Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Gunung Kemukus (sebuah kisah nyata)

Status
Please reply by conversation.
Dua : Puncak Gunung Kemukus




Aku menatap jalan menanjak di hadapanku, jalan yang akan membawaku ke Puncak Gunung Kemukus yang sakral. Jantungku berdegup semakin keras membayangkan sebentar lagi akan menjejakkan kaki di sana dengan seorang wanita yang baru aku kenal dan bersedia menjadi pasangan ritualku.

*Kenapa, Chan ?" Tanya Ayu pelan melihatku yang berdiri mematung, tangganya menggenggam pergelanganku dengan erat. Apakah dia juga sedang merasakan ketegangan seperti yang saat ini sedang aku rasakan, menghadapi situasi yang sudah aku khayalkan selama beberapa bulan ini ? Aneh, ini bukanlah pengalaman pertamanya.

Aku tidak menjawab, menatap jauh ke atas jalan menanjak yang akan kami lalui. Jalan yang akan membawaku ke hidup baru, harapan dan cita-cita. Apakah semuanya bisa terkabul, atau justru kegagalan lain yang akan aku alami.

"Aku juga tegang, Chan. Sepertinya aku baru pertama kali ke sini untuk melakukan ritual, padahal tempat ini sudah puluhan atau ratusan kali aku lalui setiap kali malam Jumat Pon. Sekarang ini rasanya sangat berbeda, kehadiranmu membuatnya berbeda." Gumam Ayu, ketegangan terlihat jelas dari ekspresi wajahnya sehingga tanpa sadar kukunya melukai kulitku.

"Aneh !" Gumamku lirih, langkah kami terasa berat untuk mulai melangkah. Seperti ada rantai yang mengikatnya, kami terus berdiri mematung menatap jalan yang sepi.

"Iya, aneh." Jawab Ayu gelisah, dia seperti gadis ABG yang akan melakukan perbuatan tabu, antara rasa takut dan gairah yang sulit dibendung.

Untuk beberapa saat kami saling bertatapan dengan isi kepala kosong, sebelum akhirnya Ayu tertawa keras mengagetkan aku yang menatapnya heran.

"Kenapa, Bu ?" Tanyaku, penasaran.

"Nggak apa apa, ayo kita jalan !" Ajak Ayu, dia berhasil mengendalikan dirinya. Suasana yang kaku, mulai mencair.

Aku mengangguk dan menjajari langkahnya perlahan, setiap anak tangga yang kami injak terasa berat. Aneh, kekuatan apa yang bisa membuat situasi seperti ini? Perasaanku, atau benar kesaktian Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan sedang mempengaruhi jiwaku. Hal yang sama sedang mempengaruhi Ayu, dia berusaha keras menggerakkan kakinya sehingga keringat membasahi wajahnya di saat udara terasa sejuk, matahari bersembunyi di balik.

"Kenapa?" Entah pada siapa pertanyaan ini aku tujukan, yang jelas satu kata ini sengaja kutujukan pada diriku sendiri untuk mengumpulkan semua kekuatan pada jiwa dan ragaku. Langkahku masih saja terasa berat, bahkan nafasku sedikit tersengal.

"Apanya yang, kenapa?" Tanya Ayu cepat, dia menatapku dengan perasaan aneh.

"Aneh, kenapa kita bisa jadi pasangan ritual, padahal ibu selalu menemani peziarah lain dengan bayaran." Jawabku pelan, entah kenapa kalimat tolol ini kembali aku ucapkan setelah kami melakukan ritual mandi di Sendang Ontrowulan.

"Tolol, sekarang kita adalah sepasang kekasih, bukan lagi orang asing." Rutuk Ayu, kukunya kembali mencengkeram pergelangan tanganku, menambah luka yang sudah ditinggalkannya tadi. Namun luka itu berhasil membuatku tersadar, langkahku terasa agak ringan.

"Kamu harus mengingat satu hal, setelah kita selesai berziarah, maka kita adalah suami istri." Kata Ayu menegaskan apa yang harus kulakukan selama di sini, sebuah keharusan yang akan menentukan berhasil atau tidaknya hajat mereka yang datang.

Walau aku tidak setuju dengan anggapan orang, bahwa selama di Gunung Kemukus mereka adalah suami istri. Bukankah mereka adalah sepasang manusia yang sedang berselingkuh dari pasangannya, samal halnya dengan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan.

"Kenapa?" Namun tak urung aku bertanya alasannya, kenapa Ayu bisa beranggapan seperti itu, mengganggap pasangan ritual adalah suami istri

"Bukankah salah satu keinginan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan adalah bersatu sebagai suami istri, harapan itulah yang harus kita wujudkan selama di Gunung Kemukus ini. Kita adalah suami istri yang mabuk asmara, sehingga selama di sini kita akan melakukan hubungan seks sebanyak yang kita inginkan, sampai kontolmu nggak bisa bangun." Aku termenung, berusaha mencerna setiap kata yang baru saja dikatakan Ayu. Argumen yang dikatakannya cukup masuk akal, karena dia sudah lama di sini sehingga dia mengetahui semuanya. Dibandingkan aku yang hanya berbekal membaca artikel Gunung Kemukus dari Majalah Misteri dan Dewi, istri muda pengusaha kaya yang mengaku berasal dari Solo, serta seorang temanku yang pernah ke sini.

"Bu, pelan !" Seruku mengikuti langkah kaki Ayu, wanita itu seperti mendapat tambahan tenaga dari alam gaib sehingga aku agak kesulitan mengiringi langkahnya. Nafasku semakin tersengal-sengal menaiki anak tangga yang menuju puncak bukit, tidak ada tanda tanda kami akan sampai.

"Hei, kamu kok kalah sama ibu ibu ?" Goda Ayu melihatku kepayahan, tenagaku sudah terporsir habis setelah melakukan perjalanan dari Bogor dengan menggunakan KRL, lalu sambung kereta diesel dari Tanah Abang ke Solo, tidak sekejappun aku memejamkan mata.

Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku sudah sampai di tempat ini dan bahkan aku sudah memiliki pasangan untuk menyempurnakan ritualku. Aku harus yakin, beberapa puluh langkah lagi aku akan sampai di Puncak Gunung Kemukus dengan pasangan yang sudah disiapkan oleh Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan.

"Maklum, semalaman aku tidak tidur selama di kereta." Jawabku berusaha mengatur nafasku yang terengah-engah, langkahku agak melambat sehingga Ayu terpaksa mengimbangi ku.

"Pertama kali aku datang ke sini, rasanya anak tangga ini tidak ada habisnya, sehingga berkali-kali aku berhenti untuk beristirahat." Ayu berusaha memberiku semangat, untuk terus melangkah.

"Dengan siapa, Bu?" Betapa beruntungnya pria yang sudah melakukan ritual dengan Ayu untuk pertama kali, saat dia masihlah seorang Ibu Rumah Tangga biasa, mungkin itulah saat dia pertama kali membiarkan tubuhnya dijamah pria selain suaminya.

"Dengan seperti pria yang mengaku paranormal, dia menyanggupi akan membuat anakku pulang setelah melakukan ritual di sini." Jawab Dewi, langkah kakinya berhenti.

"Beruntung sekali paranormal, itu," Gumamku dengan perasaan iri, dia bisa menikmati tubuh montok Ayu dan mendapatkan uang.

"Hmmm, kamu juga beruntung." Jawab Ayu ,membuatku tersipu malu.

"Masih jauh, Bu ?" Tanyaku mengalihkan percakapan.

"Sebentar lagi sampai, memang jalan di sini lebih curam dibandingkan lewat warungku, tapi ini jalan terdekat menuju Puncak Gunung Kemukus. Nanti setelah nyekar, sebaiknya kamu beristirahat agar tenagamu kembali pulih untuk ritual nanti malam." Ayu mengusap keringat di wajahku dengan selendang yang menutupi kepalanya, aroma harum yang terpancar dari selendang membuat semangatku kembali muncul.

"Ayo kita teruskan lagi perjalanannya, Bu !" Ajakku berusaha menunjukkan betapa tidak sabarnya aku untuk segera sampai ke Puncak Gunung Kemukus yang sakral, aku ingin secepatnya bersimpuh di hadapan Makam Pangeran Samudro.

Ayu tidak menjawab, dia justru menatapku lekat dengan senyum yang terus mengembang di bibirnya. Wajahnya semakin mendekati wajahku, membuatku jengah oleh tingkahnya yang menurutku aneh.

"Kenapa, Bu?" Tanyaku berpaling ke arah lain, untung tidak ada orang lain yang melihat.

"Kamu masih terlalu muda untuk melakukan ritual, mereka yang datang biasanya berusia 30 tahun ke atas karena sudah putus asa dengan kehidupannya yang morat marit dan berkhayal, dengan melakukan ritual mereka cepat menjadi kaya." Gumam Ayu, jemarinya mengelus pipiku yang basah oleh keringat. "Aku melihatmu berbeda seperti mereka, sinar matamu masih terlihat bersemangat dan bergairah menjalani hidup. Sedangkan sinar mata mereka, terlihat lelah dan kehilangan gairah."

Aku balas menatap Ayu, berusaha membaca sinar matanya yang terlihat lelah namun masih menyisakan harapan. "Aku sama seperti mereka, aku yakin ini jalan yang akan membuatku sukses dan kaya raya."

"Kamu datang bukan karena seks semata, Chan?" Goda Ayu, berhasil menebak salah satu alasanku mendatangi tempat ini. Ya harus aku akui dengan jujur, hal utama yang mendorongku datang ke tempat ini adalah seks, bayangkan dengan hanya berhubungan seks kita bisa menjadi kaya raya, berbeda dengan jenis pesugihan lain yang membutuhkan tumbal ( korban jiwa dari orang terdekat dan yang paling kita cintai ).

"Duduklah, sepertinya kamu sangat kelelahan." Ayu menarik tanganku untuk mengikutinya duduk di anak tangga, sementara di atas kami ada warung yang terlihat sepi. Namun besok, para peziarah yang datang dari jauh akan mulai berdatangan dan puncaknya adalah malam Jumat Pon.

Aku menarik nafas lega saat pantatku menyentuh tembok kasar yang sudah mengelupas, namun rasanya senyaman sofa mewah di rumah orang kaya. Ternyata untuk menikmati kemewahan itu sederhana, di saat kita membutuhkannya, hal yang paling sederhana akan terasa istimewa. Aku menatap Ayu dengan perasaan berterima kasih, aku tidak perlu malu mengakui tubuhku sudah sangat lelah, nyaris tidak mampu mengangkat kaki menaiki anak tangga yang semakin curam.

"Terima kasih, Bu !" Kataku tulus, setulus keingananku untuk membahagiakan ibuku.

"Kenapa kamu datang ke sini, sedangkan jalan hidupmu masih panjang untuk meraih kesuksesan ?" Tanya Ayu lagi, dia sepertinya belum puas dengan jawabanku yang tadi. Sama seperti yang selalu dilakukan oleh ibuku, dia akan menanyakan hal yang sama berulang-ulang hingga yakin itulah kejadian yang sebenarnya. Kesamaan ini mungkin disebabkan usia mereka yang sepadan, terlebih yang dihadapinya adalah seorang pemuda yang lebih pantas menjadi anaknya.

Ibu, aku melakukan semua ini untukmu. Gumamku sambil mengambil sebuah batu kerikil kecil dan kulemparkan ke arah rumput yang tumbuh liar, namun meleset. Kembali aku mengambil kerikil lainnya yang mengalami nasib sama, sasaranku selalu meleset. Hal kecil ini selalu aku lakukan untuk menghilangkan kegelisahan, dan biasanya itu berhasil.

"Saya ingin kaya, seperti semua orang yang datang ke sini," jawabku gelisah, batu-batu kerikil itu gagal membuatku tenang. Bayang bayang ibuku seperti menjelma pada diri Ayu, pertanda apakah ini ?

"Aku tahu, maksudku kenapa harus ke sini ?" Tanya Ayu, dia tidak bisa menerima alasanku. Padahal, alasannya sangat sederhana.

Dia benar, aku masih terlalu muda untuk melakukan sebuah Pesugihan seperti yang pernah dikatakan oleh temanku yang terlunta-lunta saat melakukan ritual di sini. Pikiran itu sudah aku singkirkan jauh jauh, ada sebuah kepentingan yang paling mendesak, biaya sekolah kedua adik adikku. Lagi pula di sini tidak memerlukan tumbal jiwa, seperti cerita menyeramkan para pelaku pesugihan harus kehilangan orang orang yang dicintainya untuk mendapatkan kekayaan.

"Apakah tidak boleh seorang pemuda melakukan ritual di tempat ini, Bu ?" Aku balik bertanya, sama seperti para pelaku lainnya yang tidak mau dicegah keinginannya.

"Setiap orang bisa melakukan ritual di sini, namun ada keyakinan bahwa biasanya mereka yang datang sudah berumah tangga dan melakukan hubungan seks dengan selingkuhannya agar hajat mereka terkabul." Jawab Ayu, dia terlihat gelisah setelah mengatakan ritual seks biasanya dilakukan bersama selingkuhan, entah itu PSK, atau bukan.

Itu pula daya tarik tempat ini, terutama buat seorang pemuda dengan nafsu seks yang sulit disalurkan. Bukan cerita aneh, banyak pemuda secara sembunyi sembunyi mencari pelacur untuk melampiaskan nafsunya. Aku termasuk pemuda yang cukup beruntung dengan bermodalkan ketampanan yang kumiliki, sudah dua orang wanita yang kunikmati tubuhnya secara cuma cuma. Tidak heran aku sangat terobsesi melakukan ritual di sini, aku akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Seperti kata pepatah, : Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

"Pangeran Samudro belum beristri, apa bedanya dengan aku ?" Kataku setelah terdiam beberapa saat, akhirnya aku menemukan jawaban paling masuk akal, kali ini Ayu tidak akan bisa menyanggah argumenku. Jawaban cerdas, pujiku pada diri sendiri.

"Tapi Pangeran Samudro mengkhianati ayahnya, itu artinya ssama juga dengan selingkuh." Jawab Ayu membuatku terdiam, Pangeran Samudro memang sudah mengkhianati ayahnya Prabu Brawijaya V, pengkhianatan yang tidak akan pernah termaafkan. Dia sama saja berzinah dengan ibunya sendiri, walau Dewi Ontrowulan adalah Ibu turnya sendiri.

"Sudahlah, Bu. Jangan goyahkan keyakinan ku setelah menempuh perjalanan jauh ini, aku tidak mau semuanya menjadi sia-sia." Aku bangkit berdiri, menatap jalan yang berbelok di atasku dengan perasaan gamang.

Aku memejamkan mata, membayangkan sebuah gambar yang kulihat di majalah misteri, gambar yang konon adalah bangsal Sonyoyuri, tempat makam Pangeran Samudro. Aku tidak boleh berpikir lain, tidak boleh terpengaruh oleh Ayu dengan argumennya yang masuk akal. Aku harus berhenti berpikir, selain tujuanku.

"Maaf, kamu benar. Ayo kita berangkat, di balik belokan itulah makam Pangeran Samudro berada." Ayu meraih telapak tangan ku dan menggenggamnya dengan erat, sebagai ajakan untuk kembali melangkah ke arah tujuan yang sama. Tidak boleh ada keraguan sedikitpun, karena hal itu akan membuat semua keinginan kita sia sua.

Kami berjalan dalam diam, menjejaki setiap anak tangga hingga akhirnya kami sampai pada anak tangga terakhir, di hadapan kami berdiri megah bangsal Sonyoyuri tempat Makam Pangeran Samudro tenang dalam tidur abadinya. Aku terpaku menatap pintu besar yang terbuka lebar, menyambut kedatangan setiap orang dalam diam, hanya hembusan angin beraroma menyan yang berbicara banyak. Inilah tempat sakral, tempat yang menjanjikan akan mengabulkan setiap hajat orang yang datang dengan sarat mau berselingkuh dengan sesama peziarah, berhubungan seks sebebas-bebasnya untuk mewujudkan keinginan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan yang belum tercapai.

"Inikah makam Pangeran Samudro, Bu ?" Tanyaku lirih, mengiringi hembusan angin yang tiba-tiba kencang menerpa wajah kami, mengucapkan selama datang.

"Ya, di sinilah Pangeran Samudro dimakamkan. Aku masih ingat pertama kali datang ke tempat lima tahun yang lalu." Gumam Ayu berbisik, sehingga aku harus menurunkan kepalaku agar bisa mendengar setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya yang sensual, hembusan nafasnya membuatku terangsang.

Entah kenapa perasaan hatiku cepat berubah, kadang aku merasa nyaman berdekatan dengan Ayu seperti sedang bersama Ibuku dan pada saat lain, aku terangsang untuk segera menikmati tubuhnya seperti seorang pejantan yang mabuk birahi.

Aku menatap wajahnya, inikah wanita yang menjadi pasanganku selama di sini seperti janjinya. Ayu balas menatapku, tidak ada keraguan dari sorot matanya yang keibuan.

"Entah kenapa aku sangat yakin, hajatku akan terkabul. Padahal saat pertama kali datang dengan paranormal itu, aku tidak seyakin ini." Kulihat bibirnya agak gemetar, bahkan tangannya berubah menjadi dingin.

Entah siapa yang pertama kali melangkahkan menaiki anak tangga bangsal Sonyoyuri, tiba tiba kami sudah berada di hadapan seorang kuncen yang duduk khusuk di depan pintu masuk bangsal Sonyoyuri menyambut kedatangan kami dengan ekspresi wajah yang dingin. Kami segera duduk di hadapannya, menunduk menghindari tatapan matanya yang menusuk.

"Siapa, nama kalian ?" Tanya si kuncen, setelah menerima bungkusan plastik berisi kembang, menyan dan minta air mata duyung yang dibeli Ayu di area Sendang Ontrowulan.

"Ayu Wandira binti Paijo, Mbah !" Jawab Ayu sigap, menyebutkan namanya yang enak didengar, serasi dengan wajahnya, perpaduan sempurna.

"Hehehe, aku sudah tahu namamu, yang aku tanyakan adalah nama pasangan ritualmu. Pintar kamu cari pasangan, padahal..... Siapa namamu ?" Tanya si kuncen menyadari perkataannya yang tidak pantas, situasinya tidak memungkinkan dia terus menggoda Ayu, salah satu primadona pemilik warung di Gunung Kemukus. Dia berbalik menatapku tajam, suaranya dibuat berwibawa.

"Chandra Purnama bin Sukanta, " jawabku semakin menundukkan wajah menghindari tatapan matanya yang menelanjangi niatku.

Si kuncen mengambil menyan dan mulai membakarnya di tungku perapian yang baranya selalu menyala, mulutnya berkomat kamit mengiringi asap menyan yang menyengat, tangannya dengan lincah mengasapi bungkusan kembang, memutari tungku perapian. Tidak sampai dua menit, prosesi itu selesai dilakukan, dia memberikan bungkusan kembang ke Ayu.

"Sudah Dik, silahkan !" Si kuncen mempersilahkan kami masuk ke dalam untuk mulai nyekar di makam Pangeran Samudro yang tertutup kelambu, setiap bulan suro kelambu itu akan dikirab dan dicuci, air cuciannya akan jadi rebutan karena diyakini mengandung karomah yang akan membuat hidup menjadi lebih baik.

Kembali Ayu menuntunku memasuki makam sepi, namun situasi ini akan berubah drastis pada malam Jumat Pon, ribuan orang akan mengantri masuk ke dalam kelambu makam Pangeran Samudro. Hawa dingin terasa membuat bulu kudukku berdiri saat bersimpuh di hadapan makam Pangeran Samudro yang terbuat dari granit hitam, taburan bunga yang mulai mengering bercampur dengan bunga yang masih segar, pertanda ada orang lain yang mendahului kami berziarah.

"Kita mulai, Sayang !" Bisik Ayu merangkul tubuhku yang gemetaran menatap batu nisan tanpa nama, di sinilah jasad Pangeran Samudro tertidur abadi.

Aku mengangguk menerima bunga yang dibungkus daun pisang, perlahan aku membukanya dan berniat menaburkannya saat itu juga, namun Ayu mencegahnya sebelum bunga terlepas dari genggamanku.

"Kita berdoa dulu sebelum menaburkan bunga seperti umumnya tata cara ziarah, bukankah begitu?" Bisik Ayu, sekilas di mencium telingaku.

Aku hanya mengangguk, mengiyakan semua yang dikatakan Ayu. Beruntung aku bisa bertemu dengan Ayu, sehingga dia bisa menuntunku melakukan ritual dengan cara yang benar. Jujur, aku sangat awan dengan hal hal yang berbau mistis, walau aku sangat suka mendengarkan cerita cerita mistis. Si kuncen sendiri tidak mengatakan apa yang harus kami lakukan di dalam makam, tugasnya membakar menyan, mengasapi kembang dan menyuruh kami mulai berziarah agar secepatnya menerima amplop.

"Apa yang harus aku baca, Bu ?" Tanyaku, dalam situasi seperti ini Ayu lebih tau tata cara di tempat ini, lebih baik aku menyerahkan semuanya pada Ayu.

"Seperti biasa saat kamu berziarah ke kuburan, mengirim Fatihah ke Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan. Nanti setelah tata cara umum, kita akan melakukan pernikahan gaib di tempat ini." Bisik Ayu membuatku terkejut, menikah tidak ada dalam rencanaku.

Aku datang ke sini untuk melakukan ritual, berzinah dengan siapapun wanita yang aku temui, bahkan aku tidak peduli walaupun wanita itu sudah nenek nenek, asalkan hajatku tercapai. Membayangkan seorang nenek-nenek melakukan ritual denganku, tak urung aku beristighfar dan sekaligus bersyukur karena Ayu yang kini menjadi pasangan ritualku.

"Menikah !" Seruku keberatan dengan ide itu, ide yang tidak masuk akal. Sama tidak masuk akalnya kalau aku benar benar melakukan ritual dengan seorang nenek yang sudah, ompong.

"Maksudku, kita akan meminta ijin untuk mewakili keinginan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan yang belum tercapai, kita akan menjadi wadah dari keinginan mereka memadu cinta, menuntaskan birahi mereka yang belum sempat tersalurkan. Berhubungan seks, layaknya sepasang pengantin baru yang sedang mabuk kepayang." Aku mengangguk, mengerti dengan penjelasannya yang masuk akal.

"Oh !" Seruku, menikah dengan Ayu dalam kenyataannya bukanlah ide buruk, dibanding aku harus berhubungan seks dengan seorang nenek.

"Lalu siapa yang akan memimpin, tawwasulnya ?" Kalau sekedar doa ziarah kubur, aku bisa.

"Kamu, bisa?" Jawab Ayu membuat ku merasa berharga, sudah sewajarnya aku yang memimpin doa.

"Bisa, sedikit-sedikit." Jawabku, bangga. Saatnya aku menunjukkan kemampuanku berdoa di hadapan Ayu, sehingga dia akan semakin menghormatimu

Perlahan lahan aku membaca dengan suara pelan namun jelas, agar Ayu tahu betapa fasihnya aku membaca doa. Walaupun aku tidak pernah mengeyam pendidikan di Pesantren, tapi aku rutin mengikuti pengajian yang diadakan seorang Habib di Bogor.

"Sudah Bu, sekarang bagaimana?" Tanyaku, setelah menutup doa tawwasul dengan perasaan bangga melihat Ayu begitu khusuk mengaminkan doa yang aku panjatkan.

"Kita akan meminta ijin untuk melakukan penyatuan raga dan jiwa kita, penyatuan alat kelamin kita sebagai tumbal dari semua hajat yang kita miliki." Jawab Ayu, tanpa aba aba dia mulai membaca mantra yang asing dan belum pernah kudengar sebelumnya.

Aku tidak peduli dengan mantra yang sedang dibaca oleh Ayu, bagiku ritual tertinggi di tempat ini adalah berhubungan seks sebanyak-banyaknya dengan wanita yang menjadi pasangan ritual. Atau dalam ajaran Tantra bhairawa, seks dijadikan sarana untuk berdialog dengan para dewa, sehingga mereka bisa mencapai tingkat tertinggi, yaitu moksa.

"Selesai, " gumam Ayu membuyarkan lamunanku.

"Kok, sebentar Bu ?" Tanyaku heran, aku belum membaca berbagai macam amalan mantra yang kumiliki dan kuyakini bisa membuatku berkomunikasi dengan para penghuni alam ghaib di tempat ini. Aku terlalu asyik memperhatikan kecantikan wajah Ayu saat dia membaca mantra, wajah yang membuatku nyaman dan terangsang.

"Ritualnya kita teruskan di kamar, aku yakin kamu sudah tidak sabar melakukannya." Jawab Ayu berhasil menebak pikiranku, sehingga membuatku malu. " Tapi kamu harus ingat, seks bukanlah tujuan dari Ritual di Gunung Kemukus." Bisik Ayu kembali mengingatkan, tujuanku datang ke sini adalah untuk mendapatkan kekayaan.

"Iya Bu, saya mengerti." Jawabku, walau aku tidak sepenuhnya mengerti.

"Satu hal lagi, panggil aku Ayu tanpa embel embel Bu. " Kembali Ayu mengingatkan, bahwa hubungan kami selama melakukan ritual adalah pasangan, tidak boleh ada jarak lagi. Kami seperti sepasang kekasih, selingkuhan atau apalah, yang jelas sekarang kami bebas melakukan hal tabu yang dilarang agama.

Aku harus memanggilnya nama, bukan lagi Ibu yang membuat hubungan kami mempunyai jarak. Dia sekarang adalah bagian dari jiwaku, ragaku yang lain. Penyatuan alat kelamin kami akan melahirkan kehidupan baru dan kami yakin kehidupan baru itu lebih baik dari yang sekarang. Keyakinan itu sudah ada sejak ribuan tahun lalu, terlukis di dinding-dinding candi dan kitab-kitab kuno tentang Lingga dan Yoni, tidak heran praktik seks bebas di Gunung Kemukus tumbuh subur selama ratusan tahun yang lalu.

"Iya, Yu !" Aku tidak lagi mampu menahan diri, tiba-tiba aku mencium pipinya yang halus.

"Nakal, kamu." Ayu mendelik genit menatap keberanian ku, membakar gairahnya semakin bergejolak.

Ayu meraih kedua tanganku dan meletakkannya di dadanya yang hangat dan lunak, matanya menatapku sayu. "Sekarang kita sudah disatukan oleh niat dan tujuan yang sama, kita akan melaluinya hingga semua keinginan tercapai. Jangan pernah ragu, kita pasti akanberhasil." Perkataan Ayu sepertinya sebuah sugesti, semua keraguanku memudar perlahan.

"Kita, pulang." Ajak Ayu,refleks aku menggenggam telapak tangannya. Aku tidak mau dia berjalan sendiri, aku ingin ada pada setiap langkahnya, apapun yang terjadi.

Kami berjalan cepat melewati Kuncen yang duduk bersama seseorang di anak tangga menunggu peziarah lain datang, refleks kedua orang itu menoleh ke arah kami dengan perasaan cemburu melihat kemesraan kami seperti yang diinginkan oleh Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan. Kami mulai bisa menjabarkannya satu persatu, hingga akhirnya ritual yang kami lakukan menjadi sempurna.

"Walah Yu, kok malah sama pemuda itu." Celutuk pria yang duduk bersama kuncen dengan jengkel, keinginannya untuk menikmati tubuh Ayu gagal atau apalah.

"Memangnya kenapa toh, Pak !" Goda Ayu memeluk tanganku di hadapan kedua pria yang juga menginginkannya, tidak peduli dia seorang kuncen, kuncen juga manusia yang mempunyai nafsu bila melihat wanita seperti Ayu.

"Kapan giliranku, Dik? Aku berani bayar mahal, bahkan aku bersedia menikahimu." Kata pria itu, sorot matanya begitu liar menelanjangi tubuh montok Ayu.

"Kapan kapan saja Pak, sekarang bojoku pemuda ini." Jawab Ayu tertawa kecil mendengar perkataan si pria yang melecehkannya, dia sudah terbiasa mendengar semua itu dan tidak bisa menyalahkan orang itu. Seperti itulah pekerjaannya saat ini, mengontrak sebuah rumah yang dijadikan warung dan penginapan seadanya beserta wanita yang menyediakan jasa menemani ritual para peziarah, termasuk dirinya siap menjadi pasangan ritual kalau dirasa orang yang datang itu sreg di hatinya.

"Kamu selalu menolakku, sekali juga Ndak apa apa, toh !" Keluh pria itu yang hanya bisa meneguk air liur, melihat tangan kiriku menempel erat pada sepasang payudara montok Ayu.

"Nggak klik kalau harus maksa, Pak. Yu, kita pulang untuk melakukan ritual ngentot !" Ayu menarikku meninggalkan kedua pria yang menahan nafas menahan nafsu, dia tersenyum puas berhasil mempertahankan kedua pria yang tidak pernah putus asa menggodanya.

Aku tersenyum bangga berhasil mengalahkan kedua pria itu, Ayu lebih memilihku menjadi pasangan ritualnya, gratis. Gratis, apakah itu benar ? Bagaimana setelah kami berhubungan seks, Ayu meminta bayaran atas jasanya ini ? Celaka.

"Aduh...!" Aku berteriak kaget saat kakiku tidak menyentuh anak tangga, refleks aku berusaha mencari pijakan, namun hal itu justru membuat tubuhku oleng hampir terjatuh. Untung Ayu dengan sigap menahan tubuhku yang kurus kering hingga tidak terjatuh, untuk pertama kalinya aku bersyukur memiliki tubuh ringan sehingga tenaga seorang wanita mampu menahanku.

"Hati-hati, jangan kebanyakan melamun ! Untung badan kamu kecil, kalau tidak kita sudah jatuh berdua." Ayu tertawa geli melihat wajahku yang bersemu merah, antara rasa terkejut dan malu.

"Walah pasanganmu itu baru jalan sudah mau jatuh, gimana bisa Muazin kamu, bisa patah tulang pemuda itu kalau kamu terlalu bernafsu main di atas." Goda si Bapak berhasil menemukan momen untuk melecehkan diriku, dia tertawa terbahak-bahak diikuti si kuncen yang terlihat puas melihatku dipermalukan si Bapak.

*Nggak toh Pak, pasanganku ini otot kawat, balung Wesi. Dia hampir jatuh karena grogi, tangannya kupeluk." Jawab Ayu tangkas, dia sudah berpengalaman menghadapi pria seperti mereka dan tahu bagaimana cara membalikkan keadaan

*Otot kawat, balung besinya sudah karatan, hahahaha. Kuncen dan si bapak tertawa terbahak-bahak, menutupi kejengkelan mereka kalah berdebat.

"Gendeng, mereka nggak usah digubris." Seru Ayu tertawa geli, dia kembali memeluk tanganku meninggalkan ke dua pria tua yang hanya bisa meneguk air liur melihat bokongnya yang bergerak gemulai.

Kali ini aku berjalan dengan lebih berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang kembali, bisa hancur harga diriku di hadapan Ayu. Dia pasti akan meragukan keperkasaan ku di ranjang seperti godaan yang dilemparkan kedua pria tua itu, kalau jalan saja tidak benar, bagaiman bisa memuaskannya di ranjang. Tanpa sadar aku tersenyum geli mengingat kejadian tadi, dan hal itu membuatku menjadi rileks.

Ayu langsung mengajakku ke dalam kamar, dia hanya menjawab seadanya saat bertemu dengan temannya di warung depan. Ritual harus segera dilaksanakan, mungkin seperti itu pikirannya dan hal itu membuat jantungku berdegup kencang membayangkan ritual yang paling kunantikan.

"Mau apa, kamu ?" Tanya Ayu, tersenyum geli melihatku yang tergesa-gesa membuka seluruh pakaianku.

"Bukankah kita akan melakukan ritual, selanjutnya?" Tanyaku heran, kenapa justru Ayu seperti keberatan melihatku seperti ini. Aku menatap Ayu lalu menatap celana dalam yang masih kupegang, kenapa sia tidak melarangku saat aku mulai membuka baju atau saat aku membuka sabuk.

"Kamu sudah nggak tahan ngentot, ya ?" Ayu tertawa geli melihat ekspresi ku yang memelas, tangannya menyentuh kontolku yang sudah tegang sempurna dan siap melakukan tugasnya.

*Iya, aku sudah tidak tahan." Jawabku lega, Ayu tidak marah, sia hanya sedang menggodaku seperti yang dilakukannya kepada dua pria tua itu. Tangannya yang halus mengocok-ngocok kontolku, menandakan dia sama terangsangnya dengan diriku.

"Sabar Sayang, Aku harus menyiapkan sesaji dulu, tunggulah sebentar." Ayu melumat bibirku sebelum meninggalkanku berdiri mematung di kamar, melihatnya menghilang di balik pintu yang tertutup.

Aku merebahkan tubuh di atas ranjang besi yang berkasur empuk sambil menunggu Ayu yang sedang mempersiapkan sesajen, sebentar lagi spreinya yang rapi akan berantakan oleh pertempuran kami seperti yang kubaca di buku buku stensilan karya Enny Arrow.


----------xxxxxXXXxxxxx-------

"Mau ke mana, kamu ?" Dua orang berwajah sangar menghalangi jalanku, matanya merah mengerikan. Tapi bukan mata mereka yang merah menyala yang menjadi perhatianku, mereka bertelanjang dada dan mengenakan kain pendek sebatas lutut, percis seperti kain yang dikenakan pria suku Baduy. Rambut mereka yang panjang di sanggul ke atas, tanpa ikat kepala. Mereka juga memegang sebuah tombak panjang, ujung runcingnya berwarna hitam tapi bukan karat, itu seperti darah yang sudah mengering,

"Aku akan ke Puncak Gunung Kemukus, biarkan aku lewat." Jawabku berusaha memberanikan diri menghadapi mereka, sekilas aku menatap mata mereka yang menyeramkan. Namun keberadaan dua tombak yang mereka pegang lebih menarik perhatianku, menimbulkan kewaspadaan ku, sewaktu waktu tombak itu bisa digunakan untuk mencelakaiku.

"Mau apa kamu, ke Puncak Gunung Kemukus ?" Tanya salah seorang dari mereka, suaranya keras mengandung ancaman. Refleks aku mundur selangkah dengan wajah pucat, dia berhasil membuatku gentar hanya dengan mendengar suaranya yang menggelegar.

Ada keanehan lain yang kurasakan di tempat ini, gerombolan pohon yang tumbuh subur di sekelilingku tidak menghalangi cahaya bulan masuk dan menerangi tempat ini. Seharusnya tempat ini gelap gulita, diperlukan senter atau obor untuk menerangi jalan.

"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Samudro, " jawabku berusaha tegar. Tidak, aku tidak boleh takut menghadapi dua orang ini, mereka ditugaskan untuk menguji kesungguhan hatiku untuk melakukan ritual di hadapan Pangeran Samudro.

Tempat ini terasa asing, berbeda dengan gunung Kemukus yang aku temui tadi. Tidak ada bangunan satupun, ini seperti sebuah hutan lebat tidak berpenghuni.

"Apakah, ada hadiah yang kau bawa?" Tanya orang itu lagi membuatku tertegun, sepertinya hal itu tidak ada dalam syariat melakukan ritual seks di Gunung Kemukus. Orang ini mengada ada, mereka hanya ingin membatalkan kedatanganku. Aku datang dengan tangan kosong, kecuali niat untuk bisa sampai Puncak Gunung Kemukus.

"Aku datang tidak membawa apa-apa, hanya tekad untuk membahagiakan keluargaku." Jawabku pasti, tidak ada yang bisa menghalangi tujuanku kalau sudah berhubungan dengan kebahagian ibuku. Karena inilah tujuan utamaku mendatangi tempat ini, bukan hanya untuk diriku semata.

Tiba-tiba, kedua orang itu menghilang, sekarang di hadapanku, terbentang jalan setapak yang menanjak curam. Benar dugaan ku, kedua orang itu memang sengaja menguji kesungguhan hatiku. Satu ujian sudah kulalui, entah ujian apa lagi yang akan kutemui di atas nanti.Aku menoleh ke belakang dan terkejut melihat jalan yang baru saja kulalui menghilang, tidak jalan kembali.

"Kenapa ragu, anak muda?" Sebuah suara lembut menusuk gendang telingaku, namun tidak ada satu orangpun berada di dekatku.

Langkahku terpaku menatap jalan mendaki yang terlihat jelas tanpa penerangan, tidak ada anak tangga seperti yang kutemui tadi.

"Kamu sudah tidak punya pilihan untuk kembali, bahkan kalaupun kau mengungkapkan, anak muda." Kembali suara itu menusuk gendang telinga, membuat jantungku berdebar liar.

"Siapa kamu, aku tidak melihatmu ?" Tanyaku gemetar, rasa takut semakin menguasai jiwaku. Namun aku tidak punya pilihan lain setelah jalan yang tadi kulalui menghilang, inilah satu satunya jalan yang ada.

Dengan segenap keberanian yang tersisa, aku kembali berjalan mendaki Puncak Gunung Kemukus, setiap kali aku menoleh, jalan yang kulalui kembali menghilang di balik kegelapan. Aku tidak berani lagi menoleh ke belakang, berjalan terus adalah satu satunya pilihan yang aku miliki. Hingga akhirnya aku sampai di sebuah tanah lapang yang ramai dan terang benderang oleh cahaya bulan purnama, pria dan wanita berkumpul mengelilingi sebuah makam dengan keadaan tubuh bugil. Aku terpaku tidak percaya melihat pemandangan yang tersaji di hadapanku, mereka menari dan bergerak mengelilingi makam.

"Kenapa kamu hanya melihat saja, bukankah kedatanganmu untuk melakukan ritual?" Tanya seseorang wanita yang entah sejak kapan sudah berdiri di sampingku, sama dengan mereka yang sedang menari, wanita inipun dalam keadaan bugil.

Aku menatapnya heran, tubuhnya seperti bercahaya sehingga aku bisa melihat setiap lekuk tubuhnya dengan jelas. Ketelanjangannya begitu menggairahkan dan memancing birahiku yang sempat tertidur, namun aku berusaha mengendalikan diri untuk tidak menyentuhnya.

"Siapa, Ibu dan apa yang sedang mereka lakukan ?" Tanyaku menatap wajahnya yang cantik mempesona, rambutnya yang panjang tergerai hingga pinggulnya.

"Sama seperti kamu, aku adalah pengikut Dewi Ontrowulan yang sedang melakukan ritual. Begitu juga mereka yang sedang menari itu, mereka sedang memuja Pangeran Samudro agar semua hajat mereka terkabul." Jawab wanita itu tersenyum menawan, matanya yang jernih berkilat tajam.

Tempat ini terasa semakin aneh, setiap benda seperti mempunyai cahayanya sendiri sehingga semuanya terlihat jelas. Satu satunya tempat yang mendapatkan cahaya dari bulan adalah tanah lapang yang luas itu, tempat para wanita dan pria menari.

"Kenapa harus menari seperti orang kesetanan, Bu ?" Gerakan tarian yang kulihat tidak beraturan, mereka bergerak mengikuti kata hati. Tapi satu hal yang sama, mereka semua bergerak mengelilingi makam.

"Mereka sedang melakukan madra (tarian hingga mencapai ekstase), berkomunikasi dengan Sang Dewa, setelah itu mereka akan melakukan maithuna (upacara seksual) dengan siapapun yang berada di sini." Jawab wanita itu menunjuk ke arah lain, di bawah pohon-pohon besar yang akarnya mencuat ke permukaan beberapa pasang manusia sedang menuntaskan birahinya.

Aku baru sadar, ternyata suara erangan dan jeritan kenikmatan itu berubah menjadi alunan musik mistis yang membuat para penari itu bergerak seperti kesetanan. Aku menoleh ke arah wanita itu, sekarang aku mengerti dengan perasaan heran, upacara apa sebenarnya ini.

"Chan, bangun ! Walah orangnya tidur, tapi kontolnya bangun. Bagaimana ini, memekku sudah senut-senut dari tadi." Suara ini sepertinya aku kenal, tapi mana orang yang sedang bicara padaku ?

Suara tadi bukan Suara wanita yang berdiri di sampingku, bibirnya yang merah dan berbentuk gendewa terkatup rapat melihat tarian yang belum juga berhenti, mereka yang lelah akan menarik pasangan yang berada di dekatnya menyingkir ke arah bawah pohon besar dan tanpa pemanasan mereka melakukan hubungan seks, menggantikan pasangan lain yang selesai berhubungan seks dan kembali mereka akan bergabung dengan penari lain.

"Sampai kapan mereka menari dan berhubungan seks, Bu ?" Tanyaku heran, melihat pemandangan yang selalu berulang antara menari, berhubungan seks dan menari lagi.

"Sampai tubuh dan jiwa mereka lelah, pada saat itulah mereka akan bisa berkomunikasi dengan Pangeran Samudro dan Dewi Ontrowulan, pada saat ini mereka akan terlahir kembali sebagai manusia baru, manusia seperti yang mereka inginkan.

"Aneh !" Gumamku tidak berkedip memandang adegan yang terus tersaji, memancing gairahku.

Aku menatap wanita yang sedang bicara padaku dengan keinginan menjamah tubuhnya yang menggiurkan, namun aku berusaha aku menahannya sekuat tenaga.

"Bangun Chan, sudah saatnya kita melakukan ritual. Kontol kamu sudah tegang, keras sekali." Itu suara Ayu, pasangan yang aku temukan di Gunung Kemukus, tapi mana orangnya?

Aku kembali menatap wanita yang berdiri di sampingku, payudaranya tidak kalah besar dibandingkan payudara Ayu. Kenapa tidak ada satupun pria yang menghampirinya padahal kemolekan tubuhnya begitu menonjol dibandingkan wanita lain yang berada di tempat ini.

"Kenapa kamu tidak melakukan ritual seperti mereka, Bu ?" Tanyaku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, aku tidak akan menolak bila dia menginginkan ku, aku akan melayaninya sepenuh hati.

"Aku menunggumu, karena memekku adalah sarung kontolmu." Jawab wanita itu, perlahan tubuhnya bersimpuh di hadapanku, meraba kontolku yang berdiri perkasa. Aku menatapnya tak percaya, kenapa semua keinginanku terasa mudah terjadi di Gunung Kemukus?

Pada saat itulah aku sadar dengan keadaan tubuh bugil ku, sejak kapan aku menanggalkan semua pakaianku ini? Pikiranku terhenti saat wanita cantik itu membelai kontolku, membuat seluruh bulu kudukku merinding merasakan perlakuannya. Seharusnya ini tidak boleh terjadi, aku baru saja melakukan ritual di Sendang Ontrowulan dan nyekar ke Makam Pangeran Samudro dengan Ayu. Dialah pasanganku dalam melakukan ritual seks, bukan wanita yang sedang bersimpuh memainkan kontolku.

"Ya Pangeran Samudro, aku sudah tidak tahan melihat kontol yang menjulang tegak ini, bolehkah aku memulai ritual ini, ya Dewi Ontrowulan ?" Gumam suara yang aku kenal, dia Ayu. Bukan wanita yang sedang bersimpuh di hadapanku dan dengan lahap dia menelan kontolku.

Ke mana wanita yang tadi bersimpuh di hadapanku, dia menghilang seperti angin. Aku terbelalak ngeri mencari wanita itu, kengerianku bertambah melihat sekelilingku gelap gulita. Apa yang sedang terjadi, ke mana cahaya yang tadi menerangi tempat ini? Aku berteriak panik, memanggil wanita yang tadi membelai kontolku, namun dia dan yang lainnya menghilang entah ke mana.

"Ijinkan aku untuk memulai ritual ini tanpa sepengetahuan pasanganku, aku sudah menginginkan kontol pemuda ini memasuki memekku" Gumam Ayu, semakin nyata suaranya berada di dekatku.

Ya Tuhan, kembalikan penglihatanku. Teriakan ku seperti bergemuruh, menyaingi suara gemerisik angin yang berhembus mempermainkan ranting pohon. Suara yang tadi hening berubah menakutkan, suara angin puting beliung menggerakkan pohon yang berada di sekelilingku, beberapa ranting yang sudah rapi berjatuhan.

"Bu, anginnya besar sekali !" Seru sebuah suara disertai suara gaduh sebuah ranting besar terjatuh menimpa atap, membuatku membuka mata melihat sekelilingku, ternyata aku terbaring di kamar. Ternyata yang sedang membelai kontolku adalah Ayu, dia juga terkejut dengan suara dahan yang jatuh menimpa atap. Di luar sana angin puting beliung seperti mengamuk, membuatku bergidik ngeri.

"Astaghfirullah....!" Ayu berteriak keras melepaskan kontolku dan saat bersamaan pintu kamar terbuka, seorang wanita muncul dengan wajah pucat ketakutan.

"Bu....!" Wanita itu merangkul Ayu yang balas merangkulnya, mereka ketakutan mendengar suara gemuruh di luar.

"Tidak apa apa Bu, cuma angin biasa !" Seruku, ikut merangkul ke dua wanita yang duduk penuh rasa takut.

"Maaf Bu, aku nggak tahu kalau kalian lagi mau, ngentu !" Seru wanita, itu setelah angin reda dan melihat keadaanku dan Ayu yang bugil



Bersambung....
 



Gunung Kemukus

Prolog



Sebuah kisah nyata yang kualami saat melakukan Pesugihan di Gunung Kemukus untuk mendapatkan kekayaan, berbeda dengan ritual Pesugihan lain yang terkesan sakral dan menyeramkan. Ritual Pesugihan di Gunung Kemukus jauh dari dari kesan mistis, apalagi angker, bahkan seseorang paling penakut pun akan berani datang seorang diri untuk melakukan ritual. Aneh, tidak seperti tempat dan jenis pesugihan lain yang menuntut tumbal jiwa agar kekayaan datang pada kita, tempat ini tidak menuntut pelaku untuk mengorbankan orang terdekat yang dicintai menjadi.

Di Gunung Kemukus syarat mutlak ritual adalah berhubungan seks bebas dengan siapapun yang ditemui di sana, atau dengan pasangan selingkuhnya, kalau mereka punya. Bahkan ada anggapan yang lebih gila lagi, bahwa yang paling manjur adalah melakukan hubungan seks dengan orang yang memiliki hubungan darah, semakin kental hubungan darah itu akan semakin cepat hajat mereka tercapai.

Bagi seorang pemuda berusia 23 tahun pada saat pertama kali mendengar cerita tentang Gunung Kemukus, hal itu sangat memancing rasa ingin tahu ku, bayangkan aku bisa dengan bebas berhubungan seks dengan wanita yang kutemui di sana tanpa. Selain itu aku juga akan mendapatkan kekayaan dengan mudah tanpa bersusah payah, cukup berhubungan seks dengan para peziarah, tidak peduli tua atau muda, yang jelas berbeda kelamin. Tidak heran tempat itu selalu didatangi ribuan pengunjung setiap malam Jumat Pon dan malam Jumat Kliwon, walau tidak sebanyak malam Jumat Pon. Mereka yang datang tidak hanya ingin mencari kekayaan, ada juga yang ingin karier mereka menanjak cepat, pengasihan buat mereka yang kesulitan mendapatkan jodoh dan lain sebagainya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Pengalaman penulis ini dimulai pada tahu 1996 hingga tahun 2013, selama belasan tahun sudah banyak wanita yang melakukan ritual dengan penulis dan penulis hanya akan menceritakan perjalanan penulis dengan tujuh orang wanita yang menimbulkan kesan cukup dalam.

INDEKS :

Satu hal 1
Dua hal 8
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd