Scene 2
"Senshi no Oujo" Kagura Nakagawa
"Gokusenshi" Jirou Nakata
Aku telah sampai di hotel kecil yang diberitahu oleh Matsuyama. Hmmm, sepertinya hotel kecil ini tidak berpenghuni, sudah bangkrut kah? Sangat cocok dijadikan tempat untuk menyekap sandra penculikan. Aku segera memarkir mobilku, kemudian turun dan memeriksa keadaan sekitar. Sepi sekali, seolah-olah tidak ada kehidupan. Tanpa pikir panjang, aku mencoba masuk ke hotel kecil itu. Betul saja, sepertinya hotel ini memang bangkrut. Resepsionis hotel ini cukup berdebu dan tidak terawat.
"TASUKETE! DAREKA GA WATASHI WO REIPU SHIYOU TO SHITE IMASU! (TOLONG! SESEORANG HENDAK MEMPERKOSAKU!)" Terdengar suara teriakan seorang wanita.
Aku langsung bergegas menuju arah suara itu. Akan tetapi, belum sempat aku melangkah, terlihat seorang wanita berlari kearah tempatku berdiri. Hmmm, itu kan Kiriko Dayoto, putri satu-satunya Oki Dayoto yang menghilang itu. Rupanya benar dia diculik dan disekap di tempat ini.
"Watashi ha keisatsu desu. Kimi ha Dayoto Kiriko ka? (Aku polisi. Apakah kamu Kiriko Dayoto?)" Kataku.
"Hai, sou desu. Keisatsu ka? Youkatta desu ne. (Iya, betul. Polisi ya? Syukurlah.)" Kata Kiriko-san.
"Kiriko-san ha ima anzen desu. Nani ga okotta? Watashi ha Kiriko-san ga yukue fumei kikimashita. (Sekarang sudah aman, Kiriko-san. Apa yang terjadi? Aku dengar Kiriko-san menghilang.)" Tanyaku.
"Hai, watashi ha dareka ni yotte yuukai sareta, soshite sono hito ha watashi wo reipu shiyou to shite imasu. (Iya. Aku diculik oleh seseorang, dan orang itu berusaha memperkosaku.)" Kata Kiriko-san.
Aku merasakan seseorang muncul di belakang Kiriko-san, tapi aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena wajahnya tertutup oleh tubuh Kiriko-san yang sekarang sedang berdiri dihadapanku.
"Ka... kare da! Watashi wo tasukete... (Di... dia orangnya! Tolong aku...)" Kata Kiriko-san sambil menunjuk orang yang ada dibelakangnya.
"Anata ha ima, anzen desu, shinpaishinai de kudasai. (Kamu aman sekarang, jangan khawatir.)" Kataku.
Kemudian, Kiriko-san berjalan memutari tubuhku untuk keluar dari hotel kecil ini. Oh oh, aku tidak percaya siapa yang ada di hadapanku. Hari ini, aku gagal menangkap Houzuki Anegawa, si jarum terbang. Akan tetapi, salah satu temannya yang juga merupakan pelindung utama pimpinan Yami juga ada disini, Jirou Nakata, si pendekar tongkat. Heh, serendah itukah sekarang dia, sampai-sampai menculik dan hendak memperkosa seorang wanita yang lemah?
"Senshi no oujo, Nakagawa Kagura. (Si petarung wanita, Kagura Nakagawa.)" Kata Jirou.
"Yoku-yoku, sou meika burooka ha hentai yarou ni narimashita. (Wah-wah, rupanya si broker dunia bawah sudah berubah menjadi seorang mesum.)" Kataku.
Gokusenshi no Nakata Jirou, yang artinya adalah Jirou Nakata si pendekar tongkat. Aku tidak pernah bertarung langsung dengannya. Tapi setahuku, dia adalah petarung jarak dekat, yang menggunakan tongkat sebagai tumpuan untuk bisa bergerak lebih elastis, menguasai udara, dan menggunakan inersia dengan tongkatnya. Cukup sulit dilawan jika dilakukan dalam jarak dekat. Tapi, aku tidak punya pilihan lain, karena aku pun juga petarung jarak dekat. Satuan bersenjata dari Hikari yang berhadapan langsung dengannya, pasti pulang dengan babak belur dan patah tulang. Sepertinya cukup pantas untuk jadi lawanku.
Aku berlari kearahnya untuk memulai serangan terlebih dahulu. Ya, bukan gaya bertarungku untuk membiarkan orang memulai terlebih dahulu. Aku menumpukan satu tanganku kelantai, kemudian mengayunkan tubuhku untuk melancarkan tendangan berputar dengan kaki kananku. Tendanganku ini ditangkis dengan mudah menggunakan tongkatnya. Cih, kaki kananku yang kualiri tenaga ki ini tidak mampu mematahkan tongkatnya. Sepertinya ia juga mengalirkan tenaga ki miliknya ke tongkatnya ya?
Kemudian, ia menumpukan tongkatnya ke lantai, kemudian melompat ke udara sambil tetap berpegangan pada tongkatnya. Di udara, ia memelantingkan tubuhnya kearah atas, dan memanfaatkan momentum yang ia dapatkan untuk melancarkan tendangan tusukan kearahku. Aku segera menangkisnya dengan tangan kiriku, dan kemudian langsung menangkap pergelangan kakinya sesaat setelah aku menangkisnya. Aku menarik pergelangan kakinya ke bawah untuk memisahkan dia dari tongkatnya yang merepotkan itu. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Ia menggenggam tongkatnya dengan kedua tangannya, lalu mengayunkan tubuhnya. Tenaganya cukup kuat, sehingga aku pun terpental karena tadi aku menggenggam pergelangan kakinya.
Kini, aku terpental menuju tembok. Aku segera memutar tubuhku menggunakan tenaga pinggulku, sehingga kini kakiku yang menghadap tembok. Dengan posisi ini, aku mendaratkan kakiku ditembok, kemudian menendang tembok untuk mendapatkan momentum maju kearahnya. Dengan memanfaatkan tenaga momentum itu, aku melancarkan tinju dengan tangan kiriku. Dengan momentum begini, harusnya kekuatan tinjuku menjadi paling tidak dua kali lipat dari biasanya. Tapi, ia tidak menyerah begitu saja. Menyadari bahwa sepertinya tidak mungkin untuk menghindari tinjuku, ia segera memutar tubuhnya sekali lagi menggunakan tongkatnya yang masih tertumpu di lantai. Dengan kondisi seperti ini, kami sama-sama saling mendaratkan pukulan. Aku meninju pipi kanannya, sedangkan tendangan berputarnya mendarat di perutku.
Tendangannya cukup kuat, sehingga aku langsung terjatuh. Bukan hanya terjatuh saja, tapi perutku terasa sangat sakit akibat tendangannya itu. Aku berusaha sekuat mungkin untuk menahan rasa sakit yang kudapat itu, dan bangkit berdiri. Kulihat, ia pun sudah berhasil bangun akibat tinjuku. Dari reaksi wajah dan tubuhnya, aku bisa menduga bahwa sepertinya tinjuku cukup telak menghantam pipi kanannya. Sepertinya ini tidak akan mudah, tapi aku begitu senang karena mendapatkan lawan yang kuat.
"Watashi ha ureshii. (Aku senang.)" Kataku.
"Watashi mo desu. Anata ha hontou ni tsuyoi tsuyoi desu ne. (Aku juga. Kamu kuat, sangat kuat.)" Jawab Jirou.
"Watashi ha watashi no kotoba ha, izen no baajon wo torimasu. Hentai yarou ha kono tsuyoi kamo shirenai houhou ha arimasen. Anata ha hountou ni gokusenshi no Nakata Jirou. (Aku tarik kata-kataku tadi. Tidak mungkin seorang mesum sehebat ini. Kamu betul-betul Jirou Nakata, si pendekar tongkat.)" Kataku.
Aku betul-betul jujur dengan perkataanku ini. Sepertinya, ada kesalahpahaman antara Jirou dan Kiriko-san tadi. Syukurlah, aku akan sedih sekali jika lawan yang kuat ini harus berubah menjadi seorang mesum yang biasanya lemah.
"Watashitachi ha watashitachi no kokoro no tame ni tatakaumashou. (Mari kita bertarung demi kepuasan hati kita.)" Kata Jirou sambil mencabut tumpuan tongkatnya dari lantai.
"Aahh. (Iya.)" Kataku.
Aku cukup kesulitan memakai kostum kerja seperti ini. Aku melepas kemeja dan celana panjangku, dan kini aku memakai kostum bertarungku, yaitu baju dan celana terusan ketat berwarna hitam. Aku hanya melepas kostum kerjaku dan menggunakan kostum ini jika aku sudah serius bertarung. Aku merasakan tenaga ki milik Jirou meluap. Sepertinya ia merasakan perasaan yang sama sepertiku, yaitu perasaan senang karena mendapatkan lawan yang sama kuat dengan diri kita masing-masing.
"Busou keikan ha yaku nijuu bu dekimasu. Karera ga kuru mae ni, watashi ha karera ga watashitachi no tatakai wo chuudan shitakunai no de, watashitachi ha watashitachi no tatakai wo shuuryou desu. (Para polisi yang bersenjata akan datang dalam dua puluh menit. Sebelum mereka datang, mari kita selesaikan pertarungan kita, karena aku tidak mau mereka mengganggu pertarungan kita.)" Kataku.
"Anata ha etsu, soredake no tatakai ga suki? (Kamu sangat suka bertarung ya?)" Tanya Jirou.
Aku hanya menganggukkan kepalaku sambil tersenyum. Melihat jawabanku, ia langsung memasang kuda-kudanya seperti seorang petarung tongkat, yaitu memegang tongkatnya dengan kedua tangannya dan mengarahkannya kepadaku.
"Shikashi, watashi wo shite imasu. (Tapi, begitu juga denganku.)" Kata Jirou.
Aku segera memasang kuda-kuda bertarungku, dengan tangan kananku kuletakkan mendatar menutupi dadaku sebagai pertahanan, dan tangan kiriku disebelah perut kiriku dengan tangan mengepal sebagai kuda-kuda serangan. Aku merasakan tenaga ki milik kami saling beradu, berusaha untuk menekan lawan kami. Akan tetapi, tenaga ki kami beradu dengan seimbang.
Aku segera maju berlari kearahnya. Kulihat ia segera bersiap-siap untuk mengantisipasi seranganku. Aku melancarkan serangan sliding dengan kaki kananku. Jirou langsung menghantamkan tongkatnya ke tanah untuk memukul tubuhku. Aku segera membatalkan serangan sliding dengan memutar tubuhku dilantai untuk menghindarinya. Memang serangan sliding sangat tidak diuntungkan jika lawan memiliki jangkauan serangan yang panjang, karena sliding memberikan banyak restriksi pada tubuh kita. Akan tetapi, tujuanku melancarkan serangan macam ini adalah untuk melihat gaya bertarungnya.
Dengan posisi masih terbaring di lantai, aku melancarkan tendangan sapuan dengan tangan kananku kearah perutnya. Dengan lihai, ia memutar arah tongkatnya untuk menangkis tendangan sapuanku. Kemudian, ia kembali memutar salah satu ujung tongkatnya kearah atas. Akibatnya, kakiku yang masih tertahan oleh tongkatnya membuat seluruh tubuhku terpelanting keatas. Saat berada di udara, aku memutar tubuhku untuk mendaratkan kakiku di lantai.
Setelah mendarat di lantai, aku langsung maju melancarkan tinju dengan tangan kananku. Ia kembali menangkisnya dengan tongkatnya yang diletakkan secara vertikal ke lantai. Kemudian, ujung tongkatnya yang berada ditanah langsung ia putar kearahku, sehingga ujung tongkatnya langsung memukul perutku. Cukup sakit rasanya. Tapi, aku bergelar senshi no oujo bukan karena mudah lumpuh oleh rasa sakit seperti ini. Dalam sekejap, aku sudah menemukan kelemahannya. Aku menggenggam tongkat yang sempat memukul perutku ini. Kemudian, sambil tetap menggenggam tongkatnya, aku terus maju. Setelah mendapatkan jarak yang cukup. Aku memutar tubuhku dan melancarkan tendangan tusukan ke dadanya. BRUAAK... Sepertinya tendanganku cukup telak sehingga membuat Jirou terpental beberapa langkah ke belakang.
"Inshou teki. Wazuka suubu no tatakai de ha, anata ha watashi no jakuten wo hakken shimashita. (Hebat. Hanya dalam beberapa menit bertarung, kamu sudah menemukan kelemahanku.)" Kata Jirou.
"Soshite, watashi ha sore wo shinjiru koto ni natte ndesu ka? (Dan apakah aku harus mempercayai ucapanmu?)" Tanyaku.
"Naze na no? (Mengapa begitu?)" Tanya Jirou.
"Watashi ha anata ga kanouna kagiri jinsoku ni watashitachi no tatakai wo shuuryou suru no de, enryo shinai iimasendeshita. (Bukankah sudah kubilang sebelumnya bahwa mari kita selesaikan pertarungan kita secepat mungkin, jadi jangan menahan kekuatanmu!)" Kataku.
"Hai. Watashi ha enryo shimasen. (Baiklah. Aku tidak akan menahan diri.)" Kata Jirou.
Kali ini, aku merasakan luapan tenaga ki yang luar biasa. Yah, aku pun tadi juga menahan diri untuk melihat kemampuannya. Aku pun kali ini juga akan serius. Tanpa memberinya banyak waktu, aku langsung maju kearahnya sambil melompat ke udara. Kali ini, dia menancapkan tongkatnya ke lantai, dan mulai mengangkat tubuhnya dengan bantuan tumpuan tongkatnya. Cih, rupanya dia memancingku ke udara ya? Memang, di udara begini, pastilah dia yang lebih diuntungkan berkat tongkatnya. Dengan tongkatnya, ia tinggal memanfaatkan kekuatan putaran tubuhnya, dengan demikian ia mendapatkan gerakan yang bebas di udara. Kurasa tongkatnya dialiri dengan tenaga ki yang kuat, sehingga sepertinya cukup mustahil untuk mematahkan tumpuan tongkatnya di lantai. Baiklah, kuhadapi saja dengan bertarung di udara.
Aku melancarkan tinju dengan tangan kananku yang kuarahkan ke wajahnya. Akan tetapi, dia langsung menangkap tinjuku dengan tangan kirinya. Kemudian, tangan kirinya itu langsung ia genggamkan ke tinjuku yang masih terkepal, dan ia mulai memutar tubuhnya dan membawaku bersamanya. Sepertinya, ia bermaksud melempar tubuhku ke tembok. Tidak akan kubiarkan itu terjadi. Dengan memanfaatkan kekuatan putaran tubuhnya, aku memutar tubuhnya dengan tenaga yang minim.
Setelah tubuhku menghadap kearah lantai, aku langsung melancarkan tendangan tusukan ke wajahnya. Ia berhasil menghindarinya dengan menggeser kepalanya ke kanan. Heh, ia termakan jebakanku. Aku kembali memutar tubuhku dengan kencang, dan melancarkan tendangan sapuan kearah lehernya. Dalam posisi ini, ia tidak mungkin bisa menghindar karena hampir seluruh sendi tubuhnya sudah terkunci. Tiba-tiba, Jirou melancarkan tendangan tusukan yang sangat cepat kearah wajahku. Aku langsung menghindar dengan cepat. Karena posisi tubuhku berubah, otomatis kekuatan dan kecepatan tendangan sapuan yang sebelumnya kulancarkan menjadi berkurang. Ia tidak menghindar, melainkan menerima tendangan sapuanku dengan lehernya. Cih, tidak heran jika tenaga ki miliknya bisa menahan tendanganku yang kecepatan dan kekuatannya ini sudah jauh berkurang.
Setelah mendaratkan tendangan yang gagal barusan, aku segera mendarat di lantai. Adapun, Jirou masih tetap di udara dengan bertumpu pada tongkatnya. Baiklah, aku menemukan satu cara lagi. Cukup berbahaya, tapi layak untuk dicoba. Aku segera melompat ke udara sambil memutar tubuhku, dan kemudian melancarkan tendangan berputar dengan kaki kiriku. Sesuai dugaanku, ia menangkap pergelangan kaki kiriku. Kemudian, aku mengarahkan serangan gaya memotong dengan menggunakan tangan kananku ke tangannya yang ia gunakan untuk menangkap pergelangan kakiku. Memang, gaya bertarungnya yang unik dengan menggunakan tongkat sebagai tumpuan ini memiliki keuntungan yang unik, yaitu bisa bergerak bebas di udara. Bergerak bebas di udara adalah keuntungan yang tidak bisa didapatkan dari aliran bela diri apapun yang selama ini aku ketahui. Akan tetapi, gaya bertarung model ini punya dua kelemahan. Pertama, si pengguna membutuhkan kekuatan dalam jumlah tertentu untuk menyokong berat badannya di udara, sehingga seluruh serangan yang dilancarkan pada saat ia berada di udara menjadi tidak bisa maksimal. Kedua, salah satu tangan harus digunakan untuk menggenggam tongkat yang tertumpu di tanah, sehingga otomatis sarana pertahanan dan penyerangannya jika ditotal akan berkurang hingga dua puluh persen.
Akan tetapi, poin kedua bukan masalah utama jika si pengguna tahu cara menggunakan tubuhnya dengan maksimal, yang aku yakin ia tergolong dalam kategori itu. Ia menggunakan kakinya untuk menendang tanganku yang akan kugunakan untuk melancarkan serangan gaya memotong ini. Hmmm, kupikir ia akan melepaskan tangannya dari pergelangan kakiku, ternyata ia menggunakan kakinya untuk menggagalkan seranganku. Boleh juga, Jirou. Inilah kesempatanku. Aku segera membiarkan tubuhku terjatuh dengan sendirinya secara berputar dengan memanfaatkan genggaman tangan di pergelangan kakiku. Setelah kepalaku berada dibawah, aku segera menggenggam tongkatnya, memutar tubuhku kesamping, dan melancarkan tendangan tusukan ke arah kepalanya. Ia segera melepaskan pergelangan kakiku, kemudian menumpukan tangannya pada ujung tongkat yang berada di udara, kemudian melompat dan menghindari tendangan tusukanku. Waw, ia berhasil menghindari tendanganku. Betul-betul bukan lawan sembarangan dia ini.
Aku segera menyusulnya ke udara dengan memanjat tongkatnya. Tongkatnya betul-betul menancap di lantai dengan kuat. Aku bisa merasakannya selagi aku memanjat tongkatnya. Selagi aku memanjat tongkatnya, ia melancarkan tendangan tusukan kearahku. Aku segera memutar tubuhku ke sisi tongkat yang lain untuk menghindarinya. Kemudian, aku mendaratkan kaki kananku di tongkat. Dengan memanfaatkan genggaman tanganku di tongkat dan tapakan kaki kananku, aku segera melompat ke udara untuk menyusulnya yang sedang berada di udara. Ah, sial. Rupanya dia sudah siap dengan tinjunya. Aku bisa merasakan adanya tenaga ki yang sangat besar di tinjunya. Peganganku di tongkatnya sudah lepas, sehingga aku tidak bisa mendapatkan gerakan untuk menghindarinya. Tidak ada cara lain, daripada aku menerima pukulannya dengan telak, aku harus melancarkan serangan kearahnya.
Jika aku beradu tenaga ki dengan kepalan tinju, cukup besar kemungkinan aku kalah karena aku tidak yakin tenaga ki milikku mampu menandingi tenaga ki miliknya. Baiklah, aku mengalirkan sebagian tenaga ki milikku ke kepala, dan sebagian lagi kualokasikan di kepalan tinjuku. Setelah jarak kami cukup dekat, kami saling melancarkan tinju ke masing-masing lawan kami. DUAAKK... Tinjuku mengenai dadanya, sementara tinjunya mengenai pipi kananku. Kami berdua sam-sama langsung terjatuh. Uargh, rasa sakit yang bukan main rasanya. Aku menerima pukulan yang begitu dipenuhi dengan tenaga ki, dan juga terjatuh dengan punggung sampingku mendarat duluan di lantai dari ketinggian sekitar satu meter lebih.
Rasa sakit yang kurasakan ini betul-betul bukan main rasanya. Aku sangat sulit berdiri, dan bahkan tidak bisa berdiri. Aku melihat Jirou sudah setengah bangun, dan masih terus berusaha berdiri. Bukan main, betul-betul ketahanan yang luar biasa. Aku tahu bahwa tadi dadanya sama sekali tidak dialiri tenaga ki. Harusnya, pukulanku ini mampu membuat tulang rusuknya retak dan paling tidak menggores jantungnya sedikit. Tapi sepertinya tidak. Entah apakah dia berhasil mengarahkan tenaga ki miliknya disaat terakhir ke dadanya, atau memang tubuhnya yang saking kuatnya sehingga tinjuku tidak memberikan efek yang seharusnya.
Kini, ia sudah bangun sepenuhnya, dan berjalan dengan susah payah kearahku. Dalam beberapa puluh detik, ia sudah sampai di hadapanku. Aku betul-betul tidak bisa berdiri. Inikah akhir hidupku?
"Sore ha anata de areba, watashi ha ki ni shimasen. Yarimasu. (Aku tidak keberatan jika kamu yang melakukannya. Lakukanlah.)" Kataku.
"Shikashi, anata ha tonikaku watashi no yuujin ni yotte hosoku sa remasu. Karera ha wazuka suubu de kimasu. (Tapi, kamu tetap saja akan ditangkap oleh teman-temanku. Mereka akan datang hanya dalam beberapa menit saja.)" Kataku.
Ia kemudian menyiapkan tinjunya untuk melancarkan pukulan kearahku. Aku menutup mataku. Jadi, aku akan segera menyusul kekasihku ya. Tiba-tiba, aku mendengar suara batuk. Aku membuka mataku, dan melihat Jirou terbatuk-batuk sambil memegangi dadanya. Kemudian, ia terjatuh di sampingku.
"Amarini mo warui watashi ha sore wo okonau ni ha yowa sugimasu. (Sial, aku tidak kuat.)" Kata Jirou.
Kemudian, kami saling bertatap-tatapan, kemudian kami tertawa terbahak-bahak. Aku terjebak dalam situasi yang sangat aneh, tapi aku memang menikmati pertarungan dengannya.
"Konkai, watashi ga makemasu. Shikashi, jikai ha, sore ha kono youna koto ha arimasen. Watashi ha yokuwakaranai ga, ji no jikan ga aru ka hi ka. (Sekarang, aku kalah. Tapi selanjutnya, aku tidak akan kalah. Walaupun aku ragu apakah ada waktu yang selanjutnya atau tidak.)" Kataku.
"Anata ha sono youna kizu kara shinu koto ha arimasen. (Kamu tidak akan mati oleh luka semacam itu.)" Kata Jirou.
"De ha nai watashi ga, anata. Watashi no yuujin ha anata wo shutoku suru, to watashi ha anata ga futatabi kanaibi wo miru koto ga dekiru you ni nara ka dou ka wakarimasen. (Bukan aku, tapi kamu. Teman-temanku akan menangkapmu, setelah itu aku tidak tahu apakah kamu akan bisa melihat matahari lagi atau tidak.)" Kataku.
"Watashi ha kyatchi sa remasen. (Aku tidak akan tertangkap.)" Kata Jirou.
"Dono you ni sono youni kakunin suru koto ga dekimasu ka? (Bagaimana kamu bisa seyakin itu?)" Tanyaku.
"Wakaranai. Watashi ha choudo sono youna kimochi wo motte. (Tidak tahu. Aku hanya mempunyai prasangka seperti itu.)" Kata Jirou.
Jika melihat waktu sekarang, seharusnya sudah saatnya para polisi itu datang. Tepat dugaanku, aku mendengar banyak langkah kaki diluar hotel kecil ini yang sedang menuju kesini. Aku malas melihat karena memilih untuk istirahat saja dikarenakan rasa sakit yang luar biasa ini. Aku bisa merasakan bahwa mereka sekarang sudah ada di hadapan kami.
"Gokusenshi no Nakata Jirou. Fushigi Kagura ha, kono youna joutaide ha arimasen. Kagura ha douyou ni anata ni chimei tekina dageki wo ataeru tame ni kanri no you ni shikashi, sore ha miemasu. (Nakata Jirou, si pendekar tongkat. Pantas saja Kagura sampai kewalahan begini. Tapi sepertinya, Kagura juga berhasil membuatmu kepayahan.)" Suara Ayumi terdengar dari dekatku.
Syukurlah Ayumi, kamu datang tepat waktu. Aku sedikit membuka mataku untuk melihat apa yang terjadi. Aku melihat Ayumi sedang berdiri di hadapan kami. Di belakangnya juga sudah berdiri sekitar dua pasukan polisi rahasia bersenjata. Seharusnya, tidak mungkin si gokusenshi ini kabur.
"Sekai no gijutsusha, Nakata Ayumi. (Ayumi Nakata, si teknisi dunia.)" Kata Jirou.
"Sore ha watashi desu. Nakata Jirou, anata ga koko ni watashi no keisatsu no yuujin wo kougeki shi, ankokugai no burokaa dearu koto no tame taihoshichauzo. (Ya, itu aku. Jirou Nakata, kamu ditangkap atas penyerangan yang dilakukan kepada temanku yang polisi ini, dan juga karena menjadi broker dunia bawah.)" Kata Ayumi sambil menunjukkan identitas polisinya.
Hahaha, aku tidak tahu kamu bisa bertindak seperti polisi begitu, Ayumi. Biasanya kamu selalu asik dengan komputer dan peralatan rahasiamu.
"Doudesu ka? Anata ga kyatchi sa renai koto wo mada kakuninshitekudasai? (Bagaimana? Masih yakin bahwa kamu tidak akan tertangkap?)" Tanyaku kepada Jirou.
"Un, tabun. (Iya, mungkin sih.)" Kata Jirou.
"Busou keisatsu ha, watashitachi to issho ni kare wo toru. Eiseihei, sha ni chuui shite Kagura wo toru. (Polisi bersenjata, bawa dia. Tenaga medis, bawa Kagura dengan hati-hati ke mobil.)" Kata Ayumi.
Polisi bersenjata itu langsung datang menghampiri Jirou. Hah, apa ini? Aku merasakan nafsu membunuh yang cukup kuat. Ayumi langsung maju dan menundukkan tubuh dua orang polisi yang hendak membawa Jirou. Kemudian, Ayumi mengeluarkan pulpen besi dari dalam rompinya, dan menangkis sesuatu yang dilemparkan kearah dua polisi tadi.
"Dare ka? (Siapa itu?)" Tanya Ayumi.
"Ore da. Koko ni. (Ini aku. Disini.)" Suara seseorang yang sangat kukenal.
Mustahil, mengapa orang itu datang kesini? Aku melihat Ayumi melihat kearah datangnya suara itu.
"Tobari no Anegawa Houzuki. (Anegawa Houzuki, si jarum terbang.)" Kata Ayumi.
"Yoroshiku. Sore ha hito no watashitachi no saishou no kaigi, sekai no gijutsusha, Nakata Ayumi. (Senang berjumpa denganmu. Sepertinya ini pertama kalinya kita bertemu secara langsung, Ayumi Nakata, si teknisi dunia.)" Kata Houzuki Anegawa yang sedang berdiri diatas rongga langit-langit lobby hotel kecil ini.
BERSAMBUNG KE EPISODE-12