Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Diary Seorang Istri Season 2

Kok masih bisa lolos si bajingan Anto? Dibantuin Olive lagi?
Akan ****** banget kalau Maya baik lagi sama Anto
 
hai selamat siang para coliker...maaf semalam ada acara, jadi pulang udah pagi, mudah-mudahan nanti malam kita mulai ya suhu...
 
dopost sori
 
Diary Seorang Istri Season 2
another great story by Pujangga 2000 (waone53)

------ Part 1--------


Di sebuah tempat

“Mas…tolong mas, saya minta maaf atas kesalahan saya, tolong mas…” Anto berlutut di hadapan Murad, mencoba meminta belas kasihan, Murad berjongkok dan menepuk kepala Anto yang tertunduk di lantai, “Bukan Urusan Gue nyet..makanya kontol tuh jangan diumbar..akhirnya lenyap kan kontol lu hahahahah..” Ujar Murad tak kuasa menahan geli membayangkan Anto akan kehilangan miliknya yang paling berharga.

Rebon yang duduk di dekat Murad rupanya belum terlalu paham maksud ini semua, otaknya gak sampai untuk memahami apa yang dibicarakan dan juga membuat kawannya itu terpingkal-pingkal, “Kalau kontol dia dipotong trus kencingnya gimana? Kayaknya kejam banget, kasihan juga si Anto, ahhh kok bisa gitu..trus kata si murad ganti kelamin? Maksudnya jadi memek gitu, trus memek siapa yang dipake, apa memek orang yang udah mati? Aduhhh pusing kepalaku.” Ujar Rebon dalam hati, tangannya menggaruk-garuk kepalanya yang licin.

Telepon di saku Murad kembali berdering, “ya bos, kita sudah siap, apa mau langsung dibawa, kita nunggu shareLoc tadi.” Tanya Murad.

“Barusan aku ditelpon pihak klinik, katanya nanti malam saja, aku juga sekarang sedang otewe kesana.” Jawab Santoso

“Siap bos.” Ujar Murad

“Ya sudah kalian beli makan aja dulu, sekalian buat si curut itu..” ucap Santoso, pembicaraan telpon berakhir.

Murad memandang Anto yang masih bersimpuh, timbul pikiran isengnya untuk membuat nyali Anto semakin ciut.

“Bos, ini serius kan si curut ini bakalan gak punya titit lagi.” Murad mengucapkan kata itu dengan cukup lantang, pura-pura masih bicara dengan bosnya

“Huahahah, apa bos..mau dijadiin banci kaleng dia, sekalian suruh mangkal aja di Irba hahahahah..” tambah Murad sambil menyeringai meledek Anto yang semakin pucat.

Anto mendengar itu semakin panik, wajahnya pucat dan menggeleng, dua telapak tangannya tertangkup memohon ampun pada Murad.

“Mas..ini mas ambil dompet saya, di Atm ada uang 250 juta, ambil aja mas, tolong lepaskan saya mas...” ujar Anto dengan suara tercekat.

Murad menoleh pada Anto, tak lama suara tawanya menggelegar, Murad berpaling pada Rebon yang juga ikut tertawa, “250 juta katanya bon, duit darimana Lo bangsat.. Hahahaha..”

“Beneeraan mas, saya gak bohong, bentar...” Anto berusaha menggapai hpnya, kedua tangannya yang terborgol membuatnya sulit menarik hp dari sakunya.

“Mau ngapain lu…mau telpon bos lu yang cewek itu? dia udah gak peduli nyet..lu pikir bos gua belum ketemu dia?” ujar Murad sambil jongkok, lalu direnggutnya rambut Anto.

“Bukan mas, saya mau kasih bukti sama mas kalau saya punya uang sebanyak itu..ini saya mau tunjukin mbanking saya..” ujar Anto meringis, Murad melihat sorot mata Anto begitu ketakutan, Murad tahu kalau curut got itu mengatakan yang sebenarnya.

Murad melepaskan rambut Anto, dibiarkannya Anto mengambil Hpnya, dengan susah payah akhirnya Anto berhasil mengeluarkan hpnya, lalu Anto terlihat mengetik sesuatu, tak lama Anto menunjukkan layar hpnya pada Murad.

Murad terdiam, namun dia juga penasaran, diambilnya hp Anto, tertera di layar barisan angka-angka yang sesuai dengan apa yang dikatakan Anto, Murad menatap Anto, diberikannya kembali hp itu, tanpa Murad sadari Anto mengetikkan suatu pesan pada kawannya yang menunggu lapak parkirnya, Anto juga memberikan lokasi tempatnya disekap. Anto kemudian mematikan volume dering hpnya dan membiarkan hanya tinggal getaran.

Anto melihat Murad seolah mulai terpancing, namun Anto juga gak ingin gegabah, Anto mulai melihat gestur Murad agak gelisah, “Bon..gua beli makanan dulu, jaga bangsat ini…” Murad menatap tajam Anto, “Siap Mas..” Sahut Rebon.


***


“Bu nasi rames 3, sama minumnya sekalian.” Pinta Murad pada seorang perempuan setengah baya yang berada di belakang Etalase yang penuh dengan beragam masakan.

“Lauknya apa Mas?” Tanya ibu tadi, Murad menunjuk pada beberapa macam makanan, lalu kemudian duduk di bangku panjang warteg tersebut, di sana ada dua orang pria yang sedang makan, dua orang itu melihat sekilas ke arah Murad, namun perawakan Murad yang seram, membuat mereka tak ingin berlama-lama memperhatikan lelaki itu.

Murad mengambil hpnya, lalu setelah melihat orang yang sedang dihubunginya menjawab, dia berdiri dan keluar dari warteg tersebut.

“Gimana Dek? Apa kata Sari?” tanya Murad pada lawan bicaranya di telpon.

Orang yang sedang ditelponnya adalah mantan istrinya yang tinggal di Bandung, walau sudah berpisah, namun hubungannya dengan mantan istrinya masih cukup baik, dengan mantan istrinya itu, Murad memiliki putri yang sudah beranjak dewasa, Sari putrinya adalah seorang gadis yang pandai di sekolah, sejak SD hingga SMA dia selalu menjadi juara kelas, Sari adalah alasan Murad bercerai dengan istrinya yang juga ibu dari putrinya itu, Murad tak ingin Sari mengetahui kalau ayahnya adalah seorang preman, pada mantan istrinya Murad mengatakan kalau Sari bertanya tentang ayahnya, bilang saja ayahnya telah mati.

Pernah Murad ingin berhenti sebagai preman, namun gejolak jiwanya membawanya kembali ke dunia yang penuh kekerasan, Sejak bertemu Santoso dan diangkat sebagai pengawal pribadi bosnya itu, Murad menjadi lebih terkendali, Murad banyak berhutang budi pada Santoso, Santoso pula yang membantunya keluar dari lembah hitam, gaji yang didapatnya tak pernah lupa dia kirimkan untuk kepentingan putrinya, walau lebih kecil dari penghasilannya saat menjadi preman, namun Murad sadar usianya semakin lama semakin bertambah, dan kehadiran putrinya juga yang membuat Murad ingin hidup lebih lama lagi, Murad ingin menyaksikan putrinya tumbuh besar, jika terus bergulat menjadi preman, saling bertempur dengan kelompok lain dalam memperebutkan daerah kekuasaan, Murad yakin dia cepat atau lambat akan terbunuh.

Setiap tahun, mantan istrinya selalu mengirimkan laporan pendidikan putrinya, dan Murad sungguh bangga dengan kecerdasan putrinya itu, Sari tumbuh menjadi gadis yang baik, santun, rajin ibadah dan juga dikaruniai otak cerdas, satu-satunya harta berharga Murad adalah anaknya itu, Murad ikhlas melihat dari kejauhan perkembangan putrinya itu, alasan lain Murad menjauh dari istri dan anaknya itu karena Murad merasa khawatir kalau mereka akan menjadi sasaran musuh-musuhnya, karena mereka adalah satu-satunya kelemahannya.

Beberapa bulan lalu, istrinya bercerita kalau Sari ingin sekali kuliah di fakultas kedokteran setelah lulus nanti, siapapun tahu kalau biaya kuliah kedokteran cukup mahal, dan gak segampang itu juga mendapat beasiswa. Sari mengatakan pada ibunya kalau dia akan ikut ujian masuk perguruan tinggi negeri untuk mewujudkan impiannya itu.

Kecerdasan dan kepandaian bukanlah penentu kelulusan SMPTN, Ibaratnya hanya untung-untungan, walau kita sudah sebisa mungkin menjawab dengan benar, namun adakalanya hasilnya tak sesuai dengan kenyataan. Dan hari ini Murad mendapat jawaban dari istrinya kalau Sari tidak lulus SMPTN. Satu-satunya pintu masuk yang tersisa untuk Sari adalah masuk melalui pendaftaran langsung, dan itu artinya tinggal kuat-kuatan Dana sumbangan sukarela yang diminta pihak Universitas.

Murad teringat tahun lalu, Santoso pernah bercerita kalau salah satu ponakannya masuk fakultas kedokteran universitas negeri dengan biaya ratusan juta, dam kini kata-kata ratusan juta seolah menjadi momok bagi seorang Murad, lelaki yang tak pernah gentar menghadapi berbagai musuhnya, manusia yang disegani lawan, serta di hormati kawan, namun kini seolah bingung mewujudkan keinginan putrinya.

Murad sangat segan untuk bercerita pada Santoso bosnya, Murad tahu kalau Santoso tengah butuh uang banyak untuk mewujudkan ambisinya menguasai resort, apalagi Santoso telah banyak membantu Murad, sungguh kelu lidah Murad untuk meminta bantuan bosnya itu.

Kini lelaki yang sangat dibencinya, lelaki yang rasanya ingin dia kubur hidup-hidup, seolah menjadi jawaban dari segala kegalauannya, tawaran Anto sungguh membuat goyah hatinya, kini dirinya seolah diuji antara kesetiaan dan tanggung jawabnya sebagai Ayah, Murad sungguh menghormati dan menyayangi Santoso, Murad juga menyayangi putrinya dengan sepenuh hati, Murad tak akan ragu untuk mengorbankan nyawanya untuk kedua orang itu.

“Ya dek, biar abang urus soal itu, bilang ama Sari untuk sabar ya..kasih waktu abang dalam beberapa hari ini.” Murad menyudahi percakapannya dengan mantan istrinya itu. Murad kembali masuk ke warteg dan membayar pesanannya tadi.


***​


“Gua akan lepaskan borgol lu, tapi kalau lu macem-macem, sumpah gua akan habisi lu tanpa ragu..” Ujar Murad, wajahnya memancarkan aura yang cukup menakutkan, sorot matanya tajam menatap Anto, dibukanya borgol yang membelenggu tangan Anto.

Anto menggerakkan tangannya yang sedikit sakit karena seharian tak bisa bergerak.Anto mengambil bungkusan plastik yang berisi nasi dan minuman, “Saya makan disana mas..” Ujar Anto, dia tak berniat sedikitpun untuk macam-macam, dia tahu kalau pria seram didepannya ini tak akan segan melakukan kekerasan padanya, Anto duduk di pojok ruangan, dibukanya makanan yang ada di dalam bungkusan ditangannya, Anto sepertinya sangat lapar dan terlihat lahap menyantap makanannya, ketiga orang itu terdiam dalam kesibukannya melahap makanan.

Suara pintu di ketuk, tak lama terdengar suara Santoso di luar memanggil, rebon segera bergegas membukakan pintu, saat melihat bosnya datang, Rebon membungkuk hormat, Santoso menepuk pundak Rebon, saat melihat Murad hendak berdiri, Santoso menahannya, “Dah lanjutin lagi makannya, Nih aku bawa kopi dingin..” Santoso meletakkan bungkusan beberapa kaleng bir hitam di meja. Santoso memperhatikan Anto yang terdiam dan tak berani menatapnya sama sekali, di biarkan lelaki yang dibencinya itu makan, melihat Anto yang ketakutan, Santoso tersenyum puas.

Murad rupanya telah selesai makan, dia meremas bungkusan nasinya, dan memasukkannya dalam kantong, Murad bangkit dan menuju kamar mandi, tak lama dia kembali dan duduk menyender di tembok, Santoso melemparkan sekaleng Bir Hitam pada Murad, keduanya kemudian meminum bir tersebut, Rebon juga ikut mengambil dan membuka kaleng bir hitam tersebut.

Santoso mendekati Anto yang meringkuk dengan menundukkan kepala, melihat borgol di tangannya terlepas, Santoso melihat ke arah Murad, “Ohh itu tadi bos, saya yang bukaian pas tadi makan, bon pasang lagi borgolnya..” Ujar Murad menjelaskan. Rebon dengan sigap menjalankan perintah Murad, terdengar suara Anto yang kesakitan karena Rebon dengan kasar menarik tangannya, Santoso hanya memperhatikan, Setelah borgol kembali terpasang, Santoso berjongkok dan menampar pipi Anto.

“Mampus kau sekarang, apa yang kowe bakal terima, tak sebanding dengan perbuatan kowe cuk!” ujar Santoso geram, Anto hanya diam dan tertunduk, hatinya berdegup karena takut, Santoso berdiri dengan gemas di sepaknya perut Anto hingga tersungkur, Anto tak bicara apa-apa, hanya mengaduh pelan sambil menahan sakit di perut bagian samping. Murad dan Rebon hanya memperhatikan Bosnya yang sedang marah besar ini, Santoso sendiri terlihat begitu gemas dengan Anto, saat akan melayangkan tinjunya, Hp disakunya berdering, Santoso mengertakkan giginya gemas, di ambilnya hpnya, terlihat nama istrinya yang memanggil, Santoso berdiri dan berjalan keluar rumah, “Ya halo mah…apa!! Tenang..tenang bi…nyonya mana? Aduh, coba kasih ke nyonya telponnya.”

Murad dan Rebon berpandangan, mereka berdua mendekati bosnya perlahan, “Mamah gak apa kan..ya udah sabar dulu ya, nanti papah suruh Donna hubungi Dokter Gunawan untuk segera datang ke rumah.”

Santoso kemudian menelpon sekretaris pribadinya, dia berkata sesuatu dalam bahasa jawa, Murad memandang Rebon karena tak paham ucapan Bosnya itu, Rebon menggeleng sambil mengangkat tangannya. Tak lama Santoso menyimpan hpnya kembali, wajahnya terlihat bingung sekaligus tegang.

“Kenapa bos, apa ada yang gak beres.” Tanya Murad.

Santoso memandang Murad, “istriku katanya pendarahan, ada-ada aja..”

“Pendarahan bos? Maksudnya, aduh..” Ucap Rebon.

Santoso memandang tajam anak buahnya, “Waduh piye?” bentak Santoso, Rebon menggeleng, “Rapopo bos..” Murad juga punya pikiran yang sama dengan Rebon, dia menduga ada hubungannya dengan kehamilan istri bosnya ini.

“Ya don…oke…makasih ya.” Santoso menyimpan kembali hpnya.

“Rad kowe bisa urus ini kan, aku balik nang Suroboyo sek..kuatir aku..” Ujar Santoso, kecemasan tergambar jelas di wajahnya.

“Siap Bos..” Jawab Murad.

Santoso kemudian memberikan arahan untuk Murad langkah-langkah selanjutnya untuk Anto, “Nanti aku kasih lokasine.” Ujar Santoso.

“Siap Bos.” Ucap Murad lagi.

“Yo wes, aku harus segera ke bandara, kowe melu karo aku bon..” Ucap Santoso, Rebon memandang Murad, orang yang dipandang menganggukan kepala, “Ya Bon, lu kawal bos dulu, biar curut got ini gua yang urus.” ujar Murad.


***


“Kenapa lu lihat gua, lu pikir gua tertarik ama tawaranlu tadi?” tanya Murad melototkan matanya pada Anto.

Anto merasa ngeri beradu pandang dengan pria bengis itu, masih teringat betapa kuat tenaga orang itu saat memiting tangannya di lift tadi pagi.

“Kalo ternyata lu main-main ama gue, lu bakalan gua penggal dan kubur hidup-hidup paham lu.” Ujar Murad tiba-tiba, Anto menegakkan kepalanya dan memandang Murad.

“Mana temanlu…” Tanya Murad.

Anto bingung dengan pertanyaan itu, “maksudnya bang, teman apa?”

“Lu pikir gua anak kemarin sore, saat lu tunjukin jumlah duit lu tadi, lu sempat hubungi temanlu kan, dari tadi gua udah tunggu, asal lu tau aja, gua gak gentar ama siapapun juga.” Ujar Murad.

“Bukan kaya gitu bang.” Ujar Anto lirih, “Tadi saya hubungi teman saya, untuk pergi menemui Bos saya bang..” Lanjut Anto tertunduk.

“Bang, mending abang bunuh aja saya daripada hukum saya kaya gitu..” Ucap Anto menatap Murad dengan tatapan mata ketakutan. “Masa Abang tega kaya gitu..tolong bang…ambil semua duit saya..tolong lepasin saya bang, tadi saya juga nyuruh teman saya untuk mencari bos supaya bisa ikut bantu nambahin uang buat abang.”Anto mulai mencoba mempengaruhi pikiran Murad.

Anto tahu kalau dia tak mungkin lolos dari semua ini, andaikan bisa kabur pun hidupnya tak bakalan tenang, Anto yakin kalau Murad bukan sembarang preman, saat pertama kali tertangkap basah dengan istri Santoso, dia sempat mencoba meminta bantuan salah seorang preman yang dikenalnya untuk membalas perbuatan Santoso yang memukulnya saat itu, namun saat preman itu mengetahui kalau ada Murad disana, preman itu rupanya segan. Walau dia tak tahu banyak tentang dunia hitam. Anto baru tahu kalau Murad bukanlah orang yang bisa dipandang enteng.

Murad bukanlah orang yang gampang goyah, namun kali ini dia goyah karena kecintaannya pada anak gadis semata wayangnya, Murad tak ingin putrinya tahu siapa bapaknya, Murad hanya ingin memastikan kalau Anaknya bisa menjadi kebanggaannya, dia ingin putrinya bisa mewujudkan cita-citanya yang tinggi, Murad juga menyayangi Santoso, namun ketika terdapat pilihan antara kesetiaan dan tugasnya sebagai seorang Ayah, maka Murad tahu apa yang harus dipilihnya. Putrinya adalah satu-satunya alasan dia bertahan hidup selama ini.

Murad akhirnya mengambil pilihan yang sulit ini, dia mengingkari kesetiaannya pada Santoso, dengan bantuan Olivia, Murad kemudian melepaskan Anto dengan imbalan uang 300 juta, Olivia yang tadinya tak ingin lagi berhubungan dengan Anto, apalagi membantunya akhirnya luluh juga setelah mengetahui hukuman yang akan diterima Anto.

Olivia dengan kepandaiannya berbicara mengancam pemilik klinik untuk bekerja sama, klinik itu memang klinik ilegal, disana juga menerima jasa ******, dengan kepandaiannya berdiplomasi, Olivia akhirnya bisa memaksa pemilik klinik untuk pura-pura telah melaksanakan tugasnya dari Santoso, dengan ancaman akan membuat klinik ilegal ini tutup selamanya, dan tentunya akan membawa konsekuensi hukum yang tak ringan karena telah melakukan praktek ****** ilegal selama bertahun-tahun.

Setelah membantu Anto untuk kali yang terakhir, Olivia memang benar-benar telah muak dengan kelakuan Anto, Olivia menjual cepat lapak parkir yang dimiliki Anto, uang penjualan diserahkan ke Murad sebagai tambahan bonus, Mobil yang biasa di pakai Anto juga dijual oleh Olivia.

Olivia begitu kesal pada Anto, gara-gara Anto, walau sebenarnya andil Santoso yang lebih besar. Olivia dipindahkan menjadi staff diplomatik di Sudan, mutasinya itu merupakan hukuman yang berat baginya, untuk perempuan glamour seperti Olivia, Negara seperti Sudan tentunya tak sebanding dengan Amerika atau negara-negara Eropa yang pernah menjadi tempat tugasnya.

Begitu juga dengan Murad, dia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa dia akan mengabdikan seumur hidupnya untuk Santoso, karena dia merasa bersalah pada bosnya itu, namun dia tak menyesali apa yang telah dia lakukan, sebagai seorang Ayah, dia merasa ini satu-satunya yang bisa di lakukan untuk putrinya. Murad mengirimkan semua uang yang didapatkannya pada mantan istrinya untuk keperluan kuliah putrinya, dan Murad merasa senang ketika mengetahui putrinya diterima di perguruan tinggi ternama sesuai keinginannya. Putrinya sendiri tak pernah tahu kalau uang ayahnya yang membuatnya diterima di Universitas impiannya.

Sedangkan Anto merasa bersyukur telah lolos dari tragedi, Anto kini telah kehilangan segalanya, namun Anto tak menyesal dengan semua itu, dia sudah kapok untuk bermain-main dengan perempuan terutama yang masih menjadi istri orang, dia tak ingin kejadian sama terulang lagi, Anto kemudian memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya, apalagi Murad mengancam akan menguburnya hidup-hidup kalau mereka bertemu lagi. Anto sungguh gentar dengan ancaman Murad, Anto tahu kalau itu bukan sekedar ancaman, tapi itu adalah kenyataan yang akan terjadi..


***

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd