Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Darah Binal yang Kental!(wild stories)

Genre apa saja selain murni incest, yang pembaca inginkan dalam cerita ini? (Dapat memilih 2)

  • BDSM (Master dan Sex Slave)

    Votes: 105 34,5%
  • NTR (Protagonis terkhianati)

    Votes: 75 24,7%
  • Romance (Melodrama)

    Votes: 102 33,6%
  • Guro ( Pembunuhan, Mutilasi, Kanibal)

    Votes: 8 2,6%
  • Magic (Sihir, Hipnotis)

    Votes: 54 17,8%
  • Scat & Urination (Feses dan Kencing)

    Votes: 27 8,9%
  • Abstain ( terserah penulis )

    Votes: 46 15,1%
  • Lainya (sampaikan dengan replay)

    Votes: 8 2,6%

  • Total voters
    304
  • Poll closed .
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Good Cerita mantebb gan
Chapter 8: Kupersiapkan Semua Untuknya

(Rini)

Pukul 18 :00, Aku berada di kamar pribadiku membereskan kamarku, menyemprot wewangian dan menatanya serapi mungkin. Sprei dan sarung bantal kuganti dengan warna putih bersih. Buku2 dan peralatan sekolah kumasukan ke dalam almari. Gorden pun kuganti dengan yang baru. Tak lupa aku menaburkan bunga diatas ranjangku.
***Hidden content cannot be quoted.***

Kamar pribadiku serupa dengan kamar gadis2 seumuranku pada umumnya. 1 ranjang tidur single, meja belajar, dan almari pakaian. Yang berbeda hanyalah beberapa penggunannya sehari-hari.

Kamar itu kugunakan untuk urusan sekolah, pertemanan dan pelajaran, atau tempatku menyendiri sesaat dari hiruk pikuk keluarga, aku kadang memerlukan waktu untuk sendiri. Tak jarang Rudi dan Yuni juga masuk dan menemaniku di kamar ini untuk mengobrol dan bersenda gurau. Tak jarang pula kami melakukan seksualitas ringan di dalamnya antara adik dan kakak. Itulah perbedaanya.

Tadi sore Ayahku masuk ke kamar mandi ketika mendengar isak tangis haruku. Melihatku dipeluk oleh ibu dan adiku. Singkat cerita kami menjelaskan kepadanya tentang apa yang terjadi. Tangisku adalah tangis haru, ketika ibu menyampaikan bahwa besok aku akan menyerahkan kegadisanku kepada Rudi, adik laki2ku tercinta. Tentu Ayahku mengerti, karena dari awal, dialah sang master planner untuk semua ini.

"Nduk... Kamu persiapkan segalanya.. Batin dan fisikmu untuk hari besar yang akan terjadi besok... "

"Ayah, Ibu dan adikmu Yuni akan mendampingi kalian.. Kami akan membimbing kalian melaksanakan prosesi tersebut.."

" Tenang, Ayah akan mengurus ijin untukmu agar kamu dan Rudi bisa libur 2 hari.. Kau milik Rudi dan Rudi milikmu untuk 3 hari ke depan"

Ucapan kalimat2 berwibawa darinya menjelaskan kepadaku. Yang setelah itu tersusul oleh isak tangis haru bahagiaku. Dan pelukanku kepada Ayahku, Mahendra setiawan.

Setelah kami semua selesai mandi, Ayah dan Ibu pergi ke kamar Rudi. Mereka mengajak Rudi untuk dimandikan. Tidak dengan mandi kembang, tapi hanya mandi dengan air hangat biasa. Sambil diberi arahan tentang prosesi sakral kami. Ya! Bisa dibilang ini pernikahan kami. Pernikahan antara Adik laki2 dan Kakak perempuanya, Rudi dan Rini, diriku.

Semuanya menjadi jelas sekarang, 1 minggu kami tidak dipertemukan, adalah prosesi pingitan dalam adat jawa. Prosesi yang dianggap wajib bagi orang2 yang akan melangsungkan pernikahan. Sebagai penambah rindu dan kasih untuk para mempelai.

Kamarku adalah kamar pengantinya. Rudi mempelai prianya dan aku istrinya.

"Hiks...hiks..." Aku kembali terisak, terduduk di tepian ranjang pengantin yang telah kutata rapi, bersih dan wangi.

Akhirnya.. Kegadisanku ini akan kuberikan kepada adiku, akhirnya aku akan menjadi miliknya. Akhirnya penantian itu berakhir sudah, yang akan membuat aku menjadi wanita seutuhnya. Menjadi seorang wanita Setiawan sejati. Aku sungguh2 bersyukur dan bahagia. Sungguh aku ingin membalas budi kepada kedua orang tuaku sesegera mungkin, karena memberi anugrah ini kepadaku.

Kusapu air mataku, lalu aku beranjak keluar kamar. Setelah aku keluar dari kamar pengantinku, aku beranjak ke dapur. Aku menemukan Ibu sedang mempersiapkan makan malam. Aku terdiam tertunduk mendampinginya menata piring dan makanan.
***Hidden content cannot be quoted.***

"Kamar kamu sudah kamu beresin nduk?.."

"Sudah Bu, sudah beres semua..." Jawabku terhadap pertanyaanya..

"Kamu sudah siap betulan kan?" Tanyanya kembali, yang kubalas dengan anggukan2 tersipu.

"Syukurlah kalau begitu.. Kamu tenang saja.. Ibu akan membimbing Rudi malam ini... " ujarnya seraya wajahnya memerah.

"Ibu akan membimbing Rudi malam ini..?" Tanyaku, meyakinkan apa yang barusan kudengar

"Ya...ibu akan membimbingnya, ibu akan berperan sebagai kamu malam ini... Mengurangi nafsunya, yang telah terbendung selama 5 hari... Agar dia sedikit waras dan kamu tidak kesakitan besok" balasnya tersenyum bahagia, dan menggigit bibir bawahnya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Wait a minute. This is absurd, tunggu dulu, ini sungguh aneh. Ibuku, ibu kandung calon mempelai wanita, akan bersetubuh dengan calon mempelai pria semalam sebelum pernikahan mereka. Sedangkan ia sekaligus Ibu kandung calon mempelai pria tersebut. Pusing aku, entah karena ini pertama kali buatku, ataukah karena aku cemburu. Cemburu kepada ibuku, yang nanti akan berkenthu dengan calon suamiku, atau cemburu kepada calon suamiku yang akan dikenthu oleh ibu kandungnya? Sungguh aku pusing saat itu. Aku ingin marah kepada wanita itu, namun dia ibuku, aku ingin marah kepada pria itu, namun dia adiku, dan dia tak bersalah.

"Huf..huf...h.huhff"
Nafasku tersengal, ingin menangis, tangisan amarah tertahan. Tega2nya dia yang sudah memisahkan aku dengan Rudi, memonopoli tubuh Rudi selama 1 minggu, masih ingin menggagahinya, 1 malam sebelum malam pertamaku denganya. Sungguh aku ingin menjambaknya saat itu. "Tapi dia IBUKU!" hatiku meneriaki diriku untuk menenangkanku.

Sungguh raut wajahnya berubah menunjukan tanda gairah. Dasar wanita murah, yang tempiknya mudah basah. Gampang pasrah dan mendesah, ketika melihat palkon berwarna merah. SERAKAH, BEDEBAH!

"Bu.. gimana kalau prosesinya nanti malam saja, gak usah besok?.. Aku gapapa kok..!" Aku tak hilang akal, mencoba mempertahankan hak-ku, entah hak yang mana, aku juga bingung.

Dia meliriku penuh tanda tanya, terdiam sejenak, lalu berkata

"Kontholnya Rudi semakin besar lho.. Gak kayak yang kemaren.. Sedang kamu kan masih perawan.. Masih masa pertumbuhan lagi... Kayak kamu gak tahu aja kalau Rudi itu pendendam.. Emang kamu sanggup menghadapi dendam birahi Rudi yang terkumpul 5 hari?" Penjelasanya panjang lebar.

"Sa..Sanggup kok.. Aku kan kakaknya, aku kan anak Ibu dan Ayah", badanku bergetar memberanikan diri, tepatnya sok berani, tak peduli, padahal aku ciut nyali. Ciut nyaliku memikirkan adiku, yang tahu benar bahwa kalau sudah meledak, bisa heboh dunia persilatan. Ilmu silatnya bukan main2 jeng, jilatanya, goyangan pinggulnya, jambakanya, gosokanya, otot2nya, dan juga mentalnya. Apalagi ditambah pedangnya semakin besar sekarang. 1 kali tusuk pasti berdarahlah aku. Apalagi besok pertama kalinya aku ditusuk, dan pasti akan ditusuk berkali-kali. Muncrat2 deh! Keringat dinginku mengalir keluar dari tengkuk dan punggungku.

"Jangan deh.. Kasihan kamunya...!" Jawabnya sambil membawa piring2 itu ke meja makan, meninggalkanku yang termenung seorang diri, memandangi set kompor dan wastafel. Termenung bimbang mengambang, bagai pasir diterpa gelombang.

"Rini, ayo ke sini makan sama2..!" Suara Ayahku membubarkan meeting tak bersuara, antara aku, kompor dan wastafel.

Akupun berjalan menunduk tak bergairah, dengan wajah yang memerah menuju meja makan dengan gaya orang yang sedang gundah.

Sampailah aku di tempat makan keluarga. Ada Ayah dan adiku Yuni sudah duduk dan menciduk-ciduk makanan. Sedang Ibuku telah menghilang.

"Lho.. Ibu mana Yah?"

"Ngasi makan Rudi..!"

Jedyar.. Badub.. Badub..badub.. Gila.. Sungguh aku gila. Atau wanita itu yang sudah gila.. Atau keluarga ini? Aku terduduk lemas di kursi tepat di sebelah ayahku, diseberang adik bungsuku. Terdiam, tersedu, tak berselera.

"Makan yang banyak nduk.. Jangan buat besok jadi gagal..!" Ujar ayahku mengingatkan.

"Iya yah" jawabku singkat, lalu mengambil piring, nasi dan lauk kemudian mulai makan.

Pikiranku tetap melayang ke arah kamar Rudi, dimana Ibu sedang mengantarkan makanan. Dan aku yakin, sungguh yakin bahwa dia tidak akan keluar lagi malam ini dari kamar itu. Berkenthu, mengumbar gairah nafsu dengan anak laki2 satu2nya, Rudi, calon suamiku. Menikmati pejuh yang tersimpan 5 hari, mengosongkan kantung zakar yang penuh birahi, tanpa henti. Menikmati sensasi libido di tempiknya yang tak tahu diri, "Apakah besok masih ada sisa untuk tempiku ini?" Tanyaku dalam hati. Tak mungkin, aku kenal Ibuku.

"Nanti kamu minum obat ya..!" Kata ayahku, yang sekali lagi membubarkan lamunanku.

"O..obat a..apa Yah?" Tanyaku terbata.

"Obat perangsang, obat tidur, dan pil KB" jawabnya sambil meneruskan makan. "Ini ayah sudah siapkan" dia menyodorkanya kepadaku yang dia ambil dari kantong bajunya. Ayahku memakai kemeja dan boxer untuk bawahanya.

"I..iya Yah..", tentu saja, obat perangsang akan mengurangi sakit di kemaluanku besok, obat tidur akan membantuku istirahat malam nanti dan tentu saja pil KB untuk mencegahku hamil, aku masih terlalu muda untuk itu. Akan rumit untuk kehidupanku saat ini, walau sungguh aku tak keberatan jika itu terjadi. Tapi aku tak boleh egois, demi kami sekeluarga.

" Ayah, ba..bagaimana, ka..kalau.. Ayah saja yang mengambil keperawananku, malam ini?"

"Uuhuk.. Uhug... Uhuek.."

"Aduh, maaf Yah.. Aduh.." Aku menyerahkan segelas air putih, kepada Ayah yang tersedak kaget karena ucapku. Adiku Yuni terdiam bengong melihat kami.

"Aaahh... " nafasnya lega setelah minum air itu, terdiam mengatur nafas, sambil terlihat berpikir.

"Kamu itu nduk, bikin ayah kaget aja..." Sambungnya lembut setelah nafasnya stabil.

"Keperawananmu dan adikmu Yuni, itu milik Rudi.. Gak ada yang lain.. Titik!" Lanjutnya tegas..

"Bukannya Ayah gak mau lho ya, kamu jangan salah paham, siapa sih yang gak mau di kasih keperawanan gadis secantik kamu?" Ujarnya menjelaskan.

"Nih buktinya, konthol ayah langsung ngaceng dengan cuma memikirkan hal itu sesaat." Terusnya, Sambil menunjuk ke arah bawah, ke arah selakanganya.

Yuni, dengan polos mengintip ke bawah meja..

"Eh iya.. Beneran lho mbak.. Ayah ngaceng.. Haha" ujarnya lucu tidak tahu situasi. Menertawai gumpalan menggunung dibalik boxer itu.
***Hidden content cannot be quoted.***
"Kalau kamu gak kuat nahan nafsu, ntar malam ayah jilatin tempik kamu, sampai kamu tidur.."

"Yuni juga ya Yah.." Yuni tak mau ketinggalan.

Kami bertiga pun tertawa terkikik atas kejadian ini. Aku pun terdiam tak melanjutkan pembicaraan. Entah kenapa aku melontarkan perkataan itu, ingin memberikan keperawananku kepada Ayahku secara tiba2, 1 malam sebelum impianku yang kujaga selama ini terkabul. Mungkin saat itu aku ingin balas dendam kepada Rudi, toh keperjakaanya juga bukan miliku, milik ibuku. Dan semalaman ini dia menikmati tempik selain tempiku, tempik yang tidak lain adalah tempik ibuku.

"Emang kenapa sih, Nduk..kok tiba2 gitu..?"

"Eh..a.anu... Kan Rudi belum pe..pengalaman.. Aku jadi ..."

"Hahaha... Makanya itu.. Kamu akan jadi pengalaman pertamanya, mendapatkan keperawanan seorang gadis..!" Potongnya tanpa ragu.

"I ..iya juga sih, Yah..hehe", sambutku.

Untung saja ayahku bukan orang yang berpikir terlalu dalam tentang perasaan. Dia orangnya gak baperan. Logis, strategis, dinamis, praktis dan manis. Semoga Rudi kelak akan menjadi sosok seperti dia. Sungguh ku berharap. Dan setelah kupikir-pikir benar juga ya, aku akan menjadi wanita perawan pertama untuk Rudi. Jika ada quis yang bertanya " Rudi, siapa wanita pertama yang kau perawani?" Dia akan menjawab dengan tegas, "Mbaku tercinta, Rini Setiawan..!" BETUUL... 100 buat Mas Rud! dan jika Yuni sebagai penanyanya.

"Hi..hi..hi.." Tanpa sadar aku tertawa terkikik, hanyut dalam lamunanku. Lamunan manis tentang aku dan dia.

"Mbak Rini gila.. Ketawa-tawa sendiri..haha" gantian Yuni yang membangunkanku dari anganku.

"Huss..itu makanya dihabiskan!" Cercaku kepadanya, untuk menyembunyikan rasa maluku, yang disambung dengan senyum manis Ayahku. "Terima kasih Ayah, engkau telah mengembalikan semangatku, lelaki yang aku sayangi", ucapku dalam hati. Biarlah ibuku menggagahinya malam ini. Karena besok dia akan menggagahiku, aku dan keperawananku. Yang tak mungkin Ibu bisa memberikan hal yang sama. Aku kembali tersenyum-senyum sendiri. YES!

" Tuh kan gila...!"

"Huusss.. Yuni, dibilangin, makananya dihabisin dulu..!

" Udah habis..weekk!" Sambungnya secepat kilat..

Memang demikian, tinggal aku seorang yang belum selesai makan. Ayah juga telah selesai, lalu beranjak ke ruang keluarga diikuti dengan Yuni. Tinggal aku seorang, menghadapi piring yang masih berisi separuh. Kulanjutkan untuk menghabiskan sisa makanan2 itu dengan penuh senyum dan semangat, sambil nyengir2 kuda.

"Ahh...ahh..ahhh... Terus cah ganteng.. Terus.. Lampiaskan.. Lampiaskan... Ahh..ahhh.."

Terdengar sayup2 erangan2 dari arah kamar Rudi. "Klotak" membuatku berhenti menggerakan sendok-garpu ditanganku, dan juga kunyahanku.

"Ibuuk.. Ibuukk...ibuk.." Diteruskan oleh suara anak laki2 baru baligh, adiku, calon suamiku.

Membuat nafsu makanku lari terbirit, dan menghilang tanpa jejak. Tidak seperti malam2 sebelumnya. Malam ini memang sedikit lain, sedikit berat buatku. Aku segera memuntahkan makanan yang belum tertelan ke atas piring, merapikan piring Ayah dan Yuni, serta piringku, menata piring2 makanan. Kuambik segelas air lalu kuteguk bersama obat yang Ayah berikan. Kemudian segera beranjak ke dapur membawa piring2 kotor itu. Melewati kamar Rudi, yang membuat suara2 itu terdengar semakin jelas ditelingaku.

"Ahh...ah..ahh.. Habiskan nak.. Kosongkan.. Zakarmu... Malam ini.. Setubuhi ibumu sepuasnya.. Aku takan lari seperti sebelumnya... Aku milikmu...!"

Kupercepat langkahku ke dapur, kuletakan piring2 itu diwastafel memakai celemek, dan mulai mencucinya.

"Ceeerr.. Sswosssshh... Kreccekk", kunyalakan kran wastafel sekencang mungkin sebagai peredam suara2 yang terasa bising di telingaku. Yang ternyata tidak membantu.

" uuaah.. Uahhh... Uahh.. Enak le..enak..le... Ahh.. Ahhh..ahh...!"

Hiks.. Hiks.. Hiks, Air mataku menetes, kusapu mataku, "Jancok!" ada sabun ditanganku. Membuat mataku semakin pedih, "jancok..jancok..!" Umpatku lirih berkali-kali berusaha menghilangkan rasa pedih itu dengan mencuci muka. Sulit sekali rasa pedih itu hilang, lebih sulit dari biasanya.

Piring2 itu pun telah bersih, aku segera menaruh celemek, dan berjalan cepat "duk duk duk duk"sambil menghentakan kakiku keras ke lantai pada setiap langkahku. Ke lantai tak bersalah yang menjadi pelampiasan emosiku. Menuju ruang keluarga.

"Aarrggh.. Aku methu buuk.. Aku keluar... Terima pejuhku buu.."
"Ahhhhhh..ahhhhh..arrghhhh...tuangkan le..." Suara ibu dan anak itu sahut menyahut bak sedang duet menyanyi.

"Jancok!" Umpatku tepat di depan kamar itu. Kamar sepasang ibu dan anak sedang ngentot tak terkendali, tak tahu diri. Diri ini, diriku ini! Rini yang emosi!

Sampai aku di ruang keluarga, langkahku terhenti kaget melihat pemandangan yang sebenarnya tak asing, Yuni sedang menyepong konthol Ayah, yang sudah tak memakai boxer, dengan giatnya.

"Mmmfh.. Slurp..slurp.. Haaah, ah, hah" Suara Yuni, yang menyedot-nyedot palkon ayah kandungnya, diselingi menjilatinya memutar-mutar, bagai bermain-main.
***Hidden content cannot be quoted.***

Sore itu Yuni mengenakan baju terusan selutut warna kuning, sedang aku warna hijau, kami wanita2 dirumah ini memang jarang memakai celana. Agar mudah melakukan "plug-in-play", atau " lick-in-play" khusus untuk Aku dan Yuni untuk sementara ini.

Kupelorotkan CD polosku lepas, lalu aku lempar ke kepala Ayahku. Dia tekaget, menoleh kearahku yang sedang menghampirinya. Tersenyum nakal, lalu mengendus-endusnya dan menjilatinya.

Aku berada di hadapanya, aku condongkan tubuhku ke arahnya, kulumat mulut Ayah, yang masih tertutupi oleh CDku. Mulutku, CDku dan mulut ayahku, bergumul, bergulat.

Basah, tempiku basah, tangan kananku menopang ke sandaran sofa, sedang yang kiri bermain dengan itilku.

"Mhmmf...mhmff..mhmmmf..", tangan kiri kekar itu menyentuh dadaku, memutar-mutar begantian kiri dan kanan. Sedang yang kanan memegang lembut kepala Anak bungsunya Yuni, adiku. Yang mem-BJnya liar dengan mulut imutnya.
***Hidden content cannot be quoted.***
" mmhmmf, mhhmmf..mhhmf" Akhirnya suara2 bising dari kamar Rudi telah sirna dari telingaku, berganti melody birahi, antara Ayah dan kedua putrinya yang sedang nikmat berinteraksi. Merem dan melek bergelut malawan birahi.

Eeeehhhmm... Ehhhmmff...ah..ah ah.." tubuhku bergetar merasakan orgasme pertamaku, menggigil hangat dan nikmat. Aku ambruk ke dada bidang Ayahku, jatuh ke pelukan pria sang wali pelindungku. Dibelaianya kepalaku dengan lembut, sementara aku masih menikmati orgasme.

"Aah.. Bagus Nak. .Ahh... Bagus cah ganteng.. Tambah te.. terus...ah..ah.ah Percepat.. Sodok.. Aaahh...Tempik I..ibumu..."

Suara itu terdengar lagi, Menyadarkanku dari orgasmeku. Aku bangkit dari pelukan Ayahku, aku berdiri naik ke atas sofa, memunggungi Ayahku, menghadap Yuni yang sedang menikmati lolipopnya. Lolipop konthol milik Ayahnya.

Pantatku tepat di depan wajah Ayah, tepat didepan mulut dan hidungnya, kurasakan nafas hangat miliknya menampar geli bongkahan belahan pantatku. Aku buka belahan itu, lalu dengan sigap Ayah menempelkan wajah berkumisnya ke dalamnya. Anusku tertusuk mancung hidungya, sedang lubang senggamaku disapu dengan lidahnya. Kumis itu menggelitik bagian diantaranya. Aku goyang binalkan bantatku untuk menikmati wajah macho ayahku, liar, tak terkendali.
***Hidden content cannot be quoted.***

Ahhh..ahh..Ayahh...Ayah... Enak.. Yah", kicauku tak kuasa.

Tangan kirinya menggosok dan mepermainkan itilku, pelan tetapi pasti, berangsur semakin keras. Tanganku bersandar di perbatasan antara paha dan lututku. Menikmati sensasi geli di dubur, dan vagina basahku. Mendongak-dongak kejang, bagai sedang menari erotis, mengangkang-menutup, kedua kakiku merespon rasa itu.

Ku lihat adiku Yuni, lalu kuludahi dia dari atas.. "Juh", ludah itu mengenai dahinya. Dia berhenti, menatapku, dengan tatapun keheranan. Aku membuka mulutku lalu menujuknya, lalu menunjuk kearahnya. Dia mengerti lalu dia berdiri memegang kepalaku, lalu melumatnya.

"mmmfhh..sluurrp..sluurpp" kuhisap hisap, mulut dan lidahnya. Kusapu gigi serta sela2nya.

Lalu aku beranjak turun dari kursi, meninggalkan rasa geli di sekanganku, sambil terus bercumbu mesra dengan Yuni. Dua gadis belia sekandung itu bergumul panas di depan mata Ayah mereka. Kuangkat baju nya, sehingga dia hanya memakai CD, lalu gantian aku angkat bajuku, sehingga telanjang lah aku..

Mhmmff.. Aku peluk adiku Yuni, kugerayangi kepala, punggung, dan pantat sintalnya. Sambil kudorong perlahan mendekati meja. Kutidurkan dia dimeja. Kupelorotkan CDnya, sehingga terpampang jelas memek imut bocah cantik itu. Aku berjongkok melumat tempik mulus licin tak berjembut itu dengan lahapnya.
***Hidden content cannot be quoted.***
"Slurrp.. Slurrp..ahh..Mbak Rin.. Enak Mbak Rin..ahh.." Desahanya, menyahuti sedotan dan jilatanku. Kurasakan kepala Ayah menelusup kebawah selakanganku. Pinggulku ditariknya ke bawah sehingga aku tertuduk. Ya! Terduduk di kepala Ayahku. Dijilatinya memeku dengan penuh perhatian secara perlahan.


"Huaah.." kepalaku terdongak ke atas begitu geli dan nikmat. Ayah melumat bibir bawahku, tangan kirinya memegangi pinggulku, sedang yang kanan mengocok konthol-nya sendiri yang tadi dibasahi oleh liur Yuni. Aku kembali melumat tempik Yuni sambil, 2 jari tangan kananku, mengobok-obok dubur Yuni keluar-masuk.
***Hidden content cannot be quoted.***
Tangan kiriku memegangi pangkal kaki Yuni, agar tidak lari. Pinggulku bergoyang mengenthu wajah Ayahku berputar, bagai sedang mengebor,
***Hidden content cannot be quoted.***

sedang mulutku memakan tempik adiku Yuni.

"Mbakk..aku methu..mbak... Ahh..ahh...ahh" tubuhnya mengejang, punggungnya menekuk, lalu membanting ke atas meja berlulang kali "dak..dak..dak" suara punggung Yuni beradu dengan meja. Aku tak melepas kulumanku darinya terus memakan lendir2 cinta darinya. Tubuhku terasa memanas .

"Hhmmf...hmmff.. Hmmmf", Aku menyusulnya..tubuhku bergetar menerima orgasmeku yang kedua kalinya. Nafasku tersengal pendek. Kakiku lemas tak kuasa menopang badanku, aku pun terduduk ngesot dan menindih kepala Ayahku, dengan seluruh berat badanku. " jeduk" suara kepala ayahku terbentur lantai. Dia tak bergeming dan tetap terus melahap tempiku. Tangan kananya mengocok batang itu semakin keras.

" aahhh...ahhh..ahh.." Aku mendesah ketika tempik orgasmeku menekan kuat ke tekstur wajah Ayahku. Kumis itu memberi sensasi kejut listrik statis di lubang kenikmatanku. Zzzt..zztt..zzzzt. Multi orgasmelah diriku.

"Aaaarghh..arrghh..mhhmmf" crot.. crot.. crot.." Ayahku juga sampai ke tujuanya.
***Hidden content cannot be quoted.***
Konthol tegak itu meluncurkan isinya deras ke arah punggung indahku berulang kali. Bagai peluncur roket meluncurkan sperma panas menyemprot lalu menempel dipunggungku.
***Hidden content cannot be quoted.***

"Ahhh..ahh..ahh.."Menambah sensasi kenikmatan yang luar biasa untuk diriku di setiap sasaran tembak roket itu.

Yuni berlutut memeluku erat, dari depan sambil menggigiti dan menyedot-nyedot leherku. Tak bisa kugambarkan kenikmatan itu. Dada kami menyatu, puting2 kami saling menggelitik satu sama lain.

"Ibuuukk.. Rudi keluar lagi.. Buukk... Ahhh..ahahhh..aaahhhh... Tempikmu enak buuk.."

Suara itu datang lagi menghentikan kenikmatan orgasmeku. Mataku terbuka lebar membelalak bagai mata penari kecak. "Cak...cak..cak".

Aku dorong Yuni perlahan membuat jarak, aku tuntun dia bangkit, dan menempatkan dia ke tempatku semua, ke wajah sang Ayah. Aku dudukan dia. Ayahku menerimanya dengan senang hati. Aku beranjak ke arah konthol Ayah, aku kulum dan jilat secara brutal, agar tegak maksimal kembali. Tak lama untuk itu terjadi. Konthol gemuk 18 cm tegak menantang kembali, siap untuk kunaiki. Sembari Ayah menjilati tempik si Yuni.

Aku mengangkangkan kakiku melewati Ayah.. Kubuka selakanganku lebar2, ku bimbing batang itu membidik tempatnya, tepat menempel mengetuk menyentuh lubangnya. Kuhentak dudukan tubuhku dan BLESS!, "AAAAHHGG..HAG..HAG...! Aku memekik terdongak tak bisa bernapas. Terdiam tak bergerak, bagai orang sok bijak yang kalah debat mendadak. Darahku pun mengalir di sepanjang kontholnya. Warna-warni...

Ya.. Aku serahkan keperawananku untuk Ayahku.

.....

.....

Keperawanan Anusku, keperawanan analku.

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***
 
Salam crot buat agan2 sekalian. ini cerita panas karya newbie baru lahir... Mohon bimbingan serta apresiasinya

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
Chapter 1: Perkenalkan Kami Yang Demikian!

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran sebuah kota, kami hidup dengan kesederhanaaan, walaupun tidak bisa dibilang miskin juga. Rumah kami tidak terlalu jauh dari pusat kota tetapi masih memiliki suasana pedesaan yang kental. Pesawahan, halaman dan kebun yang luas, dan jarak rumah kami yg agak berjauhan dari rumah tetangga. Rumah kami tidak tinggi tetapi bisa dikatakan luas mengikuti budaya jawa.
***Hidden content cannot be quoted.***

(Rudi)

Perkenalkan namaku Rudi Setiawan saat ini umurku 25 tahun, tinggiku lumayan yaitu 170cm, perawakan sedang dengan wajah seadanya, ini cerita tentang kami yang memiliki darah binal turun temurun dari dulu.

Keluarga intiku terdiri dari
Ayahku: Mahendra Setiawan
Ibuku: Eka Setiawan
Kakaku: Rini Setiawan
Aku:Rudi Setiawan
Adikku: Yuni setiawan
___________________________________________
Kisah ini berawal ketika aku berusia 9 tahun, tepatnya sejak aku kelas 5 SD, aku saat itu hanyalah anak laki2 polos yang tidak mengerti apa2, kakaku Rini berusia 12 tahun kelas 2 SMP sedang adiku Yuni berusia 7 tahun kelas 3 SD. Kami masih dimanja oleh Ayah dan ibuku, tidur bersama, dimandikan, dipijat, dicium, dan...

dijilat...

Ya memang terdengar aneh tetapi itulah yang terjadi dalam keluarga kami, ayah dan ibuku mengajariku bahwa tidak ada hal yang dianggap menjijikan bila itu keluarga inti kami...

Mereka mengajariku bahwa kita adalah 1 kesatuan, kita bersumber dari persatuan 1 darah,

"Kamu adalah miliku, aku adalah milikmu, Cukuplah kita yang tahu"

Kalimat diatas adalah motto kekuarga besar kami, dari situlah awal aku mengerti, kenapa aku diajari untuk selalu bertukar ludah dengan ayahku, ibu, kakak, dan adiku pada waktu tertentu, saling menjilat kemaluan dan dubur, dan hal-hal lainnya yang mungkin dianggap menjijikan jika dari sudut pandang orang luar...

Saat itu disuatu malam, ketika kami akan tidur dimana kami sekeluarga tidur satu kamar, kamar kami berukuran (8x7)m persegi, terdiri dari dua master bed. Satu kasur untuk tidur kami dan satu kasur kosong yang hanya dipakai ketika ayah dan ibuku melakukan seks
***Hidden content cannot be quoted.***

Ya benar kami dapat leluasa melihat ketika ayah dan ibu kami melakukannya, bahkan ketika kami mandi bersama, diruang tamu atau dimanapun mereka ingin melakukannya

"Ah ah ah Ayah terus ayah... Buat ibu nyampek ayah"

"Ugh ugh iyo" jawab ayahku dengan suaranya yang seakan-akan mengeluh

Ayahku memang sosok yang tak banyak bicara, dia Mahendra Setiawan adalah orang yang berwibawa, perawakannya gagah, saat itu ia berusia 35 Tahun bertinggi tubuh 175cm bobot 75kg, pekerjaanya adalah tuan tanah. Tanah keluarga kami luasnya tidak seberapa, hanya 10 hektar, dari situ dia juga memiliki tanah "sewan" (ia sewa dari orang) seluas 5 hektar.

"Cit cit cit.... Slerp slerp slerp.... Plek plek plek" irama yang keluar antara dari per springbed, masuknya kontol ayahku ke vaginanya serta beradunya perut dan pantat mereka... Ukuran konthol ayahku tergolong normal 18 cm diameter 4cm, tapi tegang, keras, dan gemuk, ukuran itu dibilang oleh ibuku sebagai kata "pas" dan ibuku begitu menikmatinya
***Hidden content cannot be quoted.***

Kami berdua duduk menyaksikan kejadian itu, aku dan kakaku, sedangkan adiku sudah pulas tertidur...


"Mbak Rin..."


"Ssttt!" Jawabnya sambil melotot


"Diem dek liat ayah ibu kita, ini pelajaran lho..." Katanya


"Pelajaran?" Kayak sekolahan aja batinku polos


"Mbak kok wajahnya merah ya?"


Kami memang orang jawa, tetapi kulit kami tidak terlalu gelap, apalagi mbakku itu putih seperti ibuku


"Ssssssttt, diem!"


"Dek pegangin susu mbak dong, mau?"


"Ok" jawabku...


Mbak Rini bertubuh langsing dan seksi, di usianya yang masih belia dia bertinggi 150cm dengan ukuran bra lumayan yaitu 30A.

Karena sudah terbiasa aku mengerti apa yang harus dilakukan. Mbak Rini akan membuka kancing bajunya, memlorotkan celananya lalu duduk disamping ranjang mengahadap ranjang nikmat (itulah istilah kami) tempat ayah dan ibu sedang asyik. Lalu aku akan memeluknya dari belakang, kedua tanganku memegang kedua susunya masing2, memijat, meremas-remas dan sesekali memutar-mutar dengan perlahan. Mbak lalu akan menggesek-gesek tempiknya(vagina:jawa) dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya membimbing tangan kiriku.

" uuuuhhh, enak dek... Terusss.."

Entah sejak kapan mbak mulai kaya gini, aku merasa tiba2 saja kebiasaan ini berlangsung, mungkin ini penjelasan ibuku, bahwa ketika sudah pubertas maka kami akan tahu secara jelas apa itu kenthu(seks), apa itu methu(keluar) dan kenikmatannya. Mungkin mbak sudah pada masa itu dan mulai mengerti.


"Hi hi hi" tawaku bangga


Aku merasa bangga jika dianggap bisa melakukan tugas dari keluargaku tercinta.

"Jangan njegigis(tertawa kecil) tho! Sssttt.. Ah ah ah...." Tegurnya seraya mendesah kepadaku


Ketika aku melayani Mbak Rini dengan rempon(remasan) di buah dadanya yang menggemaskan, sambil kugigit-gigit punggungnya, terdengar suara


"Ahhh aduh mas... Mau keluar aku mas... Terus mas, yang cepat mas..."


"Heemmm... Heem... Ugh..ugh..." Jawab ayahku


"Gak kuat dek... Aduh aduh... Aku methu dek"


"Bareng mas.. Bareng mas... Aku pisan mas..."

"Bersamaan mas... Bersamaan mas... Aku Juga mas"

"Jancok kon dek... Tak ancuki kon dek, pek en pejuh ku deh..."
Jancok kamu dek... Aku seks kamu dek, ambil air maniku dek"


"AAaaahhhhhhh......." Teriakan mereka berdua bersamaan


Kulihat kepala ayah dan ibuku mendongak ke atas membentuk sudut mendekati siku2 dengan punggung mereka masing2.

Saat itu juga kurasakan tubuh Mbak Rin mengejang berulang kali

"Aku yo pisan... Aku yo pisan... Peluk aku Rud.. Yang erat..."

Aku peluk tubuhnya dengan erat sambil merasakan goncangan tubuh kakaku yang cantik itu. Kepalaya mendongak keatas bersandar dipundaku sambil aku mengendusi lehernya..
***Hidden content cannot be quoted.***

Tiba-tiba kontholku ngaceng untuk pertama kalinya...

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
***Hidden content cannot be quoted.***

Mantap suhu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 10: Awal Sebuah Cerita, Aku dan Dia
(Alternate POV story)


(Rudi x Rini)

***Hidden content cannot be quoted.***
Dia terbaring disisiku memeluku manja dan bermain dengan kancing bajuku. Rini kakaku, tatkala jam menunjukan pukul 19:15. Sejak sore tadi, 3 jam sudah dia bercerita banyak kepadaku, bercerita tentang sekolah, teman-temanya, sahabatnya Sabrina, Ayah dan Yuni dan tentang kesobekan anus miliknya. Dia meminta maaf tentang hal itu, meminta maaf karena memberikan keperawanan anusnya bukan kepadaku tetapi kepada Ayahku. Sungguh aku tak mengapa, bahkan jika keperawanan tempiknya bukan miliku.

Bukanya aku tak menginginkanya, lebih tepatnya, aku tak tahu harus bersikap bagaimana. Apakah aku harus cemburu? Kenapa aku harus cemburu? Buat apa? Apakah aku harus berhenti menyayanginya jika dia sudah tak perawan lagi? Ataukah aku harus benci kepada laki2, yaitu ayahku, yang merenggutnya? Aku tak merasakan itu semua, aku tetap sayang mereka, kepada kakak dan ayahku, Rini dan Mahendra. Aku mendengarkanya dengan seksama, entah mengapa, padahal biasanya, akulah yang banyak bicara. Seorang bocah yang tidak suka berdiam sunyi tanpa kata. Suka bergerak dan bersuara, tapi entah mengapa kini aku menemaninya, mendengar dan mendampinginya. Kakaku yang kucinta.

....

Dia terbaring di pelukanku, memandangiku yang berkicau riang kepadanya. Sesekali dia melempar senyum manisnya dan berkomen singkat meresponku. Walau singkat tapi membuat hatiku bersemangat dan menghangat. Aku bukan seorang yang pendiam, tapi juga tak terlalu banyak bicara, aku tipe tengah, yang berbicara mengalir seiring topik dan situasi ala kadarnya. Tapi aku menjadi lain saat ini, menjadi chatter box bertegangan tinggi, berbaterai kapasitas besar yang mengoceh untuknya. Untuk adiku Rudi, yang aku kangeni, seorang bocah yang beraura pria, yang membuat aku pangling kepadanya. Aku telah meminta maaf kepadanya tentang semua ini, tentang sobeknya duburku akibat ulah nakalku. Seharusnya aku memberikan semua kepadanya, tubuh dan jiwaku, menjadi wanita miliknya di sepanjang hidupku seperti titah ayahku. Dia tak begitu mempermasalahkanya, dia bilang dia tak apa2, dia bilang aku tetap disayangnya, sungguh aku lega dan bahagia.



....



"Mbak.. Ini kapan mulainya..?", aku bertanya kepadanya, memotong kicau manjanya

....

" blush", wajahku memerah mendengar pertanyaanya. Suara yang membesar itu, ngagor-ngagori(suara khas pria yang membuat wanita merinding:jawa).

"Terserah ka..kamu aja..", jawabku pasrah kepadanya.

....

Kami telah memakai piyama, baju tidur tepatnya, punyaku bergaris, punyanya berenda. Punyaku biru, punyanya merah menyala. Punyaku tertutup semua, punyanya terbuka, tak berkancing tak bercelana hanya sebatas tali di bahunya dan kain yang tak sampai menutup paha, tinggal diplorotkan atau disibak saja, walau masih berCD dan juga berBH, yang berukuran 30A.
***Hidden content cannot be quoted.***

Pria memang tak pernah adil tentang urusan busana, tapi anehnya, wanita menyukainya. Padahal mereka tidak bodoh atau semacamnya. Itu hanya kode alami di dalam diri mereka. Apapun alasanya, yang jelas mereka tercipta dan suka mencari perhatian pria.

Aku cium kening bersihnya, matanya menutup manja, lalu aku menggenggam tanganya, mengarahkanya turun menelusup ke bawah celana. Menyentuhkanya ke gundukan yang ditunggunya. Membimbingnya menggosok, membelai penuh rasa.

....

" heeemf...ssssshh..", aku mendesah tak kuasa, menggosok, mengocok gundukan sang pria, milik adiku yang kucinta. Merasakan kenyal dan hangat yang semakin besar memberat. Tanganya pergi meninggalkan tanganku seorang diri, yang terus menggerayangi. Yang kini bergerak sendiri, meremas-remas batang ereksi. Yang perlahan namun pasti mensuplai lendir licin membasahi, pergerakan tanganku penuh sensasi.

Aku merasakan belaian tanganya dipunggungku, menggelitik menggerayangi area tali BHku, berputar, naik-turun berirama menyentuh kalbuku. Yang satu memainkan bibirku. Membuka-bukanya, memasukan jarinya menggosok lidahku yang mengimbangi permainannya, berputar menjilatinya.. Aku hisap dan kujilat jari2 gemuk berotot miliknya yang paling manis sedunia. Sesekali aku gigit manja. Terasa geli nikmat di setiap sentuhanya.

"Clek", aku rasakan kancing BHku terjepret terbuka, membuat dadaku bersensasi lega. Terlepas bebas tanpa rasa tekanan di dada. Walau BH itu tetap disana, tersangkut piyamaku yang berulir berenda. Kini dia memulai permainanya. Aneh tapi nyata, sebelum2nya aku nahkoda dia awak kapalnya, tapi kini aku karyawan dan dia direkturnya. Isyaratnya membimbingku mempesona, yang membuatku mengikutinya. Di setiap gerak dan abanya.

"Sreet... " Dia mengangkat, memutar tubuhku ke atas tubuhnya dia menindihkanku kepadanya. Memeluk punggungku dengan tangan kirinya, menekan kepalaku agar bersatu ke kepalanya. Keningku di keningnya. Mata kami bertegur sapa, seolah bertanya, apa selanjutnya. Kepalanya bergerak maju, yang membuatku tahu, aku harus menghampiri bibir itu.

Cup.. Cup.. Cup.. Slurp..slurp slurp.. Pyek..pyek... Dua sejoli berciuman mesra bermain dengan bibir, rongga mulut dan lidahnya. Menyentuh berputar merasa, rasa istimewa, geli nikmat yang marasuk sukma. Aku ingin kamu, kamu ingin aku, mari kita arung ranjang ini berdua.

....

Aku telusupkan jariku ke belahan dadanya, menarik BH pengganggu yang mengganjal didadaku. Aku lempar jauh-jauh agar dia tak lancang menghalangi, persentuhan birahi kami. Aku remas dada kenyal mudanya, dada kirinya, aku pilin puting ereksinya, aku tarik sekeras-kerasnya.

"Eeehhhhmmsss" lenguh mulutnya bereaksi, diiringi tubuhnya yang kejang sesaat tak terkendali. Matanya memejam mengahayati. Kedua tangannya menelusup kebelakang leherku, tak mau melepas wajahku dari wajah cantiknya. Bibirku dan bibirnya, lidahku dan lidahnya. Dia ingin mencuri perhatianku sepenuhnya.

"Eeehhhmsss", sekarang aku yang melenguh, Punggungya melengkung-melurus berulang kali, menggesek, menggaruk gundukan di celanaku dengan celana dalamnya, celana dalam berenda bermotif bunga mawar yang terasa menekan, menggelitik mengurut kontholku. Dia mengenthuku dari luar celanaku. Menggesek mengurut organ jantanku.

....

Gundukan itu mengeras, semakin keras walau ada kenyal juga, membuat tempiku geli terangsang birahi. Birahi ini, si Rini, calon sundal berusia dini. Tempiku membasah melumuri kain CD tak terkendali. Yang sedang bergerak mengenthu, memeluk, dan melumat bibir adiknya Rudi. Mengumbar meraih sensasi, yang perlahan naik dan pasti.

Kedua kakinya mengangkang mempersilahkan pinggangku menari-nari, menggosok mengenthu kelamin yang aku ingini. Mempertemukan kedua kelamin kami, yang masih malu menyembunyikan diri, dibawah kain busana kami.

"Sek..sek..sek..sek..sek.. Heeemmhh..", bunyi kain2 kami berirama berintonasi, membuat musik penuh arti. Aku ingin kau miliki, cumbui aku malam ini. Tempik ini sudah siap engkau gagahi, engkau prawani. Dia sudah gatal menanti. Lenguhku pun ikut mengiringi.

"Aaahhh.... Sreeeek..." Dia membalikan tubuhku dengan cepat, hanya dengan menggeliat, membuat tubuhku terputar, terbaring menengadah, menghadap langit plafon putih tak berkilat. Kini aku di bawah tertindih rapat. Terbaring mengangkang tanpa syarat. Hanya berharap akan selamat dari sebuah goncangan hebat.

Dia beranjak duduk, menduduki pahaku, "aaahhh..." Aku terkaget mendesah ketika ia menyibak kasar piyama merahku yang tertuduh bersalah. Bersalah karena menyembunyikan tubuhku darinya, dari laki2 yang mengingininya. Aku terima umpan lambung darinya, aku tarik kain bersalah itu ke atas hingga keluar dari tubuhku.
***Hidden content cannot be quoted.***
Tubuh yang diingini pejantan tampanku. Aku lempar jauh2 kain pengganggu itu, lalu menunggu dengan menatap matanya, pasrah bernafas terengah.

"Hah..hah..hah..", Memandang tatapan nanar miliknya yang merasukiku. Kukirim pesan ke mata itu. Lihat mataku duhai kekasihku. Aku bacakan mantra untukmu dari dalam dadaku, di dalam sanubariku. Aku harap kau memahami itu. Wahai cintaku lakukan semaumu. Tubuhku milikmu!

....

Aku melihatnya, aku melihat matanya sayu manja, pasrah kepadaku. Aku cium lehernya lalu bergeser turun dengan seksama, menciumi setiap detil tubuhnya, tubuh muda impian para pria. Kusapu kugerayangi halus dan manja, dengan bibir, lidah dan tanganku, mulai leher, payudara, puting, aerola, hingga diafragma. Diapun menggeliat geli meronta. " "aaaahhhh..." Merdu erotis suaranya membahana.

Pusarnya aku tusuk2 dengan lidahku, aku sapu. Bergerak perlahan ke bawah. Bertemulah aku dengan CD pusaka pelindung kewanitaanya. CD bermotif bunga yang terlihat basah mengundang gairah. Menggodaku dan seolah berkata, robeklah aku jika kau menginginkanya. Tidak! aku tidak akan merobekmu wahai CD penjaga, karena bukan kau yang ingin aku robek malam ini. Tetapi sesuatu dibalikmu, yang kau lindungi. Janganlah kau menghalangi jalanku... ENYAH DARI HADAPANKU!
***Hidden content cannot be quoted.***

CD pelindung itu pun terbang melayang, nyangkut tertangsang di atas lemari yang selamanya akan membujang. Tubuh indah dan wajah cantik itu pun kini telanjang mengangkang. Matanya melirik sayu penuh nafsu, memandangiku yang masih perpakaian lengkap berdiri tegap. Aku memlorotkan celana piyamaku dan boxerku yang ketat. Lalu membuangnya dengan sangat kuat. DASAR PARA KEPARAT, JANGAN BERANI MENGGANGUKU, BANGSAT!

....

Adiku yang terbalut nafsu, menelanjangiku sepenuhnya, sedang ia kini berdiri tak bercelana. Memamerkan tongkat pusaka berkedut miliknya. Konthol yang kurindu nyaris sepanjang masa. Dia bersikap angkuh sok berkuasa, yang aku suka sebagai seorang wanita. Membuat aku patuh dan rela melayaninya. Aku tak bisa berbahasa, hanya bisa menatapnya manja, sambil menggigiti bibir bawahku yang tak berlipstik namun merona. Mengangkang, menyibak tempiku yang menunggu aksi perkasa, robeknya daraku oleh kontholnya.

"Aaaahhhh.." Dia menjatuhkan badanya kepadaku, aku terhentak menerima tekanan tubuhnya yang kini menindihku. Terasa berat, hangat melindungiku. Aku terima tubuh itu dengan pelukanku. Kepalanya ada disamping kepalaku, mendekatkan bibirnya ke telingaku. Nafasnya membuat sensasi geli di leherku. Aku siap..aku siap... Lalu tiba2 dia berbisik...
***Hidden content cannot be quoted.***








"Mbak... Terus gimana..?"

"Heniiiing.... "





" A..anu.. Ya masukin aja..." Jawabku dengan wajah memerah padam. Tiba2 rasa malu datang menyelimutiku. Aku dekap lehernya semakin erat karena malu tak mau memandang wajahnya. Sungguh aku ingin menjambaknya gemas. Tapi apa daya, aku sudah terperdaya, terperdaya kuasanya.

....


"Be.. beneran langsung tusuk aja?"

"He..emh" dia mengiyakan pertanyaanku. Aku ingin beranjak duduk, tapi tak bisa. Dia memeluk mendekap leherku sangat erat tak memperbolehkan tubuhku mengangkat menjauh darinya.


"Mbak..Mbak... Aku gak bisa duduk ini..!"


"Mbak Rin..!"


Dia tak segera menjawab dan tetap memeluku erat.


"Mbak.. Malu deeeeek...", ucapnya manja.


Entah apa yang ada dibenaknya. Dia sudah bertelanjang bulat mengangkang dan sudah melihat tubuh bawahku telanjang menampakan kontholku yang tegang. Ibaratnya sekarang tinggal sorong ke lubang. Eh... pake malu-malu kucing segala. Slamet elo cantik kucing! Batin gemasku kepadanya.


"Lha tadi kita ini ngapain aja sih kok masih malu-malu..?", Aku membelai-belai rambutnya.


"Ha..habis.. Kamu pake nanya itu sih... Jadi mbak sadar lagi deh... Padahal tadi mbak sudah terbang tinggi... Seharusnya kamu tadi langsung tusuk mbak..."


"Tadi Kapan..?"


....


"Begonya jangan sekarang napa deeek... Lain waktu aja..! Aku merengek, menggoyang pelukanku manja kepadanya. Aku kesal kalau bego dia keluar, gak bisa baca mood. Untung gue cinta elo, anjing!" Cup", Aku cium pipinya sebagai tanda gemasku..


"Le.. Lepasin dong mbak, biar Rudi bisa lihat itunya embak.. Entar kalau meleset terus mbak kenapa2 gimana?!"


"Emm..eeh", lenguh manjaku menolaknya sambil menggeleng kepala dan pelukanku. Sungguh rasa malu itu datang tiba2 menghampiriku. Mungkin bukan dia saja yang jadi bodoh saat ini. Aku peluk dia semakin erat tak mau melihat wajahnya. Bodoh karena cinta, berjuta-juta rasanya. Tak ingin aku menatap wajahnya tapi juga tak mau melepasnya.


....


"Mbak Riniiii.. Lepasin dong...!" Aku merayu agar dia melepas pelukanya.


"Emm..eh..." Dia tetap menggeleng, dan memeluku semakin erat. Aku sedikit tercekik di bahunya. "Aduh"


"Sayaaang lepasin dong...."


"Eeemm..eeh...", lenguhnya makin panjang, dia tetap merajuk manja, tapi kusadari pelukanya sedikit melonggar ketika aku menyebut kata sayang. Otaku pun bekerja, Aha..!


"Cantiiiik..."


"Maniissss..."


"Seksiiii..."


"Wanitaku..."


"Cintakuuuu.."


"I love youuuuu..


" Sayaaaaang..."


Lalu ku tarik kepalaku sekuat tenaga. Akhirnya lepas juga. Gila! Belajar kuncian darimana dia, punggung leherku sakit rasanya. Aku terduduk terengah. Ternyata wanita yang lagi mencinta itu bisa berbahaya. CATAT ITU!... Mata kami bertemu sesaat. Sedang ia lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tanganya rapat.
***Hidden content cannot be quoted.***
Aneh tapi nyata, sudah telanjang bulat masih malu jua. Semakin gemas aku jadinya.

Kupandangi kontholku yang ngaceng maksimal, berkedut total siap bertempur binal. Sayangnya lawan tempurnya masih cupu, tempik perawan ting-ting yang belum jebol. Kalah dengan anus dibawahnya yang sudah pernah dibobol. Kalau di paksa bisa ambrol dan mbrodol. Please deh, jangan lebay dodol!

***Hidden content cannot be quoted.***
Kupandangi tempik menggunung miliknya, berkedut-kedut disetiap nafasnya. "Aaahhh.." Desahnya. Tempiknya yang memang sudah basah, aku belai manja untuk mengambil sebagian lendir pelumas kewanitaanya. Gemas aku lalu menampar daging itu pelan berselera.

"Plak.. Aaahhhh..." Diapun mendesah lagi di balik tutupan telapak tanganya. Semakin membuat diri ini gemas melihatnya, ingin aku segera memperkosanya. Membenamkan konthol ini merobek selaput wanitanya.

Aku segera lumuri kontholku dengan lendirnya, ditambah dengan pelumasku sendiri yang keluar dari palkonku, kurasa kurang aku ludahi palkonku lalu aku oles lagi. Lalu aku pun beranjak berdiri.

LOH..kok berdiri!... Salah!.. Aku bersimpuh kembali, ternyata aku grogi. Grogi karena ini pertama kali. Merasakan tempik perawan milik kakaku sendiri. Tubuhku keluar keringat dingin, bulu kuduku berdiri mencoba menyaingi kontholku yang tegang berkedut siap beraksi dari tadi. Sedang pemiliknya bingung sendiri.

"Badup..badup..badup..badup.. Hah..hah..hah" Aku terengah gelisah setengah bingung. Takut bila aku salah langkah dan membuat perawan ini tersinggung. Aku hanya merenung memperhatikan belahan gundukan daging itu, bingung mematung.

Kakak cantik cerdas yang biasa membimbingku, malah tergeletak mengangkang tegang, menutupi wajahnya. Apa maunya coba, meninggalkanku sendirian tanpa kata? Ayaaah, Ibuuu... Dimana kalian? Hampir saja aku merengek mengadu kepada orang tuaku yang seharusnya mereka ada disampingku. Kugelengkan kepalaku cepat mencoba menyadarkan diriku. Aku tak boleh menyerah dan ragu. Ini untuk kebahagiaan kakaku.

Aku arahkan palkonku ke koordinat lobang itu dengan tanganku, yang masih bersembunyi malu di sela lipatannya, mengejan-ejan berkedut. Dan yak..! Gak nyampe, ternyata tubuhku kejauhan. Aku memposisikan tubuhku mendekat, lalu jebret... palkonku pun menyentuh membelah belahan itu agak ke atas, meleset dari target! Kampret!

"Zzzttt...zzztt...Badup..badup..badup" merinding tubuhku disetiap sentuhan palkonku ke permukaan mulut tempik itu. Jantungku memburu pertanda nafsu tapi palkonku merasa ngilu. Berhadapan dengan gundukan daging yang mengeras seolah membatu. Tempik ini seakan menghinaku yang masih cupu. Karena ini perawan pertamaku. Tapi si cupu ini akan terus bergerak maju.

Aku majukan lagi tubuhku hingga posisi kontholku overlap di atas itilnya. Aku mengangkat pinggulku berancang, sambil kuturunkan palkonku melewati alur belahan itu, menuju dasarnya dengan tanganku. Aku genjot! "Sruut.. ", Terpeleset saudara-saudara, belahan itu licin sehingga kontholku malah tegak terjepit diantara perutku dan belahan itu. Aku mundurkan lagi aku bidik lalu aku genjot !"Aduh!" Kontholku tertekuk membengkok kesamping, Sakit! Tak menyerah, aku ulangi lagi, kali ini malah tertekuk ke bawah mencium sprei. Aku pun mengulang lagi dan lagi walau terus remidi karena KKM tinggi.

....

Aku tersenyum ketika aku mendengarnya mengaduh. Hihihi.. Lucunya dia. Walau wajahku tetap tertutup malu tak mau menatapnya. Dia mencoba berulang kali, sambil bersuara-suara lucu menggemaskan. Aku bertanya-tanya, kok gak bisa2 ya? Padahal aku sudah merasakan panas gairah mengantisipasi koyaknya selaput daraku ini. Aku mengejan disetiap sentuhan palkonya ke tempiku. Bermaksud segera menyedot dan menarik palkon itu ke dalamku.


"Mbak.. G.***k bisa ini.. Tempiknya mbak kaku, nutup2 terus!", ujarnya.


Kaku? Nutup? OMG!, aku baru tersadar bahwa aku menolaknya dengan ejan-ejanku. Dengan kejangnya tubuhku lubang itu menutup semakin rapat. Aduh aku merasa bersalah. Aku lupa tubuhku harus rileks. Aku menurunkan tangan kananku kebawah, sedang yang kiri, telapaknya melebar menyamping menutupi kedua mataku. Tanganku meraih-raih meraba bagai sedang mati lampu. Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampuuu...I am very excited right now! Mencari tongkat jantan itu untuk aku bimbing.
***Hidden content cannot be quoted.***

Tanganku bersentuhan dengan daging hangat itu. "Aww!" Segera aku tarik tanganku. Aku yang mencari, menemukanya, tapi kaget dan takut sendiri. Benar2 bodohnya aku saat ini.


"Mbak.. Matanya di buka aja deh..ya?!"


"Eemm..eh.." Aku tetap ngeyel dengan kemanjaanku, menggeleng kepadanya. Tiba2 ada kekuatan yang menarik mengangkat tangan kiriku lalu melemparnya ke samping.


"Ciluk..baaa..!", wajah kami bertemu. Aku yang kaget memandangnya, memandang wajah tak asing, tetapi membuatku panas serta merinding.


"Hihihi,.." Tawa kecil maluku terjadi. Aku tutup kembali wajahku dengan kedua tanganku. Kurasakan tanganya memegang pergelangan tanganku masing-masing. "Aaaahhh..." Ada tarikan kuat membelah tertutupnya telapaku. Aku tahan tarikan itu sekuat tenagaku, tapi kalah juga. Dia membuka lebar dan menindih kedua tanganku kesamping dengan tenaga laki2nya. Wajah kami bertemu lagi dia tersenyum hangat dan manis ke arahku. " blush" wajahku terasa panas mendidih. Aku pejamkan mataku rapat2 tak kuat menahan malu, sambil tersenyum geli dan manja.


"Mbak cantiiik... Buka matanya sayang!"


"Bodo week...!" Aku menggodanya dengan menjulurkan lidahku lalu tersenyum geli kembali, sambil tetap menutup mata.


"Cantiik..!"


"Maniiis..!"


"Sayaaang..!"


Dia memujiku lagi, hihihi, aku suka, aku suka, terus adiku sayang. Aku tersenyum bahagia. Lagi.. Lagi.. Goda aku, puji aku..







"Hening..!!"




"Kalau gak dibuka udahan nih.. Aku pergi!"

"JANGAN"!!", "badup.. Badup..badup", aku berteriak keras tanpa kusadari, aku membuka mata. Mata kami bertemu kembali. Aku ketakukan, hampir saja aku menangis gara2 ancamanya itu. Wajahnya serius mengernyit halus. "Badup.. badup.. badup", aduh please jangan marah deek, please... Mbak cu..cuma...

" MBAK SERIUS GAK SIH..? Kalau gak mau, udahan aja deh.. YA?!..." Dia membentaku, adiku yang kusayangi marah padaku.









"Ihiks,... ihiks... Ihiks... Hwa..hwa...hwa.. Hiks..hiks... HWA..WA, WA... Hwa wa.. AYAH...AYAAAH!"

....


Aku melepas cengkramanku darinya. Dia menangis sejadi-jadinya. Pake manggil ayah segala. Haduuh ribet bener. Aku menyingkir dari selakanganya. Bergeser kesamping ranjang, duduk mematung,

"haaaah....", sambil menghela nafas panjang. Kontholku mulai lunglai kehilangan tenaga. Aneh tapi nyata seorang gadis menangis sejadi-jadinya, menutupi wajahnya, sambil mengangkang memamerkan tempiknya, memanggil-manggil ayahnya. Bukan karena tak mau atau telah diperkosa, tapi sebaliknya ingin diperkosa tapi gagal mendapatkanya.

Coba kalau sama ibu. Udah crot dari tadi kaleee.. Batinku bergumam sedih, sedih karena merasa cupu tak berarti. Merasa gagal dan emosi. Kecewa terhadap diriku sendiri. Karena tak bisa memenuhi hasrat kami. Tak ayal aku mengingat sosok Ibu yang bisa menghiburku dikala seperti ini.

" haaah....." Nafas panjangku keluar lagi. Sekarang jam 21:05, hampir 2 jam waktu kami lalui. Berharap yang terbaik namun tak terjadi. Kontholku pun semakin lunglai lemas memendek, mengkerut, bagai siput yang takut. Aku tertunduk lunglai memandangi lantai, hanyut dalam lamunan kecewa berantai.

Tiba2 kurasakan dekapan hangat melingkar di pinggangku. Dia memeluku dari belakang dengan masih terisak. Menempelkan wajah sembabnya di punggungku.
***Hidden content cannot be quoted.***

"Hiks..hiks.. Maafin embak ya Rud.. ". Dia meminta maaf dengan nada merajuknya. Yang nangis dia, yang minta maaf dia. Yang salah siapa sih?

"Haaaah..Sama2 mbak.. Rudi juga.." Aku menghela nafas lalu meresponya.

Aku pun berbalik memutar pinggang memeluknya. Menekan kepalanya sehingga bersandar di bahuku. Membelai rambutnya yang panjang, mencoba menenangkanya.

"Udah mbak.. Jangan nangis... Rudi bingung kalau mbak nangis.. Maafin Rudi juga ya mbak.. Rudi gak bisa.."

"Mbak yang salah Rud.. Mbak gak membimbing kamu.. Padahal sudah diajari ayah.."

"Haaaaahhh... Gpp deh.. Konthol Rudi juga dah kempes..", aku menghela nafas lagi, aku yang tak tega melihatnya menangis, mencoba menghiburnya, mengisyaratkan bahwa ini juga salahku.

Dia terdiam tepat ketika aku selesai mengucap kata kempes. Kami terdiam hening beberapa saat.




"Mbak ingin kamu Rud.. Beneran maafin mbak ya.. Mbak tadi kekanak-kanakan.."

"Gpp.. Aku juga gak seharusnya bentak mbak.."

"Mbak grogi Rud.. Gak biasanya mbak kaya gini.. Kamu spesial Rud buat mbak.."

"Gpp.. Mbak juga spesial buat***di.."

"Apapun akan mbak lakukan Rud.. Mbak.. Mbak.. Mbak cinta mati sama kamu Rud.. Mbak ingin kamu seorang Rud.. Miliki mbak Rud..!"

"Badup.. badup.. badup.." Entah mengapa, jantungku berdetak kencang merespon ucapanya. Perasaan apa ini? Ini bukan sekedar nafsu. Ini bukan birahi. Ini yang lain, Ini rasa ingin memiliki. Kepalaku memutar ucapanya tentang keperawanan anusnya. Tiba2 terbesit rasa penyesalan tak rela. Padahal kami sudah membahasnya, dan aku sudah berkata tidak apa2.

"Badup.. Badup.. Badup" terputar kembali semua memori yang kami lalui, senyumnya, cemberutnya, marahnya, tawanya, sayangnya, nafsunya, perlindunganya, candanya, wibawanya, semua tentang dia. Aku tersadar betapa berartinya dia buatku. Seorang gadis yang berjuang sekuat tenaga mendapat perhatianku dari wanita sekelas Ibuku. Hal itu tentu tidak mudah, level mereka masih terlalu jauh terpaut. Bagai parfum dan kentut.

Terasa kontholku berdiri kembali, menegang berkedut, berenergi lagi. Mungkin ini pertanda aku ingin memiliki.

"Hamilah anaku.. Itu yang kumau..!"

Entah datang darimana ucapan itu, dari naluri atau nafsu ingin memilikiku. Cinta itu memang nafsu. Nafsu ingin memiliki. Nafsu yang membakar api cemburu, yang tak mau diganggu, yang spesial hanya untuku. Tak ada yang nomor satu selain diriku, itu hal yang aku mau. Tempik hanya sekedar tempik pemuas syahwat, tanpa cinta hanyalah seonggok daging penghangat berlipat, pemberi nikmat sesaat, yang dapat tergantikan dengan mudahnya, bahkan dengan benda yang mati tak bernyawa, tangan, sabun dan handuk hangat misalnya. Hanya sebatas raga tanpa ada ikatan jiwa. Tak berharga yang akan terlempar, terbuang, tergilir, terasing tak bernama.

....

"Hah...hah..hah.. Badup.. Badup.. Badup.. " Adiku Rudi memerintahku. Perintah itu bukan perintah biasa. Perintah yang menggelegar merasuk ke raga dan jiwaku. Dia ingin aku hamil untuknya. Hamil anaknya, anak kami, anak yang terlahir dari cinta kami, cinta kakak perempuan dan adik laki2 kandungnya. Tubuhku membara, kesedihanku sirna seketika. Aku mau, aku nafsu, aku cinta, aku rela, hamililah aku.




"Maka tolong nodai aku dulu..!

"Lalu kenthulah diriku berulang kali.. Siramilah telurku.. Sampai aku hamil anakmu..!"

Aku milikmu, miliki aku, tandai aku dengan cintamu. Klaim tubuh dan jiwaku, penuhi dahaga melo dihatiku, penuhi rahimku dengan benihmu. Buat aku mengandung anakmu. Sayangi aku, perhatikan aku, marahi aku, cemburui aku. Spesialkan aku dari wanita2 lainya. Kontholmu bukan konthol biasa, yang bisa kudapat hanya dengan mengangkangkan kakiku atau menunggingkan pantatku. Butuh lebih dari itu, sebagai pertanda kau berharga bagiku. Konthol tanpa cinta hanyalah sebatang daging keras hangat biasa, yang dapat terganti dengan mudahnya, dengan terong, timun atau wortel direbus sebentar misalnya. Tak bernyawa, tak berharga, tak berjiwa, yang bisa terganti kapan saja setelah selesai memakainya.

....

Aku jambak rambutnya, membuat dia terdongak, aku cupang sisi lehernya, aku kecup lebar terbuka, kusedot kukenyot penuh tenaga, hingga merah membara. Setiap orang yang melihat lehermu akan bertanya tentang hal itu. Katakanlah bahwa itu dari bibirku, adikmu yang juga kekasihmu! Tak usah malu ataupun ragu, karena kau miliku!

....

"Aaaaahh.. " Aku remas menekan rambutnya tak kuasa. Dia menandaiku, mengklaim diriku. Menantang dunia seisinya dengan merah cupanganya. Aku rela, aku miliknya! Kutolehkan kepalaku, aku sibak rambutku untuk mempersilahkan dia membubuhkan tanda di sisi lainya. Miliki aku sepenuhnya jiwa dan raga! Kita tantang dunia bersama!

....

Aku dorong dia terbaring di atas kasur. Dia terbaring terlentang-mengangkang lalu merangkak terbalik mundur. Mundur bukan karena ingin kabur. Tapi mencari posisi ideal untuku menabur. Menabur cinta di lobang diatas dubur.

Posisi rumah persemayamanku dalam tubuh dan jiwanya. Bersatunya kami berdua melebur asmara. Dia menemukanya, terdiam sunyi memandangku birahi di tengah kasur di atas sprei. Membuka kaki selebar-lebarnya mengangkang, menyibakan rambutnya kebelakang. Mempersilahkan bagai top model majalah telanjang. Menandakan rumahku sudah terpasang.

Aku segera berjalan dengan kedua lututku, ke arah rumah itu. Memposisikan tubuhku di depan rumahku, rumah tubuh indah cintaku dari wanitaku. Mengocok kelaminku, berpose penuh nafsu sebagai makna, aku ingin memasukimu.

...

Dia datang, sang pemilik jiwa dan raga ini tiba di depan rumah kami. Berdiri tegak memasang wajah galak, pertanda tipis kesabaranya untuk segera bergerak. Memasuki tubuhku yang telah tergeletak.

Tanpa perlu basa-basi, jiwaku ini menjemputnya, menggandengnya, bukan tangan tapi lainya. Sesuatu yang naik harganya dengan cinta. Kontholnya, kontholku, milik kami berdua. Ku tuntun dia tepat di depan pintu. Aku kendurkan otot-ototku. Masuklah wahai pemiliku.

"HAG..HAG...HAGH", Aku tersedak-terbahak. Otaku serasa meledak setiap kali dia menghentak, terasa sakit tapi indah terasa. Rasa berserah diri sepenuhnya untuk dia pria yang kucinta. Tiang itu masuk tanpa kata, hanya rasa dan jiwa, walau berjalan masih separuhnya. Darah daraku mengalir untuknya, menyelimuti tiang perkasa miliknya. Melumurinya, memeluknya, menandainya sebagai sebuah pertanda. AKU TELAH TERNODA DAN AKU BAHAGIA!

....

Tiang itu sekarang terlumuri, oleh darah segar penuh arti. Arti menjaga hati dari seorang putri. Putri yang enggan ternodai, disamping hanya diriku kecuali. Yang telah lama menanti, dengan sabar menata hati, untuk diriku ini. Lelaki yang baru menyadari pentingnya sebuah ikatan hati. CANTIKNYA KAU DUHAI BIDADARI SUCI!

"Clieeet...."Bunyi lengket tanda aku berhasil memundurkannya setengah tiang. Tiang yang biasa keluar masuk lancar tak terhalang. Kini terdiam terpancang di sebuah lubang. Lubang yang telah berjuang, menjaga kesucianya untuku seorang. Pria dungu dan lancang, yang baru menyadari beda antara lajang dan jalang. Antara nafsu cinta dan nafsu binatang. INI AKU DATANG!

"PEELEK... HAAAAGH.."

"AAARGHH. "Aku terjepit, aku terhimpit, tertekan menjerit sebuah luasan sempit. Sempit bukan pertanda irit maupun pelit. Tetapi gemas menghisap menggigit. Tubuhku tak kuasa jatuh menindih memeluknya menghimpit. Maju sulit mundur pun sulit. Kuhentak maju sedikit-sedikit. Berusaha membenam di dalam daging cinta mengapit. ANJRIT!
unnamed_14.gif

"PEEELEK... HAAAAGH.."

Rumah ini memeluku erat, terlalu erat, mencengkeram sangat berat yang membuat tubuhku meronta menggeliat. Kontholku tak selamat, dari sedotanya yang hebat. Dia pun menggeliat, Rini, wanitaku yang bertubuh belia dan padat. Tangan dan kakinya memeluku erat, membuka selakanganya semakin lebar menerima setiap hasrat. Hasrat diriku yang ingin membuatnya menjingkat. NIKMAT!
***Hidden content cannot be quoted.***

"PEELEK... HAAAAAGH..."

Ketika pinggangku sudah membentur. Aku mencoba bergerak mundur, tapi tempiknya tak mau mengendur. Mencegahku bergerak maju-mundur. Aku berusaha sekuat tenaga karena memang sudah terlanjur. Dara itu terlanjur hancur dan darahnya telah tercucur. Ke sprei dan juga kasur. Yang tersisa hanya bagaimana membuat persetubuhan ini subur makmur. SEKARANG WAKTUNYA BERTEMPUR!

"PEELEK.. HAGH...PEELEK HAGH.."

....

Dia mengeluar-masukanya lagi dan lagi, tiang yang telah lama kunanti. Yang membuatku hampir lupa diri, berbuat bodoh disana-sini. Merasa cemburu karena cinta mati. Cintaku kepada Rudi. Kurasa sebuah sensasi, sensasi penuh menguasai, otot-otot liang tempiku ini. Putingku pun unjuk gigi, bergesek dengan kain piyamanya yang menyelimuti. MASUKI LAGI LIANG WANITAKU INI!

"PELEK.. HAGH.. PELEK.. HAGH.. PELEK.. HAGH.."

Tiang itu tertarik pelan setengah lalu cepat menghujam . Membentur batas dalam, tempiku yang terbungkam. Tempik yang aku jaga, sekarang tertusuk dalam-dalam. Membentuk dindingnya sesuai konthol yang berwarna merah hitam. Sakit dan perih memang terasa di dalam. Namun cinta ini membuat rasa sakit itu padam terpendam. CINTA INI SUNGGUH MENDALAM!

"PELEK... AHGH.. PELEK.. AHGH.. PELEK.. AHGH..!"

Keringat kami bercucuran seperti tetes daun setelah hujan. Membasah perlahan dari tubuh kami di setiap bagian. Kurasakan sekarang lebih banyak gerakan. Aku yang tadi meringis kesakitan perlahan berganti dengan desah kenikmatan. Perlahan merayap menuju ke tujuan. Beriringan bersama berduaan. Antara aku dan pujaan. Tubuhku serasa melayang ke awan, menikmati sebuah kenikmatan dalam genjotan. Seolah kapas tertiup yang serasa sangat ringan.DUHAI SAYANGKU AKU AKAN MENGEJAAAN!

"PLEK..PLEK..PLEK..PLEK..."

"AH..AH...AH..

"AAAAAAHH..***DIIIIIIIII....I!"

"CRET.. CRET.. CRET....!

Tubuhku mengejang bergetar, pikiranku terbang bagai bola yang habis tertendang. GOAL! dia berhasil menjebol gawang. Aku memeluknya erat sambil mengerang. Namun dia tak berhenti, terus menendang ke arah gawang, mengoyak meradang. Membuat tubuh mungilku terus bergoyang terguncang. Kurasakan ngilu namun kuterima itu dengan senang. Priaku ini sungguh garang, menghajar diriku dan terus mengganyang. Membuatku terus mengejang dan terus melayang.

"UAAAHH...UAHHHH...AAAAARRGHHH...!",

Aku terus diserang tanpa ampun. Tubuhku terus menggelinjang. Kepalaku menggeleng cepat tak karuan. Rasa ngilu itu pun berangsur menghilang. Berganti dengan rasa birahi wanita jalang, yang kembali menaiki rangsang oleh konthol adiku tersayang.

"PLOK..PLOK...PLOK...PLOK..", sodokanya semakin mantap dan lancar, karena dibantu lendir cintaku yang sudah memancar. Melicinkan kotholnya yang terasa menjalar. Dan lendirku pun, muncrat2 keluar.
***Hidden content cannot be quoted.***


"HUH..HUH..HUH..", bisik firasatku membuat nafasku memburu, berbisik bahwa rasa itu kembali datang menghampiriku.

"AHH.. AHH...AHHHH. . RUDI.. RUDI.***DIIIIIIIII....!"

Kusebut namamu 3 kali, duhai kau jailangkung hati. Aku jemput kau dimanapun kau berada dan janganlah kau pernah pergi.


"CRET.. CRET.. CRET.. !"

"BLER..BLER..BLER.."

"ZZZZT..ZZZT...ZZZT.."

"BADUP.. BADUP...BADUP"

"NGUIIIIING.....!"

Aku keluar lagi, melumuri kontholnya dengan maniku berkali-kali. Meraih puncak kedua kali bersama dambaan hati. Dia tidak berhenti. Terus mengoyak tempik ABG ini. Membuat aku gila akan geli dan nikmat ini. Dunia sudah tak tampak lagi. Kupingku pun berdenging. MATI, MATI, BUNUHLAH MBAKMU INI!....

"HAGH...HAGH..HAGH.. " aku tak bisa bernafas, pelukanku merapat. Sensasi itu campur aduk antara nyaman tak nyaman, nikmat tak nikmat antara susah dan senang, tapi yang jelas tubuhku terus menggelinjang dalam pelukan dan sodokan. Ibu maafkan aku yang telah merendahkanmu. Jika kau tak mengurangi nafsu adiku malam itu, mungkin esok hari aku akan terbujur kaku. Dan almarhumlah diriku.

"MBAAAAAAAKK... !"

"CROT, CROT...CROT... JROT... JROT..."

"JRUOOOTT!"

"AAAAAAAHHHHH......HAGH...HAGHH...HAGH....AAAAHHHHHHHH...CRET..CRET...CRET...CRET.. ",

ini yang ke 3 kali, kali ini tak sanggup aku mengucap nama indahnya lagi.

"IWIWENIEE... KLOSSKLSELEM... SKWLWSM... SLWMKSSKSKSKNX....."

Aku pun bernyanyi dalam hati "Hey modar aku, hey modar aku... ", Aku tak ingat lagi apa yang ku racaukan tadi..

"Huhah.. Huhah...huhah", nafasnya terdengar bagai orang kecabean, eh kecapean, akhirnya dia berhenti..

"Hah..Hah..Hah......", nafas terengahku pun mengiringi.

"Hemmh...hemmh...hemmmmh...", suara geram lelakinya masuk ke telingaku, membuat tubuhku merinding geli

" hihihi..hihihi..hihihi.." Entah mengapa aku tertawa terkikik, mataku tertutup terasa berat, tapi senyum dan tawaku mekar melebar begitu ringan. Tangan2ku lunglai menggerayangi sprei. Menggosok menari ke kanan dan ke kiri. Anehnya kakiku tak mau turun dari pinggang si Rudi. Tetap menekan membenam-benamkan kontholnya ke tempik yang sudah tak perawan miliku ini, tak mau berpisah ingin memiliki.

Tak bisa aku gambarkan, hanya bisa aku istilahkan, kepuasan sejati, dari sebuah cinta penuh arti. Kini senyumku berseri-seri menikmati seluruh rasa ini. Bahagianya aku di dalam hati nurani. Kemudian aku tersadar dengan kondisi ini. Wow 3-1 untuk sayangku Rudi. Tulus hatiku mengapresiasi. Membuka mata memandangi kondisinya yang juga hampir mati. Terengah-engah di atas tubuh tak bisa menyangga berat tubuhnya sendiri, menindih tubuh kakaknya yang bahagia ini.

....

"Huft. Huft.." Jancok..! Mati aku, kaya habis disuruh lari keliling lapangan 20x, bener2 cape ngenthu perawan, capek tubuh capek jiwa. Baru 30 menit berlalu dari awal aku masuk ke tempik mbak. Rasanya seret, padet, lelet, dan sensasinya dapet. Biasanya kalau make tempik ibu, sedikit tarik, "sruut..." langsung keluar, malah hampir kebablas semua. Tempik ibu mudah masuk mudah keluar, karena memang mudah licin lubangnya. Jangan salah tempik ibu enak luar biasa, bisa jepit2 juga. Tapi yang ini buuung! Amit2..! Udah Suuempit, seret, njepit2 pula! Mantap oh Shit dah pokoknya! Penggambaranya sama seperti kalau kita genggam erat konthol ngaceng kita pake tangan tersabun, gitulah kira2. Ngilunya kaya fresh pasca khitan kena sarung atau sempak. Gak kuaaat!

"Hah..hah..hah, mbak berhenti dulu ya..!"aku berbisik ditelinganya, kecapean.

"He..emh.." dia menjawab lirih sambil tersipu malu. Kakinya lalu beranjak dari pinggangku. Aku bangkit duduk lalu mencabut kontholku dari lubang itu. "Clieet...PLOP!",suara kontholku yang setengah kempes tercabut dari lubang lengket sempit itu. Tiang coklat gelap itu kini terselimuti wana merah berlumur darah, dan juga putih. Merah putih benderaku. Bendera bangsaku... lah malah baca puisi.

Aku merangkak sedikit oleng lalu duduk bersandar di sandaran ranjang disamping kepalanya, menghela mengambil nafas. Dia bergeser menyamping memberi aku ruang, beranjak duduk disampingku, lalu dengan mesra menyapu peluh di dahiku dan mengecupi pipiku. "Cup..cup..cup". Sungguh manis wanitaku ini.

Aku ambil segelas air yang tersedia di atas meja, lalu aku minum separuhnya. Aku berikan sisanya kepadanya. Mbak Rini pun mengahabiskanya. Gelas itu estafet melaluiku dan kembali ke atas meja. Dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Lalu dia memain-mainkan kancing baju didadaku. Tersenyum-senyum kecil sendiri persis kaya orang gila. Persis deh pokoknya.

"Mbak.. tadi udah nyampe belom?"

Aku iseng bertanya kepadanya padahal sudah tahu jawabanya. Dia tidak menjawab, "hihihi.." Terkikik menyembunyikan wajah tersipunya di lenganku dan menggigiti kain piyamaku dengan mulutnya, sambil menarik-narik yang ada didadaku pertanda malu atas godaanku. Sungguh manis kelakuanya. Sungguh aku suka dan terlena. Tapi, aku juga mengkhawatirkan dia. Sungguh aku khawatir, entah tentang apa kekhawatiran itu.

Aku buka bajuku karena kegerahan. Aku lempar kesamping ranjang. Aku belum puas, rasanya nagih, tapi tubuhku masih capai. Aku bimbing tangan lentiknya ke mulutku, meludahinya, lalu mengarahkanya ke kontholku. Dia mengerti, tentu dia mengerti. Wajahnya memerah kembali, dan mengocok kontholku lembut penuh arti,
***Hidden content cannot be quoted.***
aku lingkarkan satu tanganku ke belakang lehernya, aku peluk mesra, tangan yang satu mengelus membelai puting2nya bergantian. Mata kami bertemu dalam diam. Matanya menatapku sayu tajam. Kulihat senyum di bibirnya yang merekah berulang-ulang. kuciumi bibir manja itu "Cup..cup..cup..." lalu berkata.





"Mbak oralin Rudi dong...!"


(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***
Menggairahkan bingitz hu pokoknya hehehe
 
Salam crot buat agan2 sekalian. ini cerita panas karya newbie baru lahir... Mohon bimbingan serta apresiasinya

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
Chapter 1: Perkenalkan Kami Yang Demikian!

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran sebuah kota, kami hidup dengan kesederhanaaan, walaupun tidak bisa dibilang miskin juga. Rumah kami tidak terlalu jauh dari pusat kota tetapi masih memiliki suasana pedesaan yang kental. Pesawahan, halaman dan kebun yang luas, dan jarak rumah kami yg agak berjauhan dari rumah tetangga. Rumah kami tidak tinggi tetapi bisa dikatakan luas mengikuti budaya jawa.
***Hidden content cannot be quoted.***

(Rudi)

Perkenalkan namaku Rudi Setiawan saat ini umurku 25 tahun, tinggiku lumayan yaitu 170cm, perawakan sedang dengan wajah seadanya, ini cerita tentang kami yang memiliki darah binal turun temurun dari dulu.

Keluarga intiku terdiri dari
Ayahku: Mahendra Setiawan
Ibuku: Eka Setiawan
Kakaku: Rini Setiawan
Aku:Rudi Setiawan
Adikku: Yuni setiawan
___________________________________________
Kisah ini berawal ketika aku berusia 9 tahun, tepatnya sejak aku kelas 5 SD, aku saat itu hanyalah anak laki2 polos yang tidak mengerti apa2, kakaku Rini berusia 12 tahun kelas 2 SMP sedang adiku Yuni berusia 7 tahun kelas 3 SD. Kami masih dimanja oleh Ayah dan ibuku, tidur bersama, dimandikan, dipijat, dicium, dan...

dijilat...

Ya memang terdengar aneh tetapi itulah yang terjadi dalam keluarga kami, ayah dan ibuku mengajariku bahwa tidak ada hal yang dianggap menjijikan bila itu keluarga inti kami...

Mereka mengajariku bahwa kita adalah 1 kesatuan, kita bersumber dari persatuan 1 darah,

"Kamu adalah miliku, aku adalah milikmu, Cukuplah kita yang tahu"

Kalimat diatas adalah motto kekuarga besar kami, dari situlah awal aku mengerti, kenapa aku diajari untuk selalu bertukar ludah dengan ayahku, ibu, kakak, dan adiku pada waktu tertentu, saling menjilat kemaluan dan dubur, dan hal-hal lainnya yang mungkin dianggap menjijikan jika dari sudut pandang orang luar...

Saat itu disuatu malam, ketika kami akan tidur dimana kami sekeluarga tidur satu kamar, kamar kami berukuran (8x7)m persegi, terdiri dari dua master bed. Satu kasur untuk tidur kami dan satu kasur kosong yang hanya dipakai ketika ayah dan ibuku melakukan seks
***Hidden content cannot be quoted.***

Ya benar kami dapat leluasa melihat ketika ayah dan ibu kami melakukannya, bahkan ketika kami mandi bersama, diruang tamu atau dimanapun mereka ingin melakukannya

"Ah ah ah Ayah terus ayah... Buat ibu nyampek ayah"

"Ugh ugh iyo" jawab ayahku dengan suaranya yang seakan-akan mengeluh

Ayahku memang sosok yang tak banyak bicara, dia Mahendra Setiawan adalah orang yang berwibawa, perawakannya gagah, saat itu ia berusia 35 Tahun bertinggi tubuh 175cm bobot 75kg, pekerjaanya adalah tuan tanah. Tanah keluarga kami luasnya tidak seberapa, hanya 10 hektar, dari situ dia juga memiliki tanah "sewan" (ia sewa dari orang) seluas 5 hektar.

"Cit cit cit.... Slerp slerp slerp.... Plek plek plek" irama yang keluar antara dari per springbed, masuknya kontol ayahku ke vaginanya serta beradunya perut dan pantat mereka... Ukuran konthol ayahku tergolong normal 18 cm diameter 4cm, tapi tegang, keras, dan gemuk, ukuran itu dibilang oleh ibuku sebagai kata "pas" dan ibuku begitu menikmatinya
***Hidden content cannot be quoted.***

Kami berdua duduk menyaksikan kejadian itu, aku dan kakaku, sedangkan adiku sudah pulas tertidur...


"Mbak Rin..."


"Ssttt!" Jawabnya sambil melotot


"Diem dek liat ayah ibu kita, ini pelajaran lho..." Katanya


"Pelajaran?" Kayak sekolahan aja batinku polos


"Mbak kok wajahnya merah ya?"


Kami memang orang jawa, tetapi kulit kami tidak terlalu gelap, apalagi mbakku itu putih seperti ibuku


"Ssssssttt, diem!"


"Dek pegangin susu mbak dong, mau?"


"Ok" jawabku...


Mbak Rini bertubuh langsing dan seksi, di usianya yang masih belia dia bertinggi 150cm dengan ukuran bra lumayan yaitu 30A.

Karena sudah terbiasa aku mengerti apa yang harus dilakukan. Mbak Rini akan membuka kancing bajunya, memlorotkan celananya lalu duduk disamping ranjang mengahadap ranjang nikmat (itulah istilah kami) tempat ayah dan ibu sedang asyik. Lalu aku akan memeluknya dari belakang, kedua tanganku memegang kedua susunya masing2, memijat, meremas-remas dan sesekali memutar-mutar dengan perlahan. Mbak lalu akan menggesek-gesek tempiknya(vagina:jawa) dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya membimbing tangan kiriku.

" uuuuhhh, enak dek... Terusss.."

Entah sejak kapan mbak mulai kaya gini, aku merasa tiba2 saja kebiasaan ini berlangsung, mungkin ini penjelasan ibuku, bahwa ketika sudah pubertas maka kami akan tahu secara jelas apa itu kenthu(seks), apa itu methu(keluar) dan kenikmatannya. Mungkin mbak sudah pada masa itu dan mulai mengerti.


"Hi hi hi" tawaku bangga


Aku merasa bangga jika dianggap bisa melakukan tugas dari keluargaku tercinta.

"Jangan njegigis(tertawa kecil) tho! Sssttt.. Ah ah ah...." Tegurnya seraya mendesah kepadaku


Ketika aku melayani Mbak Rini dengan rempon(remasan) di buah dadanya yang menggemaskan, sambil kugigit-gigit punggungnya, terdengar suara


"Ahhh aduh mas... Mau keluar aku mas... Terus mas, yang cepat mas..."


"Heemmm... Heem... Ugh..ugh..." Jawab ayahku


"Gak kuat dek... Aduh aduh... Aku methu dek"


"Bareng mas.. Bareng mas... Aku pisan mas..."

"Bersamaan mas... Bersamaan mas... Aku Juga mas"

"Jancok kon dek... Tak ancuki kon dek, pek en pejuh ku deh..."
Jancok kamu dek... Aku seks kamu dek, ambil air maniku dek"


"AAaaahhhhhhh......." Teriakan mereka berdua bersamaan


Kulihat kepala ayah dan ibuku mendongak ke atas membentuk sudut mendekati siku2 dengan punggung mereka masing2.

Saat itu juga kurasakan tubuh Mbak Rin mengejang berulang kali

"Aku yo pisan... Aku yo pisan... Peluk aku Rud.. Yang erat..."

Aku peluk tubuhnya dengan erat sambil merasakan goncangan tubuh kakaku yang cantik itu. Kepalaya mendongak keatas bersandar dipundaku sambil aku mengendusi lehernya..
***Hidden content cannot be quoted.***

Tiba-tiba kontholku ngaceng untuk pertama kalinya...

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
***Hidden content cannot be quoted.***
Nice banggg
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Salam crot buat agan2 sekalian. ini cerita panas karya newbie baru lahir... Mohon bimbingan serta apresiasinya

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
Chapter 1: Perkenalkan Kami Yang Demikian!

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran sebuah kota, kami hidup dengan kesederhanaaan, walaupun tidak bisa dibilang miskin juga. Rumah kami tidak terlalu jauh dari pusat kota tetapi masih memiliki suasana pedesaan yang kental. Pesawahan, halaman dan kebun yang luas, dan jarak rumah kami yg agak berjauhan dari rumah tetangga. Rumah kami tidak tinggi tetapi bisa dikatakan luas mengikuti budaya jawa.
***Hidden content cannot be quoted.***

(Rudi)

Perkenalkan namaku Rudi Setiawan saat ini umurku 25 tahun, tinggiku lumayan yaitu 170cm, perawakan sedang dengan wajah seadanya, ini cerita tentang kami yang memiliki darah binal turun temurun dari dulu.

Keluarga intiku terdiri dari
Ayahku: Mahendra Setiawan
Ibuku: Eka Setiawan
Kakaku: Rini Setiawan
Aku:Rudi Setiawan
Adikku: Yuni setiawan
___________________________________________
Kisah ini berawal ketika aku berusia 9 tahun, tepatnya sejak aku kelas 5 SD, aku saat itu hanyalah anak laki2 polos yang tidak mengerti apa2, kakaku Rini berusia 12 tahun kelas 2 SMP sedang adiku Yuni berusia 7 tahun kelas 3 SD. Kami masih dimanja oleh Ayah dan ibuku, tidur bersama, dimandikan, dipijat, dicium, dan...

dijilat...

Ya memang terdengar aneh tetapi itulah yang terjadi dalam keluarga kami, ayah dan ibuku mengajariku bahwa tidak ada hal yang dianggap menjijikan bila itu keluarga inti kami...

Mereka mengajariku bahwa kita adalah 1 kesatuan, kita bersumber dari persatuan 1 darah,

"Kamu adalah miliku, aku adalah milikmu, Cukuplah kita yang tahu"

Kalimat diatas adalah motto kekuarga besar kami, dari situlah awal aku mengerti, kenapa aku diajari untuk selalu bertukar ludah dengan ayahku, ibu, kakak, dan adiku pada waktu tertentu, saling menjilat kemaluan dan dubur, dan hal-hal lainnya yang mungkin dianggap menjijikan jika dari sudut pandang orang luar...

Saat itu disuatu malam, ketika kami akan tidur dimana kami sekeluarga tidur satu kamar, kamar kami berukuran (8x7)m persegi, terdiri dari dua master bed. Satu kasur untuk tidur kami dan satu kasur kosong yang hanya dipakai ketika ayah dan ibuku melakukan seks
***Hidden content cannot be quoted.***

Ya benar kami dapat leluasa melihat ketika ayah dan ibu kami melakukannya, bahkan ketika kami mandi bersama, diruang tamu atau dimanapun mereka ingin melakukannya

"Ah ah ah Ayah terus ayah... Buat ibu nyampek ayah"

"Ugh ugh iyo" jawab ayahku dengan suaranya yang seakan-akan mengeluh

Ayahku memang sosok yang tak banyak bicara, dia Mahendra Setiawan adalah orang yang berwibawa, perawakannya gagah, saat itu ia berusia 35 Tahun bertinggi tubuh 175cm bobot 75kg, pekerjaanya adalah tuan tanah. Tanah keluarga kami luasnya tidak seberapa, hanya 10 hektar, dari situ dia juga memiliki tanah "sewan" (ia sewa dari orang) seluas 5 hektar.

"Cit cit cit.... Slerp slerp slerp.... Plek plek plek" irama yang keluar antara dari per springbed, masuknya kontol ayahku ke vaginanya serta beradunya perut dan pantat mereka... Ukuran konthol ayahku tergolong normal 18 cm diameter 4cm, tapi tegang, keras, dan gemuk, ukuran itu dibilang oleh ibuku sebagai kata "pas" dan ibuku begitu menikmatinya
***Hidden content cannot be quoted.***

Kami berdua duduk menyaksikan kejadian itu, aku dan kakaku, sedangkan adiku sudah pulas tertidur...


"Mbak Rin..."


"Ssttt!" Jawabnya sambil melotot


"Diem dek liat ayah ibu kita, ini pelajaran lho..." Katanya


"Pelajaran?" Kayak sekolahan aja batinku polos


"Mbak kok wajahnya merah ya?"


Kami memang orang jawa, tetapi kulit kami tidak terlalu gelap, apalagi mbakku itu putih seperti ibuku


"Ssssssttt, diem!"


"Dek pegangin susu mbak dong, mau?"


"Ok" jawabku...


Mbak Rini bertubuh langsing dan seksi, di usianya yang masih belia dia bertinggi 150cm dengan ukuran bra lumayan yaitu 30A.

Karena sudah terbiasa aku mengerti apa yang harus dilakukan. Mbak Rini akan membuka kancing bajunya, memlorotkan celananya lalu duduk disamping ranjang mengahadap ranjang nikmat (itulah istilah kami) tempat ayah dan ibu sedang asyik. Lalu aku akan memeluknya dari belakang, kedua tanganku memegang kedua susunya masing2, memijat, meremas-remas dan sesekali memutar-mutar dengan perlahan. Mbak lalu akan menggesek-gesek tempiknya(vagina:jawa) dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya membimbing tangan kiriku.

" uuuuhhh, enak dek... Terusss.."

Entah sejak kapan mbak mulai kaya gini, aku merasa tiba2 saja kebiasaan ini berlangsung, mungkin ini penjelasan ibuku, bahwa ketika sudah pubertas maka kami akan tahu secara jelas apa itu kenthu(seks), apa itu methu(keluar) dan kenikmatannya. Mungkin mbak sudah pada masa itu dan mulai mengerti.


"Hi hi hi" tawaku bangga


Aku merasa bangga jika dianggap bisa melakukan tugas dari keluargaku tercinta.

"Jangan njegigis(tertawa kecil) tho! Sssttt.. Ah ah ah...." Tegurnya seraya mendesah kepadaku


Ketika aku melayani Mbak Rini dengan rempon(remasan) di buah dadanya yang menggemaskan, sambil kugigit-gigit punggungnya, terdengar suara


"Ahhh aduh mas... Mau keluar aku mas... Terus mas, yang cepat mas..."


"Heemmm... Heem... Ugh..ugh..." Jawab ayahku


"Gak kuat dek... Aduh aduh... Aku methu dek"


"Bareng mas.. Bareng mas... Aku pisan mas..."

"Bersamaan mas... Bersamaan mas... Aku Juga mas"

"Jancok kon dek... Tak ancuki kon dek, pek en pejuh ku deh..."
Jancok kamu dek... Aku seks kamu dek, ambil air maniku dek"


"AAaaahhhhhhh......." Teriakan mereka berdua bersamaan


Kulihat kepala ayah dan ibuku mendongak ke atas membentuk sudut mendekati siku2 dengan punggung mereka masing2.

Saat itu juga kurasakan tubuh Mbak Rin mengejang berulang kali

"Aku yo pisan... Aku yo pisan... Peluk aku Rud.. Yang erat..."

Aku peluk tubuhnya dengan erat sambil merasakan goncangan tubuh kakaku yang cantik itu. Kepalaya mendongak keatas bersandar dipundaku sambil aku mengendusi lehernya..
***Hidden content cannot be quoted.***

Tiba-tiba kontholku ngaceng untuk pertama kalinya...

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
***Hidden content cannot be quoted.***
mantaabb suhu
 
Mantap gan update
Salam crot buat agan2 sekalian. ini cerita panas karya newbie baru lahir... Mohon bimbingan serta apresiasinya

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
Chapter 1: Perkenalkan Kami Yang Demikian!

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran sebuah kota, kami hidup dengan kesederhanaaan, walaupun tidak bisa dibilang miskin juga. Rumah kami tidak terlalu jauh dari pusat kota tetapi masih memiliki suasana pedesaan yang kental. Pesawahan, halaman dan kebun yang luas, dan jarak rumah kami yg agak berjauhan dari rumah tetangga. Rumah kami tidak tinggi tetapi bisa dikatakan luas mengikuti budaya jawa.
***Hidden content cannot be quoted.***

(Rudi)

Perkenalkan namaku Rudi Setiawan saat ini umurku 25 tahun, tinggiku lumayan yaitu 170cm, perawakan sedang dengan wajah seadanya, ini cerita tentang kami yang memiliki darah binal turun temurun dari dulu.

Keluarga intiku terdiri dari
Ayahku: Mahendra Setiawan
Ibuku: Eka Setiawan
Kakaku: Rini Setiawan
Aku:Rudi Setiawan
Adikku: Yuni setiawan
___________________________________________
Kisah ini berawal ketika aku berusia 9 tahun, tepatnya sejak aku kelas 5 SD, aku saat itu hanyalah anak laki2 polos yang tidak mengerti apa2, kakaku Rini berusia 12 tahun kelas 2 SMP sedang adiku Yuni berusia 7 tahun kelas 3 SD. Kami masih dimanja oleh Ayah dan ibuku, tidur bersama, dimandikan, dipijat, dicium, dan...

dijilat...

Ya memang terdengar aneh tetapi itulah yang terjadi dalam keluarga kami, ayah dan ibuku mengajariku bahwa tidak ada hal yang dianggap menjijikan bila itu keluarga inti kami...

Mereka mengajariku bahwa kita adalah 1 kesatuan, kita bersumber dari persatuan 1 darah,

"Kamu adalah miliku, aku adalah milikmu, Cukuplah kita yang tahu"

Kalimat diatas adalah motto kekuarga besar kami, dari situlah awal aku mengerti, kenapa aku diajari untuk selalu bertukar ludah dengan ayahku, ibu, kakak, dan adiku pada waktu tertentu, saling menjilat kemaluan dan dubur, dan hal-hal lainnya yang mungkin dianggap menjijikan jika dari sudut pandang orang luar...

Saat itu disuatu malam, ketika kami akan tidur dimana kami sekeluarga tidur satu kamar, kamar kami berukuran (8x7)m persegi, terdiri dari dua master bed. Satu kasur untuk tidur kami dan satu kasur kosong yang hanya dipakai ketika ayah dan ibuku melakukan seks
***Hidden content cannot be quoted.***

Ya benar kami dapat leluasa melihat ketika ayah dan ibu kami melakukannya, bahkan ketika kami mandi bersama, diruang tamu atau dimanapun mereka ingin melakukannya

"Ah ah ah Ayah terus ayah... Buat ibu nyampek ayah"

"Ugh ugh iyo" jawab ayahku dengan suaranya yang seakan-akan mengeluh

Ayahku memang sosok yang tak banyak bicara, dia Mahendra Setiawan adalah orang yang berwibawa, perawakannya gagah, saat itu ia berusia 35 Tahun bertinggi tubuh 175cm bobot 75kg, pekerjaanya adalah tuan tanah. Tanah keluarga kami luasnya tidak seberapa, hanya 10 hektar, dari situ dia juga memiliki tanah "sewan" (ia sewa dari orang) seluas 5 hektar.

"Cit cit cit.... Slerp slerp slerp.... Plek plek plek" irama yang keluar antara dari per springbed, masuknya kontol ayahku ke vaginanya serta beradunya perut dan pantat mereka... Ukuran konthol ayahku tergolong normal 18 cm diameter 4cm, tapi tegang, keras, dan gemuk, ukuran itu dibilang oleh ibuku sebagai kata "pas" dan ibuku begitu menikmatinya
***Hidden content cannot be quoted.***

Kami berdua duduk menyaksikan kejadian itu, aku dan kakaku, sedangkan adiku sudah pulas tertidur...


"Mbak Rin..."


"Ssttt!" Jawabnya sambil melotot


"Diem dek liat ayah ibu kita, ini pelajaran lho..." Katanya


"Pelajaran?" Kayak sekolahan aja batinku polos


"Mbak kok wajahnya merah ya?"


Kami memang orang jawa, tetapi kulit kami tidak terlalu gelap, apalagi mbakku itu putih seperti ibuku


"Ssssssttt, diem!"


"Dek pegangin susu mbak dong, mau?"


"Ok" jawabku...


Mbak Rini bertubuh langsing dan seksi, di usianya yang masih belia dia bertinggi 150cm dengan ukuran bra lumayan yaitu 30A.

Karena sudah terbiasa aku mengerti apa yang harus dilakukan. Mbak Rini akan membuka kancing bajunya, memlorotkan celananya lalu duduk disamping ranjang mengahadap ranjang nikmat (itulah istilah kami) tempat ayah dan ibu sedang asyik. Lalu aku akan memeluknya dari belakang, kedua tanganku memegang kedua susunya masing2, memijat, meremas-remas dan sesekali memutar-mutar dengan perlahan. Mbak lalu akan menggesek-gesek tempiknya(vagina:jawa) dengan tangan kanannya, sedang tangan kirinya membimbing tangan kiriku.

" uuuuhhh, enak dek... Terusss.."

Entah sejak kapan mbak mulai kaya gini, aku merasa tiba2 saja kebiasaan ini berlangsung, mungkin ini penjelasan ibuku, bahwa ketika sudah pubertas maka kami akan tahu secara jelas apa itu kenthu(seks), apa itu methu(keluar) dan kenikmatannya. Mungkin mbak sudah pada masa itu dan mulai mengerti.


"Hi hi hi" tawaku bangga


Aku merasa bangga jika dianggap bisa melakukan tugas dari keluargaku tercinta.

"Jangan njegigis(tertawa kecil) tho! Sssttt.. Ah ah ah...." Tegurnya seraya mendesah kepadaku


Ketika aku melayani Mbak Rini dengan rempon(remasan) di buah dadanya yang menggemaskan, sambil kugigit-gigit punggungnya, terdengar suara


"Ahhh aduh mas... Mau keluar aku mas... Terus mas, yang cepat mas..."


"Heemmm... Heem... Ugh..ugh..." Jawab ayahku


"Gak kuat dek... Aduh aduh... Aku methu dek"


"Bareng mas.. Bareng mas... Aku pisan mas..."

"Bersamaan mas... Bersamaan mas... Aku Juga mas"

"Jancok kon dek... Tak ancuki kon dek, pek en pejuh ku deh..."
Jancok kamu dek... Aku seks kamu dek, ambil air maniku dek"


"AAaaahhhhhhh......." Teriakan mereka berdua bersamaan


Kulihat kepala ayah dan ibuku mendongak ke atas membentuk sudut mendekati siku2 dengan punggung mereka masing2.

Saat itu juga kurasakan tubuh Mbak Rin mengejang berulang kali

"Aku yo pisan... Aku yo pisan... Peluk aku Rud.. Yang erat..."

Aku peluk tubuhnya dengan erat sambil merasakan goncangan tubuh kakaku yang cantik itu. Kepalaya mendongak keatas bersandar dipundaku sambil aku mengendusi lehernya..
***Hidden content cannot be quoted.***

Tiba-tiba kontholku ngaceng untuk pertama kalinya...

(Bersambung)

***Hidden content cannot be quoted.***

___________________________________________
***Hidden content cannot be quoted.***
a
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd