun menyambut dengan mulai menguakkan mulutnya selebar mungkin. Dan perlahan-lahan bagian puncak buah dada gadis itu mulai masuk ke dalam mulut pemuda tampan itu. Rasa hangat yang seketika menjalari putingnya, membuat tubuh gadis itu langsung menggeliat erotis. Bibirnya yang ranum dan merah itu pun, terlihat mulai mendesah dengan suaranya yang terdengar mesra. Hingga memenuhi seluruh ruangan gua itu.

“Auwww…, Kakangngng…, Sshhh…,” desah gadis itu lirih.

Tubuhnya bergetar hebat, lalu meliuk-liuk seperti orang kegelian. Puncak putingnya yang tegak dan kaku itu semakin bertambah mengeras saja, manakala mulut Rangga mencaplok dan menyedot-nyedotnya dengan gemas.

“Auwww…, pelan-pelan Kakangngng…, Sshhh…, oohhh…,” desis gadis itu, dengan ulut memekik lirih.

Rangga yang baru pertama kali merasakan mengulum puting susu seorang gadis, bagaikan mendapatkan mainan baru saja layaknya. Rasa enak yang di rasakan lidahnya dari buntalan daging yang membusung padat itu, sampai membuat dirinya mabuk kepayang. Dengan gemas mulutnya terus saja bergerak liar, menyedot kuat-kuat puting kecil mungil gadis cantik itu. Bagaikan seorang bayi saja layaknya tingkah laku pemuda tampan itu, sementara Saka Lintang yang tengah memandangnya hanya terlihat tersenyum manis. Gadis itu maklum karena kekasihnya itu masih polos dan lugu, makanya masih tidak bisa mengendalikan diri dalam hal bercinta. Sorot matanya juga terlihat tajam akibat di permainkan nafsu birahi yang terasa semakin kian bergejolak itu. Sekian lamanya pemuda tampan itu asyik menyusu pada buah dada kekasihnya yang sebelah kiri, bahkan sesekali juga mulutnya terlihat berpindah ke bagian kanan dada gadis cantik itu. Hingga lama kelamaan puting kecil yang ranum dan tampak tegak mengacung itu, kini terlihat sudah basah kuyup oleh lumuran ludah pemuda tampan itu. Sedangkan ke dua tangan gadis itu tak henti-hentinya memeluk kepala Rangga dan meremas rambut pemuda tampan itu kuat-kuat. Gelinjang tubuhnya yang kian hebat itujuga, seolah menandakkan jika dirinya sepertinya sudah tak kuat lagi menahan napsu birahinya, karena di bawah sana belahan celah mungil vaginanya juga semakin berkedut-kedut gatal.

“Kakangngng…, oocchhh…, enaakk…, teruss Kakangngng…, oocchhh…, hhmm…,” rintih gadis itu sambil terus menggeliat-geliatkan tubuhnya.

Rintihan mesra yang terdengar merdu itu seolah menikmati gejolak birahi yang semakin memuncak itu, sampai akhirnya gadis cantik itu pun tak bisa menahannya lagi. Deru nafasnya terlihat semakin memburu, karena hawa nafsunya yang semakin memuncak. Sementara desahan Rangga sendiri tidak kalah hebatnya, pemuda tampan itu juga ikut merasakan apa yang kekasihnya rasakan. Benisnya semakin kaku dan keras, berdenyut-denyut hingga menimbulkan rasa nikmat yang tiada tara. Sampai akhirnya, dengan lembut dan pelan. Gadis itu segera mendorong kepala Rangga dari dadanya. Ke duanya kembali saling berpandangan satu sama lain, dengan deru nafas yang sama-sama terlihat mulai terdengar ter engah-engah satu sama lain.

“Kau can…, cantik sekali Lintang.” ucap Rangga dengan suara pelan dan agak tertahan.

“Kakang juga tampan.” sahut gadis itu tak kalah mesranya.

Wajahnya yang cantik jelita kian semakin sedap di pandang mata, karena pada saat itu di ke dua pipinya yang ranum juga terlihat menyemburat merah, menahan malu. Sedangkan ke dua tangannya yang lentik itu, mulai bergerak terulur ke depan. Dan mendarat tepat di pinggang pemuda tampan itu, di bagian kiri dan kanan. Rangga yang merasakan jemari-jemari lentik kekasihnya itu mulai bergerak pelan melorotkan celana pangsinya, merasakan jantungnya semakin berdebar-debar.

“Inikah yang di rasakan Ibu dulu?, senikmat inikah kenikmatan yang Ibu terima saat di tindih oleh Iblis Lembah Tengkorak dulu?.” gumam Rangga dalam hati.

Benak pemuda tampan itu terus di penuhi berbagai macam tanda tanya, hingga tak sadar dia pun kembali teringat peristiwa memalukan setahun yang silam. Peristiwa di mana dia yang saat itu masih seorang bocah, dan belum mengerti apa-apa. Harus menahan diri menyaksikkan tubuh Ibunya yang meliuk-liuk kenikmatan, di bawah dekapan tubuh Geti Ireng atau Iblis Lembah Tengkorak. Yang telah tewas di tangannya setahun yang silam. Namun seketika lamunannya langsung buyar, begitu mendengar gumaman gadis cantik di hadapannya yang terdengar seperti orang kaget.

“Dewata yang agung, be…, besar sekali punyamu Kakang?. ucap gadis itu memecah lamunan Rangga.

Sepasang matanya yang lentik dan indah, begitu terpukau pada batang penis pemuda tampan itu. Lalu perlahan-lahan pula jemarinya yang halus mulai menggapai pakaiannya sendiri dan melorotkannya dari tubuhnya.

“Glek…,” gumam Rangga dengan pandangan kagum.

Kali ini giliran pemuda tampan itu yang di buat takjub, melihat keindahan dan kemulusan tubuh kekasihnya yang tanpa cacat itu. Vaginanya yang mungil, dan di tumbuhi bulu berbentuk segitiga di bagian atas. Terlihat begitu indah di pandang mata. Tubuh Rangga pun semakin panas dingin saja di buatnya, ketika dengan gerakkan yang amat lembut. Di rasakannya jemari halus gadis itu mulai mendorong lembut, dan memaksanya agar berbaring dalam posisi terlentang. Lalu perlahan-lahan pula, di rasakan lagi tubuh kekasihnya itu mulai merangkak naik ke atas tubuhnya. Dalam posisi kepalanya berada di selangkangan Rangga, sedangkan sepasang pahanya yang mulus dan gempal, terlihat menjepit dan menindih dada pemuda tampan itu. Sepasang mata Rangga pun langsung di buat melotot, saat memandang buah pantat kekasihnya yang besar dan kenyal. Indah, bahenol, dan menggairahkan. Sedangkan di bagian ke dua paha mulus gadis itu, sebuah lubang berwarna merah jambu, dari sebuah celah vagina yang baru pertama kali di lihatnya itu. Kini tampak terpampang jelas sekali olehnya. Belum usai kekaguman pemuda tampan itu, terhadap daerah intim kekasihnya. Tubuhnya kembali di buat tersentak kaget, begitu merasakan rasa hangat dan geli di bagian batang penisnya. Yang ternyata kini mulai terlihat di jilati oleh lidah gadis cantik itu. Sedangkan pantat besar dan kenyal yang berada di hadapan wajahnya, kini trlihat mulai mundur pelan-pelan mendekat ke wajahnya, lalu bergerak menekan setelah posisinya pas berada di atas mulut pemuda tampan itu. Hingga Rangga pun sempat kelabakan sesaat, karena tak bisa bernafas.

“humpfhhh…,”

“Jilat Kakang, hisap lubangnya.” kata gadis itu dengan suara serak, menahan napsu birahi.

Tak lama setelah pemuda tampan itu mulai bisa bernafas lagi, dirinya mulai mencoba mengikuti arahan kekasihnya itu. Mulutnya yang nyungsep di belahan vagina hangat itu, kini perlahan-lahan mulai merasakan rasa asin dan gurih. Sedangkan di bawah sana, kepala gadis cantik itu juga terlihat mulai kembali mendekat pada batang penis kekasihnya, yang berada di antara kedua paha Rangga. Dan tepat terpampang di hadapan wajah gadis itu.

“Humph…, slurrppp…, slurrppp…,” erang Rangga sambil mencengkram dan meremas buah pantat kekasihnya, hingga meninggalkan bercak merah.

“Uuggh…, slurrppp…, slurrppp…, Eenggh…,” rintih gadis itu tak kalah mesranya.

Mulutnya yang mungil mulai terlihat terbuka, dan mengulum kepala penis pemuda tampan itu. Lalu kembali bergerak turun dan menelan batangnya hingga masuk ke dalam mulutnya yang mungil. Lalu sambil menggoyangkan pinggulnya, karena menahan rasa geli dan nikmat di bagian lubang vaginanya yang tengah di jilat dan di hisap-hisap oleh Rangga. Saka Lintang pun mulai menaik turunkan mulutnya juga pelan-pelan, mengulum batang penis yang kini mulai meluncur keluar masuk tenggorokannya.


“Hmmhhh…, slurrppp…, slurrppp…, nyaammm…,” desah gadis itu pelan.

“Haappp…, slurrppp…, slurrppp…, nyoottt…, nyoottt…,” rintih Rangga terdengar saling sahut bersahutan.

Suara kecipak lidah yang tengah bermain-main di belahan vagina mungilnya, membuat tubuh gadis itu terus menjerit-jerit, dalam posisi mulut yang tetap tersumpal batang penis kekasihnya. Sehinga suara erangan, baik Rangga mau pun Saka Lintang tak begitu jelas kedengarannya. Yang di rasakkan hanyalah rasa nikmat yang sama-sama melanda kemaluan mereka masing-masing. Gerakan dan gelinjangan tubuhnya, yang juga terlihat bergerak semakin erotis itu, seolah menikmati senti demi senti jilatan lidah kasap pemuda tampan itu pada liang vaginanya. Tubuhnya pun semakin bergetar kian hebat, memaksa untuk menuntaskan gairah nafsunya yang begitu menggebu-gebu. Bagian lubang vaginanya terus berkedut-kedut mesra, merasakkan kenikmatan mulut pemuda tampan itu. Sapuan dan jilatan lidah itu begitu liar dan buas, mencelup dan mengubek-ngubek liang vaginanya yang hangat dan mulai basah. Sampai akhirnya dirinyatak kuat lagi menahan kenikmatan yang tiada taranya itu.

“Aaaaah…, slurppp…, Ooooh…, Kakangngngfphh…, ampuuuuunhpfhh…, slurppp…, slurppp…,”

Dalam hitungan detik, tubuh gadis itu kembali bergetar hebat. Puncak orgasmenya pun datang dengan cepat. Mulutnya yang tengah tersumpal batang penis itu pun, langsung melakukkan gerakkan menyedot kuat-kuat. Di barengi dengan pinggulnya yang bergerak semakin menekan ke bawah, menggencet mulut kekasihnya. Vaginanya yang berkedut hebat, langsung melelehkan cairah kental putih. Saat merasakkan sedotan mulut pemuda itu, seakan-akan ingin mengunyah bibir vaginanya. Keadaan yang sama juga di alami oleh Rangga, batang penisnya yang di sedot kuat-kuat oleh mulut gadis itu. Mulai berkedut-kedut hebat, lalu menyemprotkan cairan putih kental yang sangat banyak. Hingga sebagian terlihat menetes, di sela-sela bibir kekasihnya. Tubuh ke dua insan yang berlainan jenis itu pun langsung sama-sama merasakana lemas satu sama lain. Kenikmatan yang mereka peroleh, dari hasi oral seks itu. Membuat tenaga ke duanya seperti habis. Lalu perlahan-lahan, tubuh gadis itu pun mulai kembali bergerak melorot. Dan berputar kembali, sambil merebahkan kepalanya di dada bidang pemuda tampan itu. Bibirnya yang ranum dan mungil, masih terlihat nakal. Bergerak menjulurkan lidahnya, untuk menelan dan membersihkan sisa-sisa carian lendir putih yang terlihat belepotan di sela-sela mulutnya. Sepasang matanya yang bulat dan indah, memandang sayu pada wajah Rangga. Yang juga terlihat terbaring kelelahan itu.

“Hhh…, Kakang hebat sekali, aku benar-benar kagum.” ucap gadis itu terdengar mesra, sambil tangan kanannya membelai-belai pipi kanan pemuda tampan itu.

“Hosshhh…, hosshhh…, kau juga hebat Lintang, benar-benar luar biasa.” sahut Rangga sambil tersenyum manis.

Ke duanya benar-benar merasakan kepuasan yang luar biasa dari hasil saling menjilati kemaluan masing-masing itu. Rasa letih dan lelah akibat seharian tadi berjalan jauh, di tambah melakukkan oral seks tadi. Membuat ke dua insan berlainan jenis itu, lambat laun mulai tertidur lelap. Dalam posisi tubuh Saka Lintang, merebahkan kepalanya di dada Rangga.

***

Pagi-pagi buta, setelah selesai mandi bersama dan berendam untuk sekedar membersihkan badan di sungai. Rangga dan Saka Lintang pun, mulai kembali melanjutkan perjalanan. Sepasang pendekar muda dan gagah itu, mulai terlihat kembali melangkah pelan menyusuri jalan setapak. Yang di bagian samping dan kanannya, terlihat di tumbuhi semak-semak belukar yang lebat. Lambat laun langkah kedua insan yang berlainan jenis itu pun kian semakin jauh saja, menyusuri hulu sungai yang airnya bersih dan jernih, lalu merambat naik ke perbukitan yang luas dan menghijau indah di pandang mata. Dan kembali memasuki sebuah hutan yang lain, yang juga terlihat masih asri pemandangannya, dan udaranya juga sejuk dan segar. Di sepanjang perjalan itu, ke duanya terlihat diam tanpa bicara. Seolah tengah sibuk dengan pikirannya masing-masing. Namun raut wajah Saka Lintang tampak terlihat begitu senang, rasa lelah yang melanda tubuhnya juga seolah tidak di rasakannya lagi. Bahkan sesekali pula sebelah matanya yang indah itu, sempat melirik sedikit pada wajah pemuda tampan yang berjalan di sampingnya itu. Dan ketika kebetulan ke duanya saling berpandangan, maka mereka pun langsung saling melemparkan senyum yang teramat manis satu sama lain. Ke duanya terus melangkah pelan, menyusuri jalan setapak yang berumput tebal serta hutan-hutan lebat yang asri dan sejuk udaranya itu.

***

Sementara itu Di Bukit Batok, matahari terlihat sudah mulai membumbung tinggi di angkasa, cahayanya yang berwarna kuning keemasan pun mulai berpijar terang menyinari seluruh alam mayapada. Di sebuah jalan setapak berbatu, yang menghubungkan jalur menuju ke puncak Bukit itu. Terlihat dua ekor kuda hitam yang tampak berlari pelan menuruni lereng Bukit itu. Dua orang penunggangnya adalah seorang pemuda berkulit sawo matang, dan seorang gadis berkulit hitam manis. Yang tak lain adalah Sepasang Walet Merah, atau Wulandari dan Jaka Kelana. Ke dua insan berlainan jenis itu terus memacu kudanya masing-masing, menuruni lereng Bukit itu. Namun tiba-tiba saja gadis berkulit hitam manis di sebelah Jaka Kelana terlihat mulai memperlambat lari laju kudanya ketika mereka berdua mulai mencapai kaki bukit.

“Kenapa memperlambat langkah Wulan?, bukankah lebih baik kalau kita percepat saja perjalanan kita meninggalkan bukit ini?.” ucap Jaka tiba-tiba.

“Untuk apa Kakang?, toh tidak ada yang sedang kita buru juga kan?.” sahut gadis di sampingnya itu pelan.

Pemuda berkulit sawo matang itu terlihat diam sebentar, memang Benar apa yang di katakan oleh Wulan. Mereka berdua memang tidak sedang memburu seseorang. Jadi untuk apa harus buru-buru?, dan lagi dengan berjalan santai seperti ini. Justru perjalanan mereka berdua tidak akan menarik perhatian orang lain.

“Kau tahu Wulan, semalaman aku terus berpikir keras.” kata pemuda berkulit sawo matang itu memecah keheningan di antara mereka.

“Tentang apa?” tanya Wulan dengan pandangan bingung.

“Tentang Cupu Manik Tunjung Biru.” sahut Jaka pelan.

“Memangnya apa yang kau pikirkan dari benda itu Kakang?.” ucap gadis itu tak habis mengerti.

“Aku pikir apa tidak sebaiknya kita mencari keterangan tentang benda itu?.” terang pemuda berkulit sawo matang itu.

“Maksud Kakang?.” sahut Wulan, balik bertanya.

“Yaaah, kita harus tahu jenis benda apa, untuk apa, dan kenapa orang-orang sampai menginginkannya?. Karena tidak mungkin mereka berani mempertaruhkan nyawa untuk sebuah benda, kalau benda itu tidak bermanfaat sama sekali.” Kata pemuda berkulit sawo matang itu mengemukakan pikirannya pada Wulan.

“Bukankah semalam Si Gila Jubah Hitam sudah mengatakan, kalau benda itu merupakan benda pusaka. Dan sudah barang tentu pasti banyak kegunaannya Kakang.” sahut Wulan menimpali ucapan pemuda di sampingnya.

“Iya, tapi apakah kau tahu bentuk benda itu seperti apa?” tanya Jaka cepat.

“Kakang ini aneh, kalau aku tahu, kau juga pasti tahu Kakang.” jawab gadis itu pelan.

“Iya juga ya, aneh. Kita sendiri tidak tahu, tapi justru orang-orang malah menyangka lain.” ucap pemuda berkulit sawo matang itu dengan mulut setengah bergumam.

“Itulah hidup Kakang, sulit di mengerti.” sahut Wulan sambil kembali menggebah kudanya.

Mereka pun langsung tertawa terbahak-bahak, tapi tidak tahu apa yang di tertawakan. Namun mendadak saja tawa sepasang pendekar muda itu langsung berhenti seketika, dan dengan cepat juga ke duanya langsung menarik tali kekang kudanya masing-masing. Ketika melihat secercah sinar keemasan, tampak meluncur deras ke arah mereka berdua.

“Awas Kakang Jaka…,” teriak Wulan tiba-tiba.

Dengan sigapnya Jaka pun langsung melompat dari kudanya, lalu melesat ke udara sambil bersalto dua kali. Sehingga sinar keemasan Itu hanya lewat di bawah kakinya, namun sinar itu juga hampir saja menyambar tubuh Wulan jika gadis itu tak kalah sigapnya dengan Jaka. Dia juga ikut melompat cepat dari kudanya, bersamaan dengan lewatnya sinar kuning keemasan itu di bawah kedua kakinya. Sepasang Walet Merah itu kini terlihat mendarat dengan manis di atas tanah dan berdiri tegak berdampingan. Hampir bersamaan pula mereka berdua langsung mencabut tombak yang ke dua ujungnya bermata tajam, begitu dua berkas sinar keemasan terlihat meluncur kembali dengan deras ke arah mereka. Dengan sigap dan gesit, Jaka dan Wulan pun langsung menggerakkan tongkatnya. Begitu dua sinar keemasan itu hampir menyentuh tubuh mereka masing-masing.

Wuussshhhh…,

Trak…, Trak…,

Dua sinar itu pun langsung meluruk ke tanah, dan tampak sebentuk bunga anggrek yang terbuat dari bahan logam keemasan. Terlihat menggeletak di ujung kaki ke dua pendekar muda itu. Wulan pun langsung melotot begitu melihat bentuk senjata itu.

“Dia lagi.” desis gadis berkulit hitam manis itu pelan, begitu mengenali senjata yang tengah tergolek di dekat kakinya itu.

Baru saja kata-kata Wulandari selesai, sebuah bayangan tampak berkelebat keluar dari balik pohon rimbun yang berada tidak jauh dari belakang mereka. Bayangan itu melesat dan melompat, lalu berputar di udara melewati bagian atas kepala Wulan dan Jaka. Lalu mendarat dengan manis di tanah, sejauh tiga batang tombak di hadapan ke dua insan yang berjuluk Sepasang Walet Merah itu. Ternyata dia adalah seorang wanita cantik yang mengenakan baju berwarna kuning keemasan, pada bagian rambutnya yang panjang dan terkepang. Tampak terselip sebuah bunga anggrek yang berwarna kuning emas. Wanita itu tersenyum manis pada Wulan dan Jaka. Di kalangan rimba persilatan, dia di kenal dengan julukkan Dewi Anggrek Emas. Bahkan pada salah satu tangannya juga terlihat menggenggam setangkai bunga anggrek yang sangat besar, wanita itu berdiri tegak dan acuh. Sengaja menghadang jalan Jaka dan Wulan.

“Akhirnya kita bisa bertemu lagi di sini Sepasang Walet Merah.” ucap wanita itu dengan suara terdengar lembut mempesona, bahkan ke dua matanya yang bulat dan indah itu juga. Tidak lepas menatap wajah Jaka.

“Apa yang kau inginkan Dewi Anggrek Emas?, kenapa kau menghadang perjalanan kami?" tanya Wulan dengan sikap ketus, dia begitu benci sekali saat melihat pandangan mata wanita itu terhadap Jaka.

“Sepuluh tahun tidak bertemu dengan kalian, rasanya aku rindu sekali, terutama pada dia. Apakah perasaanmu juga sama sepertiku Jaka?.” kata Dewi Anggrek Emas pelan, tidak menghiraukan pertanyaan Wulan.

“Tentu saja aku juga rindu padamu Dewi.” sahut Jaka cepat.

“Kakang…,” bentak Wulan kesal.

Jaka yang mendengar bentakkan itu, hanya terlihat menatap adik angkatnya yang kelihatan sewot, pemuda berkulit sawo matang itu paham betul kalau Wulan memang membenci wanita yang berjuluk Dewi Anggrek Emas itu. Rasa benci itu memang dapat di maklumi, sebab meski pun Dewi Anggrek Emas memiliki wajah yang cantik dan bentuk tubuh yang juga indah di pandang mata. Namun tingkah lakunya selama ini terkenal begitu liar, bahkan segala macam cara selalu dia gunakan untuk menjerat pemuda-pemuda tampan untuk sekedar memuaskan nafsu birahinya. Usut punya usut, ternyata wanita itu juga sampai sekarang masih di buat penasaran. Karena sampai saat ini dirinya belum bisa menundukkan Jaka. Hatinya pun merasa belum puas, kalau pemuda itu belum tunduk di bawah kakinya. Hanya saja yang menjadi halangan utamanya adalah Wulandari.

“Dewi Anggrek Emas, kalau kau tidak ada keperluan penting. Sebaiknya segera angkat kaki dari hadapan kami.” bentak gadis berkulit hitam manis itu penuh kebencian.

“Hihihi…, jangan galak-galak dong. Justru aku datang ke sini memang sengaja untuk mencari kalian.” sahut Dewi Anggrek Emas, sambil tertawa cekikkan.

“Jangan bersilat lidah di hadapanku, tujuanmu pasti sama seperti yang lain. Menyangka kalau kami memiliki benda keparat itu.” dengus Wulan semakin di bakar kemarahan.

“Nah, itu tahu. Sekarang sebaiknya kalian serahkan saja benda pusaka itu padaku, bukankah dengan demikian kalian berdua juga akan selamat?” kata Dewi Anggrek Emas, sambil mengerling genit pada Jaka.

“Kamu itu memang sudah benar-benar tuli ya?, bukankah sudah berapa kali kami katakana, kalau kami berdua tidak tahu di mana benda itu. Jelas?.” sentak gadis berkulit hitam manis itu dengan suara lantang.

“Apa benar begitu Jaka?.” tanya wanita itu Emas dengan suara di buat
selembut mungkin.

“Mungkin.” sahut pemuda berkulit sawo matang itu sambil mengangkat bahunya, dia memang senang membuat wanita itu jadi penasaran.

Pemuda berkulit sawo matang itu telah tahu betul kalau Dewi Anggrek Emas selalu menginginkan dirinya, makanya setiap kali bertemu dia selalu mempermainkannya dengan halus.

“Dan itu berarti benda pusaka itu ada pada kalian bukan?’’ tanya Dewi Anggrek Emas lagi cepat.

“Tanyakan saja sendiri pada dia.” kata Jaka sambil menunjuk gadis berkulit hitam manis di sampingnya dengan tolehan kepala.

Wulan yang mendengar kata-kata itu pun langsung jadi gemas seketika, apa lagi saat dia melihat sikap kakak angkatnya yang seperti memberi angin pada wanita liar itu. Rasanya ingin sekali gadis itu memaki-maki dan menjewer pemuda berkulit sawo matang itu, namun saat ini bukanlah waktu yang tepat. Hatinya semakin jadi tambah geregetan, saat melihat Jaka hanya tersenyum-senyum saja. Bahkan di tangan pemuda itu juga sudah tidak lagi tergenggam tombak bermata dua. Karena senjata andalan mereka berdua itu sejak tadi sudah di selipkan di pinggangnya.

“Kalau benar benda itu ada padaku, kau mau apa hah?.” tantang Wulan gemas.

“Hm…,” sahut Dewi Anggrek Emas hanya terdengar menggumam tak jelas.

“Dasar Nenek jelek, ayo kalau berani. Rebut benda pusaka itu dari tanganku.” teriak gadis berkulit hitam manis itu mengejek.

“Kurang ajar, ku robek mulutmu gadis busuk.” geram Dewi Anggrek Emas murka.

Wajah dan telinganya seketika langsung merah padam saat itu juga, ketika mendengar dia di panggil nenek jelek oleh Wulan. Secepat kilat Dewi Anggrek Emas pun langsung melompat, sambil mengibaskan bunga anggrek raksasa yang menjadi senjata andalannya. Sedangkan Wulan yang memang sudah muak sejak dari tadi, hanya terlihat menggeser kakinya ke samping. Lalu dengan cepatnya pula langsung dia gerakan tombak bermata dua di tangan kanannya ke arah atas kepalanya.

“Heeaaa…,”

“Hih…,”

Trang…,

Dua senjata ampuh itu pun langsung beradu dengan sangat keras, hingga menimbulkan pijaran bunga api yang memercik indah. Dewi Anggrek Emas yang melihat serangan pertamanya gagal, dengan lincahnya langsung segera melentingkan tubuhnya. Dan berputar satu kali di udara, tanpa menjejak tanah lebih dulu. Lalu dengan cepatnya kembali meluncur deras menyerang gadis itu dari atas. Wulan yang melihat hal itu, dengan cepat dan sigap langsung segera memutar tombak pendeknya. Hingga senjata andalannya itu seolah-olah menjadi paying, yang memayungi kepalanya dari gempuran serangan lawan. Namun tanpa di duga sama sekali, Dewi Anggrek Emas justru malah bergerak mengegos ke samping, lalu dengan cepat kakinya terlihat melayang deras menuju iga lawan.

Wuussshhhh…,

“Ih…,” keluh Wulan tersentak.

Buru-buru sebelah tangannya dia gerakkan untuk menangkis kaki yang mengarah ke iganya itu, sambil sedikit memiringkan tubuhnya ke samping. Dewi Anggrek Emas yang melihat hal itu, tidak mau mengambil resiko. Dengan cepatnya wanita itu pun langsung menarik kakinya kembali, dan langsung kembali di jejakkan di tanah. Namun baru saja kakinya sampai di tanah, terlihat Wulan sudah bergerak cepat menyerangnya dengan satu tombak yang mengarah ke dada wanita itu. Tidak ada pilihan lain bagi Dewi Anggrek Emas, dengan sigap dia tangkis tombak pendek itu dengan senjatanya yang berbentuk bunga anggrek raksasa.

Trang…,

Kembali dua senjata ampuh itu saling beradu dengan keras, dan seketika itu juga gadis berkulit hitam manis itu merasakan sebelah tangannya seperti kesemutan. Maka dengan Bergegas, langsung dia tarik pulang senjatanya. Dewi Anggrek Emas juga merasakan hal yang sama, jari-jari tangannya di rasakan menjadi kaku seketika. Bahkan. Hampir saja senjatanya lepas kalau tidak segera dia pindahkan ke tangan kirinya. Pertarungan yang baru berlangsung dua jurus itu, ternyata mendapat perhatian serius dari Jaka. Diam-diam pemuda itu merasa kagum dan bangga, melihat kemajuan adik Angkatnya. Dua kali adu senjata tadi, dua kali pula Wulan hampir melontarkan senjata lawan. Kelihatannya selama sepuluh tahun ini, kepandaian Dewi Anggrek Emas malah tidak mengalami perubahan. Baru dua jurus saja, Jaka sudah bisa menilainya.

“Kenapa malah berhenti, takut?.” ejek Wulan sambil mencibir sinis.

“Cuih…, sepuluh orang sepertimu aku tidak akan mundur sedikit pun.” dengus Dewi Anggrek Emas, sambil meludah ke samping.

“Kalau begitu ayo buktikan, terimalah jurus ‘Mata Geledek’ ku ini wanita jalang.” geram gadis berkulit hitam manis itu tiba-tiba.

Selesai berkata demikian, Wulan pun langsung terlihat menggerakkan ke dua kakinya. Menyusur tanah dengan cepat, sambil tombaknya dia bolak-balik dengan cepat ke depan. Dua ujung tombak yang bermata tajam itu terlihat mengarah ke dada lawan. Dewi Anggrek Emas pun segera menyambut serangan yang di lancarkan gadis itu, dengan jurus ‘Anggrek Maut’. Tubuhnya saat itu terlihat berputar-putar bagai baling-baling, dan meliuk-liuk bagai karet.

“Lihat kaki keparat…,” teriak Wulan keras dan tiba-tiba.

Secepat itu pula ujung tombaknya dia arahkan mengibas ke kaki lawan, Dewi Anggrek Emas yang melihat hal itu, dengan sigap langsung segera menggeser kakinya dari tanah. Namun ternyata dia malah terpedaya, karena serangan Wulan yang terlihat mengarah ke kakinya itu. Ternyata hanya tipuan saja. Sedangkan dalam waktu yang hamper bersamaan, kaki kanannya naik dengan cepat dan bergerak menyambar pinggang wanita itu.

“Setan alas…,” dengus wanita berjuluk Dewi Anggrek Emas itu kaget.

Dengan cepatnya dia pun langsung mengarahkan senjatanya untuk melindungi pinggangnya, dari terjangan sepakkan kaki lawan. Tapi lagi-lagi malah tertipu, karena ternyata kaki Wulan tidak sampai menyambar pinggang. Justru pada saat kaki gadis berkulit hitam manis itu bergerak, Wulan juga membarenginya dengan memutar tombaknya ke arah atas. Kali ini wanita itu tidak bisa lagi mengelak, saat tombak itu bergerak sangat cepat menyambar ke lehernya. Mau tidak mau Dewi Anggrek Emas pun langsung menangkis dengan tangan kirinya yang masih bebas.

“Hih…,”

Sreettt…,

“Akh…,” wanita itu memekik tertahan.

Lalu dengan cepatnya melompat mundur sejauh dua batang tombak ke belakang, tangan kirinya terlihat sobek cukup lebar. Darah segar pun mulai mengucur deras membasahi lengannya. Tak menunggu lama, dengan cepat dia pun langsung segera menotok jalan darah di tangan kiinya yang terluka itu. Hingga sekejap saja darah pun mulai berhenti mengalir, sepasang matanya pun terlihat menatap penuh dendam pada wajah Wulan.

***

Sementara itu kabar tentang keberadaan pusaka Cupu Manik Tunjung biru, kian semakin menyebar luas saja. Seperti halnya yang terjadi di sebuah desa, yang bernama Desa Dongdot. Jarak desa itu memang yang paling dekat dengan Bukit Batok. Dan di sebuah jalan utama yang terhubung ke kaki bukit, terdapat sebuah kedai makan yang ukup besar. Kedai yang tadinya terlihat biasa-biasa saja itu juga, kini terlihat ramai di kunjungi oleh para pendekar dari berbagai aliran. Kedatangan mereka semua itu juga tak lain dan tak bukan, hanya untuk sekedar mencari kebenaran tentang kabar benda pusaka yang kini tengah jadi rebutan itu. Berbagai tokoh kalangan rimba persilatan, mulai dari yang tua dan yang muda. Tumpah ruah di kedai itu, tak seorang pun yang tahu pasti kebenaran tentang benda pusaka itu. Di mana dan apa benar keberadaannya.

“Aku masih merasa ragu Kakang.” kata seorang lelaki muda yang bibirnya agak dower.

“Tentang apa?.” sahut lelaki berperut buncit, yang terlihat duduk santai di sebelahnya.

“Cupu Manik Tunjung Biru, apa benda pusaka itu benar-benar ada?.” ucap lelaki berbibir dower itu lagi, dengan suara pelan setengah berbisik.

“Apa kau belum mendengar kabar, tentang sepasang pendekar muda yang berjuluk Sepasang Walet Merah?.” kata lelaki berperut buncit sambil bertanya balik.

“Sepasang Walet Merah?.” sahut lelaki muda berbibir dower, mengulang ucapan temannya tadi.

Ke dua orang itu memang sama-sama seorang pendekar rimba persilatan, dan ke duanya berada pada golongan putih. Yang mempunyai bibir dower bernama Suteja, sedangkan temannya yang berperut buncit itu biasa di panggil Lengkeng.

“Benar, kabar terakhir yang aku dengar. Benda pusaka itu berada di tangan mereka berdua.” ucap lelaki berperut buncit itu menerangkan.

“Kalau begitu tunggu apa lagi? Sebaiknya kita sambangi saja Sepasang Walet Merah sekarang juga.” kata lelaki berbibir dower itu lagi, dengan semangat berapi-api.

“Iya, tapi sebaiknya kita mengisi perut dulu yang kenyang, sebelum melanjutkan perjalanan.” kata lelaki berperut buncit itu lagi cepat.

Keduanya terus terlihat asyik bercengkrama, sambil sesekali pula menyantap makanan yang terhidang di meja yang berada di hadapannya. Keramaian kedai itu kian bertambah riuh dan bising, oleh suara-suara tokoh pendekar. Baik dari kaum golongan hitam mau pun golongan putih. Mereka semua terlihat asyik berbicara, dengan temannya masing-masing. Namun mendadak saja suara-suara riuh itu mulai berhenti, ketika dari arah luar kedai itu. Terlihat seorang pemuda tampan yang mengenakan rompi berwarna putih, tampak berjalan santai menghampiri kedai itu. Sementara di sampingnya, terlihat pula seorang gadis cantik yang mengenakan pakaian berwarna biru ketat. Hingga membuat lekuk-lekuk tubuhnya, terlihat indah di pandang mata. Gadis itu tampak melenggang santai, mengiringi pemuda tampan di sampingnya.

“Sepertinya saingan baru lagi buat kita.” ucap salah seorang lelaki yang duduk di sebelah pojok.

“Maksudmu?.” tanya temannya yang terlihat asyik minum arak.

“Lihat tuh di luar, aku yakin sepasang pendekar muda itu tentu maksudnya sama seperti kita. Memburu Cupu Manik Tunjung Biru.” kata lelaki itu lagi dengan suara pelan.

Seketika pandangan para pengunjung kedai itu pun langsung tertuju pada pemuda tampan dan seorang gadis cantik, yang terlihat acuh dan terus melangkah masuk ke dalam kedai. Pemuda tampan dan seorang gadis cantik, yang tak lain adalah Rangga dan Saka Lintang. Terus terlihat melangkah hingga ke tengah ruangan kedai. Setelah ke duanya duduk di sebuah bangku yang di hadapannya terdapat meja kosong, Rangga dan Saka Lintang pun langsung memesan makanan dan seguci arak. Setelah makanan yang mereka pesan telah tiba, ke duanya langsung menyantapnya dengan lahap. Sementara matahari kian semakin bertambah tinggi saja, hingga sinarnya yang panas terasa bagaikan menyengat kulit.

***

Kembali ke Bukit Batok, saat itu Dewi Anggrek Emas terlihat memandang sengit pada Wulan. Giginya pun terlihat terkatup rapat, dengan geraham yang bergemeletuk menahan geram. Dirinya hampir tidak percaya, kalau gadis berkulit hitam manis itu memperoleh kemajuan yang begitu pesat. Jurus-jurusnya juga kini semakin berbahaya saja, bahkan gerakannya juga terlihat sangat cepat dan lincah. Serta sukar di duga arah dan tujuannya.
Sementara Jaka yang sejak tadi hanya mengawasi saja, terlihat tersenyum-senyum saat melihat wanita berjuluk Dewi Anggrek Emas mendapat luka. Pemuda berkulit sawo matang itu langsung mengacungkan ibu jarinya, saat Wulan menoleh dengan bibirnya yang tersenyum manis.

“Jangan besar kepala dulu Wulan, aku belum kalah.” desis wanita itu dengan hati agak dongkol.

“Kau ingin adu kesaktian rupanya?, ayo tunjukkan semua ilmumu padaku.” ucap Wulan menantang wanita itu.

“Bersiaplah setan cilik, terima jurus 'Anggrek Seribu' ku.” kata Dewi Anggrek Emas dengan suara lantang.

Setelah berkata demikian, wanita itu terlihat memasukkan senjata bunga anggrek raksasanya ke balik ikat pinggang. Kemudian dia rentangkan ke dua belah tangannya ke samping, sambil menjerit melengking tinggi. Lalu secara cepat dan tiba-tiba ke dua tangannya mulai bergerak ke depan, hingga terlihat benda-benda yang memancarkan sinar keemasan yang langsung bertebaran dengan derasnya ke arah wanita berkulit hitam manis itu.

Wuussshhhh…,

“Hait…,”

“Hup…,”

“Hup…,”

Wulan yang melihat serangan itu, seketika langsung berjumpalitan menghindari serbuan anggrek emas yang di lontarkan oleh wanita yang berjuluk Dewi Anggrek Emas itu. Senjata yang berbentuk bunga anggrek berwarna emas itu, datang bagaikan curah hujan yang tumpah dari langit. Begitu derasnya lesatan senjata-senjata itu, sehingga Wulan pun terlihat mulai agak kerepotan menghindarinya.

“Hup…,”

“Heeaaa…,”

Trang…, trang…, trang…,

Beberapa kali pula tombak bermata dua di tangan gadis itu, terlihat beradu menahan serangan anggrek-anggrek emas yang datang tanpa henti-henti itu. Bahkan kini Dewi Anggrek Emas juga mulai terlihat menggerakkan kakinya dengan cepat, seolah-olah ingin memutari tubuh gadis berkulit hitam manis itu. Wulan yang melihat pola serangan cepat dan membingungkan itu langsung segera tanggap, maka tanpa membuang-buang waktu lagi, gadis itu pun langsung memutar-mutar tombak bermata dua di tangannya itu bagaikan sebuah baling-baling saja layaknya. Dewi Anggrek Emas yang melihat gerakan lawan, menjadi sangat terkejut sekali, karena kini tubuh gadis yang menjadi lawannya itu. Mendadak seperti hilang di balik gulungan sinar keperakan, yang terlihat berputar-putar dengan kecepatan bagaikan kilat. Dengan hati panas serta di liputi oleh rasa penasaran yang tinggi, wanita berjuluk Dewi Anggrek Emas itu pun semakin mempercepat gerakannya. Sambil kemudian di susul dengan melontarkan senjata andalannya ke arah gadis berkulit hitam manis itu.

“Hih…,”

“Hap…,”

Trang…, trang…, trang…, trang…,

“Habiskan semua senjatamu itu Nenek Sihir jelek,” teriak Wulan mengejek, sambil terus memutar-mutar tongkat bermata dua di tangannya.

“Phuih…, setan keparat.” sahut wanita itu dengan hati semakin geram saja mendengar ejekan yang di lontarkan gadis itu.

Wanita itu pun semakin bergerak cepat bergerak memutari tubuh Wulan, senjata anggreknya terlihat ikut menyebar pula dari segala penjuru arah. Namun sampai sejauh itu belum ada satu pun yang dapat menembus benteng pertahanan Wulan. Sinar keperakan yang menyelimuti tubuh gadis itu, begitu sulit untuk di tembus. Dewi Anggrek Emas pun semakin di buat geram melihatnya, lalu tiba-tiba tubuh wanita itu terlihat bergerak cepat melompat tinggi ke udara. Sedangkan tangan kanannya ikut bergerak cepat pula melontarkan senjata andalannya dari udara.

“Hup…,”

“Hiyaattt…,”

Wuuttt…, wuuttt…, wuuttt…,

“Sial.” dengus Wulan sempat terkejut dengan perubahan serangan yang tiba-tiba di lakukan lawan.

Anggrek-anggrek emas yang terlihat berhamburan dari udara itu, dating dengan sangat cepat dari atas kepalanya.Wulan yang melihat hal itu pun, memang tidak mungkin lagi bisa merubah pertahanannya. Bagian atas gadis itu memang lowong, dan tidak ada pilihan lain bagi dirinya. Dengan cepat dia pun segera menjatuhkan diri dan bergulingan beberapa kali di tanah. Sehingga Anggrek-anggrek emas yang tengah meluruk deras itu pun hanya menancap di tanah, beberapa jengkal saja jaraknya dari tubuh gadis itu.

“Mampus kau setan keparat.” jerit Dewi Anggrek Eas tiba-tiba.

Setelah selesai berkata demikian, tubuh wanita itu dengan cepatnya tampak meluruk ke bawah, sambil tidak henti-hentinya melontarkan Senjata andalannya. Bahkan senjata itu seperti punya mata saja layaknya, karena benda itu terus mengejar tubuh gadis berkulit hitam manis itu. Ke mana saja tubuh Wulan menghindar, pasti senjata-senjata tersebut akan mengejarnya. Sehingga gadis itu tidak punya kesempatan lagi untuk menggunakan tombaknya.

“Jangan panik Wulan, Pakai ujung tombakmu lalu pinjam tenaganya.” Teriak Jaka tiba-tiba, dengan suara keras menggelegar.

“Baik Kakang, hup…,” balas gadis berkulit hitam manis itu cepat.

Lalu dengan gerakkan gesit dan cepat, Wulan pun langsung segera menekan ujung tombaknya ke tanah. Tepat ketika sepasang matanya melihat sebuah senjata, yang meluncur deras ke arah tubuhnya. Lalu dengan lincahnya pula gadis itu segera membalikkan tombaknya, sehingga sebelah ujung tombak di tangannya itu pun. Langsung menutuk senjata bunga anggrek yang meluncur deras ke arah tubuhnya itu. Kemudian dengan meminjam tenaga dari tongkatnya, tubuh gadis berkulit hitam manis itu langsung melompat lincah ke udara.

“Dasar curang.” rungut Dewi Anggrek Emas, mendumel kesal.

Sementara tubuh Wulan sendiri, kini telah kembali mendarat dengan manis di tanah. Senjata tombak bermata dua yang berada dalam genggaman tangan kanannya, terlihat kembali menyilang di depan dadanya. Sesaat gadis berkulit hitam manis itu juga sempat memberikan kerlingan mata yang genit pada Jaka, yang kemudian di balas pemuda berkulit sawo matang itu, dengan senyuman manis. Sedangkan Dewi Anggrek Emas malah terlihat bersungut-sungut saja, setelah melihat lawannya mampu menandingi jurus ‘Anggrek Seribu’ nya. Tanpa mengalami luka sedikit pun.

“Jangan suka ikut campur Jaka, hadapi aku kalau kau memang ingin ikut bertarung.” bentak wanita berjuluk Dewi Anggrek Emas itu sengit.

“Kalahkan saja dulu adikku, kalau kau ingin bertarung denganku.” Balas Jaka dengan tenang dan lembut, menyahuti.

Namun rupanya kelembutan suara pemuda berkulit sawo matang itu, justru malah terdengar menyakitkan di telinga Dewi Anggrek Emas. Karena jelas sekali kalau kata-kata yang di ucapkan tenang itu, mengandung nada ejekan serta meremehkan dirinya. Sehingga hati wanita itu kian semakin dongkol saja di buatnya.

“Kenapa malah diam Nenek Sihir?, apa kau sudah menyerah?.” ucap Wulan, ikut memanas-manasi hati lawannya.

“Phuih…, baik. Tapi ingat, jangan salahkan aku kalau adikmu yang masih bau kencur ini ku buat menjadi mayat.” balas wanita itu dengah hati yang bertambah geram.

“Begitu?, apa kau yakin bisa membunuhku?. Apa bukan sebaliknya kau yang akan menjadi mayat hari ini?.” ejek Wulan lagi, kembali memanas-manasi lawannya.

“Setan kecil keparat, terimalah seranganku.” kata wanita itu semakin marah.

Setelah selesai berkata demikian, seketika itu juga Dewi Anggrek Emas terlihat mulai mengangkat tangannya tinggi-tinggi ke atas. Lalu dengan gerakan perlahan-lahan, dia turunkan ke dua tangannya itu hingga sejajar dengat ketiaknya.

“Hati-hati Wulan, dia tengah mengeluarkan ajian ‘Wisanggeni’.” teriak Jaka dengan suara keras, memperingatkan adik angkatnya.

“Hm.” desis gadis berkulit hitam manis itu, hanya menggumam pelan.

“Jangan diam saja bodoh, lawan dia dengan ajian ‘Bayu Segara’.” Teriak pemuda berkulit sawo matang itu lagi dengan suara keras.

“Baik Kakang, hup…,” sahut Wulan cepat.

Lalu gadis berkulit hitam manis itu pun segera bergerak menekuk kaki kanannya ke depan, sedangkan kaki kirinya dia tarik ke belakang agak menyamping. Kemudian tangan kirinya di pentangkan lurus ke depan, sedangkan tangan kanannya dia tempelkan di siku kiri.

“Aji ‘Wisanggeni’…,” teriak Dewi Anggrek Emas dengan suara yang melengking.

“Aji ‘Bayu Segara’…,” teriak Wulan dengan suara yang tak kalah kerasnya.

Seketika itu juga tubuh Dewi Anggrek Emas langsung mencelat, bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Namun pada saat yang bersamaan pula, kaki Wulan pun terlihat bergerak cepat menyusur tanah. Dengan ke dua tangannya yang terlihat merentang ke samping, lalu dengan gerakkan cepat di kebutkan ke depan. Namun pada saat yang bersamaan pula, Dewi Anggrek Emas juga telah ikut mendorong ke dua tangannya ke depan. Maka kedua pasang tangan itu pun langsung beradu keras seketika, hingga menimbulkan suara ledakan yang amat dahsyat.

Wuussshhhh…,

Wuuttt…,

Blaarrr…,

Weessshhhh…,

Dan tepat setelah suara ledakkan itu terdengar menggema memenuhi tempat itu, tubuh Dewi Anggrek Emas terlihat terjengkang ke belakang sejauh dua batang tombak. Sedangkan Wulan sendiri malah terlihat mampu melentingkan tubuhnya ke angkasa, lalu berputar dua kali di udara, kemudian dengan cepatnya meluruk turun bagaikan seekor elang yang hendak menerkam mangsanya. Dengan telapak tangan yang terarah ke arah kepala wanita itu. Dewi Anggrek Emas yang tubuhnya terjengkang hebat itu pun, belum mampu menguasai dirinya. Dan malah kembali di buat terkejut, saat melihat gadis berkulit hitam manis itu, kini telah kembali menyerangnya dari arah atas.

“Sial.” umpat wanita itu dalam hatinya.

Lalu tanpa pikir panjang lagi, Dewi Anggrek Emas pun langsung segera menyambut serangan mendadak yang di lancarkan gadis berkulit hitam manis itu. Dua pasang telapak tangan ke dua pendekar itu pun kembali beradu keras. Begitu dahsyatnya serangan yang di lancarkan oleh Wulan, sampai-sampai ke dua kaki Dewi Anggrek Emas pun terlihat melesak masuk ke dalam tanah, hingga sebatas lutut. Sedangkan tubuh Wulan sendiri, kini terlihat kembali melenting ke angkasa. Lalu kembali berputar dua kali di udara, dan dengan lincahnya kembali mendarat ke tanah.

“Hup…,”

Tap…,

“Hoek…,” Dewi Anggrek Emas pun tampak memuntahkan darah kental yang berwarna kehitaman.

Wajahnya juga mendadak merah, karena menahan rasa malu yang teramat sangat. Betapa malunya hati wanita itu, karena dirinya dapat di kalahkan oleh seorang gadis, yang dulu tidak pernah bisa mengalahkan dirinya itu. Setelah menyeka mulutnya yang belepotan oleh darah kental, Dewi Anggrek Emas pun mulai kembali mengerahkan tenaga dalamnya.

“Heeaaa…,”

Dan tepat saat itu juga, tubuhnya terlihat lompat ke atas, hingga ke dua kakinya pun, kini telah keluar dari tanah. Tubuh wanita terus melesat ke udara, lalu membuat gerakkan berputar tiga kali sebelum akhirnya ke dua kakinya kembali menjejak tanah. Tubuhnya terlihat sedikit limbung sesaat, ketika ke dua kakinya telah mendarat di tanah. Dan dari mulutnya juga, kembali memuntahkan darah kental kehitaman. Sepasang bola matanya pun, mendadak menjadi perih, serta berkunang-kunang.

“Kau mengalami luka dalam yang serius Nenek Sihir, perlu waktu satu bulan untuk bisa kembali memulihkan kekuatanmu.” kata Wulan menjelaskan.

“Anak setan, aku tidak akan melupakan penghinaan ini. Satu saat nanti kau pasti akan ku balas.” dengus wanita itu penuh rasa dendam.

“Aku rasa dalam satu bulan juga, belum tentu kau bisa memulihkan tenaga dalammu.” ucap Jaka menimpali.

Sedangkan Dewi Anggrek Emas hanya terlihat mendengus saja, dia baru tahu kalau ajian ‘Bayu Segara’ yang tadi di lepaskan Wulan. Ternyata begitu dahsyat dan berbahaya dampaknya buat lawan. Kehebatan dari ajian ‘Bayu Segara’, memang tidak terlihat akibatnya secara langsung. Tapi siapa saja yang terkena ajian itu, maka dapat di pastikan lebih dari setengah tenaga dalamnya akan tersedot habis. Di tambah juga jurus-jurus serta ilmu-ilmu kesaktiannya, juga akan berkurang kehebatannya. Tidak nyata secara fisik, tapi mampu membuat mental seorang tokoh pendekar menjadi frustasi seketika.

“Tunggu pembalasanku Wulan, satu saat nanti akan ku buat kau menyesal se umur hidup.” teriak Dewi Anggrek Emas tiba-tiba.

Setelah berkata demikian, tubuh wanita itu langsung segera melompat pergi, meninggalkan tempat itu. Tetapi tanpa di duga sama sekali, lompatannya juga mendadak jadi lambat dan pendek, seperti orang yang sedang belajar ilmu olah kanuragan saja layaknya. Dia benar-benar lupa, kalau setengah kekuatan tenaga dalamnya telah tersedot habis oleh gadis berkulit hitam manis itu. Melihat kenyataan tersebut, Dewi Anggrek Emas pun semakin menjadi geram setengah mati. Sepasang bola matanya juga terlihat merah menyala, menatap pada wajah Wulan yang terlihat hanya tersenyum-senyum saja.

Jangan gunakan tenaga dalam, nanti kau bisa mati lemas.” kata Jaka meledek wanita itu.

“Huh…, dasar sial." gumam Dewi Anggrek Emas bersungut-sungut dalam hatinya.

Dirinya benar-benar tidak bisa melupakan penghinaan itu, rasa dendam pun semakin terbalut rapat di dasar hatinya. Lalu sambil menggerutu jengkel, wanita itu mulai melangkah pergi tanpa berani lagi menggunakan tenaga dalamnya.

“Kau tidak apa-apa?.” tanya lembut, sambil menghampiri Wulan. Ketika Dewi Anggrek Emas sudah tidak kelihatan lagi di tempat itu.

“Tidak Kakang, aku baik-baik saja.” sahut Wulan cepat.

“Tapi wajahmu kelihatan pucat Wulan, cobalah semadi sebentar untuk memulihkan tenagamu. Barangkali ada sedikit pengaruh dari ajian ‘Wisanggeni’, di jalan darahmu.” kata Jaka lagi penuh perhatian.

Wulan yang mendengar itu, langsung tersenyum manis, lalu dia pun segera duduk bersimpuh di bawah pohon yang berumput tebal. Kemudian segera di ambilnya sikap bersemadi, memusatkan seluruh perhatian dan semua indranya dari hubungan dengan dunia fana. Dan menyatukan diri dan jiwanya kepada Sang Pencipta. Perlahan-lahan gadis berkulit hitam manis itu, mulai merasakan tubuhnya terasa ringan, darahnya pun kembali mengalir tenang. Se iring dengan hawa sejuk, yang mulai merembes masuk ke seluruh jaringan syaraf-syarafnya. Hawa sejuk dan nyaman itu pun, lalu perlahan-lahan berganti menjadi hawa panas. Semakin lama panas yang menyambar ke seluruh tubuhnya itu, kian semakin menyengat. Hingga butir-butir keringat pun mulai menitik di kening dan seputar lehernya yang jenjang dan mulus itu. Selanjutnya tubuh gadis berkulit hitam manis itu, mendadak bagaikan terserang demam, hingga tiba-tiba saja…

“Hoek…, cuih…,” Wulan pun terlihat memuntahkan darah merah kental dari mulutnya dua kali.

Kemudian berangsur-angsur seluruh jiwa dan raganya kembali tenang, wajahnya yang tadi pucat dan merah itu pun kembali pulih seperti semula. Cerah bagaikan seorang bayi tanpa dosa. Lalu perlahan-lahan, Wulan pun kembali membuka ke dua bola matanya. Yang bulat dan bening, seperti bertaburan bintang berkilauan itu. Lalu dengan lengan bajunya, dia seka bibirnya yang tadi sedikit belepotan darah. Kemudian kembali bangkit berdiri, dengan sepasang mata yang langsung tertuju pada Jaka. Yang terlihat duduk bersandar di bawah pohon rindang. Pemuda berkulit sawo matang itu juga tengah memandang ke arah dirinya dengan bibir tersenyum manis.

“Sudah merasa agak baikkan?" tanya pemuda berkulit sawo matang itu setelah Wulan mendekat.

“Sudah.” sahut Wulan mengangguk.

“Syukurlah, kau terkena ajian ‘Wisanggeni’ tadi, itu sebabnya wajahmu jadi kelihatan pucat.” kata Jaka sambil bangkit dari duduknya.

“Bagaimana Kakang bisa tahu?.” tanya gadis berkulit hitam manis itu bingung, sedangkan ke dua kakinya terlihat terus melangkah mendekati kudanya yang setia menunggu sambil merumput.

“Aku melihat ada noda merah pada telapak tanganmu tadi.” sahut Jaka seraya langsung melompat ringan ke atas punggung kudanya.

Wulan juga segera ikut naik ke punggung kudanya, sikapnya begitu tenang, setenang air sungai yang mengalir. Lalu dengan gerakkan pelan, dia gebah kudanya perlahan-lahan. Agar berjalan lambat-lambat saja. Jaka juga terlihat ikut menyentak tali kekang kudanya. Dua ekor kuda yang di tunggangi oleh Sepasang Walet Merah itu pun kembali berjalan perlahan-lahan.

“Kalau saja aji ‘Bayu Segara’ mu sudah sempurna, pasti perempuan itu akan mati tanpa luka tadi.” ucap pemuda berkulit sawo matang itu, setengah bergumam.

“Iya aku lupa Kakang, seharusnya aku menyempurnakan dulu ilmu itu. Baru turun bukit lagi.” desah Wulan pelan, dengan wajah tertunduk lesu.

“Jangan terlihat sedih begitu, kau masih bisa melakukannya kok. Meski pun dalam perjalanan.” kata Jaka lagi seolah menghibur gadis itu.

“Masa Kakang?, apa mungkin bisa?.” tanya gadis berkulit hitam manis itu kebingungan.

“Kenapa tidak?, setiap lawan yang terkena ajian ‘Bayu Segara’. Maka ia akan menitipkan sebagian tenaga dalamnya pada tubuhmu. Dengan demikian kau tidak perlu susah payah lagi buat bersemedi menyempurnakan tenaga dalam. Enak kan?.” ucap Jaka lagi, menerangkan panjang lebar.

“Begitu ya?.” kata Wulan pelan.

“Apa kau lupa Wulan?, kalau Ajian ‘Bayu Segara’ itu hanya cocok di miliki oleh seorang wanita. Sedangkan aku sendiri bertugas melatih pasangannya, yang dapat menunjang ajianmu itu. Namanya, Ajian ‘Tirta Segara’.” terang Jaka sambil terus memacu kudanya lambat-lambat.

“Maaf Kakang, aku lupa.” sahut gadis berkulit hitam manis itu sambil tersenyum tersipu manis.

“Kita berdua di latih dan di didik oleh mendiang Eyang Resi, untuk menjadi Sepasang Walet Merah. Jadi semua ilmu yang kita miliki sekarang ini, itu saling menunjang satu sama lain. Memang tidak ada salahnya kalau di lakukan sendiri-sendiri, tapi akan lebih sempurna jika kita lakukan bersama-sama dalam satu jiwa.” ucap Jaka lagi panjang lebar.

“Itu kan pesan dari mendiang Eyang Resi Kakang?.” kata Wulan pelan.

“Iya, aku juga hanya mengingatkan saja kok.” sahut pemuda berkulit sawo matang itu cepat.

Wulan pun mendadak tercenung sesaat, dia tiba-tiba saja teringat dengan kata-kata yang pernah di ucapkan oleh Guru mereka sebelum beliau meninggal dunia. Semua ilmu yang telah di turunkan dan di kuasai kakak beradik itu, akan lebih sempurna jika ke duanya telah memakan jantung burung walet merah yang hanya ada sepasang saja di dunia ini. Dan sepasang jantung itu telah di simpan baik-baik oleh mendiang Eyang Resi dalam satu tempat. Sayang beliau belum sempat menyebutkan, di mana jantung sepasang walet merah itu di simpan.

“Kakang?.” kata gadis berkulit hitam manis itu tiba-tiba.

“Iya?, ada apa?” sahut Jaka sambil kembali bertanya.

“Kakang ingat tidak?, pesan terakhir Eyang Resi?.” ucap Wulan lagi balik bertanya.

“Pesan apa?.” sahut pemuda berkulit sawo matang itu belum mengerti.

“Coba Kakang ingat-ingat dulu.” kata Wulan lagi seolah-olah memberi teka-teki pada pemuda berkulit sawo matang itu.

Jaka pun langsung terlihat mengerutkan keningnya sebentar, terlalu banyak pesan yang di berikan mendiang Guru mereka sebelum meninggal. Pemuda itu mulai mencoba untuk mengingat satu per satu. Menduduk dia pun langsung tersentak, ketika teringat salah satu pesan yang hampir terlupakan. Hanya satu kalimat saja, dan kelihatannya juga tidak begitu penting.

“Aku rasa semua ini ada hubungannya dengan tokoh-tokoh rimba persilatan yang tengah mencari-cari kita Kakang.” ucap Wulan pelan.

“Mungkin juga.” sahut Jaka setengah bergumam.

Keningnya masih terlihat berkerut memikirkan salah satu pesan dari mendiang guru mereka berdua. Sementara sang waktu terus berputar, sepasang insan berlainan jenis itu terus memacu kudanya masing-masing. Menuruni lereng Bukit Batok.

Bersambung
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd