Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Dr. Sella Septriani

Kira2 lanjut apa gak?


  • Total voters
    118
  • Poll closed .
semoga bisa ada hubungan 3S antara sella yusuf dan dokter nurul sampe nikah dan punya anak. dan Yusuf punya istri 2
 
Mantap ada cerita baru.
Ayo Hu dicium dijilat ketek nya, jgn lehernya aja...
Trs pantatnya ditusbol, jgn cm dimskkin jari doang...
 
salam semprot para pembaca sekalian. udah lama bgt ane enggajk mampir ke lapak kedua ane satu ini, udah sekian lama ane tinggalin buat lanjutin lapak satunya lg/sibuk di RL. :fiuh:


ane juga mengucapkan terimakasih banyak untuk para suhu yg sudah sangat setia menetap disini, bahkan ada yg meng up lapak ini lg dengan memberikan komenan2. terimakasih banyak sekali lg ane ucapkan :ampun::ampun::ampun:


ane sedang benar2 mengusahakan cerita dr sella ini kembali berlanjut. disamping plot ceritanya yg tidak seribet cerita puput yang sudah terlanjut kemana2, untuk mulustrasinya juga cukup mudah karena ane sekali lg tidak sesulit mulustrasi cerita puput.


nantikan terus cerita dr sella disini, wahai para pembaca setia sekalian, siapa tau cerita akan kembali berlanjut dan ane bisa membagi waktu ane dengan RL yang sedang ane jalani saat ini karena ane sudah terbebas dari 'belenggu hubungan' alias menjomblo :cool::cool:
 
Pagi ini Sella sedang sibuk mengetik di laptopnya sambil menyantap rotio bakar coklatnya. Ia sedang mengetik proposal mengenai pengajuan dirinya untuk melanjutkan pendidikan S3 di negara tetangga. Kesempatan itu tentu sangat dimanfaatkan dengan baik mengingat jenjang pendidikan yang tinggi di usia yang belum menginjak 30 sangatlah langka, dan Sella adalah salah satu yang sedang mengusahakannya saat ini.

Disamping kirinya, Sonya dan Santi, adik dari Sella sedang asik dengan gawai merek masing2. Sonya sedan mengetik sesuatu di kolom aplikasi chat nya dengan mata berbinar dan senyuman tipis tersungging, sementara Sonya memasang ekspresi cembetut sambil mengaduk pelan mangkuk berisi sereal rasa vanila nya. Ketiganya sibuk dengan dunianya masing2. Tentu saja yang paling tidak merasa nyaman adalah Hartini, ibu dari mereka bertiga yang sedan duduk tepat di depan mereka.

“Asik banget nih pagi2. Yang satu ngetik cetak cetek, yang satu cengar cengir sambil maen hape, yang satu lagi manyun terus dari kemaren.” Celetuknya tajam.

Hanya Santi yang kembali menghabiskan sarapannya, sementara Sella masih sibuk dengan proposalnya dan Sonya yang acuh tidak mempedulikan tusukan tajam sindiran dari ibu nya.

“Mhomm.. hahu heranghat huluan hyahh… huhah helathh!” pamit Santi sambil mengigit roti bakarnya lalu pergi keluar setelah meraih ransel kecil nya.

“Heh, kamu pergi sama siapa!?”

“Sama ojol! Bye mom!” seru Santi dari arah pintu masuk.

Tinggalah ia dengan sisa srikandi kesayangannya yang masih sibuk dengan aktivitas mereka masing2. Ingin rasanya Hartini kembali mengucap tajam kepada mereka yang tidak mematuhi salah satu etika ketika berada di meja makan.

“Kakak asik banget kayaknya sama laptopnya…”

Sella tidak menanggapi. Hartini pun berpindah ke anaknya yang paling bungsu.

“Adek kenapa? Cembetut melulu dari kemaren…?”

Sonya pun juga tidak menanggapi banyak. Ia hanya memberikan picingan sekilas sambil tetap memasang ekspresi masam.

“EHEM!”

Suara deheman Hartini nyaring terdengar di ruang makan, membuat Sella dan Sonya melirik sekilas asal suara tersebut.

“Kalian tau kalo di meja makan itu ngapain?”

Seakan sudah tahu maksud dari ibunya, Sella pun bergegas menyimpan semua dokumennya lalu menutup laptopnya, ia lantas cepat menghabiskan sarapannya. Namun hal itu kembali tidak berlaku untuk Sonya yang tetap muram. Adik Sella paling kecil ini memang sangat keras kepala soal mempertahankan ego nya bahkan di depan orangtua nya sekalipun.

“Adek kalo masang muka begitu terus mama enggak suka ya, dek!!” Hartini menaikan nada suaranya. Suasana tiba2 mencekam lantaran sosok yang paling sabar di rumah kini mulai menunjukan emosinya.

Apakah Sonya menurut? Tentu saja tidak. Ia langsung meraih ranselnya dan bergegas pergi sama seperti Santi, namun ia lebih menunjukan adat jeleknya sambil menghentakan kaki keras2.

“Adek!! Mau kemana hei!?”

“Mau pergi sama temen!”

“Kamu pergi sama siapa!!?”

“Sama ojol! Tadi udah mesen!”

“ADEKK!!!”

Belum selesai Hartini berucap, Sonya sudah pergi keluar rumah. Terlihat berkali2 ia juga mengusap pelipisnya tanda air mata melembab disana.

“Haduhh, itu anak dua…!!” Hartini memijat2 samping kepalanya sambil memejam tipis.

“Anak baru gede, mom. Nanti aku yang coba ngobrol sama mereka…” Sella berusaha menenangkan ibu nya.

“Ya iya, cuman kan kamu juga tadinya tahan mereka dong, Sel… jangan malah sibuk sama kerjaan sendiri.” Hartini kini menyemprot Sella yang sedang memijat bahu ibu nya.

“Kan aku juga lagi sibuk tadi, mom.” Sella membela diri.

“Aishh, samanya kalian2 juga…” Hartini membuang napas panjang berkali2 tanda rasa lelah yang sangat pekat pagi hari ini. Tidak biasanya ia mengeluarkan emosinya karena yang lebih sering melakoni peran orang yang tegas adalah ayah mereka yang sedang pergi keluar kota untuk kesekian kalinya.








-------​







“Napa dok? Kok kayaknya stress amat keliatannya?” Tanya suster Rumi ketika melihat Sella yang sedang tertunduk lemas di meja kerjanya.

“Biasaaaa…. lelah sedang menyerangku, sus.”

“Hooh. Semangat ya doook, jaga2 kesehatan. Lagi gini cuacanya soalnya.” Suster Rumi menyemangati Sella.

Siang ini ia sedang kembali berjaga di ruang dokter bedagh seperti biasa. Pasien demi pasien silih berganti datang dengan bermacam2 kondisi. Karena Sella adalah dokter spesialis bedah, pasien yang ia layani tentu saja berkaitan dengan pra operasi dan pasca operasi. Saat ini rata2 pasiem yang datang kebanyakan adalah pasie pasca operasi yang rutin mengecek setiap minggunya.

“Aduh tau enggak sih dok ya, tetangga saya da dok yang kakinya abis ‘ngegeroak’ gegara diabetes… itu lho sampe telapaknya ampe abis dok ampe keliatan dagingnya…. Blablablabla… aduh saya sih blablablabla….!!!”

Seorang pasiem ibu2 tidak hentinya berbicara ketika Sella sedang menuliskan laporan perkembangan luka pasca operasi di daun telinga kirinya. Sella hanya menanggapi dengan secukunya tanpa memberikan komentar. Sebagai gantinya, suster Rumi lah yang menjadi kawan berbicara pasien tersebut.

“Nih ya bu, ketemu lagi kemari nanti hari Jumat. Terus jangan lupa obatnya tetep diolesin rutin, sama kasanya juga rajin mesti diganti. Ini soalnya saya liat sampe kering begini karena ibu jarang ganti.”

“Iya dok, soalnya saya itu kan emang dirumah gini dok… blablablabla… jadi tuh ya dok saya suka kena blablablablabla…”

Kembali pasien itu mengoceh, namun suster Rumi langsung meminta ibu tersebut untuk pergi menuju apotek untuk memberikan resep obat. Sella hanya memberkan senyuman ramah dibalik masker yang ia kenakan.

“Dok, makasih ya dok! Sus, makasih ya! Ngomong2 disitu ya apoteknya ya!?”

“Iya… ibu nanti ikutin aja palang yang ada di perempatan disitu. Itu tuh keliatan jelas banget kan…” suster Rumi membantu pasie tersebut sambil menunjuk petunjuk yang berada diujung.

Setelah ia pergi, suster Rumi pun membuang napas lega sambil menutup pintu. Ia melihat dokter Sella yang menggeleng2kan kepalanya sambil tersenyum risih.

“Dokter kok kuat ya nanganin pasiem kayak gitu?”

“Ahahaha… kalo aku enggak kuat mungkin aku udah ganti profesi kali, sus.”

“Dududuhhh… kuatnya dokter satu ini. Hihihi…”

“Yaudah yuk dipanggil lagi pasien selanjutnya.”

“Dokter enggak mau istirahat dulu?”

Sella menggeleng pede dengan senyuman tipis. Ia menyimpan dalam2 rasa lelahnya yang sudah timbul sejak dirumah tadi demi profesionalitasnya sebagai seorang dokter.

“Hmm oke….”

Suster Rumi kembali membuka pintu. Ia melihat lembar rekam medis dari seorang pasien beserta dengan nomor antriannya.

“Bapak… bapak Alan??” Suster Rumi terlihat menengok ke kiri dan ke kanan menanggil nama tersebut.

Mendengar nama itu disebut, sontak Sella bergejolak bukan main. Pasien idaman semua suster kini kembali datang ke dalam ruangannya untuk memeriksakan kondisinya. Entah kondisi apa itu, yang pasti kini Sella benar2 lupa dan fokus dengan posturnya yang mati2an ia pertahankan seanggung dan sewibawa mungkin. Padahal di dalam hatinya kini sedang riuh ramai akan dengupan yang keras.

Gw enggak salah denger kan…. Iya kan…. Itu tadi Rumi sebut nama Alan kan?? Iya kan??? IYA KAAAANNN!!??

“Dengan bapak Alan?” Tanya suster Rumi diluar sana yang setengah badannya terhalang oleh pintu.

Dengupan di dada Sella kian menderu kencang. Entah mengapa Sella merasa bergitu berdebar dan senang melihat pasien tampannya ini. Ia tau bahwa perasaan ini tidak benar karena dia sudah menjalin hubungan dengan Yusuf walaupun secara diam2. Namun tetap hasrat kaum hawanya lebih dominan dan sedang meronta di dalam dirinya.

Owhhh shiittt… why you coming back in here sih!!??

“Silahkan masuk, pak. Dokter Sella sudah menunggu.”

Aduh ini kenapa Rumi bisa sesantai itu coba!? Masa cuman gw doang yang struggle begini!!??

Masuklah seorang laki2 bertampang tegap dengan tatapan tajam, jenggot tebal, dan lengan yang penuh dengan urat nadi menghampiri meja praktet perlahan.

God help me….

“Selamat siang, dok?”

Suara gagah nan berat menyapa Sella. Ia membalas dengan senyuman ramahnya. Lebih tepatnya ia berusaha membuat ekspresinya benar2 senormal mungkin.

“Halo2? Ini pasien yang waktu itu ya?”

Heh!! Kamu yang waktu itu ya!! Kok baru keliatan sih anjir!? Kemana aja kau!!?? Eh eh!! Enggak boleh enggak boleh!! Gw enggak boleh mikir begini!!

“Iya benar dok.”

“Yang waktu itu kakinya ketusuk paku bukan ya?”

“Iya benar.”

Aaaauugg!! Gw nanya apaan sih astagaaaa!!!

“Ah gitu. Kalo gitu silahkan berbaring ya pak di ranjang.”

Tiduran cepat!! Tiduran!! Biar gw bisa mengeksekusi elo!! Elo itu…..!! Ehhh aduuuuuuuhh Sellaaaaa… bandel banget elo astaga mikirnyaaa!!

Sella memeriksa kondisi luka di telapak kaki Alan yang kian hari semakin membaik. Lukanya sudah terlihat menutup dengna sempurna, namun ia masih harus mengolesi luka tersebut dan tetap memakai alas kaki yang tidak terlalu menutup seperti sepatu. Begitulah kira2 penjelasan dari Sella, terlihat elegan namun dibalik itu semua ia menahan hasratnya yang berteriak kehausan.

“Jadi kondisi kaki saya gimana dok intinya?”

“Untuk dua hari kedepan sudah bisa menggunakan alas kaki seperti kaos kaki atau sepatu, namun tetep harus dijaga karena sepatu kan lembab di bagian dalamnya. Tetap harus dijaga kebersihannya.”

“Oh begitu dok.”

“Iya.” Sella mengangguk pelan.

Iya sayang iyaaaa!! Aduhhh emeuushh emushhh emmeushh!! Natapnya bisa santai aja enggak sih!!?? Asajksajkasjaksajk!!

“Baik dok, kalo begitu saya pamit dulu. Terimakasih banyak ya, dok.”

“Sama2. Semoga cepet sembuh ya, pak.”

Setelah itu Alan berbicara dengan Rumi sekilas mengenai rekam medis Alan. Selang beberapa menit ia pun pergi sambil memberi salam sekali lagi ke mereka berdua.

“Sus?”

“Ya dok?”

“Sini.”

Sella memanggil Rumi untuk mendekat.

“Ya dok, ada apa?”

“Kamu jago banget. Aku ‘approved’ profesionalitas kamu…”

“Hah? Maksud dokter apa ya?”

“Enggak2. Lupakan…” Sella bingung dengna ucapannya sendiri, begitu pun Rumi yang terheran2.










-------​









“Doooooooookkkk!!”

Gian, salah satu suster jaga menghampiri Sella yang sedang melakukan visitasi pasien. Tatapannya berbinar2 diiringi dengan ekspresi heran dari suster jaga lainnya.

“Dokter, saya mau nanya?”

“Nanya apa?”

“Itu lho doookkk… pasien yang tadi siang ituuuu…”

“Kenapa?”

“Itu doookkk, aduhh saha kieu teh nami ituuuu…. ceu… saha eiu teh pasiena…”

Gian memanggil salah satu suster yang duduk di meja administrasi yang menaikan pundak tinggi2 tanda tidak mengerti maksud perkataan dari Gian.

“Itu lho doookkk… yang itu…”

“Itu apa sih??”

“Aishhh, si Gian itu kesemsem lho dok sama pasiemu yang namanya Alan2 itu…” ucap salah satu perawat senior sehabis keluar dari ruangan dokumen.

“Oalaaaahhhh si Alan itu toooh…”

“Iya ituuuu dooookkk!!! Yaowoh dok dia dateng lagi tadi!!??”

“Ngapeee?? Mulai deh nih satu korban kena pesona orang kayak gituuu…” Sella terkekeh melihat suster mungil ini lompat2 kecil kegirangan.

“Ah jangan sebut kayak gitu atuhh doookk! Eh iya katanya dia hari ini terakhir ya ‘check up’ dok???”

“Ya kalo di aku sih udah terakhir karena emang udah 90an persen lukanya sembuh… terus juga-“

Belum selesai Sella berbicara, Gian menunjukan torehan kekecewaan di raut wajahnya. Ia tidak mendapatkan kesempatan untuk melihat seorang tampan seperti itu untuk kesempatan selanjutnya. Padahal ia sungguh ingin mendapat shift dengan Sella di ruangannya hanya untuk melihat penampilan tampan nan mempersona Alan. Sekarang hal itu hanyalah angan yang sudah lenyap.

“Yahhh… yaudah deh.”

“Heh, masa langusng berubah cembetut gitu mukanya ini. Udah ah, emang cowo ganteng cuman dia doang…??” ucap si perawat senior menegur Gian. Sella hanya tersenyum geli melihat tingkah laku suster muda ini. Padahal…

EH KUTU KUPRET!! GUE JUGA KECEWA KELESSS!! EMANGNYA ELO DOANG!!??

Perasaanya juga runtuh karena tidak bisa menemui Alan lagi. Setidaknya ia masih mempunyai Yusuf yang baru beberapa menit lalu mengirimi pesan singkat bertuliskan kalimat untuk menyemangati Sella.

“Udah ah, aku mau keliling dulu. Pasien kamar 303 perlu dipantau soalnya. Yuk guys dua orang ikut aku.”

“Baik dok.”

“Baik dok. Sebentar saya ambilkan dokumennya.”

“Terus buat kamu, Gian… yang sabar ya.” Sella menepuk pelan pundak Gian.

“Aaaa doookk… kecewa aku tuh! Tapi makasih banyak, dok…”









-------​







“Hi, how was your day?” Yusuf menyapa Sella melalui ponselnya.

“Hemm… tired and tedious as usual… hehehe.”

“Wow! Emang ya jadi dokter yang berdedikasi itu mengursan energi banget.”

“Hahaha… apa sih, bahasanya dedikasi2 segala…”

“Ya emang gitu kan, elo kan dokter, dokter mesti dedikasi dong. Kalo enggak entar pasiennya gimana..??”

“Iyaa iyaa… mulai dah nih nasehat2…”

Sella sedang bersantai di salah satu coffe shop yang buka 24 jam tidak jauh dari rumah sakit. Ia sedang melanjutkan pengerjaan proposalnya sambil ditemani secangkir ‘Americano’ dan sepiring ‘muffin’ rasa ‘cookies and cream’.

“Jadi gimana soal elo ngelanjut S3 nya?”

“Sedang proses nih, pak. Kebetulan saya lagi membuat proposalnya nih untuk diajukan ke kepala rumah sakit.”

“Beasiswa?”

“Iya, itu juga sedang dicari, pak.”

“Ouhhh.”

“Iya pak. Ada lagi yang mau ditanyakan, pak?”

“Iya bu dokter. Kenapa anda ko mendadak formal ya ngomong sama gw?”

“Lagian tau2 nanya begituan. Padahal baru aja kemaren nanya2 panjang lebar elo tuhh…”

“Ya kan namanya juga pengen kepo tipis2 gitu…”

“Heiishhh, dasar pengusaha muda.”

“Heiiishhh, dasar dokter muda dan cantik.”

Sella tersenyum tipis ketika Yusuf menyebut kalimat itu. Malam yang suntuk terasa begitu hangat dengan obrolan demi obrolan yang dilakukan mereka berdua.

“Lo lagi di coffee shop deket RS kan?”

“Ya. Kenapa?”

“Gw samper ya.”

“Heh! Ngapain? Udah malem banget ngapain situ samper2?”

“Mau ngopi sembari nemenim elo. Gw juga entar bawa macbook gw kok buat ngurusin kerjaan gw, enggak bakal ngenganggu elo.”

“Tapi kan udah malem, Suf.”

“Terus kenapa? Udah ah gw otewe nih. Wait for me ya. Awas lo ngabur entar.”

Yusuf langsung mengakhiri panggilannya.

“Ishh, dasar.”







bersambung (no sex scene kali ini, mohon maaf)

tapi....
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Obrolan di grup chat pada malam itu mendadak ramai dengan para perawat dan beberapa dokter muda yang berada didalam situ. Siapa lagi kalau bukan membahas Alan, pasien yang dahulu pernah diisukan berbagai macam hal karena sudah tidak pernah terlihat lagi berobat siang tadi kembali muncul. Beberapa suster sempat bertanya2 mengenai penampilannya, media sosialnya, atau jadwal rutin ‘check up’ nya kembali. Suster Rumi yang bertemu langsung dengannya pun banyak sekali mendapat ‘mention’ dari rekan2 sesama perawat di dalam grup tersebut.

Sella pun juga sempat ditanya2in namun ia lebih memilih mematikan notifikasi untuk sementara waktu karena ada prioritas yang harus diselesaikan ketimbang bergosip mengenai pasien tampan tersebut. Meskipun diam2 ia juga sempat mengintip isi chat manakala ada sebuah foto atau media sosial Alan yang disebar disana.

‘Ting’

Bunyi lonceng kecil dari pintu masuk ‘coffee shop’ berbunyi tanda ada pelanggan yang datang. Sella tidak menghiraukan bunyi tersebut lantaran masih berfokus terhadap layar laptopnya. Perlahan pelanggan yang ternyata Yusuf yang masuk barusan lantas menghampirinya perlahan dengan menatap heran.

“Halo haloo? Sibuk amat keliatannya anda…” Yusuf melambaikan telapaknya ke hadapan Sella.

“Eh elo. Beneran dateng dong dia…” kaget Sella karena fokusnya teralihkan oleh Yusuf.

“Iya dong, dibilangin gw juga mau sembari kerja.”

Yusuf menggeletakan laptop berlogo apel tergigit nya di depan Sella lalu pergi menuju kearah barista untuk memesan segelas kopi. Terlihat ia dan bartener itu mengobrol akrab diiringi canda, pertanda bahwa Yusuf mengenal orang tersebut.

“Elo kenal sama baristanya?” Tanya Sella ke Yusuf yang kembali dengan sepiring ‘Croissant’

“Oh, dia temen SMP gw.”

“Oalahh. Pantesan akrab banget tadi elo sama dia.”

“Iya. Gw juga tau dulu dia segembel apa sampe sekarang sesukses ini bisa bikin ‘coffee shop’ disini.”

“I see. Keren juga ya temen2 elo.” Puji Sella yang kembali dengan ketika di laptopnya.

“Ah, enggak juga kok. Masih kerenan elo sama dia.”

Sella menjulurkan ujung lidahnya memasang ekspresi jengkel mendengar pernyataan menyangkal untuk meroket dari Yusuf tadi.







-------







“Silahkan bro, ‘Americano’ nya.”

Denis, barista sekaligus teman dari Yusuf menghampiri ia dan Sella dengan segelas kopi hitam. Denis memberikan senyuman sapaan dan anggukan pelan ke Sella, begitu juga Sella yang membalas dengan senyuman manisnya.

“Selamat malam bu dokter, semangat untuk pengajuan studi lanjutannya nanti. Semoga berhasil.”

“Ah iya. Terimakasih banyak.” Senyuman Sella semakin lebar.

Ia tau bahwa informasi yang diucapkan Denis barusan bukan lain dari obrolannya dengan Yusuf barusan tadi.

“Saya tau tadi dari Yusuf, dok. Hehehe…”

“Ohhh, iya2. Hahaha…”

“Oh iya, semoga nanti lancar sampai hari H juga ya, dok.”

“Maaf, maksudnya?”

“Pernikahan kalian berdua, bukan?”

Sontak Sella terkejut bukan main sambil menahan malu dengan menutup mulutnya.

“HAH!? Aduh enggak2! Saya bukan tunangan diaaaa!! Salah2 hahaha….”

“Lho bukan toh? Tadi bukannya Yusuf sendiri yang bilang ke saya, dok?”

“Enggak2!! Aduh hahahha becanda doang ituuu dia!! HEH YUSUF, GILA YA!!”

Sella memberikan tamparan dan dorongan berkali2 ke pundak Yusuf yang terkekeh puas.

“Elo ya!! Rese banget lo ngomong2 gitu!!”

“Ya namanya juga usaha!! Aduh aduh aduhh hahahah!!”

“Pret!! Jitak juga nih sama gw!!”

Sekembalinya Deni ke meja barista, Sella masih memberikan cubitan gemasnya kepada Yusuf karena membuat Sella menjadi merah padam wajahnya akibat malu.

Setelah puas dan menenangkan diri, mereka kembali kepada kesibukan masing2. Sella kembali memubat proposalnya sementara Yusuf terlihat sedang memantau grafik situs web jual beli saham sambil sesekali membuka kolom koleksi buku elektroniknya.

“Katanya kerja…?” celetuk Sella pelan menengok kearah Yusuf yang sedang asyik membaca paragraf dari buku yang membahas mengenai bisnis di era milenial.

“Ini lagi kerja.”

“Kerjaan elo baca buku?”

“Kerjaan gw lagi ‘mobile’. Lagian elo kayak enggak tau gw aja.”

“Emang apa?” Sella meleyot mendekat ke pundak Yusuf.

“Sepik nih si ibu.”

Yusuf meresponi dengan memberikan rangkulan lengan ke pundak Sella. Namun ia langsung menepisnya lantaran merasa sedikit risih karena berada di tempat umum, terlebih lagi tempat ini milik kawan Yusuf.

“Ish, gak mau rangkul2 ah.” Sella berusaha melepas lengan Yusuf dari pundaknya.

“Kenapa emang?”

“Tempat umum.”

“Kan sepi.”

“Sepi juga enggak enak sama temen elooo…” Sella mulai berbisik karena takut didengar oleh Denis.

Situasi di ‘coffee shop’ memang terlihat agak sepi karena sudah larut malam. Hanya beberapa pengunjung yang membeli minuman tanpa duduk dan langsung beranjak pergi. Bisa dibilang kondisi ini mendukung tindakan Yusuf yang kita tau ia akan melakukan apa selanjutnya. Tempat duduk yang mereka tempati juga berada cukup jauh dari pintu masuk dan barista, membuat Yusuf semakin berani ‘menghangatkan makan malam’ nya.

“Sufff, ihhh…”

“Yaudah2 kiss aja boleh enggak?”

“Tapi enggak boleh sambil rangkul2.”

“Iya.”

“Janji….”

“Yes doc, I promise.”

“Liar.”

“Hihihi apa sih…”

Yusuf mencubit gemas pipi Sella yang langsung ditepis olehnya. Berkali2 Sella menengok kearah barista karena khawatir jika ada pelanggan atau Deni yang melihat.

“Sufff… apa sihh…”

“Just a kiss kan…”

“Hmm…”

Yusuf meraih dagu Sella dan mengarahkan bibirnya perlahan. Begitu pelan sampai Sella merasa kalau dadanya berdengup kencang seakan2 ini seperti ciuman pertama baginya. Harusnya hal ini sudah sering terjadi dengan Yusuf, namun perlakuannya yang mendadak perlahan dan lembut membuat Sella berdesir deras. Tatapan Sella terlihat sayu seakan memohon untuk segera Yusuf melumat bibirnya.

“Just hurry up…” Sella bergumam lembut.

“Why? Bukannya lo suka kayak gini?” balas Yusuf membuat Sella semakin tidak sabar.

“Tempat umum, Suf. Cepetann.. emmphh…”

Omongan Sella terputus karena Yusuf langsung melumat bibir tipisnya. Gerakan bibir dan lidah mereka secara berbalasan memberikan perlawanan imbang, dan tentu saja erotis. Terlihat Yusuf yang lebih mengarah ke erotis, sementara Sella masih berusaha menjaga tempo supaya tidak kebablasan karen amasih khawatir dengan keadaan sekitar.

“Mmmhh… slrphh mmhh…”

Berkali2 Sella berusaha tidak terlalu menempel dengan Yusuf, namun apa daya Sella semakin didekap mendekat. Aroma parfum sakura bercampur dengan aroma medis tercium dari tubuh Sella. Membius namun menggairahkan bagi Yusuf yang semakin ingin melumat dokter cantik ini.

“Yusuf mhhh… shhh duhh entar ahhh…” Sella mendorong kuat dada Yusuf supaya menjauh.

“Lho kok tumben berhenti..? Biasanya nagih lagi..??”

Yusuf mendapat tabokan keras di pahanya lantaran perkataannya barusan. Sella menempelkan jari telunjuknya di bibirnya untuk menyuruh Yusuf mengecilkan nada suaranya.

Padahal didalam hati, Sella sudah berdebar habis2an lantaran sensasi ciuman dari Yusuf membuat birahinya bangkit. Rona merah padam terlihat jelas sekali di wajah cantiknya. Apa lagi mengingat ciuman tadi ia juga sekilas membayangkan sedang melakukannya dengan Alan, membuatnya mengibaskan kedua tangannya ke wajahnya yang memanas.

“You are blushing…” bisik Yusuf di telinga Sella.

“Iyalah, gw takut ketauan.” Ucap Sella yang sangat kelihatan sekali ia sedang berbohong.

“Oh really?”

Yusuf kembali meraih Sella. Kali ini ia memegang kedua paha Sella lalu menggendongnya kecil. Ia pun membuat Sella duduk dipangkuannya kali ini, bertatapan langsung dengan Yusuf. Jelas saja Sella bertambah panik karena tingkah laku nakal Yusuf ini.

“Eh eh hehh!! Ngapain sihhh…”

Meskipun panik dan berkali2 menengok kearah barista, Sella tetap menurut dan ia pun duduk di pangkuan Yusuf dengan kedua paha terbuka.

“Yusuf ih..!! Entar ketauan temen eloo…!!” Bisik Sella panik.

“Enggak.”

“Enggak apanya sihhh. Udah ah gw turun… MHH!!

Yusuf cepat mencegah Sella dengan meberikan elusan dan remasan di kedua paha Sella. Sontak gejolak di dalam dirinya semakin tidak karuan. Remasan tersebut membuat dirinya serasa mendidih sekaligus. Apa lagi ia merasakan bahwa ditengah2 selangkangannya ada benda keras yang menempel erat disana, membuat akal sehat Sella semakin pupus. Ia ingin bertindak nakal, tetapi tidak ditempat ini. Ia ingin membalas Yusuf tetapi khawatir jika ada orang yang melihat.

“Nguhh… shh Yusuf udah ahhh…”

“Udah apa?” ejek Yusuf semakin mengelus bagian tengah tubuh Sella.

“Anhhh.. singkiring tangannya itu lhoohhh emmhh…”

Yusuf suka melihat Sella yang terangsang seperti ini. Ia tidak mau berhenti begitu saja dan malah semakin gregetan sembari tangannya berpindah kearah pinggul Sella.

“Lo wangi banget Sel, pake parfum apa sih?” Tanya Yusuf tidak seakan2 tidak tau situasi di sela2aktivitas mesumnya.

Sella tentu tidak menjawab. Ia sibuk menikmati rangsangan demi rangsangan dari tangan Yusuf di tubuhnya yang kin sudah memulai meraih kedua bongkahan toked ranum nya yang tertutup kemeja ketat warna putih.

“Emmhh… shhh… mhhh…”

“Sel?”

“Mhhh…”

“Sel??”

“Mhhh?? Hah?? Apa? Apa?” Sella berusaha mengembalikan kesadarannya.

“Mau pindah aja enggak?”

“Hah? Maksudnya?”

“Pindah ke hotel gitu. Yuk, sekalian selesain aja…”

Sella tidak langsung menanggapi. Ia turun dari pangkuan Yusuf dan merapihkan pakaiannya yang lecek serta rambutnya yang terlihat agak kusut. Pikirannay masih terasa carut marut akibat kemesuman tadi.

“Lo lagi enggak bawa mobil kan ya, Sel?”

Sella mengangguk pelan mengiyakan.

“Nah. Yaudah nanti sekalian gw anterin elo pulang aja. Besok elo nugas enggak?”

Sella kembali menggeleng sambil merapihkan laptopnya.

“Sip2…”

“Suf?”

“Oit, kenapa?”

Sella memanggil Yusuf sambil jari menekuk2 jari telunjuknya, mengisyaratkan Yusuf untuk mendekat.

“Kenapa?”

Seketika jeweran pedas diberikan oleh Sella, membuat Yusuf mengaduh kesakitan.

“Adududududuudhhh!! Kok mendadak ngejewer!?” Yusuf mengelus telinga kanannya yang memerah akibat jeweran galak Sella.

“Itu buat elo yang udah bandelin gw tadi! Mamam tuhh!!”

Yusuf melengos bingung namun kembali tersenyum dan tertawa kecil melihat tingkah laku Sella yang berusaha galak namun menggemaskan secara bersamaan.



Bersambung (masih belum ada SS, silahkan menikmati 'cemilan2' kecil dahulu karena setelah ini baru akan ada SS nya :D :D )
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd